PROPOSAL PENELITIAN KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL LPBI NU DIDALAM MELAKUKAN SOSIALISASI UNTUK MERUBAH PERILAKU MASYARAKAT DIDALAM MENGATASI SAMPAH PLASTIK Oleh Nieke Monika Kulsum, S.E., M.Si PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS NASIONAL AGUSTUS 2021
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSAL PENELITIAN
KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL LPBI NU DIDALAM MELAKUKAN
SOSIALISASI UNTUK MERUBAH PERILAKU MASYARAKAT DIDALAM
MENGATASI SAMPAH PLASTIK
Oleh
Nieke Monika Kulsum, S.E., M.Si
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NASIONAL AGUSTUS 2021
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Komunikasi Pemasaran Sosial LPBI NU didalam
melakukan sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat
didalam mengatasi sampah plastik
2. PENELITI:
a. Nama Lengkap : Nieke Monika Kulsum, S.E., M.Si
b. Tempat/tgl lahir : Bandung, 15 Mei 1974
c. NID : 0110110809
d. NIDN : 0315057403
e. Jabatan fungsional : Dosen Tetap
f. Pangkat/Golongan : Lektor/3C
g. Jabatan Struktural : Kepala Lab Multimedia
h. Fakultas/Prodi : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/Ilmu Komunikasi
i. Alamat Rumah : Jl. Kutilang IV/Blok M-2 No.5 Sektor 2 Bintaro Jaya
4. Biaya penelitian : Rp. 8.000.000 (Delapan Juta Rupiah)
Jakarta, 16 Agustus 2021
Menyetujui,
Dekan FISIP UNAS Peneliti
Dr. Zulkarnain., M.Si Nieke Monika Kulsum,S.E., M.Si
NIP : 0102026669 NIP : 0110110809
Wakil Rektor Bidang PPMK
Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt
NIP 195507311981032001
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ............................................................................................................ i
Extended Abstract ................................................................................................................ ii
Abstrak ................................................................................................................................. iii
Abstract ……………………………………………………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah …. ............................................................................. 12
C. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 12
D. Tujuan penelitian …………......................................................................13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pemasaran Sosial .................…..................................................... 14
B. Perubahan Perilaku ...................................................................................... 26
C. Proses Sosialisasi ……………………………………………………….. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ………………………………………………….......... 38
B. Lokasi Penelitian …………………………………………………….. 38
C. Informan Penelitian .........................………………………… ........ 38
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ……………………………...... 39
E. Uji Keabsahan Data ……………………………………………....... 40
F. Metode Analisis Data ……………………………………………....... 41
G. Keterbatasan Penelitian …………………………………………….. 43
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum .. ………………………………………………...... 44
B. Pembahasan . ………………………………….................................... 47
BAB V KESIMPULAN …………………………………………………………… 57
Daftar Pustaka
Extended Abstrak
Persoalan sampah plastik telah menjadi isu global, penggunaan produk sampah plastik secara
tidak ramah lingkungan menyebabkan berbagai masalah lingkungan hidup yang serius. Sampah
plastik tidak hanya menimbulkan masalah di perkotaan, namun juga di sungai dan lautan.
Dampak negatif sampah berbahan plastik tidak hanya pada kesehatan manusia dan membunuh
hewan yang dilindungi, tetapi juga merusak lingkungan secara sistematis. Kota-kota di dunia,
menghasilkan sampah plastik hingga 1,3 milyar ton setiap tahun. Menurut perkiraan Bank Dunia,
jumlah ini akan bertambah hingga 2,2 milyar ton pada tahun 2025. Hal ini terjadi karena plastik
telah menggantikan bahan-bahan seperti kaca dan logam, namun sebagian besar dalam bentuk
kemasan. Selama 50 tahun produksi dan konsumsi plastik global terus meningkat. Hal ini
tentunya menghasilkan persoalan serius, karena menurut program lingkungan PBB (UNEP),
antara 22 hingga 43 persen plastik yang digunakan di seluruh dunia dibuang ke tempat sampah.
Pencemaran lingkungan terutama yang diakibatkan oleh sampah plastik sudah sangat
memperihatinkan. Data terbaru menyebutkan bahwa status Indonesia saat ini sebagai penghasil
limbah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Indonesia menghasilkan sekitar 130.000
ton sampah plastik setiap hari. Hanya separo yang dibuang dan dikelola di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA). Sisanya dibakar secara ilegal atau dibuang ke sungai dan laut yang merusak
ekosistem. Ketika sampah mikroplastik berubah menjadi nanoplastik dan kemudian dimakan
ikan dan seterusnya dikonsumsi manusia, limbah plastik telah menjadi ancaman nyata bagi
kesehatan manusia dan lingkungan. Hal ini menandakan bahwa persoalan kelestarian lingkungan
bukanlah persoalan individu, melainkan sudah menjadi persoalan umum. Mengingat semakin
mendesaknya bahaya polusi sampah plastik, Nahdlatul Ulama mendesak pemerintah untuk
melakukan upaya-upaya yang lebih keras untuk menekan dan mengendalikan laju pencemaran
limbah plastik di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menilai persoalan
sampah sudah meresahkan semuan pihak. Bahkan Indonesia masuk dalam peringkat kedua di
dunia sebagai penghasil sampah plastic ke laut setelah China. Berdasarkan data , Indonesia
berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2
juta ton setelah Cina yang mencapai 262,9 jutaton. Berada di urutan ketiga adalah Filipina yang
menghasilkan sampah plastik ke laut mencapai 83,4 juta ton, diikuti Vietnam yang mencapai
55,9 juta ton, dan Sri Lanka yang mencapai 14,6 juta ton per tahun. Dari angka tersebut, ternyata
baru sekitar 5% saja yang bisa di daur ulang . Dalam kasus Indonesia, berdasarkan data dari
KLHK terkait hasil temuan dari 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
(APRINDO) dalam waktu satu tahun saja, sampah plastik sudah mencapai 10,95 juta lembar
sampah kantong plastik. Jumlah itu ternyata setara dengan luasan 65,7 hektare kantong plastik
atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola. Padahal, KLHK menargetkan pengurangan sampah
plastik lebih dari 1,9 juta ton hingga 2019. Masih menurut KLH, saat ini jumlah sampah
Indonesia di 2019 diprediksi akan mencapai 68 juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan
mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. Saat ini, komposisi sampah
utamanya 60 persen organic dan untuk plastiknya 14 persen. Ada beberapa jenis sampah plastik
yang paling sulit dikelola, seperti barang sekali pakai, microbeads, pembersih telinga, kemasan
sekali pakai, kantong plastik, polystyrene,flexible plastic, serta alat makan dan minum.
Karenanya diperlukan upaya serius dari produsen untuk menciptakan inovasi-inovasi baru untuk
membuat plastik yang ramah lingkungan atau membuat produk alternatif ramah lingkungan
sebagai pengganti plastik. Tanpa ada upaya serius dari pihak produsen rasanya mustlahil untuk
menyelesaikan kompleksitas problem sampah plastik. Dimana plastik merupakan bahan yang
dapat digunakan untuk banyak fungsi dan dapat diproduksi dengan harga murah. Sayangnya
penggunaan yang masif menimbulkan masalah bagi lingkungan karena prosesnya yang panjang
untuk bisa diurai secara alamiah. Akibatnya, hal ini menjadi problem bagi kelestarian
lingkungan.
Salah satu lembaga non pemerintah yang peduli akan sampah plastik ini adalah organisasi massa
terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama melalui salah satu badan otonominya yaitu
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) dengan
mengagas kegiatan Bank Sampah Nusantara (BSN). Berdasarkan pemaparan di atas maka
penulis tertarik untuk membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut; “Komunikasi
Pemasaran Sosial LPBI NU didalam melakukan sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat
didalam menangani sampah plastik”. Adapun fokus pertanyaan penelitian ini adalah sebagai
berikut: “Bagaimana komunikasi pemasaran sosial yang dilakukan oleh LPBI NU didalam
melakukan sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat didalam menangani sampah plastik?”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran informasi tentang: Komunikasi pemasaran
sosial LPBI NU didalam melakukan sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat didalam
menangani sampah plastik. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
dengan Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, studi dokumentasi dan studi
pustaka. Dengan kesimpulan akhir adalah Bank Sampah Nusantara LPBNI NU telah
menjalankan sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakar didalam mengatasi sampah plastic
dengan menggunakan kaidah-kaidah konsep pemasaran sosial. Hal yang sudah dilakukan selama
ini oleh Direktur Bank Sampah Nusantara dan tim sudah menunjukan hasil yang baik, para
peserta training atau workshop yang diadakan oleh Bank Sampah Nusantara menjadi paham
bagaimana pengelolaan sampah plastic. Bahkan ada yang sudah bisa menggunakan sampah
plastic mereka sebagai tabungan sampah yang tentunya menghasilkan uang dan bisa menaikan
tingkat perekonomian mereka. Untuk itu diharapak kegiatan ini bisa terus di laksanakan secara
simultan oleh Bank Sampah Nusantara LPBI NU.
