20
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional 2.1.1 Geomorfologi RegionalSecara regional
daerah penyelidikan termasuk dalam lembar peta Lasusua - Kendari
yang terletak pada lengan Tenggara Pulau Sulawesi. Morfologi lembar
Lasusua Kendari dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu
pegunungan, perbukitan, kars dan dataran rendah (Rusmana, dkk,
1993). Pegunungan menempati bagian Tengah dan Barat lembar,
perbukitan terdapat pada bagian Barat dan Timur, morfologi kars
terdapat di Pegunungan Matarombeo dan di bagian hulu Sungai
Waimenda serta Pulau Labengke. Daerah penelitian terdapat pada
morfologi perbukitan dan dataran rendah. Satuan perbukitan ini
umumnya tersusun oleh batuan ultrabasa 200 1000 meter diatas
permukaan laut. Puncak yang terdapat pada satuan perbukitan adalah
Gunung Hialu (1.037 meter) dan beberapa puncak lainnya yang tidak
memiliki nama, sungai di daerah ini umumnya berpola aliran
meranting (dendritik). Dataran rendah terdapat di daerah pantai dan
sepanjang aliran sungai besar dan muaranya, seperti Aalaa Kokapi,
Aalaa Konaweha dan Aalaa Lasolo.2.1.3 Stratigrafi
RegionalStratigrafi regional sekitar daerah penyelidikan secara
umum termasuk Mandala Geologi Sulawesi bagian Timur, yang dicirikan
oleh himpunan batuan malihan, serpentinit, gabro, basal dan batuan
sedimen pelagos Mesozoikum (Sukamto, 1975). Batuan-batuan yang
tersingkap di lokasi penelitian berumur mulai dari Paleozoikum
sampai Kuarter, menurut E. Rusmana, dkk. (1993) pada Peta Geologi
Lembar Lasusua Kendari, Sulawesi, skala 1 : 250.000. Berdasarkan
himpunan batuan dan pencirinya, geologi Lembar Lasusua Kendari
dapat dibedakan dalam dua lajur, yaitu Lajur Tinodo dan Lajur
Hialu. Lajur Tinodo dicirikan oleh batuan endapan paparan benua dan
Lajur Hialu oleh endapan kerak samudra/ofiolit (Rusmana, dkk.,
1985).Secara garis besar kedua mendala ini dibatasi oleh Sesar
Lasolo. Batuan yang terdapat di Lajur Tinodo yang merupakan batuan
alas adalah batuan malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga berumur
Karbon. Pualam Paleozoikum (Pzmm) menjemari dengan batuan malihan
Paleozoikum terutama terdiri dari pualam dan batugamping
terdaunkan. Pada Perm - Trias di daerah ini diduga terjadi kegiatan
magma yang menghasilkan terobosan antara lain aplit PTr (ga), yang
menerobos batuan malihan Paleozoikum. Formasi Meluhu (TRJm), secara
tak selaras menindih Batuan Malihan Paleozoikum. Pada zaman yang
sama terendapkan Formasi Tokala (TRJt). Hubungan dengan Formasi
Meluhu adalah menjemari. Pada kala Eosen hingga Miosen Tengah, pada
lajur ini terjadi pengendapan Formasi Salodik (Tems).
Gambar 2.1 Peta Geologi Lembar Lasusua Kendari, Sulawesi
Tenggara (Rusmana, dkk, 1985)
Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku)
yang terdiri dari peridotit, harsburgit, dunit dan serpentintit.
Batuan ofiolit ini tertindih tak selaras oleh Formasi Matano (Km)
yang berumur Kapur akhir, dan terdiri dari batugamping berlapis
bersisipan rijang pada bagian bawahnya. Batuan sedimen tipe molase
berumur Miosen Akhir Pliosen Awal membentuk Formasi Pandua (Tmpp).
Formasi ini mendindih takselaras semua formasi yang lebih tua, baik
di Lajur Tinodo maupun di Lajur Hialu. Pada Kala Plistosen Akhir
terbentuk batugamping terumbu koral (Ql) dan Formasi Alangga (Opa)
yang terdiri dari batupasir dan konglomerat. Batuan termuda di
lembar peta ini ialah Aluvium (Qa) yang terdiri dari endapan
sungai, rawa dan pantai.2.1.3 Struktur Geologi RegionalStruktur
geologi yang dijumpai di daerah kegiatan adalah sesar, lipatan dan
kekar. Sesar dan kelurusan umumnya berarah Baratlaut Tenggara
searah dengan Sesar geser mengiri Lasolo. Sesar Lasolo aktif hingga
kini, sesar tersebut diduga ada kaitannya dengan Sesar Sorong yang
aktif kembali pada Kala Oligosen (Simandjuntak, dkk., 1983). Sesar
naik ditemukan di daerah Wawo, sebelah Barat Tampakura dan di
Tanjung Labuandala di Selatan Lasolo yaitu beranjaknya batuan
ofiolit ke atas Batuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu dan Formasi
Matano. Sesar Anggowala juga merupakan sesar utama, sesar mendatar
menganan (dextral), mempunyai arah Baratlaut Tenggara. Sesar Lasolo
berarah Baratlaut Tenggara, membagi Lembar Lasusua Kendari, menjadi
dua bagian. Sebelah Timurlaut sesar disebut Lajur Hialu, dicirikan
dengan batuan asal kerak samudera dan sebelah Baratdaya sesar
disebut Lajur Tinondo, dicirikan dengan batuan asal paparan benua.
