LOGAM BERAT
LOGAM BERATLogam adalah unsur yang dapat diperoleh dari lautan,
erosi batuan tambang dan vulkanisme. Proses alam seperti perubahan
siklus alami mengakibatkan batuan-batuan dan gunung berapi
memberikan kontribusi yang sangat besar ke lingkungan. Selain itu
masuknya logam berat juga berasal dari aktivitas manusia, seperti
pertambangan minyak, emas dan batu bara, pembangkit tenaga listrik,
pestisida, keramik, peleburan logam dan pabrik-pabrik pupuk serta
kegiatan industri lainnya.
Logam berat adalah unsur yang memiliki berat lebih besar dari 4
atau 5 dengan jumlah atom 22-34 dan 40-52, serta unsur lantanida
dan aklinida, serta memiliki pengaruh spesifik biokimiawi di dalam
hewan dan tumbuhan.
Menurut Vouk (1986) terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di
muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat.
Beberapa logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan
terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium
(Cd), khromium(Cr), dan nikel (Ni). Di alam logam sangat jarang
ditemukan dalam elemen tunggal, biasanya dalam bentuk persenyawaan
dengan unsur lain. Tabel 1 menampilkan sumber utama logam berat
yang ditemukan di lingkungan.
Bentuk Logam Berat
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk
terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang
membentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan
logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel yang berbentuk
koloid dan kelompok senyawa logam yang terabsorpsi pada
partikel-partikel tersuspensi.
Tabel . Daftar Elemen Pencemaran Utama dari Logam Berat dan
Sumbernya di Alam Elemen Sumber logam di alam Antimony (Sb)Stibnite
(Sb2S3), geothermal springs, mine drainage. Arsenic (As)Metal
arsenides and arsenates, sulfide ores (arsenopyrite), arsenite
(HAsO2), vulcanic gases,geothermal springs. Beryllium (Be)Beryl
(Be3Al2Si6O16), Phenacite (Be2SiO4). Cadmium (Cd)Zinc carbonate and
sulfide ores, copper carbonate and sulfide ores. Chromium
(Cr)Chromite (FeCr2O), chromic oxide (Cr2O3). Copper (Cu)Free metal
(Cu0), copper sulfide (CuS2), Chalcopyrite (CuFeS2), mine drainage.
Lead (Pb)Galena (PbS) Mercury (Hg) Free mercury (Hg0), Cinnabar
(HgS). Nickel (Ni)Ferromagnesian minerals, ferrous sulfide ores,
nickel oxide (NiO2), Pentladite [(Ni,Fe)9S8], nickel hydroxide
[Ni(OH)3]. Selenium (Se)Free element (Se0), Ferroselite (FeSe2),
uranium deposits, black shales, Chalcopyrite-Pantladite-Pyrrhotite
deposits. Silver (Ag) Free metal (Ag0), silver chloride (AgCl2),
Argentide (AgS2), copper, lead, zinc ores. Thallium (TI)Copper,
lead, silver residues. Zinc (Zn) Zinc blende (ZnS), Willemite
(ZnSiO4), Calamite (ZnCO3), mine drainage
Sifat Logam Berat
Menurut Palar (2004) logam dalam perairan memiliki sifat :1.
memiliki kemampuan yang baik dalam penghantar listrik
(konduktor).2. memiliki kemampuan yang baik dalam penghantar
panas3. memiliki kerapatan yang tinggi4. dapat membentuk alloy
dengan baik5. logam padat dapat ditempa dan dibentuk
Logam berat seperti kadmium (Cd), timbal (Pb), dan merkuri (Hg)
memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S (sulfur) menyebabkan
logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim
bersangkutan menjadi tidak aktif. Selain sulfur, logam berat juga
dapat bereaksi terhadap gugus karboksilat (-COOH) dan amina
(-NH2).
Logam berat memiliki tingkat atau daya racun yang berbeda
bergantung pada jenis, sifat kimia dan fisik logam berat.
Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup 1990 membagi
kelompok logam berat berdasarkan sifat toksisitas dalam 3 kelompok,
yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri atas unsur-unsur Hg, Cd,
Pb, Cu, dan Zn bersifat toksik sedang terdiri dari unsu-runsur Cr,
Ni, dan Co dan bersifat toksik rendah yang terdiri atas unsur Mn
dan Fe (Sanusi, 2006).