Kata kunci : komunikasi pemasaran sosial, Bank Sampah Nusantara LPBI NU, sosialisasi,
sampah plastik.
Abstrak
Persoalan sampah plastik telah menjadi isu global, penggunaan produk sampah plastik secara
tidak ramah lingkungan menyebabkan berbagai masalah lingkungan hidup yang serius. Sampah
plastik tidak hanya menimbulkan masalah di perkotaan, namun juga di sungai dan lautan.
Dampak negatif sampah berbahan plastik tidak hanya pada kesehatan manusia dan membunuh
hewan yang dilindungi, tetapi juga merusak lingkungan secara sistematis. Pencemaran
lingkungan terutama yang diakibatkan oleh sampah plastik sudah sangat memperihatinkan. Data
terbaru menyebutkan bahwa status Indonesia saat ini sebagai penghasil limbah plastik terbesar
kedua di dunia setelah China. Indonesia menghasilkan sekitar 130.000 ton sampah plastik setiap
hari. Hanya setengahnya yang dibuang dan dikelola di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sisanya dibakar secara ilegal atau dibuang ke sungai dan laut yang merusak ekosistem.
Mengingat semakin mendesaknya bahaya polusi sampah plastik, Nahdlatul Ulama (NU)
mendesak pemerintah untuk melakukan upaya-upaya yang lebih keras untuk menekan dan
mengendalikan laju pencemaran limbah plastik di Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas
maka penulis tertarik untuk membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut; “Komunikasi
Pemasaran Sosial LPBI NU didalam melakukan sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat
didalam menangani sampah plastik”. Adapun pendekatan penelitian ini adalah kualitatif yang
bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, studi pustaka
dengan menjelajahi data yang relevan melalui buku, website, dokumentasi. Dengan kesimpulan
akhir adalah Bank Sampah Nusantara LPBNI NU telah menjalankan sosialisasi untuk merubah
perilaku masyarakar didalam mengatasi sampah plastic dengan menggunakan kaidah-kaidah
konsep pemasaran sosial. Hal yang sudah dilakukan selama ini oleh Direktur Bank Sampah
Nusantara dan tim sudah menunjukan hasil yang baik, para peserta training atau workshop yang
diadakan oleh Bank Sampah Nusantara menjadi paham bagaimana pengelolaan sampah plastic.
Bahkan ada yang sudah bisa menggunakan sampah plastic mereka sebagai tabungan sampah
yang tentunya menghasilkan uang dan bisa menaikan tingkat perekonomian mereka. Untuk itu
diharapak kegiatan ini bisa terus di laksanakan secara simultan oleh Bank Sampah Nusantara
LPBI NU.
Kata kunci : komunikasi pemasaran sosial, Bank Sampah Nusantara LPBI NU, sosialisasi,
sampah plastik.
Abstract
The problem of plastic waste has become a global issue, the use of plastic waste products that are
not environmentally friendly causes various serious environmental problems. Plastic waste not
only causes problems in cities, but also in rivers and oceans. The negative impact of plastic waste
is not only on human health and killing protected animals, but also systematically damages the
environment. Environmental pollution, especially that caused by plastic waste is very worrying.
The latest data states that Indonesia's current status as the second largest producer of plastic
waste in the world after China. Indonesia produces around 130,000 tons of plastic waste every
day. Only half of it is disposed of and managed in Final Disposal Sites (TPA). The rest is burned
illegally or dumped into rivers and seas that damage the ecosystem. Given the increasing
urgency of the danger of plastic waste pollution, Nahdlatul Ulama (NU) urges the government to
make tougher efforts to suppress and control the rate of plastic waste pollution in Indonesia.
Based on the explanation above, the writer is interested in formulating the research problem as
follows; "LPBI NU Social Marketing Communication in conducting socialization to change
people's behavior in dealing with plastic waste". The approach of this research is descriptive
qualitative. Data collection techniques used are interviews, literature study by exploring relevant
data through books, websites, documentation. With the final conclusion, the Nusantara Waste
Bank LPBNI NU has carried out socialization to change the behavior of the community in
dealing with plastic waste by using the principles of social marketing concepts. The things that
have been done so far by the Director of the Nusantara Waste Bank and the team have shown
good results, the participants of the training or workshop held by the Nusantara Garbage Bank
understand how to manage plastic waste. Some have even been able to use their plastic waste as
waste savings which of course generates money and can increase their economic level. For this
reason, it is hoped that this activity can continue to be carried out simultaneously by the
Nusantara Waste Bank LPBI NU.
Keywords: social marketing communication, Nusantara Trash Bank LPBI NU, socialization,
plastic waste.
BAB I
Komunikasi Pemasaran Sosial LPBI NU didalam melakukan sosialisasi untuk merubah
perilaku masyarakat didalam mengatasi sampah plastik
A. Latar Belakang Masalah
Persoalan sampah plastik telah menjadi isu global, penggunaan produk sampah plastik
secara tidak ramah lingkungan menyebabkan berbagai masalah lingkungan hidup yang serius.
Sampah plastik tidak hanya menimbulkan masalah di perkotaan, namun juga di sungai dan
lautan. Dampak negatif sampah berbahan plastik tidak hanya pada kesehatan manusia dan
membunuh hewan yang dilindungi, tetapi juga merusak lingkungan secara sistematis.1
Kota-kota di dunia, menghasilkan sampah plastik hingga 1,3 milyar ton setiap tahun.
Menurut perkiraan Bank Dunia, jumlah ini akan bertambah hingga 2,2 milyar ton pada tahun
2025.2 Hal ini terjadi karena plastik telah menggantikan bahan-bahan seperti kaca dan logam,
namun sebagian besar dalam bentuk kemasan. Selama 50 tahun produksi dan konsumsi plastik
global terus meningkat. Hal ini tentunya menghasilkan persoalan serius, karena menurut program
lingkungan PBB (UNEP), antara 22 hingga 43 persen plastik yang digunakan di seluruh dunia
dibuang ke tempat sampah.3
Pencemaran lingkungan terutama yang diakibatkan oleh sampah plastik sudah sangat
memperihatinkan. Data terbaru menyebutkan bahwa status Indonesia saat ini sebagai penghasil
limbah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Indonesia menghasilkan sekitar 130.000
ton sampah plastik setiap hari. Hanya separo yang dibuang dan dikelola di Tempat Pembuangan
1 https://lingkunganhidup.co/sampah-plastik-indonesia-dunia/ 2 https://www.bbc.com/indonesia/majalah-53522290 3 Ilyasa, Raden Muhammad Arvy (2020). Analisis Pertanggungjawaban Negara Yang Menimbulkan Dampak
Kerugian Dalam Kasus Pembuangan Sampah Plastik di Samudra Pasifik Dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Padjadjaran Law Review . Volume 8, Nomor 1, 2020. P-ISSN : 2407-6546 E-ISSN : 2685-2357
Akhir (TPA). Sisanya dibakar secara ilegal atau dibuang ke sungai dan laut yang merusak
ekosistem.4
Ketika sampah mikroplastik berubah menjadi nanoplastik dan kemudian dimakan ikan
dan seterusnya dikonsumsi manusia, limbah plastik telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan
manusia dan lingkungan. Hal ini menandakan bahwa persoalan kelestarian lingkungan bukanlah
persoalan individu, melainkan sudah menjadi persoalan umum. Mengingat semakin
mendesaknya bahaya polusi sampah plastik, Nahdlatul Ulama (NU) mendesak pemerintah untuk
melakukan upaya-upaya yang lebih keras untuk menekan dan mengendalikan laju pencemaran
limbah plastik di Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai persoalan sampah
sudah meresahkan semuan pihak. Bahkan Indonesia masuk dalam peringkat kedua di dunia
sebagai penghasil sampah plastic ke laut setelah China. Berdasarkan data Jambeck (2015),
Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai
sebesar 187,2 juta ton setelah Cina yang mencapai 262,9 jutaton. Berada di urutan ketiga adalah
Filipina yang menghasilkan sampah plastik ke laut mencapai 83,4 juta ton, diikuti Vietnam yang
mencapai 55,9 juta ton, dan Sri Lanka yang mencapai 14,6 juta ton per tahun. Dari angka
tersebut, ternyata baru sekitar 5% saja yang bisa di daur ulang5.
Dalam kasus Indonesia, berdasarkan data dari KLHK terkait hasil temuan dari 100 toko
atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu satu tahun saja,
sampah plastik sudah mencapai 10,95 juta lembar sampah kantong plastik. Jumlah itu ternyata
setara dengan luasan 65,7 hektare kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola.
Padahal, KLHK menargetkan pengurangan sampah plastik lebih dari 1,9 juta ton hingga 2019 .
