A. DefinisiDemensia adalah sindroma klinis yang meliputi
hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat
sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat
dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Menurut Asosiasi Alzheimer
Indonesia (2003), demensia adalah suatu sindroma penurunan
kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi
kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari (Asosiasi Alzheimer
Indonesia, 2003). Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan
sel-sel otak yang mati secara abnormal. Namun proses penuaan bukan
dengan sendirinya menjadi penyebab dementia. Penyakit ini boleh
dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan
maupun kebudayaan. Bila seseorang menderita demensia maka akan
mengalami gangguan pada daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan
emosi.Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic
Guidelines for Mental and Behavioural Disorders dan International
Classification of Diseases (10th Revision) (ICD-10) (2008) demensia
memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:1. Kemunduran
kemampuan intelektual terutama memori yang sampai menganggu
aktivitas-aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit
bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri.2. Mengalami
kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan mengorganisasikan
hal-hal dari hari ke hari. 3. Awalnya, mengalami kesulitan
menyebutkan nama-nama benda, orientasi waktu, tempat.4. Kemunduran
pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial yang
tampak dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual
keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku sosial seperti
makan, berpakaian dan interaksi dengan orang lain.Kriteria derajat
demensia1. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan
aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan
higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.2. Sedang :
Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.3.
Berat : Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak
berkesinambungan, inkoheren
B. KlasifikasiBerdasarkan usia dibagi menjadi dua, yaitu senilis
dan presenilis, dimana untuk demensia senilis terjadi pada usia
diatas 65 tahun sedangkan presenilis dibawah usia 65 tahun. Apabila
dilihat berdasarkan penyebabnya, demensia dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu: 1. demensia tipe Alzheimer (primer) dicirikan oleh
kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah
usia yang lanjut, keturunan, trauma kepala, infeksi virus, radikal
bebas, toksin, pengaruh logam alumunium. Awalnya ditemukan gejala
mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu
menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda
dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang
termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga
timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai
menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau
penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur,
nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. Demensia
tipe ini dibagi menjadi 3 stadium:a. Stadium IBerlangsung 2-4 tahun
disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung
dan aktifitas spontan menurun.Fungsi memori yang terganggu adalah
memori baru atau lupa hal baru yang dialami. Namun aktifitas rutin
dalam keluarga tidak tergangg, fungsi motorik dan sensorik serta
koordinasi atau keseimbangan masih normal.b. Stadium IIBerlangsung
selama 2-10 tahun, dengan gejala : Disorientasi, gangguan bahasa
(afasia) Penderita mudah bingung, mudah agresif dan ingin berkelana
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi. Gangguan fungsi bahasa sehingga sulit menemukan
kata-kata dan tak lancer berbicara, lupa apa yang sudah diucapkan,
sehingga sering mengulang pembicaraan, tidak mengerti pembicaraan
yang kompleks sehingga salah pengertian. Dan ada gangguan
visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya. Sifat kepribadian yang kurang baik yang dimiliki
sebelumnya menjadi lebih menonjol, misalnya sikap curiga, bandel
dan suka bertengkar. Depresi berat prevalensinya 15-20%. Sistem
motoric dan sensorik masih baik.c. Stadium III Stadium ini dicapai
setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara
lain: Penderita menjadi vegetative yaitu akinetik (tidak bergerak)
dan membisu Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak
mengenal keluarganya sendiri Tidak bisa mengendalikan buang air
besar/ kecil Untuk melakukan kegiatan sehari-hari membutuhkan
bantuan orang lain kematian terjadi akibat infeksi atau
trauma/kecelakaan. (Depkes, 2002)2. demensia vaskular (multi
infrak, sekunder) seringkali dicirikan oleh adanya tanda dan gejala
tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat
sroke atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala
neurologis fokal, dan emosi stabil, dan depresi. Depresi bisa
disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia
vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia
vaskuler daripada Alzheimer.Kriteria dari demensia vaskuler
mencakup :a. Gangguan vaskuler yang mengacu pada semua jenis
gangguan peredaran darah otak, stroke.b. Kemunduran kognitif
meliputi semua jenis kemunduran.c. Faktor risiko yang berperan
adalah diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemi, penyakit jantung,
obesitas, dan fisik inaktif.Faktor risiko demensia vaskuler sering
kurang memperoleh perhatian dari penyandangnya.Salah satu yang
belum banyak diketahui masyarakat tentang demensia vaskuler adalah
kemunduran fungsi kognitif, karena kemunduran kognitif ini biasanya
terjadi secara perlahan-lahan dan samar-samar.Biasanya hal ini
sulit diketahui oleh penyandangnya.Dan pengamat yang paling tepat
adalah pasangannya.Faktor resiko tersebut diatas bisa menyebabkan
kemunduran fungsi kognitif, kemunduran perilaku dan aktifitas hidup
sehari-hari.3. Demensia lain yang penyebabnya adalah kekurangan
vitamin B12 dan tumor otak.Klasifikasi lain yang berdasarkan
korelasi gejala klinik dengan patologi anatomisnya:1. Anterior:
Frontal premotor cortex yang akan memperlihatkan gejala klinis pada
perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi
lambat.2. Posterior: lobus parietal dan temporal yang akan
memperlihatkan gejala klinis pada gangguan kognitif: memori dan
bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik. 3. Subkortikal yang
akan memperlihatkan gejala klinis berupa apatis, forgetful, lamban,
adanya gangguan gerak. 4. Kortikal yang akan memperlihatkan gejala
klinis pada gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.
