KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN DAN KORELASINYA DENGAN PENANGGULANGAN UJARAN KEBENCIAN Disertasi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Doktor (S-3) Oleh: Sulastri NIM. 316440023 Pembimbing Prof. Dr. H.E. Syibli Syarjaya, L.M.L., M.M Dr. H.M. Azizan Fitriana, M.A PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM DOKTOR (S3) INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1442 H/2021 M
77
Embed
KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN DAN KORELASINYA …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN DAN KORELASINYA DENGAN PENANGGULANGAN UJARAN KEBENCIAN
Disertasi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Doktor (S-3)
Oleh: Sulastri
NIM. 316440023
Pembimbing Prof. Dr. H.E. Syibli Syarjaya, L.M.L., M.M
Dr. H.M. Azizan Fitriana, M.A
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM DOKTOR (S3) INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1442 H/2021 M
2
3
4
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah
melimpahkan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dan penyusunan disertasi ini sebagai karya ilmiah akhir
dalam menempuh studi di Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
Selanjutnya, pengantar ini akan banyak didominasi oleh ungkapan:
apologia pro libiro suo (permohonan maaf disertai pernyataan terima kasih),
atas keberhasilan penulis merampungkan studi doktoral di Program Doktor
(S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta. Permohonan maaf, karena apa yang disajikan ---mungkin--- tidaklah
secemerlang judul yang diajukan. Hal ini disadari karena kurangnya
kemampuan penulis. Sungguhpun demikian, keadaan tersebut tentunya tidak
mengecilkan hati, dan ---atas bantuan dan dorongan berbagai pihak,
walaupun agak tersendat-sendat--- akhirnya studi dan penyusunan karya ini
dapat terselesaikan. Sedangkan ucapan terima kasih yang tulus, penulis
sampaikan kepada mereka yang telah mendorong, membantu dan
memotivasi penulis dalam penyelesaian studi maupun penyusunan karya ini.
Banyak sekali orang-orang yang “berbaik hati serta berluhur jiwa” yang telah
penulis libatkan serta sekaligus juga susahkan di dalamnya. Karenanya,
bersama ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya
diiringi permohonan maaf, kepada:
1. Ibu Rektor dan seluruh pimpinan IIQ Jakarta, Direktur dan Ketua
Program Studi Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir IIQ Jakarta, para dosen dan seluruh karyawan, ditambah
pustakawan IIQ Jakarta; yang telah memberikan kesempatan thalab al-
ìlm, serta memberikan kemudahan dalam layanan dengan ramah-
v
bersahabat, yang sangat berarti bagi penulis dalam menempuh
pendidikan di Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir IIQ Jakarta. Perlu penulis sampaikan bahwa, kebijakan-kebijakan
“eksplisit-keras” (agar buruan selesai), tetapi secara “implisit-sayang”
(kalau ngga selesai) yang diambil oleh Direktur dan Kaprodi belakangan
ini dengan memberi limit waktu kepada mahasiswa, membuat penulis
harap-harap cemas dan atau cemas-cemas harap. Pada akhirnya,
kebijakan tersebut harus penulis syukuri, kalau tidak, penulis masih dan
semakin terlena menyandang status mahasiswa Program Doktor (S3).
Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih atas segalanya.
2. Bapak Prof. Dr. H.E. Syibli Syarjaya, L.M.L., M.M. dan bapak Dr. H.M.
Azizan Fitriyana, M.A., yang sangat berbaik hati mempromotori, ikhlas
dan sabar di sela-sela kesibukan dan waktu istirahatnya rela diganggu,
disita waktu dan perhatiannya untuk memberi petunjuk, membimbing,
dan memeriksa baik berkaitan dengan studi maupun berkaitan dengan
disertasi ini sehingga menjadi lengkap dan sistematis serta menjadikan
karya ilmiah ini menjadi lebih layak. Untuk itu, dengan segala hormat
dan rendah hati terimalah ungkapan terima kasih dan permohonan maaf
penulis atas sikap dan kekurangan penulis selama ini.
3. Pimpinan dan civitas akademika Institut Agama Islam Banten (IAIB)
Serang, terkhusus kepada abah Prof. Dr. K.H.A. Wahab Afif, M.A.
(Rektor IAIB Serang, saat itu) dan bapak Prof. Dr. H. Suparman Usman,
S.H. (Rektor IAIB Serang, 2021-2025), yang telah memberikan
rekomendasi, izin dan restunya kepada penulis untuk menimba ilmu
lanjutan di Almamater penulis, serta memberikan “pemakluman” kepada
penulis ---yang seringkali--- meninggalkan tugas dan tanggung jawab
dalam berkhidmat sebagai tenaga pengajar ataupun staf, sekaligus juga
selalu mendorong agar cepat selesai dan “menagih” agar cepat pulang
vi
“kandang”. Dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
permohonan maaf.
4. Ibu Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak., Bupati Kabupaten Serang
(2017-2021, 2021-2025), yang telah memberikan bantuan dana
pendidikan yang cukup signifikan. Besar-kecil secara nominal tersebut
sangat berarti dan terasa berkah bagi penulis, sebab tulus ikhlash dalam
memberi dengan dilatarbelakangi pemahaman makna tentang
pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan SDM. Terima kasih
atas bantuannya, dan mohon maaf tidak dapat membalas jasa baik
tersebut.
