KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWI BERCADAR DALAM MEMBANGUN RELASI SOSIAL DI MA’HAD AL-JAMI’AH UIN MATARAM Oleh: Aulia Umami NIM 160301006 JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM 2020
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWI BERCADAR
DALAM MEMBANGUN RELASI SOSIAL DI MA’HAD AL-JAMI’AH
UIN MATARAM
Oleh:
Aulia Umami NIM 160301006
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2020
2
KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWI BERCADAR
DALAM MEMBANGUN RELASI SOSIAL DI MA’HAD AL-JAMI’AH
UIN MATARAM
Skripsi
diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sosial
Oleh
Aulia Umami NIM 160301006
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2020
ii
3
iii
4
iv
6
7
Motto:
ةم اد ع السَ لم هْ أ نْ مم ن نْ كا ا م مَ أ ل ق لم ا خ مِ رٌ سَ ي م لٌ ك لوا ف م اعْءم ا ق الشَ لم هْ أ نْ مم ن كا نْ ا م مَ أ ةم اد ع السَ لم هْ أ لم م ع لم ر سَ ي ي ف
ر سَ ي ي ةم ف ا ق الشَ لم هْ أ لم م ع لم
Beramallah kalian! Sebab semuanya telah dimudahkan terhadap apa yang diciptakan untuknya. Adapun orang-orang yang bahagia, maka mereka akan
mudah untuk mengamalkan amalan yang menyebabkan menjadi orang bahagia. Dan mereka yang celaka, akan mudah mengamalkan amalan yang
menyebabkannya menjadi orang yang celaka”1
1 H.R. Bukhari No. 4568
8
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk
Almamater
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK)
Beasiswa Bantuan Pendidikan Miskin Berprestasi (Bidik Misi)
Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram
Keluarga
Ayahanda tercinta Bapak Abdul Hanan dan Ibunda tercinta Ibu Nurul Wathoni
Ustadz dan ustadzah di Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram dan terkhusus untuk
kakak M. Irham Jaelani, S.Pd. yang selalu memberikan dorongan dan bantuan
baik tenaga maupun pikirannya.
Rekan-rekan Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) 2016 dan
Rekan-rekan Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram
vii
viii
9
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah
menganugerahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada peneliti dalam rangka
menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Komunikasi Interpersonal Mahasiswi
Bercadar dalam Membangun Relasi Sosial (Studi di Ma’had al-Jami’ah UIN
Mataram)”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan alam
sang revolusioner sejati Baginda Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan para
sahabatnya, yang telah membawa perubahan besar bagi seluruh umat manusia
khusunya umat Islam yaitu membawa umat manusia dari kungkungan kebodohan
moral kepada kekayaan moral dan intelektual.
Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bimbingan, arahan,
kritik, serta saran dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikannya skripsi
peneliti dengan baik. Maka pada kesempatan ini, peneliti akan menghaturkan
banyak terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Lalu Ahmad Zaenuri, Lc, MA, selaku Dosen Pembimbing I dan
Bapak Azwandi, S. Ag., M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
berkenan membimbing dengan keikhlasan dan kebijaksanaan untuk meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan pengarahan sehingga skripsi
dapat terselesaikan.
2. Bapak Najamuddin, S.TH., M.Si, selaku ketua jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Universitas Islam
ix
10
Negeri (UIN) Mataram sekaligus dosen wali yang telah membimbing dan
memberikan pengarahan selama perkuliahan dan proses penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Subhan Abdullah Acim, Lc, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FDIK) UIN Mataram.
4. Bapak Prof. Dr. H. Mutawalli, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Mataram.
5. Bapak dan Ibu dosen beserta staff akademik UIN Mataram yang telah banyak
membantu penulis selama melaksanakan studi.
6. Kepala Ma’had al-Jami’ah Uiniversitas Islam Negeri (UIN) Mataram Bapak
Drs. H. L. Ahmad Busyairy, MA, yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian pada unit lembaga yang dipimpinnya.
7. Para pengurus dan santri Ma’had al-Jami’ah yang telah berkenan memberikan
informasi kepada penulis serta membantu dan mempermudan penulis dalam
mendapatkan data di Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram.
Pada akhirnya peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum
mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun peneliti berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembacanya.
Aamiin Ya Rabbal’alamin.
Mataram, Juni 2020 Penulis
Aulia Umami
x
11
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
NOTA DINAS .............................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
ABSTRAK ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ........................................ 8
E. Telaah Pustaka ............................................................................ 9
F. Kerangka Teori ........................................................................... 11
1. Komunikasi .......................................................................... 11
2. Dinamika Komunikasi .......................................................... 12
3. Komunikasi Interpersonal ..................................................... 13
4. Teori Pengembangan Hubungan ........................................... 14
5. Teori Adaptasi ....................................................................... 14
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 90
A. Kesimpulan ................................................................................. 90
B. Saran ........................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
13
KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWI BERCADAR
DALAM MEMBANGUN RELASI SOSIAL DI MA’HAD AL-JAMI’AH
UIN MATARAM
Oleh Aulia Umami
NIM. 160301006
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komunikasi interpersonal mahasiswi bercadar dalam membangun relasi social di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, objek dari penelitian ini adalah mahasiswi bercadar yang tinggal di Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram. Peneliti mengamati apa penyebab mahasiswi menggunakan cadar, bagaimana interaksi sosial mahasiswi yang menggunakan cadar dalam membangun relasi dengan teman, kerabat yang ada di Ma’had Al-Jami’ah UIN mataram baik itu laki-laki maupun perempuan, serta apa saja hambatan yang di alami ketika berinteraksi. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis kualitatif-deskriptif. Data diperoleh dari wawancara, dokumentasi, dan observasi yang peneliti lakukan pada saat mahasiswi bercadar berkomunikasi, berinteraksi, beraktivitas, dan beradaptasi dengan teman-teman nya di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara bahwa mahasiswi yang menggunakan cadar tidak selalu menutup diri dengan lingkungan yang ada di sekitar nya. Bahkan di sisi lain, mahasiswi bercadar juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan tentunya bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Informan bercadar juga pernah mengalami kegagalan dan keberhasilan dalam membangun komunikasi dengan orang lain. Kegagalan berkomunikasi biasanya terjadi ketika mereka melawan hambatan psikologis yang menghalangi mereka seperti stigma masyarakat. Dalam temuan peneliti, ada satu informan yang belum konsisten dalam menggunakan cadar, dikarenakan adanya ketidaksetujuan keluarga dalam keputusan menggunakan cadar. Implikasi dari penelitian ini secara akademis adalah memperluas kekayaan teoritik terkait dengan hubungan komunikasi interpersonal dengan nilai-nilai serta keyakinan. Dalam tataran praktis, penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana mahasiswa bercadar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, sehingga dapat mengurangi stigma negatif dari masyarakat. Sebagai implikasi sosial, penelitian ini merekomendasikan kepada masyarakat agar lebih terbuka terhadap wanita bercadar khususnya mahasiswi yang berada di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram untuk menghindari terjadi nya konflik.
Kata Kunci: Komunikasi Interpersonal, Mahsiswi Bercadar, Relasi Sosial
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena wanita atau mahasiswi yang menggunakan cadar sudah
menjadi sesuatu yang banyak di jumpai di dalam masyarakat. Mereka terlihat
menjalankan rutnitas hariannya, misalnya seperti sedang menempuh pendidikan
di universitas, melakukan perdagangan dalam berbagai kegiatan sosial.
Penampilan yang tergolong minoritas seperti penggunaan cadar di dalam
masyarakat. Sehingga hal tersebut banyak mencuri perhatian bagi seseorang
yang melihatnya.2
Masyarakat memandang bahwa wanita bercadar lebih cederung
tertutup terhadap lingkungan sekitarnya. Kecuali di dalam komunitasnya. Maka
dari itu muncul prasangka yang ada di dalam masyarakat. Namun dengan
interaksi yang dilakukan oleh mahasiswi bercadar dalam ruang sosialnya dan
hal-hal positif yang dilakukan menjadikan masyarakat memiliki pandangan
positif terhadap mahasiswi bercadar. Jadi, tidak semua masyarakat menganggap
negatif mahasiswi bercadar.
Dalam proses interaksi, mahasiswi bercadar tidak terlepas dengan
hambatan dalam proses sosialisasi. Setiap individu tidak akan pernah terlepas
dalam berkomunikasi, dalam hal ini lebih kepada komunikasi interpersonal
yang juga sangat dipengaruhi oleh adanya persepsi interpersonal. Salah satu
2 Tanra, Indra, “Persepsi Masyarakat tentang Perempuan Bercadar”, Jurnal Equalibrium
Vol III No.1, Agustus 2015, h. 117
1
2
faktor penting dalam pembentukan persepsi intrpersonal adalah bentuk wajah.
