3 secara bertanggung jawab demi keberlanjutan bisnis dan kemajuan sosial. AQUA Lestari memiliki 4 pilar yaitu pelestarian air dan lingkungan, praktek perusahaan ramah lingkungan, pengelolaan distribusi produk, serta pelibatan dan pemberdayaan masyarakat melalui program pengembangan perekonomian lokal. AQUA Lestari dijalankan di hulu-tengah-hilir wilayah sub Daerah Aliran Sungai (DAS) tempat AQUA beroperasi (www.Aqua.com). Dari konsep Aqua Lestari, munculah beberapa program CSR yang diimplementasikan oleh PT Tirta Investama. Banyak program CSR PT Tirta Investama yang telah mencapai keberhasilan dalam penerapannya. Hal tersebut tentu saja memberi pengaruh yang positif bagi perusahaan. Salah satu program besar CSR Aqua Danone yang telah mencapai keberhasilan adalah “Satu untuk sepuluh”. Program ini telah mendapat penghargaan MDGs(Millenium Development Goals) dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Selain itu program ini juga memperoleh penghargaan dari Metro TV kategori pelestarian lingkungan (Enviromental sustainibility). Salah satu program CSR yang diusung Aqua Danone di area produksi Klaten Jawa Tengah adalah koperasi LPA “Pusur Lestari” yang diresmikan pada tanggal 23 Oktober 2012. AQUA Grup, penyedia air minum dalam kemasan di Indonesia meluncurkan Koperasi Layanan Pengembangan Agribisnis (LPA) Pusur Lestari yang berada di kawasan sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur untuk memfasilitasi masyarakat, khususnya petani sehingga tercipta kemandirian (Kedaulatan Rakyat, 23 Oktober 2012). Dalam perkembangan implementasi CSR, saat ini banyak perusahaan yang bermitra dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Perusahaan hanya memberikan sebuah ide program, kemudian dijalankan oleh sebuah LSM. Hal ini seperti dilakukan oleh Aqua Danone. Dalam berbagai implementasinya, Aqua Danone melibatkan beberapa LSM untuk melaksanakan program CSR nya. Salah satunya adalah program CSR Koperasi Lembaga Pengembangan Agribisnis Pusur Lestari atau dikenal dengan nama Koperasi “LPA Pusur Lestari”. Dalam mengimplementasikan program tersebut, PT Tirta Investama bekerja sama dengan LSM Bina Swadaya Konsultan dalam mengimplementasikan program. Dalam hal
39
Embed
Klaten Jawa Tengah adalah koperasi LPA “Pusur Lestari ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67200/potongan/S1-2014...3 secara bertanggung jawab demi keberlanjutan bisnis dan kemajuan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
3
secara bertanggung jawab demi keberlanjutan bisnis dan kemajuan sosial. AQUA
Lestari memiliki 4 pilar yaitu pelestarian air dan lingkungan, praktek perusahaan
ramah lingkungan, pengelolaan distribusi produk, serta pelibatan dan
pemberdayaan masyarakat melalui program pengembangan perekonomian lokal.
AQUA Lestari dijalankan di hulu-tengah-hilir wilayah sub Daerah Aliran Sungai
(DAS) tempat AQUA beroperasi (www.Aqua.com).
Dari konsep Aqua Lestari, munculah beberapa program CSR yang
diimplementasikan oleh PT Tirta Investama. Banyak program CSR PT Tirta
Investama yang telah mencapai keberhasilan dalam penerapannya. Hal tersebut
tentu saja memberi pengaruh yang positif bagi perusahaan. Salah satu program
besar CSR Aqua Danone yang telah mencapai keberhasilan adalah “Satu untuk
sepuluh”. Program ini telah mendapat penghargaan MDGs(Millenium
Development Goals) dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Selain itu program ini juga
memperoleh penghargaan dari Metro TV kategori pelestarian lingkungan
(Enviromental sustainibility).
Salah satu program CSR yang diusung Aqua Danone di area produksi
Klaten Jawa Tengah adalah koperasi LPA “Pusur Lestari” yang diresmikan pada
tanggal 23 Oktober 2012. AQUA Grup, penyedia air minum dalam kemasan di
Indonesia meluncurkan Koperasi Layanan Pengembangan Agribisnis (LPA) Pusur
Lestari yang berada di kawasan sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur untuk
memfasilitasi masyarakat, khususnya petani sehingga tercipta kemandirian
(Kedaulatan Rakyat, 23 Oktober 2012).