5. Keluarga besar (almarhum) H. Sidijanto Setrodikromo, terkhusus ibunda
Hj. Kalijem, yang dengan sabar, ikhlas, dan tawakal memberikan
dorongan moril-materil serta doa agar putrinya diberikan kemudahan
serta kemampuan menyelesaikan studi, bermanfaat buat sesama, dan
sakinah, mawaddah wa rahmah rumahtangganya. Doa-doa pada malam-
malam mereka mempunyai andil besar demi terselesaikannya studi ini.
Kepada merekalah semoga rahmat dan taufik-Nya selalu dilimpahkan.
6. Keluarga besar (almarhum) mama Prof. K.H.M. Syadeli Hasan dan
keluarga besar abah Prof. Dr. K.H.A. Wahab Afif, M.A., yang telah
memberikan motivasi dan dorongan moril-materil untuk dapat
melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Terkhusus (almarhumah)
mamah Hj. Sri Anisah S. Hasan, yang telah mendorong dan memotivasi
penulis sehingga menjadi seperti ini. Terima kasih atas semuanya dan
mohon maaf tidak dapat membalas jasa-jasa yang telah diberikan kepada
penulis.
7. Pimpinan, para guru, ustadz/ustadzah, dan teman-teman di LPTQ
Provinsi Banten, MUI Provinsi Banten, LPTQ Kota Serang, dan MUI
Kota Serang; yang telah memberikan kesempatan penulis berkhidmat,
vii
sebagai tempat belajar, sharing, serta diskusi tentang ilmu keagamaan
(Islam) khususnya bidang ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Terima kasih dan
mohon maaf bila terdapat banyak kekhilafan.
8. Teman-teman di IIQ Jakarta, mulai Program S1, S2, dan terkhusus
teman-teman Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, yang telah banyak juga memberikan sumbangsih ilmu
pengetahuannya sehingga penulis menjadi lebih terbuka dan menambah
wawasan.
9. Teman-teman di IAIB Serang, khususnya di lingkup Fakultas
Ushuluddin, yang menambah ceria setiap harinya dengan berbagai
candanya. Terkhusus teman setia, Iis Faridah, S.Pd.I., M.Pd., yang selalu
siap membantu segala aktifitas yang penulis lakukan.
10. Achmad Beby Saeful, yang telah berkenan diajak berdiskusi,
disusahkan, serta membantu dalam beberapa hal sehingga karya ini
menjadi enak dan layak dibaca.
11. The last but not the least, suami tercinta, H. Muhamad Arif Iqbal, yang
telah memberikan perhatian besar --mendorong, membantu, dan
memberikan motivasi kepada penulis serta berkenan dengan ikhlash
“disalip” untuk segera menyelesaikan studi doktoral. Anak-anak
tersayang, Salma Nur Amalia, S. Ked. dan Syifa Rahmatul Ummah Arif,
yang selalu menjadi motivasi dan membantu setiap kesulitan khsususnya
dalam hal teknis per-IT-an. Untuk itu semua, penulis persembahkan
disertasi ini, sebagai pemicu bagi masa depan.
Untuk itu semua, tanpa bantuan dan pertolongan pihak-pihak tersebut
di atas atau siapapun yang tidak sempat/dapat disebutkan di sini, pasti studi
dan penyusunan karya ini tidak menemukan penyelesaian dengan seksama.
Kendatipun demikian, penulis sendiri yang sepenuhnya bertanggungjawab
atas isi kandungan kajian ini. Menyadari hal ini, maka kritik dan saran demi
viii
penyempurnaan karya ini akan penulis terima dengan hanifah al-samhah,
berjiwa besar dan berlapang dada. Penulis akan memandang setiap kritik dan
saran sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang juga tambahan pengetahuan
yang pasti akan berguna bagi penyempurnaan karya ini ke depan.
Sebagaimana ungkapan penyair Arab, Abu al-`Ala al-Ma‘arry: “wa idza
ataka mathammah bi al-naqas fa hiya syahadatu bi anni kamil” (apabila
sampai kepadamu tentang ketidaksempurnaanku, itu adalah bukti
kesempurnaan kemanusiaanku). Jadi, penulis harus mampu menerima
kekurangan dan bahkan harus sanggup melihatnya sebagai bukti
“kesempurnaan” kemanusiaan penulis.
Akhirnya, kepada Allah jualah penulis bertawakkal dan berserah diri.
Kepada-Nya penulis berasal dan kepada-Nya pulalah penulis akan kembali
dengan ---semoga--- jiwa yang tenang (nafs al-muthmainnah). Insya Allah.
Amin.
