Top Banner
Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan Penyelesaiannya (2001—2006) Rinchi Andika Marry, Mohammad Iskandar Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Kampus UI Depok Jawa Barat 16424 Indonesia Email: [email protected] Abstrak Skripsi ini menjelaskan tentang konflik etnis yang terjadi di Sampit. Kalimantan Tengah pada 18 Februari 2001 yang melibatkan dua kelompok etnis yaitu Suku Dayak dan Madura. Konflik antara dua kelompok etnis ini telah berulang kali terjadi pada masa Orde Baru, tetapi konflik terbuka baru meledak pada era Reformasi. Banyak faktor yang menjadi pemicu konflik diantaranya yang utama adalah sosial-budaya. Benturan antara kedua kelompok etnis ini telah menyebabkan banyak korban jiwa dari pihak Suku Madura dan membuat mereka harus meninggalkan Kalimantan Tengah. Mereka harus tinggal di tempat-tempat pengungsian di Jawa Timur. Pemerintah telah melakukan beberapa usaha rekonsiliasi untuk kedua pihak yang berkonflik. Setelah melakukan beberapa perjanjian perdamaian, warga dari suku Madura boleh kembali lagi ke Kalimantan Tengah dengan beberapa persyaratan. Mereka yang diijinkan kembali tersebut diantaranya haruslah yang tidak terlibat tindak kriminal dan telah lahir dan tinggal di Kalimantan Tengah dalam waktu yang lama. Kata Kunci : Konflik Etnis; Suku Dayak; Suku Madura; Sampit; Kalimantan Tengah. Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014
22

Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

Oct 05, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan

Penyelesaiannya

(2001—2006)

Rinchi Andika Marry, Mohammad Iskandar

Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Kampus UI Depok Jawa Barat 16424 Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Skripsi ini menjelaskan tentang konflik etnis yang terjadi di Sampit. Kalimantan Tengah pada 18 Februari 2001 yang melibatkan dua kelompok etnis yaitu Suku Dayak dan Madura. Konflik antara dua kelompok etnis ini telah berulang kali terjadi pada masa Orde Baru, tetapi konflik terbuka baru meledak pada era Reformasi. Banyak faktor yang menjadi pemicu konflik diantaranya yang utama adalah sosial-budaya. Benturan antara kedua kelompok etnis ini telah menyebabkan banyak korban jiwa dari pihak Suku Madura dan membuat mereka harus meninggalkan Kalimantan Tengah. Mereka harus tinggal di tempat-tempat pengungsian di Jawa Timur. Pemerintah telah melakukan beberapa usaha rekonsiliasi untuk kedua pihak yang berkonflik. Setelah melakukan beberapa perjanjian perdamaian, warga dari suku Madura boleh kembali lagi ke Kalimantan Tengah dengan beberapa persyaratan. Mereka yang diijinkan kembali tersebut diantaranya haruslah yang tidak terlibat tindak kriminal dan telah lahir dan tinggal di Kalimantan Tengah dalam waktu yang lama.

Kata Kunci : Konflik Etnis; Suku Dayak; Suku Madura; Sampit; Kalimantan Tengah.

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 2: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

2  

The Ethnic Conflict Between Madurese and Dayaks In Sampit and The Settlement (2001—2006)

Abstract This thesis describes about an ethnic conflict which occured in Sampit, Central Kalimantan on February 18th 2001, involving two ethnic groups which were Madurese and Dayaks. The conflict had been many times happened in the New Order era, but exploded in the Reformation era. There were motives on the conflict, including socio-culture. The clash between the two causing many victims from Madurese. They also had to leave Central Kalimantan. They had to live in evacuation areas in East Java. The government tried some efforts to do reconciliation for them. After some agreements they have done, the Madurese could come back to Central Kalimantan with conditions. They who were allowed to coming back were They who were not involved in crime and have born and lived in Central Kalimantan for a very long time.

Keywords: The Ethnic Conflict; Masacre; Madurese; Sweeping; kayau; Central Kalimantan.

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 3: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

3  

Latar Belakang

Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia dengan Suku Dayak sebagai

penduduk aslinya. Dalam perkembangannya kemudian, khususnya setelah

Indonesia merdeka, banyak etnik lain yang bermigrasi ke Kalimantan seperti Suku

Jawa, Madura, Batak, dan Sunda, sehingga penduduk Kalimantan menjadi lebih

heterogen dibandingkan dengan masa sebelumnya. Para etnik pendatang

bermigrasi ke Kalimantan sebagian besar dilatari oleh faktor ekonomi. Pulau

Kalimantan menjadi daerah destinasi para imigran karena kekayaan alam yang

melimpah sementara jumlah penduduk masih sedikit. Semakin lama jumlah

penduduk di Pulau menjadi semakin heterogen akibat semakin berdatangannya

para imigran dari pulau lain terutama Pulau Jawa dan Madura. Sebagai suku asli

yang mendiami pulau Kalimantan, Suku Dayak cenderung hidup mengelompok

dan memiliki pola pemukiman yang sebagian besar tinggal di pinggiran sungai

atau pedalaman.1 Interaksi mereka dengan lingkungannya juga diatur oleh hukum

adat.

Suku Madura bermigrasi ke Kalimantan sejak tahun 1930-an melalui program

transmigrasi pemerintah Hindia Belanda. Namun migrasi terbesar terjadi pada

masa Orde Baru melalui program transmigrasi yang dimulai pada Pelita I—VI.2

Mereka telah berbaur dengan penduduk lokal bahkan melakukan perkawinan

dengan penduduk setempat. Di Kalimantan Tengah jumlah etnis Madura yang

paling besar adalah di Sampit. Mereka menguasai sektor industri penebangan dan

perdagangan kayu.3

Menurut Dr. Kuntowijoyo, ikatan solidaritas orang Madura khususnya yang

berada di perantauan lebih menggunakan fungsi agama secara simbolik yang

cenderung menjadikan orang Madura perantauan memiliki pola eksklusif. Hal ini

menjadi faktor yang mempersulit mereka berintegrasi ke dalam sistem politik,

ekonomi, dan sosial setempat. Jika terjadi persoalan di daerah baru, kepentingan

                                                                                                                         1 “Dendam Dayak Bisa Tujuh Turunan”, Kompas, 04 Maret 2001 2 Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Transmigrasi di Indonesia 1905-1985, Jakarta: UI Press. 1985, hlm. 57 3ICG, “Kekerasan Etnis di Indonesia: Pelajaran dari Kalimantan”, Jakarta/Brussel: International Crisis Group, 2001, hlm. 7 (Terjemahan)

