Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8 613 KOMPETENSI EMOSI DAN EFIKASI DIRI PENGASUHAN IBU DARI ANAK DENGAN AUTISM SPECTRUM DISORDER 1 Siswati, 2 Dinie R Desiningrum Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro [email protected]A B S T R A K Orangtua dari anak dengan autism spectrum disorder memiliki tantangan yang lebih dalam mengasuh anak. Kebutuhan dan tuntutan yang dihadapi oleh orangtua dengan anak ASD membuat proses parenting menjadi tidak mudah, maka dibutuhkan suatu kompetensi parenting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara kompetensi emosi dan efikasi diri pengasuhan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan korelasional. Subyek penelitian adalah sejumlah ibu dari anak dengan autism spectrum disorder, yang tergabung dalam pusat terapi dan sekolah khusus autisme di Kota Semarang, yang diperoleh dengan teknik sampling purposif. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji non-parametrik Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel kematangan emosi dengan efikasi diri pengasuhan. Hasilnya adalah r = 0,171; dan p = 0,245. Korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan antar dua variabel bersifat searah, semakin tinggi kompetensi emosi maka semakin tinggi pula efikasi diri pengasuhan, demikian sebaliknya. Namun, angka hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara dua variabel bersifat lemah, dan hubungannya tidak signifikan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa mayoritas subyek memiliki kompetensi emosi dan efikasi diri pengasuhan yang tinggi dan sangat tinggi. Terdapat faktor dan variabel lain yang mempengaruhi efikasi diri pengasuhan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorder yang disarankan untuk diteliti lebih lanjut dengan jumlah subyek yang memadai. Kata kunci: kompetensi emosi, efikasi diri pengasuhan, ibu, autism spectrum disorder LATAR BELAKANG Orang tua dengan anak yang memiliki keterbatasan dalam perkembangan, menghadapi tantangan yang membuat mereka berisiko mengalami tingkat stres yang tinggi dan berbagai dampak psikologis yang negatif. Orangtua atau caregiver dari anak dengan disabilitas perkembangan (seperti down’s syndrome, cerebral palsy), dan autism spectrum disorder (ASD), banyak mengalami depresi, kecemasan, dan emotional distress, dan berdampak pada pasangan (Cohen & Tsiouris, 2006; Delong, 2004;Garfield et al., 2014; Hayes & Watson, 2013; Huang et al., 2014; Da Paz, Wallander, & Tiemensma, 2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi orangtua dan keluarga besar ketika merawat anak dengan keterbatasan, diantaranya adalah penyesuaian terhadap perilaku anak, kecukupan sumber daya yang dimiliki, dan strategi koping yang adaptif, maka kegagalan dalam faktor tersebut bisa menyebabkan kondisi stressful (Cadwgan & Goodwin, 2018; Phillips, Conners, & Curtner-Smith, 2017). Salah satu masalah perkembangan pada anak yang dapat mengakibatkan stres yang tinggi bagi orang tua adalah autisme. Autisme atau Autistic disorder adalah gangguan atau abnormalitas perkembangan pada interaksi sosial dan komunikasi serta ditandai dengan terbatasnya aktivitas dan ketertarikan (Birch & Bloom, 2004). Autis merupakan gangguan perkembangan otak yang seringkali mulai tampak pada anak di usia tiga tahun pertamanya. Gangguan ini mengakibatkan anak autis kurang mampu berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya dan kurang mampu mengontrol perilakunya (Desiningrum, 2016).
12
Embed
KOMPETENSI EMOSI DAN EFIKASI DIRI PENGASUHAN IBU DARI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/66_ Naska… · parenting disebut sebagai parenting self-efficacy
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
Orangtua dari anak dengan autism spectrum disorder memiliki tantangan yang lebih dalam mengasuh
anak. Kebutuhan dan tuntutan yang dihadapi oleh orangtua dengan anak ASD membuat proses
parenting menjadi tidak mudah, maka dibutuhkan suatu kompetensi parenting. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat korelasi antara kompetensi emosi dan efikasi diri pengasuhan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif
dengan rancangan korelasional. Subyek penelitian adalah sejumlah ibu dari anak dengan autism
spectrum disorder, yang tergabung dalam pusat terapi dan sekolah khusus autisme di Kota Semarang,
yang diperoleh dengan teknik sampling purposif. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji non-parametrik Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel kematangan emosi dengan efikasi diri pengasuhan. Hasilnya adalah r = 0,171; dan p = 0,245. Korelasi positif
menunjukkan bahwa hubungan antar dua variabel bersifat searah, semakin tinggi kompetensi emosi
maka semakin tinggi pula efikasi diri pengasuhan, demikian sebaliknya. Namun, angka hasil uji korelasi
menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara dua variabel bersifat lemah, dan hubungannya tidak signifikan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa mayoritas subyek memiliki kompetensi emosi
dan efikasi diri pengasuhan yang tinggi dan sangat tinggi. Terdapat faktor dan variabel lain yang
mempengaruhi efikasi diri pengasuhan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorder yang
disarankan untuk diteliti lebih lanjut dengan jumlah subyek yang memadai.