Dalam perkembangan implementasi CSR, saat ini banyak perusahaan yang
bermitra dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Perusahaan hanya
memberikan sebuah ide program, kemudian dijalankan oleh sebuah LSM. Hal ini
seperti dilakukan oleh Aqua Danone. Dalam berbagai implementasinya, Aqua
Danone melibatkan beberapa LSM untuk melaksanakan program CSR nya. Salah
satunya adalah program CSR Koperasi Lembaga Pengembangan Agribisnis Pusur
Lestari atau dikenal dengan nama Koperasi “LPA Pusur Lestari”. Dalam
mengimplementasikan program tersebut, PT Tirta Investama bekerja sama dengan
LSM Bina Swadaya Konsultan dalam mengimplementasikan program. Dalam hal
4
ini LSM berperan sebagai pelaksana, pendamping dan sekaligus pembimbing.
Keterlibatan LSM dalam program ini diharapkan mampu memberikan
keseimbangan antara tanggung jawab sosial perusahaan berada dalam sebuah
lingkungan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat berada dalam sebuah
lingkungan perusahaan.
Dalam konteks ini, pendampingan diartikan sebagai pelaksana dan
pengontrol program CSR Koperasi “LPA Pusur Lestari” hingga tujuan dari
program ini dapat tercapai. Untuk menjadi sebuah Koperasi “LPA Pusur Lestari”
tidak bisa dilakukan dengan mudah dan instan. Maka dari itu, pendampingan ini
dilakukan sebagi proses menuju koperasi yang diharapkan oleh semua stakeholder
PT Tirta Investama.
Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian berkaitan dengan peran
pendampingan Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Swadaya Konsultan dalam
mengimplementasikan program CSR Koperasi “LPA Pusur Lestari” sebagai
bentuk tanggung jawab sosial PT Tirta Investama terhadap masyarakat. Selain itu,
implementasi program yang didampingi oleh LSM Bina Swadaya Konsultan yang
menjadi mitra perusahaan juga menjadi sebuah hal yang menarik untuk diteliti.
Judul penelitian yang akan diteliti adalah “Studi Deskriptif Pendampingan
Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Swadaya Konsultan dalam
Mengimplementasikan Program Corporate Social Responsibility PT Tirta
Investama melalui Koperasi “LPA Pusur Lestari” sebagai Upaya Pemberdayaan
Petani Daerah Aliran Sungai Pusur Klaten-Boyolali”.
Dari penelitian ini, peneliti berharap mampu melihat secara jelas peran
LSM Bina Swadaya Konsultan dalam mengimplementasikan program CSR PT
Tirta Investama berupa Koperasi “LPA Pusur Lestari” sehingga masyarakat
mampu diberdayakan sesuai tujuan program. Setelah itu, peneliti akan memberi
kesimpulan yang ditambah dengan kritik dan saran terhadap implementasi
program CSR PT Tirta Investama.
5
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pendampingan Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Swadaya
Konsultan dalam mengimplementasikan program CSR PT Tirta Investama
melalui Koperasi “LPA Pusur Lestari” sebagai upaya pemberdayaan petani DAS
Pusur Klaten-Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Untuk melihat peran pendampingan Lembaga Swadaya Masyarakat Bina
Swadaya Konsultan dalam mengimplementasikan program CSR PT Tirta
Investama melalui Koperasi “LPA Pusur Lestari” sebagai upaya pemberdayaan
petani DAS Pusur Klaten Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
D.1. Manfaat akademis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
pengembangan Ilmu Komunikasi terutama dalam bidang Humas serta
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah peranan kerja Humas
pada sub divisi bina lingkungan dalam mengimplementasikan program CSR
sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Maka dari itu, penelitian mengenai Implementasi CSR diperlukan untuk
memperkuat teori dan konsep perkembangan CSR di Indonesia. Sampai saat ini
telah dilakukan beberapa penelitian berkaitan dengan Implementasi CSR, antara
lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Mukhammad Faizal Syaroni pada
tahun 2011.
Penelitian ini berjudul “Implementasi CSR PT Indonesia Power UBP
Suralaya dalam Program Community Assistance” . Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui proses implementsi program yang meliputi tahap persiapan,
pengkajian, implementasi program, dan evaluasi program. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik
pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan
6
penelitian ini menunjukkan bahwa tahap persiapan sangat penting dengan
pemilihan petugas dan tempat, dalam langkah untuk pelaksanaan program
poliklinik desa (POLIDES), sehingga humas selaku pelaksana program dalam
pengkajian dan perencanaan lebih mudah menentukan apa yang harus dilakukan.
Setelah diperoleh apa yang dibutuhkan barulah implementasi program dijalankan
di masyarakat dan mengetahui partisispasi masyarakat dalam program tersebut.
Setelah itu tahap terakhir yaitu evaluasi yang dilakukan oleh pihak dokter dan
humas, tuuannya mengetahui jenis penyakit dan tingkat kesadaran masyarakat
sekitar desa Suralaya, Desa Sangiran, dan desa Lebakgede.