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 4: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

4  

etnik didahulukan serta harus membela sesama orang Madura bukan dari benar

atau salahnya.4

Pada masa Orde Baru, hal-hal yang menyangkut SARA (Suku, Agama, Ras dan

Antar Golongan) sangat tabu untuk dibicarakan sehingga setiap terjadi ketegangan

yang disebabkan faktor ini langsung diselesaikan dengan cara hukum formal

maupun kesepakatan damai melalui hukum adat setempat. Meskipun telah ada

kesepakatan damai, konflik masih sering muncul kembali karena ada pihak yang

melanggar kesepakatan damai tersebut. Konflik-konflik ini memunculkan stigma

terhadap masing-masing pihak yang tidak bisa hilang begitu saja. Perbedaan latar

belakang budaya menjadi salah satu faktor kuat terjadinya konflik tersebut.

Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Daerah Kalimantan Tengah (LMMDD-

KT) telah mencatat sejumlah konflik besar antara Suku Madura dan Dayak yang

terjadi, antara lain adalah perkelahian, perkosaan, dan pembunuhan yang sebagian

besar korbannya adalah dari Suku Dayak dan pelakunya ditengarai dari Suku

Madura.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab konflik etnis antara Madura dan Dayak

adalah adanya persaingan elit politik lokal akibat diberlakukannya Otonomi

Daerah tahun 1999. Fakta di lapangan memperlihatkan munculnya persaingan

yang tinggi di kalangan elite lokal di Sampit (Kabupaten Kotawaringin Timur)

untuk menguasai pemerintahan dan kekayaan daerah. Elit-elit lokal ini seringkali

menggunakan sentimen anti Madura untuk memperoleh dukungan politik dari

masyarakat.5 Sentimen anti Madura ini digunakan oleh elit-elit politik lokal

karena telah berkembang luas di masyarakat.

Pada Era Reformasi, semangat kesatuan menjadi pudar dan semangat kedaerahan

menjadi semakin dominan sebagaimana dengan diterapkannya otonomi daerah.

Hal-hal yang berbau SARA yang pada era Orde Baru menjadi hal tabu dan

dilarang bahkan dikecam, pada era reformasi mulai didengung-dengungkan. Di

daerah-daerah banyak terjadinya konflik-konflik yang menyangkut SARA dan

salah satunya yang dalam skala besar adalah konflik etnis di Kalimantan Tengah

                                                                                                                         4 Ibid. 5 Eriyanto, Media dan Konflik Etnis: Bagaimana suratkabar di Kalimantan meliput dan memberitakan konflik di Sampit tahun 2001, Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta. Februari 2004, hlm. 23

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 5: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

5  

antara etnis Dayak dan Madura. Era reformasi dijadikan sebagai era yang tepat

untuk memperjuangkan hal-hal yang dilarang dan tidak boleh dilakukan pada

masa Orde Baru.

Metode Penelitian

Proses penyusunan makalah penelitian ini menggunakan metode sejarah sebagai

metode dalam pencarian data, pengolahan data, serta dalam penulisan akhir.

Metode sejarah yang dimaksud meliputi heuristik, kritik, verifikasi, dan

historiografi.

Tahap yang pertama ialah tahap pengumpulan data atau heuristik. Pada tahap ini

dilakukan usaha-usaha untuk mencari sumber-sumber tertulis yang relevan

dengan tujuan penelitian. Selain itu juga dilakukan usaha untuk mencari sumber

primer berupa dokumen-dokumen dan arsip di Kota Sampit dan Palangka Raya.

Untuk sumber primer, pencarian data dilakukan di Kota Sampit dan Palangkaraya.

Untuk sumber sekunder dilakukan penelitian kepustakaan guna mendapatkan

sumber-sumber terkait yang penulis peroleh di Perpustakaan Pusat Universitas

Indonesia dan Perpustakaan Nasional.

Selanjutnya tahap verifikasi data atau sumber-sumber yang ditemukan. Data-data

yang telah terkumpul penulis verifikasi lalu diinterpretasikan. Tahap ini

merupakan tahap kajian mengenai permasalahan yang diangkat sehingga

menghasilkan interpretasi baru yang berupa sintesis dari analisis.

Tahap terakhir adalah tahap historiografi atau penulisan sejarah yang meliputi

metode, teori, serta suasana zaman sewaktu peristiwa terjadi. Pada proses akhir ini

dilakukan rekonstruksi fakta-fakta menjadi sebuah tulisan sejarah.

Pembahasan

• Migrasi Etnis Madura ke Kalimantan Tengah

Kondisi geografis Pulau Madura yang terkenal kering dan tandus tidak

memungkinkan untuk memeroleh hidup yang layak sementara kepadatan

penduduknya sangat tinggi. Kondisi ini membuat orang-orang Madura melakukan

migrasi keluar pulau. Pada masa-masa awal, migrasi karena faktor ekonomi

dilakukan ke wilayah terdekat, yaitu Jawa Timur. Surabaya merupakan destinasi

yang paling diminati oleh orang-orang Madura. Selain karena jarak yang relatif

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 6: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

6  

cukup dekat, kesempatan kerja juga lebih bervariatif terutama di sektor informal

seperti menjadi penjual makanan keliling, buruh kasar, buruh pabrik dan lain-

lain.6 Semakin lama migrasi orang-orang Madura sudah semakin meluas, tidak

terbatas hanya ke Jawa Timur saja, tetapi juga ke pulau lainnya di Indonesia.

Pulau Kalimantan menjadi salah satu tujuan migrasi orang-orang Madura. Para

imigran dari Pulau Madura ini bermigrasi melalui program transmigrasi

pemerintah dan tidak sedikit bermigrasi atas keinginan sendiri.

