28
1. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi
Dalam Produksi VinegarHasil pengamatan mengenai kinetika fermentasi
dalam produksi minuman vinegar ditinjau dari rata-rata jumlah
mikroba/cc, Optical Density (OD), pH, dan total asam dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi
Minuman VinegarKelompokPerlakuanWaktu mo tiap petakRata-rata/ mo
tiap petakRata-rata/ mo tiap ccODpHTotal asam (mg/ml)
1234
D1Sari Apel + S. cerevisiaeN0881358,53,4 x
1070,16763,2513,248
N242231691121961757,0 x 1080,74163,2213,248
N484352583847,751,91 x 1080,85073,2214,208
N723010812652803,20 x 1081,33753,3316,704
N96801001109195,253,81 x 1080,81993,3413,824
D2Sari Apel + S. cerevisiaeN0104648,53,4 x
1070,17543,2412,864
N247752825967,52,7 x 1080,63553,1313,440
N48651007611087,753,51 x 1080,79813,4614,016
N7293114103105103,754,15 x 1080,99433,2416,320
N965590975273,52,94 x 1080,70903,3414,784
D3Sari Apel + S. cerevisiaeN037696,252,5 x
1070,16973,2312,672
N241931223326,251,05 x 1080,80143,1913,248
N483640127101763,04 x 1080,86653,2813,440
N7214586109141120,254,81 x 1080,77283,2616,512
N9689222520391,56 x 1081,37683,3714,400
D4Sari Apel + S. cerevisiaeN076375,752,3 x
1070,17053,2313,056
N2421271113187,2 x 1080,78113,2013,440
N484255666667,252,2 x 1080,77723,2614,400
N7211696103100103,754,1 x 1080,72523,2715,936
N964457565653,252,1x 1080,63533,3413,440
D5Sari Apel + S. cerevisiaeN055745,232,1 x
1070,17543,2212,864
N248488766377,753,11 x 1080,61083,2113,440
N4872846975753 x 1081,08263,3014,400
N726589687574,252,97 x 1081,20073,3116,320
N9672584755582,32 x 1081,92833,3414,208
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dilakukan
perlakuan sari apel yang ditambahkan dengan inokulum S. cerevisiae
yang dilakukan pengujian pada N0, N24, N48, N72, dan N96 dengan
melakukan pengukuran jumlah dan rata-rata mikroorganisme tiap
petak, rata-rata mikroorganisme pada sari apel, nilai Optical
Density (OD), nilai pH, dan total asam. Hasil rata-rata
mikroorganisme tiap petak menunjukkan kurangnya hubungan hari
dengan banyaknya mikroorganisme. Selain itu, dapat dilihat bahwa
pada hari ke 1 (N0) jumlah mikroba tiap ml memiliki nilai yang
paling kecil dibandingkan pada hari yang lain. Rata-rata jumlah
mikroba pada sari apel hasil cenderung tinggi pada N48 dan N72.
Nilai OD kurang memiliki hubungan antara jumlah mikroba. pH yang
didapatkan berkisar antara 3,20-3,37. Untuk total asam yang
terkandung dalam sari apel berkisar antara 12,672 mg/ml hingga
16,704 mg/ml.9
1
1.2. Grafik Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi
Vinegar1.2.1. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs WaktuHasil pengamatan
hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 1.
Grafik 1. Hubungan Jumlah Sel terhadap Waktu
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa hubungan antara
keduanya tidak membentuk pola yang sama dimana mengalami
peningkatan dan penurunan yang tidak beraturan. Hasil yang didapat
saat praktikum fluktuatif. Tetapi untuk titik tertinggi didapatkan
jumlah mikroba pada kelompok D1 pada waktu pertumbuhan hari ke 2
(N24) dan titik terndah pada kelompok D3 di hari ke-2 (N24). Pada
hari terakhir, kelompok D1 dan D5 mengalami peningkatan jumlah
mikroba per cc sari apel yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
lain.
1.2.2. Grafik Hubungan OD vs WaktuHasil pengamatan hubungan
jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 2.
Grafik 2. Hubungan Konsentrasi Sel (OD) terhadap Waktu
Pada grafik 2., didapatkan hasil hubungan antara konsentrasi sel
dengan waktu pertumbuhan, hasil yang didapatkan terbilang
fluktuatif karena tidak semua kelompok menghasilkan nilai dengan
kenaikan yang sama pada hari N0 hingga N72 dan menurun pada N96
Hasil OD tertinggi selama proses pengamatan yaitu sebesar 1,7768
(kelompok D3) pada N96 dan terendah sebesar 0,6108 (kelompok D5)
pada hari N24.
1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs Konsentrasi Sel (OD)Hasil
pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik
3.
Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel terhadap Konsentrasi Sel (OD)
Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah koloni
sel dengan OD tidak memiliki hubungan spesifik. Semakin tinggi
nilai OD, jumlah sel tidak selalu semakin tinggi atau rendah. Hal
itu menandakan bahwa hubungan jumlah sel terhadap konsentrasi sel
sangat fluktuatif.
1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs pHHasil pengamatan hubungan
jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di gambar 4.