Serang, Maret 2021
Sya’ban 1442
SULASTRI
ix
KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN
DAN KORELASINYA DENGAN PENANGGULANGAN
UJARAN KEBENCIAN
PERSETUJUAN PROMOTOR i
PENGESAHAN TIM PENGUJI ii
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI ix
PEDOMAN TRANSLITERASI xi
ABSTRAK xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 16
1. Identifikasi Masalah 16
2. Pembatasan Masalah 17
3. Perumusan Masalah 18
C. Tujuan Penelitian 18
D. Kegunaan Penelitian 19
E. Kajian Pustaka 19
F. Metodologi Penelitian 29
1. Jenis Penelitian 29
2. Sumber Data 29
3. Teknik Pengumpulan Data 30
4. Metode Analisis Data 30
G. Teknik dan Sistematika Penulisan 32
BAB II DISKURSUS TENTANG KOMUNIKASI 35
A. Pengertian Komunikasi 35
B. Jenis-jenis Komunikasi 40
1. Komunikasi Verbal 40
2. Komunikasi Non Verbal 51
3. Komunikasi intrapersonal 57
4. Komunikasi interpersonal 63
C. Peran Komunikasi dalam Kehidupan 69
BAB III KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’ÂN 79
A. Komunikasi Verbal Baik/Positif dalam Al-Qur’ân 79
B. Komunikasi Verbal Tidak Baik/Negatif dalam Al-Qur’ân 111
C. Model Komunikasi Verbal Interpersonal dalam Al-Qur’ân 137
D. Tujuan Komunikasi Verbal dalam Al-Qur’ân 201
x
BAB IV KOMUNIKASI VERBAL DAN PENANGGULANGAN
UJARAN KEBENCIAN DALAM AL-QUR’ÂN DAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 214
A. Komunikasi Verbal dalam Masyarakat Multikultural 214
B. Hasad dan Ujaran Kebencian 226
C. Larangan dan Anjuran Al-Qur’ân Menanggulangi Ujaran Kebencian 234
D. Komunikasi Verbal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 250
E. Sanksi Al-Qur’an dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap Ujaran
Kebencian 259
F. Dampak Sosial Komunikasi Verbal Bersifat Ujaran Kebencian Bagi
Masyarakat Indonesia
BAB V PENUTUP 277
A. Kesimpulan 277
B. Rekomendasi 278
DAFTAR PUSTAKA 280
LAMPIRAN-LAMPIRAN 303
267
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu
ke abjad yang lain. Dalam penulisan Disertasi di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta, transliterasi Arab-Indonesia mengacu pada ketentuan berikut ini:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
th ط a ا
zh ظ b ب
‘ ع t ت
gh غ ts ث
f ف j ج
q ق h ح
k ك kh خ
l ل d د
m م dz ذ
n ن r ر
w و z ز
h ه s س
’: ء sy ش
y ي sh ص
- - dh ض
xii
2. Vokal
Tanda Baca Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah a أ : â ي... : ai
Kasrah i ي : î و... : au
Dhammah u و : û :
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya. Contoh: البقرة (al-Baqarah) atau المدينة (al-
Madînah)
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya. Contoh: الرجل (ar-rajul), السيدة (as-
Sayyidah), الشمس (asy-syams) dan الدارمي (ad-Dârimî)
c. Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ),
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir
kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh
huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
لل ا ب ن أم • : Âmannâ billâhi
اء ه ف الس ن م أ • : Âmana as-Sufahâ’u
ن ي ذ ال ن إ • : inna al-ladzîna
xiii
ع ك الر و • : wa ar-rukka’i
d. Ta Marbuthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
ة د ئ ف ل ا • : al-Af’idah
ة ي م ل س ل ا ة ع ام ل ا • : al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah
Sedangkan ta marbuthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi huruf
“t”. Contoh:
صب ة • ع امل ة ن : ‘Âmilatun Nâshibah
الي ة ال ك ب ى • : al-Âyat al-Kubrâ
e. Huruf kapital. Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf
kapital, akan tetapi apabila telah dialihaksakan maka berlaku ketentuan
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan
awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-
lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara
ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: ‘Alî Hasan al-‘Âridh, al-‘Asqallânî, al-Farmawî
dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur’an dan nama-nama
surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur’ân, Al-
Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
xiv
ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan tentang komunikasi verbal dalam Al-
Qur’an dan korelasinya dengan penanggulangan ujaran kebencian. Dalam
penelitian ini dijelaskan bahwa komunikasi verbal memiliki peran penting
bagi kehidupan dan dapat dikatakan sebagai komunikasi utama bagi manusia.
Karena itu dalam menyampaikan komunikasi verbal setiap orang mesti
berhati-hati dalam menyampaikannya. Komunikasi verbal yang disampaikan
secara hati-hati dapat menghindarkan diri dari berbagai bentuk ujaran
kebencian.
Penelitian ini senada dengan pendapat yang dikatakan Rachmat
Kriyantono, bahwa komunikasi verbal berguna tidak hanya sekedar untuk
berbagi informasi, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam membangun
hubungan kemanusiaan. Agar hubungan ini senantiasa terjaga, maka
komunikasi verbal yang patut disampaikan dalam keseharian mesti
mengandung unsur kebaikan, menghormati dan menghargai perasaan orang
lain/sesama serta menegasikan ujaran kebencian. Sebab komunikasi yang
mengandung unsur ujaran kebencian tidak hanya dilarang oleh Al-Qur’an
tetapi juga oleh Undang-Undang.
Penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Stephen W. Littlejohn dan
Karen A. Foss yang menegaskan bahwa posisi komunikasi nonverbal lebih
signifikan daripada komunikasi verbal. Menurut mereka, komunikasi
nonverbal lebih lengkap daripada komunikasi verbal karena mencakup
perasaan, sikap, serta pikiran yang dipraktikkan melalui gestur, postur,
ekspresi wajah, dan sebagainya. Meskipun komunikasi nonverbal memiliki
peran penting, tetapi hemat penulis dari sisi pemahaman pesan komunikasi,
komunikasi verbal lebih mudah dipahami daripada komunikasi nonverbal.