C. Epidemiologi Menurut data pada tahun 2009 menunjukan penduduk
Lansia di Indonesia berjumlah 20.547.541 jiwa. Diperkirakan jumlah
penduduk Lanjut Usia di Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai
28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari total penduduk Indonesia. Pada
tahun 2021 usia lanjut di Indonesia diperkirakan mencapai 30,1 juta
jiwa yang merupakan urutan keempat di dunia sesudah Cina, India dan
Amerika Serikat (http://www.depkes.go.id). Menjelang tahun 2050
jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50 juta jiwa,
peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan
meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5% usia
lanjut 65 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat
setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun.Pada
umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan angka
insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak ada perbedaan
antara pria dan wanita sedangkan untuk demensia Alzheimer lebih
banyak wanita dengan rasio 1:6. Hal ini mungkin refleksi dari usia
harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari
seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita demensia tipe Alzheimer (Alzheimersdiseases).
Sedangkan Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30% dari seluruh
kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada
seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.
D. Etiologi1. Penyebab secara biologisa. Adanya penumpukan
protein yang lengket yang disebut anyloid plauques yang
berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga
ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia,
tetapi juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk
dalam Durand dan Barlow, 2007)b. Di dalam otak ditemukan jaringan
abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok
Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki
perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.c.
Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang
berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan.
Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan
otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya
aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal dari stroke
kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya
memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) atau kencing manis, yang
keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.d. Demensia
juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau
cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit
parkinson, penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan
darah, gangguan nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.e.
Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja
masalah kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi
mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang meninggal
karena demensia sinilis mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. f.
Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4),
alela (4) kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic.
Mutasi 21,1, 14 awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu
neorotransmiter lain yang berkurang (defisit) yaitu non adrenergic
presinaptik, serotonin, somatostatin, corticotrophin, releasing
faktor, glutamate, dan lain-lain.
2. Penyebab secara psikologisDepresi meningkatkan risiko
demensia, karena kelainan biologis afektif ini berhubungan dengan
penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau
masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung,
pembekuan darah. Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan
risiko demensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti merokok,
makan berlebihan, kurang olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti
rejimen pengobatan dan perawatan.3. Penyebab secara sosialGaya
hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang
dapat menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang
dapat mengakibatkan demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga,
dan stres mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu
menentukan siapa saja yang akan mengalami demensia vaskuler. Gaya
hidup yang sehat seperti diet, olahraga dan kontrol terhadap
makanan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya stroke dan
tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler.
Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami
demensia. Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di
kalangan orang-orang dari suku madura yang menyukai konsumsi
makanan yang asin, ataupun kultur orang-orang kota yang gemar
mengkonsumsi alkohol dan makanan cepat saji dan mengandung bahan
pengawet yang meningkatkan risiko terkena hieprtensi dan stroke
yang menyebabkan demensia varskuler.4. Penyebab secara spiritual
(keyakinan)Hal ini berhubungan erat dengan pola keyakinan seorang
individu. Keyakinan bahwa ketika seorang manusia bertambah umurnya
akan mengalami penurunan ingatan sehingga menjadi pikun atau lupa
hal inimerupakan suatu persepsi yang menjadi stimulasi dalam otak.
Fungsi otak akan semakin menurun ketika sedikit mendapatkan
stimulasi, saat hal tersebut terjadi maka neuron-neuron dalam otak
akan semakin melemah dan mati sehingga akan memicu gangguan fungsi
kognitif yang cukup signifikan. Jika otak berfikir mati maka
fungsi-fungsi kognisi manusia seperti; bahasa dan memori kognitif
akan rusak dan kehilangan kemampuan berfikir terutama kalkulasi
bahasa dan matematis logis dan kesulitan untuk memberikan respon
atas setiap stimulus yang masuk (Hasanuddin, 2010).