Diantara berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah merupakan hal penting
dalam mengenali pesona.
Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi
interpersonal. Wajah dapat mengkomunikasikan seseorang tersebut minat
ataukah tidak dalam menjalin komunikasi. Dalam hal ini cadar atau penutup
wajah yang di pakai mahasiswi dalam mengaburkan salah satu petunjuk
penyampaian makna yang juga merupakan identitas seseorang tersebut.
Albert Mehrabian menyimpulkan bahwa sebanyak 7% komunikasi
dijelaskan secara gamblang melalui komunikasi verbal. Sedangkan 55% lebih
kepada pemahaman makna yang kita ambil. Sisanya adalah 38% dijelaskan
melalui komunikasi nonverbal. Hal ini menjelaskan bahwa kurang lebih 93%
pesan-pesan komunikasi yang kita lakukan dinilai dari bentuk komunikasi
nonverbal daripada dinilai melalui komunikasi verbal. Perilaku lebih memiliki
arti dari pada kata-kata. Hal itu dikarenakan komunikasi nonverbal lebih bisa
dipercaya daripada komunikasi verbal.3
Pada dasarnya komunikasi merupakan suatu yang sangat penting bagi
pembentukan dan pengembangan hubungan pribadi seorang individu dalam
melakukan interaksi sosial. Faktor lingkungan, khususnya orang-orang yang
ada disekitar dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif dalam
melakukan proses komunikasi. Berbagai fenomena mengenai stigma negatif
masyarakat terhadap wanita bercadar atas radikalisme keagamaan dan kesulitan
3Ibid., h. 35
3
dikenali atau kaburnya identitas karena tidak terlihatnya bentuk wajah.
Sehingga menghambat proses sosialisasi tersebut menghadapkan perempuan-
perempuan bercadar dengan berbagai macam permasalahan, baik masalah
internal maupun eksternal. Permasalahan juga datang dari mahasiswi bercadar
itu sendiri yang memisahkan diri dari masyarakat dan menyebabkan suatu
perpecahan.
Dalam kehidupan sosial mahasiswi bercadar pasti selalu menjalin
komunikasi dan akan selalu melakukan suatu interaksi sosial dengan
lingkungan. Interaksi sosial adalah salah satu faktor yang penting dalam
menjalin sebuah komunikasi dengan lingkungannya, interaksi yang baik akan
menghasilkan komunikasi yang baik pula dan apakah interaksi tersebut akan
diterima ataupun di tolak. Interaksi sosial adalah suatu hal yang dapat
mempengaruhi antara individu satu dengan yang lainnya yang mana ketika dua
orang saling bertemu dan berinteraksi maka akan menciptakan perubahan antar
keduanya karena mereka melakukan suatu komunikasi dan bahkan dapat
merubah sikap, pemikiran dari individu lain.
Dalam berinteraksi di kehidupan sosial pasti akan menemukan suatu
hambatan dalam berkomunikasi. Selain hambatan dalam berkomunikasi karena
kurangnya pesan nonverbalterdapat juga stereotipe yang menghambat suatu
komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswi bercadar. Stereotipe yang diberikan
oleh masyarakat juga berpengaruh terhadap mahasiswi bercadar yang menjalin
komunikasi. Stereotipe merupakan bentuk negatif dari prasangka. Prasangka
4
datang dari kategorisasi yang diberikan oleh berbagai informasi yang terjadi
pada diri individu.
Prasangka terjadi ketika seseorang memiliki pandangan yang sama
terhadap sekelompok orang atau sesuatu yang di dasari dengan kejadian faktual.
Sebagaimana fenomena yang terjadi di ma’had al-jami’ah UIN Mataram, yang
sebagian mahasiswi lainnya menyebut mahasiswi bercadar sebagai perempuan
ninja, akibat pakaian yang terlalu besar. Hal inilah yang menjadikan mahasiswi
bercadar minder untuk menjalin komunikasi dengan mahasiswi lainnya.
Prasangka negatif ini juga timbul akibat salah seorang mahasiswi bercadar yang
sering menyendiri, enggan untuk bersosialisasi atau sekedar tegur sapa dengan
teman lainnya di ma’had al-jami’ah. Ada juga mahasiswi bercadar yang
memiliki keperibadian yang tidak sesuai dengan penampilannya yang anggun
dan syar’i. Mahasiswi tersebut memiliki kebiasaan buruk yang tidak di sukai
oleh mahasiswi lainnya yaitu kebiasaan panjang tangan suka mengambil
sesuatu tanpa sepengetahuan pemiliknya. Namun di samping itu juga, ada
mahasiswi bercadar yang memiliki keperibadian yang humble terhadap orang-
orang yang berada di sekitarnya.
Sebagaimana fenomena yang sudah di jelaskan, terdapat hal menarik
penelitian ini di lakukan. Dari permasalahan yang muncul maka menarik untuk
mengetahui bagaimana sebenarnya komunikasi interpersonal yang dilakukan
oleh mahasiswi bercadar dalam membangun relasi sosial. Bagaimana mereka
menghadapi permasalahan seperti motivasi dan hambatan dalam
5
berkomunikasi. Rumusan masalah ini akan di jawab dan di analisis dengan teori
pengembangan hubungan.
Alasan memilih mahasiswi bercadar adalah karena mahasiswi bercadar
di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram termasuk kelompok minoritas yang
pastinya akan berpengaruh dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
orang-orang di sekitar mereka. Kemudian komunikasi interpersonal yang
dilakukan tidak hanya akan di lihat dari hambatan. Namun juga melihat
bagaimana pengembangan hubungan, motivasi dan keterbukaan terhadap
orang-orang yang berada di sekitarnya.
Saat ini penggunaan cadar masuk pada ranah perguruan tinggi yang
menjadi sasaran utama adalah mahasiswi, perubahan yang di alami dan
dirasakan berawal dari lingkungan yang baru dikenalnya, terlebih lagi di
lingkungan ma’had al-jami’ah UIN Mataram.Dari awalnya tidak menggunakan
cadar sampai mengambil keputusan untuk menggunakan cadar.
Peneliti melihat kejadian ini sebagai suatu kejadianyang di alami oleh
mahasiswa bercadar di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram. Sehingga adanya
perbedaan dari mahasiswa bercadar dalam menjalin komunikasi dengan
lingkungan masyarakat. Hal tersebut tentunya memiliki pengaruh yang kuat
terhadapdinamika komunikasi interpersonal mahasiswa bercadar dalam
membangun relasi sosial di lingkungan ma’had al-jami’ah UIN Mataram.
Dinamika diartikan sebagai perubahan secara terus menerus yang berlaku di
dalam masyarakat yang dapat menimbulkan terjadinya perubahan dalam
kehidupan masyarakat.
6
Untuk mengetahui lebih dalam komunikasi interpersonal mahasiwi
bercadar dalam membangun relasi sosial di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah,
dalam hal ini peneliti memnggunakan metode deskriptif kualitatif sebagai
metode yang tepat untuk menggambarkan dan mengetahui berkaitan dengan
pengalaman mahasiswa bercadar dalam membangun relasi sosial dengan
lingkungan khususnya di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN
Mataram.Berdasarkan latar belakang diatas penelitian yang telah di lakukan
oleh peneliti dengan judul “Komunikasi Interpersonal dalam membangun
Relasi Sosial di Lingkungan Ma’had Al-Jami’ah Universitas Islam Negeri
Mataram.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, tentu ini
menjadi bahan penelitian untuk mengetahui bagaimana cara menyelesaikan
suatu permasalahan komunikasi bagi mahasiswa bercadar. Sehingga dapat
dirumuskan fokus permasalahan dalam penelitian ini terfokus pada :
1. Bagaimana komunikasi interpersonal Mahasiswi Bercadar dalam
membangun relasi sosial di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram?
2. Apa saja motivasi dan hambatan yang di alami oleh mahasiswi bercadar
dalam membangun relasi sosial di lingkungan Ma’had al-Jami’ah UIN
Mataram ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
7
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
a. Untuk menggambarkan komunikasi Interpersonal Mahasiswi Bercadar
dalam membangun relasi sosial di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN
Mataram.
b. Mengetahui apa saja motivasi dan hambatan yang di alami oleh
mahasiswi bercadar ketika berinteraksi di lingkungan Ma’had Al-
Jami’ah UIN Mataram.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yang diharapkan berguna untuk pengembangan
pendidikan Islam. Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
1) Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan,
2) Menambah refrensi di jurusan komunikasi dan penyiaran islam,
3) Dapat mempelajari bagaimana proses komunikasi interpersonal
mahasiswi bercadar dalam menjalin relasi sosial di lingkungan
Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram..
b. Secara Praktis
1) Bagi pembaca, guna untuk memberikan informasi atau gambaran
lebih jelas berkaitan tentang bagaimana Komunikasi Interpersonal
Mahasiswi Bercadar dalam membangun relasi sosial di Ma’had Al-
jami’ah UIN Mataram.