Kata kunci: kompetensi emosi, efikasi diri pengasuhan, ibu, autism spectrum disorder
L A T A R B E L A K A N G
Orang tua dengan anak yang memiliki keterbatasan dalam perkembangan, menghadapi tantangan
yang membuat mereka berisiko mengalami tingkat stres yang tinggi dan berbagai dampak psikologis
yang negatif. Orangtua atau caregiver dari anak dengan disabilitas perkembangan (seperti down’s
syndrome, cerebral palsy), dan autism spectrum disorder (ASD), banyak mengalami depresi, kecemasan,
dan emotional distress, dan berdampak pada pasangan (Cohen & Tsiouris, 2006; Delong, 2004;Garfield et al., 2014; Hayes & Watson, 2013; Huang et al., 2014; Da Paz, Wallander, &
Tiemensma, 2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi orangtua dan keluarga besar ketika merawat
anak dengan keterbatasan, diantaranya adalah penyesuaian terhadap perilaku anak, kecukupan
sumber daya yang dimiliki, dan strategi koping yang adaptif, maka kegagalan dalam faktor tersebut bisa menyebabkan kondisi stressful (Cadwgan & Goodwin, 2018; Phillips, Conners, & Curtner-Smith,
2017).
Salah satu masalah perkembangan pada anak yang dapat mengakibatkan stres yang tinggi bagi orang
tua adalah autisme. Autisme atau Autistic disorder adalah gangguan atau abnormalitas perkembangan pada interaksi sosial dan komunikasi serta ditandai dengan terbatasnya aktivitas dan ketertarikan
(Birch & Bloom, 2004). Autis merupakan gangguan perkembangan otak yang seringkali mulai tampak
pada anak di usia tiga tahun pertamanya. Gangguan ini mengakibatkan anak autis kurang mampu
berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya dan kurang mampu mengontrol perilakunya
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
614
Autisme tidak hanya menjadi fenomena kecil yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Lebih dari itu, autisme kini semakin banyak ditemukan di Indonesia. Hal tersebut didukung dengan
semakin bertambahnya angka prevalensi penderita gangguan autisme di Indonesia dari tahun ke tahun (Desiningrum, 2016). Perkiraan jumlah penderita autisme adalah 1 dari 150 anak (67 dari 10.000) di
United States (Garrecht & Austin, 2011). Prevalensi ASD di Asia sebesar 14.8 per 10,000 dari tahun
1980 sampai sekarang dan di Cina 10.3 per 10,000 anak umur 2-6 tahun pada tahun 2000 ke atas
(Sun, Allison, Auyeung, Baron-Cohen, & Brayne, 2014). Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang menderita autisme dalam usia 5-19 tahun. Diperkirakan pada
tahun 2020 terdapat lebih dari 300.000 anak yang menyandang autis dan terus bertambah setiap
tahunnya (klinikautis.com, 2018).
Orangtua memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar untuk mendukung tumbuh dan kembang anak dalam melaksanakan proses parenting yang tepat. Vassi, Veltsista, & Bakoula, (2009)
mendefinisikan parenting sebagai sebuah proses yang meliputi aksi dan interaksi antara orangtua dan
anak, dimana dalam proses tersebut keduanya dapat saling mempengaruhi. Tuntutan dan kebutuhan
untuk mengasuh anak menyebabkan proses parenting yang penuh tantangan harus dapat diatasi oleh
orangtua, sehingga dibutuhkan pendekatan yang tepat dari orangtua untuk memberikan pengasuhan yang sesuai.