Grafik 4. Grafik Hubungan Jumlah Sel terhadap pH
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa hasil hubungan
jumlah sel dengan pH fluktuatif dimana nilai pH tidak mempengaruhi
jumlah sel. Semakin tinggi nilai pH, jumlah sel tidak menententu
semakin tinggi ataupun semakin rendah. Hasil yang diperoleh paling
menyimpang yaitu kelompok D2. Kisaran pH terkecil dapat diihat pada
grafik untuk kelompok D1 (3,22-3,34) dan yang tertinggi yaitu
kelompok D2 pertumbuhan yeast terjadi rentang pH 3,13-3,46.
1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs Total AsamHasil pengamatan
hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 5.
Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel terhadap Total Asam
Berdasarkan grafik di atas, tidak dapat dilihat hubungan yang
jelas antara jumlah sel dengan total asam, dimana total asam yang
semakin tinggi maka jumlah sel tidak tinggi pula melainkan sama
ataupun lebih rendah. Hasil yang didapatkan tergolong fluktuatif
karena terjadi penaikan dan penurunan yang tidak stabil. Rentang
total asam yang didapatkan selama pengamatan yaitu 12,672
16,704.3
2. PEMBAHASAN
Berdasarkan teori Bailey & Ollis (1987), fermentasi
merupakan proses perubahan struktur kimia dari bahan organik dengan
memanfaatkan komponen biologis, seperti enzim dan mikroorganisme
yang menghasilkan enzim tersebut pula. Enzim berfungsi sebagai
biokatalis. Proses ini sering diterapkan pada bahan pangan untuk
menghasilkan suatu produk pangan dengan mutu dan citarasa yang
lebih menarik. Kwartiningsih & Nuning (2005) menambahkan bahwa
fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi yang dapat menghasilkan
energi, yang berlangsung dengan peran mikroorganisme seperti yeast
atau bakteri, senyawa organik yang akan difermentasi, media
fermentasi, kondisi fermentasi, serta peralatan yang digunakan
untuk fermentasi.
Scott & William (2008) mengatakan bahan pangan yang baik
untuk media fermentasi adalah bahan pangan yang kaya akan kandungan
karbon dan nitrogen. Karena berdasarkan teori Winarno et al.,
(1980), fermentasi merupakan suatu proses pemecahan glukosa menjadi
alkohol dan CO2 yang bergantung pada aktivitas mikroorganisme.
Secara umum, semua mikroorganisme akan menggunakan karbon sebagai
substrat utamanya, stelah komponen karbon habis barulah penggunaan
senyawa nitrogen. Proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu jenis substrat, jenis mikroorganisme, dan proses
metabolisme mikroorganisme tersebut. Substrat yang baik untuk
produksi minuman beralkohol yaitu mengandung gula dan sumber energi
yang mendukung pertumbuhan yeast (Damtew et al., 2012).
Pada praktikum ini, akan dilakukan proses pembuatan vinegar dari
buah apel. Vinegar berarti anggur asam, dimana tergolong produk
fermentasi dari bahan yang mengandung gula atau pati menjadi
alkohol, kemudian difermentasi lagi pada proses selanjutnya.
Penggunaan vinegar untuk memperbaiki flavor pada bahan makanan atau
minuman setelah adanya proses aging atau penuaan (Kwartiningsih
& Nuning, 2005). Menurut Winarno et al., (1980) apel merupakan
buah yang memiliki kandungan gula yang cukup tinggi sehingga cocok
sebagai substrat dalam fermentasi. Selain itu Nogueria et al.,
(2008) menjelaskan bahwa apel memiliki kandungan gula, asam,
senyawa fenolik, dan rasa yang bervariasi. Pembuatan minuman hasil
fermentasi ini biasa dikenal dengan istilah cider. Cider apel
merupakan salah satu jenis vinegar yang terbuat dari fermentasi
sari buah apel hingga diperoleh kadar asam asetat sebesar 4
gram/100 mL, kadar gula reduksi maksimum 50%, dan jumlah padatan
total sebesar 1,6%. Kandungan alkohol pada apel yaitu jenis ester
seperti etil asetat, karbonil, dan asetaldehid (Susanto &
Bagus, 2011). Penggunaan sari apel atau cider apel ini sesuai
dengan teori Peppler & Perlman (1979) bahwa untuk mendapatkan
mikroorganisme yang sesuai maka penggunaan medium yang dianjurkan
yaitu media solid atau semi solid dan media cair.
Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu cider apel dimana
tahapan awal yang dilakukan adalah proses pembuatan cider apel yang
berasal dari apel hijau. Pertama, apel dicuci dan dihancurkan
menggunakan juicer. Penghancuran bertujuan agar gula dalam sari
buah dapat keluar (Ikhsan, 1997). Kemudian, sari buah apel sebanyak
250 ml diambil untuk setiap kelompok, dimasukkan dalam erlenmeyer,
ditutup dengan plastik dan disterilisasi menggunakan autoklaf
dengan suhu 121oC selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu, media
sari apel didinginkan dahulu sebelum diberi yeast. Proses
sterilisasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk membunuh
semua makhluk hidup berukuran mikroskopis terutama mikroorganisme
baik secara fisika, kimia, mekanik (Waluyo, 2010).
