Top Banner
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PENENTUAN DAYA HAMBAT DARI SUATU SEDIAAN YANG SEBAGAI ANTISEPTIK ATAU DESINFEKTAN TERHADAP BAKTERI UJI Rabu, 29 April 2015 Kelompok 2 Rabu, Pukul 10.00 13.00 Nama NPM Tugas Pria Gutama 260110130041 Teori Dasar, Daftar Pustaka. Amelia Suci P 260110130042 Pembahasan, Simpulan. Nur Alfi K. D 260110130043 Alat dan Bahan, Prosedur. Iman Firmansyah 260110130044 Editor, Tujuan, Prinsip. Sistha Anindita 260110130045 Pembahasan, Saran. Nisrina Fauziyah 260110130046 Teori Dasar, Daftar Pustaka. Batari Aning L 260110130047 Data Pengamatan, Perhitungan. LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 Nilai TTD
26

Koefisien Fenol

Apr 07, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Koefisien Fenol

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PENENTUAN DAYA HAMBAT DARI SUATU SEDIAAN YANG SEBAGAI

ANTISEPTIK ATAU DESINFEKTAN TERHADAP BAKTERI UJI

Rabu, 29 April 2015

Kelompok 2

Rabu, Pukul 10.00 – 13.00

Nama NPM Tugas

Pria Gutama 260110130041 Teori Dasar, Daftar Pustaka.

Amelia Suci P 260110130042 Pembahasan, Simpulan.

Nur Alfi K. D 260110130043 Alat dan Bahan, Prosedur.

Iman Firmansyah 260110130044 Editor, Tujuan, Prinsip.

Sistha Anindita 260110130045 Pembahasan, Saran.

Nisrina Fauziyah 260110130046 Teori Dasar, Daftar Pustaka.

Batari Aning L 260110130047 Data Pengamatan, Perhitungan.

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

Nilai TTD

Page 2: Koefisien Fenol

PENENTUAN DAYA HAMBAT DARI SUATU SEDIAAN YANGSEBAGAI

ANTISEPTIK ATAU DESINFEKTAN TERHADAP BAKTERI UJI

I. Tujuan

Menentukan daya hambat suatu sediaan yang berpotensi sebagai antiseptik

atau desinfektan, dengan membandingkannya terhadap standar fenol

(koefisien fenol).

II. Prinsip

1. Desinfektan

Bahan kimia untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad

renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan

jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya (Rismana, 2002).

2. Koefisien Fenol

Bilangan pecahan yang menunjukkan perbandingan kekuatan daya bunuh

dari desinfektan dibaningkan dengan kekuatan daya bunuh dari fenol

sebagai pembanding dalam kondisi yang sama, yaitu jenis bakteri yang

sama dan dan waktu kontak yang sama (Collier, 1998).

3. Waktu Kontak

Waktu kontak yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba pada

persentase kill yang dibutuhkan (Fuadi, 2012).

III. Teori Dasar

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang

digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik

seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah

mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.Sedangkan antiseptik

didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh

pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan

hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan,

lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Rismana, 2002).

Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai

antiseptik dan desinfektan.Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan

Page 3: Koefisien Fenol

antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik.Antiseptik

tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat

keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah

satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi

pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai

bahan dalam proses sterilisasi (Kimbal, 2002). Desinfektan dan antiseptik

memiliki sifat antimikroba.Cara kerja antimikroba antara lain:

a. Merusak DNA.

Sejumlah unsur antimikroba bekerja dengan merusak

DNA.Unsur ini meliputi radiasi pengion (ionisasi), sinar ultra

ungu, dan zat-zat kimia reaktif DNA. Pada kategori yang

terakhir ini terdapat zat-zat alkilasi dan zat lain yang bereaksi

secara kovalen dengan basa purin dan pirimidin sehingga

bergabung dengan DNAatau membentuk ikatan silang antar

untai. Penyinaran merusak DNA melalui beberapa cara,

misalnya sinar ultra ungu menyebabkan penyilangan diantara

pirimidin yang berdekatan pada salah satu untai yang sama dari

dua untai polinukleotida, membentuk dimer pirmidin. Radiasi pengion

memecahkan untaian tunggal atau ganda. Kerusakan DNA yang

ditimbulkan karena penyinaran atau secara kimiawi akan

mematikan sel terutama karena mengganggu replikasi DNA

(Jawetz et. al., 1996).

b. Denaturasi protein.

Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang

ditentukan oleh pertautan disulfida kovalen intramolekul dan sejumlah

pertautan nonkovalen seperti ikatan ion, ikatan hidrofob, dan

ikatan hidrogen.Keadaan ini dinamakanstruktur tersier protein;

struktur ini mudah terganggu oleh sejumlah unsur fisikatau

kimiawi, sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi.Kerusakan

strukturtersier ini dinamakan denaturasi protein (Jawetzet. al.,

1996).

Page 4: Koefisien Fenol

c. Gangguan selaput atau dinding sel.

Selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif,

meloloskan beberapazat terlarut dan menahan zaat

lainnya.Beberapa zat diangkut secara aktif melaluiselaput,

sehingga konsentrasinya dalam sel tinggi.Selaput sel juga

merupakantempat bagi banyak enzim yang terlibat dalam

biosintesis berbagai komponenpembungkus sel. Zat-zat yang

terkonsentrasi pada permukaan sel mungkin mengubah sifat-sifat

fisik normalnya dan dengan demikian membunuh atau menghambat

sel.Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk pada

sel, melindungi sel terhadap lisis osmotik.Dengan demikian, zat

yang merusak dinding sel (misalnya lisozim) atau menghalangi

sintesis normalnya (misalnya penisilin) akan menyebabkan lisis

sel (Jawetzet. al., 1996).

Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik dan cara

kimia. Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi

umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan

pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan

alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan

halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen

atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi,

golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan

biguanida (Pankey, 2014).

Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak

dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para

kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam

rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air

dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus,

spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri

gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di

Page 5: Koefisien Fenol

bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat

dari papan/kayu.Adapun keunggulan golongan fenol adalah sifatnya yang

stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan

kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif

(Pankey, 2014).

Untuk menentukan kualitas desinfektan yaitu dengan menentukan daya

bunuh desinfektan terhadap kuman adalah dengan menggunakan metode

koefisien fenol. Fenol adalah jenis desinfektan yang paling kuno dan karena

kekuatannya telah diketahui maka kualitas desinfektan selalu dibandingkan

dengan fenol. Fenol dengan kadar 0,2 persen bersifat bakteriostatik yakni

menahan pertumbuhan bakteri, sedangkan fenol 1% bersifat mematikan

bakteri atau bakterisid. Koefisien fenol adalah bilangan pecahan yang

menunjukkan perbandingan kekuatan daya bunuh dari desinfektan

dibaningkan dengan kekuatan daya bunuh dari fenol sebagai pembanding

dalam kondisi yang sama, yaitu jenis bakteri yang sama dan dan waktu

kontak yang sama. Waktu untuk menguji antibiotika adalah 18-24 jam,

sedangkan untuk mata tidak mungkin selama itu. Oleh karena itu, digunakan

waktu tertentu dengan metode kontak secara konvensional, waktu yang paling

cepat adalah 2,5 menit, paling lama 15 menit. Kekuatan fenol untuk menguji

desinfektan adalah tidak lebih besar dari 5% (Collier, 1998).

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml.

Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion

H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan

anionfenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air. Dibandingkan

dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan

dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan

H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi

seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital, antara satu-satunya

pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif

melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya (Collier, 1998).

Page 6: Koefisien Fenol

Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir

Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik.Fenol merupakan

komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai

TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa

anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Collier, 1998).

Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis

spesies utama bakteri Gram-negatif. Bakteri ini ditemukan oleh Theodor

Escherich. Pada umumnya bakteri ini dapat ditemukan dalam usus besar

manusia. E. Coli merupakan anggota dari family Enterobacteriaceae. Ukuran

sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm. Bentuk sel dari

bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous.

Tidak ditemukan spora E. Coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat

tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul.

Bakteri ini aerobik dan dapat juga aerobik fakultatif. E. Coli merupakan

penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi. E. Coli merupakan

bakteri kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan

respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan

anaerob. Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 37°C pada media yang

mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E.Coli

memfermentasikan laktosa dan memproduksi indol yang digunakanuntuk

mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan air. E.coli berbentuk besar (2-

3 mm), sirkular, konveks dan koloni tidak berpigen pada nutrient dan media

darah. E. Coli dapat bertahan hingga suhu 60°C selama 15 menit atau pada

55°C selama 60 menit.Penyakit yang sering ditimbulkan oleh E. Coli adalah

diare. E. Coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat – sifat virulensinya dan

setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara

lain yaitu: E. Coli Enteropatogenik (EPEC), E. Coli Enterotoksigenik

(ETEC), E. Coli Enterohemoragik (EHEC), E. Coli Enteroinvansif (EIEC)

dan E. Coli Enteroagregatif (EAEC). Kebanyakan E. coli tidak berbahaya,

tetapi beberapa spesies seperti E. coli tipe O157:H7 dapat mengakibatkan

Page 7: Koefisien Fenol

keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah karena

eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan

cara menghilangkan satu basa adenin dari unit 28S rRNA, sehingga

menghentikan sintesis protein. Sumber bakteri ini contohnya adalah daging

yang belum masak (Levinson, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan antiseptik atau desinfektan

yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme adalah:

1. Jenis organisme yang digunakan.

2. Jumlah mikroorganisme yang digunakan.

3. Umur dan sejarah dari mikroorganisme.

4. Jaringan atau unsur-unsur yang ada dalam mikrorganisme.

5. Efek-efek dari zat kimia terhadap jaringan.

6. Efek-efek dari jaringan terhadap zat kimia.

7. Jenis racun dari zat kimia (jika diambil secara internal).

8. Waktu bagi zat kimia untuk bekerja dan konsentrasi yang dipakai.

9. Temperatur pada zat kimia dan pada jaringan atau unsur-unsur yang

terlibat (Melnick, 1996).