D.2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan secara praktis sebagai acuan
oleh PT Tirta Investama dalam mengimplementasikan program CSR di area
produksi yang berbeda dengan latar belakang masalah yang sama. Selain itu,
hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan oleh perusahaan-
perusahaan lain dalam mengimplementasikan program CSR. Secara konkrit
penelitian ini juga mampu diterapkan sebagai acuan bagi Lembaga Swadya
Masyarakat dalam melakukan pendampingan terhadap program CSR agar tepat
sasaran, adil, dan berimbang sehingga tujuan program dapat tercapai.
E. Kerangka Pemikiran
E.1 Komunikasi dalam Hubungan Masyarakat
Proses komunikasi pada prinsipnya meliputi pengiriman dan penerimaan
pesan-pesan di antara dua orang, kelompok kecil masyarakat, atau dalam satu
lingkungan atau lebih dengan tujuan untuk mempengaruhi perilaku dalam suatu
masyarakat. Dengan bahasa yang lebih sederhana, proses komunikasi dapat
diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-pesan (messages) dari
pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai
komunikan, dalam proses komunikasi tersebut bertujuan (feedback) untuk
mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak(Ruslan,
7
1999 : 69).
Jefkins mendefinisikan “Public Relations adalah sesuatu yang merangkum
seluruh komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun keluar,
antara sesuatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling
pengertian.” (Jefkins, 1999:9)
Pengertian lain tentang public relations adalah suatu rangkaian kegiatan
yang diorganisasikan sebagai suatu rangkaian kampanye atau program terpadu,
dan semuanya itu berlangsung secara berkesinambungan dan teratur, jadi Public
Relations sama sekali bukanlah kegiatan yang sifatnya sembarangan atau
dadakan. Public Relations juga memiliki tujuan utama untuk memastikan bahwa
organisasi tersebut senantiasa dimengerti oleh pihak-pihak lain yang turut
berkepentingan atau publiknya (Jefkins, 1998:17).
Public relations senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan
pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut
diharapkan akan muncul suatu dampak, yakni berupa perubahan yang positif.
Proses komunikasi public relations mempunyai tujuan untuk kelangsungan
hidup perusahaan berada pada sebuah lingkungan. Komunikasi yang baik bisa
dilakukan dengan rencana dan implementasi yang baik, sehingga seorang
praktisi public relations mampu menjalankan perannya dengan
baik.Komunikasi dalam public relations merupakan peran adanya interaksi
antara perusahaan dengan lingkungan masyarakat.
Rosady Ruslan (2006:21) membagi peran Public Relations bersifat dua
arah, yaitu membina hubungan ke dalam (publik internal) dan membina
hubungan ke luar (publik eksternal). Beberapa kegiatan dan sasaran Public
Relations sebagai pendukung fungsi manajemen perusahaan yaitu :
a. Building corporate identity dan image (membangun identitas dan citra
perusahaan) sebagai pendukung manajemen perusahaan, Public Relations
memiliki sasaran yaitu dengan menciptakan identitas dan citra
perusahaan yang positif serta mendukung kegiatan komunikasi timbal
balik dua arah dengan berbagai pihak.
b. Facing crisis (menghadapi krisis). Menghadapi krisis merupakan bagian
8
dari kehidupan Public Relations yaitu dengan menangani komplain,
membentuk manajemen krisis dan Public Relatios recovery image, serta
memperbaiki image.
Mengutip definisi Public Relations dari Scott Cutlip dan Allan Center,
definisi Public Relations adalah upaya terencana guna mempengaruhi opini
publik melalui karakter yang baik dan kinerja yang bertanggung jawab, yang
didasarkan pada komunikasi dua arah yang memuaskan kedua belah pihak
(Iriantara, 2005:9). Komunikasi yang dijalankan oleh public relations
merupakan komunikasi yang bersifat timbal balik (two way communications)
sebab tujuan dari public relations adalah menciptakan dan meningkatkan
citra yang baik dari organisasi kepada publik-publik yang berkepentingan
(Yulianita, 2005:41).
E.2 Corporate Social Responsibility dalam Praktek Public Realtions
Menurut Robin dan Coulter (1999:138) terdapat dua pandangan mengenai
Corporate Social Responsibility, yaitu pandangan klasik dan pandangan sosial
ekonomi. Pandangan klasik melihat CSR merupakan tanggung jawab manajemen
untuk menghasilkan keuntungan atau laba secara maksimal. Ini didasarkan pada
pemahaman bahwa setiap tindakan perusahaan pada dasarnya bertujuan untuk
mendapat keuntungan.