(a) (b) (c)Gambar 1. Tahapan awal pembuatan sari buah apel(a)
sari buah apel setelah di juice, (b) dimasukkan botol kaca dan
ditutup dengan plastik, (c) disterilisasi
Setelah itu, sebanyak 30 ml biakan yeast Saccharomyces
cereviceae diambil dengan pipet ukur secara aseptis dan dimasukkan
ke dalam sari buah apel, sebagai media pertumbuhan. Teknik aseptis
yang dilakukan sesuai dengan teori Dwijoseputro (1994) bahwa dalam
proses inokulasi harus dilakukan secara aseptis dengan tujuan untuk
mencegah kontaminasi dan infeksi dari bakteri yang merugikan.
Hadioetomo (1993) menambahkan bahwa perlakuan aseptis untuk
menghindari kultur yang terkontaminasi dari kontaminan yang tidak
diinginkan. Setelah itu, sebanyak 30 ml cider apel menggunakan
pipet volume dan dipindahkan pada beaker glass secara aseptis untuk
dianalisa. Sisa cider apel diinkubasi dengan menggunakan shaker
pada suhu ruang berkisar 25-30oC. Selama pengadukan, erlenmeyer
tetap ditutup dengan plastik untuk menjaga kesterilannya, hal itu
sesuai dengan teori Rahman (1992). Selain itu kecepatan dari shaker
harus stabil agar tidak menimbulkan proses aerasi. Pengadukan ini
berfungsi untuk membantu pertumbuhan yeast (menyediakan sumber
karbon maupun oksigen) dan mempertahankan kondisi media yang stabil
(Said, 1987). Proses inkubasi bertujuan untuk memberikan kondisi
yang optimal untuk pertumbuhan kultur dan penggunaan suhu juga
sesuai Fardiaz (1992) bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan yeast
sekitar 25-30C dan suhu maksimalnya 37-47C. Dalam praktikum ini,
untuk mengetahui pertumbuhan dari yeast dilakukan sistem batch
dimana hal tersebut kurang sesuai dengan teori Rehm & Reed
(1983) bahwa Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan metode
fed batch. Dalam praktikum ini dilakukan beberapa uji yaitu uji
hubungan absorbansi dengan kepadatan sel yang menggunakan
spektrofotometer, uji pH dengan pHmeter, uji pengukuran jumlah
biomassa dengan menggunakan haemocytometer, dan uji total asam
selama fermentasi menggunakan metode titrasi. Pengujian ini
dilakukan selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96).
Gambar 2. Penginokulasian kultur yeast secara aseptis
Gambar 3. Inkubasi di suhu ruang menggunakan shaker
Menurut Cooney et al., (1981) Saccharomyces cereviceae merupakan
organisme eukariotik yang bersifat sel tunggal. Organisme ini
tergolong jenis fungi yang dapat tumbuh optimal pada pH 4-5 dalam
suasana aerobik, biasa disebut dengan bakers yeast (Rehm &
Reed, 1983). Penggunaan biakan ini didukung oleh Gaman &
Sherrington (1994) bahwa Saccharomyces cereviceae dapat menguraikan
karbohidrat yang tinggi dalam bahan pangan menjadi alkohol dan CO2
saat proses fermentasi. Penggunaan yeast digunakan sebagai
pengkatalisis yang cepat, efisien dan lengkap sari apel yang kita
miliki, juga merombak glukosa menjadi alkohol tanpa menimbulkan
off-flavour. Bushan & Joshi (2006) menjelaskan bahwa ada
beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses fermentasi
antara lain tipe dan konsentrasi karbon, oksigen yang terlarut pada
proses pengadukkan, serta suhu media. Selama proses fermentasi,
yeast akan menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa disakarida
yang terdapat pada sari buah apel, yang akan menghasilkan bau
alkohol, bau asam, bau busuk, terbentuk endapan, dan terbentuk gas
(Fardiaz, 1992). Kualitas dari Saccharomyces cerevisiae menurut Van
Hoek (1998) ditentukan oleh stabilitas penyimpanan, osmotoleran,
rehidrasi, resistensi ragi kering, dan warna.
2.1. Pengukuran Jumlah Biomassa menggunakan HaemocytometerChen
& Pei (2011) mengatakan bahwa haemocytometer adalah alat yang
digunakan untuk menghitung jumlah sel dalam suatu cairan dengan
konsentrasi rendah dan memliki tingkat ketelitian yang tinggi.
Prinsipnya dengan menghitung jumlah mikroba yang terdapat di dalam
1 kotak di tengah plat haemocytometer yang mana dibatasi oleh tiga
garis pada keempat sisinya. Alat ini berbentuk seperti plat kaca
dimana terdiri dari 2 bagian dimana setiap ruangnya memiliki garis
mikroskopis yang sudah digores permukaannya. Pengamatan pada
haemocytometer dapat dilihat 9 kotak besar dibatasi 3 garis di
setiap sisinya di mana terdapat 16 kotak yang lebih kecil, maka
penghitungan dilakukan pada sel yang terdapat pada 4 kotak besar
yang saling berdekatan (Chen & Pei, 2011)
3412
Tampilan kotak dalam haemocytometer
Proses pengukuran menggunakan haemocytometer dilakukan dengan
cara meneteskan sampel pada plat yang terdapat pada haemocytometer
dan kemudian plat tersebut ditutup dengan kaca preparat.
Haemocytometer dan kaca preparat yang digunakan harus disemprot
dengan alkohol terlebih dahulu supaya bersih dan steril. Santiago
(2006) mengatakan bahwa untuk menghitung biomassa dilakukan
persiapan lapisan kacanya dan dibersihkan dengan alkohol. Selain
itu, menurut Suriawiria (2005) steril merupakan kondisi dimana
tidak terdapatnya mikroba lain yang tidak diharapkan pada bahan
atau peralatan yang dipergunakan dalam bidang mikrobiologi.