IV. Alat dan Bahan

Alat :

1. Inkubator

2. Labu ukur 100 mL

3. Mikro Pipet

4. Pembakar spiritus

5. Rak tabung

6. Stopwatch

Page 8: Koefisien Fenol

7. Tabung reaksi besar ( 6 buah)

8. Tabung reaksi kecil ( 36 buah)

9. Volume pipet 1 mL dan 5 mL

Bahan :

1. Aquades

2. Fenol

3. Nutrien Broth ( NB )

4. Pelarut sediaan uji

5. Sediaan uji (karbol wangi)

6. Suspensi bakteri E.Coli

Gambar Alat

Page 9: Koefisien Fenol

V. Prosedur

Dibuat larutan sediaan uji dengan konsentrasi 5 % b/v atau 5 % v/v .

Kemudian dilakukan perencanan pengenceran setelah itu dilakukan

perhitungan konsentrasi larutan pada masing-masing tabung besar. Dibuat 6

pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dengan aquadest steril dalam

tabung-tabung reaksi besar, sebagai berikut :

Tabung

Reaksi

Koefisien

Fenol

Larutan

Fenol yang

dipipet

Aquadest

yang

ditambahkan

Total yang

diperlukan

Volume

yang

dibuang

A 1/40 5 0 5 0

B 1/50 4 1 5 0

C 1/60 4 2 5 1

D 1/70 4 3 5 2

E 1/80 4 4 5 3

F 1/90 4 5 5 4

Tabung reaksi kecil diisi dengan 1 ml NB. Lalu tabung-tabung besar dan

kecil dalam rak tabung disusun. Baris pertama terdiri dari 6 tabung besar

yang berisi hasil pengenceran dan diberi tanda A, B, C, D, E, dan F. Dibaris

kedua terdiri dari 6 tabung kecil berisi NB double strength dan diberi tanda

a1, b1, c1, d1, e1, dan f1. Baris ketiga sampai keenam masing-masing berisi 6

tabung kecil berisi NB biasa dan diberikan tanda a2, b2, c2, d2, e2, dan f2

sampai a6, b6, c6, d6, e6, dan f6. Kemudian dimasukan 0,2 ml suspensi

bakteri uji kepada masing-masing tabung besar yang telah berisi larutan fenol

secara berturut-turut , dengan rentang waktu 30 detik. Lalu dimasukan

masing-masing 0,2 ml larutan dari tabung A secara berturut-turut ke tabung

a1, a2, a3,a4,a5,dan a6 secara berturut-turut, selama 2,5 menit. Dan

dilaakukan pula untuk tabung-tabung B, C, D, E, dan F. Setelah itu dibuat 1

kontrol positif dan 1 kontrol negatif. Kontrol positif terdiri dari 1ml NB dan

0,2ml bakteri. Kontrol negatif hanya berisi NB. Kemudian tabung reaksi kecil

diinkubasi semuanya selama 24 jam dalam suhu 37°C . Setelah itu di amati

Page 10: Koefisien Fenol

kekeruhan yang terjadi dan dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif.

Lalu ditentukan dimana koefisien fenolnya dengan rumus :

VI. Data Pengamatan

6.1 Data Pengamatan

No

.

Perlakuan Hasil Foto

1. Membuat larutan

standar uji

berupa turunan

Fenol

Larutan standar

Fenol dengan

konsentrasi 2,5 % b/v

-

2. Membuat 6

pengenceran

Fenol di 6 tabung

reaksi besar

6 pengenceran

bertingkat larutan

Fenol di tabung

reaksi besar (tabung

reaksi A-B-C-D-E-

F)

3. Menyiapkan 36

tabung reaksi

kecil

36 tabung reaksi

kecil yang berisi 1

ml Nutrient Broth

(NB)

A= a1-a2-a3-a4-a5-a6

B= b1-b2-b3-b4-b5-b6

C= c1-c2-c3-c4-c5-c6

D= d1-d2-d3-d4-d5-d6

E= e1-e2-e3-e4-e5-e6

F= f1-f2-f3-f4-f5-f6

4. Menyusun

seluruh tabung

reaksi besar dan

tabung reaksi

kecil di rak

tabung

Terdapat 6 baris

tabung sesuai

dengan label nya

Page 11: Koefisien Fenol

5. Menyiapkan

suspensi bakteri

Suspensi bakteri E.