Sutamihardja et al. (1982) mengurutkan berdasarkan sifat kimia
dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap
hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut :
merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr),
nikel (Ni), dan kobalt (Co). Sedangkan menurut Darmono (1995)
daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah thd
manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg 2+ > Cd
2+ >Ag 2+ > Ni 2+ > Pb 2+ > As 2+ > Cr2+ Sn 2+ >
Zn 2+.
Adanya logam berat di perairan memiliki dampak yang berbahaya
baiksecara langsung terhadap kehidupan organisme maupun efeknya
secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan
dengan sifat-sifat logam berat (Sutamihardja et al., 1982 Sanusi,
2006) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam
lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai
(dihilangkan)2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang
dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi
organisme tersebut3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga
konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam
air. Di samping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan
masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke
dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam
skala waktu tertentu.Kandungan kelompok anorganik logam di perairan
alami sangat rendah(trace element). Kelompok ini terdiri dari logam
berat yang bersifat esensial (Cr, Ni, Cu, Zn) dan yang bersifat
non-esensial (As, Cd, Pb, Hg). Elemen yang bersifat esensial
dibutuhkan dalam proses kehidupan biota akuatik. Kelompok elemen
esensial maupun non-esensial dapat bersifat toksik atau racun bagi
kehidupan biota perairan, terutama apabila terjadi peningkatan
kadarnya dalam perairan (Sanusi, 2006).
Menurut Hutagalung (1984) faktor-faktor yang memengaruhi
tingkattoksisitas logam berat antara lain suhu, salinitas, pH, dan
kesadahan. Penurunan pH dan salinitas perairan menyebabkan
toksisitas logam berat semakin besar. Peningkatan suhu menyebabkan
toksisitas logam berat meningkat. Sedangkan kesadahan yang tinggi
dapat mengurangi toksisitas logam berat, karena logam berat dalam
air dengan kesadahan tinggi membentuk senyawa kompleks yang
mengendap dalam air.
Tingkat toksisitas logam berat untuk biota perairan dipengaruhi
oleh jenis logam, spesies biota, daya permeabilitas biota, dan
mekanisme detoksikasi (Darmono, 2001). Logam berat dapat mengumpul
(terakumulasi) di dalam tubuh suatu biota dan tetap tinggal dalam
tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun (Fardiaz, 2005).
Pada batas dan kadar kadar tertentu semua logam berat dapat
menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap bota perairan.Logam
berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun
beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui
berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang
terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi
ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika
keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama
dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia.
Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius
untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara
umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran
logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan.
Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat
dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam
kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya
terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat
padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Logam berat yang masuk
ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan
dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi,
dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan. Pada saat buangan
limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi
proses pengendapan dalam sedimen.
Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen
meningkat. Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan
mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap
oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam
berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat
hidroksil dan klorida (Hutagalung,1997).
Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik
dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen,
sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding
dalam air.
Darmono (2001) mengklasifikasikan sumber pencemaran logam berat
berdasarkan lokasinya :
Perairan estuaria, pencemaran memiliki hubungan yang erat
denganpenggunaan logam oleh manusia.Perairan laut lepas,
kontaminasi logam berat biasanya terjadi secaralangsung dari
atmosfer atau karena tumpahan minyak dari kapal-kapal tangker yang
melaluinya,Perairan sekitar pantai, kontaminasi logam kebanyakan
berasal darimulut sungai yang terkontaminasi oleh limbah buangan
industri ataupertambangan.
Salah satu sumber pencemaran laut adalah limbah industri yang
mengandung logam berat yang secara sengaja maupun tidak dibuang ke
laut. Umumnya logam berat pada suhu kamar tidak selalu berbentuk
padat melainkan ada yang berupa unsur cair, misalnya seng (Zn),
timbal (Pb), kadmium (Cd), dan lain sebagainya. Dalam badan
perairan, logam biasanya berada dalam bentuk ion-ion, baik tunggal
maupun berpasangan.
Gambar . Sumber Pencemaran Logam Berat (Palar, 2004)Logam berat
masuk ke perairan laut melalui run off air sungai, angin, proses
hidrotermal, difusi dari sedimen dan kegiatan antropogenik.