Haemocytometer yang telah ditutup kaca preparat selanjutnya
diletakkan pada mikroskop untuk dilakukan pengamatan sebanyak 4
kotak yang berbeda.
(a) (b) (c)
Gambar 4. Proses pengukuran menggunakan haemocytometer dan
pengamatan menggunakan mikroskop(a) haemocytometer dan kaca
preparat dibersihkan dengan alkohol,(b) haemocytometer ditetesi
sampel, (c) pengamatanBerdasarkan hasil pengamatan untuk pengukuran
biomassa dengan haemocytometer, didapatkan hasil yang berbeda-beda
dari tiap kelompok. Dapat dilihat bahwa jumlah biomassa
mikroorganisme dilakukan pengamatan sebanyak 5 kali, pada hari
ketiga memiliki kecenderungan menurun hingga hari ke-5. Adanya
kenaikan pada hari ke-1 dan ke-2 ditandai dengan adanya pertumbuhan
yeast selama dilakukannya proses inkubasi. Kenaikan tersebut sesuai
dengan teori Campelo & Isabel (2004) bahwa adanya pertumbuhan
yeast disebabkan adanya nutrisi pada media yang dimanfaatkan untuk
tumbuh serta adanya kondisi yang mendukung pertumbuhan yeast
khususnya Saccharomyces cereviceae.
Gambar 5. Hasil Pengamatan Jumlah Koloni Sel dengan
Haemocytometer pada N0, N24, N48, N72, dan N96.
Herrero et al., (2006) mengatakan bahwa senyawa volatil seperti
etanol selama proses fermentasi dipengaruhi oleh suhu fermentasi
dan akan dihasilkan asam laktat dan asam asetat, sehingga proses
pembentukan senyawa volatil harus dicegah. Jumlah mikroorganisme
yang menurun kemungkinan dikarenakan adanya senyawa alkohol yang
muncul selama proses fermentasi berlangsung, karena berdasarkan Van
Hoek (1998) dijelaskan bahwa proses fermentasi akan menghasilkan
alkohol sehingga menyebabkan penurunan jumlah mikroba pada waktu
tertentu setelah mengalami penaikan. Alkohol tergolong metabolit
sekunder yang bersifat toksik bagi mikroorganisme itu sendiri.
Penurunan tersebut sesuai dengan pendapat Thontowi et al., (2007)
bahwa proses fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dapat
dihentikan setelah melewati 84 jam karena telah memasuki fase
kematian.
Mahreni & Sri (2011) mengatakan bahwa dalam proses
fermentasi terdiri dari tahap utama dimana terjadi perubahan
nutrisi menjadi menjadi alkohol dan gas CO2. Kandungan alkohol
tersebut akan sebanding dengan jumlah dari sel mikroorganisme yang
terkandung dalam sampel. Dan untuk tahapan lainnya disebut tahap
lanjutan, dimana ekstrak yeast yang tidak mengubah karbohidrat
menjadi alkohol akan ikut diubah menjadi minuman cuka dengan aroma
dan rasa yang spesifik hasil dari fermentasi. Biasanya penggunaan
tahapan ini untuk skala industri.
Selain alasan tersebut, penurunan jumlah mikroba juga dapat
disebabkan karena substrat untuk pertumbuhan mikroba sudah habis.
Kulkami et al., (2011) menegaskan bahwa keterbatasan unsur karbon
dan nitrogen dapat mengakibatkan penurunan jumlah mikroorganisme
yang ada. Selain itu, penyebab lainnya seperti yang dikatakan oleh
Cappuccino & Sherman (1983) adanya perbedaan adaptasi dari sel
yeast yang digunakan karena butuh penyesuaian terhadap substrat dan
kondisi lingkungan. Fardiaz (1992) menambahkan penurunan jumlah sel
berbanding dengan lamanya waktu fermentasi dan akan mengalami
penurunan ketika fase kematian. Pertumbuhan sel melewati beberapa
fase yaitu lag, log, stasioner, dan kematian. Fase lag merupakan
fase adaptasi, sedangkan fase log dimana sel mikroorganisme
membelah dengan cepat, dan fase stasioner dimana jumlah
mikroorganisme berada dalam kondisi statis. Sedangkan untuk fase
kematian adalah fase dimana mikroorganisme mengalami penurunan
drastis.Hubungan antara jumlah sel terhadap lamanya waktu dapat
diihat dari tabel hasil pengamatan bahwa jumlah mikroorganisme yang
dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak stabil
(fluktuatif). Seharusnya berdasarkan Van Hoek (1998) pada N0 hingga
N72 jumlah selnya mengalami kenaikan dan setelah itu mengalami
penurunan pada N96 seperti hasil dari kelompok D2, D3, dan D4 yang
sesuai dengan teori tersebut. Untuk kelompok D1, D2, dan D5
mengalami penyimpangan data. Untuk kelompok D1 hasil yang
didapatkan fluktuatif naik turunnya sedangkan kelompok D5
mendapatkan hasil bahwa pertumbuhan yeast mengalami penaikan pada
N0 hingga N24 kemudian mengalami penurunan hingga N96. Menurut
teori Arroyo et al., (2009) dan Noe et al., (2009) dijelaskan bahwa
lamanya waktu tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan yeast
seperti Saccharomyces cereviceae karena yang mempengaruhi yaitu pH,
temperatur, kandungan nutrisi.
