Prof. Dr. Ir. Abdul Azis, M.Si. Dr. Ir. Afriani, M.P. MONOGRAF KINERJA PRODUKSI AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMBATASAN WAKTU PEMBERIAN RANSUM KOMUNITAS GEMULUN INDONESIA
Prof. Dr. Ir. Abdul Azis, M.Si.Dr. Ir. Afriani, M.P.
MONOGRAFKINERJA PRODUKSI AYAM BROILER
DENGAN SISTEM PEMBATASAN WAKTU PEMBERIAN RANSUM
KOMUNITAS
GEMULUN INDONESIA
Copyright © 2022Diterbitkan oleh Komunitas Gemulun Indonesia (anggota IKAPI)
Jalan Kapten Abdul Hasan, RT 26 Nomor 38A,Kecamatan Telanai Pura, Jambi. Telepon: 0823-7466-2791
Email: [email protected] Instagram: komunitasgemulunindonesia
Website: Gemulun.com
Penulis:Prof. Dr. Ir. Abdul Azis, M.Si.
Dr. Ir. Afriani, M.P.
Penyunting Naskah:Sean Popo Hard
Sampul dan Tata Letak:Agung Astrea Saputra, S.Pd.
ISBN:978-623-5279-08-4
Maret 2022
MONOGRAF
KINERJA PRODUKSI AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMBATASAN WAKTU
PEMBERIAN RANSUM
Hak cipta dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
i
KATA PENGANTAR
Sistem pemeliharaan ayam broiler pada umumnya dilakukan dengan pemberian ransum secara penuh tanpa batas (ad libitum) untuk mencapai target bobot panen sesuai dengan perencanaan produksi. Keunggulan produksi ayam broiler dengan pemberian ransum ad libitum dapat memberikan laju pertumbuhan yang maksimal sesuai dengan potensi genetik ayam tersebut. Namun demikian, dibalik karekteristik ayam broiler dengan laju pertumbuhan yang cepat dengan pemberian ransum ad libitum sering dijumpai kasus gangguan metabolik (metabolic disorder) dan kelainan pada kaki (leg disorder). Di samping itu, kelebihan konsumsi ransum tidak dapat dihindarkan dikarenakan ayam dapat mengkonsumsi ransum hingga tiga kali dari kebutuhan hidup pokok. Kondisi seperti ini tentunya akan berdampak terhadap efisensi produksi.
Praktek pemberian ransum secara terbatas dianjurkan para ahli untuk menurunkan kasus gangguan metabolik dan meningkatkan efisiensi penggunaan ansum. Penerapan pembatasan ransum dengan metode kuantitatif dan kualitatif sudah banyak dilaporkan dengan tingkat kesulitan yang membutuhkan kalkulasi yang tepat. Pendekatan pembatasan ransum dengan cara pembatasan waktu pemberian ransum dalam batas waktu tertentu dipandang lebih praktis dan mudah untuk diterapkan. Pada prinsipnya, pembatasan waktu pemberian ransum merupakan praktek manajemen pemberian ransum pada waktu tertentu untuk mencapai kinerja produksi ayam broiler yang baik.
Buku monograf ini disusun sebagai kontribusi pengembangan keilmuan dibidang produksi ternak unggas sebagai upaya mendapatkan strategi baru dalam praktek manajemen pemberian ransum pada ayam broiler. Buku ini memuat serangkaian penelitian yang terdiri atas tiga kegiatan penelitian yang berhubungan dengan pembatasan waktu pemberian ransum pada ayam broiler.
ii
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala anugrahNya sehingga buku ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dirjen Kemenristekdikti dan LPPM Unja yang telah mendanai beberapa penelitian kami sehingga diterbitkan menjadi buku. Ucapan terima kasih kami sampaikan juga kepada semua pihak yang turut membantu dalam kegiatan penelitian dan penerbitan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa program studi peternakan, peneliti dan kepada semua yang membutuhkannya.
Jambi, Februari 2022
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiiBAB I AYAM BROILER DAN PEMBERIAN RANSUM 1BAB II TEKNIK PEMBERIAN RANSUM DAN POLA PERTUMBUHAN AYAM BROILER 8
Teknik Pemberian Ransum 8Pola Pertumbuhan Ayam Broiler 14Pertumbuhan Kompensasi 19Pengendalian Pertumbuhan Kompensasi 23Faktor-faktor yang Mempengaruhi PertumbuhanKompensasi pada Ayam Boriler 25Pengaruh Pembatasan Ransum terhadap Karkasdan Lemak Abdomen 32
BAB III STRATEGI PEMBERIAN RANSUM SELAMA PERIODE STARTER DARI UMUR 7 S/D 21 HARI 42
Konsumsi Ransum 42Pertambahan Bobot Badan 48Konversi Ransum 54
BAB IV STRATEGI PEMBERIAN RANSUM SELAMA PERIODE GROWER DARI UMUR 7 S/D 21 HARI 61
Konsumsi Ransum 61Pertambahan Bobot Badan 63Konversi Ransum 67Karkas dan Lemak Abdomen 69
BAB V STRATEGI PEMBERIAN RANSUM SELAMA PERIODE PEMELIHARAAN DARI UMUR 1 S/D 35 HARI 71
Konsumsi Ransum 71Pertambahan Bobot Badan 76Konversi Ransum 80Karkas dan Lemak Abdomen 82
DAFTAR PUSTAKA 85
iv
DAFTAR TABEL
1. Konsumsi ransum (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum berdasarkan umur pemeliharaan 432. Pertambahan bobot badan ayam (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum berdasarkan umur pemeliharaan 483. Bobot badan ayam (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum berdasarkan umur pemeliharaan 504. Konversi ransum (g/g) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum berdasarkan umur pemeliharaan 555. Bobot karkas dan lemak abdomen ayam berdasarkan perlakuan pengaturan pemberian ransum pada umur 35 hari 586. Konsumsi ransum (g/ekor) menurut perlakuan pengaturan pemberian ransum selama periode pertumbuhan dari umur 21 s/d 35 hari. 627. Pertambahan bobot badan ayam (g/ekor) selama periode pertumbuhan dari umur 21 s/d 35 hari. 658. Bobot badan ayam (g/ekor) selama periode pertumbuhan dari umur 21 s/d 35 hari. 659. Konversi ransum (g/g) selama periode pertumbuhan dari umur 21 s/d 35 hari. 6810. Bobot karkas dan lemak abdomen ayam berdasarkan perlakuan pengaturan pemberian ransum pada umur 35 hari. 7011. Konsumsi ransum (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum selama pemeliharaan 7412. Pertambahan bobot badan ayam (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum selama pemeliharaan 7513. Konversi ransum (g/g) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum selama pemeliharaan 8114. Bobot karkas dan lemak abdomen ayam berdasarkan perlakuan pengaturan pemberian ransum pada di akhir pemeliaraan umur 35 hari 82
v
DAFTAR GAMBAR
1. Skema kurva pertumbuhan ayam broiler 172. Perkembangan bobot badan ayam menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum selama pemeliharaan 78
1
BAB I
AYAM BOILER DAN PEMBERIAN RANSUM
Ayam broiler yang dikenal dengan ayam tipe
pedaging merupakan sumber tercepat dalam
menyediakan sumber daging berkualitas tinggi seperti
protein yang dibutuhkan tubuh manusia. Kemajuan
seleksi genetik selama ini telah menghasilkan ayam
broiler modern dengan laju pertumbuhan yang tinggi,
sehingga dalam masa pemeliharaan yang singkat dalam
waktu 35 hari sudah dapat dipanen dengan capaian
bobot badan sekitar 1,8-2,0 kg (Sahraei dan
Shariatmadari, 2007).
Sistem produksi ayam broiler selama
pemeliharaan umumnya dilakukan dengan pemberian
ransum yang tersedia sepanjang waktu (ad libitum).
Teknis pemeliharaan tersebut mampu memberikan laju
pertumbuhan yang optimum sesuai dengan potensi
genetik yang dimiliki ayam tersebut. Namun demikian,
permasalahan yang berhubungan dengan cara
pemberian ransum ad libitum dapat menyebabkan
kebiasaan ayam mengkonsumsi ransum berlebih (Svihus
dan Hetland, 2001; Svihus et al., 2010). Apabila ransum
diberikan secara ad libitum, ayam dapat mengkonsumsi
ransum hingga 3 kali dari kebutuhannya (Barbato,
1994), menjadi rentan terhadap berbagai gangguan
metabolik (Olkowski et al., 2008; Kalmar et al., 2013;
2
Wideman et al., 2013) dan menyimpan lemak lebih
banyak pada jaringan lemak abdomen serta dapat
menurunkan kualitas daging (Barbato 1994; Mushtaq et
al.,. 2014). Hal ini berpotensi menurunkan efisiensi
penggunaan ransum sebagai akibat terjadinya kelebihan
konsumsi di atas kebutuhan pertumbuhan ayam. Selain
itu, kondisi demikian tidak selalu menampilkan kondisi
kesehatan dan kesejahteraan yang baik selama
pemeliharaan ayam (Jang et al., 2009).
Indikasi yang terkait dengan tingginya laju
pertumbuhan ayam broiler sering diikuti dengan
masalah gangguan metabolik (metabolic disorder) seperti
kasus suddent death syndrome dan leg disorder (Zubair
dan Leeson, 1996; Rincon dan Leeson, 2002) yang besar
dampaknya terhadap efisiensi dan kualitas produksi.
Konsekuensi dari peristiwa seperti ini, praktek
manajemen yang berhubungan dengan pemberian
ransum pada ayam perlu dirobah untuk mengurangi
dampak buruk dari sistem pemberian ransum ad lbitum.
Pendekatan melalui pembatasan ransum biasanya
digunakan untuk mengatasi masalah yang menyertai
tingginya laju pertumbuhan di awal kehidupan pada
ayam pedaging (Saleh et al., 2005; Ozkan et al., 2006;
Rezaei et al, 2006). Program pembatasan ransum dapat
menghasilkan sinkronisasi laju pertumbuhan organ
tubuh yang berbeda dan mengurangi pengaruh buruk
dari laju pertumbuhan yang cepat (Balog et al., 2000;
Ozkan et al., 2006; Leeson dan Summers, 2009),
3
meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dan
pertambahan bobot badan (Mahmood et al., 2007) serta
dapat menurunkan biaya produksi yang berasal dari
ransum (Tolkamp et al., 2005; Zhan et al., 2007;
Sahraei, 2012). Berdasarkan beberapa penelitian
terdahulu, pembatasan ransum di awal kehidupan ayam
dirancang dengan memanfaatkan pertumbuhan
kompensasi dan perbaikan efisiensi penggunaan ransum
selama periode pemulihan. Selain itu, penerapan
program pembatasan ransum tersebut untuk
memperbaiki karekteristik karkas, menurunkan lemak
tubuh dan meningkatkan deposisi protein dalam daging
(Jones dan Farrell, 1992; Longo et al., 1999)
Fenomena pertumbuhan kompensasi selama
periode pemulihan masih menunjukkan hasil yang tidak
konsisten. Beberapa laporan memperlihatkan bahwa
pertumbuhan kompensasi dapat terjadi selama periode
pemulihan (Plavnik dan Hurwitz, 1985; Zubair dan
Leeson, 1994; Govaerts et al., 2000; Lee dan Leeson,
2001; Al-Taleb, 2003; Camacho et al., 2004; Zulkifli et
al., 2004; Ozkan et al., 2006; Zhan et al., 2007; Novel et
al., 2009; Mohebodini et al., 2009; Al-Aqil et al., 2009;
Azis et al., 2010, 2011) dan disertai dengan perbaikan
efisiensi penggunaan ransum (Lee dan Leeson, 2001;
Jang et al., 2009). Namun demikian, pada laporan lain
bahwa fenomena tersebut tidak dapat dibuktikan
(Lippen et al., 2000; Saleh et al., 2005; Suci et al., 2005;
Rezaei et al., 2006; Li et al., 2007; Lien et al., 2008;
4
Khetani et al,. 2009; Azarnik et al., 2010). Perbedaan
hasil tersebut terjadi dikarenakan banyak faktor yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan kompensasi, antara
lain seperti metode pembatasan yang diterapkan, umur
pada saat penerapan pembatasan, intensitas
pembatasan, dan faktor genetik dan jenis kelamin
(Butzen et al., 2013, 2015).
Pembatasan ransum dengan metode kuantitatif
pada ayam broiler di lingkungan tropis menjadi alternatif
untuk memperbaiki efisiensi penggunaan ransum dan
meningkatkan resistensi ayam terhadap cekaman panas.
Namun demikian, tingkat pembatasan ransum 60% ad
libitum di awal kehidupan ayam (starter) meningkatkan
gejala stress (Al-Aqil et al., 2009) dan tingkat 50% pada
periode grower (masa pertumbuhan) berdampak
terhadap penurunan kinerja produksi ayam broiler (Abu-
Deiyeh, 2006). Hal demikian menunjukkan bahwa
intensitas pembatasan ransum tersebut masih cukup
ketat untuk diterapkan. Demikian juga halnya dengan
pembatasan ransum selama periode grower (setelah
ayam berumur 3 minggu), meskipun tindakan demikian
dapat menurunkan produksi panas metabolik, akan
tetapi, kinerja produksi ayam lebih rendah dibandingkan
dengan ayam yang tidak mendapat pembatasan ransum
(Benyi et al,. 2009). Berkenanaan dengan hal ini,
diperlukan suatu strategi pembatasan ransum dengan
intensitas ringan untuk diterapkan selama periode awal
(starter) dan periode pertumbuhan (grower) agar
5
cekaman nutrisi tidak terlalu tinggi sehingga potensi
pertumbuhan ayam selama periode pemulihan mampu
menampilkan pertumbuhan yang normal atau
pertumbuhan kompensasi agar bobot tubuh normal
dapat dicapai pada saat umur panen.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa
pembatasan ransum melalui sistem pemuasaan atau
pengosongan ketersediaan ransum (feed withdrawal)
selama 4 jam/hari (14:00 s/d 18:00) dari umur 1 hingga
21 hari (Zhan et al., 2007) dan sistem pemberian ransum
secara berselang (intermittent feeding) selama 8 jam/hari
dengan empat frekuensi pemberian ransum dari umur 7
hingga 21 hari (Mohebodini et al., 2009) masih
dikategorikan ringan. Pada peneliti lain, meskipun Benyi
et al. (2010) menyarankan bahwa program pemuasaan
selama 10 jam/hari (08:00-18:00) dari umur 8 s/d 28
hari dapat digunakan untuk pemeliharaan ayam broiler
di daerah tropis, namun demikian, bobot badan akhir
yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol (1,3 vs 1,6 kg untuk strain Ross 308 dan 1,2 vs
1,4 kg untuk strain Hubbard). Fakta demikian
menunjukkan bahwa waktu pemuasaan yang
berlangsung terlalu panjang pada siang hari terlihat
tidak efektif diterapkan mengingat pencapaian kinerja
produksi lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang
diberi ransum ad libitum.
Manajemen pemberian ransum pada ayam
merupakan salah satu bagian dari lingkungan dan
6
menjadi bagian penting yang cukup efektif untuk
memodulasi pertumbuhan dan status kesehatan ayam.
Pada kondisi praktis di lapangan, tingkah laku makan
pada ayam broiler dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain adalah cara dan frekuensi pemberian
ransum (Picard et al., 1999). Faktor frekuensi dan lama
waktu ransum disediakan selama periode pembatasan
dapat menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat
dalam kelompok untuk mendapatkan makanan (de Jong
et al., 2003). Oleh karena itu, pertimbangan dan
penetapan lama batasan waktu ransum disediakan
menjadi faktor penting selama program pembatasan
ransum.
Masalah utama yang teridentifikasi dari
penerapan pembatasan ransum berhubungan dengan
faktor intensitas pembatasan, waktu penerapan dan
lama waktu periode pemulihan. Penerapan pembatasan
ransum dengan intensitas yang ketat pada periode awal
diduga sebagai penyebab kegagalan ayam menampilkan
pertumbuhan kompensasi selama periode pemulihan.
Pendekatan pembatasan ransum melalui pembatasan
waktu pemberian ransum (feeding time restriction) dalam
rentang waktu tertentu merupakan alternatif
pembatasan ransum dengan intensitas rendah dan
mudah diterapkan dalam produksi ayam broiler. Teknik
ini menjadi pilihan untuk mendapatkan strategi baru
dalam praktek manajemen pemberian ransum pada
ayam broiler.
7
Berdasarkan identifikasi masalah dan solusi yang
akan diterapkan dapat dirumuskan apakah pembatasan
ransum dengan sistem pambatasan waktu pemberian
ransum dalam batasan waktu tertentu selama periode
starter, grower atau selama pemeliharaan dari umur 1
hingga 35 hari dapat mempengaruhi kinerja produksi
ayam broiler.
8
BAB II
TEKNIK PEMBERIAN RANSUM DAN
POLA PERTUMBUHAN AYAM BOILER
Teknik Pemberian Ransum
Teknik pemberian ransum pada ayam dengan
kemungkinan memberikan manfaat terhadap
peningkatan efisiensi ransum telah diteliti secara luas.
Pembatasan ransum adalah metode pemberian ransum
yang berhubungan dengan batasan jumlah ransum yang
diberikan, waktu pembatasan dan lama pembatasan
yang akan berdampak terhadap kemampuan ayam
untuk mencapai bobot badan yang sama dengan ayam
yang tidak dibatasi setelah dibebaskan dari cekaman
pembatasan raansum (Ballay et al., 1992; Yu et al.,
1992). Pembatasan ransum pada ayam dilakukan
dengan membatasi akses terhadap makanan yang
diberikan dalam jangka waktu tertentu pada umur
tertentu. Apabila setelah ayam dibebaskan dari
pembatasan ransum dengan pemberian ransum ad
libitum selama periode pemulihan dan diikuti dengan
kebutuhan ransum yang rendah dan disertai dengan laju
pertumbuhan yang normal atau di atas normal
(pertumbuhan kompensasi), maka secara substansial
efisiensi produksi akan menjadi lebih baik (Plavnik dan
Hurwitz, 1985). Secara umum pembatasan ransum
terdiri atas 2 metode, yaitu pembatasan ransum secara
9
kuantitatif dan kualitatif, dimana dari kedua metode
tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap
kinerja produksi ayam broiler (Lee dan Leeson, 2001;
Butzen et al., 2015).
Permasalahan dari sifat laju pertumbuhan yang
tinggi di awal kehidupan pada ayam broiler dapat
menyebabkan gangguan yang berhubungan dengan
masalah metabolisme, seperti kasus asites dan sindrom
kematian mendadak (suddent death syndrom), gangguan
pertumbuhan tulang pada kaki (leg disorder) serta
penimbunan lemak yang tinggi dalam tubuh (Leeson et
al., 1992). Pembatasan ransum adalah upaya
mengurangi penyediaan ransum agar konsumsi dapat
dikurangi selama jangka waktu tertentu dalam upaya
untuk mengurangi laju pertambahan bobot badan ayam
Pembatasan ransum tersebut cukup bermanfaat dalam
menurunkan kasus gangguan yang berhubungan
dengan masalah metabolisme tersebut (Jones dan
Farrell, 1992ab; Yu dan Robinson, 1992; Robinson et al.,
1992; Acar et al., 1995; Gonzales et al., 1998; Demir et
al., 2004; Ozkan et al., 2006).
Metode pembatasan ransum secara kuantitatif
dan kualitatif merupakan prosedur yang dapat
diterapkan untuk memanipulasi strategi pemberian
ransum pada ayam untuk menurunkan laju
pertumbuhan dan metabolisme sampai batas tertentu.
Strategi pemberian ransum tersebut dapat ditempuh
dengan teknik pembatasan ransum secara fisik (Plavnik
10
dan Hurwitz, 1989), pemuasaan secara berselang hari
(skip-a-day feeding), pengurangan waktu penerangan
(intermittent lighting) dalam kandang (Deaton et al., 1978;
Religious et al., 2001), atau pemuasaan singkat dalam
waktu tertentu (intermittent feeding, feed withdrawal)
(McDaniel et al., 1975; Holder et al., 1977; Washburn
dan Bondari, 1977; Proudfoot dan Hulan, 1982ab; Reece
et al., 1986)
Prosedur pembatasan ransum dengan metode
kualitatif melalui penurunan kepadatan nutrisi (diet
dilution) telah banyak dilaporkan peneliti dengan
menggunakan sekam padi, sekam gandum, dedak padi,
daun pisang, pasir atau arang kayu sebagai bahan
pencampur atau tambahan dalam ransum (Leeson et al.,
1992; Al-Taleb, 2003; Teimouri, et al., 2005; Suci, et al.,
2005; Rezaei et al., 2006; Rezaei dan Hajati, 2010).
Meskipun ayam dapat makan secara bebas
(ad libitum), akan tetapi laju pertumbuhan
menurun dikarenakan asupan nutrisi belum dapat
memenuhi untuk menunjang pertumbuhan yang
maksimal. Keuntungan dari metode kualitatif ini dapat
menghasilkan keseragaman pertumbuhan ayam dalam
kelompok (Sahraei, 2012).
Selain kedua metode pembatasan ransum
tersebut di atas, program pengaturan pencahayaan
secara berselang (intermittent lighting) telah dikenal
sebagai program khusus pada manajemen ternak unggas
yang cukup populer untuk menurunkan kasus leg
11
disorder, sudden death syndrom dan tingkat kematian
ayam (Renden et al., 1991; Blair et al., 1993; Gordon dan
Tucker, 1997). Meskipun program pencahayaan tersebut
tidak diklasifikasikan sebagai program pembatasan
ransum, namun demikian program pencahayaan
tersebut telah banyak dimanfaatkan untuk tujuan
pembatasan ransum pada ayam. Pada prinsipnya
program tersebut adalah program pengaturan cahaya
dalam kandang secara berkala pada waktu-waktu
tertentu. Tujuan dari program tersebut sebenarnya
membatasi konsumsi dengan mengatur waktu makan
dan istirahat bagi ayam (Wilson et al., 1984; Sasongko,
1992).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa program
pengaturan cahaya dalam kandang mampu
meningkatkan efisiensi ransum dibandingkan dengan
program pencahayaan selama 24 jam/hari (Buckland,
1975; Deaton et al., 1978; Cherry et al., 1978; Cave et al.,
1985; Blair et al., 1993; Buys et al., 1998; Apeldoom et
al., 1999), di samping itu, program ini dapat mengurangi
penggunaan energi listrik (Cave et al., 1985). Pada sisi
lain, Buyse et al. (1996) melaporkan bahwa program
pencahayaan secara berselang (intermittent lighting)
dengan waktu terang 1 jam dan gelap 3 jam yang
diulang sebanyak 6 kali/hari dapat memperlihatkan
perbaikan konversi ransum dan pertumbuhan
kompensasi ayam broiler jantan pada umur 41 hari.
