ASKEP GADAR LUKA BAKAR
A. PengertianLuka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan
permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api,
cairan dan panas, listrik dan listrik) atau zat-zat yang bersifat
membakar (asam kuat, basa kuat).
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya
luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas
kulit dan kematian sel-sel.B. EtiologiLuka bakar akan mengakibatkan
tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga amat mempengaruhi seluruh
sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan
reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar.
Dan pada pasien dengan luka bakar yang luas (mayor) tubuh tidak
mampu lagi untuk mengkomposisi sehingga timbul berbagai macam
komplikasi.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka
bekas dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas
(misal : suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar,
sumber panas, api, air panas, minyak panas), listrik, zat kimia,
radiasi, kondisi ruangan saat terjadi, kebakaran, ruangan yang
tertutup. Faktor-faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar
antara lain :
1. Keluasan luka bakar.2. Kedalaman luka bakar3. Umur pasien4.
Agen penyebab5. Fraktur atau luka-luka lain yang menyerupai6.
Penyakit yang dialami terdahulu seperti : diabetes, jantung, ginjal
dan lain-lain7. Obesitas8. Adanya trauma inhalasi
Keparahan cidera luka di klasifikasikan berdasarkan pada resiko
mortalitas dan resiko kecacatran fungsi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keparahan cidera termasuk sebagai berikut :
1. Kedalaman luka bakar
Kerusakan kulit akibat luka bakar sering kali digambarkan sesuai
dengan kedalaman cidera dan digolongkan dengan istilah ketebalan
partial dan ketebalan penuh, yang berhubungan dengan berbagai
lapisan kulit.
Umumnya luka bakar mempunyai kedalaman yang tidak sama. SETiap
area luka bakar mempunyai tiga zona cidera. Area terdalam merupakan
area yang paling banyak mengalami kerusakan dan zona terluar
mengalami paling sedikit kerusakan.
Area yang paling dalam disebut zona koagulasi, dimana terjadi
kematian selular. Area pertengahan di sebut zona statis, tempat
terjadinya gangguan suplai darah, inflamasi, dan cidera jaringan.
Area yang terluar disebut zona hiperemia. Zona ini biasanya
berhubungan dengan luka bakar derajat I, yang seharusnya sembuh
dalam seminggu.
Luka bakar ketebalan partial (partial thickness burn). Luka
bakar ketebalan partial dibedakan menjadi luka bakar superfisial
(superfisial thickness burn) dan luka bakar ketebalan partial dalam
(partial thickness burn). Luka bakar ketebalan partial superfisial
(superfisial partial thickness burn) (yaitu luka bakar derajat I)
merusak epidermis. Luka bakar akibat terjemur matahari merupakan
contoh dari tipe ini. Pada awalnya terasa nyeri dan kemudian gatal
akibat stimulasi reseptor sensoris. Biasanya akan sembuh dengan
spontan tanpa meninggalkan jaringan parut.
Cedera ketebalan partial dalam (deep dermal partial thickness
burn) (yaitu luka bakar derajat II) mengenai lapisan epidermis dan
dermis, termasuk kelenjar keringat dan sebasea, saraf sensoris dan
motorik, kapiler, folikel rambut. Luka bakar ini akan terasa nyeri
dan berwarna merah-pink, dan akan membentuk lepuh serta edema
subkutan. Tergantung pada kedalamannya, luka ini akan sembuh dalam
3 sampai 35 hari. Jika luka ini mengalami infeksi, atau suplai
darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah menjadi luka
bakar ketebalan penuh.
Luka bakar ketebalan penuh (fullthickness burn). Biasanya
disebut juga luka bakar derajat III yang mengenai lapisan lemak.
Lapisan ini mengandung kelenjar keringat dan akar folikel rambut.
Semua lapisan epidermis mengalami kerusakan. Luka akan tampak
berwarna putih, merah, coklat, atau hitam. Luka tidak akan
menimbulkan rasa sakit karena semua reseptor sensoris telah
mengalami kerusakan total.