Sementara itu pandangan sosial ekonomi memulai asumsi bahwa
perusahaan bukanlah suatu badan yang mandiri dan hanya bertanggung jawab
kepada pemegang saham, namun juga memiliki tanggung jawab kepada
masyarakat luas. Oleh karena itu, memaksimalkan laba bukanlah prioritas utama,
kelangsungan hidup perusahaanlah yang menjadi prioritas utamanya. Ini berarti
bahwa tanggungjawab perusahaan melampaui dari sekedar memperoleh laba
namun mencakup, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu perwujudan dari tanggung jawab sosial ini adalah terbentuknya
Corporate Social Responsibility.
9
Prinsip keberlanjutan ini mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi
masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya
dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk
mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai
kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses
pengembangannya tiga stakeholders inti diharapkan mendukung penuh, di
antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Menurut Wibisono (2007:121-124) terdapat empat tahap penerapan CSR
yaitu tahap perencanaan, tahap implementasi, tahap evaluasi dan tahap pelaporan.
Dalam implementasi CSR, public relations mempunyai peran penting baik secara
internal maupun eksternal. Dalam konteks pembentukan citra perusahaan, di
semua bidang pembahasan di atas boleh dikatakan Public Relations terlibat di
dalamnya, sejak fact finding, planning, communicating, hingga evaluation. Jadi,
ketika kita membicarakan CSR berarti kita juga membicarakan Public Relations
sebuah perusahaan. Karena CSR pada dasarnya adalah kegiatan Public Relations,
maka langkah-langkah dalam proses Public Relations mewarnai langkah-langkah
CSR.
Banyak perusahaan menjalankan program CSR mereka melalui Public
Relations atau departemen komunikasi mereka, sehingga memungkinkan kritikus
CSR untuk berpendapat bahwa jika program yang dijalankan oleh departemen
Public Relations, maka program itu dilakukan untuk tujuan dan maksud
menghadirkan penampilan yang baik bagi perusahaan.
Apabila sebuah perusahaan serius menjalankan program CSR dan
menjalankannya di bawah divisi Public Relations, maka Public Relations akan
mampu memberikan masukan strategis bagi perusahaan yang pada dasarnya
memang menjadi perannya. Dalam skenario ini, Public Relations akan
menyediakan informasi dan umpan balik dari perusahaan terhadap publik
eksternal yang terlibat, serta merancang strategi bagaimana pusat menanggapi
publik eksternal tersebut. Dengan cara ini, Public Relations dapat bertindak
berdasarkan suara hati perusahaan, tidak hanya atas nama mereka, namun dengan
dasar kepentingan seluruh komunitas.
10
E.3. Dasar Pemahaman Corporate Social Responsibility bagi Perusahaan
Dalam jurnal yang ditulis oleh T.Romy Marnelly (2012:53), pemahaman
tentang CSR pada umumnya berkisar pada tiga hal pokok, yaitu CSR adalah
pertama, suatu peran yang sifatnya sukarela (voluntary) dimana suatu perusahaan
membantu mengatasi masalah sosial dan lingkungan, oleh karena itu perusahaan
memiliki kehendak bebas untuk melakukan atau tidak melakukan peran ini.
Kedua, disamping sebagai institusi profit, perusahaan menyisihkan sebagian
keuntungannya untuk kedermawanan (filantropi) yang tujuannya untuk
memberdayakan sosial dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat eksplorasi dan
eksploitasi. Ketiga, CSR sebagai bentuk kewajiban (obligation) perusahaan untuk
peduli terhadap dan mengentaskan krisis kemanusiaan dan lingkungan yang terus
meningkat.
Pemahaman CSR selanjutnya didasarkan oleh pemikiran bahwa bukan
hanya pemerintah melalui penetapan kebijakan public (public policy), tetapi juga
perusahaan harus bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial. Bisnis
didorong untuk mengambil pendekatan pro aktif terhadap pembangunan
berkelanjutan. Konsep CSR juga dilandasi oleh argumentasi moral. Tidak ada satu
perusahaan pun yang hidup di dalam suatu ruang hampa dan hidup terisolasi.
Perusahaan hidup di dalam dan bersama suatu lingkungan. Perusahaan dapat
hidup dan dapat tumbuh berkat masyarakat dimana perusahaan itu hidup,
menyediakan berbagai infrastruktur umum bagi kehidupan perusahaan tersebut,
antara lain dalam bentuk jalan, transportasi, listrik, pemadaman kebakaran, hukum
dan penegakannya oleh para penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim).
Pola atau bentuk CSR juga berkembang dari yang bentuk charity principle
kepada stewardship principle. Berdasarkan charity principle, kalangan
masyarakat mampu memiliki kewajiban moral untuk memberikan bantuan kepada
kalangan kurang mampu. Jenis bantuan perusahaan ini sangat diperlukan dan
penting khususnya pada masyarakat atau sistem negara yang tidak terdapat sistem
jaminan sosial, jaminan kesehatan bagi orang tua, dan tunjangan bagi penganggur.