8
2) Bagi peneliti, mampu memahami dan memaknai setiap proses
pembuatan proposal serta mempelajari komunikasi interpersonal
mahasiswi bercadar dalam membangun relasi sosial di lingkungan
Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram.
3) Bagi masyarakat, agar lebih terbuka terhadap wanita bercadar
khususnya mahasiswi yang berada di lingkungan Ma’had Al-
Jami’ah UIN Mataram untuk menghindari terjadi nya konflik.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari pembahasan yang keluar dari fokus penelitian,
maka cakupan dan batasan dalam penelitian ini hanya membahas hal-hal
yang terkait dengan fokus penelitian yang sudah dikemukakan sebelumnya
yakni komunikasi interpersonal mahasiswi Bercadar dalam membangun
relasi sosial di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram.
Dalam penelitian ini untuk menghindari perbedaan persepsi perlu
diberikan ruang lingkup dan batasan penelitian sebagai berikut :
a. Objek Penelitian
Objek penelitiannya terfokus pada komunikasi interpersonal
mahasiswi bercadar dalam membangun relasi sosial di lingkungan
Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitiannya yaitu mahasiswi di Ma’had Al-Jami’ah
UIN Mataram.
9
c. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian berada di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram
Kampus II, Jln. Gajah Mada Nomor 100, Jempong Baru, Mataram.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka ini berisi tentang uraian singkat dan sistematis tentang
penelitian terdahulu.Untuk melihat sejauh mana penelitian yang berkaitan
dengan penelitian ini pernah diteliti sebelumnya sehingga peneliti tidak
melakukan plagiasi.Setelah peneliti mencari dan membaca skripsi dan buku-
buku komunikasi yang ada di perpustakaan UIN Mataram. Peneliti belum
menemukan skripsi yang membahas tentang Interaksi Komunikasi
Interpersonal Mahasiswi Bercadar dalam Membangun Relasi Sosial di
lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram, sehingga peneliti berinisiatif
untuk mencari refrensi skripsi dan jurnal dari Universitas yang berbeda tentunya
yang berkaitan dengan fokus permasalahan yang peneliti angkat.
Namun, terdapat perbedaan antara skripsi yang peneliti baca dengan
skripsi yang di teliti oleh peneliti. Oleh karena itu, peneliti akan mempertegas
perbedaan antara fokus permasalahan yang di bahas pada skripsi-skripsi
sebelumnya dengan fokus permasalahan yang akan diteliti.
1. Skripsi yang pertama berjudul “Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar
(Studi Deskriptif Kualitatif Kounikasi Intrapersonal Pengguna Cadar pada
Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa). Skripsi ini membahas
10
tentang penggunaan cadar mahasiwi STAI As-Sunnah melalui Komunikasi
Intrapersonal dengan beberapa tahapan yakni sensasi, persepsi, dan cara
berfikir.4 Berbeda dengan penelitian yang diangkat oleh peneliti tentang
komunikasi interpersonal. Namun yang menjadi kesamaannya disini adalah
melalui tahapannya yaitu sensasi, persepsi, dan cara berfikir.
2. Skripsi yang kedua berjudul “Jiwa-Jiwa Tenang Bertabir Iman: Studi
Fenomenologi Mahasiswi Bercadar Di Universitas Negeri Umum Kota
Yogyakarta”. Skripsi ini membahas tentang pro kontra terhadap
penggunaan cadar yang digunakan oleh para mahasiswa dengan melihat
fenomena dari pengalaman hidup 4 orang mahasiswi bercadar di
Universitas Negeri Umum Kota Yogyakarta.5Yang menja,.di perbedaan
dari skripsi yang peneliti angkat adalah subjek penelitian dan lokasi
penelitian serta teori komunikasi interpersonal. Adapun persamaan dengan
judul skripsi yang peneliti angkat, ialah penelitidapat mengambil
pengajaran dan pelajaran tentang bagaimana seorang mahasiswa bercadar
menghadapi pro kontra di kalangan masyarakat, khususnya di lingkungan
Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram.
3. Skripsi yang ketiga berjudul “ Penyesuaian Diri Muslimah Bercadar (Studi
Fenomenologi Muslimah Bercadar di Majelis Taklim Al-Hikmah). Skripsi
ini membahas tentang kendala dan hambatan komunikasi muslimah
4Hanna Dwi Ayu Sahfitri, “Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar“ (STAI As-
Sunnah Tanjung Morawa), Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Mei 2013, h. 1.
5Dwi Retno Cahya Ningrum, Dinie Ratri Desiningrum, “Jiwa-Jiwa Tenang Bertabir Iman”, Fakultas Psikologi, Jurusan ilmu psikologi Komunikasi, (Universitas Diponegoro), Vol.7, Nomor 3, Agustus 2017, h. 278.
11
bercadar dalam pergaulan sosial karena keterbatasan kesempatan mengenal
dan dikenal oleh orang lain.6 Berbeda dengan skripsi yang peneliti angkat
terfokus pada komunikasi Interpersonal mahasiswi bercadar dalam
membangun relasi sosial di lingkungan Ma’had Al-Jamiah UIN Mataram.
Adapunskripsi ini memiliki persamaan dengan judul yang peneliti angkat,
yakni berkaitan dengan komunikasi interpersonal mahasiswi bercadar dan
keterbatasan dan hambatan ketika berkomunikasi. Sehingga sangat
membantu peneliti dalam mengembangkan penelitian.
F. Kerangka Teori
1. Komunikasi
Pengertian komunikasi secara etimologis di adopsi dari bahasa
inggris yaitu “communiccation”. Istilah ini berasal dari bahasa latin
“communiccare/catio” yang bermakna membagi sesuatu dengan orang lain,
memberikan sebagian untuk seseorang, tukar-menukar, memberitahukan
sesuatu kepada seseorang, bertukar pikiran, berhubungan dan lain
sebagainya.7
Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian tersebut jelas
bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang
menyatakan sesuatu kepada orang lain. Sedangkan pengertian komunikasi
secara paradigmatis mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara
6Raditha Amalia,“Penyesuaian Diri Muslimah Bercadar”(Universitas Lampung),
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Komunikasi, Maret 2018, h.1. 7 Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Jakarta:Kanisius,2003), h. 1.
12
lisan, secara tatap muka, atau melalui media, baik media elektronik maupun
cetak. Maka dapat ditarik garis besar bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi
tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung
secara lisan maupun tidak langsung melalui media.8
2. Dinamika Komunikasi
Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan,
selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai
terhadap keadaan.Perilaku manusia merupakan produk dari interaksi atau
dinamika pikiran dan perasaan sadar dengan tidak sadar dalam diri personal.
Dinamika komunikasi merupakan seperangkat cara, fungsi,
keinginan dan pemahaman yang berlaku dalam suatu sistem masyarakat
yang bersifat berkesinambungan. Sedangkan kata interpersonal merujuk
pada arti antar pribadi yang melibatkan dua orang atau lebih. Dinamika
komunikasi interpersonal merupakan serangkaian atau seperangkat sistem
yang berlaku dalam suatu sistem yang bersifatterus menerus, sehingga hal
tersebut menimbulkan sebuah hubungan yang disebut hubungan
interpersonal. Hubungan interpersonal dalam konteks dinamika
interpersonal sebagaimana dijelaskan dalam buku yang berjudul
Komunikasi Interpersonal menjelaskan bahwa adanya sejumlah model
8 Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, (Jakarta: Rosada, 1999),
h. 4-5.
13
dalam hubungan- hubungan interpersonal yaitu model pertukaran sosial,
model peranan, model permainan dan model interaksional.9
3. Komunikasi Interpersonal
Di dalam bukunya Edi Harapan yang berjudul Komunikasi
Antarpribadi Perilaku Insani dalam Organisasi Pendidikan, John Steward
dan Gary D‘Angelo memandang komunikasi antar pribadi (interpersonal)
berpusat pada kualitas komunikasi yang terjalin dari masing-masing
pribadi. Partisipan berhubungan satu sama lain sebagai seorang pribadi yang
memiliki keunikan, mampu memilih, berperasaan, bermanfaat dan
merefleksikan dirinya sendiri dari pada sebagai objek atau benda dalam
berkomunikasi. Seseorang dapat bertindak atau memilih peran sebagai
komunikator ataupun sebagai komunikan.10
Komunikasi antar pribadi (interpersonal) adalah suatu cara dalam
membangun hubungan antara individu satu dengan individu yang lain.
