KLASIFIKASI FOLK DAN DUNHAMDua dari klasifikasi batuan karbonat
yang sering digunakan adalah klasifikasi Folk (1958, 1962)
danDunham(1962). Keduanya membagi klasifikasi batugamping
berdasarkan kandungan matriksnya.Perbedaan Dan Persamaan
Kalsifikasi Dunham Dan Folk.Batugamping yang memiliki lebih dari
10% allochems (butiran karbonat yang telah mengalami
transportasi)diklasifikasikan dengan klasifikasi Folk. Berdasarkan
persentase material antar butir, batugamping dapatdibedakan lagi
menjadi dua kelompok, yaitu batugamping sparry (mengandung semen
sparry calcite berupamozaik kristal kalsit berukuran kasar) dan
batugamping mikrokristalin (mengandung kalsit
mikrokristalin,mikrit, yang berwarna abu-abu hingga kecoklatan
berukuran kecil dari 5 mikron).Klasifikasi Folk lebih cocok
digunakan pada deskripsi sayatan (thin section). Hal yang perlu
diingat adalahdalam klasifikasi ini, batugamping yang memiliki
matriks cukup banyak dinamakan micrites, sedangkanbatugamping yang
tidak memiliki matriks dan tersusun atas semen kalsit (sparry
calcite) disebut sparites.Untuk lebih jelasnya, klasifikasi Folk
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.jika dibandingkan antara dua
klasifikasi diatas, batugamping yang banyak mengandung mud disebut
micritedengan klasifikasi Folk, dan dapat termasuk mudstoneatau
wackestone dengan klasifikasi Dunham.Batuan yang memiliki sedikit
matriks dinamakan sparite dengan klasifikasi Folk, dan termasuk
grainstoneatau packstone dengan klasifikasi Dunham.Embry dan Klovan
memodifikasi klasifikasi Dunham dengan memasukkan batuan karbonat
berukuran kasar(lihat gambar di bawah). Pada modifikasi mereka,
wackestone yang memiliki ukuran butir lebih dari 2milimeter disebut
floatstone, sedangkan grainstone dengan butiran yang kasar disebut
rudstone.Sparit pada klasifikasi Folk (1959) terbentuk bersamaan
dengan proses deposisi sebagai pengisi pori-pori.Sparit (semen)
menurut Dunham (1962) hadir setelah butiran ternedapkan. Bila
kehadiran sparit memilikiselang waktu, maka butiran akan ikut
tersolusi sehingga dapat mengisi grain. Peristiwa ini disebut post
earlydiagenesis. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan
tingkat energi adalah fabrik batuan. Bilabatuan bertekstur mud
supporteddiinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena
Dunhamberanggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan
berarus tenang. Sebaliknya grain supportedhanya terbentuk pada
lingkungan dengan energi gelombang kuat sehingga hanya komponen
butiran yangdapat mengendap
Klasifikasi folkKlasifikasi Dunham (1962)Klasifikasi ini
didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena
menurutDunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan
aspek yang tetap. Kriteria dasar dari teksturdeposisi yang diambil
Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).Kriteria Dunham lebih
condong pada fabrik batuan, misal mud supported atau grain
supported bilaibandingkan dengan komposisi batuan. Variasi
kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingankandungan
lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi
Dunham (1962). Nama namatersebut dapat dikombinasikan dengan jenis
butiran dan mineraloginya. Batugamping dengan kandunganbeberapa
butir (2 mm).b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya
sama dengan pasir (1/16 2 mm).c. Calcilutite, yaitu batugamping
yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (/= 4 mikron (4-10
mikron) dan memperlihatkan kenampakan yang jernih dan mozaik dalam
asahan tipis, berfungsi sebagai pore filling cement. Sparite analog
dengan semen pada clean sandstone. Berdasarkan perbandingan relatif
antara allochem, micrite dan sparite serta jenis allochem yang
dominan, maka Folk membagi batugamping menjadi 4 famili.
Batugamping tipe I dan II disebut sebagai allochemical rock
(allochem > 10%), sedangkan batugamping tipe III disebut sebagai
orthochemical rock (allochem =/< 10%). Batas ukuran butir yang
digunakan oleh Folk untuk membedakan antara butiran (allochem) dan
micrite adalah 4 micron (lempung).Batugamping tipe I analog dengan
batupasir/konglomerat yang tersortasi bagus dan terbentuk pada
high-energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir
lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low-energy
zone, dan batugamping tipe III analog dengan batulempung dan
terbentuk pada kondisi tenang (lagoon). Prosedur pemberian nama
batuan menurut Folk adalah:1. Jika intraclast > 25% intraclastic
rock2. Jika intraclast =/< 25%, lihat prosentase oolite-nya3.
Jika oolite >25% oolitic rock4. Jika intraclast =/0,03 2 mm dan
ukuran lumpur karbonat 30m dengan lereng 45 - 60. Semakin jauh dari
inti terumbu (kearah laut) litologi berubah menjadi packstone,
wackstone dan mudstone.