11
Sedangkan dalam stewardship principle, korporasi diposisikan sebagai public
trust karena menguasai sumber daya besar yang penggunaannya akan berdampak
secara fundamental bagi masyarakat. Oleh karenanya perusahaan dikenakan
tanggungjawab untuk menggunakan sumber daya tersebut dengan cara-cara yang
baik dan tidak hanya untuk kepentingan pemegang saham tetapi juga untuk
masyarakat secara umum (Anne, 2005:48).
Gambar.1 Tanggungjawab Korporasi
Sumber: Anne, 2005
Dengan demikian korporasi dewasa ini memiliki berbagai aspek
tanggungjawab. Korporasi harus dapat mengelola tanggungjawab ekonominya
kepada pemegang saham, memenuhi tanggungjawab hukum dengan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bertanggungjawab sosial
kepada para stakeholder (pemegang kepentingan).
E.4. Penerapan Corporate Social Responsibility
Keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi dengan
beberapa kepentingan. Menurut Mulyadi (2003:4) setidaknya bisa diidentifikasi
tiga motif keterlibatan perusahaan, yaitu: motif menjaga keamanan fasilitas
produksi, motif mematuhi kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral untuk
memberikan pelayanan sosial pada masyarakat lokal. Tabel di bawah ini
menggambarkan motif tersebut.
12
Motif Keamanan Motif memenuhi kewajiban
kontraktual
Komitmen
Moral
· Program dilakukan
setelah ada tuntutan
masyarakat yang
biasanya diwujudkan
melalui demonstrasi
· Program tidak dilakukan
setelah kontrak
ditandatangani.
Kecendrungannya
program dilakukan ketika
kebebasan masyarakat
sipil semakin besar pasca
desentralisasi
· Pertanggungjawaban program
CSR kepada pemerintah daerah
dan pemerintah pusat.
·
· Wacana CSR
Propaganda
kegiatan
CSR melalui
media massa
Tabel.1 Motif Perusahaan dalam Menjalankan Program CSR
Sumber : Mulyadi (2003:4)
Pada umumnya perusahaan di Indonesia menjalankan CSR atas dasar
memenuhi kewajiban kontraktual, dalam hal ini mematuhi peraturan baik yang
dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah. Secara normatif, idealnya tanpa
adanya protes dan kewajiban kontraktual, perusahaan seharusnya berusaha
memberdayakan masyarakat lokal dan meningkatkan kesejahteraan. Ide mengenai
konsep CSR juga dilandasi pemikiran demikian (UN Global Compact:20). Secara
filantropis perusahaan seharusnya mendistribusikan keuntungan setelah mereka
memanfaatkan resources di lokasi masyarakat berada. Hal ini adalah kewajiban
moral, namun motif yang didasarkan pada komitmen moral tersebut masih sebatas
wacana dan belum terlihat nyata. Mulyadi (2003:5) membagi stakeholders
berdasarkan kepentingannya.
13
Perusahaan Pemerintah Daerah LSM Masyarakat
· Keamanan
fasilitas produksi
· Kewajiban kontrak
Mendukung
pembangunan
daerah
· Mengontrol
Menjadi mitra kerja
perusahaan
· Penerima
program yang
diberdayakan
Tabel.2 Kepentingan Stakeholders dalam Pelaksanaan Program CSR
Sumber : Mulyadi (2003:5)
Dalam konteks hubungan kemitraan antara pemerintah dengan perusahaan,
pemerintah daerah mengharapkan agar program-program CSR bisa membantu
menyelesaikan permasalahan sosial, seperti masalah pengangguran, kemiskinan,
masalah pendidikan, kesehatan, perumahan. Selain itu menyelesaikan masalah
lingkungan yang dihadapi pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan swasta dituntut untuk membantu pemerintah daerah untuk mendukung
program pembangunan regional yang diimplementasikannya.
Pemerintah yang menjadi penanggungjawab utama dalam
mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan tidak akan
menanggung beban tersebut jika dilakukan sendiri, melainkan membutuhkan
partisipasi, salah satunya yang paling potensial adalah dari perusahaan, agar
akselerasi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai.
Perspektif Institusional mensyaratkan adanya struktur organisasi dan tata
kelola sumber daya manusia yang tepat di bidang CSR.Adanya struktur ini
memungkinkan program CSR dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
pemberdayaan. Selain itu juga terbuka peluang untuk berkolaborasi dengan
institusi lain karena ada sumber daya manusia yang jelas menjadi sarana
komunikasi antar pihak.