Masih menurut KLH, saat ini jumlah sampah Indonesia di 2019 diprediksi akan mencapai
68 juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari
total sampah yang ada. Saat ini, komposisi sampah utamanya 60 persen organic dan untuk
plastiknya 14 persen. Ada beberapa jenis sampah plastik yang paling sulit dikelola, seperti
barang sekali pakai, microbeads, pembersih telinga, kemasan sekali pakai, kantong plastik,
4 Purwaningrum, Pramiati (2016). Upaya Mengurangi Timbunan Sampah Plastik di Lingkungan. Indonesian Journal
of Urban and Environment Technology. Vol 8, No 2 (2016) . Open Journal System. Universitas Trisakti, Jakarta 5
polystyrene (styrofoam), flexible plastik (sachet dan pouch), serta alat makan dan minum
(sedotan, cup, piring, sendok, garpu).6
Sampah berbahan plastik adalah salah satu sumber pencemaran lingkungan hidup. Plastik
jika dibuang ke tanah, plastik mengganggu kesuburan tanah dan mencemari tanah. Plastik juga
akan berinteraksi dengan air, kemudian membentuk bahan kimia berbahaya. Ketika bahan kimia
itu meresap ke bawah tanah, akan menurunkan kualitas air. Didarat sudah banyak binatang yang
mati karena menelan plastik. Limbah plastik tidak hanya merusak tanah, tapi juga telah merusak
air sungai. Sampah plastik yang masuk ke dalam aliran sungai tidak terurai sebagaimana limbah
organik. Sebagai gambaran sederhana, daun yang membusuk akan terurai menjadi komponen
organik penyusunnya yaitu karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan lain-lain yang tak
membahayakan lingkungan. Beda dengan plastik, berasal dari polimer sintetik, plastik
membutuhkan minimal 40 tahun untuk hancur. Hancur belum tentu terurai. Manusia juga
memproduksi plastik dengan mengguakan bahan-bahan kimia beracun.
Sehingga penggunaan wadah makanan dan minuman berbahan plastic terkait dengan
sejumlah kesehatan manusia. Pencemaran plastik juga banyak terjadi pada air sungai. Hasil riset
yang dilakukan ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation) dan dipublish
pada tanggal 28 Maret 2019, menyimpulkan bahwa air Kali Surabaya yang menjadi bahan baku
PDAM Surabaya sudah tercemar mikroplastik. Pun ikannya, 73% ikan dari kali tersebut
mengandung mikroplastik. Sejumlah 103 sampel ikan yang diambil dari Kali Surabaya, 73%
mengandung mikroplastik dalam perutnya. Jumlah ikan yang mengandung mikroplastik tertinggi
pada kelompok ikan herbivora (67%-87%), disusul kelompok ikan omnivora (67%-8%), dan
kandungan terendah pada kelompok karnivora (33%-38%).7
Selain mikroplastik, dalam perut ikan yang dibedah dalam penelitian tersebut berisi
material plastik berupa tali rafia dan bungkus makanan. Plastik-plastik tersebut termakan oleh
ikan dan tidak tercerna sehingga tetap utuh di dalam perut ikan. Dalam jumlah tertentu,
pemulung, Danone dapat mengumpulkan 12 ribu ton sampah plastik untuk didaur ulang, melalui
sampah plastik. Hal tersebut merupakan dukungan inisiatif social untuk mengubah sampah
kemasan menjadi sumber daya bernilai guna, dengan menambah 10 pusat pengumpulan sampah
plastik dan 10 fasilitas untuk komunitas pengelola sampah.
Gerakan meminimalisasi penggunaan plastik juga dilakukan sejumlah ritel modern.
Misalnya Superindo sejak 2015 lalu secara konsisten menerapkan program plastik berbayar.
Selain itu, LotteMart, Carrefour, Hypermart, Giant, Alfamart, Indomart dan Alfamidi juga sejak
2016 telah menerapkan kantong plastik berbayar Rp200. Beberapa perusahaan tersebut masih
menerapkannya hingga kini. Namun demikian beberapa mengganti kebijakan dengan
menyediakan pengganti plastik dengan kardus atau pembelian tas belanja dengan harga
terjangkau, antara lain: Superindo, Carrefour, dan Giant.15
Minimalisasi penggunaan plastik dilakukan perusahaan perabotan rumah tangga, Ikea.
Sejak pertama kali didirikan, Ikea tidak menyediakan kantong plastik cuma-cuma. Proyek “Ikea
Blue Bag” atau tas biru yang dijual seharga Rp 9.900, yang disarankan agar dipakai pelanggan
Ikea setiap berbelanja. Kantong dari bahan daur ulang dan boleh dibawa konsumen tersebut
untuk berbelanja berulang kali
Produsen kebutuhan perkakas dan gaya hidup lainnya, ACE Hardware, juga menawarkan
kantong plastik yang lebih mudah terdekomposisi atau terurai. Ace juga akan mengikuti aturan
pemerintah soal plastik berbayar. ACE tengah mengampanyekan program Serba Bersih mulai
dari lima Januari sampai Sembilan Februari 2016. Program itu merupakan resolusi awal tahun
ACE untuk mengajak pelanggan agar hidup lebih bersih
Sementara itu KFC Indonesia, telah menetapkan lahirnya program bernama
#NoStrawMovement di awal tahun 2017. Gerakan ini bertujuan mengurangi penggunaan sedotan
plastik, terutama di gerai-gerai KFC. Pertimbangannya adalah bahwa sedotan plastik adalah
sampah laut terbesar ke-lima di dunia. Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 93 juta batang
sedotan yang dipakai dan dibuang setiap hari. Selain itu, sedotan plastik adalah sampah yang
tidak diambil pemulung karena nilai jualnya rendah .
15 Opcit
Padahal problem sampah plastik itu juga terkait erat dengan produsen yang menggunakan
plastik yang tidak ramah lingkungan sebagai pengemas produknya. Dengan kata lain, produsen
juga sebenarnya turut berkontribusi dalam menciptakan tumpukan plastik yang tidak ramah
lingkungan. Masyarakat atau konsumen tidak akan membuang sampah plastik kalau produsen
juga tidak mengemas produk mereka dengan plastik. Dari sini kemudian dapat dipahami
produsen juga perlu mendapatkan peringantan bahkan sanksi apabila dalam mengemas produkya
menggunakan plastik yang tidak ramah lingkungan.
Karenanya diperlukan upaya serius dari produsen untuk menciptakan inovasi-inovasi
baru untuk membuat plastik yang ramah lingkungan atau membuat produk alternatif ramah
lingkungan sebagai pengganti plastik. Tanpa ada upaya serius dari pihak produsen rasanya
mustlahil untuk menyelesaikan kompleksitas problem sampah plastik. Dimana plastik
merupakan bahan yang dapat digunakan untuk banyak fungsi dan dapat diproduksi dengan harga
murah. Sayangnya penggunaan yang masif menimbulkan masalah bagi lingkungan karena
prosesnya yang panjang untuk bisa diurai secara alamiah. Akibatnya, hal ini menjadi problem
bagi kelestarian lingkungan.
Salah satu lembaga non pemerintah yang peduli akan sampah plastik ini adalah organisasi
massa terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama melalui salah satu badan otonominya yaitu
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) dengan
mengagas kegiatan Bank Sampah Nusantara (BSN). Untuk itu peneliti tertarik mengangkat tema
ini sebagai penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk membuat rumusan masalah
penelitian sebagai berikut; “Komunikasi Pemasaran Sosial LPBI NU didalam melakukan
sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat didalam menangani sampah plastik”
C. Pertanyaan Penelitian
Adapun fokus pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana komunikasi
pemasaran sosial yang dilakukan oleh LPBI NU didalam melakukan sosialisasi untuk merubah
perilaku masyarakat didalam menangani sampah plastik?”
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran informasi tentang: Komunikasi
pemasaran sosial LPBI NU didalam melakukan sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat
didalam menangani sampah plastik.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pemasaran Sosial
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep pemasaran sosial, dimana ilmu
pemasaran sosial muncul terutama untuk mengatasi berbagai masalah sosial yang ada di
masyarakat. Antara lain pendidikan, kesehatan, kebersihan lingkungan, kemiskinan,
pengangguran, lingkungan hidup dan lain-lain. Konsep pemasaran sosial berkaitan dengan cara
atau langkah untuk mengubah perilaku masyarakat menuju ke arah yang lebih baik. Pemasaran
sosial menurut Kotler, adalah sebagai berikut; “Social marketing is a process that applies
marketing principles and techniques to create, communicate, and deliver value in order to
influence target audience behaviors that benefit society (public health, safety, the environment,
and communitie.16
Pada dasarnya, pemasaran sosial atau social marketing merupakan sebuah
strategi yang digunakan oleh suatu kelompok/institusi, khususnya pemerintah, dengan tujuan
untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan dari kelompok sosial tertentu.