3. Fasies Belakang Terumbu (back reef facies)Fasies ini disebut
juga fasies lagoon dan meliputi zona laut dangkal (< 30m)dan
tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang,
sirkulasi air terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di
dasar. Litologi berupa packetone, wackestone dan mudstone dan
banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal
maupun vertikal.
c. Porositas dan proses diagenesaTipe porositas utama pada
batuan karbonar adalah vuggy (pori-pori yang lebihbesar dari
butiran), intergranular (antar butir), intragranular (dalam
butiran, contohnya material cangkang atau shell), dan
chalky.Diagenesa yang berakibat pada berubahnya porositas dan
permeabilitas dapat dikelompokkan atas:- Pelarutan (leaching) yang
umumnya akan meningkatkan porositas danpermeabilitas- Dolomitisasi
yang akan meningkatkan porositas dengan menciptakan pori yanglebih
besar, atau dapat juga malahan akan mengurangi porositas jika
terjadipertumbuhan interlocking mosaic dari kristal-kristal
dolomit. Dolomitisasisering meningkatkan permeabilitas secara
dramatis dikarenakan pembentukanlubang pelarutan (solution vug) dan
retakan pasca penimbunan (post-burial)yang lebih besar- Retakan
(fracturing) dikarenakan adanya breksiasi, sesar atau kekar yang
akanmeningkatkan permeabilitas- Rekritaslisasi oleh neomorphism
dari mikrit menjadi ukuran kristal yang lebihbesar yang akan
meningkatkan porositas Semen yang akan menurunkan porositas dan
permeabilitas
DEFINISIBatuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material
karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel karbonat
klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil presipitasi
langsung (Rejers & Hsu, 1986).Bates & Jackson (1987)
mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen
utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih
dari 50 %. Sedangkan batugamping menurut definisi Reijers &Hsu
(1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %.
Sehingga tidak semua batuan karbonat adalah batugamping.
KOMPONEN
PENYUSUN BATUGAMPINGMenurut Tucker (1991), komponen penyusun
batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain,
matrix dan semen.
1. Non Skeletal grain, terdiri dari :
a. Ooid dan Pisoid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips
yang punya satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan
mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau
butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm
dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid.
b. Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid
atau merincing yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur
internal. Ukuran peloid antara 0,1 0,5 mm. Kebanyakan peloid ini
berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet
(Tucker 1991).
c. Agregat dan Intraklas
Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat
yang tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau
tergabung akibat material organik. Sedangkan intraklas adalah
fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau setengah
terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah
pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).
2. Skeletal Grain
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat
yang terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan
dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling
umum dijumpai dalam batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang
pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi
invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker,
1991).
3. Lumpur Karbonat atau Mikrit
Mikrit merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada
batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki
ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Pada studi mikroskop
elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan menunjukkan
adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang
berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur.
Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik
mikrospar yang kasar (Tucker, 1991).
4. Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar
butiran dan mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan
matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun
sulfat.
KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT
1. Klasifikasi Dunham (1962)Klasifikasi ini didasarkan pada
tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut Dunham dalam
sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap.
Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962)
berbeda dengan Folk (1959).
Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud
supported atau grain supported bila ibandingkan dengan komposisi
batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada
perbandingan kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut
dijumpai 5 klasifikasi Dunham (1962). Nama nama tersebut dapat
dikombinasikan dengan jenis butiran dan mineraloginya. Batugamping
dengan kandungan beberapa butir ( 20 mikrometer.- Lumpur karbonat /
mikrit, berukuran < 20 mikrometer.
Sabtu, 16 Juli 2011Klasifikasi Embry & Klovan
(1971)Klasifikasi Embry & Klovan (1971)
Batuan sedimen yang diklasifikasikan oleh Embry & Klovan
pada tahun 1971 adalah batuan sedimen karbonat, yaitu batuan
sedimen dengan komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari
mineral karbonat, meliputi batugamping dan dolomit. Batuan karbonat
adalah batuan denga tekstur yang beraneka ragam, struktur serta
fosil. Hal tersebut dapat menginformasikan beberapa hal penting
mengenai lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi, serta evolusi
bentuk dari organisme laut.
Dalam klasifikasi batuan karbonat yang dilakukan oleh Embry
& Klovan, tekstur batuan yang terbentuk saat pengendapanlah
yang menjadi dasar pengklasifikasian. Namun perlu diketahui bahwa
sebelum Embry & Klovan mengklasifikasikan batuan karbonat,
Dunham pada tahun 1962 dan Folk pada tahun 1959 dan sebenarnya
pengklasifikasian batuan karbonat yang dilakukan oleh Embry &
Klovan merupakan pengembangan dari klasifikasi batuan karbonat oleh
Dunham (1962). Untuk itu, sebelum membicarakan mengenai Klasifikasi
Batuan Karbonat oleh Embry & Klovan, akan terjadi kesalahan
jika tidak membicarakan mengenai Klasfikasi Dunham.