12
Program pengaturan waktu makan yang identik
dengan program pengaturan cahaya adalah pembatasan
pemberian dan mengosongkan ransum selama waktu
tertentu (feed withdrawal atau intermittent feeding).
Metode ini sudah pelajari oleh beberapa peneliti (Gous,
1977; Buckland, 1975; McCartney dan Brown, 1977;
Holder et al. 1977; Beane et al., 1977; Washburn dan
Bondari, 1977) dan dapat memberikan kinerja produksi
yang tidak jauh berbeda dengan program pencahayaan.
Sistem pemberian ransum secara periodik (intermitten
feeding) dapat memperbaiki efisiensi penggunaan
ransum dibandingkan dengan sistem pencahayaan
(Reece et al., 1986). Lebih lanjut, Svihus, et al. (2010)
mengutarakan bahwa pembatasan ransum melalui
intermittent feeding memberikan peluang perbaikan
efisiensi penggunaan ransum dikarenakan kelebihan
konsumsi (overconsumption) pada ayam broiler dapat
dikurangi.
Modifikasi dari metode pembatasan ransum
melalui pengaturan waktu makan menjadi perhatian
para peneliti dengan mengacu pada metode Proudfoot
dan Hulan (1982ab) dan Proudfoot et al. (1983), yaitu
berdasarkan sistem pengosongan penyediaan ransum
(feed withdrawal) selama 4 jam/hari dari jam 14:00 s/d
18:00 mulai umur 1 hingga 21 hari (Zhan et al., 2007)
dan sistem pemberian ransum secara berselang
(intermittent feeding) selama 8 jam/hari dari jam 06:00
s/d 08:00, 12:00 s/d 14:00, 18:00 s/d 20:00 dan jam
13
24:00 s/d 02:00 dari umur 7 hingga 14 atau 21 hari
(Mohebodini et al., 2009). Hasil yang dicapai
menunjukkan bahwa pertumbuhan kompensasi dapat
dicapai dengan menghasilkan bobot badan yang sama
dengan kontrol pada umur 42 dan 63 hari.
Selain itu, pembatasan ransum melalui
pengaturan waktu makan (intermittent feeding) dengan
ketersediaan ransum selama 6 jam/hari dengan siklus 1
jam tersedia 3 jam kosong selama siklus 24 jam dari
umur 14 s/d 42 hari (Ahmad, 2004), dan sistem
pengosongan tempat makanan (feed withdrawal) selama
8 jam/hari (09:00 s/d 17:00) dari umur 14 s/d 42 hari
(Mahmood, et al., 2005) serta pembatasan ransum
secara kontiniu melalui penyediaan ransum dari jam
08:00 s/d 16:00 (Willis dan Reid, 2008) dari umur 1 s/d
49 hari telah dievaluasi oleh beberapa peneliti. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa pembatasan
ransum melalui pengosongan penyediaan ransum
selama 8 jam/hari tidak berpengaruh terhadap
performans ayam broiler. Namun demikian, hasil
tersebut berbeda dengan laporan Ahmad, (2004) serta
Willis dan Reid, (2008) bahwa pembatasan melalui cara
tersebut menurunkan kinerja produksi ayam broiler.
Selain itu, pembatasan ransum secara kontiniu selama
kehidupan ayam melalui skip-a-day feeding selama
periode starter dan grower (Benyi et al., 2009) tidak
dapat menghasilkan bobot badan yang sama dengan
kontrol pada umur 49 hari. Perbedaan hasil tersebut
14
menunjukkan bahwa umur dan masa pembatasan
menjadi pertimbangan utama dalam penerapan
pembatasan ransum pada ayam broiler.
Pola Pertumbuhan Ayam Broiler
Model matematik yang sudah dikembangkan
untuk menggambarkan pertumbuhan pasca menetas
pada ayam broiler diistilahkan sebagai akumulasi
pertambahan bobot badan. Penggunaan persamaan
matematik tersebut untuk menggambarkan kurva
pertumbuhan secara lengkap yang dapat digunakan
untuk membandingkan perbedaan pola pertumbuhan
secara menyeluruh di antara beberapa strain ayam
(Wilson, 1977). Model pertumbuhan ini dapat digunakan
untuk memprediksi perkiraan bobot badan dari
sekelompok ayam pada umur-umur tertentu dalam
batasan model tersebut. Sebagai contoh, model
matematik dari pertumbuhan unggas yang sudah
dikembangkan seperti model nonlinear oleh Gompertz,
model logaritma dan model Von Bertalanffy (Tzeng dan
Becker, 1981).
Wilson (1977) menegaskan bahwa model
nonlinear cocok digunakan untuk spesies unggas dan
dikembangkan dengan asumsi unggas yang diberi
ransum ad libitum dapat mencapai pertumbuhan
maksimum. Pada peneliti lain, Tzeng dan Becker (1981)
memperoleh hasil bahwa persamaan Gompertz
merupakan persamaan garis yang paling baik untuk
15
menilai pertambahan bobot badan kumulatif berbasis
bobot badan harian pada ayam broiler jantan antara
umur 1 hingga 69 hari.
Laju pertumbuhan merupakan salah satu sifat
ekonomi yang penting pada industri perunggasan
dikarenakan adanya penurunan penggunaan ransum
yang dihasilkan dari periode pemeliharaan ayam yang
lebih pendek (Pasternak dan Shalev, 1983). Lebih lanjut,
dilaporkan bahwa ayam broiler yang memiliki kurva
pertumbuhan seperti bentuk konkaf (pertumbuhan
lambat di awal dan cepat diakhir) secara keseluruhan
membutuhkan makanan lebih rendah dibandingkan
dengan ayam broiler yang memiliki kurva pertumbuhan
seperti bentuk konvek (pertumbuhan cepat di awal dan
lambat diakhir). Beberapa peneliti lain melaporkan
bahwa ketatnya tekanan seleksi genetik terhadap bobot
badan dan laju pertumbuhan ayam broiler telah
merubah kurva pertumbuhan ayam agar pencapaian
bobot panen dapat dicapai pada umur-umur awal
(Marks, 1979; Zelenka et al., 1986; Siegel dan
Dunnington, 1987).
Seleksi genetik yang dilakukan secara kontiniu
dan perbaikan unsur-unsur nutrisi ayam broiler telah
menghasilkan peningkatan bobot badan ayam secara
signifikan hingga mencapai bobot panen. Laju
peningkatan pertambahan bobot badan ini terlihat pada
4 (empat) minggu pertama setelah menetas (Marks,
1979). Kelemahan dari tingginya laju pertumbuhan pada
16
minggu-minggu awal kehidupan ayam diikuti dengan
deposisi lemak yang tinggi dan kejadian kasus penyakit
metabolik dan skeletal (Robinson et al., 1992).
Pasternak dan Shalev (1983) melaporkan bahwa
laju pertumbuhan ayam broiler mempengaruhi efisiensi
penggunaan ransum. Ayam broiler yang memiliki
pertumbuhan seperti bentuk kurva konkaf
(pertumbuhan lambat di awal dan cepat di akhir)
membutuhkan makanan lebih rendah dibandingkan
dengan bentuk kurva konvek (pertumbuhan cepat di
awal dan lambat di akhir). Ayam broiler komersial
umumnya memiliki pertumbuhan dengan bentuk kurva
konvek (Marks, 1979). Hal ini sudah diuji dengan
menggunakan pembatasan ransum pada minggu kedua
setelah menetas menghasilkan pertumbuhan bentuk
kurva konkaf dengan peningkatan efisiensi penggunaan
ransum, penurunan lemak tubuh dan tidak terjadi
penurunan bobot badan pada umur 8 minggu (Plavnik
dan Hurwitz, 1985,1986,1990). Peningkatan efisiensi
penggunaan ransum tersebut disebabkan oleh
peningkatan efisiensi metabolik yang berhubungan
dengan kondisi tubuh yang lebih kecil selama periode
awal pertumbuhan (Dickerson, 1978) dan pertumbuhan
kompensasi selama periode pemulihan (McMurtry et al.,
1988).
17
Lesson dan Summer (1991) memberikan
gambaran dari perbedaan kurva pertumbuhan ayam
broiler, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema kurva pertumbuhan ayam broiler
(Lesson dan Summer, 1991)
Garis A, B dan C merupakan bentuk dari tiga
kurva pertumbuhan ayam broiler yang mencapai bobot
badan sekitar 2 kg pada umur 42 hari. Jika
pertambahan bobot badan ayam pada tingkat yang
seragam, sebagaimana pertumbuhan yang ditunjukkan
pada garis B, tanpa atau minimal cekaman dari
lingkungan dan pertumbuhan stabil secara terus-
menerus tanpa ada ditandai dengan pertumbuhan
lambat atau cepat. Akan tetapi, hanya sedikit hewan
yang tumbuh dengan pola tersebut. Pertambahan bobot
badan ayam seperti garis A dan C sama-sama mencapai
bobot badan 2 kg pada 42 hari, akan tetapi, jalur yang
18
ditempuh berbeda diantara garis A dan B. Ayam pada
garis A memiliki pertumbuhan pada yang lebih cepat
periode awal kemudian diikuti pertumbuhan yang lebih
lambat mendekati bobot panen. Ayam pada garis C
memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lambat periode
awal kemudian diikuti oleh pertumbuhan yang
dipercepat menuju bobot panen. Ayam pada garis C
mungkin akan menunjukkan efisiensi penggunaan
ransum yang lebih baik karena kebutuhannya lebih
rendah. Alasan berkurangnya kebutuhan tersebut pada
umur tertentu sebelum mencapai titik X (bobot panen),
ayam dengan massa tubuh yang lebih akan
membutuhkan lebih sedikit nutrisi untuk
pertumbuhannya. Secara proposianal, ayam dengan
massa tubuh yang lebih kecil memiliki kebutuhan yang
lebih tinggi, tetapi jika ayam pada garis C berbeda dari
A, dimana akan ada pengurangan jumlah nutrisi mutlak
untuk pemeliharaannya. Dilihat dari total kebutuhan
pemeliharaan yang berkurang ini dan sambil tetap
berproses mencapai bobot panen menuju titik (X),
ransum yang diberikan harus menghasilkan lebih
banyak yang diarahkan untuk pertumbuhan. Dengan
demikian, kondisi demikian akan meningkatkan efisiensi
penggunaan ransum. Perubahan pola pertumbuhan
ayam dengan memperlambat pertumbuhan pada periode
awal melalui pembatasan ransum diasumsikan dapat
memperbaiki efisiensi penggunaan ransum tanpa
mempengaruhi bobot akhir pada ayam broiler.
19
Pertumbuhan Kompensasi
Seekor hewan atau ternak yang memiliki
pertumbuhan lambat akibat pembatasan makanan atau
nutrisi akan memperlihatkan peningkatan laju
pertumbuhan apabila dikembalikan pada pemberian
ransum ad libitum (realimentasi). Jika laju pertumbuhan
ini melebihi dari pertumbuhan normal pada umur yang
sama, maka ternak tersebut mengalami pertumbuhan
kompensasi atau catch-up growth (McMurtry et al.,
1988). Pendapat dari beberapa peneliti berdasarkan
review Yu dan Robinson (1992) menilai bahwa istilah
catch-up growth lebih tepat digunakan sebab kata
kompensasi mengacu pada kelebihan pertumbuhan
bagian tubuh yang mengalami kompensasi dari
kehilangan bagian dan fungsinya. Namun demikian,
penggunaan kedua istilah ini tergantung pada persepsi
peneliti dimana istilah ini dapat dapat saja
dipertukarkan di antara keduanya.
Studi tentang pertumbuhan kompensasi setelah
studi awal yang dilakukan oleh Osborne dan Bohman
sudah dicobakan pada beberapa jenis ternak, antara lain
seperti pada unggas (Wilson dan Osbourn, 1960; Deaton
et al., 1973; Moran, 1979; Plavnik dan Hurwitz, 1985;
Zubair dan Leeson, 1994; Santoso et al., 1995). Kock,
(1982) menerangkan bahwa pertumbuhan kompensasi
terjadi karena adanya penyimpangan antara
pertumbuhan fisiologis dan kronologis pada waktu
hewan dalam kondisi nutrisi buruk atau kurang makan
20
dan kondisi pemulihan atau pemberian makanan secara
penuh dengan peningkatan pertumbuhan untuk
mengembalikan keseimbangan hubungan fisiologis dan
kronologis tersebut. Pertumbuhan kompensasi pada
ayam broiler dimanfaatkan untuk meningkatkan
pertambahan bobot badan, perbaikan efisiensi
penggunaan ransum dan merubah komposisi karkas,
seperti peningkatan protein dan penurunan kandungan
lemak karkas (Plavnik dan Hurwitz,
1985,1988,1989,1991). Mengingat pola pertumbuhan
ayam broiler modern sekarang ini memiliki bentuk kurva
konvek, maka perubahan menjadi bentuk kurva konkaf
dapat dicapai dengan pembatasan ransum, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Pola yang demikian ini
akan menghasilkan pertumbuhan kompensasi, yaitu
dengan percepatan pertumbuhan di periode akhir.
Keberhasilan pencapaian pertumbuhan kompensasi
tersebut tergantung pada waktu, tingkat dan lamanya
periode pembatasan.
Selain itu, energi dan unsur-unsur nutrisi yang
mendukung pertumbuhan kompensasi dapat
dikarenakan oleh adanya penurunan kebutuhan hidup
selama periode pemulihan setelah pembatasan ransum
(Wilson dan Osborn, 1960; Meyer dan Clawson, 1964;
Ashworth, 1969; Graham dan Searle, 1975). Kebutuhan
hidup tersebut meliputi 4 komponen, yaitu laju
metabolik basal, specific dinamic action, energi untuk
aktivitas dan energi untuk pemeliharaan tubuh (Vohra et
21
al., 1975). Graham dan Searle (1975) melaporkan bahwa
laju metabolik basal lebih rendah selama periode
pemulihan dibandingkan dengan prediksi untuk
pertumbuhan normal, namun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa kebutuhan energi untuk
pertumbuhan kompensasi diperoleh dari peningkatan
konsumsi ransum relatif terhadap ukuran tubuh.
Ashworth (1969), Ashworth dan Millword (1986)
mencatat bahwa peningkatan nafsu makan
berhubungan dengan pertumbuhan kompensasi.
Fenomena seperti ini juga terjadi pada ayam
sebagaimana dilaporkan oleh Zubair dan Lesson (1994b)
bahwa peningkatan konsumsi ransum relatif terhadap
ukuran tubuh selama periode pemulihan pada kelompok
ayam yang sebelumnya mendapat pembatasan ransum
merupakan faktor pendukung pertumbuhan
kompensasi.
Dukungan lain yang terlihat dari manfaat
pembatasan ransum tersebut pada ayam adalah
peningkatan kecernaan protein dan lemak (Teeter dan
Smith, 1985). Zubair dan Lesson, (1994b) melaporkan
bahwa peningkatan retensi nitrogen nyata terlihat pada
kelompok ayam yang mendapat pembatasan ransum
selama periode pemulihan. Fakta demikian
menunjukkan bahwa meskipun selama periode
pembatasan terjadi penurunan pertumbuhan, akan
tetapi, selama periode pemulihan terlihat adanya
peningkatan penggunaan unsur-unsur nutrisi. Hal ini
22
menandakan adanya peningkatan efisiensi penggunaan
ransum. Beberapa peneliti sepakat dengan fenomena
demikian (Lippen et al., 2002; Susbilla et al., 2003).
Pertumbuhan kompensasi dapat dicapai apabila
ayam mengalihkan penggunaan energi untuk
pertumbuhan dan/atau jika energi yang ada digunakan
dalam cara yang berbeda (Ryan, 1990). Mekanisme yang
terlibat dalam proses pertumbuhan kompensasi tersebut
erat hubungannya dengan penurunan kebutuhan hidup
pokok, peningkatan konsumsi ransum relatif terhadap
bobot badan, perubahan proporsi deposisi lemak dan
protein dalam jaringan dan/atau peningkatan efisiensi
penggunaan energi untuk pertumbuhan (Ryan, 1990;
Rowan et al., 1996). Selanjutnya, Yu dan Robinson
(1992) melaporkan bahwa energi yang menopang
percepatan pertumbuhan tersebut mungkin berasal dari
penurunan kebutuhan energi secara menyeluruh, atau
akibat penurunan laju metabolik basal yang terjadi pada
ayam yang mendapat pembatasan ransum (Zubair dan
Leeson, 1994b).
Pada metode lain, pembatasan ransum melalui
cara diet dilution dengan menggunakan sekam padi
sebagai bahan pengisi ransum sebanyak 55% yang
diberikan dari umur 4 s/d 11 hari menghasilkan
pertumbuhan yang relatif tidak berbeda dengan kontrol
selama periode pemulihan, namun demikian ada
indikasi pertumbuhan kompensasi dari umur 35 s/d 42
hari (Lesson et al., 1991). Berbeda dengan hasil yang
23
dilaporkan Suci et al. (2005) dengan menggunakan daun
pisang sampai 10% dalam ransum yang diberikan
selama periode starter (0-21 hari) tidak dapat
memperlihatkan terjadinya pertumbuhan kompensasi
dan menghasilkan bobot badan yang lebih rendah dari
kontrol pada umur 35 hari (792,52 vs 889,79 g/ekor).
Namun demikian, belakangan ini Rezaei dan Hajati
(2010) melaporkan bahwa pembatasan ransum melalui
diet dilution dengan menggunakan sekam padi hingga
40% dari umur 14 s/d 20 hari dapat memperlihatkan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada
kontrol (2286,71 vs 2176,65 g/ekor) selama periode
pemulihan umur 21 s/d 44 hari. Hasil ini menunjukkan
bahwa metode, aras pembatasan dan lama waktu
pembatasan serta umur ayam dapat mempengaruhi
keberhasilan pencapaian pertumbuhan kompensasi.
Pengendalian Pertumbuhan Kompensasi
Mekanisme pengendalian pertumbuhan
kompensasi sudah dipelajari oleh beberapa peneliti. Dua
teori yang diajukan untuk menerangkan bagaimana
pengaturan pertumbuhan kompensasi tersebut (Wilson
and Osbourn, 1960; Winick dan Nobel, 1966; Mosier,
1986; Pitts, 1986). Teori pertama menjelaskan bahwa
mekanisme pertumbuhan kompensasi meliputi petunjuk
ukuran tubuh yang sesuai dengan umur dan
pengontrolan berada pada sistem susunan syaraf pusat
(Wilson dan Osbourn, 1960; Mosier, 1986). Peningkatan
24
hormon pertumbuhan (growth hormone; GH) yang
dihasilkan berhubungan dengan pengendalian
pertumbuhan kompensasi akan tetapi responnya tidak
secara langsung terhadap percepatan pertumbuhan.
Keterkaitan antara pengendalian pertumbuhan
kompensasi tersebut dan pelepasan GH diatur oleh
pencahayaan. Busye et al. (1997) menjelaskan bahwa
ayam broiler dapat memperlihatkan percepatan
pertumbuhan setelah pembatasan ransum dengan
konsentrasi GH yang lebih besar dibandingkan dengan
kontrol dan berdampak terhadap peningkatan deposisi
protein. Oleh karena itu, setelah periode pada kondisi
nutrisi jelek, tubuh mencoba mencapai ukuran yang
sesuai dengan umur dalam waktu sesingkat mungkin
(Zubair dan Lesson, 1994a). Menurut Mosier (1986),
mekanisme penginderaan penurunan ukuran tubuh dan
rangsangan percepatan pertumbuhan kompensasi masih
belum diketahui.
Teori kedua berhubungan dengan kontrol periferal
yang menunjukkan kontrol ukuran tubuh melalui
jumlah sel atau total kandungan DNA. Sebagaimana
yang dilaporkan oleh Pitts (1986) bahwa jumlah DNA
merupakan penentu ukuran masak atau dewasa suatu
jaringan. Studi pada tikus, Pitts (1986) membuktikan
bahwa depresi nutrisi menurunkan ukuran jaringan
tetapi jumlah DNA tidak menurun. Dikarenakan jumlah
DNA tidak berubah setelah kondisi kekurangan nutrisi,
mekanisme untuk mengejar atau mengembalikan
25
ukuran jaringan tersebut sesuai dengan umur dapat
berlangsung selama periode pemulihan. Apabila kondisi
kekurangan nutrisi tersebut terjadi pada umur yang
terlalu muda maka jumlah DNA akan berubah sehingga
selama periode pemulihan tidak akan berhasil mencapai
ukuran jaringan yang sesuai dengan umurnya. Hal
demikian dikarenakan mekanisme yang terjadi tidak
mampu berfungsi dengan baik. Winick dan Nobel (1966),
melaporkan bahwa penurunan jumlah sel sifatnya
permanen, sedangkan penurunan ukuran sel dapat
dipulihkan setelah dibebaskan dari cekaman nutrisi
tersebut.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Kompensasi pada Ayam Broiler
a. Tingkat Pembatasan Ransum
Selama periode pembatasan ransum, ayam dapat
diberi ransum berdasarkan kebutuhan energi untuk
hidup pokok pada 2 tingkat, di atas atau di bawah dari
kebutuhan hidup pokok. Pemberian ransum pada level
di bawah hidup pokok, peluang kejadian pertumbuhan
kompensasi biasanya lebih besar selama periode
pemulihan, namun demikian ayam dapat mencapai
pertumbuhan kompensasi tersebut dalam jangka waktu
yang lebih lama dengan semakin tinggi derajat
pembatasan yang dilakukan (Wilson dan Osbourn,
1960). Akumulasi lemak tubuh erat hubungannya
dengan derajat pemuasaan selama pembatasan dan
26
pemulihan (Yeh dan Leveille, 1970), dan kemungkinan
ternak tersebut dapat mengalami hambatan
pertumbuhan secara permanen sebagai dampak dari
pembatasan ransum pada tingkat di bawah kebutuhan
hidup pokok (Barnes dan Miller, 1981). Plavnik dan
Hurwitz (1985) dan Plavnik et al. (1986) melakukan
penelitian pembatasan ransum pada ayam broiler
selama 14 hari yang dimulai dari umur 7 hari (7-21
hari), yaitu dengan membatasi konsumsi energi pada
level 1,50 x (Bobot Badan)0,67 kkal ME/hari dengan
kandungan protein ransum 21%. Pada level tersebut,
ransum yang diberikan setara dengan konsumsi energi
30-40 kkal ME per hari atau sekitar 35% dari konsumsi
ad libitum. Derajat pembatasan ransum pada tingkat
tersebut sedikit di atas kebutuhan hidup pokok ayam
broiler (Plavnik dan Hurwitz, 1985; Yu et al., 1990). Hasil
penelitian yang dicapai dilaporkan bahwa laju
pertumbuhan ayam setelah dibebaskan dari pembatasan
ransum nyata lebih tinggi dari kontrol setelah 2 minggu
beradaptasi dengan pemberian ransum ad libitum.