Pemasaran sosial biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial yang ada dalam
masyarakat. Misalnya, LSM Internasional - Green Peace, yang sangat aktif mengampanyekan
gerakan peduli terhadap lingkungan hidup atau LSM-LSM yang ada di Indonesia pada saat ini
yang aktif mengampanyekan isu demokratisasi dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM). Sementara itu, orang yang dijadikan sasaran dari kegiatan pemasaran sosial disebut
sebagai target adopter.
Pemasaran sosial terdiri atas : elemen-elemen pendekatan sosial terbaik untuk perubahan
sosial yang berbentuk kerangka tindakan dan perencanaan yang terintegrasi serta menggunakan
kemajuan teknologi komunikasi dan keahlian pemasaran. Kerangka tindakan umumnya berupa
konsep dan perencanaan. Pemasaran atau Marketing adalah proses perencanaan dan pelaksanaan
konsepsi, penetapan harga promosi dan distribusi ide, barang dan jasa untuk menciptakan
pertukaran untuk memuaskan tujuan organisasi dan individu.
16 Nanda, Ajit Kumar (2016). Social Marketing: A Literature Review. International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-7064 Index Copernicus Value (2013): 6.14 | Impact Factor (2013): 4.438
Definisi ini berbeda dengan definisi sebelumnya yang tidak menyertakan unsur ide di
dalamnya. Sebelum waktu itu, pengertian marketing adalah kegiatan pemasaran yang bertujuan
menjual produk saja. Perubahan ini menandai tonggak perubahan dalam evolusi marketing yang
mencerminkan penekanan dalam penyebaran dan pertukaran ide. Dengan kata lain, social
marketing adalah suatu kegiatan yang bisa menganut asas-asas marketing pada umumnya.
Istilah pemasaran sosial sendiri pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1971 untuk
menguraikan penggunaan prinsip dan teknik pemasaran dalam menjelaskan suatu penyebab
gejala sosial, ide, atau kebiasaan. Sejak saat itu, istilah ini menjadi pengertian dalam teknologi
manajemen perubahan sosial yang meliputi desain, implementasi, dan kontrol program yang
diarahkan untuk meningkatkan akseptabilitas terhadap ide atau praktik sosial dalam satu atau
lebih kelompok target adopter.
Pemasaran sosial menggunakan segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan dan tes
produk, komunikasi terarah, fasilitas, insentif, dan teori pertukaran untuk memaksimalkan
respons dari target adopter. Contohnya adalah kampanye mengenai “wajib belajar” yang
dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia. Target adopternya terdiri atas
dua kelompok, yakni kelompok orang tua dan kelompok anak-anak usia
Terdapat 3 unsur utama yang mendukung pemasaran sosial, yaitu :17
1. Produk Sosial: Ide/gagasan dan Praktik
Perubahan dari sebuah ide atau kebiasaan yang kurang baik menjadi lebih baik atau
adopsi ide dan kebiasaan-kebiasaan baru adalah tujuan dari pemasaran sosial (social
marketing).Bentuk pertama produk sosial dapat berupa Ide dan kebiasaan. Produk sosial berupa
ide bisa berbentuk belief (kepercayaan), attitude (sikap), atau value (nilai).
Kepercayaan adalah sebuah persepsi yang didasarkan kepada fakta dan umumnya tanpa
evaluasi. Misalnya, “merokok dapat merusak kesehatan”, sedangkan sikap adalah evaluasi atau
penilaian baik buruk tentang orang, objek, ide, atau kejadian dari seseorang. Ide sosial bisa pula
berbentuk sebuah nilai (value) yang diartikan sebagai keseluruhan gagasan mengenai apa yang
benar dan apa yang tidak. Misalnya, poster dan spanduk-spanduk yang dipajang di markas, barak
17 otler, P, Roberto, N & Lee, N 2002, Social Marketing: Improving the Quality of Life. 2nd edn, Sage Publications.
atau kantor TNI AD serta di jalan raya yang berbunyi “Ternyata Damai itu Indah” Maksudnya
adalah agar masyarakat tidak bertengkar yang berujung pada kerusuhan.
Bentuk kedua produk sosial berupa praktik sosial. Praktik sosial ini bisa berupa sebuah
tindakan yang terlihat pada pelaksanaan vaksinasi atau pengambilan suara pada pemilihan
umum. Bisa juga berupa penetapan perubahan sebuah pola tingkah laku, seperti upaya
penghentian kebiasaan merokok atau penggunaan suatu jenis kontrasepsi dalam program
keluarga berencana.
Bentuk ketiga produk sosial merupakan objek terukur (tangible object) yang berbentuk
fisik, seperti pil kontrasepsi yang dimaksudkan untuk menekan angka kelahiran bayi atau seperti
sabuk keselamatan dengan tujuan untuk meningkatkan disiplin pengemudi di jalan raya serta
dalam rangka mengikuti standar internasional.
Objek terukur tersebut mengacu pada produk-produk (benda) yang secara fisik menyertai
kampanye. Khususnya untuk penggunaan sabuk keselamatan bagi pengendara mobil dan
penumpang yang ada di depan sangat terkait dengan ada atau tidaknya serta berfungsi atau
tidaknya sabuk keselamatan.
Meski demikian, tidak ada pendapat yang menyebutkan pembedaan dalam penekanan
pada salah satu bentuk, baik ide maupun praktik sosial secara teoretis. Aspek-aspek mana yang
akan ditonjolkan adalah tergantung dari tujuan, sifat, dan karakter dari pemasaran sosial tersebut.
Umumnya para pelaku pemasaran sosial mempromosikan ide sama baiknya dengan
praktik sosial karena tujuan akhir mereka adalah mengubah kebiasaan dari yang selama ini
dilakukan menjadi suatu perilaku yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Misalnya, ketika
presiden Soeharto memopulerkan untuk mengonsumsi makanan secara lebih variatif dan bukan
hanya padi maka pemasaran ide ini kemudian diikuti oleh perilaku pejabat yang mulai
menggemari makanan kentang dan roti.
2.Target Adopter (Audience)
Target adopter atau sasaran dalam pemasaran sosial terdiri dari satu atau lebih kelompok
yang dapat dibagi berdasarkan usia, status sosial, letak geografis. Sama halnya dengan target
market dalam pemasaran komersial, ketidakakuratan dalam mendefinisikan target adopter akan
mengurangi tingkat keberhasilan dari aktivitas pemasaran yang kita lakukan.18
Oleh karena masing-masing kelompok tersebut memiliki perangkat kepercayaan, sikap
dan nilai yang tidak sama. Oleh karena itu, perlu diperhatikan perbedaan karakter dari target
adopter sebagai berikut (Kotler, 1989: 26–28).19
Keberhasilan program Keluarga Berencana dikarenakan pemerintah selaku aktor dalam
kegiatan pemasaran sosial berhasil mendekati dan meyakinkan kelompok yang berpengaruh
dalam masyarakat, ulama, pemuka adat dan pemimpin informal lainnya.
Adapun kelompok-kelompok berpengaruh ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Kelompok Pemberi Izin, seperti badan-badan pengatur di mana izin atau peraturan mungkin
dibutuhkan dalam memulai penyebaran program.
Kelompok Pendukung, seperti dokter atau staf medis lainnya yang mendukung atau
berpartisipasi dalam pelaksanaan program. Dalam pemasaran program keluarga berencana
dukungan dari dokter sangatlah penting. Oleh karena cukup banyaknya pro dan kontra di
kalangan masyarakat termasuk dari pihak medis (dokter) maka KB dengan vasektomi dan
tubektomi tidak bisa berkembang di Indonesia saat ini. Dengan kata lain, program ini tidak
berhasil karena tidak didukung oleh kelompok pendukung.
Kelompok Oposisi. Contoh klasik yang sering ditampilkan adalah para ulama yang menentang
Keluarga Berencana pada awal disosialisasikan (tahun 1970-an). Upaya yang paling tepat untuk
menaklukkan kelompok ini adalah dengan memberikan keyakinan yang masuk akal bahwa
program yang dilaksanakan adalah benar dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Kelompok Evaluasi, seperti komite legislatif yang memberikan evaluasi yang dapat menilai
apakah program tersebut menguntungkan atau merugikan.
Contohnya program pemerintah Kanada untuk mengurangi konsumsi rokok, seperti disinggung
di atas akan berjalan sangat efektif karena didukung oleh parlemen.