Dunham (1962) mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan
pada struktur deposisi dari batugamping. Dasar yang dipakai oleh
Dunham dalam menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Jika
batuan memiliki fabrik mud supported dapat diinterpretasikan bahwa
batuan ini terbentuk pada energi pengendapan yang relatif kecil
karena menurut Dunham, lumpur karbonat hanya terbentuk pada
lingkungan yang berarus tenang. Sebaliknya, jika batuaan memiliki
fabrik grain supported maka batuan terbentuk pada energi yang cukup
tinggi sehingga hanya material-material berukuran besar yang dapat
mengendap.
Klasifikasi Dunham ini kemudian dikembangkan oleh Embry &
Klovan pada tahun 1971 dengan membagi batugamping menjadi 2
kelompok besar, yaitu autochtonus limestone dan allochtonus
limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya
tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Sebenarnya Dunham telah menggunakan allohtonus dan autochtonus
sebagai dasar klasifikasi, namun Dunham tidak mengklasifikasikannya
secara terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar
pengklasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat
(boundstone). Sedangkan Embry & Klovan membagi lagi boundstone
menjadi 3 kelompok, yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone,
berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai
perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan
yang mengandung komponen berukuran lebih dari 2 mm sebanyak 10%.
Nama batuannya adalah rudstone dan floatsone.
Gambar 1 : klasifikasi Embry & Klovan (1971)
Sumber :
http://i536.photobucket.com/albums/ff321/capullet/103zoer.jpg
Penggunaan Klasifikasi Embry & Klovan (1971)
Klasifikasi Embry & Klovan (1971) sebenarnya lebih cocok
digunakan pada saat pengamatan langsung di lapangan dengan
menggunakan lup. Berikut adalah penjelasan penggunaan
klasifikasinya :
Perlu diketahui sebelumnya arti atau maksud dari allochtonus dan
autochtonus. Allochtonus berarti jika komponen atau material
terlihat terikat secara organis tidak selama proses deposisi,
sedangkan autochtonus merupakan material-material yang terikat
secara organis selama proses deposisi.
a. Allochtonus
Allochtonus berarti jika komponen atau material terlihat terikat
secara organis tidak selama proses deposisi. Dan pada batuan
mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm
sebanyak lebih dari 10%, batuan yang bersifat allochtonus oleh
Embry & Klovan (1971) dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
- Matrix supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran
lebih dari 2 mm namun masih bersifat matrix supported atau antar
butiran fragmen tidak saling bersinggungan. Selanjutnya, nama
batuannya adalah Floatsone
Gambar 3 : Floatstone
Sumber :
http://www.rc.unesp.br/museudpm/rochas/sedimentares/floatstone.jpg
- Component supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran
lebih dari 2 mm lebih dari 10% dan bersifat somponent supported
atau antar butiran fragmennya saling bersinggungan. Selanjutnya,
nama batuannya adalah Rudstone
Gambar 3: Sayatan dari Rudstone
Sumber :
http://www.rc.unesp.br/museudpm/rochas/sedimentares/rudstone.jpg
b. Autochtonus
Berbeda dengan allochtonus, Autochtonus merupakan
material-material yang terikat secara organis selama proses
deposisi. Hal ini lebih dikarenakan adanya aktivitas organisme pada
saat proses deposisi sedimen yang mengakibatkan material-material
terikat dan terkompaksi menjadi batuan.Berdasarkan sifat pengikat
batuan oleh aktivitas organisme dibedakan menjadi 3 macam antara
lain :
- By organism that acts as baffle
Oleh Embry & Klovan (1971), batuan ini merupakan batuan yang
material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku
organisme yang berperan sebagai baffle atau bersifat seperti
dinding yang mengikat komponen-komponen batuan yang lain. Nama
batuannya adalah Bafflestone. Bafflestone adalah tekstur batuan
karbonat yang terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya
menadah sedimen yang jatuh pada organisme tersebut. Tekstur ini
dijumpai pada daerah dengan energi sedang, batuan ini biasanya
terdiri dari kerangka koral yang sedang dalam posisi tumbuh
(branching and growth position of coral) dan diselimuti oleh lumpur
karbonat.
- By organism that encrust and bind
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat
selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang terjebak dan
terjepit selama proses deposisi. Nama batuannya adalah
Bindstone.Bindstone adalah organisme yang menyusun batuan karbonat
dimana cara hidupnya mengikat sedimen yang terakumulasi pada
organisme tersebut. Organisme yang seperti ini biasanya hidup dan
berkembang di daerah berenergi sedang tinggi. Batuan ini umumnya
terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik
seperti koral, bryozoa, dll; tetapi telah diikat kembali oleh kerak
lapisan-lapisan gamping (encrustion) yang dikeluarkan oleh ganggang
merah.
- By organisms that build a rigid framework
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat
selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang membentuk
kerangka keras atau rigid framework. Oleh Embry & Klovan
(1971), nama batuan ini adalah Framestone. Batuan ini tersusun atas
organisme-organisme yang hidup pada daerah dengan energi tinggi
sehingga tahan terhadap gelombang dan arus. Penyusun batuan ini
adalah koral, bryozoa, dan ganggang dalam matriks yang kurang dari
10% atau bahkan tanpa matriks.
Gambar 6: Penampang melintang kompleks terumbu yang
menggambarkan perbedaan zona dan batuan penyusun setiap zona
menurut Embry & Klovan (1971)