coli

6. Memasukkan 0,2

ml suspensi

bakteri ke tabung

reaksi besar yang

telah berisi

larutan Fenol

Suspensi bakteri

E.coli 0,2 ml

dimasukkan ke

dalam tabung reaksi

besar dengan

menggunakan

mikropipet

Dimulai dengan 0,2

ml suspensi bakteri

dimasukkan ke

tabung reaksi A

dengan selang

waktu 30 detik

dimasukkan 0,2 ml

suspensi bakteri ke

tabung reaksi B

begitu seterusnya

hingga tabung

reaksi E

7. Memasukkan 0,2

ml suspensi

bakteri dari

tabung reaksi E

ke tabung reaksi

F

0,2 ml suspensi

bakteri dimasukkan

dari tabung E ke

tabung reaksi F dan

pada saat yang

bersamaan dari

tabung reaksi A

dimasukkan

suspense bakteri ke

tabung reaksi a1

Page 12: Koefisien Fenol

8. Memasukkan

suspensi bakteri

dengan

menggunakan

mikropipet

sebanyak 0,2 ml

dari tabung

reaksi A ke

tabung rekasi a1

0,2 ml suspensi

bakteri pada tabung

reaksi a1 yang di

dalamnya juga

terdapat NB dengan

selang waktu 30

detik , dipipet

sebanyak 0,2 ml

suspense bakteri

dari tabung reaksi B

ke tabung reaksi b1

begitu seterusnya

hingga 36 tabung

reaksi kecil terisi

oleh suspensi

bakteri (hingga f6)

9. Inkubasi seluruh

tabung reaksi

Inkubasi 1x24 jam

dan dilihat

kekeruhannya

10. Tentukan dan

hitung koefisien

Fenol

Koefisien Fenol= 0

(keruh seluruhnya)

-

1.2 Tabel Pengenceran Fenol 2,5 %

Tabung

Reaksi

Koefisien

Fenol

Larutan

Fenol yang

dipipet

Aquadest

yang

ditambahkan

Total yang

diperlukan

Volume

yang

dibuang

A 1/40 5 0 5 0

B 1/50 4 1 5 0

C 1/60 4 2 5 1

D 1/70 4 3 5 2

E 1/80 4 4 5 3

F 1/90 4 5 5 4

1.3 Perhitungan Pengenceran Fenol 2,5 %

a. Tabung Reaksi A

V1 . N1 = V2 . N2

5 . 1/40 = V2 . 0

V2 = 0 ml

Page 13: Koefisien Fenol

Aquadest yang di tambahkan : 0 ml

Total yang diperlukan : 5 ml

Volume yang dibuang : 0 ml

b. Tabung Reaksi B

Aquadest yang ditambahkan : 5 ml – 4 ml = 1 ml

Total yang diperlukan : 5 ml

Volume yang dibuang : 5 ml

c. Tabung Reaksi C

Aquadest yang ditambahkan : 6 ml – 4 ml = 2 ml

Total yang diperlukan : 5 ml

Volume yang dibuang : 6 ml – 5 ml = 1 ml

d. Tabung Reaksi D

Aquadest yang ditambahkan : 7 ml – 4 ml = 3 ml

V1 . N1 =V2 . N2

4 . 1/40 =V2 .

1/50

V2 = 5 ml

V1 . N1 = V2 . N2

4 . 1/40 = V2 .

1/60

V2 = 6 ml

V1 . N1 = V2 . N2

4 . 1/40 = V2 .

1/70

V2 = 7 ml

Page 14: Koefisien Fenol

Total yang diperlukan : 5 ml

Volume yang dibuang : 7 ml – 5 ml = 2 ml

e. Tabung Reaksi E

Aquadest yang ditambahkan : 8 ml – 4 ml = 4 ml

Total yang diperlukan : 5 ml

Volume yang dibuang : 8 ml – 5 ml = 3 ml

f. Tabung Reaksi F

Aquadest yang ditambahkan : 9 ml – 4 ml = 5 ml

Total yang diperlukan : 5 ml

Volume yang dibuang : 9 ml – 5 ml = 4 ml

6.4 Hasil Pengamatan

Waktu 2,5 menit 5 menit 7,5 menit 10 menit 12,5

menit

15 menit

Konsentrasi

A + + + + + +

B + + + + + +

C + + + + + +

D + + + + + +

E + + + + + +

F + + + + + +

Keterangan :

(-) : Bening

(+) : Keruh

V1 . N1 = V2 . N2

4 . 1/40 = V2 .

1/80

V2 = 8 ml

V1 . N1 = V2 . N2

4 . 1/40 = V2 .

1/90

V2 = 9 ml

Page 15: Koefisien Fenol

6.5 Perhitungan Koefisien Fenol

Koefisien Fenol = 0 (seluruhnya keruh)

6.5 Hasil Pengamatan dan Perhitungan Kelompok Lain

Waktu 2,5 menit 5 menit 7,5 menit 10 menit 12,5

menit

15

menit Konsentrasi

A - + + + + +

B - - - - - -

C - + + + - +

D - - - - - -

E - - + - - -

F - - - - - -

Koefisien Fenol =(0,025+0,011)

(0,025)

Koefsien Fenol = 1,44

VII. Pembahasan

Praktikum kali ini berjudul ‘Penentuan Daya Hambat dari Suatu

Sediaan yang Berpotensi sebagai Antiseptik atau Desinfektan terhadap

Bakteri Uji’ yang bertujuan untuk menentukan daya hambat suatu sediaan

yang berpotensi sebagai antiseptik atau desinfektan, dengan

membandingkannya terhadap standar fenol atau disebut juga koefisien

fenol.Uji koefisien fenolmerupakan uji yang digunakan untuk

membandingkan aktifitas antimicrobial suatu senyawa kimia dibandingkan

dengan fenol pada kondisi yang standar. Sejumlah pengenceran seri dari

bahan kimia yang akan di uji dilakukan dengan pembanding fenol murni

yang dilakukan pada tabung reaksi steril (Rahayu, 2010).