18 Adnan, Ricardi S (2016). Pemasaran Sosial : Suatu Pengantar. Modul UT. Jakarta, Indonesia 19 Opcit
3. Teknologi Manajemen Perubahan Sosial
Sebuah teknologi manajemen perubahan sosial haruslah dapat menjawab pertanyaan
berikut secara efektif. Apa ide dan praktik sosial yang cocok dan apa yang dicari kelompok
sasaran (target adopter)? Bagaimana membuatnya cocok? Bagaimana membawanya kepada
target sasaran? Bagaimana menjaga atau mengubahnya untuk mempertahankannya dari kematian
yang prematur? Dari pertanyaan tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk
menjawabnya, yaitu mendefinisikan, mendesain, mengirimkan, dan mempertahankan produk
yang cocok dengan apa yang dicari oleh kelompok sasaran (Kotler, 1989: 28–36).20
a. Mendefinisikan produk yang cocok
Hal pertama yang dibutuhkan dalam menyukseskan pemasaran sosial adalah menciptakan
produk sosial baru untuk memenuhi keinginan target sasaran atau produk yang lebih baik dari
yang sudah ada. Tentu saja hal ini membutuhkan penjelasan tentang apa yang dibutuhkan dan
bagaimana memenuhinya, dengan kata lain harus dibuat apa yang disebut konsep pemasaran (the
marketing concept).
Konsep pemasaran ini memegang kunci menuju keberhasilan tujuan organisasional yang
di dalamnya mengandung penentuan kebutuhan target sasaran dan mengirimkan kepuasan yang
diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibanding dengan kompetitor/pesaing lain.
b. Mendesain produk yang cocok
Desain atau rancangan produk yang cocok dilakukan dengan menerjemahkan sesuatu
yang cocok ke dalam posisi yang sesuai dengan ide sosial dan praktik, kemudian memakainya
untuk menguatkan posisinya, lalu mengembangkan gambaran sebagai penyebab yang konsisten
dengan sumber penyebab tersebut.
Misalnya, kampanye untuk menolong atau meringankan penderitaan korban AIDS/HIV adalah
dengan mendesain program yang memiliki tema “Jangan Singkirkan Mereka”.
c. Mengirimkan produk yang cocok
20 Ibid
Kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan apakah ada sumber produk terukur (benda yang
digunakan dalam kampanye) dan apakah diperlukan pelayanan dalam pelaksanaannya.
Ada empat kemungkinan situasi pengiriman, (Kotler, 1980: 34) sebagai berikut.21
Kampanye menggunakan produk terukur yang membutuhkan presentasi dan demonstrasi.
Misalnya, peningkatan kesehatan bayi, di mana di samping diberikan PIN di Posyandu, ibu-ibu
juga diberikan pelatihan bagaimana merawat bayi, bagaimana memasak dan memberikan
makanan bayi secara lebih baik.
Kampanye menggunakan produk terukur tanpa perlu presentasi atau pelatihan. Contohnya
penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan.
Kampanye tanpa produk terukur, tetapi memerlukan presentasi dan demonstrasi. Contohnya,
program pemberantasan buta huruf (Kejar Paket A).
Kampanye tanpa produk terukur yang tidak memerlukan presentasi dan demonstrasi. Misalnya,
pada kampanye mengenai penegakan hak asasi manusia atau himbauan untuk tidak membuat
kerusuhan.
d. Mempertahankan produk yang cocok
Tugas terakhir untuk meneruskan atau mengubah produk sebagai respon terhadap
perubahan yang terjadi di masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa tahap (Kotler, 1989: 36).
Tahap pertama dilakukan dengan melakukan riset dan pengawasan terhadap kondisi masyarakat
(target sasaran).
Contoh kasusnya adalah ketika kementrian kesehatan Amerika Tengah melaksanakan
program peningkatan gizi bagi anak-anak warga miskin. Kampanye dilakukan dengan
penyebaran biskuit kaya gizi dengan harga murah. Biskuit ini diposisikan sebagai makanan
utama untuk makan siang dan makan malam, bukan sebagai camilan (snack). Setelah empat
bulan, terjadi penurunan penjualan. Berdasarkan hasil evaluasi melalui survei, didapat bahwa
sebagian besar kaum ibu menjadikan biskuit tersebut sebagai camilan walaupun tertulis jelas
bahwa biskuit tersebut adalah makanan utama. Dengan posisinya sebagai camilan maka banyak
21 Ibid
produk lain yang menjadi pesaing sehingga menurunkan penggunaan biskuit tersebut. Hasil
survei juga mengungkapkan bahwa bentuk, ukuran, pengemasan, dan rasa dari biskuit tersebut
lebih kuat kesannya sebagai camilan dibanding dengan apa yang tertera dalam kemasan biskuit
itu, yaitu bahwa bahan biskuit ini adalah makanan utama.
Tahap kedua adalah memanfaatkan hasil riset yang telah di lakukan.
Dalam kasus ini ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan oleh kementrian kesehatan, sebagai
berikut.
Tidak melakukan perubahan apa pun pada produk, melainkan melaksanakan komunikasi
persuasif yang lebih intensif lagi agar kaum ibu menyajikannya sebagai makanan utama.
Tidak melakukan perubahan pada bentuk, tetapi melakukan penambahan pada kandungan
gizinya.
Memodifikasi bentuk dan pengemasannya menyerupai roti dengan harapan para ibu
menyajikannya untuk makan siang dan makan malam.
Mengubah produk dari bentuk padat menjadi cair, seperti sup kalengan atau menjadi bubuk,
seperti makanan instan.
Tahap ketiga pelaksanaan pemasaran sosial/social marketing adalah melakukan penyesuaian dan
perubahan dalam rencana pemasaran dan pelaksanaannya.
Oleh karena setiap program tidak ada yang benarbenar sempurna, maka berbagai kelemahan dan
kekurangan seyogianya diperbaiki agar program tersebut menjadi lebih baik (Adnan, 2017).
Berikut adalah definisi pemasaran sosial menurut beberapa ahli :22
Pemasaran sosial adalah penerapan konsep pemasaran komersial dan alat untuk
mempengaruhi perilaku secara sukarela terhadap khalayak untuk memperbaiki kehidupan
mereka atau bagian dari masyarakat tersebut.(Alan Andreasen, 2011)
22 Newton-Ward, Mike, et al (2011). Positioning Social Marketing, Social Marketing Quaterly, 10:3-4, 17-22
Pemasaran sosial adalah penerapan prinsip-prinsip pemasaran untuk membentuk pasar
yang lebih efektif, efisien, berkelanjutan, dan hanya dalam memajukan kesejahteraan masyarakat
dan kesejahteraan Sosial. (Craig Lefebvre, 2011) .
Pemasaran sosial adalah cara untuk mengurangi hambatan dan meningkatkan kualitas
hidup bagi perilaku individu dan masyarakat. Menggunakan konsep dan proses perencanaan dari
pemasaran komersial untuk menciptakan perilaku “menyenangkan, mudah, dan populer.” tidak
melampaui komunikasi, iklan layanan masyarakat, dan pendidikan untuk memberikan persepsi
360-derajat penyebab potensial dan solusi untuk masalah kesehatan dan pelayanan manusia.
(Mike Newton-Ward, 2011).
Pemasaran sosial adalah aktivitas dan proses untuk memahami, menciptakan,
berkomunikasi, dan memberikan penawaran yang unik dan inovatif untuk mengatasi masalah
sosial.(Sharyn Rundle-Thiele 2011)
Philip Kotler dan Nancy Lee dalam bukunya SOCIAL MARKETING : changing
Behaviors for Good, mengungkapkan pandanganya dan beberapa orang ahli dalam bidang
pemasaran. Menurutnya pemasaran sosial adalah tentang :
Mempengaruhi perilaku, memanfaatkan proses perencanaan sistematis yang berlaku pada
prinsip-prinsip pemasaran dan teknik, fokus pada prioritas target yaitu masyarakat dan
memberikan manfaat positif bagi masyarakat.
Menurut Kotler dan Roberto (1989) pemasaran sosial memiliki tiga unsur yakni ide atau
praktek sosial, satu atau lebih target adopsi dan manajemen teknologi perubahan sosial.
Kotler dan Roberto (1989) juga mengatakan bahwa ide dan kebiasaan adalah produk
yang akan dipasarkan. Produk didefinisikan sebagai segala sesuatu yang ditawarkan dan dapat
memuaskan kebutuhan atau keinginan. Produk bisa berupa barang, jasa, orang, tempat,
organisasi, ide.
Adapun defenisi dari produk-produk sosial adalah produk yang akan dipasarkan kepada
masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat tersebut. Membuat sebuah produk di
pemasaran sosial lebih sulit dibandingkan dengan komersial, oleh karena:Inflexibility.
Pemasar komersial lebih mudah mendesain ulang produknya dibandingkan pemasar
sosial. Mereka bisa dengan mudah merubah warna, bentuk, desain, atau fitur yang lain. Pemasar
sosial lebih sulit dalam merubah produknya.
Intangibility.
Produk di pemasaran komersial bentuknya lebih jelas dan mudah diamati. Produk di
pemasaran sosial lebih sulit diamati keluarannya (output) karena sering memberikan pemahaman
di dalam kesadaran manusia.
Complexity.