SungaiSungai adalah sumber utama pemasok logam berat baik dalam
bentukpartikel maupun terlarut yang berasal dari pelapukan batuan
granit danbasalt. Beberapa partikel trace metal hadir dalam bentuk
kation yang dapatdiabsorpsi oleh permukaan mineral liat.
Pasokan atmosfirBeberapa logam berat seperti timbal (Pb) dan
arsenik (As) yang didepositdi permukaan laut berasal dari debu yang
terbawa oleh angin.
Proses hidrotermalProses hidrotermal yang berasosiasi dengan
proses tektonik akan semakin menambah konsentrasi logam berat dalam
air laut. Konsentrasi logam berat akan meningkat saat air laut yang
panas mengalami kontak dengan magma yang berada beberapa kilometer
dibawah permukaan bumi. Keadaan larutan yang panas ini akan
melepaskan logam berat dari batuan basalt.
Aktivitas antropogenik
Pada umumnya limbah antroogenik berasal dari pupuk atau
pestisida dari kegiatan pertanian yang terbuang ke perairan
sungai.
Jalur-jalur tersebut akan berinteraksi membentuk suatu pola yang
disebut dengan siklus biogeokimia logam berat yang ditampilkan
secara skematis pada Gambar berikut.
Gambar . Siklus Biogeokimia Logam Berat (Paasivirta,
1991)Romimohtarto (1991) menyatakan bahwa bahan pencemar setelah
memasuki lautan antara lain diencerkan dan disebarkan oleh adukan
turbulensi dan arus, dipekatkan oleh proses biologi dan
fisika-kimia sehingga mengendap di dasar. Secara skematis proses
transport logam berat disajikan pada Gambar berikut.
Gambar . Proses Transport Logam Berat dari Kolom Air Menuju
Dasar Perairan (Romimohtarto, 1991)Merkuri (Hg)Merkuri merupakan
unsur trece elemen yang bersifat cair pada suhu ruang dan daya
hantar listrik yang tinggi (Budiono, 2003). Merkuri dalam tabel
periodik terdapat pada golongan XII D, periode VI, memiliki nomor
atom 80 dan berat atom 200,59 g/mol (Cotton dan Geoffrey,
1989).
Merkuri memiliki sifatsifat sebagai berikut Fardiaz (2005):
1. merkuri merupakan satusatunya logam yang berbentuk cair pada
suhu kamar (25 C) dan memilki titik beku yang paling rendah
dibanding logam lainnya, yaitu 39 C.2. merkuri dalam bentuk cair
memiliki kisaran suhu yang luas, yaitu 396 C.3. memiliki
volatilitas yang tinggi dibanding logam lainnya.4. merupakan
konduktor yang baik karena memilki ketahanan listrik yang rendah.5.
banyak logam yang dapat dalam merkuri yang membentuk komponen yang
disebut amalgam (alloy).6. merkuri dan komponenkomponennya bersifat
toksik terhadap semua makhluk hidup.Sifat-sifat itulah yang
menyebabkan merkuri banyak digunakan olah manusia seperti dalam
aktivitas penambangan, peleburan untuk menghasilkan logam dari
bijih tambang sulfidnya, pembakaran bahan bakar fosil dan produksi
baja, semen serta fosfat. Pemakai utama merkuri adalah pabrik
alkaliklor, industri bubur kayu, dan pabrik perlengkapan
listrik.
Fardiaz (2005) mengatakan bahwa merkuri di alam ditemukan dalam
bentuk gabungan dengan elemen lainnya, dan jarang ditemukan dalam
bentuk terpisah. Bentuk merkuri di alam menjadi dua bentuk, yaitu
:1. merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg 2+ ) dan
garam-garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida
(HgO2).2. komponen merkuri organik atau organomerkuri, terdiri
dari: a) aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti
fenil merkuri asetat, b) alkil merkuri, mengandung hidrokarbon
alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metil
merkuri dan etil merkuri c) alkoksialkil merkuri (ROHg).
Komponen organomerkuri yang terpenting secara komersil adalah
fenil merkuri asetat (FMA). Industriindustri pulp dan kertas
menggunakan FMA untuk mencegah pembentuk lendir pada pulp kertas
yang masih basah selama pengolahan dan penyimpanan.