Komunikasi yang terjalin meliputi pesan verbal maupun nonverbal. Pada
konteks komunikasi interpersonal, individu membangun hubungan dengan
orang lain yang disebut dengan hubungan interpersonal. komunikasi
interpersonal melahirkan sebuah hubungan dengan individu lain yang
dinamakan hubungan interpersonal. Maka komunikasi interpersonal dalam
9Aminullah, “Dinamika Intrapersonal dan Dinamika Interpersonal”, dalam
http://kajianpsikologi.guruindonesia.net/artikel diakses pada 03 Desember 2018, pukul 19.05. 10 Edi, Harapan, Komunikasi Antarpribadi Perilaku Insani dalam Organisasi Pendidikan,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), h. 4. Ibid, h. 4.
Kepala Ma’had : Drs. H. L. Ahmad Busyairy, MA. Sekretaris : Wirawan Jamhuri, M.Pd.I. Pengasuh Mabna Ibnu Rusyd : Ahmad Zohdi, M.Pd.I. Pengasuh Mabna Ibnu Sina : Ramdan, S.Pd.
Mudabbr Bid. Pendidikan : 1. M. Irham Jaelani 2. Madian Fitri Salma 3. Sahadatin Husna
Sumber : Dokumentasi, Map Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram
Tabel.2.2 : Jumlah Personalia Pengurus Ma’had al-Jami’ah Tahun 201935
No. Jabatan Jumlah 1 Kepala Ma’had 1 Orang 2 Sekretaris 1 Orang 3 Pengasuh Mabna 2 Orang 4 Mudabbir Bidang Pendidikan dan Seni 3 Orang 5 Mudabbir Bidang Ubudiyah 2 Orang 6 Mudabbir Bidang Administrasi 1 Orang 7 Mudabbir Bidang Perlengkapan 2 Orang 8 Mudabbir Bidang Kebersihan 3 Orang
JUMLAH TOTAL 15 Orang Sumber : Arsip Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram
6. Sarana dan Prasarana Ma’had Al-Jami’ah
Ma;had al-Jami’ah merupakah lembaga pendidikan yang berdiri di
bawah naungan UIN Mataram. Untuk mendukung proses pembelajaran di
Ma’had al-Jami’ah maka Ma’had menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai
berikut:
a. Mabna Ma’had
Mabna Ma’had merupakan tempat pemondokan bagi
mahasantri yang tinggal di Ma’had. Adapun di Ma’had al-Jami’ah UIN
Mataram dibagi menjadi dua yaitu Mabna Ibnu Rusydi yang merupakan
asrama untuk mahasantri putri yang terdiri dari 4 lantai dan Mabna Ibnu
35Dokumentasi, Arsip Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram, 18 Oktober 2019.
43
Sina yang merupakan asrama bagi mahasantri putra yang terdiri dari 3
lantai.36
b. Sarana Penunjang
Keberadaan sarana penunjang dimaksudkan untuk menunjang
kegiatan mahasantri baik itu kegiatan yang bersifat akademik atau
kegiatan keseharian mahasantri. Secara umum sarana penunjang dibagi
ke dalam 2 kategori yaitu:
1) Sarana Penunjang Akademik
a) Mushalla
b) Aula Ma’had
c) Kelas Pembelajaran
2) Sarana Penunjang Lainnya
a) Ruangan kantor
b) Sekretariat
c) Kantin
d) Hotspot Area
e) Sport Center
f) Parkiran
g) Dapur umum37
7. Keadaan Mahasantri dan Tenaga Pengajar (Muallim)
Umumnya, mahasantri di Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram adalah
Informandi dalam penelitian ini adalah mahasiswi bercadar yang tinggal
di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram dari berbagai fakultas dan jurusan di UIN
Mataram.Peneliti memilih informan dari berbagai jurusan untuk mendapatkan
temuan yang variatif.
Selama melakukan penelitian, penulis mendapatkan data dari beberapa
informan yang memiliki latar belakang pendidikan SD, SMP, SMA yang
berbeda diantaranya adalah sekolah negeri umum dan sekolah yang berbasis
islam seperti pondok pesantren. Dengan mendapatkan informasi dari informan
yang berbeda-beda diharapkan dapat memberikan data yang lebih lengkap
mengenai komunikasi interpersonal dan apa yang melatarbelakangi informan
menggunakan cadar. Profil mengenai individu yang menjadi informan di dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.5
Tabel 2.5 Identitas Informan Mahasiswi Bercadar
No. Nama Informan Jurusan Angkatan Jumlah 1. ES (Eva Sopiana) Ilmu Qur’an dan
Tafsir (IQT) 2019 1
2. WN (Wiwin Nurfiani)
Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
2017 1
3. AF (Ainul Fitri) Pendidikan Agama Islam (PAI)
2017 1
4. Mila Hariyati Tadris Matematika 2017 1
5. Aulia Iswaratama Sosiologi Agama (SA) 2018 1
48
6. Egi Erianti Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah(PGMI)
2016 1
Total Informan 6 Sumber : Observasi di Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram
Penjelasan mengenai informan yang ada pada tabel dapat dilihat pada
penjelasan selanjutnya
1. Informan 1
Es adalah seorang mahasiswi jurusan Ilmu Qur’an dan Tafsir (IQT)
Fakultas Ushuluddin dan Agama (FUSA).Es adalah mahasiswi angkatan
2019.Es adalah mahasiswi yang telah bercadar selama kurang lebih 3
tahun.Es berasal dari desa Lajut, Praya Tengah.Informan ini berasal dari MI,
MTs, dan MAN. Jadi, bisa dikatakan dari sekolah informan memiliki basic
pendidikan yang berbasis islam secara mendalam. Namun, Es sudah
menggunakan cadar sejak kelas 2 Aliyah (SMA) sampai di bangku
perkuliahan saat ini.
2. Informan 2
WN adalah seorang mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
(PBA) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK).Informan ini adalah
mahasiswi angkatan 2017.Informan WN adalah mahasiswi yang mulai
menggunakan cadar selama kurang lebih 2 tahun.Informan berasal dari
Dompu. Dan riwayat pendidikan WN dari SD, SMP, dan SMA. Jadi, bisa
dikatakan sekolah informan tidak memiliki basic pendidikan berbasis islam
secara mendalam. Hal yang membuat informan ini akhirnya mantap untuk
memilih menggunakan cadar, karena sering melihat perempuan bercadar
49
(serasa aman dan nyaman), terlebih lagi informan memiliki kepribadian
yang tidak suka dilihat apalagi dengan lawan jenis. Kemudian WN
berpendapat bahwa dengan memakai cadar, dapat membantu lawan jenis
untuk lebih menjaga pandangannya karena yang dirinya ketahui bahwa
perempuan adalah perhiasan dunia, sesederhananya seorang perempuan
pasti ada saja hal yang menarik di mata laki-laki. Jadi, seiring berjalannya
waktu informan mencari tahu hukum cadar dan mengambil sunnahnya.
3. Informan 3
AF adalah seorang mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK).Informan ini adalah
mahasiswi angkatan 2017.Informan ini adalah mahasiswi yang telah
menggunakan cadar selama kurang lebih 3 tahun.Hal yang membuat
informan ini akhirnya menggunakan cadar karena menurutnya memakai
cadar merupakan bentuk kesadaran sendiri yang menjadikan cadar sebagai
pembuktian bahwa sebagai sosok muslimah yang memiliki prinsip dan
komitmen dalam menjaga fitrah dari pandangan laki-laki.Karena
menurutnya seorang perempuan yang menjadi faktor utama yang membuat
laki-laki tidak bisa menundukkan pandangannya dikarenakan penampilan
atau wajah yang cantik.Informan AF juga menepis bahwa cadar sering
dikatakan orang-orang yang mengikuti trend atau model tapi memang betul-
betul karena Allah dan cadar baginya adalah salah satu bentuk penjagaan
Allah terhadap dirinya.Alasan tersebut juga dibarengi dengan ilmu yang
telah di dapatkannya selama tinggal dan belajar di Ma’had Al-Jami’ah UIN
50
Mataram.
4. Informan 4
Mila Hariyati adalah seorang mahasiswi jurusan Tadris
Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK). Mila Hariyati berasal
dari Wanasaba, Lombok Timur. Informan ini adalah mahasiswi angkatan
2017. Informan ini adalah salah satu mahasiswi yang tidak menggunakan
cadar. Namun berteman baik dengan salah satu mahasiswi bercadar yang
tinggal di ma’had al-jami’ah UIN Mataram.
5. Informan 5
Aulia Iswaratama merupakan mahasiswi jurusan Sosiologi Agama
(SA), semester 5, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama (FUSA) yang
berasal dari Aik Mel, Lombok Timur. Aulia mulai tinggal di ma’had sejak
tahun 2017 dan akan memasuki tahun ke tiga. Informan ini salah satu
mahasiswi yang tidak menggunakan cadar, namun sering mengamati
mahasiswi yang menggunakan cadar.