Migrasi awal terjadi pada masa pemerintahan Hindia-Belanda dan sempat terhenti

pada masa kependudukan Jepang. Kemudian pada masa Presiden Soekarno

program transmigrasi dimulai lagi dan dilanjutkan oleh Orde Baru melalui

program Pelita I—VI. Orang-orang Madura bermigrasi ke Kalimantan dengan dua

alasan pokok. Pertama, sumber daya alam di Kalimantan sangat melimpah,

wilayahnya luas dengan jumlah penduduknya yang sedikit. Kekayaan alam pulau

Kalimantan ini memungkinkan untuk perkembangan kegiatan ekonomi di bidang

pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, dan perdagangan. Kedua, Pulau

Kalimantan dikelilingi oleh sungai-sungai besar yang memungkinkan bagi orang-

orang yang ingin bermigrasi dengan menggunakan transportasi laut.

Di Kalimantan Tengah, para transmigran Madura ini di tempatkan di areal-areal

perkebunan sebagai tenaga upahan atau buruh kontrak. Mereka diberikan tempat

tinggal sederhana oleh pemerintah untuk ditinggali bersama keluarganya.

Sedangan imigran Madura yang bermigrasi atas keinginan sendiri banyak

menempati area-area sekitar pesisir seperti Kotawaringin karena akses dan

letaknya mudah untuk dicapai.7 Mereka membawa hewan ternak untuk dipelihara

di tanah yang baru. Mata pencaharian awal mereka di Kalimantan Tengah adalah

petani atau pekerjaan-pekerjaan kasar seperti kuli bongkar pasang muatan di

pelabuhan Sampit dan sekitarnya.8

Penyebaran para imigran Madura di wilayah Kalimantan Tengah seperti di Sampit,

Palangka Raya, Kasongan, dan Tewah dilakukan dengan menyeberangi sungai-

sungai besar seperti Sungai Kapuas, Mentaya, dan Katingan. Penyebaran para

                                                                                                                         6 Suhandadji, “Migrasi dan Adaptasi Orang Madura di Surabaya: Kajian Perilaku Ekonomi Migran Madura di Kelurahan Sidotopo Kecamatan Semampir Kotamadya Surabaya”, Jakarta: UI, 1998, hlm. 152 7 Huub de Jonge, Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam, Jakarta: PT Gramedia, hlm.25 8 Sri Edi Swasono, Op. Cit, hlm. 55

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 7: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

7  

imigran Madura ini semakin pesat setelah jalan penghubung antar-daerah selesai

dibuat. Selain itu, semakin bermunculannya perusahaan-perusahaan pertambangan

dan karet juga menjadi pemicu berkembang pesatnya persebaran para imigran

Madura ke Sampit dan sekitarnya. Perpindahan penduduk Madura ke Sampit

secara signifikan terjadi saat Proyek Jalan Kalimantan, jalan raya yang

menghubungkan Sampit dengan Palangkaraya (220 km) pada 1957 dimulai.9

Interaksi Orang Madura dengan Penduduk Lokal

Pola permukiman orang-orang Madura dianggap eksklusif, mereka cenderung

hidup mengelompok dengan suku mereka saja.10 Namun semakin lama, banyak

pula orang Madura yang telah hidup berbaur dengan masyarakat setempat, baik

itu dengan penduduk lokal maupun para pendatang lainnya.

Orang Madura yang berada di perantauan memiliki rasa solidaritas yang tinggi

terhadap sesama orang Madura. Solidaritas ini juga berlaku ketika terjadi konflik

dengan suku lain. Mereka cenderung akan membela sesama orang Madura, tidak

dilihat dari benar atau tidaknya perbuatan orang Madura tersebut.11 Mereka juga

memiliki hubungan kekerabatan yang erat terhadap sesama orang Madura. Rasa

solidaritas dan kekerabatan antar sesama orang Madura di perantauan ini dipupuk

dengan menggunakan fungsi agama secara simbolik. Peran kyai sebagai

pemimpin agama sangat kuat. Kyai, bisa dikatakan sebagai elite desa yang

menangani ritual-ritual keagamaan.12

Migrasi Orang-orang Madura ke Kalimantan Tengah membawa dampak bagi

berbagai aspek. Dari aspek ekonomi, orang Madura banyak menguasai berbagai

mata pencaharian. Orang Madura sangat gigih dan ulet dalam bekerja sehingga

mereka banyak menguasai banyak mata pencaharian di daerah perantauan,

termasuk pekerjaan kasar seperti kuli angkut di pelabuhan dan sebagainya. Tujuan

dari kegigihan dan sikap ulet ini adalah untuk memperbaiki nasib supaya bisa

                                                                                                                         9 Bektiati, dkk, “Mencari Akar, Mencari Jawaban: Prof. Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D”, Koran Tempo edisi 01/30 hlm. 23 10 Eriyanto, Media dan Konflik Etnis: Bagaimana Surat Kabar di Kalimantan Meliput dan Memberitakan Konflik Sampit tahun 2001, Jakarta: ISAI, 2004, hlm. 21 11 Ibid. 12 Prof. Dr. Kuntowijoyo, Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura: 1850-1940, Yogyakarta: Matabangsa, 2002, hlm. 333

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 8: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

8  

lepas dari kemiskinan hidup. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi etnis

lokal.

Dari aspek sosial-budaya, orang Madura yang datang ke Kalimantan Tengah

membawa budaya aslinya sambil berinteraksi dengan penduduk lokal maupun

etnis pendatang lainnya. Jika pada masa-masa awal tidak terlihat adanya gesekan,

lain halnya pada masa Orde Baru ketika banyak imigran Madura mulai

berdatangan dan hidup berdampingan dengan penduduk setempat.

Dalam interaksi dengan warga sekitar, kebanyakan Orang Madura dianggap

sangat temperamental dan sering membawa senjata tajam kemana pun mereka

pergi sehingga dianggap dekat dengan budaya kekerasan.13 Jika terjadi konflik

dengan pihak lain, mereka seringkali cepat marah dan menggunakan cara

kekerasan, bukan menyelesaikannya dengan kepala dingin. Stigma-stigma

mengenai perangai Orang Madura mulai bermunculan dan banyak ditemukan di

tengah masyarakat.14 Di mata Orang-orang Dayak, kekerasan sudah menjadi ciri

khas Orang Madura ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Jika melihat

ke dalam masyarakat Dayak, mereka juga memiliki sistem kekerabatan yang kuat.