Sumber alami merkuri adalah cinnabar (HgS) dan mineral sulfida,
misalnya sphalerite (ZnS), chalcopyrite (CuFeS) dan galena (PbS).
Pelapukan batuan dan erosi tanah dapat melepas merkuri ke dalam
perairan (Efendi, 2003). Penambangan, peleburan, pembakaran bahan
bakar fosil, dan produksi baja, semen dan fosfat juga merupakan
sumber merkuri yang dapat menambah keberadaannya di alam (Lu,
2006).
Proses-proses industri, seperti pertanian, pencampuran logam,
katalispada pertambangan, kedokteran gigi, peralatan listrik,
obat-obatandan penggunaan di laboratorium yang kemudian sebagian
besar merkuri dunia akhirnya dibuang ke lingkungan sekitarnya.
Kelarutan merkuri di perairan laut dalam bentuk HgCl4 dan HgCl3
dengan klorida yang dominan. Merkuri tidak hanya larut dalam air
tetapi juga akan terabsorpsi oleh partikelpartikel tersuspensi.
Dalam substrat anoksida, merkuri ada dalam bentuk HgS dan HgS2.
Sistem mikroba dalam laut dapat mengubah semua bentuk merkuri
anorganik menjadi metil merkuri, untuk selanjutnya dapat
diakumulasi oleh organisme hidup (Clark, 1997). Hal senada juga
dikatakan oleh Lu (2006) bahwa unsur merkuri akan menjadi senyawa
anorganik melalui proses oksidasi dan kembali menjadi unsur merkuri
lewat reduksi. Merkuri anorganik dapat menjadi merkuri organik
melalui kerja kuman anaerobik tertentu, dan senyawa ini secara
lambat terdegradasi menjadi merkuri anorganik.
Lu (2006) menyatakan bahwa unsur merkuri akan menjadi senyawa
anorganik melalui proses oksidasi dan kembali menjadi unsur merkuri
lewat reduksi. Merkuri anorganik dapat menjadi merkuri organik
melalui kerja kuman anaerobik tertentu, dan senyawa ini secara
lambat terdegradasi menjadi merkuri anorganik.
Proses metilasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur
(S), yaitu pada keadaan anaerob dan redok potensial yang rendah.
Faktor-faktor yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan metil
merkuri antara lain: suhu, kadar ion Cl, kandungan organik, derajat
keasaman (pH), dan kadar merkuri. Hasil akhir dari proses metilasi
adalah metil merkuri (CH3Hg) yang memiliki daya racun tinggi dan
sukar terurai dibandingkan zat asalnya.
Merkuri dimanfaatkan dalam bidang kedokteran, pertanian dan
industri.Dalam bidang kedokteran merkuri digunakan untuk pengobatan
penyakit kelamin (sifilis). Sebelum diketahui berbahaya, HgCl
digunakan sebagai pembersih luka, bahan kosmetik, dan digunakan
dalam bidang kedokteran gigi (Fardiaz, 2006).
22Merkuri digunakan sebagai pembunuh jamur, sehingga baik untuk
bahan pelapis benih sebagai pencegah pertumbuhan kapang (Fardiaz,
2006). Merkuri juga digunakan sebagai bahan pembasmi hama.
Sedangkan dalam bidang industri merkuri dimanfaatkan sebagai bahan
dasar lampu merkuri untuk penerangan jalan, pembuatan baterai,
pembuatan klor alkali yang menghasilkan klorin (Cl2) yang
dimanfaatkan perusahaan air minum untuk penjernihan air minum dan
membasmi kuman, pembuatan kaustik soda, bahan campuran cat, dan
pembuatan plastik. Untuk mencegah lender pada pulp kertas pada
industri kertas (Fardiaz, 2006).
Unsur merkuri di perairan laut secara alamiah berada dalam kadar
yangrendah, yaitu 10 -2 10 -5 mg/l (Maanema dan Berhimpon 2007).