Pada gambar tersebut, menunjukkan perbadingan persentase
etiologi dari demensia
E. Manifestasi KlinisGejala-gejala klinis demensia secara umum
menurut Yatim (2003) meliputi:1. Hilang atau menurunnya daya ingat
serta penurunan intelektual.2. Kadang-kadang gejala ini begitu
ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa bahkan dokter ahli
yang berpengalaman sekalipun.3. Penderita kurang perhatian terhadap
sesuatu yang merupakan kejadian sehari-hari dan tidak mampu
berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari, kurang
inisiatif, serta mudah tersinggung.4. Kurang perhatian dalam
berfikir. 5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya
gembira, tertawa terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air
mata hanya karena sedikit pengaruh lain.6. Muncul refleks sebagai
tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti: refleks
mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).7. Banyak
perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat
dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.Pada
gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan
pemahaman yang terlihat sebagai berikut:1. Penurunan daya ingat.2.
Salah satu gangguan pengamatan:a. Aphasia (kurang lancar
berbahasa).b. Apraxia (tidak ada kemauan).c. Agnosia (kurang mampu
merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa).3. Penurunan
pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu ke
waktu sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.Menurut
Maryam, et al (2008) gejala-gejala demensia adalah sebagai
berikut:1. Meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari2. Mengabaikan kebersihan diri3. Sering lupa akan
kejadian-kejadian yang dialami, dalam keadaan yang semakin berat,
nama orang atau keluarga dapat dilupakan4. Pertanyaan atau
kata-kata sering diulang-ulang5. Tidak mengenal demensia waktu,
misalnya bangun dan berpakaian pada malam hari6. Tidak dapat
mengenal demensia ruang atau tempat7. Sifat dan perilaku berubah
menjadi keras kepala dan cepat marah8. Menjadi depresi dan menangis
tanpa alasan yang jelas
F. Patofisiologi dan PrognosisPerjalanan penyakit yang klasik
pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada usia 50 atau
60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang
sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan
perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori
diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien
dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan
rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa
penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat
keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan
penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap
821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup
adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus
menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10
hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial mengalami
perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai
sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi. Perjalanan penyakit
yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar yang
mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang
yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya
merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan
demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor
otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia
akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau
ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala
pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat
menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien
untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi
sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana
penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif,
atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien
dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka sendiri,
pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan
inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.Dengan terapi psikososial
dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan
bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia
dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga
berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang
reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus
tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi.
Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang
stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga
demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia
vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada
demensia yang terkait dengan trauma kepala).
G. Pemeriksaan Demensia 1. MMSENoPertanyaanNilai
MaksimalKlien
1Orientasi
Tahun, musim, tanggal, hari, bulan apa sekarang?5
Dimana kita, Negara bagian, wilayah, kota, tempat, lantai?5
2Registrasi
Nama 3 objek: 1 detik untuk mengatakan masing-masing objek.
Tanyakan ketiga objek tersebut setelah ditunjukkannya dan
disebutkannya.3
3Perhatian dan kalkulasi
Seri 7 pertanyaan. Berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian eja
kata kebelakang5
4Mengingat
Minta untuk mengulang ketiga objek diatas. Berikan 1 poin untuk
setiap pembenaran.3
5Bahasa
Menggunakan pensil dan melihat (2 poin). Mengulang hal berikut;
tak-ada-jika-dan-atau-tetapi-(1 poin)9
Nilai total30
Keterangan: nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang, biasanya
indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan pemeriksaan
lanjutan.2. Riwayat medik umum (Asosiasi Alzheimer Indonesia,
2003)Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik
yang dapat menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma,
infeksi kronik. Penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung,
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan arteriosklerosis perifer
mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara biasanya pada
penderita demensia sering menoleh yang disebut head turning sign.
3. Riwayat neurologi umum Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah
untuk mengetahui kondisi-kondisi khusus penyebab demensia seperti
riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat,
riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus.
Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik,
gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih
mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab degeneratif. 4.
Riwayat neurobehavioral Anamnesa kelainan neurobehavioral penting
untuk diagnosis demensia atau tidaknya seseorang. Ini meliputi
komponen memori. (memori jangka pendek dan memori jangka panjang)
orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi eksekutif,
kemampuan mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan
membuat keputusan. 5. Riwayat psikiatrik Riwayat psikiatrik berguna
untuk menentukan apakah penyandang pernah mengalami gangguan
psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat
depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif,
delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga
dapat menurunkan fungsi kognitif, hal ini disebut pseudodemensia.
6. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan Intoksikasi aluminium
telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan gangguan
kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi
nutrisi, alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak
spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti
depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan
fungsi kognitif. 7. Riwayat keluarga Pemeriksaan harus menggali
kemungkinan insiden demensia di keluarga, terutama hubungan
keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.8.
Pemeriksaan objektifPemeriksaan untuk deteksi demensia harus
meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis,
pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional dan
pemeriksaan psikiatrik.Dapat dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang seperti:1. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan
laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya
pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah
demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan
laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium
yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap,
urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormone tiroid, kadar asam folat.2. Imaging Computed Tomography
(CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi
pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya
masih dipertanyakan. 3. Pemeriksaan EEGElectroencephalogram (EEG)
tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG
adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik. 4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia
akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen
dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif,
tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan. 5. Pemeriksaan
genetika Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut
lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3,
dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.
Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan
pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
Diagnosis banding, membedakan antara delirium dan demensia dapat
lebih sulit. Pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium,
dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum,
berikut tabel untuk perbedaan delirium dan demensia:
H. Penatalaksaan Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk
pada demensia biasanya tidak mungkin, dengan penatalaksanaan yang
optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita
(dan juga dari keluarga yang merawatnya). Prinsip utama
penatalaksanaan penderita adalah sebagai berikut :1. Optimalkan
fungsi dari penderita, dengan : Obati penyakit yang mendasarinya
Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP)
Upayakan aktifitas mental dan fisik Hindari situasi yang menekan
kemampuan mental Persiapkan penderita bial akan berpindah tempat
Perbaikan gizi2. Kenali dan obati komplikasi perilaku merusak
Depresi Agresivitas inkontinensia3. Upayakan pengobatan
berkesinambungan Reakses keadaan kognitif dan fisik Pengobatan
gangguan medik4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan
keluarga Berbagai hal tentang penyakitnya Kemungkinan gangguan /
kelainan yang bisa terjadi prognosis5. Upayakan informasi pelayanan
social yang ada pada penderita dan keluarganya Berbagaai pelayanan
kesehatan masyarakat Nasehat hukum dan atau keuangan6. Upayakan
nasehat keluarga untuk Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
penanganan rasa marah atau rasa bersalah pengambilan keputusan
untuk perumahan respite atau di institusi Kepentingan-kepentingan
hukum/masalah etikMenurut Maryam, et al (2008), tindakan yang dapat
dilakukan pasa lansia dengan demensia adalah:1. evaluasi secara
cermat kemampuan yang maksimal dari lansia dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari kemudian dapat ditentukan jenis perawatan yang
dibutuhkan2. perbaiki lingkungan tempat tinggal untuk menghindari
kecelakaan yang tidak diinginkan3. upayakan lansia tersebut dapat
mempertahankan kegiatan sehari-hari secara optimal4. bantu daya
penenalan terhadap waktu, tempat, dan orang dengan sering mengingat
kembalihal-hal yang berhubungan dengan kejadian dan hal yang pernah
dialami
I. Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul, seperti: penurunan
kemampuan berinteraksi sosial, ansietas, depresi, insomnia,
agitasi, paranoia, sulit berpakaian sendiri, tidak dapat menahan
buang air besar/kecil, tidak dapat mengurus diri sendiri, esulitan
berjalan, Penggunaan obat anti-depresi jangka panjang dapat
menyebabkan gangguan konduksi jantung, aritmia, hipertensi,
konvulsi, dan koma. Gangguan hati dan gangguan ginjal.
DafpusAsosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Konsensus Nasional:
Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia
Lainnya. ed. 1. Jakarta: Asosiasi Alzheimer Indonesia.Depkes RI.
2008. Jumlah Penduduk Lanjut Usia Meningkat. Diakses pada tanggal 7
Desember 2014 melalui [http://www.depkes.go.id]Depkes RI. 2001.
Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas Kesehatan:
Materi Pembinaan. Jakarta: direktorat bina kesehatan usia
lanjutDurand, V. M & Barlow, D.H. 2007. Essentials of Abnormal
Psychology. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Julianti, Riri &
Budiono, Arif. 2008. Demensia. Riau: Fakultas Kedokteran
Universitas Riau.Maryam, R. Siti, et all. 2008. Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.Nugroho, Wahyudi.
2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. ed. 3. Jakarta:
EGC.Yatim, F. 2003.Pikun (Demensia), Penyakit Alzheimer, dan
Sejenisnya. Jakarta: Pustaka.