Tidak semua model komunikasi nonverbal dapat dengan mudah dipahami oleh
setiap orang, melainkan hanya oleh orang-orang tertentu saja.
Metode penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
library research (studi pustaka), di mana dilakukan dengan menginventarisasi
data-data yang berkorelasi dengan masalah yang dibahas, baik yang
bersumber dari buku maupun sumber tertulis lainnya, seperti jurnal ilmiah
makalah, prosiding ataupun laporan penelitian. Sedangkan metode analisis
data menggunakan metode tekstual interpretatif dan deskriftif Inferensial.
Metode ini adalah metode yang digunakan untuk melihat Al-Qur’an apa
adanya, sesuai dengan teks yang ada di dalamnya. Metode deskriftif
Inferensial digunakan untuk mendiskripsikan/menjelaskan tentang segala hal
yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas, dalam hal ini
dengan kajian ayat-ayat komunikasi verbal yang diteliti pada penelitian ini.
xv
ABSTRACT
This study explains the verbal communication of the Qur'an's
perspective and its correlation with the countermeasures of hate speech. In this
study it is explained that verbal communication has an important role for life
and can be said to be the main communication for humans. Therefore in
conveying verbal communication everyone must be careful in conveying it.
Carefully communicated verbal communication can avoid various forms of
hate speech.
This research is similar to the opinion said by Rachmat Kriyantono,
that verbal communication is useful not only for sharing information, but also
has a significant role in building humanitarian relations. In order for this
relationship to be maintained, verbal communication that should be conveyed
in daily life must contain elements of kindness, respect and respect the feelings
of others / others and affirm hate speech. Because communication containing
elements of hate speech is not only prohibited by the Qur'an but also by the
Law.
This study is not in line with the opinion of Stephen W. Littlejohn and
Karen A. Foss who assert that the position of nonverbal communication is
more significant than verbal communication. According to them, nonverbal
communication is more complete than verbal communication because it
includes feelings, attitudes, and thoughts practiced through gestures, postures,
facial expressions, and so on. Although nonverbal communication has an
important role, but frugal writers in terms of understanding communication
messages, verbal communication is easier to understand than nonverbal
communication. Not all models of nonverbal communication can be easily
understood by everyone, but only by certain people. This research method is qualitative by using library research
techniques, which are conducted by inventorying data that correlates with the
problems discussed, both sourced from books and other written sources, such
as scientific journal papers, proceedings or research reports. While the data
analysis method uses interpretive textual and inferential descriptive methods.
This method is a method used to see the Qur'an as it is, according to the text
contained in it. Inferential descriptive methods are used to describe / explain
everything related to the subject matter discussed, in this case with the study
of verbal communication verses studied in this study.
xvi
مجرده
. في خطاب الكراهية التدابير المضاده تشرح هذه الدراسة التواصل اللفظي لمنظور القرآن و
أن التواصل اللفظي له دور مهم للحياة ويمكن القول أنه الاتصال الرئيسي للبشر. هذه الدراسة يتم شرح
لذلك في نقل الاتصال اللفظي يجب على الجميع توخي الحذر في نقله. يمكن التواصل اللفظي عن كثب تجنب
.أشكال مختلفة من خطاب الكراهية
كريانتونو، بأن التواصل اللفظي مفيد ليس فقط هذا البحث مشابه للرأي الذي قاله رشمات
لتبادل المعلومات، ولكن له أيضا دور كبير في بناء العلاقات الإنسانية. ولكي يتم الحفاظ على هذه العلاقة،
يجب أن يحتوي التواصل اللفظي الذي ينبغي نقله في الحياة اليومية على عناصر من اللطف والاحترام
/ الآخرين وتأكيد خطاب الكراهية. لأن التواصل الذي يحتوي على عناصر واحترام مشاعر الآخرين
. خطاب الكراهية ليس محظورا بالقرآن فحسب، بل بالقانون أيضا
هذه الدراسة لا تتماشى مع رأي ستيفن دبليو ليتلجون وكارين أ. فوس الذين يؤكدون أن موقف
ظي. وفقا لهم، التواصل غير اللفظي هو أكثر اكتمالا الاتصال غير اللفظي هو أكثر أهمية من التواصل اللف
الإيماءات، خلال من تمارس التي والأفكار والمواقف المشاعر يتضمن لأنه اللفظي التواصل من
ولكن ، مهم دور له اللفظي غير الاتصال أن الرغم من على وهلم جرا. الوجه، وتعبيرات والمواقف،
تصال ، والتواصل اللفظي هو أسهل لفهم من الاتصالات غير الكتاب مقتصد من حيث فهم رسائل الا
اللفظية. ليس كل نماذج الاتصال غير اللفظي يمكن فهمها بسهولة من قبل الجميع ، ولكن فقط من قبل
. بعض الناس
وطريقة البحث هذه نوعية باستخدام تقنيات بحوث المكتبات، التي تجرى عن طريق جرد
بالمشاكل التي نوقشت، سواء من الكتب أو من مصادر مكتوبة أخرى، مثل أوراق البيانات التي ترتبط