Kendatipun laju pertumbuhan ayam selama
periode pemulihan lebih tinggi, akan tetapi kondisi
demikian belum cukup untuk mencapai berat badan
yang sama dengan kontrol pada umur panen (Plavnik et
al., 1986). Hal demikian disebabkan oleh pertumbuhan
kompensasi yang terjadi selama 2 minggu terakhir tidak
cukup untuk mencapai berat badan yang sama dengan
kontrol pada umur 56 hari (Plavnik dan Hurwitz, 1985).
27
Pada beberapa kasus, pola pertumbuhan setelah
dibebaskan dari pembatasan ransum dapat
menghasilkan pertumbuhan kompensasi secara
sempurna sehingga mampu mencapai berat yang sama
pada umur panen. Lebuh lanjut, Plavnik dan Hurwitz
(1988) melaporkan bahwa pembatasan ransum yang
dilakukan pada umur 3-11 hari mampu menghasilkan
bobot badan yang sama dengan kontrol pada umur 8
minggu. Hal demikian menunjukkan bahwa
pertumbuhan kompensasi dapat terjadi dan mampu
menghasilkan bobot badan yang sama dengan kontrol
pada umur 8 minggu.
Selanjutnya, Plavnik dan Hurwitz (1991)
melakukan pembatasan ransum yang lebih ringan
dengan menekan pertumbuhan ayam 60-75% dari
pertumbuhan normal selama 7 hari (7-14 hari) dapat
memberikan keuntungan ekonomis dibandingkan
dengan program pemberian ransum ad libitum.
Sebanyak 4 perlakuan yang dirancang untuk
menghasilkan pertumbuhan ayam selama periode
pembatasan yaitu 22, 15, 6 dan 0 gram/hari. Hasil yang
dicapai menunjukkan bahwa pembatasan dengan
menekan pertumbuhan ayam sekitar 60-75% dari
normal mampu menghasilkan bobot badan yang sama
dengan kontrol pada umur 8 minggu.
Di lain pihak, beberapa penelitian penerapan
pembatasan ransum yang sama seperti yang dilaporkan
oleh Plavnik dan Hurwitz (1985) tidak berhasil
28
membuktikan kemampuan ayam untuk mencapai bobot
badan yang sama dengan kontrol pada umur panen
(Pinchasov dan Jensen, 1989; Robinson at al., 1992).
Dilaporkan bahwa bobot badan yang mendapat
pembatasan konsumsi energi 40 kkal/hari nyata lebih
rendah dari ayam yang tidak mendapat pembatasan
(kontrol) pada umur 49 hari (Fontana et al. 1992).
Sehubungan dengan hal ini, beberapa peneliti
menyimpulkan bahwa pembatasan ransum secara
kuantitatif kurang menguntungkan karena berat badan
yang diinginkan pada umur panen/pasar tidak tercapai
(Washburn, 1990; Fontana et al. 1992; Newcombe et al.
1992; Acar et al. 1995). Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap pencapaian tersebut antara lain
aras pembatasan, lama waktu pembatasan dan
konsumsi ransum selama periode pemulihan (Yu dan
Robinson, 1992). Oleh karena itu, disarankan
pembatasan ransum secara kuantitatif sebaiknya
dilakukan dalam jangka waktu tidak lebih dari 7 hari
(Lesson et al., 1991; Ballay et al., 1992; Fontana et al.,
1992; Jones dan Farrel, 1992; Newcombe et al., 1992;
Zubair dan Lesson, 1994a; Teimouri et al., 2005). Hal ini
menunjukkan bahwa aras pembatasan seperti masa
pembatasan memegang peranan penting terhadap
respon pertumbuhan selama periode pemulihan.
b. Waktu Pembatasan Ransum
Waktu penerapan program pembatasan ransum
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi
29
performans ayam pada umur panen. Benyi dan Habi
(1998) melaporkan bahwa pada ayam yang mendapat
pembatasan ransum dari umur 4 s/d 8 minggu tidak
mampu mencapai bobot badan normal pada umur 56
hari. demikian juga dengan pembatasan ransum pada
ayam broiler pada level kebutuhan energi untuk hidup
pokok dari umur 7 s/d 21 atau 21 s/d 35 hari
menghasilkan bobot badan yang lebih rendah dari
kontrol pada umur 42 dan 49 hari. Ketidakmampuan
ayam yang mendapat pembatasan ransum untuk
mengejar pertumbuhan yang terhambat tersebut
berhubungan dengan lama waktu pembatasan dan umur
ayam sewaktu pembatasan ransum. Robinson et al.
(1992) menyarankan bahwa waktu yang baik
menerapkan program pembatasan ransum adalah
selama minggu kedua, sedangkan pada peneliti lain
Plavnik dan Hurwitz (1988) menyarankan pembatasan
ransum dimulai pada umur 6 hari dengan jangka waktu
tidak lebih dari 7 hari agar dapat memberi kesempatan
ayam untuk mencapai pertumbuhan kompensasi pada
umur 49 hari.
c. Konsumsi dan Kualitas Ransum selama Periode
Pemulihan
Konsumsi ransum selama periode pemulihan
memegang peranan penting terhadap kejadian
pertumbuhan kompensasi. Yu et al. (1990) mendapatkan
bahwa konsumsi ransum pada kelompok ayam yang
mendapatkan pembatasan ransum sebelumnya selama 7
30
hari lebih rendah dari kontrol selama periode pemulihan.
Sebagai akibatnya, pertambahan bobot badan pada
ayam tersebut sedikit lebih rendah dari kontrol sehingga
bobot badan yang dicapai tidak maksimal pada umur
panen. Hasil penelitian Ozkan et al. (2006) menunjukkan
bahwa konsumsi ransum tidak berbeda antara kelompok
ayam yang mendapat pembatasan ransum dengan
kontrol pada 2 minggu terakhir (umur 25 hingga 46 hari)
periode pemulihan.
Pinchasov. (1985) mendapatkan bahwa konsumsi
ransum lebih tinggi pada kelompok ayam yang mendapat
pembatasan dibandingkan dengan kelompok ayam yang
tidak mendapat pembatasan ransum selama periode
pemulihan. Lebih lanjut Zubair dan Lesson (1994b)
melaporkan bahwa konsumsi ransum yang lebih tinggi
pada kelompok ayam yang mendapat pembatasan
ransum selama periode pemulihan merupakan faktor
pendukung pertumbuhan kompensasi.
Komposisi unsur nutrisi ransum yang diberikan
selama periode pemulihan berpengaruh terhadap
kemampuan ayam mengkompensasi pertumbuhan yang
terhambat selama periode pembatasan (Yu dan
Robinson, 1992). Kebanyakan dari penelitian
pembatasan ransum yang sudah dilaporkan difokuskan
pada peningkatan efisiensi penggunaan ransum selama
periode pemulihan. Oleh karena itu, kualitas ransum
yang digunakan selama periode pemulihan sangat
berpengaruh baik terhadap efisiensi makanan maupun
31
pertumbuhan selama periode tersebut. Berdasarkan
model prediksi yang dilaporkan Plavnik dan Hurwitz
(1989) menunjukkan bahwa kebutuhan asam-asam
amino esensial lebih tinggi untuk ayam selama 2 minggu
pertama pada periode pemulihan. Jones dan Farrell
(1992a) memperoleh hasil bahwa pertumbuhan ayam
yang diberi ransum dengan suplemen asam amino lisin
selama periode pemulihan lebih tinggi dibandingkan
dengan ayam yang tidak mendapat pembatasan ransum.
Hasil ini menunjukkan bahwa ransum dengan kualitas
yang baik terutama kualitas protein memiliki peranan
yang cukup signifikan untuk menunjang pertumbuhan
selama periode pemulihan setelah ayam mendapat
pembatasan ransum. Fontana et al. (1992) menegaskan
bahwa protein merupakan unsur nutrisi yang terbatas
selama periode pemulihan. Oleh karena itu, kegagalan
pertumbuhan kompensasi yang terjadi selama periode
pemulihan besar kemungkinannya disebabkan konsumsi
ransum yang rendah dan kualitas protein terutama
keseimbangan asam-asam amino dalam ransum.
Diasumsikan bahwa kemampuan ayam mengabsorbsi
beberapa asam amino mungkin meningkat selama
periode pemulihan. Plavnik dan Hurwizt (1989)
menyimpulkan bahwa kebutuhan beberapa asam-asam
amino meningkat setelah pembatasan ransum
(pemulihan) dan konsumsi ransum tidak membatasi
percepatan pertumbuhan ayam selama periode
pemulihan tersebut.
32
Pada sisi lain, pemberian ransum dengan tingkat
protein tinggi selama periode pemulihan tidak
mempengaruhi bobot badan dan efisiensi ransum
diakhir periode pemulihan (Plavnik dan Hurwizt, 1989).
Keadaan demikian sejalan dengan laporan Santoso et al.
(1995) dan Leeson dan Zubair, (1997) yang menyarankan
bahwa tingginya tingkat protein ransum yang diberikan
selama periode pemulihan tidak berpengaruh terhadap
laju pertumbuhan atau efisiensi ransum dan
peningkatan kandungan lisin dalam ransum
menurunkan laju pertumbuhan pada ayam yang
sebelumnya mendapat pembatasan ransum. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat keuntungan
terhadap respon pertumbuhan ayam broiler selama
periode pemulihan melalui pemberian ransum dengan
tingkat protein atau asam-asam amino yang lebih tinggi
dari normal yang sesuai dengan umur ayam tersebut.
Pengaruh Pembatasan Ransum terhadap Karkas
dan Lemak Abdomen.
Seleksi genetik secara berkelanjutan pada ayam
broiler yang dicapai saat ini telah menghasilkan strain
ayam broiler modern dengan sifat pertumbuhan cepat
dengan efisiensi ransum yang baik. Seiring dengan
kemajuan yang dicapai tersebut, permasalahan yang
tidak dapat dihindarkan adalah tingkat perlemakan yang
cukup tinggi pada karkas. Bobot badan ayam broiler
pada umur 49 hari menunjukkan korelasi genetik yang
33
positif dengan sifat-sifat produksi lemak, yaitu 0,87
untuk persentase lemak intramuskuler, 0,17 untuk
persentase kulit dan 0,13 untuk persentase lemak
abdomen (Zerehdaran et al., 2004).
Ayam broiler umumnya dijual dalam bentuk
karkas atau potongan bagian-bagian karkas. Selain
kecepatan pertumbuhan dan efisiensi ransum, faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas karkas dapat
mempengaruhi tingkat keuntungan suatu industri
perunggasan ini (Arafa et al., 1985). Havenstein et al.
(2003) menguraikan dari hasil penelitiannya bahwa
kandungan lemak ayam broiler pada umur 43 hari
berkisar antara 10-15% dari total bobot karkas.
Kelebihan perlemakan pada ayam broiler merupakan
masalah utama yang dihadapi oleh industri perunggasan
karena lemak tersebut tidak hanya menurunkan
kualitas karkas dan efisiensi ransum, tetapi juga
menyebabkan kesulitan dalam proses prosesing karkas
dan penolakan konsumen terhadap daging ayam
tersebut. Lemak abdomen merupakan lemak utama yang
terdapat pada suatu tempat dalam rongga perut ayam
dimana tempat lemak didepositkan yang secara
langsung berhubungan dengan total lemak karkas
(Becker et al., 1979). Kelebihan akumulasi lemak pada
karkas ayam broiler diakibatkan dari peningkatan
deposisi lemak abdomen (Griffiths et al., 1977; Hood,
1982). Oleh karena lemak abdomen memiliki korelasi
yang tinggi (r = 0,6 – 0,9) dengan total lemak karkas,
34
maka lemak abdomen tersebut dijadikan kriteria utama
dalam merefleksikan kelebihan deposisi lemak pada
ayam broiler (Chambers, 1990).
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
komposisi karkas ayam diantaranya adalah faktor
genetik atau strain, ransum dan jenis kelamin. Robbin
dan Ballew (1984), dan Gyles, et al. (1984) menyatakan
bahwa ayam yang diberi ransum dengan kandungan
energi melebihi kebutuhan metabolisme normal akan
meningkatkan penimbunan lemak dalam tubuh, dimana
penimbunan tersebut sebagian besar berada di bagian
abdomen (Griffiths et al., 1977). Lesson dan Summers
(1980) melaporkan bahwa kandungan lemak abdomen
pada ayam broiler berkisar antara 3 sampai 9% dari
bobot badan. Sebelumnya, Becker et al. (1979)
melaporkan bahwa terdapat korelasi positif antara
kandungan lemak abdomen dengan bobot badan,
dengan demikian, kandungan lemak abdomen tersebut
dapat digunakan sebagai peramal yang baik terhadap
total lemak karkas ayam.
Pada ayam, lemak diperlukan sekitar 2-2,5% dari
bobot tubuh untuk fungsi fisiologis dan kelebihan
deposisi lemak mudah terjadi akibat terjadinya
kelebihan konsumsi energi (Leenstra, 1986). Pada
kondisi pemberian ransum ad libitum dapat
menyebabkan kelebihan konsumsi energi. Kelebihan
konsumsi energi tersebut dapat mencapai dua atau tiga
kali dari kebutuhan energi hidup pokok (Boekholt et al.,
35
1994). Penurunan konsumsi energi sebanyak 27% dari
energi metabolis akan menyebabkan penurunan energi
metabolis yang tersedia untuk produksi yaitu sekitar 40-
50%. Pada kondisi demikian, deposisi lemak menurun
hingga 69% dan protein turun 25%.
Upaya untuk menghasilkan karkas ayam rendah
lemak dan mengurangi pengaruh yang tidak dikehendaki
dari lemak terhadap kesehatan manusia menjadi
perhatian di bidang industri perunggasan melalui
penurunan deposisi lemak pada karkas ayam. Beberapa
metode untuk menurunkan lemak karkas dan lemak
abdomen pada ayam broiler sudah dicoba pada beberapa
penelitian diantaranya pembatasan ransum dengan
berbagai tingkat keberhasilan. Pembatasan ransum
secara kuantitatif, yaitu melalui pembatasan konsumsi
energi yang diberikan sebatas kebutuhan hidup pokok
yaitu sekitar 40 kkal/hari atau setara dengan 1,5 x
BW0,67 ME/hari dari umur 6 sampai 12 hari dapat
menurunkan kandungan lemak abdomen dan lemak
karkas ayam broiler pada umur 56 hari (Plavnik dan
Hurwitz, 1985, 1989; Plavnik et al., 1986).
Fakta yang sama juga dilaporkan oleh Cabel dan
Waldroup (1988) bahwa pembatasan ransum dari umur
6 sampai 12 atau 18 hari pada ayam broiler
menghasilkan kandungan lemak abdomen yang lebih
rendah dibandingkan dengan ayam yang tidak mendapat
pembatasan ransum. Selanjutnya, pembatasan
konsumsi energi yang dilakukan pada periode akhir
36
dapat juga menurunkan kandungan lemak abdomen
(Arafa et al., 1983; Lesson et al., 1991). Selanjutnya,
Khantaprab et al. (1997) melaporkan bahwa pembatasan
ransum melalui penurunan konsumsi hingga 40% dari
konsumsi ad libitum pada ayam broiler hingga umur 50
hari berpengaruh terhadap pertumbuhan otot dan
deposisi lemak. Rasio bobot daging terhadap bobot
tubuh tidak dipengaruhi oleh faktor pembatasan
ransum, akan tetapi pembatasn ransum nyata
mempengaruhi deposisi lemak. Penurunan deposisi
lemak tersebut terjadi pada lemak abdomen,
intamuskuler dan lemak-lemak lain dengan total bobot
lemak 6,1 vs 11,6 g/100 g bobot karkas tanpa kulit,
sedangkan bobot daging tidak mengalami perubahan
yaitu 62,8 vs 60,8 g/100 g bobot karkas tanpa kulit
(Khantaprab et al., 1997). Fakta yang sama juga dicapai
pada pembatasan ransum secara kualitatif, yaitu melalui
diet dilution dengan menggunakan sekam gandum pada
periode akhir dapat menurunkan kandungan lemak
abdomen (Lesson et al., 1992). Demikian juga, Rezaei
dan Hajati (2010) melaporkan bahwa kandungan lemak
abdomen cenderung menurun pada ayam broiler yang
mendapat pambatasan ransum melalui diet dilution
dengan menggunakan sekam padi 40% dalam ransum
dari umur 16 hingga 20 hari (2,25 vs 2,98% bobot
karkas)
Di samping keberhasilan oleh beberapa peneliti
tersebut, sejumlah laporan menyatakan bahwa tidak
37
terdapat perbedaan kandungan lemak abdomen dan
lemak karkas antara ayam yang mendapat pembatasan
ransum dengan ayam yang diberi ransum ad libitum
pada umur 42, 49 dan 56 hari (Pinchasov dan Jensen,
1989; Summers et al., 1990; Yu et al., 1990). Lebih
lanjut, Acar et al. (1995) melaporkan bahwa ayam broiler
yang mendapat pembatasan konsumsi energi sebesar
75% dari kandungan enegi metabolis ransum dari umur
7 hingga 14 hari menghasilkan kandungan lemak
abdomen yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam
yang tidak mendapat pembatasan. Pada laporan lain,
pembatasan ransum pada tingkat 80% selama 8 hari
dari umur 4 hingga 11 hari tidak mempengaruhi
kandungan lemak dan protein karkas serta proporsi
daging dada, akan tetapi persentase karkas nyata
menurun (Lippen et al., 2000). Santoso (2002)
melaporkan bahwa pembatasan ransum sebesar 25%
dari ad libitum pada ayam broiler selama 4-6 hari
cenderung menurunkan lemak daging paha, akan tetapi
lemak daging dada nyata lebih tinggi pada kelompok
ayam yang mendapat pembatasan ransum.
Pada metode lain, Dozier et al. (2002) melaporkan
bahwa pembatasan ransum melalui skip-a-day berselang
2 hari yaitu pada umur 8, 10, 12, 14, 16 dan 18 hari
tidak mempengaruhi kandungan lemak abdomen dan
bobot karkas. Demikian juga penerapannya pada umur
9, 11 dan 13 hari tidak berpengaruh terhadap
kandungan lemak abdomen dan karekteristik karkas
ayam broiler (Khajali et al., 2007).
38
Pembatasan ransum melalui pengosongan tempat
makanan selama 4 jam/hari (jam 14:00 s/d 18:00) dari
umur 7 s/d 21 hari (Zhan et al., 2007) menghasilkan
kandungan lemak abdomen yang cenderung lebih tinggi
dari kontrol diakhir periode pemulihan umur 63 hari (4,0
vs 3,5%). Pada pembatasan secara kontiniu, Willis dan
Reid (2008) melaporkan bahwa pemberian ransum mulai
jam 08:00 s/d 16:00 dari umur 1 s/d 49 hari tidak
berpengaruh terhadap kandungan lemak abdomen ayam
broiler. Selanjutnya, Onbasilar, et al. (2009) memperoleh
hasil bahwa pembatasan ransum melalui pengosongan
tempat makanan (feed withdrawal) selama 4 jam/hari
dari umur 7 s/d 21 hari tidak berpengaruh terhadap
komposisi kimia daging dada dan paha ayam broiler
pada umur 42 hari.
Fakta dari hasil penelitian tersebut di atas
menunjukkan bahwa ada kecenderungan pada kelompok
ayam yang mendapat pembatasan sebelumnya memiliki
kandungan lemak yang berlebih dibandingkan dengan
kelompok ayam yang tidak mendapat pembatasan
ransum. Hasil demikian tidak sejalan dengan laporan
sebelumnya bahwa ada kecenderungan penurunan
deposisi lemak pada kelompok ayam yang mendapat
pembatasan ransum (Jones dan Farrel, 1992a; Zhong et
al., 1995; Santoso et al., 1995; Gonzales et al., 2000;
Nielsen et al., 2003). Namun demikian, Jones dan Farrell
(1992b) melaporkan bahwa penurunan kandungan
lemak tubuh pada ayam yang mendapat pembatasan
39
ransum dikarenakan adanya penundaan sementara
deposisi lemak.
Aktivitas enzim yang berhubungan dengan
lipogenesis di hati yaitu asam lemak sintetase, isositrat
dehidrogenase dan enzim malic menurun selama periode
pembatasan ransum, tetapi setelah periode pemulihan
aktivitas enzim-enzim tersebut meningkat (Rosebrough
et al., 1986; McMurtry et al., 1988). Rosebrough dan
McMurtry (1993) melaporkan bahwa peningkatan
lipogenesis pada ayam broiler yang berhubungan dengan
kuantitas ransum yang diberikan setelah periode
pembatasan ransum dalam jangka waktu pendek. Kajian
terhadap aktivitas enzim yang berhubungan dengan
metabolisme lemak di dalam hati dilaporkan oleh Zhan
et al., (2007) bahwa aktivitas HSL (hormone-sensitive
lipase), MDH (malic dehydrogenase), ICD (isocitrate
dehydrogenase) dan G-6-PDH (glucose-6-phosphate
dehydrogenase) nyata meningkat pada kelompok ayam
yang mendapat pembatasan ransum diakhir periode
pembatasan. Pada akhir periode pemulihan, aktivitas
MDH, ICD dan G-6-PDH meningkat, sedangkan aktivitas
HSL nyata menurun. Pengamatan aktivitas enzim pada
lemak abdomen pada akhir periode pemulihan
memperlihatkan peningkatan aktivitas ICD, G-6-PDH
dan LPL (lipid lipoprotein) seiring dengan peningkatan
MDH, sedangkan aktivitas HSL menurun.