6. Informan 6
Egi Erianti adalah salah satu ustadzah di ma’had al-jami’ah UIN
Mataram yang telah menetap di ma’had al-jami’ah selama 4 tahun. Dan
seringkali mengamati mahasiswi bercadar tiap tahunnya. Informan ini
berasal dari Lembah Sempaga, Narmada, Lombok Barat. Saat ini Egi Erianti
sedang menempuh pendidikan terakhir di jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyyah (PGMI), Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK).
51
C. Komunikasi Interpersonal Mahasiswi Bercadar dalam membangun Relasi
Sosial di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram
Beberapa faktor penyebab yang mendasari terbentuknya struktur konsep
diri dari informan yang bercadar diantaranya syari’at agama, teman sebaya
lawan jenis dan penampilan fisik.
1. Syari’at Agama
Dari dalil-dalil yang menyebutkan mengenai kewajiban perempuan
muslimah menutup seluruh anggota badannya menjadi landasan utama bagi
para informan untuk mengambil keputusan menutup seluruh tubuhnya
termasuk wajahnya.
Hal yang sependapat disampaikan oleh informan ES, yang bercerita
tentang alasan petama kali dirinya menggunakan cadar, karena baginya
bercadar adalah syari’at Islam yang hanya menimbulkan dua perbedaan
pendapat dari kalangan ulama yaitu wajib dan sunnah, informan
mengatakan :
“menurut sepengetahuan saya, cadar adalah sebuah syari’at islam, yang memiliki dua perbedaan pendapat yaitu wajib dan sunnah. Kita ketahui bahwa wajib bila dikerjakan akan mendapat pahala, kalau sunnah dikerjakan mendapat pahala, tidak dikerjakan juga tidak apa-apa. Jika sudah diberikan kesempatan untuk mendapat pahala, kenapa tidak kita jalani saja”.41 Selain karena syari’at yang membuat ES memutuskan untuk
bercadar, ES kembali mendalami terlebih dahulu tentang pakaian
41 Eva Sopiana, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
52
bercadar.Selain itu yang membuat ES menggunakan cadar berkat dorongan
seorang perempuan di pondok pesantren yang selalu memberikan dukungan
kepada ES.Sampai saat ini ES merasa sangat aman dan terlindungi setelah
menggunakan cadar.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh informan WN, bahwa
awal mulanya saat WN merasakan perasaan tidak nyaman ketika lawan
jenis menatap dirinya, sehingga terlihat jelas perbedaan yang dirasakan
ketika menggunakan cadar dan setelah menggunakan cadar.
“Saya merupakan salah satu mahasiswa yang sangat ekspresif di kelas. Jadi ketika saya berbicara, kemudian ada seseorang yang memperhatikan saya, entah itu perempuan atau laki-laki, terlebih lagi jika proses pengajian di Ma’had berlangsung. Tentu saja saya sangat risih dengan mereka.Hal ini saya rasakan ketika saya mulai masuk di Ma’had dan berada di kampus.Selain itu, saya juga ingin membantu saudara saya untuk lebih berhati-hati dalam menjaga pandangan.Karena yang saya ketahui bahwa perempuan merupakan perhiasan dunia, sesederhananya perempuan pasti ada saja hal-hal yang menarik bagi laki-laki.Jadi, seiring berjalannya waktu saya mencari tahu hukum memakai cadar dan mengambil yang sunnahnya.”42
Dari pernyataan yang di sampaikan oleh informan WN bahwa
dirinya memiliki keperibadian yang seringkali merasa risih jika di pandang
oleh orang lain terlebih teman lawan jenis. Hal ini dirasakannya setelah
masuk ma’had. Oleh karena itulah dirinya mulai menggunakan cadar. Di
samping melindungi diri dengan cara menutup aurat, juga dapat membantu
teman lainnya untuk berhati - hati dan lebih menjaga pandangan.
42 Wiwin Nurfiani, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
53
Berbeda dengan AF yang mencari tahu tentang hukum penggunaan
cadar dengan membaca hadist, entah itu yang menganjurkan menjadi wajib
ketika wajahnya bisa saja menimbulkan fitnah.Kemudian bertanya dengan
ustadzah yang terlebih dahulu menggunakan cadar.AF juga sering
mengikuti pengajian di Ma’had al-Jami’ah dan berdiskusi dengan ustadz
tentang hukum menggunakan cadar, guna menambah wawasan dan
keimanan. WN juga menekankan bahwa awal mula dirinya menggunakan
cadar bukan semata karena keikutsertaan atau mengikuti trend saat ini,
melainkan murni atas kemauan dari dirinya sendiri, informan ini
mengatakan :
“ketika kita ingin memulai sesuatu. Akan lebih bagus jika kita memulainya dengan dasar ilmu yang telah kita pelajari, karena ketika kita memiliki ilmu tentang sesuatu hal yang akan kita mulai, kita bisa mempertahankan pendapat kita sendiri ketika dihadapkan oleh suatu masalah. Dengan ilmu yang telah saya pelajari inilah yang memantapkan keputusan saya untuk memakai cadar”.43
Dari penyampaian yang di sampaikan oleh informan AF dapat di
simpulkan bahwa setiap berpendapat atau mengambil keputusan haruslah di
dasari dengan ilmu yang sebelumnya telah di pelajari. Karena jika seseorang
memiliki landasan, maka akan mudah mempertahankan pendapat ketika di
hadapkan dengan suatu permasalahan. Oleh karena itu, dirinya memiliki
dasar yang kuat ketika pertama kali mengambil keputusan dalam
menggunakan cadar.
2. Teman Sebaya Lawan Jenis
43 Ainul Fitri, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
54
Faktor lain yang menjadi dasar dalam pembentukan konsep diri
untuk bercadar selanjutnya adalah faktor hubungan dengan teman sebaya
baik itu sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Peneliti menganggap
faktor teman sebaya atau lawan jenis (Peers Self Concept) dianggap sangat
penting di dalam proses pembentukan konsep diri dalam penggunaan cadar.
Dalam proses wawancara yang dilakukan kepada informan ES yang
sudah menggunakan cadar saat masih duduk di bangku Aliyah (SMA).
Setiap hari ES harus berhadapan dengan teman-teman baik itu laki-laki
maupun perempuan, ketika berhadapan dengan teman laki-lakinya, ES
selalu merasa malu saat seorang teman laki-laki menatap wajahnya.
Sehingga proses interaksi dengan lawan jenis terasa kaku dan tidak efektif.
Oleh karena itulah ES berniat untuk memakai cadar.Setelah menggunakan
cadar, ES merasakan ketenangan dan kenyamanan ketika berkomunikasi
dengan lawan jenis. Informan ES merasa cadar bisa menjadi tameng
pelindung bagi dirinya dari rasa malu dan canggung saat berkomunikasi
dengan laki-laki.Hal ini juga dapat membantu para lelaki untuk lebih
menjaga pandangannya.
”sebelum bercadar, saya merasa kaku ketika berhadapan dengan teman laki-laki yang hendak berkomunikasi dengan saya, akan tetapi setelah saya menggunakan cadar saya merasa seperti membawa tameng kemanapun saya pergi. Jika kita tidak bisa mengajak orang untuk menundukkan pandangannya selain kepada mahramnya, setidaknya kita bisa membantu mereka untuk menahan pandangannya”.44
44 Eva Sopiana, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
55
Dalam proses wawancara yang dilakukan kepada informan WN
menyatakan bahwa alasan yang membuat dirinya mantap untuk
menggunakan cadar. Karena merasa tidak nyaman dan risih ketika laki-laki
yang bukan muhrim menatapnya. Hal tersebut bukan berarti informan WN
tidak percaya diri akan wajah yang dimilikinya. Akan tetapi ketidak
nyamanan nya lebih mengarah kepada pandangan laki-laki yang
memandangnya dengan penuh hasrat dan hawa nafsu.Karena alasan itulah
WN memutuskan untuk menggunakan cadar. Karena dengan bercadar
dirinya merasa lebih disegani oleh teman laki-lakinya dan mereka lebih
menghormati informan WN ketika berkomunikasi.