2. Keparahan luka bakar
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka
bakar masif derajat III. Cedera luka bakar dikategorikan ke dalam
luka bakar minor, sedang, dan mayor.
Cedera luka bakar minor. Cedera luka bakar minor adalah cedera
ketebalan partial yang kurang dari 15% LPTT (luas permukaan tubuh
total) pada orang dewasa dan 10% LPTT pada anak-anak, atau cedera
ketebalan penuh kurang dari 2% LPTT. Pasien dengan luka bakar
minor.
Cedera luka bakar mayor. Pasien dengan luka bakar mayor biasanya
dibawa ke fasilitas perawatan luka bakar khusus setelah mendapatkan
perawatan kedaruratan di tempat kejadian.
3. Lokasi luka bakar
Luka bakar pada kepala, leher dan dada seringkali mempunyai
kaitan dengan komplikasi pulmonal. Luka bakar yang mengenai wajah
sering menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar pada telinga membuat
mudah terserang kondritis aurikular dan rentan terhadap infeksi
serta kehilangan jaringan lebih lanjut. Luka bakar pada tangan dan
persendiaan sering membutuhkan terapi fisik dan okupasi yang lama
dan memberikan dampak kehilangan waktu untuk bekerja dan atau
kecacatan fisik menetap serta kehilangan pekerjaan. Luka bakar pada
area perineal membuat mudah terserang infeksi akibat
autokontaminasi oleh urine dan feses. Luka bakar sirkumferensial
ekstremitas dapat menyebabkan efek seperti penebalan pembuluh darah
dan mengarah pada gangguan vaskular distal. Luka bakar
sirkumferensial toraks dapat mengarah pada inadekuat ekspansi
dinding dada dan insufisiensi pulmonal.
4. Agen penyebab luka bakar
Luka bakar juga dapat diklasifikasikan berdasarkan agen yang
menyebabkan terjadinya luka bakar, termasuk : termal, listrik,
kimia, radiasi.
5. Ukuran luka bakar
Ukuran luka bakar (presentase cedera pada kulit) ditentukan
dengan salah satu dari dua metoda : a) rule of nine dan b) diagram
bagan Lund dan Browder yang spesifik dengan usia. Ukuran luka
ditunjukkan dengan presentasi LPTT (luas permukaan tubuh total).
Ketepatan penghitungan bervariasi bergantung pada metoda yang
digunakan untuk memperkirakan luasnya luka bakar yang terjadi.
6. Usia korban luka bakar
Usia pasien mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam
perawatan luka bakar. Angka kematian terjadi lebih tinggi jika luka
bakar terjadi pada anak-anak yagn berusia dari 4 tahun, terutama
mereka dalam kelompok usia 0-1 tahun dan pasien berusia di atas 65
tahun.C. Manifestasi Klinis Pada pasien yang mendapatkan resusitasi
cairan yang akan kembali normal pada 24 jam pertama post luka
bakar, pemberian volume plasma selama 24 jam kedua, curah jantung
akan meningkat pada tingkat hipermetabolik dan secara bertahap akan
kembali pada tingkat yang lebih normal bersamaan dengan menutupnya
luka.
Respons renalis. Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka
aliran plasma ke ginjal dan GFR (Laju Filtrasi Glomerular) akan
menurun yang mengakibatkan haluaran urine. Jika resusitasi cairan
untuk kebutuhan intravaskular tidak adekuat atau jika resusitasi
cairan terlambat di berikan, maka akan memungkinkan terjadinya
gagal ginjal akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka
cairan interstitiel dapat ditarik kembali ke intravaskular dan
terjadi fase diuresis.
Respon gastrointestinal. Respon umum yang biasanya terjadi pada
pasien luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas
gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon
hipovolemik dan neurologik, serta respon endokrin terhadap adanya
perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah terjadinya distensi
abdomen, muntah dan potensial aspirasi. Dengan resusitasi yang
adekuat, aktivitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24-48
jam setelah luka bakar.
Respon imunologi. Respon imunologik dibedakan dalam 2 kategori
yaitu : respon barier mekanik dan respon imun selular. Sebagai
barier mekanik, kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri
yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadinya gangguan
integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam
tubuh.