أساليب البيانات تحليل طريقة تستخدم بينما البحثية. التقارير أو الإجراءات أو العلمية المجلات
تفسيرية وصفية نصية واستدلالية. هذه الطريقة هي طريقة تستخدم لرؤية القرآن كما هو، وفقا للنص
د فيه. تستخدم طرق وصفية تفسيرية لوصف / شرح كل ما يتعلق بالموضوع الذي تمت مناقشته ، الوار
.في هذه الحالة مع دراسة آيات التواصل اللفظي التي تمت دراستها في هذه الدراسة
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara sosial komunikasi verbal berperan signifikan dalam
menciptakan hubungan baik dalam wilayah kemanusiaan. Komunikasi
verbal pun dapat dikatakan sebagai komunikasi yang paling mudah yang
digunakan individu dan masyarakat dalam menyampaikan pesan
komunikasi kepada setiap lawan bicaranya atau si penerima pesan
komunikasi.1 Kunci utama agar komunikasi verbal dapat membangun
hubungan kemanusiaan adalah ketika komunikasi itu disampaikan dengan
perkataan/ucapan yang baik, tidak menyinggung lawan bicara, terlebih
mengandung unsur kebencian yang di dalamnya berisi unsur kebohongan,
ghibah dan caci maki.2
Tidak dapat dipungkiri lahirnya pertikaian yang timbul antara
seseorang dengan yang lainnya atau antara satu masyarakat dengan
masyarakat lainnya seringkali dipicu oleh komunikasi verbal yang
mengandung unsur kebencian. Konflik akan lebih besar terjadi jika
komunikasi verbal yang mengandung unsur kebencian tidak mampu
dikendalikan oleh setiap lapisan masyarakat.3
1Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, terj. Agus Maulana (Tangerang
Selatan: Karisma Publishing, t.th), Edisi, 5, h. 171. 2Onong Uchjana Efendy, Dimensi-dimensi Komunikasi (Bandung: Alumni, 1986),
Cet. 2, h. 5. 3Salah satu konflik besar yang disebabkan dari ujaran kebencian yang pernah
terjadi di tanah air adalah konflik SARA yang terjadi pada etnis Tionghoa pada tahun 1998.
Bahkan, bentuk ujaran kebencian pada tahun itu terhadap etnis tersebut menjadi berita
harian yang kerap ditemukan, seperti Cina maling, penjajah dan sebagainya. Selain itu kasus
SARA yang cukup menggemparkan publik pada kurun waktu beberapa tahun ini adalah
dikuaknya kasus sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen. Polisi membongkar
sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen ini pada pertengahan 2017 lalu.
Dipimpin oleh Jasriadi, jaringan ini ternyata telah memproduksi dan menyebarkan konten
kebencian bernada SARA sejak November 2015. Polisi mengungkapkan, Saracen sebagai
2
Komunikasi verbal berkaitan pula dengan peradaban manusia.
Artinya, komunikasi jenis ini akan selalu hadir dalam setiap
peradaban/kehidupan manusia.4 Di sisi lain, dapat dikatakan manusia
yang terbiasa menyampaikan komunikasi verbal secara baik bisa
dianggap sebagai manusia yang berperadaban, yaitu manusia yang
mengedepankan aspek kesopanan dan kesantunan dalam berkomunikasi.
Begitu pun sebaliknya., manusia yang tidak mampu menyampaikan
komunikasi verbal secara baik dapat dikatakan sebagai manusia yang
tidak berperadaban.
Apabila ditinjau secara antropologi, komunikasi verbal merupakan
komunikasi yang menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Sebab,
setiap manusia pasti menyampaikan pesan kepada yang lain melalui
komunikasi verbal. Dalam lingkup antropologi, komunikasi verbal yang
patut disampaikan adalah komunikasi verbal yang baik atau berisikan
pesan-pesan komunikasi yang mengandung penghormatan dan
penghargaan. Pesan-pesan komunikasi semacam ini dapat menjadikan
manusia antarsatu dan lainnya menjalin hubungan baik dalam
kehidupannya.5
Sejatinya, manusia merupakan yang senang ketika diberikan
penghargaan dan penghormatan. Maka, setiap komunikasi verbal yang
hendak disampaikan kepadanya mesti mengandung kedua unsur tersebut.
Sebagai bagian penting dari kemanusiaan, komunikasi verbal yang
disampaikan tidak boleh mengandung pesan-pesan yang bersifat negatif,
salah satu jaringan penebar kebencian melalui media sosial (medsos).
September 2020. 4Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2014),
Cet. 2, h. 3. 5MC Ninik Sri Rejeki, “Perspektif Antropologi dan Teori Komunikasi: Penelusuran
Teori-teori Komunikasi dari Disiplin Antropologi”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 7, No. 1,
Juni, 2010, h. 45.
3
seperti menyampaikan pesan komunikasi bersifat hoax, caci maki dan
ujaran kebencian. Bila hal ini yang terjadi, sangat mungkin manusia dapat
terjebak pada permusuhan dan perpecahan.6
Pesan-pesan komunikasi verbal yang disampaikan dengan baik,
secara psikologis dapat berpengaruh pada kondisi kejiwaan seseorang.
Misalnya, ketika seorang komunikator menyampaikan pesan komunikasi
verbal yang berisi motivasi untuk melakukan kebaikan kepada
komunikan, pesan komunikasi itu pasti akan mempengaruhi kondisi
kejiwaan komunikan.7 Semakin sering pesan-pesan komunikasi kebaikan
disampaikan, semakin melahirkan kesadaran kepada komunikan untuk
melakukan tindakan-tindakan.