”disaat kita berkomunikasikita harus memperhatikan siapa lawan bicara, jika itu laki-laki.Maka, bicaralah seperlunya, saya melihat siapapun laki-laki yang menjalin komunikasi dengan saya, pasti menjaga jarak dan lebih berhati-hati dalam berbicara. Sebenarnya laki-laki memang harus berperilaku seperti itu meskipun berbicara dengan perempuan lain yang tidak menggunakan cadar.45 Begitu juga menurut AF, membatasi dan menutup kecantikan diri
dari kaum adam adalah tujuan utama mengapa mereka memutuskan untuk
memakai cadar. Dengan membentuk konsep diri wanita bercadar, kaum
adam yang biasanya lebih bebas dalam menatap dan berkomunikasi dengan
informan kini lebih membatasi dirinya ketika berbicara. Dan memang di
dalam syari’at dibatasi antara laki-laki dan perempuan. Berikut kutipan
wawancara dengan informan AF:
“secara khusus alasan pertama saya menggunakan cadar adalah bentukkesadaran dari diri saya sendiri yang menjadikan cadar
45 Wiwin Nurfiani, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
56
sebagai bukti bahwa kita sebagai sosok muslimah, wanita, terlebih mahasiswi UIN yang tiggal di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram memiliki prinsip dan komitmen dalam menjaga fitrah dari pandangan laki-laki dan justru kaum wanitalah yang membuat laki-laki tidak bisa menundukkan pandangan di karenakan penampilan atau wajah yang cantik. Demikianlah pembuktian saya di hadapan Allah swt, yang dimana cadar bukan seperti yang sering dikatakan oramg bahwa cadar hanya sebagai model atau trend.Tetapi memang benar-benar karena Allah.Karena dengan menggunakan cadar adalah suatu bentuk penjagaan Allah terhadap hambanya”.46
Berdasarkan hasil proses wawancara secara mendalam yang
dilakukan terhadap ketiga informan secara umum selalu mengkaitkan
keputusan bercadar untuk “membatasi diri dari kaum laki-laki” dan
“menjaga pandangan laki-laki” serta“pengaruh dari teman-teman wanita
yang sudah terlebih dahulu menggunakan cadar”. Atas dasar inilah
dianggap sangat penting oleh peneliti.
3. Penampilan Fisik
Penampilan fisik dengan menggunakan cadar merupakan bentuk
aktual yang di tampilkan oleh para informan yang ada di dalam penelitian
ini. Dapat kita ketahui jumlah mahasiswi di Ma’had Al-jami’ah UIN
Mataram masih terbilang sedikit, masih saja ada yang mengira mahasiswi
bercadar dianggap kurang menjalin komunikasi dan lebih mengedepankan
kepentingan sendiri dengan cara menutup diri, akan tetapi pola pikir yang
seperti itu tidak benar, berdasarkan hasil wawancara dari ketiga informan,
peneliti memperoleh informasi bahwa dengan menggunakan cadar, mereka
ingin menceritakan tentang kepribadian mereka bahwa wanita merupakan
46 Ainul Fitri, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
57
perhiasan yang harus di jaga dan di lindungi, agar terjaga dari orang-orang
yang tidak memiliki hak, selain itu para informan juga berpendapat bahwa
wanita memiliki kecantikanmasing-masing yang harus di tutup dan dibatasi
dari pandangan lawan jenis yang bukan muhrim. Berikut kutipan jawaban
dari ES :
“sebenarnya tidak ada hubungan antara jilbab dan cadar yang saya pakai dengan akhlak, karena keduanya memang berbeda. Akan tetapi bagi diri saya pribadi lebih menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sehingga perubahan yang saya dapatkan setelah meggunakan cadar membuat saya merasa lebih nyaman dan memacu saya untuk lebih mendalami ajaran agama islam”.47 Berdasarkan jawaban dari informan ES bahwasanya dengan
informan menggunakan cadar, informan ES merasa lebih aman dan
nyaman, serta memacu dirinya untuk lebih giat dalam menjaga perilaku
sesuai dengan anjuran agama islam. Dan informan pun menegaskan bahwa
tujuan dirinya menggunakan cadar adalah untuk menutupi kecantikan yang
dimiliki wanita agar terlindungi dari pandangan lawan jenis yang bukan
mahram, sehingga informan ES selalu berusaha untuk menjaga dirinya dan
cadarnya.
Hal yang senada juga disampaikan oleh informan WN dari
mulaiukuran, warna sampai dengan bentuknya sudah diatur dengan sangat
jelas dalam Islam. Berikut kutipan jawaban informan WN :
“kita menjalani kehidupan pasti memiliki aturan. Semua yang akan kita lakukan telah di ajarkan oleh Rasulullah saw, terlebih lagi di dalam agama Islam. Karena Islam adalah agamayang sempurna.Dari kita mulai bangun tidur sampai kita tidur lagi, semua ada aturan dan
47 Eva Sopiana, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
58
tuntunannya.sama halnya dengan diri kita.Selama saya menggunakan cadar, saya merasa terjaga ketika saya berjalan sendiri. Lawan jenis lebih menghormati saya. Sebetulnya harus seperti itu meskipun degan wanita yang tidak menggunakan cadar”.48 Berdasarkan penjelasan yang di sampaikan oleh informan WN dapat
di ketahui mengapa penampilan fisik(Physical Appearance) yang mereka
tampilkan lebih kepada membuat dirinya lebih terjaga, aman dan
nyamandari setiap kegiatan yang dilakukan. Informan WN juga
menegaskan bahwa hidup memiliki aturan begitupun dengan penggunaan
jilbab ataupun cadar sudah di atur di dalam syari’at agama islam.
Begitu juga dengan informan AF, selama dirinya menggunakan
cadar lebih terasa aman, nyaman, dan lebih percaya diri.
“cadar memiliki image tersendiri dimata orang awam. Mereka mengatakan bahwa wanita bercadar itu pasti baik, tidak dzalim, rajin beribadah, dan sebagainya.Nah, secara tidak langsung ketika kita memutuskan untuk bercadar, maka image itu melekat terhadap diri kita dan kita tidak ingin image tersebut rusak hanya karena akhlak.Sehingga, cadar menjadikan kita lebih berhati-hati lagi dalam bersikap. Jadi, usahakanlah sebelum menggunakan cadar kita harus membekali diri dengan ilmu dan memahami ilmunya”49
Berdasarkan hasil wawancara oleh informan AF bahwasanya
penampilan seseorang mencerminkan keperibadiannya. Perubahan
penampilan juga harus diiringi dengan perubahan sikap dan perilaku. Dan
masyarakat menganggap bahwa mahasiswi yang memutuskan untuk
menggunakan cadar tentunya telah mengalami perubahan sikap dan
48 Wiwin Nurfiani, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019. 49 Ainul Fitri, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
59
perilaku dalam berinteraksi dengan orang lain. Image inilah yang harus di
pertahankan oleh mahasiswi bercadar. Jangan sampai image ini rusak hanya
karena adab dan akhlak yang tidak baik di mata orang lain.
D. Motivasi dan Hambatan Komunikasi Interpersonal Mahasiswi Bercadar
dalam Membangun Relasi di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram
1. Motivasi Mahasiswi menggunakan Cadar
Seseorang yang memutuskan untuk menggunakan cadar sejatinya
mereka termotivasi dari dorongan diri sendiri atau orang lain seperti
saudara, keluarga, ataupun lingkungan sekitar dengan tujuan agar dirinya
bisa menjadi seseorang yang jauh lebih baik lagi dari sebelumnya baik itu
dalam hal sikap, tindakan, dan perilaku terhadap orang lain.
Pada proses observasi, peneliti melihat tingkat sosialisasi mahasiswi
bercadar di kampus UIN Mataram hanya sebatas mengikuti perkuliahan,
kemudian pulang ke asrama dan mengikuti seluruh pengajian yang ada di
Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram.
Selain itu, dalam berkomunikasi mahasiswi bercadar terlihat lebih
nyaman ketika menjalin komunikasi dengan sesamanya.Misalnya mereka
saling berbagi informasi berkaitan dengan pelajaran agama ataupun
pelajaran yang di pelajari di kampus.Namun mahasiswi bercadar cenderung
kemana-kemana sendiri.Dalam berkomunikasi mereka cenderung sesekali
menatap komunikan jika sesama wanita.
Sedikit berbeda dengan narasumber yang ditemui peneliti
selanjutnya. Eva Sopiana Mahasiswa asal Lajut, Praya Tengah ini
60
menjelaskan kepada peneliti dirinya telah menggunakan cadar selama 3
tahun terhitung dari kelas 2 SMA. informan Eva juga menceritakan
mengenai kehidupan pertemanan dengan sesama jenis atau sesama
perempuan setelah memutuskan memakai cadar. Eva mengaku bahwa
kehidupan sebelum menggunakan cadar dan sesudahnya tidak begitu
berbeda. Eva adalah orang yang mudah berbaur dengan orang lain, memiliki
kepribadian yang riang, humoris, cerewet, easy going. Eva juga
melanjutkan dengan keputusannya menggunakan cadar bukan berarti
dirinya berubah dengan menarik diri dari lingkaran pertemanan baik itu di
lingkungan kampus maupun di lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN
Mataram. Sebaliknya, informan Eva ingin mematahkan stigma bahwasanya
orang-orang yang menggunakan cadar terkesan kaku adalah suatu hal yang
tidak bisa di generalisasi. Eva juga memiliki pemahaman bahwa
mengenakan cadar merupakan hal yang sunnah. Sehingga Eva memilih
mengenakan cadar karena dirinya merasa ingin lebih aman dan terhindar
dari fitnah.