Orangtua terutama ibu dengan anak autism memiliki tantangan yang lebih dalam mengasuh anak.
Akan banyak waktu, tenaga dan materi untuk perawatan, pendidikan dan terapi termasuk pelayanan medis untuk anak autisnya (Walter & Smith, 2016). Kebutuhan dan tuntutan yang dihadapi oleh
orangtua dengan anak autis membuat proses parenting menjadi tidak mudah, maka dibutuhkan suatu
kompetensi parenting. Ayah dan ibu memiliki perbedaan level keterlibatan dalam pengasuhan
terhadap anak dengan autism, dimana pengasuhan dan perawatan merupakan tugas utama yang
secara alamiah melekat pada peran seorang ibu (Benson, 2006; Santrock, 2018). Penelitian terhadap 99 orang tua anak-anak dengan ASD, ditemukan bahwa ibu terlibat dalam perilaku sosial yang lebih
banyak dengan anak-anak mereka daripada ayah (Ozturk, Riccadonna, & Venuti, 2014).
Kognisi merupakan faktor penting dalam memprediksi kompetensi parenting bagi orangtua. Salah satu faktor kognisi yang berperan penting dalam membentuk kompetensi orangtua adalah belief,
karena dapat mempengaruhi nilai-nilai serta perilaku orangtua dalam proses parenting (Coleman &
Karraker, 2000). Faktor kognisi penting yang mempengaruhi keterampilan dan kepuasaan orangtua
dalam parenting adalah self efficacy belief, khususnya pada ranah parenting. Efikasi diri dalam ranah
parenting disebut sebagai parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 2000).
Parenting self-efficacy diartikan sebagai penilaian diri orangtua terhadap kompetensi dalam melakukan
peran sebagai orangtua untuk secara positif mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak mereka
(Hess, Teti, & Hussey-Gardner, 2004). Parenting self- effficacy memiliki peran yang sangat penting, terutama bagi yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Penelitian Jones & Prinz (2005)
menunjukkan bahwa, dalam menghadapi karakteristik anak yang berbeda-beda orangtua dengan
self-efficacy yang tinggi merasa yakin mampu menerapkan praktik parenting yang efektif untuk anak,
sedangkan orangtua dengan self-efficacy yang rendah cenderung merasa kesulitan dalam menerapkan
parenting yang tepat untuk anak.
Coleman dan Karraker (2000) mengemukakan lima aspek parenting yang dapat mengukur parenting
self-efficacy, yaitu memfasilitasi anak untuk mencapai prestasinya (achievement), mendukung
kebutuhan rekreasi dan sosialisasi dengan teman sebayanya (recreation), mengajarkan disiplin pada
anak (discipline), mendukung perkembangan emosi anak (nurturance), dan menjaga kesehatan anak
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
615
(healthy). Kelima aspek tersebut dapat menjelaskan sense of competence orangtua dalam
melaksanakan tugas-tugas parenting.
Orangtua yang memiliki parenting self-efficacy yang tinggi mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tidak membiarkan rasa takut, sedih, atau emosi negatif menguasai diri (Coleman &
Karraker, 2003). Begitupun sebaliknya pada orangtua yang memiliki kompetensi self-efficacy yang
rendah cenderung tidak yakin mampu melakukan tugas parenting yang sesuai dengan pengetahuannya.
Ketidakyakinan tersebut dapat berupa aspirasi yang rendah, kurang berani berkomitmen, ragu-ragu, dan fokus pada kesalahan diri yang mengalami kecenderungan untuk menyerah dalam menghadapi
tantangan. Orangtua dengan self-efficacy yang tinggi tentu lebih siap menerima keadaan sang anak
dengan gangguan atau hambatan, sehingga mampu membangun persepsi positif terhadap
perkembangan anak autisnya. Orangtua akan mampu mempersiapkan cara berkomunikasi, dan
berpastisipasi aktif dalam perkembangan akademik, sosial dan bahasa anak (Mangunsong, 2011).
Menurut Vassi et al., (2009), orangtua dengan anak memiliki hubungan yang khusus, kompleks, dan
unik. Adapun faktor yang mempengaruhi parenting, adalah adanya perbedaan karakteristik orangtua,
karakteristik anak, dan konteks sosiodemografi. Karakteristik orangtua yang mampu mempengaruhi
parenting yaitu kepribadian orangtua, sejarah perkembangan, beliefs, pengetahuan, dan gender. Pada konteks sosial yang mempengaruhi parenting yaitu status sosial ekonomi, struktur keluarga, urusan
pekerjaan, dukungan sosial, dan budaya (Santrock, 2018).