Model Institusional/kelembagaan CSR sangat mempengaruhi efektifitas
kinerja. Komitmen manajemen, kemampuan finansial, karakteristik produksi, dan
14
cakupan wilayah merupakan beberapa variabel yang menentukan bentuk model
kelembagaan CSR. Ada beberapa model yang yang dapat menjadi acuan
pengembangan kelembagaan yakni model regional, model sektoral, model
kewilayahan, model dukungan konsultan, dan model kombinasi
(Susetiawan,2012:119).
Model regional adalah bentuk struktur organisasi CSR yang hanya
menempatkan Community Development Officer (CDO) di tingkat regional.Main
Job jabatan terkait dengan CSR ada pada tingkat pusat dan regional.Dalam
konteks perencanaan, model ini lebih banyak menggunakan metode top down.Hal
ini terjadi karena tidak ada CDI di tingkat unit sehingga dukungan informasi
sangat terbatas. Enggagement index antara perusahaan dan masyarakat pada
model ini rendah karena ketidakjelasan pola komunikasi dan pengorganisasian
masyarakat. Implikasi muncul akibat terputusnya struktur organisasi CSR yang
tidak sampai pada tingkat unit.
Model Sektoral adalah struktur organisasi CSR yang disusun berdasarkan
sektor yang menjadi program CSR. Beberapa sektor yang lazim seperti
pendidikan, kesehatan, ekonomi produktif, infrastruktur dan budaya. Penempatan
SDM pada model ini dilakukan berbasis sektoral.Oleh sebab itu, model ini
memiliki SDM yang kompeten dibidangnya.Program-program CSR yang inovatif
dan inspiratif banyak lahir dalam model ini.
Model Kewilayahan adalah struktur organisasi CSR yang disusun
berdasarkan cakupan wilayah kerja. Pada model ini jumlah SDM ditentukan oleh
beberapa desa yang menjadi mitra binaan.Pada umumnya, masing-masing CDO
bertugas mengorganisir masyarakat antara 2-3 desa.Model ini cukup efektif
membangun hubungan positif antara perusahaan dengan masyarakat. Engagement
Index cukup tinggi karena lahir “maskot-maskot” penghubung antara perusahaan
dan masyarakat. Pola perencanaan pada model ini bersifat bottom line. Adanya
CDO yang setiap hari ada di tengah masyarakat memungkinkan pengorganisasian
masyarakat untuk perubahan yang lebih baik.
Model dukungan konsultan adalah struktur organisasi CSR yang
menempatkan kosultan sebagai bagian dalam setiap program CSR. Model ini
15
merupakan modifikasi dari model kewilayahan. Untuk meningkatkan pengetahuan
sektoral, perusahaan bekerja sama dengan lembaga lain yang memiliki
kompetensi perusahaan akan bekerja sama dengan lembaga yang memiliki
keahlian. Semakin banyak program yang dilakukan, maka semakin banyak
lembaga yang akan menjadi mitra.
Struktur Organisasi model kombinasi merupakan modifikasi untuk
meningkatkan keunggulan dan meminimalisir kekurangan masing-masing model,
baik sektoral maupun kewilayahan. Tidak semua perusahaan mampu
mengembangkan struktur model kombinasi. Ada beberapa faktor yang menjadi
pertimbangan yakni kemampuan finasial dan komitmen manajemen. Model
kombinasi ini akan melahirkan program-program CSR yang inovasi. Daya dukung
SDM yang kompeten baik secara substansi maupun kewilayahan sangat
membantu untuk melahirkan social lisence. Model ini layak dikembangkan di
industri migas karena karakteristik industrinya rentan terhadap gangguan sosial.
Dalam konteks penelitian ini, peneliti melihat model struktur organisasi
yang melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat.Jadi, ada pihak konsultan yang
mempunyai dukungan dalam implementasi program. Apabila digambarkan, model
struktur organisasi implementasi CSR yang melibatkan konsultan sebagi berikut :
16
Gambar.2 Struktur Organisasi Model Dukungan Konsultan
Sumber : Susetiawan (2012:123)
Model Struktur Organisasi diatas merupakan langkah utama dalam
melakukan implementasi CSR agar bisa berjalan dengan baik. Model diatas
dipilih berdasarkan karakter dan kebutuhan program CSR yang akan
dilaksanakan. Kebutuhan itu bisa digolongkan berdasarkan, tempat, waktu, latar
belakang, dan tujuan program CSR tersebut. Setelah model ditentukan, maka
terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan ketika perusahaan akan melakukan
Lead CSR
CDO Program
CDO Consultant
CDO Wil. 2
Assistant CDO
Consultant
Assistant CDO
Consultant
Assistant CDO
Consultant
CDO Wil. 3 CDO Wil. 1
Administrasi
17
program CSR. Menurut Wibisono (2007:121-124), setidaknya terdapat empat
tahap, diantaranya:
1. Tahap perencanaan
Perencanaan terdapat tiga langkah utama, yaitu awareness building, CSR
Assessment, dan CSR manual building. Awareness building merupakan langkah
awal untuk membangun kesadaran mengenai pentingnya CSR dan komitmen
manajemen, Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya,
diskusi kelompok, dan lain-lain.