Jika terjadi sesuatu yang menimpa seseorang dalam suku Dayak, hal tersebut akan

menyangkut keseluruhan keluarga pihak ayah maupun ibu bahkan sampai suku.

Sistem kekerabatan ini berlaku bagi orang Dayak yang tinggal di pedesaan

maupun perkotaan.15

Kerukunan antara kedua kelompok etnis ini semakin tercoreng setelah imigran

Madura tahun 1990-an mulai berdatangan yang memiliki watak berbeda dengan

pendahulunya. Kebanyakan imigran Madura yang datang ke Kalimantan Tengah

pada masa ini dianggap sebagai “preman” atau mereka yang suka melakukan

tindak kekerasan. Mereka bermigrasi bukan hanya karena faktor ekonomi, tetapi

karena tindakan kriminal yang mereka lakukan sehingga mendapat penolakan di

tempat asal mereka.

Ketegangan antara kedua kelompok etnik ini berulang kali terjadi pada masa Orde

Baru. Akar ketegangan tidak hanya permasalahan budaya yang saling berbenturan,

namun juga marjinalisasi secara tidak langsung oleh pemerintah dalam bidang

                                                                                                                         13 Eriyanto, Op. Cit. hlm. 21 14 Ibid. 15 Ibid.

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 9: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

9  

ekonomi, politik, dan hukum yang terjadi pada masa Orde Baru.16 Perasaan

seperti ini berkembang semakin besar dan menyebabkan konflik berulangkali

terjadi dan tidak pernah benar-benar selesai. Puncaknya adalah konflik yang

terjadi di Sampit pada Februari 2001 yang berdampak sangat serius bagi

kehidupan masyarakat di Kalimantan Tengah. Konflik bernuansa etnis ini

memakan banyak korban jiwa dari pihak Madura dan membuat mereka harus

meninggalkan Kalimantan Tengah.

Sebelum konflik terbuka di Sampit pecah, ada beberapa peristiwa yang menjadi

pemicunya sehingga membuat situasi antara kedua kelompok etnis ini memanas,

diantaranya peristiwa perkelahian di Desa Kereng Pangi yang menewaskan

seorang Dayak bernama Sendung. Peristiwa ini memunculkan solidaritas etnis

sesama orang Dayak menjadi semakin kuat. Selain itu penemuan sejumlah bahan

peledak yang diyakini sebagai bom rakitan di beberapa rumah warga Madura turut

memanaskan suasana. Ditambah dengan isu ditemukannya Dokumen Haji

Marlinggi semakin memperkuat isu rencana penguasaan wilayah oleh etnis

Madura. Ketidak tegasan aparat dalam menangkap pelaku pembunuhan Sendung

serta pemilik bom-bom rakitan di rumah-rumah warga juga turut menjadi pemicu

kemarahan etnis Dayak yang pada akhirnya membuat mereka bertindak sendiri

melakukan penghakiman terhadap warga Madura.

Peristiwa Pecahnya Konflik Terbuka di Sampit Tahun 2001

Konflik bermula pada 18 Februari 2001 dini hari sekitar pukul 00.30 WIB.17

Berawal dari penyerangan dan pembunuhan terhadap 4 anggota keluarga dari

warga etnis Madura bernama Matayo di Kecamatan Baamang, Sampit.18Motif

penyerangan terhadap rumah warga Madura tersebut terkait balas dendam

terhadap peristiwa yang terjadi di Kereng Pangi. Tuduhan diarahkan kepada orang

Dayak. Warga etnis Madura yang marah kemudian mendatangi rumah Timil yang

dianggap telah menyembunyikan pelaku pembunuhan keluarga Matayo. Mereka

yang tidak berhasil menemukan pelaku yang dicari ini lalu membakar rumah

                                                                                                                         16 “Luka Itu Terbuka!”, Kompas, 4 Maret 2001 17 Rusli Haudy, Tangisan Anak Pulau: Sebuah Catatan Tragedi Sampit. Jakarta: CV. DIharfin Jaya, 2001, hlm. 27 18 “Dendam Yang Tak Kunjung Padam”, Kompas, 4 Maret 2001

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 10: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

10  

Timil beserta isinya. Tidak hanya itu, para warga etnis Madura yang marah

tersebut kemudian menuju rumah Dahur, saudara Timil yang di tinggal di Jalan

Padat Karya, lalu membakar rumah tersebut beserta para penghuninya. Dahur

beserta anak dan seorang cucunya tewas terpanggang di dalam rumahnya. Berita

mengenai peristiwa ini langsung menyebar dengan cepat di kalangan warga etnis

Dayak. Kondisi semakin memanas ketika sekelompok warga etnis Dayak yang

merasa tidak terima terhadap aksi pembakaran melakukan aksi balasan kepada

pihak Madura. Akhirnya, sekelompok warga Dayak membakar rumah warga

Madura di Jalan Tidar.19

Dalam peristiwa tersebut, ada tokoh intelektual yang menjadi dalang utamanya.

Tokoh intelektual tersebut adalah pejabat Kotawaringin Timur, yaitu Fedlik Asser

dan Lewis yang sehari-harinya menjabat di Dinas Kehutanan dan Kantor Bappeda.

Fedlik Asser juga merupakan tokoh paguyuban Etnis Dayak.20 Target mereka

adalah untuk menggagalkan pelantikan pejabat Eselon I, II, dan III yang akan

mengisi struktur baru otonomi daerah pada 19 Februari 2001.21 Fedlik dan Lewis

merasa tidak puas karena pejabat yang akan dilantik tersebut semuanya beragama

Islam. Keduanya ingin Wahyudi K. Anwar, Bupati Kotawaringin Timur pada saat

itu, untuk turun dari jabatannya.22 Mereka berdua membayar sejumlah provokator

untuk menyulut kerusuhan dengan melakukan penyerangan ke rumah warga

Madura.