Burn Shock atau syok luka bakar, merupakan komplikasi yang
seringkali dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik
yang terjadi segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh terhadap
kondisi ini (Burgess, 1991) adalah berupa : respons kardiovaskular.
Perpindahan cairan intravaskular ke ekstra vaskuler melalui
kebocoran kapilernya menggambarkan kehilangan Na, air dan protein
plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah
jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada
organ mayor, edema menyeluruh.D. PatofisiologiLuka bakar disebabkan
oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh, panas tersebut
mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik,
luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi, atau
luka bakar kimiawi.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya
luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas
kulit dari kematian sel-sel.PATWAY
E. KomplikasiKomplikasi yang sering kali dialami oleh pasien
luka bakar yang luas antara lain : curling ulcer, sepsis, pneumoni,
gagal ginjal, defermitas, kontraktur, hipertrofi jaringan yang
parut, dan dekubitus.
1. Hipertrofi jaringan parut
Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa
dialami pasien pada luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi
masih jaringan parut mengalami pembentukan secara aktif pada 6
bulan post luka bakar dengan warna awal merah muda dan menimbulkan
rasa gatal, pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan
berwarna berubah menjadi merah, merah tua sampai coklat dan teraba
keras atau tegang, setelah 12-18 bulan, jaringan parut akan
mengalami tahap maturasi dan warna menjadi coklat muda dan teraba
lebih lembut atau lemas.
Pembentukan hipertrofi jaringan parut ini tidak dapat dicegah
tetapi dengan tindakan konservatif dapat diantisipasi sejak
minggu-minggu awal fase penyembuhan luka (fase pembentukan
kolagen). Sering kali tindakan pembedahan juga diperlukan untuk
mengatasi jaringan parut terutama jika mempengaruhi fungsi gerak
atau sendi, mengakibatkan mobilitas dan mengganggu kenyamanan serta
citra tubuh pasien, pembedahan yang dilakukan bisa tergantung
berulang kali (perlu lebih dari sekali tindakan pembedahan).
2. Kontraktur
Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka
bakar dan menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa tindakan
yang dapat mencegah atau mengurangi komplikasi kontraktur adalah
pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini (awal cedera luka
bakar). Ambulasi yang diakibatkan 2-3 kali/hari sesegera mungkin
(perhatikan jika ada fraktur) pada pasien yang terpasang berbagai
alat invasif (misal : IV lines, NGT, monitor EKG, dan lain-lain)
perlu dipersiapkan dan dibantu (ambulasi pasif).
Presure garment adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan
yang bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar, di mana
penggunaan presure garment ini dapat menghambat mobilitas dan
mendukung terjadinya kontraktur.F. Penatalaksanaan Luka Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka
yaitu, penyembuhan luka, infeksi dan penanganan luka.
1. Penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka terbagi dalam tiga fase :
a. Fase inflamasi
Adalah fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4
hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular
dan proliferasi selular. Daerah luka mengalami agregasi trombosit
dan mengeluarkan serotinin, mulai timbul epitelesasi.
b. Fase fibroblastik
Fase yang dimulai pada hari ke-4 20 pasca luka bakar. Pada fase
ini timbul sebutan fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak
secara klinis sebagai jaringan gravulasi yang berwarna kemerahan.c.
Fase maturasi
Terjadi proses pematangan, kolagen. Pada fase ini terjadi pula
penurunan aktivitas selular dan vaskular, berlangsung hingga 8
bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada
tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan
parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau
gatal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka,
baik yang bersifat menghambat maupun yang mendukung penyembuhan
luka. Oleh karena itu amatlah penting mengetahui riwayat kesehatan
pasien, penyakit terdahulu dan kebiasaan hidup pasien (seperti
merokok, minum alkohol dan lain-lain).
2. Infeksi
Masalah utama yang sering kali dialami pasien luka bakar yaitu
terjadinya infeksi yang kemudian berakhir dengan sepsis, oleh
karena itu amatlah penting bagi seorang perawat untuk mampu
mengidentifikasi adanya infeksi secara klinis dapat didefinisikan
sebagai pertumbuhan organisme pada luka yang berhubungan dengan
reaksi jaringan.