Merawat anak autis, bukan suatu hal yang mudah. Dengan karakteristik yang khas, maka anak-anak dengan gangguan spektrum autisme (ASD) lebih cenderung terpapar disiplin orangtua yang keras.
Agresi fisik dan psikologis terhadap anak autis sebagian dimediasi efek stres pengasuhan (Chan &
Lam, 2016). Emosi marah bisa mewarnai pengasuhan ibu terhadap anak autisnya. Emosi merupakan
salah satu aspek internal individu yang mempengaruhi bagaimana seseorang akan berperilaku (S.
Denham, Bassett, & Wyatt, 2007). Saarni, (1999) mengartikan emosi sebagai reaksi fisiologis, interpretasi kognitif, komunikasi, dan perilaku terhadap situasi. Saarni, Campos, Camras, &
Witherington, (2007) mengartikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang
sedang berada dalam suatu keadaan atau interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama well-
being-nya. Emosi merupakan salah satu bentuk komunikasi. Emosi diwakili oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang dialami
seseorang (Santrock, 2017). Salah satu konstruk psikologis yang dapat mengindikasikan emosi
seseorang adalah kompetensi emosi.
Kompetensi emosi ialah sebuah kemampuan beradaptasi yang didapat dari pengalaman emosi (Saarni et al., 2007). Seseorang yang memiliki kompetensi emosi dalam konteks yang bervariasi cenderung
dapat mengelola emosinya secara efektif, menjadi tangguh dalam menghadapi keadaan stress (penuh
tekanan), dan saat membangun hubungan yang positif (S. Denham et al., 2007). Definisi lain dari
kompetensi emosi adalah kemampuan dalam mengelola emosinya, yaitu bagaimana seseorang mampu mengidentifikasi, mengekspresikan, memahami, meregulasi, dan menggunakan emosinya
(Brasseur, Grégoire, Bourdu, & Mikolajczak, 2013). Ketika individu tidak bisa mengelola emosi
dengan efektif akan mengantarkan pada depresi, marah, serta kurangnya regulasi emosi yang dapat
memicu kesulitan penyesuaian, perilaku menyimpang dan menjadi pelaku KDRT dalam keluarga
(Santrock, 2017). Maka, dalam pengasuhan anak autis, ibu membutuhkan kompetensi emosi yang baik, sehingga mampu bersikap sabar dan perhatian terhadap anak autisnya, merupakan cerminan
efikasi diri yang tinggi dalam pengasuhan.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pada penelitian ini adalah “apakah terdapat hubungan
antara kompetensi emosi dengan efikasi diri pengasuhan pada ibu dari anak dengan autism spectrum
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
616
disorder?”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi emosi dengan
efikasi diri pengasuhan pada ibu dengan anak Autism Spectrum Disorder (ASD).
M E T O D E P E N E L I T I A N
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Penelitian menggunakan rancangan korelasional, yang
menghubungkan antara dua variabel (Azwar, 2013).
Variabel dalam penelitian ini adalah Kompetensi Emosi dan Efikasi Diri Pengasuhan. Definisi
Operasional Kompetensi Emosi, adalah kemampuan dalam mengelola emosi, yaitu bagaimana
seseorang mampu mengidentifikasi, mengekspresikan, memahami, meregulasi, dan menggunakan
emosinya (Brasseur, et al, 2013; Saarni, et al, 2007). Dimensi Kompetensi Emosi (Saarni, et al, 2007):
emotional state awareness; detecting other emotion; emotional term; sensitivity to other emotional experiences; recognizing inner emotional; self-regulatory strategies; major role in relationship; dan viewing
emotional overall.
Definisi Operasional Efikasi Diri Pengasuhan adalah penilaian yang dimiliki orangtua mengenai
kemampuannya dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab sebagai orangtua secara efektif serta mampu menampilkan perilaku parenting yang dapat mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak
secara positif. Dimensi Efikasi Diri Pengasuhan (Karraker & Coleman, 2005): prestasi (achievement);
rekreasi (recreation); disiplin (discipline); nurturing; dan kesehatan (health).