Produk sosial lebih kompleks dibandingan produk komersial oleh karena produk
komersial dapat fokus pada satu manfaat. Produk sosial mempunyai manfaat lebih banyak, tetapi
tidak nampak jelas dan harus tetap dijelaskan efek negatifnya pada masyarakat.
Controversial.
Produk sosial sering kontradiksi dengan nilai atau norma yang ada di masyarakat.
Weak personal benefit.
Pada produk sosial, manfaat yang didapatkan seringkali untuk masyarakat, dan jarang
untuk pribadi.
Negative frame.
Produk sosial, terutama yang merubah perilaku, sering terdengar negatif dan tidak
nyaman dilakukan.
Untuk membedakan sebuah produk dengan produk dari kompetitor lain, dibutuhkan
sebuah nama, simbol, terminologi, desain, atau kombinasi dari itu semua yang disebut brand.
Simbol ini haruslah mudah diingat, mudah dikenali, mudah diucapkan, unik, dan memberikan
manfaat. Branding ini tidak sekedar memberikan nama sebuah produk, tapi juga membangun
semua atribut yang melekat di seluruh elemen bauran pemasaran. Ide dan perilaku merupakan
produk yang jual pada pemasaran sosial.
Menurut Kotler dan Roberto (1989) produk sosial marketing terbagi atas 3 yaitu ide, praktek dan
objek berwujud.
Ide sosial adalah sebuah gagasan yang muncul karena adanya permasalahan sosial yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat. Produk yang berbentuk ide akan membentuk tiga hal yakni
kepercayaan (belief), sikap (attitude) dan nilai (value).
Kepercayaan (belief) adalah sebuah persepsi yang diambil sekitar hal-hal faktual, suatu
hal yang tidak membutuhkan evaluasi secara kritis. Bentuk produk yang menghasilkan
kepercayaan adalah kampanye “merokok merusak kesehatan” dimana akan terbentuk
kepercayaan masyarakat tentang kesehatan.
Untuk ide yang membentuk sikap dapat berupa kampanye program perencanaan
keluarga, dari hasil kampanye tersebut dapat menghasilkan sebuah sikap dari keluarga yang
merencanakan kehidupan keluargannya.
Sedangkan untuk yang membentuk nilai dapat berupa kampanye hak asasi manusia
dimana nilai kemanusiaan diangkat sehingga terbentuk sebuah opini yang menyatakan tentang
kebenaran. Nilai merupakan keseluruhan ide yang menyatakan benar atau salah.
Sikap (attitude) adalah evaluasi positif atau negatif terhadap orang, objek, ide atau
peristiwa. Misalnya, iklan layanan masyarakat yang dibuat oleh PLN. Dalam iklan tersebut
masyarakat dianjurkan untuk mematikan lampu pada pukul 17.00-22.00. Iklan tersebut
menghimbau masyarakat untuk menentukan sikap dalam rangka penghematan Bahan Bakar
Minyak.
Nilai (value) adalah keseluruhan ide mengenai suatu hal yang baik atau salah. Masalah
nilai biasanya menyangkut masalah hak asasi manusia. Misalnya, konflik ras yang terjadi di
Amerika. Ras kulit hitam dipandang lebih rendah dari ras kulit putih. Oleh karena itu, dibuatlah
kampanye anti rasialisme dimana semua ras dipandang sama tanpa membeda-bedakan satu sama
lain. Selain itu, banyak artis-artis mancanegara menuangkan ide anti rasialisme di dalam lirik
lagunya untuk mengubah nilai-nilai yang selama ini dianut oleh masyarakat.23
produk sosial lebih rumit penggunaannya dibanding dengan produk komersial, lebih
kontroversial, keuntungan produk sosial tidak cepat dirasakan, saluran distribusi produk sosial
lebih sukar digunakan dan di control. Pasar produk sosial sukar dianalisis ukuran keberhasilan
“penjualan” atau adopsi produk sosial lebih berat dari produk komersial.
Dalam social marketing (pemasaran sosial) yang dimaksud dengan produk adalah sesuatu
yang ditawarkan untuk dibeli, yang berbentuk perilaku yang diharapkan dan manfaat perilaku
tersebut. Hal yang ditawarkan tersebut bisa termasuk juga sebuah barang dan layanan untuk
mendukung perubahan perilaku dari sasaran. Dalam pemasaran komersial hal tersebut sering
dikatakan sebagai paket manfaat yang ditawarkan.pada.pasar.untuk.memenuhi.kebutuhan.pasar.
Social marketing (pemasaran sosial) dinilai oleh banyak pihak memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan strategi perubahan sosial secara tradisional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemasaran sosial dibangun atas pengetahuan yang
diperoleh dari praktik bisnis yang mempertimbangkan objek terukur, riset tentang kebutuhan
manusia, mengarahkan produk kepada kelompok konsumen tertentu, memanfaatkan teknologi
untuk menunjang aktivitas (seperti pemanfaatan komputer untuk desain grafis),
mengomunikasikan keuntungan/manfaat yang mereka peroleh secara efektif, kewaspadaan yang
tetap untuk mengubah lingkungan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan.s) as well as
the target audience” (Kotler 2008:7).
Ada sepuluh langkah didalam membangun perencanaan pemasaran sosial, atau yang dikenal
dengan sebutan Ten Steps to Develop a Social Marketing Plan: 25
Step 1 : Describe the Plan Background, Purpose an focus
Step 2 : Conduct a Situation Analysis
Step 3 : Select Target Market
Step 4 : Set Objectives and Goals
Step 5 : Identify the Competition Target Market Barriers and Motivators
25 Kotler, Philip and Nancy Lee (2011). Social Marketing: : Influencing Behaviors for Good. Sage 4th Edition, SAGE, USA
Step 6 : Craft a Desired Positioning
Step 7 : Develop a Strategic Marketing Mix (4Ps)
Step 8 : Outline a plan for Monitoring and Evaluating
Step 9 : Establish Budget and Find Funding Source
Step 10 : Complete an Implementation Plan
B. Perubahan Perilaku
Selain itu menurut Piotrow26
ada langkah-langkah didalam pelaksanaan perubahan
perilaku, atau dikenal dengan nama The steps to behavior change framework (SBC).
Langkah-langkah tersebut adalah; knowledge, approval, intention, practice and advocacy.
Notoatmodjo27
membedakan perilaku menjadi dua berdasarkan untuk respon terhadap stimulus,
yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup merupakan respon seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh yang
menerima stimulus itu. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh
orang lain, misalnya anak sekolah mencuci tangan sebelum beaktifitas.
C. Proses Sosialisasi
Konsep teori lain yang digunakan adalah sosialisasi, dimana menurut Peter Berger yang
diterjemahkan oleh Kamanto Sunarto yaitu, “Sosialisasi sebagai proses melalui mana seorang
anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Yang diajarkan
26
Piotrow, P. T., Kincaid, D. L., Rimon, J. G., & Rhinehart, W. (1997). Health communication: Lessons from family planning and reproductive health. 27 Notoatmojo, Soekidjo (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta, Jakarta
melalui sosialisasi adalah peran-peran”.28
Menurut Soesilo, sosialisasi adalah suatu proses
interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai dan perilaku esensial
untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat.
Sosialisasi terjadi interaksi antar manusia, yaitu dengan mempelajari sesuatu yang
penting dalam hidupnya sehari-hari (Tim Peduli Pelajar, 2010:49-50). Menurut tahapannya,
sosialisasi dibedakan menjadi dua tahap, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.
Seringkali orang menuding ketidak berhasilan program pemerintah yang diperuntukan bagi
orang banyak karena kurang sosialisasi, tetapi banyak pula yang kurang mengerti sosialisasi
seperti apa yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sosialisasi adalah proses
mempelajari seluruh kebiasaan yang dipunyai manusia di bidang ekonomi, kekeluargaan,
pendidikan, agama, politik dan sebagainya yang harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu
masyarakat.
Menurut Berger, “A process by which to learn to be a participant member of society”
(Berger, 1978). Sosialisasi adalah proses melalui nama seorang anak belajar menjadi seorang
anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Dapat disimpulkan sosialisasi adalah proses
komunikasi yang dilakukan oleh lembaga/organisasi/perusahaan dengan tujuan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama,
politik dan sebagainya.
Pengertian Sosialisasi adalah suatu proses belajar-mengajar atau penanaman nilai,
kebiasaan, dan aturan dalam bertingkah laku di masyarakat dari satu generasi ke generasi lainnya
sesuai dengan peran dan status sosial masing-masing di dalam kelompok masyarakat.
Pengertian sosialisasi dalam arti sempit adalah proses pembelajaran yang dilakukan
individu dalam mengenal lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Sedangkan
pengertian sosialisasi dalam arti luas adalah suatu proses interaksi dan pembelajaran yang
dilakukan seseorang sejak ia lahir hingga akhir hayatnya di dalam suatu budaya masyarakat.