Ketidaksesuaian dapat dikarenakan ketidaktelitian pada saat
menghitung banyaknya yeast yang ada di haemocytometer karena panca
indera yang digunakan kurang akurat dibandingkan dengan menggunakan
alat. Selain itu, adanya proses hidrolisa maltosa dan sukrosa yang
berlebih sehingga berdampak pada pertumbuhan yang terus meningkat
selama proses fermentasi berlangsung, seperti yang didapatkan
kelompok D2 (Matz, 1992). Ketidak sesuaian yang didapatkan kelompok
D5 dikarenakan fase lag dan log dari yeast singkat, hal itu sesuai
yang dijelaskan Laily et al., (2004).
2.2. Penentuan Optical Density (OD)Metode ini dilakukan dengan
menggunakan alat spektrofotometer yang menurut Ewing (1976),
memiliki prinsip membandingkan absorbsi energi radiasi panjang
gelombang dari larutan sampel terhadap larutan standar. Pengukuran
absorbansi pada praktikum ini menggunakan panjang gelombang 660 nm.
Panjang gelombang yang digunakan pada praktikum ini sudah sesuai
dengan teori Sevda & Rodrigues (2011) bahwa pengukuran OD untuk
yeast jenis Saccharomyces cereviceae menggunakan panjang gelombang
660 nm. Pengukuran dilakukan dengan cara, sampel di masukkan ke
dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml kemudian dilakukan penentuan
nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 660 nm. Penggunaan panjang gelombang tersebut karena
nilai OD hampir sama dengan air. Penghitungan nilai OD dilakukan
selama 5 hari.
Gambar 6. Pengukuran dengan spektrofotometer
Pengukuran OD selama pengamatan 5 hari didapatkan hasil bahwa OD
pada hari ke-1 hingga ke-4 mengalami kenaikan kemudian mengalami
penurunan, dimana hubungan OD dipengaruhi oleh pertumbuhan yeast.
Apabila semakin tingginya OD maka dapat dilihat bahwa kekeruhannya
tinggi pula, hal itu disebabkan dari pertumbuhan yeast yang tinggi.
Laily et al., (2004) mengatakan bahwa pertumbuhan mikroba pada fase
lag, nilai OD akan stabil dan meningkat saat berada dalam fase log
atau eksponensial, serta penurunan saat fase stasioner. Hoseney
(1994) menambahkan bahwa selama proses fermentasi, larutan akan
semakin keruh dan kental karena adanya penurunan pH dan perubahan
fase cair menjadi jenuh. Nilai absorbansi (OD) dipengaruhi oleh
konsentrasi dan kejernihan larutan. Ketika suatu larutan sangat
pekat dan keruh, maka nilai absorbansi akan semakin tinggi, dan
apabila suatu larutan semakin jernih akan memiliki nilai absorbansi
yang semakin rendah (Fox, 1991).
Hasil yang didapatkan saat praktikum yaitu tingkat kekeruhan
yang didapatkan dari setiap kelompok berbeda-beda. Hal itu
dikarenakan aktivitas pertumbuhan yeast yang berbeda-beda dalam
penggunaan nutrisi dalam sampel sari apel tersebut. Seharusnya
hasil yang diperoleh sesuai dengan Mahreni & Sri (2011) dimana
seharusnya hasil yang diperoleh yaitu pada N0 mengalami peningkatan
hingga N72 dan mengalami penurunan pada N96, seperti pada kelompok
D1, D2, dan D5. Hal itu dikarenakan adanya fase pertumbuhan (lag
dan log) serta fase kematian dari yeast. Fase kematian yang
berdampak pada substrat karena munculnya alkohol. Pada fase log
pertumbuhan mikroorganisme akan sangat cepat sehingga jumlah
mikroorganisme akan meningkat dan meningkatkan nilai OD, setelah
mencapai fase stationer, pertumbuhannya akan melambat sehingga
nilai OD yang diperoleh juga menurun. Adapun faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi hasil pengukuran OD menggunakan spektrofotometer
yaitu seperti kondisi dan penempatan cuvet dan penggunaan panjang
gelombang (Pomeranz & Meloan, 1994). Hasil pengamatan mengenai
penetuan OD jika dibandingkan terhadap lamanya waktu dapat
diketahui bahwa semakin banyak jumlah mikroba maka nilai OD akan
semakin tinggi pula (Anagnostopoulos et al., 2010). Seperti yang
telah dijelaskan Laily et al., (2004) bahwa kekeruhan merupakan
dampak dari adanya pertumbuhan yeast.
Sedangkan hubungan antara jumlah sel dengan penentuan OD
dipengaruhi oleh fase pertumbuhan yeast. Menurut Mahreni & Sri
(2011), pada fase log pertumbuhan yeast akan sangat cepat sehingga
jumlah mikroorganisme akan meningkat dan meningkatkan nilai OD
sedangkan jika telah mencapai fase stationer, pertumbuhannya akan
melambat sehingga nilai OD yang diperoleh juga menurun. Hal ini
juga didukung oleh Laily et al (2004) yang mengungkapkan bahwa
hubungan OD dengan jumlah sel dapat menunjukkan fase pertumbuhan
mikrooganisme dimana nilai OD akan stabil pada fase lag dan log,
setelah memasuki fase eksponensial nilai OD akan tinggi karena
jumlah sel yang ada semakin meningkat. Dan di akhir fase, jumlah
sel akan menurun dan nilai OD akan menurun pula.