3. Penanganan luka
Penanganan luka merupakan hal yang sangat penting dalam
menangani pasien luka bakar, baik untuk mencegah infeksi maupun
menghindari terjadinya sindrom kompartemen karena adanya luka bakar
circumferencial. Ada berbagai macam hal yang dapat dilakukan dalam
menangani luka bakar sesuai dengan keadaan luka yang dialami
pasien.
a. Pendinginan luka
Mengingat sifat kulit adalah sebagai penyimpan panas yang
terbaik (heat restore) maka pada pasien yang mengalami luka bakar
tubuh masih tetap menyimpan energi panas beberapa menit setelah
terjadinya trauma panas. Oleh karena itu tindakan pendingin luka
perlu dilakukan untuk mencegah pasien berada pada zona luka bakar
lebih dalaml, tindakan ini juga dapat mengurangi perluasan
kerusakan fisik sel. Mencegah dehidrasi dan membersihkan luka
sekaligus mengurangi nyeri.
b. Debridemen
Tindakan debridemen bertujuan untuk membersihkan luka dari
jaringan nekrosis atau bahan lain yang menempel pada luka. Tindakan
ini bisa dilakukan pada saat tindakan pembedahan, tindakan
debridement ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi
luka dan mempercepat proses penyembuhan luka.
c. Tindakan pembedahan
Luka bakar mengakibatkan terjadinya jaringan parut, jaringan
parut merupakan jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein
yang terkoagulasi yang dapat bersifat progresif (Sidik, 1982) pada
luka bakar circumferenial jaringan luka besar yang terbentuk akan
mengeras dan menekan pembuluh darah sehingga memerlukan tindakan
eskarotomi.
Eskarotomi merupakan tindakan pembedahan utama untuk mengatasi
perfusi jaringan yang tidak adekuat karena adanya eschar yang
menekan vaskular (Ignativicius, D, 1991 : 385). Tindakan yang
dilakukan hanya berupa insisi dan bukan membuang eschar. Apabila
tindakan ini tidak dilakukan maka akan mengakibatkan tidak adanya
aliran darah ke pembuluh darah dan terjadi hipoksia serta iskemia
jaringan.
d. Terapi isolasi dan manipulasi lingkungan
Luka bakar mengakibatkan imunosupresi (penekanan sistem imun)
tubuh selama tahap awal cedera. Oleh karenanya pasien luka bakar
memerlukan ruangan khusus dengan suhu, ruangan yang dapat diatur,
udara bersih, serta terpisah dari pasien lain yang bisa menimbulkan
infeksi silang.
G. Resusitasi Cairan 1. Pemilihan cairan
Karena cairan luka mirip dengan plasma, maka larutan elektrolit
yang memiliki kandungan paling mirip dengan elektrolit plasma
muncul sebagai cairan resusitasi yang efektif untik mengatasi
sindrom syok. Larutan garam hipertonik yang mengandung 250 mg
natrium klorida/liter. Manfaat utama larutan hipertonik adalah
volume yang diperlukan akan lebih kecil dalam 24 jam pertama pasca
luka bakar.
2. Resusitasi dalam 24 jam pertama
Kebutuhan cairan selama 24 jam pertama pasca luka bakar
berkaitan langsung dengan ukuran tubuh pasien dan luas cidera.
Perhitungan resusitasi hanyalah berfungsi sebagai suatu alat
perencana dalam memiliki resusitasi. Perkiraan kebutuhan cairan
resusitasi pada pasien luka bakar, menurut metode New York
Hospital
DewasaAnak-anak
24 jam pertama pasca luka bakarLarutan RL
4 mL/kg/% luka bakarLarutan LL
4 mL/kg/% ditambah
10 kg pertama 100 ml/kg
10 kg kedua 50 ml/kg
10 kg ketiga 20 ml/kg
24 jam kedua pasca luka bakarDs/W ditambah larutan yang
mengandung koloid 0,5 ml/kg/% luka bakarDs / saline 0,45% ditambah
larutan yang mengandung koloid + 0,5 ml/kg/% luka bakar
3. Resusitasi pada 24 jam ke-2
Komponen cairan utama untuk resusitasi pada hari kedua adalah
air yang cukup untuk menghasilkan keluaran urin yang adekuat.