Pada Kala Miosen Tengah Lajur Hialu terdorong oleh benua kecil
Banggai Sula, yang bergerak ke arah Barat, yang menyebabkan
terseserkannya Lajur Hialu di atas Lajur Tinondo, yang kemudian
diikuti oleh sesar bongkah. Jenis lipatan berupa lipatan antiklin,
setempat dijumpai lipatan rebah dan lipatan sinklin. Kekar terdapat
pada semua jenis batuan, pada batugamping kekar ini tampak teratur,
membentuk kelurusan. Kekar pada batuan beku umumnya, menunjukkan
arah tak beraturan. Pada Kala Miosen Akhir sampai Pliosen
pengangkatan kembali berlangsung, dimana pada pantai Timur dan
Tenggara lembar dicirikan dengan undak-undak pantai dan sungai
serta pertumbuhan koral.2.2Nikel LateritPada umumnya endapan nikel
terdapat dalam dua bentuk yang berlainan, yaitu berupa nikel
sulfida dan nikel laterit. Endapan nikel laterit merupakan bijih
yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di
atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa
Latin later yang berarti batubata merah (Buchanan, 1807), yang
digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang
merupakan wilayah India bagian Selatan. Material tersebut sangat
rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama kontak degan
atmosfer, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat
(resisten). Laterit merupakan regolith atau tubuh batuan yang
mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan,
termasuk didalamnya profil endapan material hasil transportasi yang
masih tampak batuan asalnya. Sebagian besar endapan laterit
mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis
tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit merupakan suatu material
dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses
pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas
pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau
proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering
disebut sebagai nikel sekunder (Smith, 1992).2.2.1Syarat
Pembentukan Laterit Di permukaan bumi banyak tempat dengan
intensitas pelapukan tinggi, tetapi tidak semua tempat tersebut
dapat terbentuk nikel laterit, karena intensitas pelapukan yang
tinggi bukan satu-satunya syarat terbentuknya nikel laterit.
Menurut Ahmad (2006) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan deposit nikel laterit, antara lain :1. Batuan
IndukAdanya batuan induk merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit, macam batuan induknya adalah batuan
ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa tersebut :a.
Terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya.b.
Mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil
seperti olivin dan piroksin.c. Memiliki komponen-komponen yang
mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk
nikel.2. IklimPergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana
terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat
menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur.
Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, yaitu akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan
yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.3.
Reagen-reagen kimia dan vegetasiYang dimaksud dengan reagen-reagen
kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu
mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2
memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam
humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan.
Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi wilayah. Dalam
hal ini vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air dapat lebih dalam
dan mudah dengan mengikuti jalur akar pepohonan serta akumulasi air
hujan bertambah banyak.4. StrukturStruktur yang sangat dominan
adalah kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya.
Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat
sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih
memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan menjadi lebih
intensif.5. TopografiKeadaan topografi setempat sangat mempengaruhi
sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai,
maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai
kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui
rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya
terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang,
hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk
topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang
meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap, sehingga
dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.6. WaktuWaktu yang
cukup lama mengakibatkan pelapukan yang cukup intensi karena
memiliki akumulasi unsur nikel dalam jumlah yang besar.2.2.2Sebaran
dan Profil Endapan Nikel LateritSecara horisontal penyebaran Ni
tergantung dari arah aliran air tanah yang sangat dipengaruhi oleh
bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak dari
daerah-daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng,
yang mana sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang
mengalir ke zona tempat fluktuasi air tanah berlangsung. Pada
tempat-tempat yang banyak mengandung rekahan-rekahan Ni akan
terjebak dan terakumulasi di tempat-tempat yang dalam sesuai dengan
rekahan-rekahan yang ada, sedangkan pada lereng dengan kemiringan
landai sampai sedang adalah merupakan tempat pengayaan
nikel.Umumnya penjelasan mengenai profil endapan nikel laterit yang
ideal (Nushantara, 2002) dibagi menjadi 4 zona, yaitu :a. Zona
OverburdenZona ini merupakan top soil mempunyai kadar besi yang
tinggi tapi kadar nikel yang rendah (kurang dari 1%). Zona ini
tersusun oleh humus dan limonit. Mineral penyusunnya adalah goetit,
hematit dan mangan yang mengindikasikan daerah yang sudah lama
tersingkap.b. Zona LimonitZona ini merupakan lapisan kaya besi dari
limonit soil yang menyelimuti seluruh area dengan kadar nikel
antara 1 % 2 %. Pada zona ini mulai terdapat pengkayaan mineral
ekonomis berupa kromit dan cobalt. Limonit dibedakan menjadi dua,
yaitu red limonite (hematit) dan yellow limonite (goetit). Lapisan
ini memiliki ukuran butir halus (fine grained), berwarna merah
coklat atau kuning, agak lunak, berkadar air antara 30 % 40 %,
lapisan kaya besi dari tanah limonit menyelimuti seluruh daerah
dengan ketebalan rata-rata 3 7 meter. Lapisan ini tipis pada lereng
yang terjal dan dapat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada
zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. c.