Hasil pengamatan mengenai hubungan OD dan Waktu dapat dilihat
bahwa hasil yang didapatkan oleh kelompok D1, D2, dan D5 dalam
pengukuran di hari ke-1 hingga ke-4, nilai OD mengalami kenaikan
dan di hari ke-5 mengalami penurunan. Sedangkan kelompok D3 dan D4
hasil yang didapatkan fluktuatif. Menurut Van Hoek (1998) selama
proses fermentasi jumlah mikroba akan mengalami penurunan pada
waktu tertentu setelah mengalami peningkatan. Fardiaz (1992)
mengatakan bahwa jumlah sel yeast akan semakin meningkat seiring
dengan lamanya waktu fermentasi dan akan mengalami penurunan ketika
fase kematian. Pengukuran jumlah yeast dapat dilakukan dengan alat
spektrofotometer dengan prinsip Hukum Lambert-Beer yang meliputi
rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya
mula-mula (I0) disebut persen transmitansi (%T) yang berbanding
terbalik dengan absorbansi (OD). Semakin banyak jumlah koloni sel
yeast, larutan semakin keruh dan nilai absorbansi emakin tinggi.
Nilai absorbansi lebih berhubungan dengan jumlah koloni sel yeast
dibandingkan dengan waktu inkubasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa nilai OD kelompok
D1,D2, dan D5 mengalami penaikan hingga N72 kemudian menurun pada
N96. Seharusnya, nilai OD yang baik akan meningkat hingga N48 dan
relatif stabil pada N72 kemudian menurun pada N96 (Fardiaz, 1992).
Triwahyuni et al., (2012) juga menjelaskan bahwa , jumlah koloni
sel yeast akan mengalami peningkatan di fase eksponensial (24-48
jam), mencapai kestabilan jumlah pada fase stasioner (72 jam), dan
mengalami penurunan jumlah akibat kematian (96 jam). Kesalahan ini
dapat terjadi karena ketidaktepatan spektrofotometer, seperti
penggunaan cuvet yang tidak tepat dan penggunaan panjang gelombang
yang tidak sesuai Pomeranz & Meloan (1994). Ada pula faktor
lain yang dapat terjadi yaitu pada saat dilakukan pengukuran OD dan
perhitungan jumlah sel, larutan yang diambil tidak seragam , dimana
yang terambil endapan dari sari apel tersebut.
2.3. Uji pHDalam pengujian ini dilakukan meggunakan pH meter.
Penggunaan alat tersebut didukung oleh Juwilda (2000) bahwa
berfungsi untuk mengukur tingkat keasaman atau alkalinitas dari
suatu cairan. Berdasarkan teori tersebut diungkapkan bahwa pH meter
memiliki prinsip dengan menggunakan probe yang dicelupkan ke dalam
sampel dimana probe tersebut terhubung dengan meteran elektronik
yang mengukur dan menampilkan angka. Dalam praktikum ini uji,
pengujian dilakukan dengan cara 10 ml sari apel yang sudah berisi
inokulum disiapkan dan diukur dengan menggunakan pH meter.
Gambar 7. Pengujian pH dengan pH meter
Dari hasil yang ada termasuk data yang fluktuatif karena tidak
semua yang memiliki jumlah mikroba tinggi, pH juga tinggi, begitu
sebaliknya. Untuk hubungan antara jumlah mikroba dengan pH dapat
diketahu berdasarkan tabel bahwa pH dihari ke-4 lebih rendah dan di
hari ke-5 pH mengalami kenaikan lagi. Hal tersebut sesuai dengan
teori karena berdasarkan Susanto & Bagus (2011) bahwa semakin
tinggi jumlah mikroba maka keadaan akan semakin asam sehingga pH
semakin turun. Waktu fermentasi pada N96 merupakan fase dimana
yeast mengalami fase kematian, jadi jumlah mikroba yang dihasilkan
akan menurun dan hasil pH akan naik karena asam yangdihasilkan pun
berkurang. Fase kematian adalah fase dimana mikroorganisme
mengalami penurunan drastis (Fardiaz, 1992). Selain itu, nilai pH
akan semakin menurun diiringi lamanya waktu fermentasi yang
dipengaruhi oleh aktivitas yeast dalam menghasilkan asam
organik.
2.4. Pengujian Total AsamTotal asam pada praktikum ini dilakukan
dengan metode titrasi. Metode penentuan total asam ini dilakukan
dengan cara sebanyak 10 ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes indikator PP untuk dititrasi
dengan menggunakan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna coklat gelap.