Kriteria khusus dari subyek penelitian, yaitu:
1. Ibu dari anak autism spectrum disorder, yang tergabung dalam pusat terapi dan sekolah
khusus autisme di Kota Semarang
2. Usia anak 5-12 tahun.
3. Berdomisili di Kota Semarang
Teknik sampling yang digunakan adalah quota-purposive sampling (Azwar, 2008), karena disesuaikan
dengan kriteria subyek yang cukup spesifik. Maka total jumlah subyek try out adalah 35, dan subyek
penelitian adalah sebanyak 42. Kepada seluruh subyek diberikan informed consent, yaitu lembar kesediaan menjadi subyek penelitian.
Metode pengumpulan data menggunakan skala psikologi. Tipe skala yang digunakan adalah Self-
Administered Questionnaire, yaitu kuesioner yang diisi sendiri oleh partisipan penelitian. Skala
Kompetensi Emosi terdiri dari 32 item, dan Efikasi Diri Pengasuhan terdiri dari 40 item.
Data dianalisis melalui metode analisis data yang digunakan untuk melihat korelasi antara kompetensi
emosi dengan efikasi diri pengasuhan, yaitu menggunakan korelasi product moment dari Karl
Pearson, sedangkan untuk melihat kontribusi antar aspek kompetensi emosi terhadap efikasi diri pengasuhan dianalisis datanya menggunakan teknik analisis regresi dibantu program SPSS 21.0 for
window.
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
617
H A S I L D A N P E M B A H A S A N
Hasil
Peneliti melakukan uji asumsi sebelum menentukan teknik uji inferensial dan analisis data.
Uji Asumsi
a. Uji normalitas
Tabel 1. Uji Normalitas
b. Uji Linieritas
Tabel 2. Uji linearitas
Uji Korelasi
Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa salah satu variabel tidak memenuhi uji normalitas, dan analisis linieritas menunjukkan kedua variabel tidak linier. Maka untuk uji korelasi, digunakan uji non-
parametrik Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel kompetensi emosi dengan
efikasi diri pengasuhan.
Tabel 3. Uji Korelasi
Hubungan Variabel Koefisien Korelasi Signifikansi p< 0,05
Kompetensi Emosi dan Efikasi
Diri Pengasuhan
0,171 0,245
a. Arah hubungan
Angka koefisien korelasi pada hasil di atas bernilai positif, yaitu 0,171. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hubungan antar dua variabel bersifat searah. Namun, kekuatan hubungan
antara dua variabel cenderung lemah.
b. Signifikasi hubungan
Berdasarkan hasil diatas diketahui nilai signifkansi sebesar 0,245 atau p>0,05. Hal tersebut
menunjukkan hubungan antar dua variabel tidak signifikan.
Variabel Kolomogorov-Smirnov
Godness of Fit Test P Bentuk
Kompetensi emosi 0,229 0,000 (p>0,05) Tidak normal
Parenting self-efficacy 0,073 0,200 (p>0,05) Normal
Nilai F Signifikansi P Keterangan
1,496 0,228 p < 0,05 Tidak linear
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
619
Berdasarkan kategorisasi parenting self-efficacy diketahui bahwa sampel penelitian tidak ada
yang memiliki parenting self-efficacy yang sangat rendah dan rendah, 12,5% memiliki tingkat
parenting self-efficacy yang sedang, 62,5% memiliki tingkat parenting self-efficacy yang tinggi dan
25% memiliki tingkat parenting self-efficacy yang sangat tinggi.
Tabel 8. Norma Kategorisasi Kompetensi Emosi
Rumus Rentang Nilai Kategori
X ≤ µ - 1,5 SD X ≤ 56 Sangat Rendah
µ - 1,5 SD < X ≤ µ - 0,5 SD 56 < X ≤ 72 Rendah
µ - 0,5 SD < X ≤ µ + 0,5 SD 72 < X ≤ 88 Sedang
µ + 0,5 SD < X ≤ µ + 1,5 SD 88 < X ≤ 104 Tinggi
µ + 1,5 SD < X 104 < X Sangat Tinggi
Keterangan:
µ : mean hipotetik
SD : standar deviasi
X : skor subjek
Tabel 9. Kategorisasi skor Kompetensi emosi
Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat
Tinggi
0 subjek 0 subjek 3 subjek 37 subjek 8 subjek
0% 0% 6,25% 77,08% 16,67%
Berdasarkan kategorisasi kompetensi emosi, tidak terdapat ibu yang memiliki kompetensi
emosi yang rendah. Sebanyak 6,25% ibu memiliki kompetensi emosi yang sedang, 77.08% ibu
memiliki kompetensi emosi yang tinggi dan 16,67% ibu memiliki kompetensi emosi yang sangat
tinggi.
Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan teknik analisis korelasi Rank Spearman,
diperoleh hasil r = 0,171; p = 0,245. Korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan antar dua variabel bersifat searah, semakin tinggi kompetensi emosi maka semakin tinggi pula efikasi diri pengasuhan,
demikian sebaliknya. Namun, angka hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara
dua variabel bersifat lemah, sehingga hubungannya tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh
Barron dan Harackiewich (Santrock, 2018) menemukan bahwa emosi dapat membantu atau
merintangi seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan. Dari hasil riset kali ini tidak menunjang penelitian tersebut, korelasi rendah menandakan bahwa kompetensi emosi tidak
mempengaruhi efikasi diri pengasuhan. Adanya kesadaran emosi, mengenal emosi orang lain,
menerapkan ekspresi emosi dengan tepat, kemampuan empati dan simpati, mengenal keadaan emosi
orang lain, coping adaptif dan kemampuan regulasi diri, pada dasarnya merupakan aspek-aspek yang penting di dalam relasi interpersonal ibu dengan anak. Pada riset ini yang khusus meneliti mengenai
ibu dari anak dengan ASD, maka karakteristik ASD anak mempengaruhi relasi ibu-anak, dimana
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
620
dengan adanya keterbatasan kemampuan anak dalam berkomunikasi dan megungkapkan emosinya,
dapat menjadi kendala khusus dan membatasi kemampuan ibu dalam menerapkan pengasuhan
terhadap anak ASD. Banyak hasil riset menemukan pentingnya peran kompetensi emosi individu
dalam berelasi sosial, yang bisa meminimalisir stress individu (Kotsou, Leys, & Fossion, 2018; Kwok, Yeung, Low, Lo, & Tam, 2015; Martínez-González, Rodríguez-Ruiz, Álvarez-Blanco, & Becedóniz-
Vázquez, 2016).
Kompetensi emosi mempengaruhi strategi coping remaja dan perilaku beresiko (Hessler & Katz, 2010), bahwa ada hubungan yang signifikan pada kompetensi emosi dengan pemilihan strategi coping
yang berorientasi pada pemecahan masalah. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
semakin matang emosi individu maka akan semakin mudah untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dan terhindar dari perilaku abuse. Dengan emosi yang matang individu akan mampu memiliki strategi
coping dengan mudah sehingga tidak akan kesulitan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dan tetap optimis, tenang dalam menghadapi permasalahan yang ada. Untuk menerapkan strategi
coping tersebut individu diharapkan memiliki efikasi diri dalam dirinya, dengan adanya efikasi diri
akan memperkuat keyakinan untuk tetap optimis dalam mencapai keberhasilan. Pada hasil riset kali
ini dtemukan hal yang berbeda, korelasi yang lemah mencerminkan bahwa terdapat variable lain pada
diri individu, khususnya ibu dari anak dengan ASD, yang diprediksi mempengaruhi hubungan antara kompetensi emosi dan efikasi diri pengasuhan.
Teori yang dikemukakan oleh Bandura (Hess et al., 2004) menyebutkan bahwa masih terdapat faktor
lain selain emosi yang mempengaruhi efikasi diri individu, yaitu faktor pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain dan persuasi verbal. Wittkowski et al. (2017) menyatakan faktor lain yang
mempengaruhi efikasi diri yaitu pola asuh orang tua, pengalaman traumatic, temperamen, jenis
kelamin dan usia. Seperti pada riset Kotsou et al., (2018) yang mencantumkan pentingnya
penerimaan diri dan kondisi minfulness agar kompetensi emosi dapat mempengaruhi perilaku
individu. Maka dalam riset ini, dibutuhkan ibu yang menerima keadaan anak dengan ASD, dan menjadi mindfulness, sehingga kompetensi emosi yang dimiliki ibu dapat menstimulasi efikasi diri pengasuhan.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif, ditemukan bahwa mayoritas subyek memiliki
kompetensi emosi dan efikasi diri pengasuhan yang tinggi dan sangat tinggi. Artinya, pada subyek terdapat keyakinan akan kemampuannya dalam mengelola emosi, yaitu bagaimana seseorang mampu
mengidentifikasi, mengekspresikan, memahami, meregulasi, dan menggunakan emosinya. Di samping
itu, pada subyek juga menunjukkan keyakinan pada kemampuannya dalam memenuhi tugas dan
tanggung jawab sebagai orangtua secara efektif serta mampu menampilkan perilaku parenting yang
dapat mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak secara positif. Tingginya skor pada kedua variabel, tidak menunjukkan bahwa keduanya memiliki korelasi yang kuat. Hal ini bisa dipengaruhi
oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam studi kali ini.
Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya adalah jumlah partisipan yang sedikit, sehingga tidak kuat dalam perhitungan psikometri, baik itu untuk uji coba skala maupun untuk pelaksanaan
penelitian. Hal ini dikarenakan peneliti mengalami kendala teknis dalam penemuan subyek penelitian.
Namun pada dasarnya jumlah partisipan yang terlibat memenuhi kaidah jumlah minimal subyek
penelitian (Azwar, 2013). Peneliti selanjutnya lebih baik jika memperhatikan uji coba skala, dan jumlah
responden yang dilibatkan dalam penelitian. Penelitian ke depan juga bisa mempertimbangkan variabel lain yang berpengaruh terhadap efikasi diri pengasuhan.
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
621
S I M P U L A N D A N I M P L I K A S I
Uji korelasi non-parametrik Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel kematangan
emosi dengan efikasi diri pengasuhan, menunjukkan korelasi yang positif, maka hubungan antar dua
variabel bersifat searah, semakin tinggi kompetensi emosi maka semakin tinggi pula efikasi diri pengasuhan, demikian sebaliknya. Namun, angka hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kekuatan
hubungan antara dua variabel bersifat lemah, dan hubungannya tidak signifikan. Hasil analisis
deskriptif menunjukkan bahwa mayoritas subyek memiliki kompetensi emosi dan efikasi diri
pengasuhan yang tinggi dan sangat tinggi.
Terdapat faktor dan variabel lain yang mempengaruhi efikasi diri pengasuhan pada ibu dari anak
dengan autism spectrum disorder yang disarankan untuk diteliti lebih lanjut dengan jumlah subyek yang
memadai. Penelitian ke depan juga bisa mempertimbangkan variabel lain yang berpengaruh terhadap
Birch, S. A. J., & Bloom, P. (2004). Understanding children’s and adults’ limitations in mental state
reasoning. Trends in Cognitive Sciences, 8(6), 255–260. https://doi.org/10.1016/j.tics.2004.04.011
Brasseur, S., Grégoire, J., Bourdu, R., & Mikolajczak, M. (2013). The Profile of Emotional
Competence (PEC): Development and validation of a self-reported measure that fits
dimensions of Emotional Competence Theory. PLoS ONE, 8(5). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0062635
Cadwgan, J., & Goodwin, J. (2018). Helping parents with the diagnosis of disability. Paediatrics and
Child Health (United Kingdom), 28(8), 357–363. https://doi.org/10.1016/j.paed.2018.06.006
Chan, K. K. S., & Lam, C. B. (2016). Parental maltreatment of children with autism spectrum disorder: A developmental-ecological analysis. Research in Autism Spectrum Disorders, 32, 106–
114. https://doi.org/10.1016/j.rasd.2016.09.006
Cohen, I. L., & Tsiouris, J. A. (2006). Maternal recurrent mood disorders and high-functioning
autism. Journal of Autism and Developmental Disorders, 36(8), 1077–1088.
https://doi.org/10.1007/s10803-006-0145-7
Coleman, P. K., & Karraker, K. H. (2000). Parenting self-efficacy among mothers of school-age children:
Conceptualization, measurement, and correlates*. 13–24.
Coleman, P. K., & Karraker, K. H. (2003). Maternal self-efficacy beliefs, competence in parenting,
and toddlers’ behavior and developmental status. Infant Mental Health Journal, 24(2), 126–148. https://doi.org/10.1002/imhj.10048
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
622
Da Paz, N. S., Wallander, J. L., & Tiemensma, J. (2018). Effects of written disclosure on
psychophysiological stress among parents of children with autism: A randomized controlled
pilot study. Research in Autism Spectrum Disorders, 53(June), 7–17.
https://doi.org/10.1016/j.rasd.2018.05.007
Delong, R. (2004). Neuropsychiatrc practice and opinions, autism and familial major mood disorder:
Are they related? The Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences, 16(16), 199–213.