Seorang komunikator pun dapat diidentifikasi kejiwaannya dari
komunikasi verbal yang sering disampaikannya. Jika komunikasi yang
disampaikan sering mengandung pesan-pesan kebaikan, maka kondisi
kejiwaan seorang komunikator dapat dikatakan baik.8 Begitu pun
sebaliknya, bila seorang dalam kesehariannya, lebih banyak
menyampaikan pesan-pesan komunikasi verbal berupa kata-kata yang
buruk, maka dikatakan kondisi kejiwaannya pun buruk.9
Karena, komunikasi verbal memiliki keterkaitan dengan kondisi
kejiwaan manusia, maka menjadi tidak keliru jika komunikasi-
komunikasi verbal yang hendak disampaikan dan sering didengarkan oleh
manusia adalah komunikasi verbal yang mengandung pesan-pesan
6Carol R. Ember and Melvin Ember, Anthropology (New Jersey: Prentice Hall,
1990), h. 9. 7Niluh Wiwik Eka Putri, “Peran Komunikasi dalam Mengatasi Permasalahan
Peserta Didik: Studi Kasus Proses Bimbingan Konseling di SMK Kesehatan Widya Dharma
Bali”, Calathu: Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No. 1, Februari 2019, h. 58. 8Niluh Wiwik Eka Putri, “Peran Komunikasi..., h. 59. 9Zulkarnain, “Psikologi dan Komunikasi Massa”, dalam Jurnal Tasamuh, Vol. 13,
No. 1, Desember 2015, h. 53.
4
kebaikan. Dapat dikatakan perkembangan kejiwaan manusia dipengaruhi
oleh pesan-pesan komunikasi verbal yang sering diterima olehnya.
Islam sebagai ajaran yang universal memberikan acuan kepada
manusia untuk senantiasa menyampaikan komunikasi verbal secara baik,
dalam arti sopan dan tidak menyakiti hati lawan bicara. Dengan demikian,
seseorang, khususnya umat Islam, yang melakukan komunikasi verbal
dengan tidak menjaga unsur kesopanan dan menyakiti lawan bicara dapat
dikatakan telah mencedarai ajaran Islam.10 Anehnya yang terjadi justru
demikian, karena tidak sedikit dari umat Islam yang justru sering terjebak
pada model komunikasi yang dilarang oleh ajarannya, seperti komunikasi
verbal mengandung unsur kebohongan (hoax), ghibah dan caci maki.
Komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan tidak lagi
menjadi sesuatu yang asing dalam pola komunikasi verbal yang
berkembang saat ini. Komunikasi ini nampaknya banyak digemari, mulai
dari masyarakat bawah sampai masyarakat atas, dari keluarga sederhana
sampai keluarga berada. Tidak sedikit pula komunikasi model ini banyak
dilakukan oleh para pejabat dan para politisi di negeri ini.11 Janji yang
sering diutarakan dan tidak ditepati oleh para pejabat dan politisi negeri
ini merupakan bagian dari model komunikasi verbal berbasis
kebohongan.12
Selain itu, komunikasi model ini pun sering muncul dalam
pemberitaan-pemberitaan di berbagai media, terutama media sosial,
pelakunya berasal dari berbagai kalangan. Mirisnya, ada pelaku yang
justru beragama Islam. Padahal, secara jelas Islam melalui ajaran Al-
10A. Muis, Komunikasi Islami (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2001), h. 41 11Muhammad E. Fuady, “Dilema Moral: Kepalsuan dan Keteladan Komunikasi
Politik di Indonesia”, dalam Jurnal Mediator, Vol. 7, No. 2, Desember 2006, h. 197 12Muhammad E. Fuady, “Dilema Moral: Kepalsuan dan Keteladan Komunikasi
Politik di Indonesia..., h. 198.
5
Qur’ân melarang melakukan komunikasi verbal yang mengandung unsur
kebohongan:
ذبون كىك هم ال ول
يت الل وا
ا يؤمنون با
ذين ل
ذب ال
كانما يفترى ال
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah
pembohong”. (QS. al-Nahl [16]: 105)
Dalam pandangan Sayyid Qutb (1386 H/1966 M), ayat ini
mengecam komunikasi verbal yang bersifat kebohongan. Ia mengatakan,
kebohongan merupakan tindak kejahatan keji yang tidak mungkin/boleh
dilakukan oleh seorang mukmin. Seorang mukmin yang berbohong berarti
telah mendustakan ayat-ayat Allah.13 Setiap orang, baik masyarakat biasa,
pejabat sampai politisi, yang melakukan komunikasi verbal dengan jalan
kebohongan berarti telah keluar dari koridor ketuhanan yang bersumber
dari ayat-ayat-Nya.
Ketidakmampuan seseorang dalam membentengi diri dari
komunikasi verbal yang mengandung kebohongan disebabkan
ketidakmampuan dalam memahami unsur moral dari ajaran agama, tak
terkecuali unsur moral yang terkandung dalam Islam. Secara moral tidak
ada agama yang mengajarkan untuk berkomunikasi dengan menggunakan
unsur kebohongan. Karena, komunikasi verbal dengan unsur kebohongan
dapat menyebabkan ketidakpercayaan orang lain terhadap yang
melakukan komunikasi tersebut. Unsur ketidakpercayaan ini yang pada
akhirnya melahirkan hubungan buruk pada wilayah kemanusiaan.