Proses hiperplasia sel-sel lemak (adipocyte) dalam
jaringan lemak abdomen terjadi selama pada minggu
40
pertama dari umur ayam tersebut dan dapat
berlangsung hingga umur 15 minggu (Hood, 1982).
Zubair and Leeson (1994a) melaporkan bahwa
pembatasan ransum pada ayam broiler menghasilkan
persentase kandungan lemak yang sama dengan ayam
yang diberi ransum ad libitum. Hal demikian
dikarenakan hipertrofi pada sel-sel lemak lebih dominan
dari pada hiperplasia. Peningkatan jumlah lemak pada
ayam broiler hingga umur 28 hari dicapai melalui
hiperplasia dan setelah itu peningkatan deposisi lemak
erat kaitannya dengan hipertrofi (Cherry et al., 1984).
Oleh karena itu, pembatasan ransum pada ayam broiler
dari umur 7 s/d 12 hari tidak menunjukkan perbedaan
jumlah sel-sel lemak dalam jaringan lemak abdomen
pada umur 28 atau 42 hari (Zhong et al., 1995).
Berkenaan dengan hal demikian, Jones dan Farrel
(1992b) menyarankan bahwa pembatasan ransum
sebaiknya dilakukan bertepatan dengan masa
pertumbuhan sel-sel lemak terutama pada masa
peningkatan hiperplasia yang sangat mempengaruhi
kandungan lemak tubuh ayam pada periode akhir.
Perbedaan hasil yang dicapai oleh beberapa
peneliti sebagaimana tersebut di atas mungkin ada
hubungannya dengan aras pembatasan yang digunakan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan
metabolik selama periode pemulihan. Zhan et al., (2007)
menyimpulkan bahwa perubahan metabolic programming
yang diakibatkan oleh pembatasan ransum berdampak
41
terhadap kegemukan ayam pada periode akhirnya.
Kegemukan ini juga berhubungan dengan deposisi lemak
yang tinggi dalam jaringan adipose yang pada akhirnya
menjadikan karkas ayam tersebut berlemak tinggi.
Metabolik programing didefinisikan sebagai suatu proses
fisiologis yang dekat dengan proses adaptasi terhadap
cekaman nutrisi yang secara permanen dapat merubah
proses fisiologis dan metabolisme organisme tersebut
dan akan berlangsung terus meskipun tidak ada
cekaman yang diderita oleh organisme tersebut pada
periode berikutnya (Lucas, 1998; Patel dan Srinivasan,
2002).
Kedepan, permasalahan sebagaimana dilaporkan
oleh Zhan et al., (2007) memerlukan pemahaman dan
kajian lebih lanjut tentang pembatasan ransum tersebut
untuk mencegah kegemukan dengan deposisi lemak
yang tinggi selama proses produksi serta mengeksplorasi
cara-cara lain dari metode tersebut guna meningkatkan
kualitas daging ayam broiler. Sejalan dengan hal ini,
sebelumnya Gonzales et al. (2000) menyimpulkan bahwa
metode dan lama periode pembatasan ransum
merupakan faktor dasar yang dapat merespon
perubahan kandungan lemak abdomen pada ayam
broiler. Berkenaan dengan manfaat pembatasan ransum
sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya, Plavnik dan
Hurwitz (1985) menyatakan bahwa indikasi kandungan
lemak abdomen yang rendah yang dicapai melalui
pembatasan ransum dapat meningkatkan hasil dan
kualitas karkas pada saat umur panen.
42
BAB III
STRATEGI PEMBERIAN RANSUM SELAMA
PERIODE STARTER DARI UMUR 7 S/D 21 HARI
Sasaran pembatasan ransum di awal kehidupan
ayam melalui pembatasan waktu pemberian ransum
dirancang dengan memanfaatkan fenomena
pertumbuhan kompensasi (compensatory growth) dan
perbaikan efisiensi penggunaan ransum setelah ayam
dipulihkan dengan pemberian ransum secara penuh (ad
libitum) selama periode pemulihan. Tindakan
pembatasan pemberian ransum dilakukan dari umur 7
sampai 21 hari dan waktu pemulihan dari umur 22
sampai 35 hari. Respon utama yang menjadi
pengamatan meliputi konsumsi ransum, pertambahan
bobot badan, konversi ransum, karkas dan lemak
abdomen.
Konsumsi Ransum
Selama periode pembatasan dan pemulihan,
konsumsi ransum diukur setiap hari kemudian
dijumlahkan dan diambil rataan konsumsi per ekor per
minggu. Konsumsi ransum selama periode pembatasan
dan pemulihan selama penelitian disajikan pada Tabel 1.
43
Tabel 1.
Konsumsi ransum (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan
pemberian ransum berdasarkan umur pemeliharaan Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
7-21 893,57 ± 6,40a 876,24 ± 8,80b 854,13 ± 17,36c 801,90 ± 10,69d
22-28 811,53 ± 27,83 831,41 ± 29,06 821,74 ± 64,37 858,90 ± 15,57
29-35 1068,83 ± 37,74 1060,72 ± 36,83 1043,08 ± 41,83 1064,69 ± 43,87
22-35 1880,36 ± 59,98 1892,13 ± 60,24 1864,82 ± 94,08 1923,58 ± 37,82
7-35 2773,93 ± 62,39 2768,37 ± 67,20 2718,96 ± 102,31 2725,48 ± 41,62
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
12:00 s/d 15:00; 17:00 s/d 20:00; 22:00 s/d 01;00;
03:00 s/d 06:00) dari umur 7 s/d 21 hari ; P-2:
ransum disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d
10:00; 13:00 s/d 16:00; 19:00 s/d 22:00; 01:00 s/d
04:00) dari umur 7 s/d 21 hari; P-3: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
15:00 s/d 18:00; 23:00 s/d 02:00 ) dari umur 7 s/d
21 hari.
Selama periode pembatasan dari umur 7 s/d 21
hari, konsumsi ransum pada semua kelompok ayam
yang mendapat pembatasan ransum (P-3, P-2 dan P-1)
lebih rendah (P<0,05) dari P-0. Diantara kelompok ayam
yang menerima pembatasan ransum, konsumsi ransum
pada kelompok P-3 lebih rendah (P<0,05) dari P-2 dan P-
1. Hasil demikian menunjukkan bahwa batasan waktu
penyediaan ransum selama 9, 12 dan 15 jam per hari
dari umur 7 sampai 21 hari mampu menurunkan
konsumsi ransum. Penurunan konsumsi ransum selama
periode pembatasan pemberian ransum pada P-3, P-2
dan P-1 masing-masing sekitar 10,26, 4,41 dan 1,94%.
Penurunan konsumsi tersebut wajar terjadi karena
20
44
waktu ketersediaan ransum yang terbatas menyebabkan
aktivitas makan menjadi terbatas. Aktivitas makan pada
ayam dipengaruhi oleh ketersediaan ransum dan apabila
disediakan ad libitum, maka ransum akan dikonsumsi
lebih banyak. Indikasi dari hasil ini menunjukkan bahwa
penurunan konsumsi ransum dapat juga diterapkan
melalui pembatasan pemberian ransum, meskipun ayam
dapat mengantisipasi ketersediaan ransum selanjutnya
dengan memanfaatkan tembolok sebagai organ
penyimpanan makanan (May dan Lott, 1994; Svihus et
al., 2010;2013). Temuan ini tidak jauh berbeda dengan
laporan terdahulu bahwa ayam broiler yang mendapat
waktu ketersediaan ransum selama 8 jam/hari (08:00-
12:00 dan 16:00-20:00) dari umur 7 s/d 21 hari
mengkonsumsi ransum sebanyak 84,92% dari konsumsi
ayam yang diberi ransum ad libitum (Azis et al., 2011).
Pada laporan lain, Susbilla et al. (2003)
mendapatkan konsumsi ransum lebih rendah 20% pada
ayam broiler yang mendapat pembatasan ransum
melalui pemberian ransum secara periodik (meal feeding)
dari jam 07:00-10:00, 12:00-15:00 dan 17:00-22:00 dari
umur 5 s/d 17 hari. Demikian juga dengan pembatasan
ransum melalui meal feeding dengan batasan waktu
pemberian ransum dari jam 8:00-12:00 dan 13:00-17:00
dari umur 5 s/d 11 hari lebih rendah daripada kontrol
diakhir periode pembatasan ransum (Saffar dan Khajali,
2010). Fakta yang sama juga dlaporkan oleh Zhan et al.
(2007) bahwa konsumsi ransum pada ayam yang
45
mendapat pembatasan ransum melalui pemuasaan (feed
withdrawal) selama 4 jam/hari (14:00-18:00) dari umur
1 s/d 21 hari nyata lebih rendah dari ayam yang diberi
ransum ad libitum. Demikian juga dengan Mohebodini et
al. (2009) melaporkan bahwa konsumsi ransum nyata
menurun pada ayam yang diberi ransum secara
berselang (intermittent feeding) selama 8 jam/hari dari
jam 06:00 s/d 08:00, 12:00 s/d 14:00, 18:00 s/d 20:00
dan jam 24:00 s/d 02:00 dari umur 7 hingga 14 atau 21
hari.
Selama periode pemulihan dari umur 22 s/d 35
hari, konsumsi ransum pada kelompok ayam yang
mendapat pembatasan pemberian ransum tidak berbeda
dengan R-0 (P>0,05). Hal demikian menunjukkan bahwa
pola konsumsi ransum berlangsung normal setelah
beradaptasi dengan pemberian ransum ad libitum. Hasil
ini sejalan dengan laporan Azis et al. (2011) bahwa
konsumsi ransum pada kelompok ayam yang mendapat
pemberian ransum selama 8 jam/hari (08:00-12:00 dan
16:00-20:00) dari umur 7 s/d 21 hari tidak berbeda
dengan kontrol selama periode pemulihan dari umur 21
s/d 42 hari. Demikian juga dengan laporan Zhan et al.
(2007) bahwa tidak terdapat perbedaan konsumsi
ransum selama periode pemulihan dari umur 21 s/d 63
hari diantara kelompok ayam yang mendapat
pembatasan ransum selama 4 jam per hari dari umur 1
s/d 21 hari dengan ayam yang diberi ransum ad libitum.
Selain itu, Mohebodini et al. (2009) melaporkan bahwa
46
konsumsi ransum pada ayam yang mendapat
pembatasan ransum secara berselang selama 8 jam/hari
dari umur 7 hingga 14 atau 21 hari tidak berbeda
dengan ayam yang diberi ransum ad libitum selama
periode pemulihan dari umur 22 hingga 42 hari.
Demikian juga dengan laporan Saffar dan Khajali (2010)
bahwa pembatasan ransum melalui meal feeding dengan
waktu ketersediaan ransum dari jam 8:00 s/d 12:00 dan
13:00 s/d 17:00 dari umur 5 s/d 11 hari tidak
memperlihatkan perbedaan konsumsi ransum dengan
kontrol selama periode pemulihan dari umur 12 s/d 49
hari.
Ada indikasi peningkatan konsumsi ransum pada
kelompok ayam yang mendapat pembatasan pemberian
ransum selama periode pemulihan, namun demikian
tidak sampai pada taraf yang signifikan. Beberapa
penelitian memperlihatkan peningkatan konsumsi
ransum yang signifikan selama periode pemulihan.
Pinchasov et al. (1985) melaporkan bahwa konsumsi
ransum pada ayam yang mendapat pembatasan ransum
dengan metode intermittent feeding lebih tinggi dari
kelompok ayam yang tidak mendapat pembatasan
ransum selama periode pemulihan. Hal yang sama juga
dilaporkan pada pembatasan ransum secara kuantitatif.
Mahmud et al. (2006) melaporkan bahwa konsumsi
ransum pada ayam yang mendapat pembatasan ransum
70% dari ad libitum nyata lebih tinggi dari kelompok
ayam yang diberi ransum ad libitum setelah 2 minggu
47
beradaptasi dengan pemberian ransum ad libitum.
Demikian juga dengan pembatasan ransum melalui diet
dilution bahwa konsumsi ransum meningkat selama
periode pemulihan dari umur 21 s/d 44 hari (Rezaei dan
Hajati, 2010). Perbedaan hasil tersebut dapat terjadi
dikarenakan metode dan lama waktu pembatasan yang
diaplikasikan berbeda. Terdapatnya variabilitas yang
cukup besar dari data yang diperlihatkan dalam
beberapa literatur menyangkut pembatasan ransum
pada ayam broiler berhubungan dengan beberapa faktor,
antara lain derajat pembatasan dan lama waktu
pembatasan ransum, umur ayam, periode pemulihan
(Lippens et al., 2000) dan tingkat energi ransum (Downs
et al., 2006).
Apabila dilihat secara keseluruhan dari umur 7
s/d 35 hari, total konsumsi ransum pada kelompok
ayam yang mendapat pembatasan pemberian ransum
tidak berbeda dengan kontrol. Hal ini mungkin adanya
kompensasi konsumsi selama periode pemulihan. Hasil
yang sama juga dilaporkan oleh Mohebodini et al. (2009)
bahwa tidak terdapat perbedaan total konsumsi ransum
diantara kelompok ayam yang mendapat pembatasan
ransum secara berselang selama 8 jam/hari dari umur 7
s/d 14 atau 21 hari dengan ayam yang diberi ransum ad
libitum. Pada laporan lain, Azis et al. (2011) bahwa total
konsumsi ransum pada ayam broiler yang mendapat
pembatasan pemberian ransum dengan waktu
ketersediaan ransum selama 8 jam/hari nyata lebih
48
rendah dari kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa
pembatasan pemberian ransum dengan waktu
ketersediaan ransum selama 9 jam/hari tidak
mempengaruhi konsumsi ransum secara menyeluruh.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dan bobot badan
secara keseluruhan sebagai respon terhadap perlakuan
disajikan pada Tabel 2 dan 3. Pengukuran pertambahan
bobot badan tersebut dilakukan secara periodik
berdasarkan umur ayam.
Tabel 2.
Pertambahan bobot badan ayam (g/ekor) menurut perlakuan
pembatasan pemberian ransum berdasarkan
umur pemeliharaan. Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
7-21 661,26 ± 8,45a 644,42 ± 4,67b 633,32 ± 5,90c 608,72 ± 9,37d
22-28 524,45 ± 17,85 527,48 ± 19,51 522,12 ± 22,50 519,76 ± 21,13
29-35 553,50 ± 8,72 567,12 ± 35,19 539,27 ± 8,64 573,86 ± 28,36
22-35 1077,95 ± 14,41 1094,61 ± 52,39 1061,39 ± 17,15 1093,62 ± 23,74
7-35 1739,21 ± 14,02 1709,03 ± 55,44 1694,71 ± 12,23 1702,34 ± 31,77
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
12:00 s/d 15:00; 17:00 s/d 20:00; 22:00 s/d 01;00;
03:00 s/d 06:00) dari umur 7 s/d 21 hari ; P-2:
ransum disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d
10:00; 13:00 s/d 16:00; 19:00 s/d 22:00; 01:00 s/d
04:00) dari umur 7 s/d 21 hari; P-3: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
15:00 s/d 18:00; 23:00 s/d 02:00 ) dari umur 7 s/d
21 hari.
20
49
Pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir
pada semua kelompok ayam yang mendapat pembatasan
ransum (P-3, P-2, dan P-1) lebih rendah (P<0,05) dari P-0
selama periode pembatasan dari umur 7 s/d 21 hari.
Diantara kelompok ayam yang mendapat pembatasan
ransum, pertambahan bobot badan dan bobot badan
akhir pada kelompok P-3 lebih rendah dari P-2 dan P-1
(P<0,05).
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa
pembatasan pemberian ransum dengan ketersediaan
ransum selama 9, 12 dan 15 jam per hari dari umur 7
sampai 21 hari menyebabkan penurunan pertambahan
bobot badan dan bobot badan di akhir periode
pembatasan. Penurunan pertambahan bobot badan
selama periode pembatasan pemberian ransum pada P-
3, P-2 dan P-1 masing-masing sekitar 7,95, 4,23 dan
2,55%. Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu
bahwa pertambahan bobot badan ayam broiler yang
mendapat waktu ketersediaan ransum selama 8
jam/hari (08:00-12:00 dan 16:00-20:00) dari umur 7 s/d
21 hari lebih rendah dari ayam yang diberi ransum ad
libitum (629,03 vs 696,61 g) dengan penurunan bobot
badan sekitar 6,95% (Azis et al,. 2011). Demikian juga
dengan laporan Demir et al. (2004) bahwa ayam broiler
yang mendapat pembatasan ransum melalui
pengosongan ransum (feed withdrawal) selama 16 jam
dengan ketersediaan ransum selama 8 jam/hari dari
umur 9 s/d 21 hari nyata menurunkan pertambahan
bobot badan (522 vs 573 g).
50
Penurunan pertambahan bobot badan tersebut
dapat terjadi akibat terbatasnya konsumsi energi dan
nutrisi sehingga kebutuhan untuk memaksimalkan
pertumbuhan jaringan belum terpenuhi. Beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan
pertambahan bobot badan selama periode pembatasan
ransum antara lain dikarenakan penurunan konsumsi
energi dan protein sehingga menyebabkan terbatasnya
suplai nutrisi dan energi untuk menunjang
pertumbuhan jaringan (Hornick et al., 2000; Azis et al.,
2011), penurunan hormon tiroksin (Hassanabadi dan
Moghaddam, 2006; Rajman et al., 2006; Zhan et al.,
2007), penurunan aktivitas enzim yang berhubungan
dengan pencernaan protein (Susbilla et al., 2003).
Tabel 3.
Bobot badan ayam (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan
pemberian ransum berdasarkan umur pemeliharaan Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
7 115,31 ± 4,77 115,81 ± 2,05 115,71 ± 4,39 115,66 ± 3,90
14 369,05 ± 6,04a 351,94 ± 5,12b 344,65 ± 3,98c 334,18 ± 5,95d
21 776,58 ± 8,17a 760,23 ± 4,24b 749,04 ± 5,33c 724,38 ± 10,14d
28 1301,02 ± 17,18a 1287,72 ± 21,91ab 1271,15 ± 17,71b 1244,14 ± 22,24c
35 1854,52 ± 13,55 1854,84 ± 55,19 1810,42 ± 13,47 1817,99 ± 32,58
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
12:00 s/d 15:00; 17:00 s/d 20:00; 22:00 s/d 01;00;
03:00 s/d 06:00) dari umur 7 s/d 21 hari ; P-2:
ransum disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d
10:00; 13:00 s/d 16:00; 19:00 s/d 22:00; 01:00 s/d
04:00) dari umur 7 s/d 21 hari; P-3: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00; 20
51
15:00 s/d 18:00; 23:00 s/d 02:00 ) dari umur 7 s/d
21 hari.
Selama periode pemulihan, laju pertambahan
bobot badan pada semua kelompok ayam yang
mendapat pengaturan pemberian ransum tidak berbeda
dengan kelompok ayam yang diberi ransum ad libitum
dari umur 22 s/d 35 hari. Fakta demikian menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan selama periode pemulihan
berlangsung normal. Hal ini memberikan indikasi bahwa
meskipun terjadi hambatan pertumbuhan selama
periode pembatasan ransum, akan tetapi, ada gejala
pertumbuhan kompensasi selama periode ini. Hasil ini
sejalan dengan laporan Mohebodini et al. (2009) bahwa
pembatasan ransum selama 8 jam/hari dari umur 7 s/d
21 hari dapat menghasilkan pertumbuhan kompensasi
selama periode umur 22 s/d 42 hari. Keberhasilan
pencapaian pertumbuhan kompensasi ini diperlihatkan
dengan pencapaian bobot badan akhir yang tidak
berbeda (P>0,05) antara kelompok ayam yang mendapat
pematasan pemberian ransum dengan ayam yang diberi
ransum ad libitum pada umur 35 hari (Tabel 3). Indikasi
pertumbuhan kompensasi tersebut terjadi sebagai upaya
hewan untuk mencapai bobot badan normal (Hornick et
al., 2000; Pinheiro et al., 2004). Hasil ini menunjukkan
bahwa ayam yang mendapat pembatasan pemberian
ransum selama 9 jam per hari dari umur 7 s/d 21 hari
dapat memperlihatkan pertumbuhan kompensasi dan
mampu menghasilkan bobot badan akhir yang tidak
52
berbeda dengan ayam yang diberi ransum ad libitum
pada umur 35 hari.
Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian
pembatasan ransum dengan sistem feed withdrawal
(Demir et al,. 2004; Zhan et al., 2007; Azis et al., 2011)
dan intermittent feeding (Mahmood et al., 2007;
Mohebodini et al., 2009; Saffar dan Khajali, 2010; Svihus
et al., 2010). Indikasi pertumbuhan kompensasi pada
ayam yang mendapat pembatasan ransum berhubungan
dengan intensitas pembatasan yang diterapkan dan
adaptasi selama periode pemulihan. Pada penelitian ini,
pembatasan ransum dengan waktu ketersediaan ransum
selama 9 jam/hari (P-3) masih dalam kategori ringan
sehingga peluang terjadinya pertumbuhan kompensasi
masih mungkin dapat dicapai selama periode pemulihan.
Selain itu, adanya kemampuan adaptasi yang cepat
selama periode pemulihan pada ayam yang mendapat
pembatasan ransum sebelumnya mampu menghasilkan
laju pertambahan bobot badan yang sama dengan ayam
yang diberi ransum ad libitum (Svihus et al., 2010).
Penurunan kebutuhan hidup pokok untuk
sementara waktu pada ayam yang mendapat
pembatasan ransum menyebabkan pengurangan
kebutuhan hidup pokok selama periode pemulihan
(Rincon dan Leeson, 2002; Tolkamp et al., 2005). Kondisi
demikian berhubungan dengan pemanfaatan energi yang
lebih diutamakan untuk pertumbuhan jaringan dalam
rangka peningkatan laju pertumbuhan selama periode
53
pertumbuhan kompensasi. Indikasi ini diperlihatkan
dengan peningkatan retensi nitrogen pada ayam yang
mendapat pembatasan ransum selama periode
pertumbuhan kompensasi (Leeson dan Zubair, 1997;
Susbilla et al., 2003). Lebih lanjut, Lippens et al. (2002)
melaporkan bahwa kejadian pertumbuhan kompensasi
tersebut merupakan kondisi yang esensial untuk
memperbaiki retensi nitrogen.