CSR Assessment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan
dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan
langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif
bagi penerapan CSR secara efektif.
Langkah selanjutnya adalah membuat CSR manual. Hasil assessment
merupakan dasar menyusun manual atau pedoman implementasi CSR. Upaya
yang mesti dilakukan antara lain melalui benchmarking, menggali dari referensi
atau menggunakan tenaga ahli.
Manual merupakan inti dari perencanaan, karena menjadi panduan atau
petunjuk pelaksanaan CSR bagi komponen perusahaan. Penyusunan manual CSR
dibuat sebagai acuan, panduan dan pedoman dalam pengelolaan kegiatan sosial
kemasyarakatan yang dilakukan oleh perusahaan. Pedoman ini diharapkan
mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak
seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu,
efektif dan efesien.
2. Tahap Implementasi
Perencanaan sebaik apapun tidak akan berarti dan tidak akan berdampak
apapun bila tidak diimplementasikan dengan baik. Akibatnya tujuan CSR secara
keseluruhan tidak akan tercapai, dan masyarakat tidak akan merasakan manfaat
yang optimal. Padahal anggaran yang telah dikucurkan tidak bisa dibilang kecil.
Oleh karena itu perlu disusun strategi untuk menjalankan rencana yang telah
dirancang.
18
Menurut Nurdin Usman (2002) dalam bukunya yang berjudul Konteks
Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai
implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :
“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”(Usman,
2002:70).
Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan
bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma
tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak
berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Dalam memulai implementasi, pada dasarnya terdapat tiga aspek yang
harus disiapkan, yaitu; siapa yang akan menjalankan, apa yang harus dilakukan,
dan bagaimana cara melakukan implementasi beserta alat apa yang diperlukan.
Dalam istilah manajemen populer, aspek tersebut diterjemahkan kedalam:
a. Pengorganisasi, atau sumber daya yang diperlukan
b. Penyusunan (staffing) untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis
tugas atau pekerjaan yang harus dilakukannya.
c. Pengarahan (directing) yang terkait dengan bagaimana cara melakukan
tindakan.
d. Pengawasan atau kontrol terhadap pelaksanaan.
e. Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana.
f. Penilaian (evaluating) untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan
Tahap impelementasi ini terdidri dari tiga langkah utama, yaitu sosialisasi,
pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan
kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait degan
implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Agar efektif,
upaya ini perlu dilakukan dengan suatu tim atau divisi khusus yang dibentuk
untuk mengelola program CSR, langsung berada dibawah pengawasan salah satu
19
direktur atau CEO. Tujuan utama sosialisasi adalah agar program CSR yang akan
diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen
perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius yang dapat
dialami oleh unit penyelenggara.
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan
pedoman CSR yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Sedangkan
internalisasi adalah tahap jangka panjang. Internalisasi mencakup upaya-upaya
untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh aspek bisnis perusahaan, misalnya
melalui sistem manajemen kinerja, prosedur pengadaan, proses produksi,
pemasaran dan proses bisnis lainnya. Dengan upaya ini dapat dinyatakan bahwa
penerapan CSR bukan sekedar kosmetik namun telah menjadi strategi perusahaan,
bukan lagi sebagai upaya untuk pemenuhan (compliance)tetapi sudah lebih dari
sekedar pemenuhan (beyond compliance).
3. Tahap Evaluasi
Setelah program diimplementasikan langkah berikutnya adalah evaluasi
program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari
waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektifitas penerapan CSR.
Terkadang ada kesan, evaluasi baru dilakukan jika ada program yang gagal.
Sedangkan jika program tersebut berhasil, justru tidak dilakukan evaluasi. Padahal
evaluasi harus tetap dilakukan, baik saat kegiatan tersebut berhasil atau gagal.
Bahkan kegagalan atau keberhasilan baru bisa diketahui setelah program tersebut
dievaluasi.
Evaluasi juga bukan tindakan untuk mencari-cari kesalahan. Evaluasi
dilakukan sebagai sarana untuk pengambilan keputusan. Misalnya keputusan
untuk menghentikan, melanjutkan, memperbaiki atau mengembangkan aspek-
aspek tertentu dari program yang telah diimplementasikan.