Melalui proses sosialisasi maka seseorang dapat memahami dan menjalankan hak dan
kewajibannya berdasarkan peran status masing-masing sesuai budaya masyarakat. Dengan kata
28 Sunarto, Kamanto (2004) Pengantar Sosiologi Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Indonesia
lain, individu mempelajari dan mengembangkan pola-pola perilaku sosial dalam proses
pendewasaan diri.29
Beberapa ahli sosial mengatakan bahwa sosialisasi sebagai teori tentang peranan. Agar lebih
memahami apa arti sosialisasi, maka kita dapat melihat pendapat beberapa ahli tentang definisi
sosialisasi. Berikut ini adalah pengertian sosialisasi menurut para ahli:
1. Soejono Dirdjosisworo
Menurut Soejono Dirdjosisworo (1985), pengertian sosialisasi mengandung tiga arti, yaitu:
Proses belajar; yaitu suatu proses akomodasi dimana individu menahan, mengubah impuls-
impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya.
Kebiasaan; dalam bersosialisasi setiap individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola
nilai dan tingkah laku, dan ukuran kepatuhan tingkah laku di dalam masyarakat di mana ia hidup.
Sifat dan kecakapan; semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu
disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan dalam diri seseorang.
2. Charl Menurut Charlotte Buhler pengertian sosialisasi adalah suatu proses yang membantu
anggota masyarakat untuk belajar dan menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara hidup dan
bagaimana cara berpikir kelompoknya, agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompok
tersebut.
3. Peter L. Berger
Menurut Peter L. Berger pengertian sosialisasi adalah suatu proses seorang anak belajar menjadi
anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
4. Greenberg
Menurut Greenberg pengertian sosialisasi adalah suatu proses untuk mentransformasikan
individu kepada pihak luar agar dapat ikut serta berpartisipasi secara aktif sebagai anggota suatu
organisasi.
29 Berger, Peter (2011), Adventures of an Accidental Sociologist: How to Explain the World Without Becoming a Bore. Porometheous USA
5. Gibson
Menurut Gibson arti sosialisasi adalah sebuah aktivitas dari organisasi untuk mewujudkan dan
mengintegrasikan tujuan organisasi maupun individu. Sehingga dari dua pengertian sosialisasi
tersebut terdapat dua kepentingan yang berbeda, yakni kepentingan individu dan kepentingan
organisasi.
6. Robert M.Z. Lawang
Menurut Robert M.Z. Lawang arti sosialisasi adalah proses mempelajari norma, nilai, peran, dan
semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan berpartisipasi yang efektif
dalam kehidupan sosial.
7. Karel J.Veeger
Menurut Karel J. Veeger pengertian sosialisasi adalah suatu proses belajar mengajar. contoh:
orang tua mendidik anaknya tata krama dan sopan santun.
8. Bruce J. Cohen
Menurut Bruce J. Cohen pengertian sosialisasi adalah proses pembelajaran seorang individu
terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat sehingga seseorang menjadi
bagian dari masyarakat.otte Buhler
Sosialisasi juga dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku yang menanamkan pada
individu-individu, keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan). Sikap-sikap yang
perlu untuk menampilkan perananperanan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan
yang terus berlanjut) sepanjang kehidupan, sejauh peranan-peranan baru masih terus dipelajari.
2. Segenap proses dengan mana individu, yang dilahirkan dengan banyak sekali potensi tingkah
laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi didalam satu jajaran
yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterimakan olehnya sesuai dengan standar-standar dari
kelompoknya.
3. Komunikasi dipelajari dari manusianya lainnya, siapa individu itu berharap memasuki
beberapa jenis relasi-relasi umum.
Pada dasarnya sosialisasi dilakukan melalui dua cara yaitu:
1. Tatap Muka Sosialisasi melalui pertemuan langsung dilakukan dengan menggunakan
pertemuan-pertemuan formal yang sengaja dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan,
maupun secara informal menggunakan pertemuan-pertemuan yang telah ada sebelumnya.
2. Media Massa Yang termasuk kelompok media massa disini adalah media cetak (surat kabar,
majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat
tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Tujuan sosialisasi adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepentingan umum yang dilaksanaan pemerintah,
karena hal itu menyangkut aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Dalam menyosialisasikan suatu
informasi mengenai kebijakan-kebijakan atau yang lainnya, merupakan suatu yang penting yang
harus dilakukan oleh setiap Humas Pemerintah/organisasi. Kegiatan menyosialisasikan informasi
dilakukan demi mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Dalam bersosialisasi dibutuhkan
interaksi yang baik dari komunikan dan komunikator samasama memberikan pendapat, sehingga
terciptalah komunikasi yang efektif.
Fuller dan Jacobs yang ditejemahkan oleh Kamanto Sunarto dalam bukunya “Pengantar
Sosiologi” mengidentifikasi empat agen sosialisasi utama, yaitu keluarga, kelompok bermain,
sekolah dan media massa. Dan untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan
sosialisasi program Humas, maka dapat dilakukan hal-hal berikut:
a) Tentukan tujuan yang hendak dicapai;
b) Tentukan target;
c) Tentukan ruang lingkup;
d) Tentukan jangka waktu;
e) Tentukan publik sasaran
f) Tentukan tema, topik, atau isu dari kampanye tersebut;
g) Tentukan efek yang diinginkan dalam suatu kampanye;
h) Tentukan fasilitas, perlengkapan sarana yang menunjang suatu kampanye
i) Pembentukan team work yang solid dan profesional.
2. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan
dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah
sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses
sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut
berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi
tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas
dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur
secara formal .
a. Sosialisasi Primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi
pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat
(keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum
masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara
bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting
sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian
anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak
dengan anggota keluarga terdekatnya.
Sosialisasi primer merupakan proses di mana individu terlibat dengan dunia sosial lebih
dari sekedar belajar kognitif semata-mata. Sosialisasi primer berlangsung dalam kondisi yang
bermuatan emosi yang tinggi, hubungan antara individu dengan orang lain dalam kondisi sangan
akrab dan berada dalam situasi kelompok primer.
Sifat sosialisasi primer dipengaruhi oleh beberapa persyaratan dalam pengalihan
cadangan pengetahuan (social stock of knowledge). Persyaratan tersebut oleh Berger dan
Luckman dikatakan legitimasi tertentu menurut tingkat kompleksitas linguistic yang lebih tinggi
bagi pemahamannya disbanding dengan legitimasi lainnya.
Sosialisasi primer berakhir apabila konsep tentang orang lain pada umumnya dan segala
sesuatu yang menyertainya, telah terbentuk dan tertanam dalam kesadaran individu. Pada titik ini
ia sudah merupakan anggota efektif masyarakat dan secara subyektif memiliki suatu diri dan
sebuah dunia.
b. Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Bentuk-
bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi
suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami
'pencabutan' identitas diri yang lama.
Sosialisasi menunjuk pada semua faktor dan proses yang membuat setiap manusia
menjadi selaras dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Seorang anak dikatakan telah
melakukan sosialisasi dengan baik, apabila ia bukan hanya menampilkan kebutuhannya sendiri
saja, tetapi juga memerhatikan kepentingan dan tuntutan orang lain.
Sedangkan menurut Peter Berger yang diterjemahkan oleh Kamanto Sunarto yaitu,
“Sosialisasi sebagai proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang
berpartisipasi dalam masyarakat. Yang diajarkan melalui sosialisasi adalah peran-peran.
Menurut Soesilo, sosialisasi adalah suatu proses interaksi sosial dengan mana orang
memperoleh pengetahuan, sikap, nilai dan perilaku esensial untuk keikut-sertaan (partisipasi)
efektif dalam masyarakat.
Dalam sosialisasi sekunder, telah terjadi internalisasi “sub-dunia” kelembagaan atau yang
berlandaskan lembaga, karena itu lingkup jangkauan dan sifatnya ditentukan oleh kompleksitas
pembagian kerja dan distribusi pengetahuan dalam masyarakat yang menyertainya. Berger dan
Luckman mengatakan bahwa sosialisasi sekunder adalah proses memperoleh pengetahuan
khusus sesuai dengan perannya (role-specific-knowledge), di mana peran –peran secara langsung
atau tidak langsung berakar dalam pembagian kerja.
c. Proses sosialisasi menurut Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan
melalui tahap-tahap sebagai berikut.
1. Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk
mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini
juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan
"mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak
memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
2. Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran
yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri
dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa
yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain,
kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini.
Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian
dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-
orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (significant other)
3 Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara
langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada
posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara
bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama
dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya
semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah.
Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami.
Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya
pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya
dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia
dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain
yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah
menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Sedangkan Charles H Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teori tentang
sosialisasi. Menurutnya, konsep diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya
dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga
tahapan sebagai berikut;
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.'