Pada kerusuhan awal tanggal 18 dan 19 Februari 2001, etnis Madura melakukan

sweeping23 terhadap rumah-rumah orang Dayak. Selama melakukan sweeping,

warga Madura juga melemparkan bom-bom rakitan seperti yang terjadi di Jalan

Baamang Tengah I , Baamang Tengah II, dan Baamang Tengah III.24 Pembakaran

dan perusakan di Sampit terus dilakukan, seperti pembakaran yang terjadi di

Perumahan Karyawan Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah Cabang

Sampit di Jalan HM. Arsyad Gang Mangga Dua, rumah beberapa orang Dayak di

                                                                                                                         19 Kompas, 26 Februari 2001 20 “Konflik Sampit Tidak Berdiri Sendiri. Bersifat Laten dan Bisa Menjadi Wabah”, Tempo, 11 Maret 2001 21 Heru Cahyono, Op. Cit., hlm. 79 22 “Konflik Sampit Tidak Beridiri Sendiri. Sifatnya Laten dan Bisa Menjadi Wabah”, Loc. Cit 23  Istilah sweeping sering digunakan saat terjadi kerusuhan. Istilah ini mengacu pada tindakan pencarian dan pembunuhan terhadap pihak lawan 24 “Kesepakatan Warga Antar Etnis di Sampit Tentang Solusi Tragedi Sampit Kelabu”, hlm. 4

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 11: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

11  

Jalan Dormosugondo, di Komplek Dusma, dan Hotel Rama di Jalan Baamang

Tengah I, Sampit. 25 Tidak hanya melakukan pembakaran dan pengrusakan

terhadap rumah warga Dayak, sekelompok oknum dari etnis Madura ini juga

memasang spanduk-spanduk provokatif yang memancing kemarahan warga etnis

Dayak. Spanduk-spanduk tersebut antara lain spanduk bertuliskan “Kota Sampit

Kota Sampang II” yang dipasang di Jalan S. Parman, spanduk “Selamat Datang di

Kota Madura” yang dipasang di sekitar Jalan Jiwa, Pelabuhan Sampit, dan

spanduk “Kota Sampit Serambi Mekkah” di Jalan S. Parman.26

Aksi tersebut membuat orang-orang Dayak dari luar Sampit berdatangan ke

Sampit untuk melakukan pembalasan dan perlawanan terhadap orang-orang

Madura. Mereka datang dengan bersenjatakan senjata tradisional seperti mandau

(sejenis parang), lunju (tombak), dan sumpit. Konflik berdarah antara dua

kelompok etnis ini tidak dapat dihindari lagi. Sebelum melakukan sweeping

terhadap warga Madura, mereka terlebih dulu melakukan upacara atau ritual

khusus, yakni meminta ijin dan pertolongan kepada roh nenek moyang. Dalam

upacara ini, mereka melakukan pemanggilan roh nenek moyang yang disebut

Nayo atau Nayau demi melancarkan jalannya kayau.27 Setelah ritual dilakukan,

barulah tindakan kayau terhadap orang-orang Madura dilakukan.

Dalam aksi kayau (pemenggalan kepala) dan sweeping yang dilakukan etnis

Dayak, warga Madura yang terdesak mencoba melarikan diri ke hutan atau

mencari perlindungan kepada aparat. Mereka yang lari ke hutan banyak yang

berhasil ditangkap lalu dieksekusi di tempat. Sweeping dilakukan kepada semua

orang yang memiliki darah dan garis keturunan Madura meskipun tidak tahu

menahu soal kerusuhan awal yang terjadi antara kedua kelompok etnis ini.

Tuntutan mereka agar seluruh warga etnis Madura yang ada di Kalimantan

Tengah segera pergi. Sweeping dilakukan ke rumah-rumah dan jalan-jalan besar

maupun gang-gang kecil. Selain itu, sweeping juga dilakukan terhadap setiap

kendaraan yang lewat, tidak terkecuali kendaraan yang keluar masuk Sampit.

Selama kerusuhan berlangsung, pembunuhan terhadap etnis Madura terjadi

dimana-mana, awalnya di sekitar pusat kota Sampit, terutama di permukiman

                                                                                                                         25 Ibid. 26 Ibid. 27 “Prof. Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D.: Dalam Konflik Sampit, yang Bertanggung Jawab Nayau", Wawancara Tempo dengan Prof.Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D, 20 Mei 2001

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 12: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

12  

yang banyak orang-orang Madura, lalu berlanjut ke seluruh Kota Sampit. Korban

tidak terbatas hanya orang dewasa saja, tetapi anak kecil dan lansia pun turut

menjadi sasaran pembunuhan.28 Gelombang pengungsi warga Madura semakin

besar. Warga etnis Madura yang tidak berhasil mengungsi keluar Sampit atau

yang sudah ketakutan dan terdesak memilih hutan di dekat rumah sebagai

alternatif tempat persembunyian. Mereka yang melarikan diri ke hutan hanya

membawa harta benda seadanya demi menghindari pembunuhan terhadap

keluarganya. Selain hutan, Kantor Pemerintah Daerah Kotawaringin Timur di

Jalan Jenderal Sudirman yang berhadapan dengan Kantor Polres Sampit turut

menjadi pilihan untuk menghindari pembunuhan sambil menunggu waktu untuk

diungsikan keluar Sampit.

Selama melakukan sweeping dan eksekusi terhadap warga etnis Madura, mereka

yang sudah “kalap” ini berusaha menghindar dari aparat supaya tidak ditangkap.

Aparat menyita senjata-senjata tajam yang dipergunakan untuk sweeping tersebut

kepada yang berhasil ditangkap. Meskipun demikian, orang-orang Dayak ini tetap

tidak menghentikan aksi sweeping terhadap orang Madura sehingga sempat

membuat aparat dan pemerintah daerah kewalahan. Ketegangan akibat konflik

mulai mereda setelah keinginan orang-orang Dayak terpenuhi, yakni seluruh

warga Madura dianggap telah meninggalkan tanah Kalimantan Tengah. Kegiatan

kayau pun mulai dihentikan meskipun masih tetap siaga.