Komunikasi verbal yang mengandung kebohongan merupakan
masalah serius yang kerap terjadi dalam kehidupan saat ini. Padahal,
setiap orang yang melakukan komunikasi verbal semacam ini akan
13Sayyid Qutb, Tafsir fî Zilâlil Qur’ân, terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2008), h. 215.
6
diberikan siksaan yang tidak ringan oleh Allah SWT.14 Bahkan,
komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan dapat dikatakan
sebagai komunikasi yang mengandung unsur dosa dan menjadikan orang
yang melakukannya mendapat kemurkaan (siksa) dari Allah, bentuknya
bisa hukuman dunia ataupun kehidupan di masa mendatang, seperti
ditegaskan QS. al-Nûr [24]: 14-15:
فيه فضتم ا ما في م
ك مس
ل خرة
اوال نيا الد فى ورحمته م
يك
عل الل
فضل ا
ولول
به م كل يس
ل ا م م
فواهك
با ون
وتقول م
سنتك
لبا ونه ق
تل اذ عظيم م عذاب
عل
هو عند الل عظيم نا و سبونه هي ح
ت و
“Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu
di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar,
disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang hal itu (berita bohong itu).
(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut
dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit
pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah
itu soal besar”. (QS. al-Nûr [24]: 14-15)
Dalam QS. al-Nûr [24]: 14-15 ini ditegaskan Allah SWT pasti
melaknat/memberikan hukuman atas pribadi yang secara sengaja
melakukan komunikasi verbal bersifat kebohongan. Pemberian hukuman
itu akan didapat tidak hanya di dunia melainkan pula pada kehidupan
berikutnya (akhirat). Bagi Quraish Shihab, perihal kebohongan adalah
perihal yang melampaui batas.15 Segala perihal yang melampaui batas dan
dilakukan oleh manusia, maka hal itu termasuk bagian dari dosa besar, tak
terkecuali komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan.
Selain komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan,
komunikasi verbal bersifat ghibah pun marak terjadi dalam kehidupan
14Nurla Isna Aunillah, Membaca Tanda-Tanda Orang Berbohong (Yogyakarta:
Laksana, 2011), h. 27. 15M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’ân(Jakarta: Lentera Hati, 2012), Vol. 8, Cet. V, h. 498-499.
7
masyarakat saat ini. Sama seperti komunikasi verbal yang mengandung
unsur kebohongan, komunikasi verbal bersifat ghibah pun merupakan
komunikasi yang dilarang dalam Al-Qur’ân. Namun komunikasi ini
sepertinya telah menjadi budaya masyarakat Indonesia diberbagai lapisan.
Siaran-siaran TV yang muncul saat ini pun sulit untuk dilepaskan dari
komunikasi berbasis ghibah, justru keberadaannya sangat difasilitasi.
Bentuk yang paling jelas terlihat dari tayangan-tayangan gosip yang ada
di berbagai acara stasiun TV.16
Al-Qur’ân sangat menentang bentuk komunikasi verbal bersifat
ghibah, karena komunikasi model ini memiliki kecenderungan mengolok-
olok seseorang atau kelompok masyarakat lain dari belakang. Larangan
tentang komunikasi verbal berbasis ghibah terdapat dalam QS. al-Hujurât
[49]: 12:
سوا س ج
ا تل اثم و
ن ن ان بعض الظ ن الظ ثيرا م منوا اجتنبوا ك
ذين ا
يها ال
يا
يغت ا رهتموه ول
ميتا فك خيه
ا حم
ل
لكن يأ
ا م
حدك
ا ب يح
ا بعضا م
ب بعضك
حيم اب ر ان الل تو واتقوا الل“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Hujurât [49]: 12)
16Gosip dapat menjerumuskan pada ketidakbaikan. Karena di dalamnya terdapat
unsur-unsur komunikasi untuk menjelekkan lawan bicara. Menurut Quraish Shihab, jika
dalam kehidupan seseorang tidak bisa memuji lawan bicara, minimal ia tidak boleh untuk
mencelanya, termasuk dengan menjelek-jelekannya. Lih. M. Quraish Shihab, Menabur
Pesan Ilahi (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 78.
8
Al-Qur’ân mengumpamakan orang yang melakukan ghibah seperti
orang yang memakan bangkai saudaranya yang telah mati.17
Perumpamaan ini merupakan perumpamaan yang sangat menjijikan. Jika
ada orang yang ditanya akankah ingin memakan bangkai manusia yang
telah mati, terlebih saudaranya sendiri? Pasti jawabannya adalah tidak
ingin. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya komunikasi verbal bersifat
ghibah saat ini menjadi bagian yang sulit dihindari dari kehidupan
masyarakat dan dianggap sebagai sesuatu yang biasa.
Di samping komunikasi verbal yang mengandung unsur
kebohongan dan ghibah, komunikasi verbal bersifat caci maki pun
merupakan komunikasi yang marak dilakukan oleh masyarakat pada masa
ini. Sifatnya lebih dahsyat daripada ghibah. Jika ghibah dilakukan di
belakang, komunikasi verbal bersifat caci maki justru dilakukan secara
terang-terangan. Sasarannya pun langsung ditujukan kepada lawan
bicaranya.