Namun dalam praktikum ini yang dilakukan praktikan adalah menguji

kekuatan fenol sebagai baku pembanding desinfektan lain terhadap strain

Page 16: Koefisien Fenol

bakteri yang sama, yaitu Escherichia coli. Konsentrasi larutan fenol yang

digunakan untuk pengujian adalah sebesar 2,5% karena pada konsentrasi

2,5% fenol sudah tergolong efektif mendenaturasi protein dan merusak

membran sel bakteri serta aktif pada pH asam. Persyaratan koefesien fenol

adalah jika didapat nilai koefesien fenol antara 0,05 sampai

1, maka zat kimia uji adalah antiseptik atau desinfektan yang kurang efektif,

sedangkan jika nilai yang diperoleh lebih besar dari 1, maka zat kimia uji

adalah antiseptik atau desinfektan yang efektif (Setiawan, 2013).

Fenol adalah zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya

antiseptik dinyatakan dalam koefesien fenol. Mekanisme kerja fenol sebagai

desinfektan berada dalam kadar 0,01% - 1% di mana fenol bersifat

bakteriostatik. Larutan fenol dengan kadar1,6% bersifat bakterisid yang

dapat mengadakan koagulasi protein. Ikatan protein dengan fenol mudah

lepas sehingga fenol dapat berpenetrasi ke dalam kulit utuh. Larutan fenol

dengan kadar 1,3% bersifat fungisid yang berguna untuk sterilisasi ekskreta

dan alat kedokteran. Mekanisme kerja dari fenol adalah interaksi antara

senyawa fenol dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan

ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, fenol akan terbentuk kompleks protein

fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti

penetrasi fenol ke dalam sel bakteri dan menyebabkan presipitasi serta

denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol akan menyebabkan koagula

siprotein sel bakteri dan membran sitoplasma mengalami lisis (Ganiswarna,

1995).

Praktikum ini dilakukan dengan teknik aseptis, yaitu suatu sistem cara

bekerja yang menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan

mikroorganisme untuk mencegah kontaminasi terhdap kultur

mikroorganisme yang diinginkan. Dasar digunakannya teknik aseptis adalah

karena adanya banyak partikel debu yang mengandung mikroorganisme,

berupa bakteri atau spora, yang mungkin dapat masuk ke dalam tabung

reaksi atau mengendap di meja kerja. Pertumbuhan mikroorganisme yang

tidak diinginkan ini dapat mempengaruhi atau mengganggu hasil praktikum.

Page 17: Koefisien Fenol

Meja kerja seharusnya jauh dari sesuatu yang dapat menciptakan aliran

udara, seperti jendelan yang terbuka atau pintu yang selalu dibuka dan

ditutup, serta jauh dari lalu lintas orang (Pujiarga, 2015).

Pada awal praktikum, meja kerja disemprot terlebih dahulu dengan

menggunakan alkohol 70% untuk mensterilkannya. Alkohol 70%

merupakan cairan yang mengandung 70% etil alkohol (CH3CH2OH) dan

30% air. Etil alkohol (etanol) membunuh bakteri melalui 2 cara, yakni

denaturasi protein dan pelarutan membran lemak. Protein merupakan salah

satu penyusun dari sel bakteri. Alkohol yang digunakan adalah alkohol

dengan konsentrasi 70% karena pada alkohol konsentrasi sangat tinggi

hanya akan mampu mendenaturasi protein di luar sel bakteri, tidak mampu

menembus membran sel bakteri dan mendenaturasi protein di dalam sel

bakteri yang sebenarnya merupakan target utamanya. Antiseptik yang ideal

adalah antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan dan merusak sel-sel

bakteri, spora bakteri jamur, virus dan protozoa, tanpa merusak jaringan

tubuh. Antiseptik dapat merusak sel dengan cara koagulasi atau denaturasi

protein protoplasma sel, atau menyebabkan sel mengalami lisis, yaitu

dengan mengubah struktur membran sel sehingga menyebabkan kebocoran

isi sel (Yunanto, 2010).

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini telah disterilisasi

dengan autoklaf yang berfungsi untuk menjaga kebersihan alat yang

digunakan dan melindungi alat-alat tersebut dari kontaminan. Autoklaf

adalah adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi media mikrobiologi,

peralatan gelas laboratorium dan dekontaminasi atau membunuh bakteri

dengan menggunakan uapbersuhu dan bertekanan tinggi 121oC selama

kurang lebih 15 menit. Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika

suhu di dalam autoklaf mencapai 121oC. Jika objek yang disterilisasi cukup

tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalamautoklaf akan melambat,

sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untukmemastikan

bahwa semua objek bersuhu 121oC untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan

waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf

Page 18: Koefisien Fenol

karena volume yang besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

mencapai suhu sterilisasi (Suwito, 2010).