Denham, S. A., Bassett, H. H., & Zinsser, K. (2012). Early childhood teachers as socializers of young
children’s emotional competence. Early Childhood Education Journal, 40(3), 137–143. https://doi.org/10.1007/s10643-012-0504-2
Denham, S., Bassett, H. H., & Wyatt, T. (2007). The socialization of emotional competence. In
Handbook of socialization (J. Grusec). New York: Guilford Press.
Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi anak berkebutuhan khusus (1st ed., Vol. 3; G. Ilmu, Ed.). Retrieved
from http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Garfield, C. F., Duncan, G., Rutsohn, J., McDade, T. W., Adam, E. K., Coley, R. L., & Chase-Lansdale,
P. L. (2014). A longitudinal study of paternal mental health during transition to fatherhood as
young adults. Pediatrics, 133(5), 836–843. https://doi.org/10.1542/peds.2013-3262
Garrecht, M., & Austin, D. W. (2011). The plausibility of a role for mercury in the etiology of autism:
A cellular perspective. Toxicological and Environmental Chemistry, 93(6), 1251–1273. https://doi.org/10.1080/02772248.2011.580588
Havighurst, S. S., Wilson, K. R., Harley, A. E., Kehoe, C., Efron, D., & Prior, M. R. (2013). “Tuning
into kids”: Reducing young children’s behavior problems using an emotion coaching parenting
program. Child Psychiatry and Human Development, 44(2), 247–264. https://doi.org/10.1007/s10578-012-0322-1
Hayes, S. A., & Watson, S. L. (2013). The impact of parenting stress: A meta-analysis of studies
comparing the experience of parenting stress in parents of children with and without autism
spectrum disorder. Journal of Autism and Developmental Disorders, 43(3), 629–642.
https://doi.org/10.1007/s10803-012-1604-y
Hess, C. R., Teti, D. M., & Hussey-Gardner, B. (2004). Self-efficacy and parenting of high-risk infants:
The moderating role of parent knowledge of infant development. Journal of Applied
Hessler, D. M., & Katz, L. F. (2010). Brief report: Associations between emotional competence and adolescent risky behavior. Journal of Adolescence, 33(1), 241–246.
https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2009.04.007
Huang, C. Y., Yen, H. C., Tseng, M. H., Tung, L. C., Chen, Y. D., & Chen, K. L. (2014). Impacts of
autistic behaviors, emotional and behavioral problems on parenting stress in caregivers of
children with autism. Journal of Autism and Developmental Disorders, 44(6), 1383–1390. https://doi.org/10.1007/s10803-013-2000-y
Jones, T. L., & Prinz, R. J. (2005). Potential roles of parental self-efficacy in parent and child
adjustment: A review. Clinical Psychology Review, 25(3), 341–363.
https://doi.org/10.1016/j.cpr.2004.12.004
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8
623
Karraker, K. H., & Coleman, P. K. (2005). The effects of child characteristics on parenting. In
Monographs in parenting. Parenting: An ecological perspective (pp. 147–176). US: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Kidwell, S. L., Young, M. E., Hinkle, L. D., Ratlif, A. D., Marcum, M. E., & Martin, C. N. (2010). Emotional competence and behavior problems: Differences across Preschool Assessment of
Attachment classifications. Clinical Child Psychology and Psychiatry, 15(3), 391–406.
https://doi.org/10.1177/1359104510367589
Kotsou, I., Leys, C., & Fossion, P. (2018). Acceptance alone is a better predictor of psychopathology and well-being than emotional competence, emotion regulation and mindfulness. Journal of
Wilson, A., & Kim, W. (2016). The effects of concept mapping and academic self-efficacy on mastery
goals and reading comprehension achievement. International Education Studies, 9(3), 12.
https://doi.org/10.5539/ies.v9n3p12
Wittkowski, A., Garrett, C., Calam, R., & Weisberg, D. (2017). Self-report measures of parental
self-efficacy: A systematic review of the current literature. Journal of Child and Family Studies, 26(11), 2960–2978. https://doi.org/10.1007/s10826-017-0830-5