Dampak Konflik

Konflik etnis yang terjadi di Sampit membuat akitivitas di sekolah-sekolah,

kantor-kantor milik pemerintah maupun swasta dihentikan sementara sampai

situasi kembali kondusif. Kegiatan perekonomian di Sampit menjadi lumpuh.

Banyak ruko, kios, dan pasar yang terpaksa tutup selama kerusuhan berlangsung

untuk menghindari penjarahan dan tindakan serupa lainnya.29 Terjadi krisis bahan

pangan dan kebutuhan sehari-hari. Di Pelabuhan Sampit, kapal-kapal pengangkut

barang tidak berani merapat. Kalaupun ada kapal yang berani merapat, kegiatan

pembongkaran barang tidak bisa dilakukan karena keterbatasan tenaga buruh.

Buruh yang biasanya melakukan kegiatan bongkar-angkut barang ini adalah

                                                                                                                         28 Ibid. 29 “Stok Pangan Menipis, Harga Mencekik”, Kompas, 4 Maret 2001

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 13: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

13  

warga etnis Madura.30 Lumpuhnya kegiatan ekonomi saat kerusuhan membawa

dampak pada aksi penjarahan, terutama terhadap harta benda atau aset milik etnis

Madura yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya.

Dampak lain yang paling besar dirasakan oleh warga etnis Madura. Untuk

mendinginkan suasana, Pemerintah Daerah Kotawaringin Timur mengungsikan

warga etnis Madura keluar Kalimantan Tengah, sebagian besar ke Jawa Timur

untuk menghindari meluasnya konflik. Tindakan ini sifatnya sementara sampai

situasi dianggap kondusif.

Tindakan sweeping terhadap Madura ini mau tidak mau membuat citra etnis

Dayak menjadi buruk. Mereka dinilai beringas, kejam, dan keji atas tindakan

kayau yang mereka lakukan terhadap warga Madura di Sampit dan Kalimantan

Tengah.31 Tindakan ini juga sempat memicu situasi panas bagi orang Madura di

luar Kalimantan Tengah yang menyaksikan berita tersebut. Imbasnya, mereka

ingin membalaskan dendam kepada orang-orang Dayak yang ada di Jawa atau

Madura.

Di antara etnis Dayak sendiri ada yang pro dan kontra mengenai tindakan

mengungsikan etnis Madura keluar Kalimantan Tengah. Mereka yang setuju

menginginkan warga etnis Madura keluar dari Kalimantan Tengah secara

permanen atau selamanya. Salah satu alasannya adalah adanya kekhawatiran akan

terjadinya bentrokan serupa sebagai aksi balas dendam dari pihak etnis Madura

terhadap etnis Dayak.32 Mereka yang tidak setuju umumnya karena memiliki

keluarga keturunan Madura atau tetangga Madura yang selama ini tidak pernah

bermasalah dengan mereka.

Penyelesaian Konflik

Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah telah memfasilitasi pertemuan-pertemuan,

baik formal maupun informal, dari para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh

adat, dan tokoh pemuda dari kedua etnis untuk melakukan proses perdamaian. Di

Kalimantan Tengah telah diadakan pertemuan antara tokoh-tokoh paguyuban dari

                                                                                                                         30 Ibid.  31 LMMDD-KT, “Konflik Etnik Sampit: Kronologi, Kesepakatan Aspirasi Masyarakat, Analisis, Saran”, Kalimantan Tengah: Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah Kalimantan Tengah, 2001 32 “ Madura ke Kalteng Bisa Bentrok Lagi”, Kalteng Pos, 21 Oktober 2001

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 14: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

14  

warga pendatang dengan tokoh-tokoh adat Dayak pada 4 Maret 2001. Pertemuan

tersebut memfokuskan pada pernyataan sikap terhadap warga Madura.

Pada Kongres Rakyat Kalimantan Tengah (KRKT) yang berlangsung pada 4—7

Juni 2001 di Palangkaraya menghadirkan peserta dari dua kubu yang dominan,

yakni Dayak garis keras dan Dayak garis lemah.33 Dua kubu ini memiliki

pendapat yang saling berlawanan. Dayak garis keras menolak sama sekali etnis

Madura yang saat itu sedang mengungsi di Madura untuk kembali lagi ke

Kalimantan Tengah. Sementara itu, Dayak arus lemah memperbolehkan mereka

untuk kembali, namun dengan banyak persyaratan yang harus disanggupi oleh

pengungsi Madura. Salah satu syaratnya adalah mereka yang kembali harus

membayar denda adat dan selama enam bulan mendapat pengawasan.34

Pada akhirnya Kongres Rakyat Kalimantan Tengah tersebut mengambil sejumlah

keputusan berdasarkan jalan tengah, yaitu; (1) Warga Masyarakat Kalimantan

Tengah siap menerima ajakan damai dan permintaan maaf dari warga Madura

pada umumnya; (2) Jika kedua pihak telah saling memaafkan dan bertekad untuk

hidup berdampingan secara damai, maka langkah-langkah re-evakuasi, rehabilitasi,

dan penegakan hukum dapat dilakukan sejalan dengan peraturan; (3) Masyarakat

Madura yang akan kembali ke Kalimantan Tengah harus menjalani seleksi dan

persyaratannya diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) perihal kependudukan; (4)

Mengingat proses re-evakuasi harus dilakukan melalui perundingan-perundingan,

kesiapan mental dari kedua belah pihak, maka masih diperlukan masa

pendinginan (cooling down) yang cukup hingga situasi dan kondisi mental kedua

belah pihak mampu introspeksi diri untuk mencapai suatu kerukunan.