Setelah alat disterilisasi, tahap selanjutnya dalah mempersiapkan alat

dan bahan. Alat yang digunakan diantaranya adalah tabung reaksi besar dan

kecil, pipet volume 1 ml dan 5 ml, labu erlenmeyer, dan pembakar spirtus.

Tabung reaksi besar sebanyak enambuah berfungsi sebagai tempat

pengenceran sediaan uji, yaitu larutan fenol 2,5%. Sementara tabung reaksi

kecil sebanyak 36 buah digunakan untuk menyimpan media, yaitu Nutrient

Broth (NB). Media Nutrient Broth yang disediakan bertujuan untuk

memberi tambahan nutrisi pada bakteri yang dipakai dalam pengujian,

yaitu Escherichia coli. Digunakan medium cair karena tahap terakhir dari

praktikum ini adalah melihat kekeruhan atau kejernihan dari medium, yang

menandakan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang terjadi (Fauzia,

2010).

Labu erlenmeyer digunakan pada praktikum ini untuk menempatkan

aquadest steril. Pada labu erlenmeyer, ujung Erlenmeyer disumbat dengan

menggunakan kapas yang dibalut dengan kassa yang berfungsi untuk

melindungi masuknya kontaminan kedalam labu erlenmeyer tersebut

(Safitri, 2013).

Untuk mengambil sediaan uji dan aquadest steril, digunakan pipet

volume. Pipet volume digunakan karena memiliki skala yang berkisar dari 1

ml hingga 10 ml. Pada pipet volume, ujung pipet volum disumbat dengan

menggunakan kapas. Kapas yang disumbat pada pipet volume berfungsi

untuk menyumbat alat yang akan disterilisasi atau pun alat yang sudah

disterilisasi agar terhindar dari kontaminasi dari mulut atau lingkungan

sekitar (Pastra, 2012).

Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah

melakukan pengenceran larutan standar fenol dengan konsentrasi 2,5%

dalam labu ukur menjadi 6 pengenceran bertingkat dalam tabung reaksi

besar dengan menggunakan aquade ststeril. Untuk pengenceran 1/40,

dipipet larutan fenol sebanyak 5 ml dari labu ukur dan dipindahkan kedalam

Page 19: Koefisien Fenol

tabung reaksi besar yang berlabel ‘A’. Untuk pengenceran 1/50, dipipet

aquadest steril sebanyak 1 ml dari labu Erlenmeyer dan dipindahkan ke

dalam tabung reaksi besar yang berlabel ‘B’. Kemudian dipipet larutan fenol

sebanyak 4 ml dari labu ukur, ditambahkan kedalam tabung reaksi besar

yang sama, dan dihomogenkan. Untuk pengenceran 1/60, dipipet aquadest

steril sebanyak 2 ml dari labu Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung

reaksi besar yang berlabel ‘C’.Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4

ml dari labu ukur, ditambahkan kedalam tabung reaksi besar yang sama,

dihomogenkan, dan dipipet sebanyak 1 ml dari campuran tersebut untuk

dibuang. Untuk pengenceran 1/70, dipipe taquade ststeril sebanyak 3 ml dari

labu Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung reaksi besar yang

berlabel ‘D’.Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4 ml dari labu ukur,

ditambahkan kedalam tabung reaksi besar yang sama, dihomogenkan, dan

dipipet sebanyak 2 ml dari campuran tersebut untuk dibuang. Untuk

pengenceran 1/80, dipipet aquadest steril sebanyak 4 ml dari labu

Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung reaksi besar yang berlabel ‘E’.

Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4 ml dari labu ukur, ditambahkan

kedalam tabung reaksi besar yang sama, dihomogenkan, dan dipipet

sebanyak 3 ml dari campuran terseb utuntuk dibuang. Dan untuk

pengenceran 1/90, dipipet aquadest steril sebanyak 5 ml dari labu

Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung reaksi besar yang berlabel ‘F’.

Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4 ml dari labu ukur, ditambahkan

kedalam tabung reaksi besar yang sama, dihomogenkan, dan dipipet

sebanyak 4 ml dari campuran tersebut untuk dibuang. Pengenceran ini

dimaksudkan untuk mendapatkan larutan fenol uji dalam berbagai

konsentrasi untuk dibandingkan kekuatannya dalam mematikan atau

membunuh bakteri uji, yaitu Escherichia coli.

Kemudian dilakukan penanaman bakteri dengan menggunakan

mikropipet secara aseptis. Setiap melakukan penanaman bakteri, setelahnya

selalu dilakukan pengocokkan agar homogen. Penanaman bakteri dilakukan

pada interval 30 detik antar tabung kecil, dengan urutan tabung A1 hingga

Page 20: Koefisien Fenol

F1 dahulu, baru kemudian A2 hingga F2 dan seterusnya. Penanaman bakteri

pada tabung F bersamaan dengan penanaman pada tabung A selanjutnya.