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang
anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.'
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan
pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada
tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. Misalnya, gurunya
selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya
kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa
dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan
hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada
anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan
bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan
berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang
anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal"
sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
1. Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada
empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak
selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa
jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah
anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-
obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman
sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-
agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan
tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena
dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Fuller dan Jacobs yang ditejemahkan oleh Kamanto Sunarto dalam bukunya “Pengantar
Sosiologi” mengidentifikasi empat agen sosialisasi utama, yaitu :
a) Keluarga
Pada awal kehidupan manusia biasanya agen sosialisasi terdiri atas orang tua dan saudara
kandung. Pada masyarakat yang mengenal system keluarga luas (extended family) agen
sosialisasi bisa berjumlah lebih banyak dan mencakup pula nenek, kakek, paman, bibi, dan
sebagainya. Arti penting agen sosialisasi pertama terletak pada pentingnya kemampuan yang
diajarkan pada tahap ini. Untuk dapat berinteraksi dengan significant others pada tahap ini
seorang bayi belajar berkomunikasi bukan saja melalui pendengaran dan penglihatan tetapi juga
melalui panca indera lain, terutama sentuhan fisik.
b) Teman Bermain
Setelah mulai dapat bepergian, seorang anak memperoleh agar sosialisasi lain. Teman
bermain, baik yang terdiri atas kerabat maupun tetangga dan teman sekolah. Pada tahap inilah
seorang anak memasuki game stage (tahap siap bertindak) mempelajari aturan-aturan yang
mengatur pesan orang yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok bermain pulalah seorang
anak mulai belajar nilai-nilai keadilan.
c) Sekolah
Agen sosialisasi berikut tentu dalam masyarakat yang telah mengenalnya adalah sistem
pendidikan formal. Di sini seseorang mempelajari hal yang belum dipelajarinya dalam keluarga
ataupun kelompok bermain. Pendidikan formal mempersiapkannya untuk penguasaan peran-
peran baru dikemudian hari, di kala seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya.
d) Media massa
Light, Keller dan Calhoun mengemukakan bahwa media massa yang terdiri atas media
cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, televisi, film, internet) merupakan bentuk
komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media massa diindentifikasi sebagai agen
sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku khalayaknya. Peningkatan teknologi yang
memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta frekuensi penerapan masyarakat pun member
peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang penting.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan paradigm interpretif yang
bertujuan untuk membangun dan mengonstruksi sesuatu kehidupan sosial berdasarkan setting
alamiah.30
Pendekatannya adalah kualitatif dimana menurut Bogdan dan Taylor (Sukidin, 2002)
sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan dan perilaku orang-
orang yang diamati, sehingga peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka
alami dalam kehidupan sehari-hari, yang mementingkan proses (bagaimana sesuatu terjadi)
daripada produk hasilnya.31
Makna dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan bagaimana
persepsi dan pengalaman orang-orang yang ada sehingga muncul saling memahami bagaimana
orang memaknai kehidupan, dalam hal ini peneliti adalah sebagai instrument dan menggunakan
interpretasi ideographic dalam setting natural. Subyek dalam penelitian ini adalah LPBI NU,
sementara objek kajiannya adalah tentang komunikasi pemasaran sosial LPBI NU dalam
sosialisasi untuk merubah perilaku masyarakat didalam mengatasi sampah plastik.
B. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul yang penulis buat maka penelitian ini akan dilakukan pada kegiatan
komunikasi pemasaran sosial yang dilakukan oleh LPBI NU didalam sosialisasi untuk merubah
perilaku masyarakat didalam mengatasi sampah plastik.
C. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan merupakan orang yang benar-
benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini sebagai narasumber
dipilih yang sangat memahami permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini adalah Direktur Badan
Sampah Nasional, Ibu Fitria Aryani
30
Newman, W. Lawrence (2000) Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches Edition: Fourth Publisher: Allyn and Bacon ISBN: 0205297714 31 Sukidin, Suko Susilo, Basrowi (2012) Sosiologi Politik Ghalia Indonesia Indonesia
D. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset
untuk mengumpulkan data. Dalam riset kualitatif dikenal dengan metode pegumpulan data:
observasi (field observation), focus group discussion, wawancara mendalam (intensive/depth
interview). Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam
rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian.
Metode pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara wawancara, observasi, studi
kepustakaan, dan data-data lainnya. Berdasarkan sumbernya, data dapat dibedakan atas data
primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut:
1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan
dicatat untuk pertama kalinya. Bila dikaitkan dengan penelitian, data primer merupakan data
utama yang berkaitan dengan komunikasi pemasaran sosial LPIB NU didalam merubah perilaku
perilaku masyarakat didalam mengatasi sampah plastik. Tanpa adanya data primer, peelitian ini
tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara kepada
Key Informan dan Informan.
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dalam metode survey melalui
data pertanyaan yang diajukan secara lisan terhadap responden atau subjek. Penulis memilih
metode wawancara dalam penelitian ini karena didalam penelitian ini, informasi yang diperlukan
adalah berupa kata-kata yang diungkapkan subjek secara langsung, sehingga dapat dengan jelas
menggambarkan perasaan subjek penelitian dan mewakili kebutuhan informasi dalam penelitian.
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara sebagai data primer.
2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia) melalui publikasi dan
informasi yang dikeluarkan diberbagai organisasi atau perusahaan . Peneliti memperoleh data
dengan mempelajari data-data yang dipublikasikan seperti buku-buku, website, dokumen-
dokumen ataupun sumber lain yang masih relevan dengan masalah yang diteliti.
Dengan teknik dokumentasi ini peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari
narasumber, tetapi peneliti memperoleh informasi dari macam-macam tertulis atau dari dokumen
yang ada pada informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni dan karya pikir. Dokumen
adalah data pendukung lainnya yang dapat dijadikan acuan dalam memperkuat suatu penelitian,
dokumen dapat berupa file-file, foto, maupun gambar. Data Sekunder juga berupa data yang
didapat dari buku serta materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian.
Sedangkan menurut Rachmat Kriyantono “data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari sumber kedua.”32
Data sekunder yang dimanfaatkan dan diperoleh dapat berupa teks, seperti
buku-buku, artikel-artikel yang terdapat pada media cetak, artikel-artikel melalui
surfing di internet, dan jurnal ilmiah. Pada pengumpulan data sekunder, penulis melakukan
pengumpulan data melalui metode dokumentasi dimana penulis melakukan pengumpulan data
dan informasi baik melalui buku, majalah, internet dan sebagainya setelah terkumpul, maka yang
dilakukan selanjutnya yaitu pengolahan data.
E. Uji Keabsahan Data
Agar data yang diperoleh lebih jelas dan memiliki kekuatan validitas dan reliabilitas,
maka penulis juga akan melakukan wawancara terhadap pihak yang terkait dengan kegiatan
komunikasi pemasaran sosial terhadap pengemudi muda yang dilakukan oleh LPBI NU.
Sedangkan teknik yang penulis lakukan untuk keabsahan data pada penelitian ini adalah teknik
triangulasi.
Tekhnik triangulasi yaitu tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data yang ada, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
untuk data tersebut dan juga untuk memperkaya data.
Denzin dalam Moleong membedakan triangulasi kedalam empat bentuk yang meliputi
triangulasi sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini, hanya digunakan jenis
triangulasi sumber. Maksudnya adalah, pengujian dilakukan dengan membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda. Hal ini dilakukan dengan jalan membandingkan data hasil pengamatan dengan data
32 Kriyantono, Rachmat (2014) Teknik Praktis Riset Komunikasi Prenada Media, Jakarta, Indonesia
hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
F. Metode Analisis Data.
Perolehan data primer dengan cara wawancara mendalam dan pengumpulan data
sekunder dengan teknik observasi yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif. Dalam
mengolah dan menganalisa data, peneliti melakukan beberapa tahapan, sebagaimana yang
dianjurkan oleh W. Laurence Newman di antaranya melakukan reduksi terhadap data yang
diperoleh di lapangan, proses kategorisasi. Lalu penyajian data dalam bentuk narasi dan
menganalisanya.
1. Menentukan tujuan dan hasil.
Setiap program atau kegiatan biasanya mempunyai tujuan dan hasil yang akan
diperoleh. Biasanya para perumus kegiatan membuat definisi tentang tujuan dan
hasil yang akan dicapai.
2. Seleksi audiens yang menjadi sasaran.
Perencanaan komunikasi menentukan kategori audiens yang menjadi sasaran
komunikasi.
3. Mengembangkan pesan .
Kriterianya adalah semua pesan yang dirancang sedapat mungkin memiliki isi
(content) khusus, jelas, persuasif, dan merefleksikan nilai-nilai audiens, tampilan
isi yang dapat memberikan solusi bagi masyarakat, atau menunjukkan tindakan