4. Pemantauan resusitasi
Keluaran urin merupakan pemantauan keadekuatan resusitasi yang
paling mudah dan efektif. Volume urin yang diharapkan adalah antara
40-60 ml/jam (orang dewasa), 1 ml/kg BB/jam.
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN1. Aktifitas/istirahat:Tanda:
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi:Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20%
APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego:Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan,
keuangan, kecacatan.Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi:Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari
20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia;
mual/muntah.
6. Neurosensori:Gejala: area batas;kesemutan.Tanda: perubahan
orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi
korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok
listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri/kenyamanan:Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar
derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan;
gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan:Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan
lama (kemungkinan cedera inhalasi).Tanda: serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral
dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).9. Keamanan:Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama
3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,
dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn
dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.
Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh
pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar
nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agenpenyebab.Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara
mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit
di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran
pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan
dengan pakaianterbakar.Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan
sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok
listrik).
10. Pemeriksaan diagnostik
a) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat
peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.
c) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.f) Bronkoskopi
membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
h) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi
asap.B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema
mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi
jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan
dada.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera
inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap
luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer
tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons
inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan;
pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen
luka.
6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran
darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan
edema.
7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan
tahanan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma :
kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
(parsial/luka bakar dalam).
10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan
krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung,
kecacatan dan nyeri.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak
mengenal sumber informasi.
C. INTERVENSI
1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan
nafas.
Tujuan : Bersihan jalan nafas tetapefektif.Kriteria : Bunyi
nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Intervensi : Kaji reflek gangguan / menelan; perhatikan
pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya
pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan
bunyi nafas, batuk rejan.
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit
yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di
bawah kepala, sesuai indikasi
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi
sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik
steril
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara
dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi,
kacau mental.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan
variasi/perubahan.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker
wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.
Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuaiindikasi.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
Kehilanganperdarahan.
Tujuan : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan
biokimia membaik.Kriteria : tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi
oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine 1-2
cc/kgBB/jam.
Intervensi : Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan
kekuatan nadi perifer.
Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna
urine dan hemates sesuai indikasi.
Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak Timbang
berat badan setiap hari
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai
indikasi
Selidiki perubahan mental
Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma,
albumin.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium
).
Berikan obat sesuai idikasi :
Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)
Kalium
Antasida Pantau:
Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2
jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode
rehabilitasi.
Warna urine.
Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4
jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode
rehabilitasi.
Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
Berat badan setiap hari.
CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
Status umum setiap 8 jam.
Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan
perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G),
lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien
menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok
hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral
untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus,
takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang
normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer
gelap. Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan
terjadi.
Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan
temuan-temuan positif.
Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin
seperti simetidin3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal
sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi
adekuat.Kriteria : RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam
renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Intervensi : Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida
serum.
Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang
atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada
ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi
pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales,
takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif
setiap 2 jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi
dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan
eskarotomi sesuai pesanan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer
tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons
inflamasi
Tujuan : Pasien bebas dari infeksi.Kriteria : tak ada demam,
pembentukan jaringan granulasi baik.
Intervensi :
Pantau:
Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status
balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8
jam.
Suhu setiap 4 jam.
Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn
nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai
pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi
donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru.
Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal
yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan
krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari
area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan
kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.
Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan
untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen
tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort
steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila
memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis
pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun
tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet
tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau
sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari
50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan
per oral.5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan;
pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen
luka.
Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari
ketidaknyamanan.Kriteria : menyangkal nyeri, melaporkan perasaan
nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks
Intervensi :
Berikan anlgesik narkotik sedikitnya 30 menit sebelum prosedur
perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila
luka bakar luas.
Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan
berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.
Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan.
Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien
tak dapat membantu membalikkan badansendiri.