Indikator sudah sesuai dengan teori Chang (1991) bahwa penggunaan
titran NaOH maka digunakan pula indikator PP. Perhitungan total
asam dilakukan dengan menggunakan rumus :
Total asam =
Gambar 8. Proses titrasi dan hasil titrasi akhir
Pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada kelompok D1
hingga D5 nilai total asam tertinggi diperoleh pada N72, tetapi
hasil jumlah mikroba pada waktu tersebut tidak menunjukkan jumlah
mikroba tertinggi kecuali kelompok D2 hingga D4. Untuk kelompok D1
dan D5 jumlah mikroba tertinggi pada waktu N24. Seharusnya hasil
yang diperoleh berdasarkan Susanto dan Bagus (2011) bahwa semakin
tinggi jumlah mikroba maka keadaan akan semakin asam yang ditandai
dengan pH yang semakin turun sehingga nilai total asam semakin
tinggi. Hasil yang didapatkan sangat fluktuatif, hanya saja pada
hari ke-4 dan ke-5 jumlah mikroba dari setiap kelompok mengalami
penurunan sehingga menyebabkan total asam yang didapatkan menurun
juga, karena jumlah mikroba yang menurun pada fase kematian
menyebabkan pH menjadi tidak asam dan total asam pun menurun. Hasil
inilah yang sesuai dengan teori Susanto dan Bagus (2011). Adapun
kesalahan yang muncul dalam hasil ini dapat disebabkan karena
kesalahan dalam pelaksanaan proses titrasi, kesalahan yang dapat
muncul menurut Girindra (1986) adalah penggunaan kertas sebagai
alas erlenmeyer saat dilakukannya titrasi, karen hal tersebut dapat
menyebabkan perubahan warna tidak sesuai.
6
3. KESIMPULAN
Proses fermentasi merupakan pemecahan gula menjadi alkohol dan
CO2 dalam suatu media. Mikroorganisme yang digunakan untuk
fermentasi yang menghasilkan alkohol adalah yeast Saccharomyces
cereviceae yang optimal tumbuh pada suhu 25o-30oC, pH 4-5, dan
dalam suasana aerob. Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
antara lain tipe dan konsentrasi karbon atau oksigen dalam media
(nutrisi), suhu media, dan pH. Shaker inkubator berfungsi untuk
membantu pertumbuhan yeast dan mempertahankan kondisi media yang
stabil. Tujuan teknik aseptis yaitu untuk mencegah kontaminasi dari
mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Sterilisasi berfungsi
untuk membunuh semua mikroorganisme baik secara fisika, kimia,
mekanik. Haemocytometer digunakan untuk mengukur jumlah mikroba
dalam suatu cairan dimana konsentrasi sel pada cairan tersebut
rendah. Spektrofotometer untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa
berdasarkan penyerapan berkas sinar atau cahaya dan meneruskannya
dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Peningkatan jumlah
sel dan nilai OD terjadi pada N0 hingga N72 (seiring lamanya
fermentasi) dan setelah itu mengalami penurunan pada N96. Nilai OD
lebih berkaitan dengan jumlah koloni sel yeast dibandingkan dengan
lama waktu fermentasi. Semakin tinggi jumlah mikroba maka
kekeruhannya akan semakin tinggi pula yang ditunjukkan dengan
semakin besarnya nilai OD. Semakin tinggi jumlah mikroba maka pH
akan semakin menurun dan kandungan total asam akan semakin
meningkat. pH akan semakin menurun seiring lamanya waktu fermentasi
yang dipengaruhi oleh aktivitas yeast dalam menghasilkan asam
organik. Penurunan jumlah sel dapat disebabkan karena media yang
tersedia sudah tidak mencukupi pertumbuhan mikroorganisme. Panjang
gelombang yang digunakan untuk mengukur produk cider apel dari
Saccharomyces cereviceae adalah 660 nm.
Semarang, 19 Juni 2015PraktikanAsisten Dosen: Bernardus Daniel
H. Chaterine Meilani Metta MelianiTjan, Ivana Chandra
P.12.70.0057
4. DAFTAR PUSTAKA
Anagnostopoulos, V. A., B. D. Symeopoulos, and M.J. Soupioni.
(2010). Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and
Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12, No 3, pp
288-295.
Arroyo-Lopez, F.N.; Orlic, S.; Querol, A.; and Barrio, E.
(2009). Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on The
Growth Parameters of Saccharomyces cereviceae, S. kudriavzevii and
Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food
Microbiology 131: 120-127.
Bailey, J.E., & Ollis, D.F. (1987). Biochemical Enginering
Fundamentals. Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd, Tokyo.
Bushan, S. and V. K. Joshi. (2006). Bakers Yeast Production
under Fed Batch Culture from Apple Pomace. Journal of Scientific
& Industrial Research. Vol 65, pp 72-76.
Campelo, A.F and Isabel, B. (2004). Fermentative Capacity of
Bakers Yeast Exposed to Hyperbaric Stress.
Cappuccino, J. G. & N. Sherman. (1983). Microbiology a
Laboratory Manual. Addison Wesley Publishing Company. Inc.
Canada.
Chang, R. (1991). Chemistry. MC Graw Hill. USA.
Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang. (2011). Automatic Cell Counting
for Hemocytometers through Image Processing.World Academy of
Science, Engineering and Technology 58.
Cooney, C.L.; Rehm, H.J. and Reed, G. (1981). Biotechnology
volume 1. VCH. Weinheim.
Damtew, W.; S.A. Emire & A.B. Aber. (2012). Evaluation of
Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast
Strains. Archives of Applied Science Research. 2012. 4 (5):1938
-1948.
Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan.
Jakarta.
Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis.