Selain itu, aktivitas enzim pencernaan memiliki
kontribusi terhadap tingginya pertambahan bobot badan
selama periode pertumbuhan kompensasi dan
sebagaimana diketahui bahwa enzim memegang peranan
penting dalam penyediaan substrat untuk pertumbuhan
(Uni, 1999). Peningkatan aktivitas enzim dapat menjadi
bagian dari adaptasi pencernaan setelah pembatasan
ransum dan merupakan salah satu faktor yang memiliki
kontribusi terhadap pertumbuhan kompensasi (Zubair
dan Lesson, 1994). Pinheiro et al. (2004) melaporkan
bahwa adaptasi enzim-enzim pencernaan pada ayam
broiler yang mendapat pembatasan ransum dicirikan
melalui peningkatan aktivitas sukrase, amilase, lipase
dan tripsin yang memiliki kontribusi terhadap
peningkatan pertambahan bobot badan dan peningkatan
absorbsi usus selama periode pemulihan. Kemampuan
respon adaptasi saluran pencernaan tersebut terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis telah dibuktikan pada
mamalia (Ferraris dan Diamond, 1997) dan unggas
(Dykstra dan Karasov, 1992; Biviano et al., 1993),
54
terutama yang berhubungan dengan absorbsi nutrisi
dan struktur organ. Respon ini tergantung pada umur
dan lama waktu pembatasan (Casirola et al., 1997;
Ferraris et al., 2001).
Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan suatu angka untuk
merefleksikan kemampuan fisiologis dalam
memanfaatkan semua unsur-unsur nutrisi ransum.
Selain itu, konversi ransum mempunyai arti dan nilai
ekonomis yang menentukan bagi kepentingan usaha
peternakan, karena perbandingan input ransum yang
digunakan dikonversikan menjadi output pertambahan
bobot badan akan menghasilkan angka fisik sebagai
tolok ukur perhitungan ekonomis. Data konversi ransum
tersebut disajikan pada Tabel 4.
Selama periode pembatasan dari umur 7 s/d 21
hari, konversi ransum pada P-3 lebih rendah (P<0,05)
dari P-0, P-1 dan P-2. Fakta ini menunjukkan bahwa
pembatasan ransum dengan ketersediaan pemberian
ransum selama 9 jam/hari dari umur 7 s/d 21 hari
dapat memperbaiki konversi ransum. Hasil ini sejalan
dengan penelitian terdahulu bahwa konversi ransum
pada ayam broiler yang mendapat waktu ketersediaan
ransum selama 8 jam/hari (08:00-12:00 dan 16:00-
20:00) dari umur 7 s/d 21 hari lebih rendah (1,28 vs
1,37) dari ayam yang diberi ransum ad libitum (Azis et
al., 2011).
55
Tabel 4.
Konversi ransum (g/g) menurut perlakuan pembatasan
pemberian ransum berdasarkan umur pemeliharaan Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
7 - 21 1,35 ± 0,02a 1,36 ± 0,02a 1,35 ± 0,02a 1,32 ± 0,01b
22-28 1,55 ± 0,04 1,58 ± 0,04 1,58 ± 0,12 1,65 ± 0.06
29-35 1,93 ± 0,09 1,87 ± 0,11 1,93 ± 0,09 1,89 ± 0,10
22-35 1,74 ± 0,04 1,73 ± 0,07 1,76 ± 0,09 1,76 ± 0,05
7 - 35 1,60 ± 0,03 1,59 ± 0,04 1,60 ± 0,06 1,60 ± 0,03
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
12:00 s/d 15:00; 17:00 s/d 20:00; 22:00 s/d 01;00;
03:00 s/d 06:00) dari umur 7 s/d 21 hari ; P-2:
ransum disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d
10:00; 13:00 s/d 16:00; 19:00 s/d 22:00; 01:00 s/d
04:00) dari umur 7 s/d 21 hari; P-3: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
15:00 s/d 18:00; 23:00 s/d 02:00 ) dari umur 7 s/d
21 hari.
Konversi ransum yang diperoleh pada penelitian
ini lebih baik dari beberapa penelitian pembatasan
ransum melalui pengaturan pemberian ransum. Zhan et
al. (2007) melaporkan bahwa konversi ransum pada
kelompok ayam yang mendapat pembatasan ransum
melalui feed withdrawal tidak berbeda dengan kontrol
pada umur 21 hari (1,8 vs 1,7). Demikian juga dengan
laporan Mohebodini et al. (2009) bahwa tidak terdapat
perbedaan konversi ransum di antara ayam yang
mendapat meal feeding dari umur 7 s/d 21 hari dengan
kontrol (1,44 vs 1,49). Hasil ini menjelaskan bahwa
pembatasan pemberian ransum mampu meningkatkan
efisiensi penggunaan ransum dengan membatasi
20
56
kelebihan konsumsi ransum (overcomsumption). Potensi
kelebihan konsumsi ransum dapat terjadi pada ayam
broiler yang diberi ransum ad libitum (Svihus dan
Hetland, 2001). Perbaikan konversi ransum yang dicapai
penelitian ini sejalan dengan laporan Svihus et al. (2010)
bahwa terdapat peningkatan efisiensi penggunaan
ransum pada ayam broiler yang diberi ransum melalui
intermittent feeding dibandingkan dengan pemberian
ransum ad libitum (62 vs 58%).
Selama periode pemulihan, konversi ransum pada
kelompok ayam yang mendapat pembatasan pemberian
ransum tidak berbeda dengan ayam yang diberi ransum
ad libitum. Hal ini mungkin berhubungan dengan respon
laju pertumbuhan yang tidak berbeda diantara semua
perlakuan selama periode pemulihan. Hasil ini sejalan
dari beberapa penelitian sebelumnya bahwa tidak
terdapat perbedaan konversi ransum diantara ayam
yang mendapat pembatasan ransum dengan ayam yang
diberi ransum ad libitum hingga 41 atau 49 hari (Zhan et
al., 2007; Mohebodini et al., 2009; Al-Aqil et al., 2009;
Saffar dan Khajali, 2010; Benyi et al., 2010; Azis et al.,
2011).
4.1.4. Karkas dan Lemak Abdomen
Bobot karkas dan lemak abdomen yang diukur
dinyatakan dalam % bobot hidup. Data bobot karkas
dan lemak abdomen disajikan pada Tabel 5.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pembatasan
ransum melalui pengaturan pemberian ransum tidak
57
berpengaruh terhadap bobot karkas dan lemak abdomen
di akhir periode pemulihan umur 35 hari. Keadaan ini
mungkin berhubungan dengan pertumbuhan yang
berlangsung normal dan pencapaian bobot badan yang
sama dengan kontrol di akhir periode pemulihan.
Penurunan bobot daging tidak terjadi apabila ayam yang
mendapat pembatasan ransum mampu mencapai
pertumbuhan kompensasi selama periode pemulihan
(Lee dan Leeson, 2001). Peningkatan kandungan protein
daging pada ayam yang mendapat pembatasan ransum
mengindikasikan terjadinya peningkatan pertumbuhan
otot selama periode pemulihan (Zhan et al., 2007).
Beberapa penelitian pembatasan ransum
menunjukkan hasil yang sama sebagaimana dilaporkan
oleh Zhan et al. (2007) bahwa pembatasan ransum
melalui feed withdrawal selama 4 jam/hari dari umur 1
s/d 21 hari tidak mempengaruhi bobot karkas (75,4 vs
75,3%) di akhir periode pemulihan umur 63 hari. Hal
yang sama juga dilaporkan pada pembatasan ransum
melalui meal feeding bahwa tidak terdapat perbedaan
bobot karkas, daging dada dan paha di antara ayam
yang mendapat pembatasan ransum dengan kontrol
pada umur 42 hari (Mohebodini et al., 2009; Saffar dan
Khajali, 2010). Mohebodini et al. (2009) melaporkan
bahwa pembatasan ransum melalui intermittent feeding
dari umur 7 s/d 14 atau 7 s/d 21 hari tidak
mempengaruhi bobot karkas (60,33 vs 61,19%, 60,41 vs
61,19%) pada umur 42 hari. Demikian juga dengan
58
pembatasan ransum secara kuantitatif sebagaimana
dilaporkan oleh Novele et al. (2008, 2009) bahwa
pembatasan ransum pada tingkat 50 dan 75% dari umur
14 s/d 21 hari tidak mempengaruhi bobot karkas,
daging dada, daging paha atas dan daging paha bawah
pada umur 42 hari. Pada peneliti lain, pembatasan
ransum secara kualitatif melalui diet dilution dari umur
16 s/d 20 hari tidak mempengaruhi bobot karkas, dada
dan paha di akhir periode pemulihan umur 42 hari
(Rezaei dan Hajati, 2010).
Tabel 5.
Bobot karkas dan lemak abdomen ayam berdasarkan
perlakuan pengaturan pemberian ransum pada umur 35 hari.
Peubah Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
Karkas (g) 1365,60 ± 24,10 1345,70 ± 35,93 1330,50 ± 24,04 1334,50 ± 31,17
Karkas (%) 71,46 ± 1,27 71,83 ± 1,14 72,16 ± 1,10 71,96 ± 0,60
Lemak Abdomen (%) 1,50 ± 0,21 1,40 ± 0,18 1,60 ± 0,21 1,50 ± 0,21
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
12:00 s/d 15:00; 17:00 s/d 20:00; 22:00 s/d 01;00;
03:00 s/d 06:00) dari umur 7 s/d 21 hari ; P-2:
ransum disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d
10:00; 13:00 s/d 16:00; 19:00 s/d 22:00; 01:00 s/d
04:00) dari umur 7 s/d 21 hari; P-3: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00;
15:00 s/d 18:00; 23:00 s/d 02:00 ) dari umur 7 s/d
21 hari.
Pada sisi lain, dugaan terjadinya kelebihan
konsumsi energi pada kelompok ayam yang mendapat
pembatasan ransum selama periode pemulihan
merupakan faktor yang menyebabkan kandungan lemak
20
59
abdomen tidak berbeda dengan kelompok ayam yang
diberi ransum ad libitum. Berdasarkan fakta yang
ditemukan terlihat bahwa pembatasan pemberian
ransum masih memungkinkan terjadinya kelebihan
konsumsi energi sehingga kelebihan energi tersebut
tetap disimpan sebagai cadangan dan digunakan untuk
sintesis lemak yang kemudian diakumulasikan dalan
jaringan lemak. Hal ini mungkin dikarenakan mobilisasi
lemak untuk suplai energi dalam tubuh tidak terjadi,
mengingat lemak abdomen sangat mudah dimobilisasi
selama ransum tidak tersedia. Zhan et al., (2007)
menyimpulkan bahwa perubahan metabolic programming
yang diakibatkan oleh pembatasan ransum berdampak
terhadap kegemukan ayam pada periode akhirnya.
Kegemukan ini juga berhubungan dengan deposisi
lemak yang tinggi dalam jaringan adipose yang pada
akhirnya menjadikan karkas ayam tersebut berlemak
tinggi. Metabolic programming didefinisikan sebagai
suatu proses fisiologis yang dekat dengan proses
adaptasi terhadap cekaman nutrisi yang secara
permanen dapat merubah proses fisiologis dan
metabolisme organisme tersebut dan akan berlangsung
terus meskipun tidak ada cekaman yang diderita oleh
organisme tersebut pada periode berikutnya (Lucas,
1998; Patel dan Srinivasan, 2002).
Hasil ini sejalan dengan laporan Mohebodini et al.
(2009) bahwa tidak terdapat perbedaan bobot lemak
abdomen pada ayam broiler yang mendapat pembatasan
ransum melalui meal feeding dari umur 7 s/d 21 hari
60
dengan kontrol pada umur 42 hari (1,05 vs 1,09%).
Demikian juga dengan laporan Saffar dan Khajali (2010)
bahwa bobot lemak abdomen pada ayam broiler yang
mendapat pembatasan melalui meal feeding dari umur 5
s/d 11 hari tidak berbeda dengan ayam yang diberi
ransum ad libitum pada umur 42 hari (1,58 vs 1,86%).
Selain daripada itu, beberapa laporan penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan kandungan lemak abdomen di antara ayam
yang mendapat pembatasan ransum dengan ayam yang
diberi ransum ad libitum di akhir periode pemulihan
(Petek, 2000; Lee dan Leeson, 2001; Rincon dan Leeson,
2002; Dozier et al., 2002; Saleh et al., 2005; Ozkan et al.,
2006; Rezaei et al., 2006; Khajali et al., 2007).
61
BAB IV
STRATEGI PEMBERIAN RANSUM
SELAMA PERIODE GROWER DARI UMUR
21 S/D 35 HARI
Sasaran pembatasan ransum selama periode
pertumbuhan atau pembesaran ayam melalui
pembatasan pemberian ransum dirancang untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dan
mempertahankan atau meningkatkan kinerja produksi,
disamping mengurangi biaya produksi dari ransum.
Penerapan pembatasan pemberian ransum dilakukan
dari umur 21 sampai 35 hari Respon utama yang
menjadi pengamatan meliputi konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan, konversi ransum, karkas dan
lemak abdomen.
Konsumsi Ransum
Selama periode pembatasan pada masa grower,
konsumsi ransum diukur setiap hari kemudian
dijumlahkan dan diambil rataan konsumsi per ekor per
minggu. Rataan konsumsi ransum selama periode ini
disajikan pada Tabel 6.
62
Tabel 6. Konsumsi ransum (g/ekor) menurut perlakuan
pengaturan pemberian ransum selama periode pertumbuhan
dari umur 21 s/d 35 hari. Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
21 - 28 1019,60 ± 14,13a 922,35 ± 30,11b 918,87 ± 44,49b 1006,33 ± 33,06a
29 -35 1048,09 ± 41,34a 1000,24 ± 18,67b 991,92 ± 32,45b 1062,60 ± 16,89a
21 - 35 2067.69 ± 50,37a 1922.59 ± 47,95b 1910,79 ± 75,07b 2068,94 ± 41,81a
1-35 3024,37 ± 50,37a 2879,27 ± 47,95b 2867,47 ± 75,07b 3025,62 ± 41,81a
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 19:00, dan 22:00 s/d 01:00); P-2: ransum
disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 20:00, dan 22:00 s/d 03:00); P-3: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 21:00, dan 22:00 s/d 05;00) dari umur 21
s/d 35 hari.
Konsumsi ransum pada kelompok ayam yang
mendapat pemberian ransum selama 9 jam/hari (P-1)
dan 12 jam/hari (P-2) lebih rendah (P<0,05) dari
kelompok ayam yang diberi ransum ad libitum (P-0),
sedangkan diantara P-1 dengan P-2 tidak terdapat
perbedaan konsumsi ransum. Konsumsi ransum pada
kelompok ayam yang mendapat pemberian ransum
selama 15 jam/hari (P-3) tidak berbeda dengan
kelompok ayam yang diberi ransum ad libitum (P-0).
Fakta demikian menunjukkan bahwa pengaturan
pemberian ransum dengan ketersediaan ransum selama
9 dan 12 per hari selama periode grower mampu
menurunkan konsumsi ransum. Penurunan konsumsi
ransum ini wajar terjadi selama periode pembatasan
pemberian ransum dikarenakan waktu ketersediaan
63
ransum terbatas. Namun demikian, ketersediaan
ransum selama 15 jam/hari dapat mengkonsumsi
ransum dalam jumlah yang sama dengan ayam yang
diberi ransum ad libitum. Temuan ini menunjukkan
bahwa pemuasaan ayam hingga 15 jam/hari selama
periode grower tidak mempengaruhi konsumsi ransum.
Hal ini dapat terjadi dikarenakan waktu ketersediaan
ransum yang lebih panjang terutama pada malam hari
sehingga memungkinkan konsumsi ransum lebih
banyak dibandingkan dengan pengaturan pemberian
ransum lainnya. Banong dan Hakim (2011) melaporkan
bahwa pemuasaan ayam selama 2 jam/hari (12:00-
14:00) dan 4 jam/hari (11:00-15:00) dari umur 14
hingga 35 hari tidak berpengaruh terhadap konsumsi
ransum ayam broiler.
Gejala demikian dapat terjadi dikarenakan suhu
lingkungan pada malam hari berada dalam kisaran suhu
nyaman bagi kehidupan ayam selama periode grower.
Ayam akan mengkonsumsi ransum lebih banyak apabila
akses terhadap makanan pada jam-jam suhu lingkungan
rendah (May dan Lott, 1992), sehingga kompensasi
terhadap kekurangan konsumsi ransum dapat terjadi
akibat pembatasan pada waktu sebelumnya (Ozkan et
al., 2003).
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dan bobot badan
secara keseluruhan sebagai respon terhadap perlakuan
64
disajikan pada Tabel 7 dan 8. Pengukuran pertambahan
bobot badan tersebut dilakukan secara periodik
berdasarkan umur ayam.
Pertambahan bobot badan pada kelompok ayam
yang mendapat pemberian ransum selama 9 jam/hari
(P-1) dan 12 jam/hari (P-2) lebih rendah (P<0,05) dari
kelompok ayam yang diberi ransum ad libitum (P-0),
sedangkan diantara P-1 dengan P-2 tidak terdapat
perbedaan pertambahan bobot badan dan bobot badan
akhir. Pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir
pada kelompok ayam yang mendapat pemberian ransum
selama 15 jam/hari (P-3) tidak berbeda dengan
kelompok ayam yang diberi ransum ad libitum (P-0).
Berdasarkan capaian hasil ini menunjukkan
bahwa pembatasan pemberian ransum dengan
penyediaan ransum selama 9 dan 12 jam/hari selama
periode grower menyebabkan penurunan laju
pertumbuhan sehingga berdampak terhadap
pencapaian bobot panen. Namun demikian, penyediaan
ransum selama 15 jam/hari dapat menghasilkan
pertambahan bobot badan yang sama dengan ayam yang
diberi ransum ad libitum. Temuan ini menunjukkan
bahwa pemuasaan (feed withdrawal) hingga 9 jam/hari
selama periode grower dapat menghasilkan pertambahan
bobot badan dan bobot badan akhir yang sama dengan
kontrol.
65
Tabel 7.
Pertambahan bobot badan ayam (g/ekor) selama periode
pertumbuhan dari umur 21 s/d 35 hari. Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
21 - 28 683,47 ± 21,41a 644,56 ± 14,49bc 618,03 ± 25,48c 663,40 ± 20,64ab
29 -35 621,44 ± 32,87a 554,52 ± 22,04b 566,56 ± 28,05b 609,05 ± 28,02a
21 - 35 1304,90 ± 52,84a 1199,08 ± 23,71b 1184,59 ± 47,66b 1272,44 ± 22,41a
1-35 2033,37 ± 55,75a 1927,75 ± 23,44b 1913,74 ± 44,55b 2000,77 ± 22,40a
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 19:00, dan 22:00 s/d 01:00); P-2: ransum
disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 20:00, dan 22:00 s/d 03:00); P-3: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 21:00, dan 22:00 s/d 05;00) dari umur 21
s/d 35 hari.
Tabel 8.
Bobot badan ayam (g/ekor) selama periode pertumbuhandari
umur 21 s/d 35 hari. Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
21 767,25 ± 3,11 767,45 ± 1,44 767,944 ± 3,41 767,11 ± 3,23
28 1450,72 ± 24,44a 1412,01 ± 15,33bc 1385,97 ± 23,50c 1430,51 ± 18,85ab
35 2072,16 ± 55,75a 1966,54 ± 23,44ab 1952,53 ± 44,55b 2039,56 ± 22,40a
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 19:00, dan 22:00 s/d 01:00); P-2: ransum
disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 20:00, dan 22:00 s/d 03:00); P-3: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 21:00, dan 22:00 s/d 05;00) dari umur 21
s/d 35 hari.
66
Kemampuan ayam untuk beradaptasi terhadap kondisi
ketersediaan ransum untuk mencapai pertumbuhan normal
sesuai dengan umur fisiologis menjadi faktor utama terhadap
pencapaian bobot badan akhir. Gous dan Cherry (2004)
melaporkan bahwa percepatan pertumbuhan pada ayam dapat
terjadi akibat pembatasan ransum apabila mendekati tahap
akhir periode pertumbuhan. Fenomena ini terlihat pada ayam
broiler yang mendapat pembatasan ransum melalui pemberian
ransum secara berselang waktu (intermittent feeding) mampu
beradaptasi dengan cepat dengan indikasi tidak terdapat
perbedaan pertambahan bobot badan dengan ayam yang
diberi ransum ad libitum (Svihus et al., 2010). Faktor yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan energi melalui
pemenuhan kapasitas fisik dan pengendalian mekanisme
kenyang (Barbato et al., 1984; Barbato, 1994; Bokkers dan
Koene, 2003) merupakan upaya ayam beradaptasi terhadap
pembatasan ransum untuk memenuhi kebutuhan ransum,
sehingga kebutuhan energi dapat dipenuhi untuk
memaksimalkan pertumbuhan. Kondisi ini dapat dicapai
selama waktu ransum tersedia dengan mengkonsumsi ransum
lebih banyak (Savory dan Hodgkiss, 1984; Xin et al., 1993)
dengan memanfaatkan tembolok dan gizzard sebagai organ
penyimpanan makanan apabila diadaptasikan pada
pembatasan ransum dalam periode yang panjang (Barash et
al., 1993; Buyse, et al., 1993).
Beberapa hasil penelitian pengaturan pemberian
ransum sebagaimana dilaporkan oleh Mahmood et al. (2005)
bahwa pembatasan ransum melalui feed withdrawal selama 8
jam (9:00 s/d 19:00) dari umur 14 s/d 42 hari memberikan
pertambahan bobot badan ayam yang lebih baik dibandingkan
67
dengan sistem pemberian ransum ad libitum (1275 vs 1165 g).
Namun demikian, pada peneliti lain Khetani et al. (2009)
melaporkan bahwa pertambahan bobot badan ayam yang
mendapat pembatasan ransum melalui feed withdrawal
selama 12 jam (19:00 s/d 07:00) dari umur 22 s/d 35 hari
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (73,30±4,89 vs
88,30±4,89 g/hari). Hal yang sama juga dilaporkan oleh
Ahmad (2004) bahwa pemberian ransum melalui sistem
intermittent feeding (1 jam ransum disediakan dan 3 jam
dikosongkan selama siklus 24 jam ) dari umur 14 s/d 42 hari
menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemberian ransum ad libitum (1590,10
vs 1673,10 g). Perbedaan hasil yang tersebut menunjukkan
bahwa batasan waktu ketersediaan ransum kurang dari 12
jam/hari sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot
badan ayam selama periode pertumbuhan (grower).