Jadi, tabung F1 bersamaan dengan tabung A2. Karena waktu yang

diperlukan dalam menguji kekuatan fenol adalah 18-24 jam, sedangkan

untuk kekuatan mata untuk melihat dan mengawasi tidak mungkin selama

itu, maka digunakan waktu tertentu dengan metode kontak secara

konvensional, waktu yang paling cepat adalah 2,5 menit, paling lama 15

menit. Sehingga waktu penanaman bakteri dalam NB dari tabung berisi

fenol masing-masing berselang 30 detik hal ini dapat memperlihatkan

perbandingan bahwa waktu kontak yang semakin lama akan mempengaruhi

keefektifan fenol dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli.

Kemudian dilakukan inkubasi selama 24 jam. Bakteri E.coli dibiakkan

terlebih dahulu pada media NA dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24

jam. Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam, maka terbentuklah kekeruhan

yang setara dengan standart Mc Farland 1 dengan konsentrasi bakteri 3 x

108 / ml. Jumlah bakteri telah memenuhi syarat untuk uji kepekaan yaitu :

105 – 108 / ml (Hermawan et al, 2007).

Berdasarkan hasil diperoleh bahwa bahan uji yaitu turunan fenol yang

digunakan sebagai baku pembanding ternyata ditumbuhi oleh bakteri. Hal

ini ditunjukkan dengan tanda plus (+) yang artinya bakteri dapat hidup dan

tumbuh pada bahan uji tersebut ditandai dengan adanya kekeruhan pada

larutan yang diujikan. Pengamatan ini dilakukan setelah inkubasi selama 24

jam. Adapun pengenceran fenol yang digunakan ialah 1

40,

1

50,

1

60,

1

70,

1

80,

1

90.

Page 21: Koefisien Fenol

Kekeruhan (+) menandakan pertumbuhan bakteri E.Coli pada semua tabung uji A, B , dan

C.

Kekeruhan (+) menandakan pertumbuhan bakteri E.Coli pada semua tabung uji D, E , dan

F.

Tumbuhnya semua bakteri pada bahan uji dapat disebabkan karena

tidak semua desinfektan dapat digunakan untuk pengendalian

Page 22: Koefisien Fenol

mikroorganisme secara umum. Desinfektan hanya cocok untuk

mengendalikan mikroorganisme tertentu, tidak mampu mengendalikan

mikroorganisme lain. Beberapa jenis desinfektan ada yang hanya efektif

pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya kerja yang luas terhadap

mikroorganisme dan ada pula yang hanya bisa mengatasi sejumlah kecil

mikroorganisme. Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap

desinfektan. Hal ini disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel

dan asam ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi

terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.

Bahan uji yang digunakan yaitu senyawa fenol merupakan senyawa

yang bersifat bakterisid. namun tidak semua mikroorganisme sama

rentannya terhadap sifat menghambat atau mematikan suatu zat kimia

tertentu. Spora bersifat lebih resisten daripada sel-sel vegetatif. Bakteri gram

positif dan gram negatif memiliki kerentanan yang berbeda. Escherichia

coli (gram negatif) jauh lebih resisten terhadap disinfektan dari pada

Staphylococcus aureus (gram positif). Sehingga harus dipilih zat yang

efektif dapat membasmi mikroorganisme tersebut (Vibriyani, 2014).

Sehingga memungkinkan bahwa tumbuhnya mikroorganisme pada semua

tabung, karena bakteri yang digunakan yaitu E.Coli.

Berbeda dengan S. aureus , dinding sel S. aureus hanya terdiri dari

beberapa lapis peptidoglikan tanpa adanya tiga polimer pembungkus yang

terletak diluar lapisan peptidoglikan yaitu lipoprotein, selaput luar dan

lipopolisakarida seperti yang dimiliki oleh E. coli karena S.aureus hanya

memiliki lapisan peptidoglikan maka selnya akan mudah terdenaturasi oleh

phenol (Hermawan et al, 2007).

Faktor yang mempengaruhi kesalahan dalam praktikum ini adalah kerja

yang kurang aseptis. Komunikasi saat proses kerja mungkin menjadi salah

satu faktor kesalahan percobaan. Saat berkomunikasi, percikan air liur atau

hembusan uap air dari hidung dan mulut akan menambah jumlah kuman

Page 23: Koefisien Fenol

yang tidak sebanding dengan daya bunuh desinfektan. Selain itu pengerjaan

tabung Uji Disinfektan secara paralel yang saat itu dimaksudkan

untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan secara paralel tersebut

telah mengakibatkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian perhitungan waktu

yang diperlukan.

Efektifitas masing-masing disinfektan ditentukan dengan cara

membandingkan daya bunuh bahan disinfektan pada pengenceran tertinggi

yang mematikan bakteri pada waktu 15 menit tetapi tidak mematikan

bakteri pada waktu 5 menit (Setiawan et al, 2013). Jika dibandingkan

dengan sampel yang digunakan yaitu Wipol , ternyata pertumbuhannya

terdapat pada tabung kecil A2, A3, A4, A5, A6 serta C2, C3, C4, C5 dan

C6. Hal ini tidak sesuai dengan literatur karena seharusnya pada menit ke 5

tidak mematikan pertumbuhan bakteri. Namun, jika dibandingkan dengan

baku pembanding yaitu fenol efktifitas dari wipol lebih baik karena dapat

membunuh bakteri pada konsentrasi 1

50,

1

60,

1

70,

1

80,

1

90. Didapat bahwa

koefisien Wipol sebagai sampel yaitu 1,44. Menurt literatur persyaratan

koefisien fenol yaitu jika nilai koefisien fenol antara 0,05-1 maka zat kimia

uji adalah antiseptik / desinfektan yang kurang efeektif, sedangkan jika nilai

koefissien fenol lebih dari 1 makan zat kimia uji adalah

antiseptikan/desinfektan yang efektif (Setiawan et al, 2013).