Mc Growhill Book Company. USA.Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi
Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fox, P. F. ( 1991 ). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied
Sciences. London.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Girindra, A. (1986). Biokimia1. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek,
Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Herrero, M., Garcia, L. A., and Diaz, M. (2006). Volatile
Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature
Effects.
Hoseney, R. C. (1994). Pasta and Noodles Principles of Cereal
Science & Technology Second Edition. American Association of
Cereal Chemists. Minnesota.
Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan
Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming.
Semarang.
Juwilda. (2000). Pendidikan Biologi. Literatur. Trustees of
Dartmouth College.
Kulkarni Mayuri K., Pallavi T. Kininge, Nitin V. Ghasghase,
Priya R. M., Sunil S. J. (2011). Effect of Additives on Alcohol
Production and Kinetic Studies of S.cereviceae for Sugar Cane Wine
Production. Department of Biotechnology, Kolhapur Institute of
Technology, Kolhapur, India, International Journal of Advanced
Biotechnology and ResearchVol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158.
Kwartiningsih, E. & Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari
Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibriu, 4(1): 8-12.
Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, dan L.
Hartono. (2004). Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh
Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.
Mahreni dan Sri S. (2011).Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces
cerevisiae dalam Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia
dan Proses. ISSN:1411-4216.
Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th
edition. Van Nostrand Reinhold. New York.Noe, F. A. L, Sandi O.,
Amparo Q., and Eladio B. (2009).Effects of Temperature, pH, and
Sugar Concentration on the Growth Parameters of Saccharomyces
cerevisiae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid.
International Journal of Food Microbiologu 131, 120-127.
Nogueira, A.; Caroline Mongruel; Deise R.S.; Nina W. &
Gilvan Wosiacki. 2007. Effect of Biomass Reduction on the
Fermentation of Cider. Brazilan Archives of Biology and Technology.
Brazil.
Peppler, H. J. & D. Perlman. (1979). Microbial Fermentation
Technology. 2nd Edition. Academic Press. New York.
Pomeranz, Y. & C.E. Meloan. (1987). Food Analysis: Theory
and Practise. Von Nostrand Reinhold Company. New York.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan.
Jakarta.
Rehm and G. Reed. (1983). Food and Feed Production with
Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Scott, R and William C.S. (2008). Ecology of Fermented Foods.
Human Ecology Review 15(1):25-31.
Sevda, S. and Rodrigues L. (2011).Fermentative Behavior of
Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must
Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal
Food Process Technol, 2:4.
Suriawiria, H. U. (2005). Mikrobiologi Dasar. Penerbit Papas
Sinar Sinanti. Jakarta.
Susanto, W.H & Bagus R.S. (2011). Pengaruh Varietas Apel
(Malus Sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces
cereviceae Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik
Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian 2(3): 135-142.
Thontowi, A; Kusmiati; Sukma N. (2007). Produksi Glukan
Saccharomyces cerevisiae dalam Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda
pada Air-Lift Fermentor. Biodiversitas 8(4) : 253-256.
Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012).
The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On
Fermentation Process For BioethanolProduction From Palm Oil Empty
Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34.
Van Hoek. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative
Capacity of BakersYeast. Appl Environ Microbiol. 64(11):
42264233.
Waluyo, L. (2010). Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi.
UMM Press. Malang.
Winarno, F.G.; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar
Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.24
5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan5.1.1. Rata-Rata Banyak Sel Tiap ml
SampelRumus Rata-rata / tiap cc
Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3=
0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 cc
Kelompok D1N0 :Jumlah sel/cc = x 8,5 = 3,04 x 107
sel/ccN24:Jumlah sel/cc = x 175= 7 x 108 sel/ccN48:Jumlah sel/cc =
x 47,75= 1,91 x 108 sel/ccN72:Jumlah sel/cc = x 80 = 3,2 x 108
sel/ccN96:Jumlah sel/cc = x 95,25 = 3,81 x 108sel/c
Kelompok D2N0
N2425
N48
N72
N96
Kelompok D3N0N24 N48 N72 N96
Kelompok D4N0Jumlah sel/cc = x 5,75= 2,3 x 107sel/ccN24Jumlah
sel/cc = x 18 = 7,2x 108 sel/ccN48Jumlah sel/cc = x 57,25= 2,29 x
108 sel/ccN72Jumlah sel/cc = x 103,75= 4,15 x 108 sel/ccN96Jumlah
sel/cc = x 53,25= 2,13x 108sel/cc
Kelompok D5N0 :Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 5,23Jumlah
sel/cc = x 5,23 = 2,1 x 107 sel/ccN24:Rata-rata jumlah MO tiap
petak = = 77,75Jumlah sel/cc = x 77,75= 3,11 x
108sel/ccN48:Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 75Jumlah sel/cc = x
75= 3 x 108 sel/ccN72:Rata-rata jumlah MO tiap petak = =
74,25Jumlah sel/cc = x 74,25= 2,97 x 108 sel/ccN96:Rata-rata jumlah
MO tiap petak = = 58Jumlah sel/cc = x 58 = 2,38 x 108 sel/cc
5.1.2. Total asam
Hari 1D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam
=D5 Total Asam =
Hari 2D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam
=D5 Total Asam =
Hari 3D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam
=D5 Total Asam =
Hari 4D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam
=D5 Total Asam =
Hari 5D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam
=D5 Total Asam =
5.2. Laporan Sementara5.3. Jurnal