4. Pelaporan
Pelaporan dilakukan dalam rangka membangun sistem informasi baik
untuk keperluan proses pengembalian keputusan maupun keperluan keterbukaan
20
informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi selain berfungsi untuk
keperluan shareholder juga untuk stakeholder yang memerlukan.
Pada umumnya, kegiatan dalam program CSR dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu Charity/sponsorship, pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan
masyarakat (Susetiawan,2012:142). Idealnya, alokasi program untuk
pemberdayaan masyarakat harus memperoleh porsi besar. Pemberdayaan bisa
dimaknai dengan memberi power kepada yang powerless, yaitu masyarakat
marjinal yang selama ini miskin dan terabaikan dari program-program
pembangunan dan pengembangan masyarakat. Membahas power memang terkait
dengan pemberdayaan.
Namun, rasanya mustahil apabila pemberdayaan bisa tercapai tanpa
adanya bentuk komunikasi yang baik antara pemberdaya dan yang diberdayakan.
Seperti yang telah dibahas pada sub bab komunikasi dalam humas, CSR
merupakan sebuah komunikasi eksternal perusahaan yang disusun oleh praktisi
public relations dalam menjaga hubungan baik dengan masyarakat. Salah satu hal
yang dibahas dalam penelitian ini adalah pemberdayaan. Oleh karena itu,
komunikasi untuk pemberdayaan tidak sekedar bisa dilakukan. Namun perlu
adanya konsep dan strategi yang akan menunjang keberhasilannya.
E.5. Model Komunikasi Pembangunan untuk Pemberdayaan Masyarakat
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan
mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang
kajian, artinya belum ada definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun
demikian, bila dilihat secara lebih luas, pemberdayaan sering di artikan dengan
perolehan daya, kemampuan dan akses terhadap sumber daya untuk memenuhi
kebutuhannya.
Oleh karena itu, agar dapat memahami secara mendalam tentang
pengertian pemberdayaan maka perlu mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan
yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat. Hanna dan
Robinson (1994), menjelaskan bahwa “pemberdayaan adalah suatu proses pribadi
dan sosial atau suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan
21
kebebasan bertindak”. Sedangkan Ife (1995:61) mengemukakan bahwa
“pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi daya,
memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya”.
Dalam konteks komunikasi pembangunan, pemberdayaan masyarakat
diterjemahkan sebagai proses untuk menuju suatu perubahan yang bersifat
multidimensi menuju kondisi yang semakin mewujudkan hubungan yang serasi
antara kebutuhan (needs) dan sumber daya (resources) melalui pengembangan
kapasitas masyarakat untuk melakukan proses pembangunan. Komunikasi
pembangunan yang diutamakan adalah kegiatan mendidik dan memotivasi
masyarakat. Tujuan komunikasi adalah untuk menanamkan gagasan-gagasan,
sikap mental dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh khalayak.
Dalam pengertian yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan
segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-
keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan agar
masyarakat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan
gagasan-gagasan yang disampaikan. Sedangkan dalam arti yang luas, komunikasi
pembangunann meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas
pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam
usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari
proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan (Nasution,
1996:92).
Menurut Rogers dan Adhikarya (dalam Harun dan Ardianto,2012:163-
163) strategi komunikasi pembangunan dapat dirumuskan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1. Penggunaan pesan yang dirancang khusus (tailord messages) untuk
khalayak yang spesifik. Misalnya, bila hendak menjangkau khalayak
miskin pada perumusan pesan, tingkat bahasa, gaya pengkajian dan
sebagainya, disusun begitu rupa agar dapat dimengerti dan serasi dengan
kondisi mereka.
22
2. Pendekatan ceiling effect yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan
yang bagi golongan yang tidak dituju, katakanlah golongan atas,
merupakan “redundansi” (tidak lagi begitu berguna karena sudah
dilampaui mereka) atau kecil manfaatnya, namun tetap berfaedah bagi
golongan khalayak yang hendak dijangkau. Dengan cara ini dimaksudkan,
agar golongan khalayak yang benar-benar berkepentingan tersebut
mempunyai kesempatan untuk mengejar ketertinggalannya, dan dengan
demikian diharapkan dapat mempersempit jarak efek komunikasi.
3. Pendekatan narrow casting atau melokalisasi penyampaian pesan bagi
kepentingan khalayak. Lokaliasasi disini berarti disesuaikannya
penyampaian informasi yang dimaksud dengan situasi kesempatan dimana
khalayak berada.
4. Pemanfaatan saluran tradisisonal, yaitu berbagai bentuk pertunjukan yang
sejak lama memang berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan
masyarakat setempat.
5. Pengenalan para pemimpin opini dikalangan lapisan masyarakat yang
berkekurangan (disadvantage), dan meminta bantuan mereka untuk