Informan Eva juga menjelaskan bahwa keluarga awalnya tidak
mendukung dirinya menggunakan cadar. Hanya ayah nya saja yang
mendukung niat baik yang Eva lakukan.Sedangkan di kalangan masyarakat
atau tetangga yang tidak suka dengan penampilan Eva mengatakan bahwa
memakai cadar membuat panas dan gerah.Akan tetapi, banyak dari
masyarakat yang sangat mendukung penggunaan cadar.Terlebih lagi para
santri yang belajar ngaji di desa Eva Sopiana.Begitupun dengan komunikasi
61
interpersonal di Ma’had Al-Jami’ah.Sebab di Ma’had banyak juga
mahasiswi yang menggunakan cadar.
Mahasiswi jurusan IQT (Ilmu Qur’an dan Tafsir) ini pun
menjelaskan bahwa tujuan utama menggunakan cadar yaitu ingin lebih
sempurna dalam menutup aurat.Karena hukum dasar cadar menurut 4
mazhab itu adalah wajib. Termasuk mazhab Imam Syafi’i, tetapi ada juga
pendapat Mazhab Imam Syafi’i yang kedua mengatakan bahwa hukum
cadar itu sunnah. Jadi untuk lebih menyempurnakan dalam menutup aurat,
dengan menggunakan cadar, Eva bisa menjadi pribadi yang jauh lebih baik
lagi.
Tidak jauh berbeda dengan Wiwin Nurfiani, mahasiswi semester 5
fakultas Tarbiyah ini juga menjelaskan bahwa pertemanan dengan sahabat-
sahabatnya tetap sama dan tidak pernah berubah. Hanya saja dirinya lebih
risih jika menjalin komunikasi dengan lawan jenis. Mahasiswi dari Dompu
ini mengaku masih tetap mengikuti keorganisasian di kampusnya dan
berkumpul dengan teman-teman lainnya. Wiwin berpendapat bahwa kurang
tepat rasanya jika orang-orang yang mengambil keputusan dengan memilih
menggunakan cadar menjauh dan menarik diri dari pertemanan.
Menurutnya, memutus silaturrahmi dalam agama Islam sudah jelas tidak
diperbolehkan. Wiwin memberikan contoh, salah sekali jika perempuan
yang menggunakan cadar tidak mau berteman dengan mahasiswi yang
mengenakan jilbab biasa atau menggunakan celana jeans. Wiwin
menjelaskan bahwa derajat manusia di mata Allah SWT itu sama dan yang
62
membedakan adalah keyakinan dan keimanannya. Sudah sepantasnya kita
sesama manusia harus bersikap baik.
Dari kedua narasumber ini, Eva Sopiana dan Wiwin Nurfiani
sepakat walau masih terbuka untuk pertemanan dengan sesama perempuan,
mereka lebih memilih untuk berkomunikasi jika ada keperluan tanpa ada
basa-basi. Kepada peneliti, mereka mengaku berusaha untuk menghindari
obrolan yang tidak begitu penting seperti membicarakan orang lain. Mereka
mengaku hal ini yang berusaha mereka hindari. Karena mereka memahami
bahwa menceritakan sesuatu tentang orang lain adalah hal yang lumrah bagi
sesama perempuan.
Komunikasi interpersonal dengan keluarga dari kedua narasumber
ini sekarang berjalan baik-baik saja. Peneliti menyimpulkan keduanya pada
awalnya, masing-masing dari orang tua tidak menyetujui keputusan
narasumber untuk mengenakan cadar.Dengan fakta tersebut, tentu hal ini
tidak menghentikan niat narasumber untuk mengenakan cadar.Wiwin
menjelaskan kepada ibunya tentang niat menggunakan cadar, ibunya
sempat tidak menyetujui keputusannya dengan alasan jangan terlalu fanatik.
Narasumber pun sempat merasa putus asa, tetapi dirinya tetap berdoa dan
berharap keputusan ibunya suatu saat akan berubah.
Ibunya sempat bilang :
“jangan terlalu fanatik, kerjakan yang wajib-wajib saja dulu”
“Waktu itu saya sempat down, karena ibu saya takut dengan omongan masyarakat lainnya, hal ini di karenakan pemahaman agama yang masih minim, tetapi di Ma’had saya sudah menggunakan cadar”. Namun penolakan tersebut tidak berjalan
63
begitu lama, dan Allah seperti memudahkan urusan saya dan tiba-tiba saja ibu mengizinkan saya untuk menggunakan cadar,”.50 Narasumber Wiwin mengaku sangat dekat dengan ibunya.Selama
penolakan itu masih berjalan. Wiwin selalu berusaha mengkomunikasikan
dengan orang tua dan keluarga besarnya. Wiwin juga menjelaskan bahwa
dirinya tidak bergabung dengan organisasi atau komunitas yang pada saat
itu sedang gencar-gencarnya di sosial media terkait dengan masalah teroris.
Ketika liburan pun, Wiwin mengaku masih belum berani untuk
menggunakan cadar ketika pulang ke rumah. Namun, seiring berjalannya
waktu sebagian keluarga Wiwin menyetujui keputusannya untuk
menggunakan cadar.Dan ibu Wiwin pun menyetujui nya. Hal ini dilakukan
Wiwin dengan niat sebagai sunnah dan untuk melindungi diri.
Kedua narasumber ini menjelaskan masih sering berdiskusi dengan
lawan jenis, baik di kampus maupun di Ma’had Al-Jami’ah UIN
Mataram.Berusaha untuk menjadi pendengar yang baik.Memakai cadar
bukan alasan untuk memutus silaturrahmi dengan lawan jenis.Karena
mereka percaya teman itu membawa rezeki masing-masing. Eva Sopiana
menceritakan bahwa dirinya mendapat dukungan dari teman laki-laki nya
ketika memutuskan untuk mengenakan cadar. Bahkan mereka tak segan
untuk melindungi dirinya ketika ada orang yang jail dan menggodanya.
Tidak jauh berbeda dengan informan Wiwin Nurfiani mengaku
dirinya tetap berteman baik dengan teman laki-lakinya. Bahkan dirinya
50 Wiwin Nurfiani, Wawancara, Ma’had al-Jami’ah, 06 November 2019
64
merasa, dengan keputusannya mengenakan cadar, teman laki-lakinya lebih
menghargainya sebagai seorang perempuan. Wiwin menjelaskan kepada
peneliti bahwa sebelumnya dirinya sering sekali di dekati oleh lawan jenis
dan merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut. Semenjak dirinya
mengenakan cadar, keadaan yang sebelumnya dialami tidak pernah terjadi
lagi.
Komunikasi interpersonal dapat merupakan hubungan-hubungan
sosial yang dinamis.Interaksi sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan
antara individu yang satu dengan individu lainnya, dalam komunikasi
interpersonal juga terdapat symbol, yang dimana symbol juga dapat di
artikan sebagai sesuatu nilai atau makna diberikan kepada orang yang
menggunakannya.
2. Hambatan Komunikasi Interpersonal Mahasiswi Bercadar dalam
Membangun Relasi di Ma’had al-Jami’ah UIN Mataram
Dalam kehidupan sehari-hari mahasiswi bercadar tak luput dari yang
namanya interaksi atau komunikasi dengan masyarakat pada
umumnya.Baik yang menggunakan cadar atau yang tidak menggunakan
cadar.Baik yang sejenis maupun lawan jenis.Hanya saja, berkomunikasi
dengan lawan jenis lebih membatasi diri.Bahkan berkomunikasi dengan
masyarakat yang non-muslim.Adanya aktivitas-aktivitas sosial
menunjukkan bahwa manusia mempunyai naluri dalam bergaul dengan
sesamanya di dalam kehidupan sosial.Komunikasi interpersonal mahasiswi
bercadar dalam membangun relasi sosial juga tidak terlepas dari hambatan-
65
hambatan.
a. Gangguan
Hasil wawancara peneliti dengan informan ES. Informan
mengaku selalu berkomunikasi dengan teman-temannya.Meskipun
dengan teman yangtidak menggunakan cadar. Namun ada saja
hambatan di dalam interaksi tersebut, berikut ungkapan informan ES :
“ya, saya tetap menjalin komunikasi dengan teman-teman baik itu yang menggunakan cadar atau yang tidak menggunakan cadar. Akan tetapi hambatan yang paling sering saya rasakan pada saat berkomunikasi dengan teman yang tidak menggunakan cadar.Terkadang suara saya tidak terdengar oleh mereka karena terhalang oleh cadar yang saya gunakan, dan lebih parahnya lagi terkadang teman saya juga salah mendengar apa yang saya ucapkan”.51
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan ES, ketika
dirinya menjalin komunikasi dengan mahasiswi yang tidak
menggunakan cadar, seringkali intonasi suara tidak terdengar jelas oleh
lawan bicara, sehingga pesan yang di sampaikan tidak efektif.