Warga etnis Madura yang berada di pengungsian berharap dapat kembali

meskipun masih ada rasa trauma dan takut jika konflik yang sewaktu-waktu dapat

terulang kembali. Berdasarkan hasil pendataan Forum Komunikasi Korban

Kerusuhan Kalimantan Tengah (FK-4), 90% lebih pengungsi menginginkan untuk

kembali lagi ke Kalimantan Tengah. 35 Mereka lebih memilih kembali ke

Kalimantan Tengah dengan risiko nyawa terancam dan mengabaikan rasa trauma

terhadap konflik daripada bertahan di pengungsian dan hanya berharap pada

                                                                                                                         33 “Soal Kongres Rakyat Kalteng…”, diunduh dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0106/20/daerah/jemb28.htm  34 Ibid.  35 Ibid., hlm. 12

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 15: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

15  

bantuan pemerintah maupun pihak-pihak yang peduli pada nasib mereka tanpa

dapat melakukan apa-apa.36 Alasan lainnya karena kebanyakan mereka tidak

memiliki aset atau usaha yang dapat menunjang keberlangsungan hidup mereka di

Pulau Madura.37 Rasa tertekan selama di pengungsian juga membuat mereka ingin

kembali lagi ke Kalimantan Tengah.

FK-4 telah menyusun langkah-langkah konkret mengenai nasib para pengungsi.

Mereka membuat acara pertemuan akbar pengungsi, yaitu Musyawarah Besar

Pengungsi Kalimantan Tengah (MBPKT) di Kecamatan Ketapang, Kabupaten

Sampang, Madura. Secara garis besar, pertemuan ini bertujuan untuk menampung

aspirasi pengungsi yang mayoritas ingin kembali ke Kalimantan Tengah.

Pertemuan tersebut juga menghasilkan komitmen pengungsi Kalimantan Tengah,

yakni mereka siap menaati segala peraturan dan aspirasi masyarakat Kalimantan

Tengah yang ada di Kalimantan Tengah supaya mereka bisa kembali.38

Langkah awal dari usaha-usaha konkret yang dilakukan oleh FK-4 yaitu dengan

melakukan pendataan-pendataan terhadap para pengungsi, yakni mendata siapa

saja yang menginginkan untuk kembali ke Kalimantan Tengah. Sebagian besar

pengungsi, yakni sekitar 95% diantara total keseluruhan, mengatakan ingin

kembali ke Kalimantan Tengah. Setelah pendataan, kemudian dilakukan

pembinaan mental terhadap para pengungsi etnis Madura dengan tujuan untuk

menghapus rasa traumatis atas konflik yang telah dialami. Selama berada di

pengungsian ini, peran kiai dan pemuka agama memiliki andil besar dalam proses

penyembuhan rohani pengungsi dari rasa frustrasi dan tertekan selama di

pengungsian.39

Upaya rekonstruksi pasca konflik juga dilakukan sebagai tahap lanjutan dari

resolusi konflik di Kalimantan Tengah. Upaya ini dilakukan atas kesadaran bahwa

tidak semua etnis Madura dan Dayak yang berkonflik, mereka hanya korban

generalisasi penyebaran konflik.40 Wilayah-wilayah pemukiman warga keturunan

Madura di Kalimantan Tengah yang tidak mengalami konflik secara masif ini

                                                                                                                         36 Wawancara dengan Bapak Sohibul Hidayat, 27 April 2014 37 Ibid. 38 Ibid. 39 Wawancara dengan Bapak Abdul Wahid, 25 April 2014 40 Abdul Wahid dan Mohammad Ilyas, Berdamai Dengan Sejarah: Panduan Praktis Mengelola Konflik, Yogyakarta: Alenia Press

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 16: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

16  

kemudian menjadi sasaran eksplorasi potensial dalam upaya dan proses repatriasi

pengungsi warga keturunan Madura ke Kalimantan Tengah.

FK-4 kemudian melakukan penelitian lapangan di Madura dan Kalimantan

Tengah untuk menghimpun bahan dan masukan dalam menyusun rencana

strategis, efektif, dan aman. Data-data yang berhasil ditemukan dalam penelitian

tersebut selanjutnya diolah dan dikonsepkan. FK-4 menyusun sembilan langkah

repatriasi pengungsi41, yaitu; (1) Tahap Konsolidasi; (2) Tahap Pemetaan Wilayah

Konflik; (3) Tahap Negosiasi; (4) Tahap Pendampingan dan Pendidikan; (5)

Tahap Pendataan; (6) Tahap Sosialisasi; (7) Tahap Seleksi; (8) Tahap Realisasi; (9)

Tahap Pemantauan

Dari sejumlah pertemuan dan kesepakatan yang dilakukan kedua pihak, baik

secara internal maupun eksternal tersebut menghasilkan Peraturan Daerah No. 5

tahun 2004 yang mengatur masalah pengungsi korban kerusuhan etnis di

Kalimantan Tengah. Tidak hanya itu, pemerintah juga melibatkan masyarakat

dalam menentukan Peraturan Daerah (Perda) dengan menyebarkan angket berisi

43 pertanyaan dengan lima pilihan jawaban yang harus diisi oleh masyarakat.

Hasilnya sangat membantu dalam menentukan tindakan pemerintah selanjutnya

yang lebih konkret. Peraturan Daerah tersebut terdiri atas enam bab. Dalam bab

dua pasal dua Perda tersebut, terdapat poin penting mengenai rekonsiliasi. Poin

tersebut antara lain etnik yang kembali ke Kalimantan Tengah harus menjunjung

tinggi falsafah “Belom Bahadat”42 dan falsafah “dimana bumi dipijak disitu langit

dijunjung”. Sementara itu, pasal tiga membahas perihal penanganan dan penataan,

yaitu pemberian bantuan dalam bentuk pelayanan dan pembinaan mental, serta

melakukan penataan tempat pemukiman yang ditinggalkan akibat konflik.43

Dalam tahap awal proses pemulangan warga etnis Madura ke Kalimantan Tengah,

Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah memprioritaskan anggota DPRD,

mahasiswa, dosen, dan PNS sebagai pihak-pihak yang pertama kali dipulangkan

ke Kalimantan Tengah. Tindakan ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa

kalangan tersebut bukanlah pihak yang akan membuat masalah yang bisa

menyebabkan kerusuhan susulan.                                                                                                                          41  Abdul Wahid dan Mohammad Ilyas, Op, Cit  42 Belom Bahadat berasal dari Bahasa Dayak yang artinya hidup yang berbudaya atau beradab 43 Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor 5 Tahun 2004 (data terlampir)

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 17: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

17  

Kesimpulan

Konflik antara Etnis Dayak dan Etnis Madura di Sampit telah berlangsung sejak

lama dan paling terlihat mencolok terjadi pada masa Orde Baru. Ketegangan-

ketegangan yang terjadi antara kedua kelompok etnis ini terutama dilatari karena

faktor pergesekan nilai budaya yang kemudian merambat kepada faktor-faktor

lainnya seperti politik dan sosial. Ketegangan-ketegangan ini berlangsung

berulang kali dan tidak pernah berkembang menjadi konflik terbuka karena

kontrol pemerintah Orde Baru sangat kuat sehingga dapat mencegah hal-hal yang

sifatnya destruktif terhadap persatuan Negara Republik Indonesia. Meskipun

demikian, konflik-konflik tertutup tersebut masih menyisakan kemarahan-

kemarahan yang tertahan dan menumpuk di pihak Dayak.