VIII. Simpulan

Diperoleh hasil bahwa koefisien fenol pada sampel yaitu Wipol memiliki

nilai sebesar 1,44, sedangkan pada fenol seebgai baku pembanding nilai

koefisien fenol tidak didapat. Sehingga sampel memiliki efektifitas yang

lebih besar dari baku pembanding yaitu fenol.

Page 24: Koefisien Fenol

IX. Saran

Saat praktikum sedang berjalan, sebaiknya praktikan tidak terlalu sering

berbicara atau mengobrol di sekitar meja kerja karena hal tersebut dapat

menyebabkan bakteri di udara menyebar dan mengkontaminasi sampel

pengujian. Selain itu, saat sedang menyedot sampel menggunakan pipet

volume, sebaiknya kapas yang menyumbat mulut pipet volume dijaga agar

tidak lepas karena hal tersebut akan membuat bakteri dari mulut praktikan

juga dapat mengkontaminasi sampel pengujian.

Page 25: Koefisien Fenol

DAFTAR PUSTAKA

Collier, L. (1998). Microbiology and Microbial Infections.New York: Oxford

University Press Inc.

Fauzia. 2010. Uji Efek Ekstrak Air dari Daun Avokad (Persea

gratissima)terhadapStreptococcus Mutans dari Saliva dengan Kromatografi

Lapisan Tipis (TLC)dan Konsentrasi Hambat Minimum (MIC). Majalah

Kedokteran Nusantara. Volume 41, No. 3: 173-178.

Fuadi, Azhar. 2010. Pengaruh Residual Klorin Terhadap Kualitas Mikrobiologi

pada Jaringan Distribusi Air Jernih. Tersedia online di

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20306563-S42165-Azhar%20Fuadi.pdf

(Diaksen pada tanggal 4 Mei 2015).

Ganiswarna, S. G.1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: BagianFarmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hermawan, A. N. A. N. G., Hana, W., & Wiwiek, T. (2007). Pengaruh Ekstrak

Daun Sirih (piper betle l.) terhadap Pertumbuhan staphylococcus aureus dan

escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Universitas Erlangga.

Jawetz, Melnick & Adelberg.(1995). Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

Kimbal, John. (2004). Bacteria. Tersedia online di

http://users.rcn.com/jkimbal.ma.ultranet/BiologyPayes/E/Esch.coli.html.(Di

akses pada tanggal 1 Mei 2015).

Levinson, W. (2008).Review of Medical Microbiology. Amerika: The McGraw-

Hill Companies.

Melnick, J & Aldelberg.(1996). Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

Pankey, G.A. (2014). Clinical Relevance of Bacteriostatic Versus Bactericidal

Mechanisms of Action in the Treatment of Gram-Positive Bacterial

Infections.Oxford Journals Clinical Infectious Diseases. Vol.38, No.6:864-870.

Page 26: Koefisien Fenol

Pujiarga, C. S. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kualitas

Kertas Berbahan Baku Nata de Soya. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis

dan Biosistem. Vol. 3, No. 2: 163-171.

Rahayu, I. D. 2010.The sensitivity of Staphylococcus aureus as Mastitis Pathogen

Bacteria Into Teat Dipping Antiseptic in Dairy Cows. Jurnal Protein. Vol.

4, No. 1: 31-36.

Rismana, Eriawan M.S. (2002). Bahan Disinfeksi. http://www.pikiran-rakyat.com

(Diakses pada tanggal 1 Mei 2015).

Safitri, M. F. 2013. Kualitas Kefir berdasarkann Kefir Grain. Jurnal Aplikasi

Teknologi Pangan. Vol. 2, No. 2: 87-92.

Setiawan, D. 2013. Perbandingan Efektifitas Desinfektan Kaporit,Hidrogen

Peroksida, dan Pereaksi Fenton (H2o2/Fe2+). Cakra Kimia (Indonesian E-

Journal of Applied Chemistry). Vol. 1, No. 2: 17-24.

Suwito, W. 2010. Bakteri yang Sering Mencemari Susu. Jurnal Litbang

Penelitian. Vol. 29, No. 3: 96-100.

Vibriyani, J. (2014). STUDI AKTIVITAS ANTIMIKROBIAL ASAP CAIR

TEMPURUNG KELAPA TERHADAP PERTUMBUHAN

Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO.

Yunanto, A. 2010. Peran Alkohol 70%, Povidon-Iodine 10% dan Kasa Kering

Steril dalam Pencegahan Infeksi pada Perawatan Tali Pusat. Jurnal Sari

Pediatri. Vol. 7, No. 2: 58-62.