Suatu perairan dikategorikan tidak tercemar jika kadar Hg 2+
terlarut sekitar 0,020,1 mg/l untuk air tawar dan kurang dari
0,010,03 mg/l untuk air laut (Sanusi, 2006).Kadar merkuri untuk
biota laut sebaiknya tidak melebihi 0,2 g/lMoore (1991). Sedangkan
berdasarkan baku mutu air laut untuk budidaya perikanan/biota laut
yang tercantum Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup
No. 51 tahun 2004, adalah 0,001 ppm. Metil merkuri merupakan
merkuri organik yang selalu menjadi perhatian serius dalam
toksikologi. Hal ini karena metil merkuri dapat diserap secara
langsung melalui pernapasan dengan kadar penyerapan 80%. Selain itu
metil merkuri menyerang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan
gangguan saraf sensoris, gangguan saraf motorik, gangguan lain,
seperti gangguan mental, sakit kepala, dan hipersalivasi (Darmono,
2001).Timbal (Pb)
Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat
dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan
seluruh sistem biologis (Suhendrayatna, 2001). Timbal adalah
sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah
dimurnikan dari pertambangan. Dalam pertambangan, logam ini
berbentuk sulfida logam (PbS), yang sering disebut Galena.
Di perairan alami timbal bersumber dari batuan kapur dan gelena
(Saeni, 1989 dan Manik, 2007). Sifat-sifat timbal menurut Darmono
(1995) dan Fardiaz (2005) antara lain:1) memilki titik cair rendah
sehingga jika digunakan dalam bentuk cair hanya membutuhkan teknik
yang cukup sederhana dan tidak mahal.2) merupakan logam yang lunak
sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk.3) timbal dapat
membentuk logam campuran (alloy) dengan logam lainnya, dan logam
yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda dengan timbal murni.4)
memiliki densitas yang tinggi dibanding logam lain kecuali emas dan
merkuri, yaitu 11,34 gr/cm 3.Sumber utama timbal yang digunakan
sebagai bahan additif bensin berasal dari komponen gugus alkil
timbal (Suhendrayatna, 2001). Oneil (1993) dalam Nursal et al.
(2005) mengatakan bahwa kurang lebih 75% timbal yang ditambahkan
pada bahan bakar minyak akan diemisikan kembali ke atmosfir. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan pencemaran udara disebabkan oleh
timbal. Timbal ini dapat memasuki perairan melalui air hujan yang
turun.
Penggunaan timbal terbesar lainnya adalah dalam produksi
bateraipenyimpan untuk mobil. Selain itu timbal juga digunakan
untuk produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa,
solder, bahan kimia dan pewarna (Fardiaz, 2005). Timbal juga
digunakan sebagai pigmen timbal dalam cat (Lu, 2006).
Timbal pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan
tersuspensi.Timbal relatif dapat larut dalam air dengan pH < 5
dimana air yang bersentuhan dengan timah hitam dalam suatu periode
waktu dapat mengandung > 1 g Pb/l, sedangkan batas kandungan
dalam air minum adalah 50 g Pb/l. Kadar dan toksisitas timbal
diperairan dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas, dan kadar
oksigen (Effendi, 2003).Pengaruh toksisitas akut timbal jarang
ditemui, tetapi pengaruh toksisitas kronik paling sering ditemukan.
Pengaruh toksisitas kronis sering dijumpai pada pekerja tambang dan
pabrik pemurnian logam, pabrik mobil (proses pengecatan),
penyimpanan bateri, percetakan, pelapisan logam dan pengecatan
sistem semprot (Darmono, 2001).
Dampak keracunan timbal dapat mengakibatkan terhambatnya
pembentukan hemoglobin, gangguan ginjal, otak, hati, sistem
reproduksi, dan sistem saraf sentral (Fardiaz, 2006), selain itu
juga dapat menyebabkan gangguan mental pada anak-anak (Saeni,
1989).
Ketika unsur ini mengikat kuat sejumlah molekul asam amino,
haemoglobin, enzim, RNA, dan DNA maka akan mengganggu saluran
metabolik dalam tubuh. Keracunan Pb dapat juga mengakibatkan
gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan
otak (Herman, 2006). Menurut Saeni (1989) kadmium dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal, jaringan testikular, kerusakan selsel butir
darah merah dan menyebabkan tekanan darah tinggi,Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih keperakan
menyerupaialumunium dengan berat atom 112,41 g/mol dengan titik
cair 321 oC dan titik didih 765 oC. Darmono (1995) mengatakan bahwa
kadmium selalu bercampur dengan logam lain, terutama dalam
pertambangan zink dan timbal selalu ditemukan kadmium dengan kadar
0,2 0,4 %, sebagai hasil sampingan dari proses pemurnian zink dan
timbal. Unsur ini bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, memiliki
titik lebur rendah serta dapat dimanfaatkan untuk pencampur logam
lain seperti nikel, perak, tembaga,dan besi. Logam ini sering
digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik,
pada pembuatan alloy, dan baterai alkali (Rahman,2006).