Konversi Ransum
Berdasarkan data pada Tabel 9., terlihat bahwa
konversi ransum pada kelompok ayam yang mendapat
pemberian ransum selama 9 jam/hari (P-1) lebih rendah
(P<0,05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (P-
0, P-2 dan P-3). Secara menyeluruh dari umur 1 hingga 35
hari, konversi ransum tidak berbeda diantara semua
perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa ketersediaan
ransum selama 9 jam/hari (P-1) dapat memperlihatkan
perbaikan efisiensi penggunaan ransum pada awal minggu
pertama pembatasan pemberian ransum. Abdel-Hafeez et al.
(2016), Dissanayake dan David (2017) melaporkan bahwa
pembatasan makanan dapat diterapkan untuk memperbaiki
68
konversi ransum. Namun demikian, pada minggu berikutnya
memiliki nilai efisiensi yang sama dengan kontrol. Hasil ini
sejalan dengan laporan Banong dan Hakim (2011) bahwa
pemuasaan ayam broiler selama 2 jam/hari (12:00-14:00) dan
4 jam/hari (11:00-15:00) dari umur 14 hingga 35 hari tidak
dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum.
Sejalan dengan fakta di atas, Khetani et al. (2009)
melaporkan bahwa pengosongan ransum (feed withdrawal)
selama 12 jam/hari (19:00 s/d 7:00) dari umur 22 s/d 35 hari
tidak menghasilkan perbedaan konversi ransum dengan
kontrol (2,20 vs 2,08). Hasil yang sama juga dilaporkan oleh
Benyi et al. (2009) bahwa pembatasan ransum melalui skip-a-
day feeding selama periode starter dan grower (7 s/d 35 hari)
tidak dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum (54 vs
53%). Lebih lanjut Khetani et al. (2009) menyimpulkan bahwa
pembatasan ransum melalui pembatasan pemberian ransum
tidak efektif dikarenakan konsumsi dan konversi ransum yang
diperoleh relatif sama dengan kontrol.
Tabel 9.
Konversi ransum (g/g) selama periode pertumbuhan dari
umur 21 s/d 35 hari.
Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
21 - 28 1.49 ± 0,05a 1,43 ± 0,02b 1,49 ± 0,04a 1,52 ± 0,03a
29 -35 1,69 ± 0,06 1,81 ± 0,10 1,75 ± 0,06 1,75 ± 0,08
21 - 35 1,58 ± 0,05 1,60 ± 0,05 1,61 ± 0,02 1,62 ± 0,04
1-35 1,49 ± 0,03 1,50 ± 0,03 1,50 ±0,01 1,51 ± 0,02
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 19:00, dan 22:00 s/d 01:00); P-2: ransum
disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 20:00, dan 22:00 s/d 03:00); P-3: ransum
69
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 21:00, dan 22:00 s/d 05;00) dari umur 21
s/d 35 hari.
Karkas dan Lemak Abdomen
Bobot karkas dan lemak abdomen yang diukur
dinyatakan dalam % bobot hidup. Data bobot karkas
dan lemak abdomen disajikan pada Tabel 10.
Berdasarkan analisis data pada Tabel 10.
menunjukkan bahwa bobot karkas dan lemak abdomen
pada kelompok ayam yang mendapatkan pembatasan
pemberian ransum tidak berbeda (P>0,05) dengan
kelompok ayam yang diberi ransum ad libitum di akhir
pemeliharaan (35 hari). Hasil ini sejalan dengan
penelitian Ahmad (2004) bahwa pembatasan ransum
dengan penyediaan ransum selama 6 jam/hari pada
ayam broiler melalui sistem intermittent feeding dari
umur 14 s/d 42 hari menghasilkan bobot karkas yang
tidak berbeda dengan kelompok ayam yang diberi
ransum ad libitum (67,11 vs 67,75%). Lebih lanjut,
Boostani et al. (2010) melaporkan bahwa penyediaan
ransum selama 8 jam/hari selama periode grower (21-35
hari) tidak mempengaruhi bobot karkas ayam broiler.
Demikian juga halnya dengan bobot lemak
abdomen yang relatif tidak berbeda diantara ayam yang
mendapat pembatasan ransum dengan ayam yang diberi
ransum ad libitum. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan
laporan Willis dan Reid (2008) bahwa pemberian ransum
mulai 8 jam/hari (08:00 s/d 16:00) dari umur 8 s/d 49
70
hari tidak berpengaruh terhadap kandungan lemak
abdomen ayam broiler. Demikian juga dengan laporan
Boostani et al. (2010) bahwa bobot lemak abdomen pada
ayam yang mendapat penyediaan ransum selama 8
jam/hari selama periode grower (21-35 hari) tidak tidak
berbeda dengan ayam diberi ransum ad libitum.
Kondisi demikian mungkin saja dapat terjadi
dikarenakan proses pertumbuhan lemak tetap
berlangsung meskipun dalam kondisi penyediaan
ransum terbatas.
Tabel 10.
Bobot karkas dan lemak abdomen ayam berdasarkan
perlakuan pengaturan pemberian ransum pada umur 35 hari.
Peubah Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3
Karkas (g) 1579,80 ± 47,75a 1480,30 ± 42,56b 1476,80 ± 55,28b 1543,30 ± 15,92a
Karkas (%) 76,98 ± 0,70 75,93 ± 0,96 76,10 ± 0,82 76,29 ± 0,75
Lemak Abdomen (%) 1,91 ± 0,23 1,84 ± 0,10 1,90 ± 0,16 1,92 ± 0,11
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan selama 9 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 19:00, dan 22:00 s/d 01:00); P-2: ransum
disediakan selama 12 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 20:00, dan 22:00 s/d 03:00); P-3: ransum
disediakan selama 15 jam/hari (07:00 s/d 10:00,
16:00 s/d 21:00, dan 22:00 s/d 05;00) dari umur 21
s/d 35 hari.
71
BAB V
STRATEGI PEMBERIAN RANSUM SELAMA
PERIODE PEMELIHARAAN DARI UMUR
1 S/D 35 HARI
Strategi pembatasan ransum pada penelitian ke 3
ini dilakukan selama pemeliharaan, yaitu dari umur 1
sampai 35 hari. Penerapan pengaturan pemberian
ransum dirancang selama periode starter dan grower
untuk memperbaiki efisiensi penggunaan ransum dan
mempertahankan kinerja produksi, disamping
mengurangi biaya produksi dari ransum. Respon utama
yang menjadi pengamatan meliputi konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot
karkas dan lemak abdomen.
Konsumsi Ransum
Selama periode pemeliharaan, konsumsi ransum
diukur setiap hari kemudian dijumlahkan dan diambil
rataan konsumsi per ekor per minggu. Rataan konsumsi
ransum mingguan selama pemeliharaan disajikan pada
Tabel 11.
Konsumsi ransum pada semua kelompok ayam
yang mendapat pembatasan ransum lebih rendah
(P<0,05) dari P-0 selama periode pembatasan dari umur
1 s/d 21 hari. Diantara kelompok ayam yang mendapat
72
pembatasan pemberian ransum, konsumsi ransum pada
P-1 dan P-2 lebih rendah (P<0,05) dari P-3 dan P-4. Hasil
demikian menunjukkan bahwa kemampuan ayam
mengkonsumsi ransum menurun dengan waktu
ketersediaan ransum selama 8 dan 16 jam/hari.
Penurunan konsumsi ransum ini wajar terjadi selama
periode pembatasan pemberian ransum dikarenakan
waktu ketersediaan ransum terbatas. Penurunan
konsumsi ransum selama periode pembatasan
pemberian ransum pada P-1 dan P-2, P-3 dan P-4
masing-masing sekitar 30,26 dan 17,04%.
Hasil ini memberi indikasi bahwa konsumsi
ransum menurun dengan penurunan waktu
ketersediaan ransum. Penurunan konsumsi tersebut
wajar terjadi karena waktu ketersediaan ransum yang
terbatas menyebabkan aktivitas makan menjadi
terbatas. Aktivitas makan pada ayam dipengaruhi oleh
ketersediaan ransum dan apabila disediakan ad libitum
ransum akan dikonsumsi lebih banyak. Hasil ini tidak
jauh berbeda dengan laporan Azis et al. (2011) bahwa
ayam broiler yang mendapat waktu ketersediaan ransum
selama 8 jam/hari (08:00-12:00 dan 16:00-20:00) dari
umur 7 s/d 21 hari mengkonsumsi ransum sebanyak
84,92% dari konsumsi ayam yang diberi ransum ad
libitum. Demikian juga halnya dengan laporan Susbilla et
al. (2003) bahwa konsumsi ransum lebih rendah 20%
pada ayam broiler yang mendapat pembatasan ransum
melalui pemberian ransum secara periodik (meal feeding)
73
dari jam 07:00-10:00, 12:00-15:00 dan 17:00-22:00 dari
umur 5 s/d 17 hari.
Selama periode umur 22 s/d 35 hari, konsumsi
ransum pada kelompok ayam yang mendapat
pembatasan pemberian ransum (P-1 dan P-3) tidak
berbeda dengan R-0 (P>0,05). Hal demikian
menunjukkan bahwa pola konsumsi ransum
berlangsung normal setelah beradaptasi dengan
pemberian ransum ad libitum. Hasil ini sejalan dengan
laporan Azis et al. (2011) bahwa konsumsi ransum pada
kelompok ayam yang mendapat pemberian ransum
selama 8 jam/hari (08:00-12:00 dan 16:00-20:00) dari
umur 7 s/d 21 hari tidak berbeda dengan kontrol selama
periode pemulihan dari umur 21 s/d 42 hari. Berbeda
dengan pada P-2 dan P-4, konsumsi ransum lebih
rendah (P<0,05) dari P-0 pada kondisi ransum tersedia
selama 16 jam/hari. Penurunan konsumsi ransum pada
P-2 dan P-4 masing-masing sekitar 4,72 dan 4,20%.
Fakta di atas menunjukkan bahwa konsumsi
ransum berlangsung normal dengan pemberian ransum
ad libitum setelah ayam dibebaskan dari pembatasan
pemberian ransum. Hasil ini sejalan dengan laporan Azis
et al. (2011) bahwa konsumsi ransum pada kelompok
ayam yang mendapat pemberian ransum selama 8
jam/hari (08:00-12:00 dan 16:00-20:00) dari umur 7 s/d
21 hari tidak berbeda dengan kontrol selama periode
pemulihan dari umur 21 s/d 42 hari. Namun demikian,
pada kelompok ayam yang tetap mendapatkan
74
pembatasan pemberian ransum (P-2 dan P-4) tidak
dapat menunjukkan kemampuannya untuk
mengkompensasi konsumsi meskipun waktu
ketersediaan ransum lebih lama. Hasil ini berbeda
dengan laporan sebelumnya bahwa jumlah konsumsi
ransum pada ayam broiler yang mendapat pembatasan
pemberian ransum pada periode grower (21-35 hari)
selama 15 jam/hari tidak berbeda dengan ayam yang
diberi ransum ad libitum (Azis dan Afriani, 2017).
Tabel 11.
Konsumsi ransum (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan
pemberian ransum selama pemeliharaan Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3 P - 4
1 – 21 1324,44 ± 32,67a 932,08 ± 39,54c 915,32 ± 37,70c 1096,24 ± 19,62b 1101,35 ± 5,99b
22 – 35 2230,24 ± 50,36ab 2238,63 ± 90,70ab 2124,89 ± 24,66b 2296,28 ± 22,96a 2136,64 ± 59,60b
1 - 35 3554,69 ± 80,22a 3170,71 ± 129,75c 3040,20 ± 54,38d 3392,52 ± 23,52b 3237,99 ± 62,12c
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: : ransum
disediakan 8 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-20:00)
dari umur 1-21 hari dan ad libitum dari umur 22-35
hari; P-2: ransum disediakan 8 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-20:00) dari umur 1-21 hari dan 16
jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 22-35
hari; P-3: ransum disediakan 16 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-21 hari dan ad
libitum dari umur 22-35 hari; P-4: ransum disediakan
16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-
21 hari, dan 16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00)
dari umur 22-35 hari
75
Tabel 12.
Pertambahan bobot badan ayam (g/ekor) menurut perlakuan pembatasan pemberian ransum selama pemeliharaan
Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3 P - 4
1 - 21 991,48 ± 27,06a 779,20 ± 38,41c 770,96 ± 35,78c 905,30 ± 26,90b 897,25 ± 18,69b
22 - 35 1304,09 ± 17,57 1345,20 ± 94,87 1304,77 ± 23,03 1310,30 ± 52,34 1270,80 ± 71,84
1 - 35 2295,58 ± 30,16a 2124,39 ± 129,00bc 2075,73 ± 15,43bc 2215,60 ± 31,25ab 2168,05 ± 31,25bc
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: : ransum
disediakan 8 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-20:00)
dari umur 1-21 hari dan ad libitum dari umur 22-35
hari; P-2: ransum disediakan 8 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-20:00) dari umur 1-21 hari dan 16
jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 22-35
hari; P-3: ransum disediakan 16 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-21 hari dan ad
libitum dari umur 22-35 hari; P-4: ransum disediakan
16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-
21 hari, dan 16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00)
dari umur 22-35 hari.
Total konsumsi ransum dari umur 1 s/d 35 hari
pada semua kelompok ayam yang mendapat pembatasan
pemberian ransum (P-1, P-2, P-3 dan P-4) lebih rendah
(P<0,05) dari ayam yang diberi ransum ad libitum (P-0).
Di antara kelompok ayam yang mendapatkan
pembatasan pemberian ransum pada P-2 lebih rendah
(P<0,05) dibandingkan dengan P-1, P-3 dan P-4. Hasil ini
sejalan dengan laporan Boostani et al. (2010) bahwa
konsumsi ransum pada ayam yang mendapat
penyediaan ransum selama 8 jam/hari selama periode
grower (21-35 hari) nyata lebih rendah dari ayam diberi
ransum ad libitum.
76
Pertambahan Bobot Badan
Selama periode umur 1 s/d 21 hari, pertambahan
bobot badan pada semua kelompok ayam yang
mendapat pembatasan pemberian ransum (P-1, P-2, P-3
dan P-4) lebih rendah (P<0,05) dari P-0 (Tabel 12). Di
antara kelompok ayam yang mendapat pembatasan
pemberian ransum, pertambahan bobot badan pada P-1
dan P-2 lebih rendah (P<0,05) dari P-3 dan P-4.
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa
pembatasan pemberian ransum dengan ketersediaan
ransum selama 8 dan 16 jam/hari selama periode awal
(1-21 hari) menyebabkan penurunan pertambahan bobot
badan. Penurunan pertambahan bobot badan pada
kelompok ayam dengan ketersediaan ransum 8 jam/hari
(P-1 dan P-2) dan 16 jam/hari (P-3 dan P-4) masing-
masing sekitar 21,83 dan 9,10%. Hasil ini sejalan
dengan laporan terdahulu bahwa pertambahan bobot
badan ayam broiler yang mendapat waktu ketersediaan
ransum selama 8 jam/hari (08:00-12:00 dan 16:00-
20:00) dari umur 7 s/d 21 hari lebih rendah dari ayam
yang diberi ransum ad libitum (629,03 vs 696,61 g)
dengan penurunan bobot badan sekitar 6,95% (Azis et
al,. 2011).
Penurunan pertambahan bobot badan tersebut
dapat terjadi akibat terbatasnya konsumsi energi dan
nutrisi sehingga kebutuhan untuk memaksimalkan
pertumbuhan jaringan belum terpenuhi. Beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan
77
pertambahan bobot badan selama periode pembatasan
ransum antara lain dikarenakan penurunan konsumsi
energi dan protein sehingga menyebabkan terbatasnya
suplai nutrisi dan energi untuk menunjang
pertumbuhan jaringan (Hornick et al., 2000; Azis et al.,
2011), penurunan hormon tiroksin (Hassanabadi dan
Moghaddam, 2006; Rajman et al., 2006; Zhan et al.,
2007), penurunan aktivitas enzim yang berhubungan
dengan pencernaan protein (Susbilla et al., 2003).
Selama periode umur 22 s/d 35 hari, laju
pertambahan bobot badan pada semua kelompok ayam
yang mendapat pembatasan pemberian ransum (P-1, P-
2, P-3 dan P-4) tidak berbeda (P>0,05) dengan kelompok
ayam yang diberi ransum ad libitum (P-0). Fakta ini
menunjukkan bahwa laju pertumbuhan selama periode
pemulihan berlangsung normal meskipun terdapat 2
kelompok perlakuan yang mendapat pembatasan
pemberian ransum dengan ketersediaan ransum selama
16 jam/hari (P-2 dan P-4). Hal ini menunjukkan ada
indikasi pertumbuhan kompensasi pada kelompok ayam
yang mendapat pembatasan ransum. Hasil ini sejalan
dengan laporan Azis et al. (2013) bahwa pembatasan
pemberian ransum selama 15 jam/hari dari umur 7 s/d
21 hari dapat menghasilkan pertumbuhan kompensasi
selama periode umur 22 s/d 35 hari. Pencapaian
pertumbuhan kompensasi ini diperlihatkan dengan
bobot badan akhir yang tidak berbeda antara perlakuan
P-3 dengan ayam yang diberi ransum ad libitum (P-0)
78
pada umur 35 hari (Gambar 2). Indikasi pertumbuhan
kompensasi tersebut terjadi sebagai upaya hewan untuk
mencapai bobot badan normal (Hornick et al., 2000;
Pinheiro et al., 2004). Hasil ini menunjukkan bahwa
apabila ayam dipulihkan dengan pemberian ransum ad
libitum setelah mendapat pembatasan ransum dapat
memperlihatkan pertumbuhan kompensasi dan mampu
menghasilkan bobot badan akhir yang tidak berbeda
dengan ayam yang diberi ransum ad libitum.
Kemampuan ayam untuk beradaptasi terhadap
kondisi ketersediaan ransum untuk mencapai
pertumbuhan normal sesuai dengan umur fisiologis
menjadi faktor utama terhadap pencapaian bobot badan
akhir. Gous dan Cherry (2004) melaporkan bahwa
percepatan pertumbuhan pada ayam dapat terjadi akibat
pembatasan ransum apabila mendekati tahap akhir
periode pertumbuhan. Fenomena ini terlihat pada ayam
Gambar 2. Perkembangan bobot badan ayam menurut perlakuan
pembatasan pemberian ransum selama pemeliharaan
79
broiler yang mendapat pembatasan ransum melalui
pemberian ransum secara berselang waktu (intermittent
feeding) mampu beradaptasi dengan cepat dengan
indikasi tidak terdapat perbedaan pertambahan bobot
badan dengan ayam yang diberi ransum ad libitum
(Svihus et al., 2010). Faktor pemenuhan kebutuhan
energi melalui pemenuhan kapasitas fisik dan
pengendalian mekanisme kenyang (Barbato et al., 1984;
Barbato, 1994; Bokkers dan Koene, 2003) merupakan
upaya ayam beradaptasi terhadap pembatasan ransum
untuk memenuhi kebutuhan ransum, sehingga
kebutuhan energi dapat dipenuhi untuk
memaksimalkan pertumbuhan. Kondisi ini dapat dicapai
selama waktu ransum tersedia dengan mengkonsumsi
ransum lebih banyak (Savory dan Hodgkiss, 1984; Xin et
al., 1993) dengan memanfaatkan tembolok dan gizzard
sebagai organ penyimpanan makanan apabila
diadaptasikan pada pembatasan ransum dalam periode
yang panjang (Barash et al., 1993; Buyse, et al., 1993).
Namun demikian, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa apabila pembatasan pemberian
ransum berlangsung hingga umur 35 hari dengan
ketersediaan pemberian ransum 16 jam/hari tidak dapat
memperlihatkan pencapaian bobot akhir yang sama
dengan ayam yang diberi ransum ad libitum. Beberapa
hasil penelitian pengaturan pemberian ransum
sebagaimana dilaporkan oleh Mahmood et al. (2005)
bahwa pembatasan ransum melalui feed withdrawal
80
selama 8 jam (9:00 s/d 19:00) dari umur 14 s/d 42 hari
memberikan pertambahan bobot badan ayam yang lebih
baik dibandingkan dengan sistem pemberian ransum ad
libitum (1275 vs 1165 g). Namun demikian, Khetani et al.
(2009) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan
ayam yang mendapat pembatasan ransum melalui feed
withdrawal selama 12 jam (19:00 s/d 07:00) dari umur
22 s/d 35 hari lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol (73,30±4,89 vs 88,30±4,89 g/hari). Hal yang
sama juga dilaporkan oleh Ahmad (2004) bahwa
pemberian ransum melalui sistem intermittent feeding (1
jam ransum disediakan dan 3 jam dikosongkan selama
siklus 24 jam ) dari umur 14 s/d 42 hari menghasilkan
pertambahan bobot badan yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemberian ransum ad libitum
(1590,10 vs 1673,10 g). Perbedaan hasil tersebut
menunjukkan bahwa batasan waktu ketersediaan
ransum dan rentang waktu penerapannya sangat
berpengaruh terhadap pencapaian bobot badan ayam
pada umur panen.
Konversi Ransum
Berdasarkan data pada Tabel 13., konversi
ransum selama periode umur 1 s/d 21 hari pada semua
kelompok ayam yang mendapat pembatasan pemberian
ransum (P-1, P-2, P-3 dan P-4) lebih rendah (P<0,05)
dibandingkan dengan P-0. Nilai konversi ransum tidak
berbeda diantara semua kelompok ayam yang mendapat
pembatasan pemberian ransum selama periode ini.
81
Selama periode umur 22 s/d 35 hari atau 1 s/d 35 hari,
nilai konversi ransum pada P-2 lebih rendah (P<0,05)
dibandingkan dengan P-0 dan P-3. Hasil ini menjelaskan
bahwa penerapan pembatasan pemberian ransum
selama pemeliharaan dapat memperbaiki efisiensi
penggunaan ransum seiring dengan membatasi
kelebihan konsumsi ransum (overcomsumption).