Hambatan dalam berinteraksi juga dirasakan oleh informan
WN dari segi komunikasi non-verbal. Berikut ungkapan WN :
“hambatan yang paling sering saya rasakan ketika pertama kali menggunakan cadar ketika saya harus mengulang perkataan saya jika lawan bicara saya tidak mendengar, atau lawan bicara saya salah mendengar dengan apa yang saya ucapkan. Tidak hanya itu, ekspresi dan mimik wajah yang terkadang membuat lawan bicara saya berekspresi datar karena ia tidak melihat ekspresi wajah saya. Namun, saya selalu berusaha untuk meminimalisir hambatan tersebut, saya menggunakan kontak mata agar pesan atau kata yang saya ucapkan dapat
51Eva Sopiana, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah. 06 November 2019.
66
tersampaikan dengan baik”.52
Berdasarkan wawancara yang di sampaikan oleh informan WN
bahwa dirinya seringkali mengalami hambatan yang menyebabkan
informasi tidak tersampaikan dengan jelas. Akibat tidak terlihatnya
ekspresi wajah. Namun, dirinya berusaha untuk meminimalisir
hambatan tersebut dengan menggunakan kontak mata, agar pesan dapat
tersampaikan dengan baik.
b. Kepentingan
Begitu pula dengan informan AF, berkomunikasi itu penting.
Berbicara dengan mahasiswi yang menggunakan cadar atau yang tidak
menggunakan cadar akan tetap di lakukan. Namun, tentu ada perbedaan
sikap dan perilaku yang diterapkan terhadap lawan bicaranya.
Sebagaimana yang di ungkapkan oleh informan AF :
“ketika saya berkomunikasi dengan mahasiswi yang bercadar, terkadang saya berpelukan untuk menggambarkan perasaan kebahagiaan atas pertemuan saat itu, saya juga tidak segan untuk membuka cadar saya sesuai dengan tempat dan keadaan sekitar yang memungkinkan. Kalau pun saya harus berinteraksi dengan mahasiswi yang tidak bercadar saya tetap selektif dengan tidak melanggar syari’at yang saya ketahui.Karena menurut saya terkadang pembahasan-pembahasan ketika berinteraksi dengan mahasiswi yang tidak menggunakan cadar lebih mengarah kepada ghibah, yang kemudian terkadang saya sulit untuk memberhentikan pembicaran dan meninggalkan teman saya ketika berbicara.Berbeda halnya ketika berkomunikasi dengan lawan jenis.Jarak, volume suara, dan gerakan tubuh lebih berhati-hati agar tidak melanggar syari’at. Saya berusaha untuk menjaga jarak ketika berkomunikasi dengan mahasiswa atau teman lawan jenis.Sehingga mereka
52 Wiwin Nurfiani, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
67
tidak mendengar suara saya akibat tertutup oleh cadar.Hal itulah yang sering menjadi hambatan ketika saya menjalin komunikasi”.53
Dari penjelasan yang di sampaikan oleh informan AF bahwa
dirinya seringkali mengungkapkan ekspresi kebahagiaan dengan cara
berpelukan ketika bertemu dengan teman-teman yang sama sepertinya,
sama-sama menggunakan cadar. Namun berbeda halnya ketika
berinteraksi dengan mahasiswi yang tidak menggunakan cadar,
informan AF menganggap bahwa terkadang pembahasan-pembahasan
ketika berinteraksi dengan mahasiswi yang tidak menggunakan cadar
lebih mengarah kepada ghibah, yang kemudian terkadang sulit untuk
memberhentikan pembicaran dan meninggalkan teman ketika
berbicara.
c. Motivasi Terpendam
Hambatan interaksi juga dirasakan oleh informan AF :
“ketika saya berhijrah menggunakan cadar, saya tidak mau berinteraksi dengan mereka. Namun, lama kelamaan saya menyadari bahwa tidak seharusnya saya menjauhi mereka. Karena saya tau dakwah tidak akan pernah sampai jika kita cuek dan acuh dengan mereka. Sehingga seiring berjalannya waktu saya semakin tau, bahwa berinteraksi dengan siapapun itu penting. Selayaknya kita sesama manusia harus saling menghormati dan menghargai, serta tanggung jawab kita
53 Ainul Fitri, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
68
sebagai manusia dalam menyampaikan dakwah”.54
Dapat disimpulkan berdasarkan hasil wawancara bersama
informan AF bahwa ketika awal berhijrah menggunakan cadar, dirinya
tidak ingin menjalin komunikasi atau bersosialisasi dengan orang-orang
yang berada di sekitarnya. Namun seiring berjalannya waktu motivasi
tersebut muncul dari dalam diri saya untuk tidak seharusnya acuh
terhadap orang lain. Karena dirinya menyadari bahwasanya menjalin
silaturrahmi dengan orang lain itu sangat penting. Harus saling
menghormati dan menghargai.
d. Prasangka
Hambatan dari informan WN ketika berinteraksi dikarenakan
teman temannya merasa WN menarik diri dari teman-temannya. Berikut
ungkapan WN :
“ya,,, saya tetap menjalin komunikasi dengan teman-teman di kampus, di ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram, ataupun di tempat lain. Karena saya butuh teman untuk berdiskusi mengenai tugas-tugas atau pelajaran.Akan tetapi, yang menjadi hambatan saya setelah menggunakan cadar, terkadang teman-teman saya jarang mengajak saya bercerita ataupun berdiskusi.Karena berbeda sekali ketika saya belum menggunakan cadar.Mereka sering mengajak saya ngobrol, diskusi, dan bercerita. Istilahnya saya tuh terbuka lah sama mereka. Dan mereka beranggapan, saya menarik diri dari mereka, padahal sebenarnya tidak. Kalaupun saya harus berinteraksi dengan yang bukan muhrim, saya masih punya cara agar bisa menjalin komunikasi dengan mereka sesuai dengan syari’at”.55
54 Ainul Fitri, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019. 55 Wiwin Nurfiani, Wawancara, Ma’had Al-Jami’ah, 06 November 2019.
69
Berdasarkan dari jawaban para informan diatas, maka dapat
peneliti simpulkan bahwa mahasiswi bercadar tetap menjalin
komunikasi dengan teman yang bercadar ataupun yang tidak bercadar,
sesama perempuan atau lawan jenis, bahkan teman atau mahasiswi yang
non-muslim. Dengan berbagai hambatan-hambatan kecil seperti mimik
wajah yang susah ditebak, intonasi suara yang tidak begitu jelas
sehingga tidak mudah untuk dipahami oleh lawan bicara, sampai dengan
kepentingan-kepentingan yang berbeda dengan lawan bicara. Begitu
halnya ketika berkomunikasi dengan lawan jenis, seringkali suara atau
mimik wajah yang susah untuk di pahami. Karena mahasiswi bercadar
ini sangat berhati-hati dalam menjaga sikap dan perilaku ketika
berkomunikasi sesuai dengan tuntunan syari’at yang telah di ajarkan
oleh Rasulullah saw, dan di perintahkan oleh Allah swt.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti memberikan analisis dan uraian sesuai dengan hasil
penelitian yang peneliti lakukan di lokasi. Sehingga pada bagian ini peneliti akan
mengintegrasikan antara hasil temuan dan kerangka teori. Sebagaimana yang
penulis tegaskan dalam tekhik analisis data, penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dari data yang didapatkan
baik melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara dari pihak-pihak yang
70
mengetahui tentang data yang peneliti butuhkan selama melakukan proses
penelitian. Selanjutnya dari hasil tersebut dilakukan dengan teori yang ada sebagai
berikut.
A. Komunikasi Interpersonal Mahasiswi Bercadar dalam Membangun Relasi
Sosial di Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat
dilihat bahwa komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh mahasiswi
bercadar berbeda dari setiap individu, tergantung bagaimana relasi sosial dan
pengembangan hubungan serta keterbukaan dari setiap individu. Terutama
disini adalah ketika mahasiswi bercadar melakukan interaksi sosial.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa setiap
subjek memiliki beragam permasalahan yang dialami. ada beberapa faktor yang
mendasari terbentuknya komunikasi interpersonal diantaranya berkaitan
dengan syari’at agama, teman sebaya lawan jenis, dan penampilan fisik.
1. Syari’at agama
Faktor agama merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh
untuk mahasiswi bercadar dalam menggunakan cadar. Atas perintah agama
yang mewajibkan bagi ummatnya untuk selalu menutup aurat dimana pun