Senyawa kadmium juga digunakan sebagai bahan kimia, bahan
fotografi, pembuatan tabung TV, cat, karet, sabun, kembang api,
percetakan tekstil dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Jensen et
al., 1981 dalam Herman, 2006).Lu (2006) menyatakan kadmium memiliki
sifat dan kegunaan antara lain:
1. mempunyai sifat tahan panas sehingga bagus untuk campuran
pembuatan bahanbahan keramik, enamel dan plastik.2. tahan terhadap
korosi sehingga bagus untuk melapisi pelat besi dan baja. Kadmium
tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap
kelompok sulfhidrid dari pada enzim dan meningkat kelarutannya
dalam lemak.
Pada perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami
hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk
ikatan kompleks dengan bahan organik. Kadmium pada perairan alami
membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun
anorganik, yaitu: Cd 2+ , Cd(OH) + , CdCl + , CdSO4, CdCO3 dan Cd
organik. Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat kelarutan yang
berbeda: Cd 2+ > CdSO4 > CdCl + > CdCO3 > Cd(OH) +
(Sanusi, 2006).
Laws (1993) menyatakan bahwa sifat racun Cd terhadap ikan yang
hidupdalam air laut berkisar antara 10 -100 kali lebih rendah dari
pada dalam air tawar yang memiliki tingkat kesadahan lebih rendah.
Toksisitas kadmium meningkat dengan menurunnya kadar oksigen dan
kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu. Sedangkan toksisitas
kadmium turun pada salinitas dengan kondisi isotonis dengan cairan
tubuh hewan bersangkutan.
Hasil penelitian Engel et al. (1981) dalam Sanusi et al. (1984)
diketahui bahwa peningkatan salinitas mengurangi sifat racun Cd
maupun Hg terhadap kehidupan hewan air. Jumlah normal kadmium di
tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm)
dijumpai pada permukaan contoh tanah yang diambil di dekat
pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh
tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lain seperti timbal
(Suhendrayatna, 2001).
Kadar kadmium di perairan alami sangat rendah sekitar 1 g/l (Lu,
2006).Sedangkan menurut Sanusi (2006) kadarnya di perairan berkisar
pada0,29 0,55 ppb dengan rata-rata 0,42 ppb. Menurut badan dunia
FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia
adalah 400-500 g/orang atau 7 g/kg berat badan (Suhendrayatna,
2001).
Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Organ tubuh
yangmenjadi sasaran keracunan kadmium adalah ginjal dan hati.
Kadmium lebihberacun bila terhisap melalui saluran pernafasan drpd
saluran pencernaan.
Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan
asapkadmium, terutama kadmium oksida (CdO) yang dapat menyebabkan
emfisema atau gangguan paru-paru yang jelas terlihat (Darmono,
1995). Efek keracunan lain yang dapat ditimbulkannya berupa
penyakit hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal
dan kelenjar pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang
(Effendi, 2003 Lu, 2006). Nielsen et al. (1977) dalam Sanusi et al.
(1984) menyatakan bahwa kadmium menghambat enzim Na, K-ATPase dan
menurunkan transport ion Na lewat insang (gill ephithelium) pada
ikan. Di Jepang telah terjadi keracunan oleh kadmium, yang
menyebabkan penyakit lumbago yang berlanjut ke arah kerusakan
tulang dengan akibat melunak dan retaknya tulang (ONeill, 1994
dalam Herman, 2006).
Apabila kandungan mencapai 200 g Cd/gr (berat basah) dalam
cortex ginjal yang akan mengakibatkan kegagalan ginjal dan berakhir
pada kematian. Korban terutama terjadi pada wanita pascamenopause
yang kekurangan gizi, kekurangan vitamin D dan kalsium. (Herman,
2006).