Perbaikan konversi ransum yang dicapai penelitian ini
sejalan dengan laporan Svihus et al. (2010) bahwa
terdapat peningkatan efisiensi penggunaan ransum pada
ayam broiler yang diberi ransum melalui intermittent
feeding dibandingkan dengan pemberian ransum ad
libitum.
Tabel 13.
Konversi ransum (g/g) menurut perlakuan pembatasan
pemberian ransum selama pemeliharaan Umur
(hari)
Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3 P - 4
1 - 21 1,34±0,03a 1,19±0,04b 1,19±0,06b 1,21±0,02b 1,22±0,02b
22 - 35 1,71±0,06ab 1,67±0,05bc 1,63±0,03c 1,75±0,06a 1,68±0,05abc
1 - 35 1,55±0,03a 1,49±0,03bc 1,46±0,03c 1,53 ±0,02ab 1,49±0,04bc
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan 8 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-20:00)
dari umur 1-21 hari dan ad libitum dari umur 22-35
hari; P-2: ransum disediakan 8 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-20:00) dari umur 1-21 hari dan 16
jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 22-35
hari; P-3: ransum disediakan 16 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-21 hari dan ad
libitum dari umur 22-35 hari; P-4: ransum disediakan
16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-
21 hari, dan 16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00)
dari umur 22-35 hari
82
Karkas dan Lemak Abdomen
Bobot karkas dan lemak abdomen yang diukur
dinyatakan dalam % bobot hidup. Data bobot karkas
dan lemak abdomen disajikan pada Tabel. 14.
Tabel 14.
Bobot karkas dan lemak abdomen ayam berdasarkan
perlakuan pengaturan pemberian ransum pada di akhir
pemeliaraan umur 35 hari.
Umur (hari) Perlakuan
P - 0 P - 1 P - 2 P - 3 P - 4
Karkas (%) 74,80±1,59 75,14±0,91 73,68±1,08 75,71±0,38 74,21±1,56
Lemak Abdomen (%) 1,56±0,19 1,59±0,27 1,56±0,21 1,65±0,40 1,69±0,33
Keterangan: Superkrip dengan huruf kecil yang berbeda pada
baris yang sama, berbeda pada level 5% (P<0,05) P-0:
ransum disediakan ad libitum; P-1: ransum
disediakan 8 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-20:00)
dari umur 1-21 hari dan ad libitum dari umur 22-35
hari; P-2: ransum disediakan 8 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-20:00) dari umur 1-21 hari dan 16
jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 22-35
hari; P-3: ransum disediakan 16 jam/hari (07:00-
11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-21 hari dan ad
libitum dari umur 22-35 hari; P-4: ransum disediakan
16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00) dari umur 1-
21 hari, dan 16 jam/hari (07:00-11:00; 16:00-24:00)
dari umur 22-35 hari
Berdasarkan analisis data pada Tabel 18.,
menunjukkan bahwa bobot karkas dan lemak abdomen
pada kelompok ayam yang mendapatkan pembatasan
pemberian ransum tidak berbeda (P>0,05) dengan
kelompok ayam yang diberi ransum ad libitum di akhir
pemeliharaan (35 hari). Hal ini mungkin berhubungan
dengan laju pertumbuhan yang berlangsung normal
selama periode grower, meskipun terjadi penurunan
83
pertumbuhan selama periode starter, sehingga dapat
menghasilkan bobot karkas tidak berbeda diantara
semua perlakuan. Hasil ini sejalan dengan laporan Al-
Khair, et al. (2017) bahwa bobot karkas pada ayam
broiler yang mendapat pembatasan waktu pemberian
ransum selama 3 dan 6 jam per hari dari umur 8 sampai
28 hari tidak berbeda dengan ayam yang diberi ransum
ad libitum.
Pada sisi lain, dugaan terjadinya kelebihan
konsumsi energi pada kelompok ayam yang mendapat
pembatasan ransum selama periode pemulihan
merupakan faktor yang menyebabkan kandungan lemak
abdomen tidak berbeda dengan kelompok ayam yang
diberi ransum ad libitum. Berdasarkan fakta yang
ditemukan terlihat bahwa pembatasan pemberian
ransum masih memungkinkan terjadinya kelebihan
konsumsi energi sehingga kelebihan energi tersebut
tetap disimpan sebagai cadangan dan digunakan untuk
sintesis lemak yang kemudian diakumulasikan dalan
jaringan lemak. Hal ini mungkin dikarenakan mobilisasi
lemak untuk suplai energi dalam tubuh tidak terjadi,
mengingat lemak abdomen sangat mudah dimobilisasi
selama ransum tidak tersedia. Hasil ini sejalan dengan
laporan Mohebodini et al. (2009) bahwa tidak terdapat
perbedaan bobot lemak abdomen pada ayam broiler yang
mendapat pembatasan ransum melalui intermittent
feeding dari umur 7 s/d 21 hari dengan kontrol pada
umur 42 hari (1,05 vs 1,09%). Demikian juga dengan
84
laporan Boostani et al. (2010) bahwa ayam yang
mendapat penyediaan ransum selama 8 jam/hari selama
periode grower (21-35 hari) memiliki bobot lemak
abdomen yang sama dengan ayam diberi ransum ad
libitum.
Praktek manajemen pemberian ransum pada
peternakan ayam broiler dengan teknik pembatasan
waktu pemberian ransum selama 9 jam/hari (periode
starter atau grower) atau 8 jam/hari (periode starter) dan
16 jam/hari (periode grower) dapat memperbaiki efisiensi
penggunaan ransum. Metode ini lebih praktis dan dapat
diterapkan pada peternakan ayam broiler dengan sistem
pemberian ransum secara manual atau outomatik.
85
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Hafeez, H. M., E.S.E. Saleh, S.S. Tawfeek, I.M.I.
Youssef, and A.S.A. Abdel-Daim. 2016. Effects of
probiotic, prebiotic, and synbiotic with and
without feed restriction on performance,
hematological indices and carcass characteristics
of broiler chickens, Asian-Australasian J. Anim.
Sci. 30: 672-682.
Abu-Dieyeh, Z. H. M. 2006. Effect of chronic heat stress
and long-term feed restriction on broiler
performance. Int. J. Poult. Sci. 2:185-190.
Acar, N., F.G. Sizemore, G.R. Leach, R.F. Wideman Jr.,
R.L. Owen, dan G.F. Barbato. 1995. Growth of
broiler chickens in response to feed restriction
regimens to reduce ascites. Poult. Sci. 74: 833-
843.
Ahmad, F. 2004. Effect of Feeding Management on the
Performnce and Physiological Response of Broiler
during Summer. Ph.D Dissertation. Faculty of
Animal Husbandry University of Agriculture,
Faisalabad, Pakistan
Al-Aqil, A., I. Zulkifli, A.Q. Sazili, A.R. Omar, and M.A.
Rajion. 2009. The effects of the hot, humid
tropical climate and early age feed restriction on
stress and fear responses, and performance in
broiler chickens. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 22(11):
1581-1586.
Alkhair, S.M., N.A. Musharaf, I.I. Hamid, and O.I.
Alkurdi. 2017. The effect of limiting feeding time
by three and six hours per day during the starter
period on broiler performance. Int. J. Livest. Prod.
8(8): 125-130.
86
Al-Taleb, S.S. 2003. Effect of an early feed restriction of
broiler on productive performance and carcass
quality. J. Animal and Veterinary Advance, 4: 293-
296
Apeldoom, E. J., J. W. Schrama, M. M. Mashaly, and H.
K. Parmentier. 1999. Effect of melatonin and
lighting schedule on energy metabolism in broiler
chickens. Poul. Sci. 78:223-229
Arafa, A.S., S.M. Bootwalla, and R.H. Harm. 1985.
Influence of dietary energy restriction on yield and
quality of broiler parts. Poult. Sci. 64: 1914-1920
Ashworth, A., 1969. Growth rate in children recovering
from protein-calorie malnutrition. Br. J. Nutr. 23:
835-845
Ashworth, A., and D.J. Millword. 1986. Catch-up growth
in children. Nutrition Review, 44: 157-163
Azarnik, A., M. Bojarpour, M. Eslami, M.R. Ghorbani,
and K. Mirzadeh. 2010. The effect of different level
of diet protein on broiler performance in ad libitum
and feed restriction method. J. Animal and
Veterinary Advance. 9: 631-634
Azis, A., F. Manin, and Afriani. 2010. Penampilan
produksi ayam broiler yang diberi Bacillus
circulans and Bacillus sp. selama periode
pemulihan setelah pembatasan ransum. Media
Peternakan, 33(1): 12-17
Azis, A., H. Abbas, Y. Heryandi and E. Kusnadi. 2011.
Pertumbuhan kompensasi and efisiensi produksi
ayam broiler yang mendapat pembatasan waktu
makan. Media Peternakan, 34(1): 50-57.
Azis, A., Zubaidah, and Berliana. 2013. The effect of
feeding time restriction during the starter period
on compensatory growth and thyroid hormone
concentrations of broiler chickens. Int. J. Poult.
Sci. 12: 740-745.
87
Azis, A., and Afriani. 2017. Effect of feeding time
restriction during the growing period on growth
performance of broiler chickens. Asian J. Poult.
Sci. 11: 70-74
Ballay, M., E.A. Dunnington, W.B. Gross, and P.B.
Siegel. 1992. Restricted feeding and broiler
performance: Age at initiation and length of
restriction. Poult. Sci. 71: 440-447.
Balog, J.M., N.B. Anthony, M.A. Cooper, B.D. Kidd, G.R.
Huff, W.E. Huff, and N.C. Rath. 2000. Ascites
syndrome and related pathologies in feed
restricted broilers raised in a hypobaric chamber.
Poult. Sci. 79: 318-323.
Banong, S., and M.R. Hakim. 2011. Pengaruh umur and
lama pemuasaan terhadap performans and
karakteristik karkas ayam pedaging. JITP. 1(2):
98-106.
Barash, I., Z. Nitsan, and I. Nir. 1993. Adaptation of
light-bodied chicks to meal feeding:
Gastrointestinal tract and pancreatic enzymes. Br.
Poult. Sci. 34:35-42.
Barbato, G.F., P.B. Siegel, J.A. Cherry, and I. Nir. 1984.
Selection for body weight at eight weeks of age. 17.
Overfeeding. Poult. Sci. 63: 11-18.
Barbato, G.F. 1994. Genetic control of food intake in
chickens. J. Nutr. 124: 1341-1348;
Barnes, B.A, and B.F. Miller. 1981. Protein restriction
and growth in roaster chicks. Poult. Sci. 60: 336-
341.
Beane, W.L., J.A. Cherry, and W.D. Weaver, Jr. 1977.
Light control and restricted feeding of broilers.
Poult. Sci. 56: 1696 (Abstr.).
Becker, W.A., J.V. Spencer, L.W. Mirosh, and J.A.
Verstrate. 1979. Heritabilities and genetic
correlations of live carcass weight and abdominal
fat in female broiler. Poult. Sci. 58: 1035 (Abstr.).
88
Benyi, K., O. Acheampong-Boateng, D. Norris, M.
Mathoho, and M. S. Mikasi. 2009. The response of
Ross 308 and Hybro broiler chickens to early and
late skip-a-day feed restriction. Trop. Anim. Health
Prod. 41: 1707-1713
Benyi, K., O. Acheampong-Boateng, D. Norris, and T. J.
Ligaraba. 2010. Response of Ross 308 and
Hubbard broiler chickens to feed removal for
different durations during the day. Trop. Anim.
Health. Prod. 42:1421-1426.
Biviano, A. B., C. Martınez del Rio, and D. L. Phillips.
1993. Ontogenesis of intestine morphology and
intestinal disaccharidases in chickens (Gallus
gallus) fed contrasting purified diets. J. Comp.
Physiol, B. 163: 508-518.
Blair, R., R.C. Newberry, and E. E. Gardinen. 1993.
Effects of lighting pattern and dietary triptophan
supplementation on growth and mortality in
broilers. Poult. Sci. 72:495-502.
Boekhol, H.A., Ph. Van Der Grinten, V.V. A.M. Schreurs,
M.J.N. Los, and C.P. Leffering. 1994. Effect of
dietary energy restriction on retention of protein,
fat and energy in broiler chickens. Br. Poult. Sci.
35: 603-614.
Bokkers, E.A.M., and P. Koene, 2003. Eating behaviour,
and preprandial and postprandial correlations in
male broiler and layer chickens. Br. Poult. Sci. 44:
538-544
Boostani, A., A. Ashayerizadeh, H.R. Mahmoodian Fard,
and A. Kamalzadeh. 2010. Comparison of the
effects of several feed restriction periods to control
ascites on performance, carcass characteristics
and hematological indices of broiler chickens.
Braz. J. Poult. Sci. 12(3): 171-177
Buckland, R.B. 1975. The effect of intermittent light
programmes on the production of market chickens
and turkeys. World’s Poult. Sci. J. 31: 262-270.
89
Butzen, F.M., A.M.L. Ribeiro, M.M. Vieira, A.M. Kessler,
J.C. Dadalt, and M.P. Della. 2013. Early feed
restriction in broilers. I– Performance, body
fraction weights, and meat quality. J. Appl. Poult.
Res. 22: 251-259.
Butzen, F.M., M.M. Vieira, A.M. Kessler, P.C.
Aristimunha, F.R. Marx, L. Bockor, and A.M.L.
Ribeiro. 2015. Early feed restriction in broilers. II:
Body composition and nutrient gain. J. Appl.
Poult. Res. 24: 198-205.
Buys, N., J. Buyse, M. Hassanzadeh, and E. Decuypere.
1998. Intermittent lighting reduces the incidence
of ascites in broilers: an interaction with protein
content of feed on performance and the endocrine
system. Poult. Sci. 77:54-61
Buyse, J., E. R. Kuhn, and E. Decuypere, 1996. The use
of intermittent lighting in broiler raising. 1. Effect
on broiler performance and efficiency of nitrogen
retention. Poult. Sci. 75: 589-594
Buyse, J., E. Decuypere, V.M. Darras, L.M. Vleurick, E.R.
Kuhn, and J.D. Veldhuis. 2000. Food deprivation
and feeding of broiler chickens is associated with
rapid and interdependent changes in the
somatotrophic and thyrotrophic axes. Br. Poultry
Sci. 41:107-116.
Cabel, M.C., and P.W. Waldroup. 1988. Comparison of
different nutrient restriction programs for
abdominal fat reduction in broilers. Poult. Sci.
67(Suppl. 1): 6 (Abstr.).
Camacho, M.A., M.E. Suarez, J.G. Herrera, J.M. Cuca,
and C.M. Garcia-Bojalil. 2004. Effect of age of feed
restriction and microelement supplementation to
control ascites on production and carcass
characteristics of broiler. Poult. Sci. 83: 526-532.
Casirola, D. M., B. Rifkin, W. Tsai, and R.P. Ferraris.
1997. Adaptation of intestinal nutrient transport
90
to chronic caloric restriction in mice. Am. J.
Physiol. 271:G192-G200.
Cave, N.A.G., A.H. Bentley, and H. MacLean. 1985. The
effect of intermittent lighting on growth, feed:gain
ratio, and abdominal fat content of broiler
chickens of various genotypes and sex. Poult. Sci.
64: 447-453.
Chambers, J. R. 1990. Genetics of growth and meat
production in chickens. In Quantitative Genetics
and Selection. R.D. Crawford. (Ed). Poultry
Breeding and Genetics. Elsevier, Amsterdam, The
Netherlands
Cherry, J. A., P. B. Siegel, and W. L. Beane. 1978,
Genetic-nutritional relationships in growth and
carcass characteristics of broiler chickens. Poult.
Sci. 57: 1482-1487.
Cherry, J.A., W.J. Swartworth, dan P.B. Siegel. 1984.
Adipose cellularity studies in commercial broiler
chicks. Poult. Sci. 63: 97-108.
Coles E. H., 1986. Liver function. In: Veterinary Clinical
Pathology. E.H. Coles, 3rd (ed). WB Saunders
de Jong, I. C., A. S. van Voorst, dan H. J. Blokhuis.
2003. Parameters for quantification of hunger in
broiler breeders. Physiol. Behav. 78:773-783..
Deaton, J. W., F. N. Reece, L. F. Kubena, B. D. Colt, and
J. D. May. 1973. The ability of the broiler to
compensate for early growth depression. Poult.
Sci. 52: 262-265.
Deaton, J.W., F.N. Reece, and J.L. McNaughton. 1978.
Effect of intermittent light on broilers reared under
moderate temperature conditions. Poult. Sci. 57:
785-788.
Demir, E., S. Sarica, A. Sekeroglu, M. A. Ozcan, and Y.
Seker. 2004. Effects of early and late feed
restriction or feed withdrawal on growth
performance, ascites and blood constituents of
91
broiler chickens. Acta Scandinavica, Saction A-
Animal Science, 54(3): 152-158.
Dickerson, G.E. 1978. Animal size and efficiency : Basic
concepts. Anim. Prod. 27: 367-379.
Dissanayake, D.M.N.D., and L.S. David. 2017. Effects of
quantitative feed restriction on the performance of
broiler chickens. AGRIEAST: J. Agr. Sci. 11: 8-16.
Downs, K.M., R.J. Lien, J.B. Hess, S.F. Bilgili, and W.A.
Dozier. 2006. The effects of photoperiod length,
light intensity, and feed energy on growth
responses and meat yield of broilers. J. Appl.
Poult. Res. 15:406-416.
Dozier, III. W.A., R.J. Lien, J.B. Hess, S.F. Bilgili, R.W.
Gordon, C. P. Laster, and S. L. Vieira. 2002.
Effects of early skip-a-day feed removal on broiler
live performance and carcass yield. J. Appl. Poult.
Res. 11:297–303.
Dykstra, C.R., and W.H. Karasov. 1992. Changes in gut
structure and function of house wrens
(Troglodytes aedon) in response to increased
energy demands. Physiol. Zool. 65:422-442.
Ferraris, R. P., and J. Diamond. 1997. Regulation of
intestinal sugar transport. Physiol. Rev. 77:257-
302.
Ferraris, R.P. 2001. Dietary and developmental
regulation of intestinal sugar transport. Biochem.
J. 36: 265-276.
Fontana, E.A., W.D. Weaver, Jr., B.A. Watkins, and D.M.
Denbow. 1992. Effect of early feed restriction on
growth, feed conversion and mortality in broiler
chickens. Poult. Sci. 71: 1296-1305.
Gonzales, E., J. Buyse, M. M. Loddi, T. S. Takita, N.
Buys, and E. Decuypere. 1998. Performance,
incidence of metabolic disturbances and endocrine
variables of food-restricted male broiler chickens.
Br. Poult. Sci. 39: 671-678.
92
Gonzales, A.J.M., O.M.E. Suarez, A. Pro-Martinez, and
C.C. Lopez. 2000. Feed restriction and salbutamol
to control ascites syndrome in broiler: 1.
Productive performance and carcass traits.
Agrociencia. 34: 283-292.
Gordon, S. H., and S. A. Tucker, 1997. Effect of Light
programme on broiler mortality, leg health and
performance. Br. Poult. Sci. (Suppl. ): S6
Gous, R. M., 1977, Uptake of certain amino acids in vitro
in chickens previously subjected to three methods
of dietary restriction. Br. Poult. Sci. 18: 511-517.
Gous, R. M., and P. Cherry. 2004. Effects of body weight
at, and lighting regimen and growth curve to, 20
weeks on laying performance in broiler breeders.
Br. Poultry Sci. 45: 445-452.
Govaerts, T., G. Room, J. Buyse, M. Lippens, G. degroote,
and E. Decuypere. 2000. Early and temporary
quantitative food restriction of broiler chickens. 2.
effect on allometric growth and growth hormone
secretion. Br. Poult. Sci. 41: 355-362.
Graham, N. M., and T. W. Searle, 1975, Studies in
weaner sheep during and after a period of weight
stasis. I. Energy and nitrogen utilization. Aust. J.
Agric. Res. 26:343-353.
Griffiths, L., S. Lesson, and J.D. Summers. 1977. Fat
deposition in broiler: Influence of system of dietary
energy evaluation and level of various fat sources
on productive performance, carcass composition
and fat pad size. Poult. Sci. 56: 1018-1026.
Gyles, N.R., A. Maeza, and T.L. Goodwin. 1984.
Regresion of abdominal fat in broiler on severe
feed restriction. Poult. Sci. 63: 1689-1694.
Hassanabadi, A., and H.N. Moghaddam. 2006. Effect of
early feed restriction on performance
characteristics and serum thyroxine of broiler
chickens. Int. J. Poult. Sci. 12: 1156-1159.
93
Havenstein, G. B., P. R. Ferket, and M. A. Qureshi. 2003.
Carcass composition and yield of 1957 versus
2001 broilers when fed representative 1957 and
2001 Broiler Diets. Poult. Sci. 82:1509-1518.
Holder, D.P., J.E. Jones, and K.K. Hale. 1977. Effect of
energy density, bird density and control feeding on
broiler performance. Poult. Sci. 56: 1723 (Abstr.).
Hood, R. L. 1982. The cellular basis for growth of the
abdominal fat pad in broiler type chickens. Poult.
Sci. 61: 117-121.
Hornick, J. L., C.V. Eenaeme, O. Gerard, I. Dufrasne,
and L. Istasse. 2000. Mechanisms of reduced and
compensatory growth. Domest. Anim. Endocrinol.
19: 121–132.
Howlider, M.A.R., and S.P. Rose. 1987. Temperature and
the growth of broilers. World’s Poult. Sci. 43: 228-
237.
Jang, I.S., S.Y. Kang, Y.H. Ko, S. Moon, and S.H. Sohn.
2009. Effect of qualitative and quantitative feed
restriction on growth performance and immune
function in broiler chickens. Asian-Aust. J. Anim.
Sci. 22(3): 388-395.
Jones, G.P.D., and D.J. Farrel. 1992a. Early life
restriction of broiler chickens : 1. Methods of
application, amino acids suplementation and the
age at which restriction should commence. Br.
Poult. Sci. 33: 579-587.
Jones, G.P.D., and D.J. Farrel. 1992b. Early life
restriction of broiler chickens : 2. Effect of
restriction on the development fat tissue. Br.
Poult. Sci. 33: 589-601.
Kalmar, I.D., D. Vanrompay, and G.P. Janssens. 2013.
Broiler ascites syndrome: Collateral damage from
efficient feed to meat conversion. Vet. J. 197:169-
174.