Komunikasi verbal bersifat caci maki, umumnya dilakukan dengan
kalimat-kalimat kotor dan tidak etis, bentuknya bisa berupa umpatan
dengan menggunakan nama-nama hewan. Tentu saja model komunikasi
seperti ini sangat tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’ân. Jika komunikasi
verbal dengan kebohongan dan ghibah saja dilarang, maka komunikasi
verbal bersifat caki maki pun sangat dilarang oleh ajaran Al-Qur’ân.
Dalam konteks kekinian nampaknya komunikasi verbal dengan
caci maki digemari oleh sebagian orang. Hal yang paling jelas terlihat
komunikasi ini sering muncul disebabkan faktor perbedaan pilihan, tak
terkecuali perbedaan dalam pilihan politik. Pada perpolitikan tanah air
komunikasi verbal bersifat caci maki mudah untuk dijumpai. Umpatan
17M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Persfektif Al-Qur’ân (Jakarta: Amzah,
2007), h. 71.
9
dengan menggunakan sebutan cebong dan kampret yang pernah
menghiasi media sosial di tanah air adalah salah satu bentuk komunikasi
verbal dengan menggunakan caci maki.18
Model komunikasi ini mendapat larangan keras dalam QS. al-
Hujurât [49]: 11:
ا نساء نهم ول ونوا خيرا م
ن يك
ى ا ن قوم عس ا يسخر قوم م
منوا ل
ذين ا
يها ال
يا
ا م ول
نفسك
ا ا مزو
ا تل
ول نهن ن خيرا م
ن يك
ى ا ن نساء عس قاب م
لاتنابزوا بال
ىك هم الظلمون ولم يتب فا
ايمان ومن ل
فسوق بعد ال
بئس الاسم ال
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Hujurât
[49]: 11)
Dalam ayat tersebut Allah SWT. sangat melarang setiap
kelompok, laki-laki maupun perempuan menghina/merendah kelompok
laki-laki maupun perempuan yang lain, karena boleh jadi kelompok (laki-
laki dan perempuan) yang dihina/direndahkan lebih baik daripada yang
menghina/merendahkan. Larangan dalam ayat ini pun tidak berhenti
sampai disitu, tetapi Allah pun melarang untuk jangan mencela diri sendiri
(wa lâ talmizû anfusakum). Maksudnya dari pelarangan ini adalah bahwa
setiap/sesama manusia merupakan saudara, sehingga apa yang diderita
18 Komunikasi verbal dalam bentuk umpatan cebong dan kampret marak menghiasi
model komunikasi masyarakat Indonesia pada musim politik di tahun 2019. Lahirnya
komunikasi bernada umpatan tersebut tidak dapat dipisahkan dalam konteks politik kala itu.
Di mana julukan kampret diberikan kepada pendukung Calon Presiden dengan nomor urut
01 (Prabowo-Sandi) dan cebong julukan yang diberikan kepada pendukung Calon Presiden
02 (Jokowi-Ma’ruf). Bahkan, sampai detik ini komunikasi verbal semacam itu masih kerap
dijumpai/didengar oleh sebagian masyarakat Indonesia.
10
oleh manusia lain yang sejatinya adalah penderitaan kita. Sehingga, ketika
ada seseorang yang menghina orang lain dan membuatnya menderita,
sesungguhnya hal semacam itu akan Kembali kepada dirinya. Bahkan,
tidak mustahil suatu saat orang yang mengejek sesamanya akan
memperoleh ejekan yang lebih buruk daripada yang diejek itu. Bisa juga
larangan ini menunjukkan kepada setiap orang untuk tidak melakukan
aktivitas yang mengundang hinaan dan ejekan, karena seseorang yang
melakukan demikian sesungguhnya bagaikan mengejek diri sendiri.19
Dalam hubungan sosial, seseorang yang merendahkan/menghina
orang lain dapat dikatakan telah menganggap dirinya lebih baik dari yang
direndahkan/dihina, sehingga orang semacam ini dapat dikatakan sebagai
pribadi yang sombong. Padahal, kesombongan merupakan
perbuatan/tindakan yang tidak disukai oleh Tuhan.20 Dari keterangan
tersebut, menjadi jelas bahwa bentuk komunikasi verbal bersifat caci maki
yang berisi pesan menghina/merendahkan orang lain sangat tidak
dianjurkan oleh Al-Qur’ân. Seseorang yang melakukan komunikasi ini
dalam kesehariannya, berarti telah melanggar salah satu perintah Tuhan.
Model komunikasi ini jika terus dipelihara dalam kehidupan dapat
melahirkan sikap saling benci dan permusuhan. Padahal, salah satu tujuan
Allah SWT memerintahkan manusia adalah untuk berkomunikasi
menciptakan tatanan kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang atau
dalam bahasa agama diistilahkan dengan rahman dan rahim.21
19M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’ân(Jakarta: Lentera Hati, 2012), Vol. 12, h. 606. 20Kesombongan atau sifat sombong merupakan dosa pertama yang dilakukan oleh
makhluk, yaitu Iblis yang menyatakan dirinya lebih mulia dari Adam AS. karena merasa
dirinya terbuat dari unsur yang lebih mulia dari Adam AS., Iblis terbuat dari api dan Adam
AS. terbuat dari tanah. Dalam bahasa Cak Nur dosa pertama ini disebut dengan istilah