Setelah Orde Baru runtuh, Indonesia mengalami masa peralihan yaitu era

Reformasi. Kontrol pemerintah pusat terhadap daerah sangat lemah sehingga

menyebabkan konflik terbuka dan lebih besar dari sebelumnya terjadi di Sampit

pada 18 Februari 2001 antara Etnis Dayak dan Madura. Ada kepentingan politik

yang turut menjadi penyebab pecahnya konflik. Konflik terbuka ini terjadi sebagai

akibat perubahan yang belum mapan dari Orde Baru ke era Reformasi. Pada

konflik terbuka ini, masyarakat golongan awam dipolitisi untuk kepentingan

tertentu dan memantik kerusuhan besar antara Etnis Dayak dan warga pendatang,

Madura. Kemarahan warga etnis Dayak yang sudah pada puncaknya tidak bisa

dibendung lagi.

Kemarahan dilampiaskan kepada Etnis Madura karena dianggap tidak bisa

menyesuaikan diri dengan budaya Dayak. Etnis Madura dianggap sarat dengan

nuansa kekerasan dalam interaksinya dengan Etnis Dayak sehingga membuat

mereka tidak disukai. Konflik terbuka awalnya terjadi sebagai reaksi spontan

untuk membela diri untuk menghindari ancaman “penguasaan” wilayah yang akan

dilakukan oleh Etnis Madura. Bukti-bukti seperti penemuan bom-bom rakitan di

rumah-rumah warga Etnis Madura sebelum kerusuhan maupun saat kerusuhan

terjadi, spanduk-spanduk dan yel-yel provokatif, serta Dokumen Haji Marlinggi,

memperkuat tindakan mereka untuk memunculkan budaya kayau yang telah

ditinggalkan ratusan tahun lalu sejak Perjanjian Tumbang Anoi tahun 1884.

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 18: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

18  

Daftar Referensi

• Buku dan Jurnal

De Jonge, Huub. Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan

Islam. Jakarta: PT Gramedia. 1989

Edi Swasono, Sri dan Masri Singarimbun. Transmigrasi di Indonesia 1905-1985. Jakarta:

UI Press. 1985

Haudy, Rusli. Tangisan Anak Pulau: Sebuah Catatan Tragedi Sampit. Jakarta: CV.

DIharfin Jaya. 2001 Eriyanto, Media dan Konflik Etnis: Bagaimana Suratkabar di

Kalimantan Meliput dan Memberitakan Konflik di Sampit Tahun 2001. Jakarta: Institut Studi

Arus Informasi (ISAI). 2004

Abdul Wahid dan Mohammad Ilyas, Berdamai Dengan Sejarah: Panduan Praktis

Mengelola Konflik, Yogyakarta: Alenia Press

Achwan, Rochman dkk. “Overcoming Violent Conflict: Volume 1 Peace and Development

Analysis In West Kalimantan, Central Kalimantan, And Madura”. Jakarta: Crisis Prevention

and Recovery Unit (CPRU). 2005

_______. “Kekerasan Etnis di Indonesia: Pelajaran dari Kalimantan”. Jakarta/Brussel:

International Crisis Group. 2001. (Terjemahan)

_______. “Konflik Etnik Sampit: Kronologi, Kesepakatan Aspirasi Masyarakat, Analisis,

Saran”. Kalimantan Tengah: Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah

Kalimantan Tengah. 2001 Suhandadji. “Migrasi dan Adaptasi Orang Madura di

Surabaya: Kajian Perilaku Ekonomi Migran Madura di Kelurahan Sidotopo

Kecamatan Semampir Kotamadya Surabaya”. Jakarta: UI Press. 1998

• Koran Sejaman

“Mencari Akar, Mencari Jawaban: Prof. Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D”. Koran Tempo edisi

01/30

“Konflik Sampit Tidak Berdiri Sendiri. Bersifat Laten dan Bisa Menjadi Wabah”. Tempo,

11 Maret 2001

“Prof. Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D.: Dalam Konflik Sampit, yang Bertanggung Jawab

Nayau", Wawancara Tempo dengan Prof.Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D, 20 Mei 2001

“Stok Pangan Menipis, Harga Mencekik”. Kompas, 4 Maret 2001

“Provokator Kerusuhan Sampit Tertangkap”. Liputan6.com, 24 Februari 2001

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 19: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

19  

“ 20.000 Pengungsi Terkurung di Sampit: Korban Jiwa 187 Orang”. Kompas, 24

Februari 2001

“ Madura ke Kalteng Bisa Bentrok Lagi”, Kalteng Pos, 21 Oktober 2001

“Soal Kongres Rakyat Kalteng…”, diunduh dari http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0106/20/daerah/jemb28.htm

“Dendam Dayak Bisa Tujuh Turunan”. Kompas, 04 Maret 2001

“Dendam Yang Tak Kunjung Padam”. Kompas, 4 Maret 2001

“Luka Itu Terbuka!”, Kompas, 4 Maret 2001

• Wawancara

Wawancara dengan Bapak Abdul Wahid pada 25 April 2014

Wawancara dengan Bapak Sohibul Hidayat, 27 April 2014

Wawancara dengan Bapak Anto, pada 14 April 2014

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 20: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

14  Universitas Indonesia

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 21: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

 

60  Universitas Indonesia

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014

Page 22: Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan ...

   

 

Konflik etnis..., Rinchi Andika Marry, FIB UI, 2014