94
Khajali, F., A. Zamani-Moghaddam, and E. Asadi-
Khoshoei. 2007. Application of an early skip-a-day
feed restriction on physiological parameters,
carcass traits and development of ascites in male
broilers reared under regular or cold temperatures
at high altitude. Animal Sci. J. 78: 159-163.
Khantaprab, S. T. Nikki, and K. Nobukuni. 1997. Effect
of restricted feed intake on the growth of muscle
and the fat deposition in broiler chickens. Jpn.
Poult. Sci. 34: 362-372.
Khetani, T.L., T. T. Nkukwana, M. Chimonyo, and V.
Muchenje. 2009. Effect of quantitative feed
restriction on broiler performance. Trop. Anim.
Health Prod. 41:379-384
Kock, A.A. 1982. Kenitic model for growth as a function
of time and nutritional status. Growth, 46: 74-87.
Kubena, L.F., J.W. Deaton, T.C. Chen, and F.N. Reece,
1974. Factors influencing the quality of abdominal
fat in broilers. I. Rearing temperature, sex, age or
weight, and dietary choline chlorine and inositol
supplementation. Poult. Sci. 53: 211-214
Lee, K.H., and S. Leeson. 2001. Performance of broilers
fed limited quantities of feed or nutrients during
seven to fourteen days of age. Poult. Sci. 80 : 446-
454.
Leenstra, F.R. 1986. Effect of age, sex, genotype and
environment on fat deposition in broiler chickens:
A review. World’s Poult. Sci. 42: 12-25.
Lesson, S., and J.D. Summer. 1991. Commercial Poultry
Nutrition. University Books, Guelph, Ontario.
Leeson, S., J.D. Summers, and L.J. Caston. 1991. Diet
dilution and compensatory growth in broilers.
Poult. Sci. 70: 867-873.
Leeson, S., J.D. Summers, and L.J. Caston. 1992.
Response of broiler to feed restriction or diet
dilution in finisher periode. Poult. Sci. 71: 2056-
2064
95
Leeson, S., and A.K. Zubair. 1997. Nutrition of the broiler
chicken around the period of compensatory
growth. Poult. Sci. 76: 992-999.
Li, Y., T. Ito, M. Nishibori, and S. Yamamoto, 1992.
Effects of environmental temperature on heat
production associated with food intake and on
abdominal temperature in laying hens. Br. Poult.
Sci. 33: 113-122.
Lien, R.J., K.S. Macklin , J.B. Hess, W.A. Dozier III, and
S.F. Bilgili. 2008. Effects of early skip-a-day feed
removal and litter material on broiler live and
processing performance and litter bacterial levels.
Int. J. Poult. Sci. 2: 110-116.
Lippen, M., G. Room, G.D.E. Groote, and E. Decuypere.
2000. Early and temporary quantitative food
restriction of broiler chickens: 1. Effects on
performance characteristics, mortality and meat
quality. Br. Poult. Sci. 41: 343-354.
Lippens, M., G. Huyghebaert, and G. de Groote. 2002.
The efficiency of nitrogen retention during
compensatory growth of food-restricted broilers.
Br. Poult. Sci. 43: 669-676.
Longo, F. A.,N.K. Sakomura, M.R.B. Benatti,O. M.
Junqueira, and I. Zanella. 1999. Efeito da
restrição alimentar qualitativa precoce sobre o
desempenho, as características do trato
gastrintestinal e a carcaça de frangos de corte. R.
Bras. Zootec. 28: 1310-1318.
Lucas, A. 1998. Programming by early nutrition: An
experimental approach. J. Nutr. 128: 401S-406S.
Mahmood, S., S. Hasan, F. Ahmad, M. Ashraf, M. Alam,
and A. Muzaffar. 2005. Influence of feed
withdrawal for different durations on the
performance of broilers in summer. International
Journal of Agriculture and Biology 7: 975-978.
96
Mahmud, A., F.M. Khattak, Z. Ali, T.N. Pasha, and U.
Farooq. 2006. Early feed restriction, a tool to
improve the feed efficiency in broiler. Pakistan J.
Biol. Sci. 9(6): 1178-1180
Marks, H.L. 1979. Growth rate and feed intake of
selected and nonselected broilers. Growth, 43: 80-
90.
May, J. D., and B. D. Lott. 1994. Effects of light and
temperature on anticipatory feeding by broilers.
Poult. Sci. 73: 1398-1403.
McCartney, M.G., and H.B. Brown. 1977. The effect of
feed restriction time on growth and feed
conversion of broiler males. Poult. Sci. 56 : 713-
715.
McAndiel, G.R., C.A. Flood, and J.L. Koon. 1975. Control
feeding of broiler. Poult. Sci. 54: 1342 (Abstr).
McMurtry, J.P., R.W. Rosebrough, D.M. Brocht, G.L.
Francis, Z. Upton, and P. Phelps. 1988.
Assessment of developmental changes in chicken
and turkey insulin-like growth factor-II by
homologous radioimmunoassay. J. Endocrinology,
157: 463-473
Meltzer, A. 1983. The thermoneutral zone and resting
metabolic rate for broilers. Br. Poult. Sci. 24:471-
476
Meyer, J.H., and W.J. Clawson, 1964. Undernutrition
and subsequent realimentation in rat and sheep.
J. Anim. Sci. 23: 214-224.
Mohebodini, H., B. Dastar, M. Sham-Sharg, and S.
Zarehdaran. 2009. The comparison of early feed
restriction and meal feeding on performance,
carcass characteristics and blood constituents of
broiler chickens. J. Anim. and Vet. Adv. 8(10):
2069-2074.
Moran Jr, E.T. 1979. Carcass quality change with the
broiler chicken after diatery protein restriction
97
during the growing phase and finishing period
compensatory growth. Poult. Sci. 58: 1257-1270.
Mosier, H.D. Jr., 1986. The control of catch up growth.
Acta. Endocrinology, 113: 1-7.
Mushtaq, M. M. H., T.N. Pasha, T. Mushtaq, M. Akram,
S. Mahmood, U. Farooq, and R. Parvin. 2014.
Growth, water intake, litter moisture, carcass and
physiological traits of broiler chickens fed varying
levels and sources of potassium under phase
feeding system. Livest. Sci. 159: 61-66.
Newcombe, M., A.L. Cartwright, and J.M. Harter-Denis.
1992. The effect of increasing photoperiod and
food restriction in sexed broiler type birds. 1.
Growth and abdominal fat cellularity. Br. Poult.
Sci. 33: 415-425.
Nielsen, B. L., M. Litherland, and F. Noddegaard. 2003.
Effect of qualitative and quantitative feed
restriction on the activity of broiler chickens. Appl.
Anim. Behav. Sci. 83:309-323.
Novele, D.J., J.W. Ng’Ambi, D. Norris, and C.A.
Mbajiorgu. 2008. Effect of sex, level and period of
feed restriction during the starter stage on
productivity and carcass characteristics of ross
308 broiler chickens in South Africa. Int. Poult.
Sci. 7: 530-537.
Novele, D.J., J.W. Ng’ambi, D. Norris, and C.A.
Mbajiorgu. 2009. Effect of different feed restriction
regimes during the starter stage on productivity
and carcass characteristics of male and female
Ross 308 broiler chickens. Int. J. Poult. Sci. 8: 35-
39.
Olkowski, A.A., C. Wojnarowicz, S. Nain, B. Ling, J.M.
Alcom, and B. Laarveld. 2008. A study on
pathogenesis of sudden death in broiler chickens.
Res. Vet Sci. 85(1):131-140.
98
Onbasılar, E.E., S. Yalcın, E. Torlak, and P. Ozdemir.
2009. Effects of early feed restriction on live
performance, carcass characteristics, meat and
liver composition, some blood parameters,
heterophil-lymphocyte ratio, antibody production
and tonic immobility duration. Trop. Anim. Health
Prod. 41: 1513-1519
Ozkan, S., I. Plavnik, and S. Yahav. 2006. Effects of early
feed restriction on performance and ascites
development in broiler chickens subsequently
raised at low ambient temperature. J. Appl. Poult.
Res. 15: 9-19.
Pasternak, H., and B.A. Shalev, 1983. Genetic-economic
evaluation of traits in a broiler enterprise:
Reduction of food intake due to increase growth
rate. Br. Poult. Sci. 24: 531-536.
Patel, M. S., and M. Srinivasan. 2002. Metabolic
programming : Causes and consequences. J. Biol.
Chem. 277: 1629–1632.
Picard, M., M. Plouzeau, dan J.M. Faure. 1999. A
behavioural approach to feeding broilers. Ann.
Zootech. 48: 233-245.
Pinchasov, Y., and L.S. Jensen. 1989. Comparison of
physical and chemical means of feed restriction in
broiler chicks. Poult. Sci. 68: 61-69.
Pinchasov, Y., I. Nir, dan Z. Nitsan, 1985. Metabolic and
anatomical adaptations of heavy-bodied chicks to
intermittent feeding. 1. Food intake, growth rate,
or an weight, and body composition. Poult. Sci.
64: 2098-2809.
Pinheiro, D.F., V.C. Cruz, J.R. Sartori, and M.L.V.
Paulino. 2004. Effect of early feed restriction and
enzyme supplementation on digestive enzyme
activities in broilers. Poult. Sci. 83: 1544-1550.
Pitts, G.C., 1986. Cellular aspects of growth and catch
up growth in the rat: reevaluation. Growth, 50:
419-436.
99
Plavnik, I., and S. Hurwitz. 1985. The performance of
broiler chicks following a severe feed restriction at
an early age. Poult. Sci. 64 : 348-355.
Plavnik, I., J.P. McMurtry, and R.W. Rosebrough. 1986.
Effects of early feed restriction in broiler. I. Growth
performance and carcass composition. Growth.
50: 68-76.
Plavnik, I., and S. Hurwitz. 1988. Early feed restriction in
chick : Effect of age, duration and sex. Poult. Sci.
67 : 384-390.
Plavnik, I., and S. Hurwitz. 1989. Effect of dietary protein
and feed pelleting on the response of chicks to
early feed restriction. Poult. Sci. 68: 1118-1125.
Plavnik and Hurwitz, 1990; Performance of broiler
chickens and turkey poults subjected to feed
restriction or to feeding of low-protein or low-
sodium diets at an early age. Poult. Sci. 69: 945-
952.
Plavnik, I., and S. Hurwitz. 1991. Response of broiler
chickens and turkey poults to food restriction of
varied severity during early life. Br. Poult. Sci. 32:
343-352.
Proodfoot, F.G., and H.W. Hulan. 1982a. Effects of
reduced feeding time using all-mash or crumble
pellet dietary regimens on chickens broiler
performance, including the incidence of acute
death syndrome. Poult. Sci. 61 : 750-754.
Proudfoot, F.G., and H.W. Hulan. 1982b. The effect of toe
clipping and reduce feeding time on general
performance of broiler chickens. Can. J. Anim.
Sci. 62: 971-974.
Proudfoot, F.G., H.W. Hulan, and K.B. McRae. 1983. The
feed denial in starter diets on the performance of
broiler chickens. Poult. Sci. 62: 1915-1917.
Rajman, M., M. Jurani, D. Lamosova, M. Macajova, M.
Sedlackova, L. Kostal, D. Jezova, and P. Vyboh.
100
2006. The effect of feed restriction on plasma
biochemistry in growing meat type chicken (Gallus
gallus). Com. Biochem. Physiol. 145(3): 363-371.
Reece, F.N., B.D. Loot, J.W. Deaton and S.L. Branton.
1986. Meal feeding and broiler performance. Poult.
Sci. 65: 2226-2231.
Religious, K.B., S. Tesseraud, O.A. Piccady. 2001. Food
neonatale and early development of table fowl.
2001, INRA. Production. Animal. 14: 219-230
Renden, J. A., S. F. Bilgili, R. J. Lien, and S. A. Kincaid.
1991. Live performance and yields of broilers
provided various Iighting schedules. Poult. Sci.
70:2055-2062.
Rezaei, M., A. Teimouri, J. Pourreza, H. Sayyahzadeh,
and P. W. Waldroup. 2006. Effect of diet dilution
in the starter period on performance and carcass
characteristics of broiler chicks. J. Cent. Eur.
Agric.7: 63-70.
Rezaei, M., and H. Hajati. 2010. Effect of diet dilution at
early age on performance, carcass characteristics
and blood parameters of broiler chicks Ital. J.
Anim. Sci. 9:e19: 93-100.
Rincon, U.M., and S. Leeson. 2002. Quantitative and
qualitative feed restriction on growth
characteristics of male broiler chickens. Poult. Sci.
81, 769-788.
Robbin, K.R., and J.E. Ballew. 1984. Relation of sex and
body growth rates with daily rates of fat protein
and ash acretion in fowl. Growth. 48: 44-58.
Robinson, F.E., H L Clessen, J.A Hanson, and D.K.
Onderka. 1992. Growth performance, feed
efficiency and the incidence of skeletal and
metabolic disease in full-fed and feed restricted
broiler and roaster chickens. J. Appl. Poult. Res.
1: 33-41.
101
Rosebrough, R. W., N. C. Steele, P. McMurtry, and 1.
Plavnik. 1986. Effect of early feed restriction in
broilers. II. Lipid metabolism, Growth, 50: 217-
227.
Rowan, K. J., A. Srikandakumar, R. K. Englebright, and
M. J. Josey. 1996. Compensatory growth in rats
feed intake and growth patterns. Proc. Aust. Soc.
Anim. Prod. 21: 215-218.
Reyns, G.E., K.A. Janssens, J. Buyse, E.R. Kuhn, and
V.M. Darras. 2002. Changes in thyroid hormone
levels in chicken liver during fasting and refeeding.
Comp. Biochem.Phys. B 132:239-245.
Saffar, A,. and F. Khajali. 2010. Application of meal
feeding and skip-a-day feeding with or without
probiotics for broiler chickens grown at high-
altitude to prevent ascites mortality. American J.
Animal & Vet. Sci. 5 (1): 13-19.
Sahraei, M., and F. Shariatmadari. 2007. Effect of
different levels of diet dilution during finisher
period on broiler chickens performance and
carcass characteristics. Int. J. Poult. Sci. 4: 280-
282.
Sahraei, M. 2012. Feed restriction in broiler chickens
production. Biotechnolgy and Animal Husbandry
28(2): 333-352.
Saleh, E.A., S. E. Watkins, A. L. Waldroup, and P. W.
Waldroup. 2005. Effects of early quantitative feed
restriction on live performance and carcass
composition of male broilers grown for further
processing. J. Appl. Poult. Res. 14: 87-93.
Santoso, U., K. Tanaka, and S. Ohtani. 1995. Early skip-
a-day feeding of female broiler chicks fed high-
protein realimentation diets: Performance and
body composition. Poult. Sci. 74:494-501.
SAS, 2001. SAS/STAT User’s Guide for Personal
Computers, Release 6.12. Cary, NC, SAS Institute
Inc.
102
Sasongko, H. 1992. Pengaturan waktu pemberian pakan
and pengaturan penerangan pada malam hari
untuk meningkatkan efisiensi produksi ayam
broiler. Prosiding Lokakarya Penelitian Komoditas
and Studi Khusus. 25-27 Agustus 1992. Cisarua-
Bogor. hal : 485-490.
Savory, C.J., and J.P. Hodgkiss. 1984. Influence of
vagotomy in domestic fowls on feeding activity,
food passage, digestibility and satiety effects of two
peptides. Physiology and Behavior, 33: 937-944.
Siegel, P.B., and E.A. Dunnington, 1987. Selection for
growth in chickens. In CRC-Critical Review in
Poultry Biology, 1: 1-24. CRS Press, Inc
Suci, D.M., I. Rosalina, and R. Mutia. 2005. Evaluasi
penggunaan tepung daun pisang pada periode
starter untuk mendapatkan pertumbuhan
kompensasi ayam broiler. Media Peternakan,
28(1): 21-28.
Summer, J.D., D. Sprett, and J.L. Atkinson. 1990.
Restricted feeding and compensatory growth for
broilers. Poult. Sci. 69: 1855-1861.
Susbilla, J.P., I. Tarvid, C.B. Gow, and T.L. Frankel.
2003. Quantitative feed restriction or meal-feeding
of broiler chicks alter functional development of
enzymes for protein digestion. Br. Poult. Sci. 44:
698-709.
Svihus, B., and H. Hetland. 2001. Ileal starch
digestibility in growing broiler chickens fed on a
wheat-based diet is improved by mash feeding,
dilution with cellulose or whole wheat inclusion.
Br. Poult. Sci. 42:633–637.
Svihus, B., A. Sacranie, V. Denstadli, and M. Choct.
2010. Nutrient utilization and functionality of the
anterior digestive tract caused by intermittent
feeding and inclusion of whole wheat in diets for
broiler chickens. Poult. Sci. 89: 2617-2625
103
Svihus, B., V.B. Lund, B. Borjgen, M.R. Bedford, and M.
Bakken. 2013. Effect of intermittent feeding,
structural components and phytase on
performance and behaviour of broiler chickens.
Br. Poult. Sci. 54: 222-230.
Teeter, R.G., and M.O. Smith. 1985. Feed intake effect
upon gain, carcass yield and ration digestibility in
broiler force fed five feed intake. Poult. Sci. 64:
2155-2160.
Teimouri, A., M. Rezaei, J. Pourreza, H. Sayyahzadeh,
and P.W. Waldroup. 2005. Effect of diet dilution in
starter period on performance and carcass
characteristics of broiler chicks. Int. J. Poult. Sci.
12: 1006-1011.
Tolkamp, B. J., V. Sandilands, and I. Kyriazakis. 2005.
Effect of qualitative feed restriction during rearing
on the performance of broiler breeders during
rearing and lay. Poult. Sci. 84:1286-1293.
Tzeng, R.V., and W.A. Becker, 1981. Growth patterns of
body and abdominal fat weights in male broiler
chickens. Poult. Sci. 60: 1101-1106.
Uni, Z. 1999. Functional development of the small
intestine in domestic birds: cellular and molecular
aspects. Poultry and Avian Biology Reviews, 10:
167-179.
Vohra, P., W.O. Wilson, and T.D. Siopes, 1975. Meeting
the energy needs of poultry. Proc. Nutr. Soc.
34:13-18.
Washburn, K.W., and K. Bondari. 1977. Efeects of timing
and duration of restricted feeding on
compensatory growth in broilers. Poult. Sci. 57:
1013-1021.
Washburn, K.W. 1990. Effect of restricted feeding on
fatness, efficiency, and the relationship between
fatness and efficiency in broilers. Poult. Sci. 69:
502-508.
104
Wideman, R.F., D.D. Rhoads, G.F. Erf, and N.B.
Anthony. 2013. Pulmonary arterial hypertension
(ascites syndrome) in broilers: a review. Poult. Sci.
92:64–83.
Willis, W.L., and L. Reid, 2008. Investigating the effect of
dietary probiotic feeding regimens on broiler
chicken production and compylobacter jejuni
presence. Poult. Sci. 87: 606-611.
Wilson, P.N., and D.F. Osbourn. 1960. Compensatory
growth after undernutrition in mammals and
birds. Biol. Rev. 35: 325-363.
Wilson, J. L., W. D. Weaver, Jr., W. L. Beane, and J. A.
Cherry, 1984. Effects of light and feeding space on
Ieg abnorrnalities in broilers. Poult. Sci. 63: 565-
567.
Wilson, B.J., 1977. Growth curva: Their analysis and
use. In: Growth and Poultry Meat. K.N. Boorman
and B.J. Wilson, (Eds)., British Poultry Sci. Ltd.,
Edinburg
Winick, M., and A. Nobel. 1966. Cellular response in the
rats during malnutrition at various ages. J. Nutr.
89: 300-306
Xin, H., I.L. Berry, T.L. Barton, and G.T. Tabler. 1993.
Feeding and drinking patterns of broiler subjected
to different feeding and lighting program. J. Appl.
Poult. Res. 2: 365-372.
Yeh Y.Y., and G.A Leveille, 1970. Hepatic fatty acid
synthesis and plasma free fatty acid levels in
chicks subjected to short periods of food
restriction and refeeding. J. Nutr. 100: 1389-1398.
Yu, M.W., F.E. Robinson, M.T. Clandinin, and L.
Bodmar. 1990. Growth and body composition of
broiler chicks in response to different regimens
feed restriction. Poult. Sci. 69: 2074-2081.
Yu, M.E., and F.E. Robinson. 1992. The application of
short-term feed restriction to broiler chicken
105
production : A review. J. Appl. Poult. Res. 1: 147-
153.
Zelenka, D.J., E.A. Dunnington, and P.B. Siegel. 1986.
Growth to sexual maturity of dwarf and nondwarf
White Rock chickens divergently selected for
juvenile body weight. Theor. Appl. Genet. 73: 61-
65
Zerehdaran, S, A. L. J. Vereijken, J. A. M. van Arendonk,
and E. H. van der Waaij. 2004. Estimation of
genetic parameters for fat deposition and carcass
traits in broilers. Poult. Sci. 83: 521-525
Zhan, X.A., M. Wang, H. Ren, R.Q. Zhao, J.X. Li, and Z.L.
Tan. 2007. Effect of early feed restriction on
metabolic programing and compensatory growth
in broiler chickens. Poult. Sci. 86: 654-660.
Zhong, C., H.S. Nakaue, C.Y. Hu, and L.W. Mirosh. 1995.
Effect of full feed and early feed restriction on
broiler performance, abdominal fat level,
cellularity and fat metabolism in broiler chickens.
Poult. Sci. 74: 1634-1643.
Zubair, A.K., and S. Leeson. 1994a. Effect of varying
period of early nutrient restriction on growth
compensation and carcass characteristics of male
broilers. Poult. Sci. 73: 129-136.
Zubair, A.K., and S. Leeson. 1994b. Effect of early feed
restriction and realimentation on heat production
and change in size of digestive organs of male
broilers. Poult. Sci. 73 : 529-538
Zubair, A.K., and S. Leeson. 1997. Nutrition of the broiler
chicken around the period of compensatory
growth. Poult. Sci. 76: 992-999.
Zulkifli, I., E. A. Dunnington, W. B. Gross, and P. B.
Siegel. 1994. Food restriction early or later in life
and its effect on adaptability, disease resistance,
and immunocomptence of heat-stressed dwarf and
nondwarf chickens. Br. Poultry Sci. 35:203-213.