Zona SaprolitZona ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit,
berwarna kuning kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah
dari lapisan limonit, dengan kadar nikel yang lebih tinggi (lebih
dari 2%) dan ketebalan rata-rata 7 meter. Campuran dari sisa-sisa
batuan, butiran halus limonit, saprolitic rims, vein dari endapan
garnierit, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus
terdapat silica boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari
limonit ke bedrock. Terkadang terdapat mineral kuarsa yang mengisi
rekahan, serta mineral-mineral primer yang terlapukan membentuk
klorit. Garnierit di lapangan biasanya diidentifikasikan sebagai
colloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentine.
Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. Lapisan ini
terdapat bersama batuan yang keras atau rapuh dan sebagian
saprolit. Lapisan ini merupakan lapisan yang bernilai ekonomis
untuk ditambang sebagai bijih.d. Zona Bedrock (Batuan Dasar)Zona
ini merupakan bagian terbawah dari profil laterit dengan kadar
nikel yang rendah (kurang dari 1%) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis untuk ditambang. Lapisan ini terdiri
atas batuan peridotit yang tidak atau belum mengalami pelapukan.
Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang-kadang membuka, terisi oleh
mineral garnierit dan silika. Ketebalan dari masing-masing lapisan
tidak merata, tergantung dari morfologi dan relief, umumnya endapan
laterit terakumulasi banyak pada bagian bawah bukit dengan relief
yang landai.2.2.3Proses Pembentukan Laterit Proses pembentukan
nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam
hal ini peridotit dan serpentinit. Batuan ini banyak mengandung
olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral
tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan. Endapan
jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang
mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang
mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih
biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan
terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang
mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh
material-material organik di permukaan meresap ke bawah permukaan
tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah
berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan
kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan
melarutkan mineral-mineral yang tidak stabil seperti
olivin/serpentin dan piroksen. Selanjutnya terjadi proses pelapukan
dan lateritisasi yang menghasilkan limonit dan saprolit. Batuan
asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni dan Co akan
mengalami dekomposisi. Air tanah yang kaya CO2 dari udara dan hasil
pembusukan tumbuh-tumbuhan merupakan pelarut yang baik. Dari
unsur-unsur tersebut di atas, yang pertama-tama terlarut adalah
unsur Ca dan Mg Alkalin yang disusul dengan penghancuran
senyawa-senyawa silika sebagai koloid. Semua hasil penghancuran ini
terbawa oleh larutan yang turun ke bagian bawah mengisi celah-celah
dan pori-pori batuan. Proses laterisasi adalah proses pencucian
pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada
lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk
konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur
Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Bateman, 1950).2.2.4Unsur-unsur dalam
Endapan lateritBatuan ultramafik dan endapan laterit yang
dihasilkan merupakan sistem multikomponen yang terkena proses terus
menerus dari pelapukan kimia dan fisika. Pembentukan mineral baru
dan fase kimia terus terbantuk dalam lingkungan yang
berubah.Perilaku berbagai elemen selama proses laterisasi
dikendalikan oleh dua faktor yakni sifat kimia khusus dari
unsur-unsur itu sendiri dan kondisi lingkungan yang berlaku (suhu,
curah hujan, kondisi batuan, pH dan Eh dan lain-lain).Berikut ini
penjelasan sifat-sifat kimia dari beberapa unsur yang umumnya
terdapat dalam endapan laterit dan sangat dipengaruhi oleh proses
kimia selama pembentukan endapan laterit (Ahmad, 2001).a. Kalsium
(Ca)Kalsium hadir dalam batuan ultramafik terutama dalam
klinopiroksin, olivin memiliki sedikit kalsium dan sangat sedikit
dalam ortopiroksin. CaO di olivin jarang melebihi 1%. Kandungan CaO
dari ortopiroksin jarang melebihi 2%. Dalam klinopiroksin, kalsium
tergantung pada jumlah larutan padat. Kalsium sangat mudah larut
dalam air tanah pada daerah tropis dan mudah larut ke dalam larutan
dan dengan cepat dihapus dari lingkungan laterisasi.b. Alkali (Na
dan K)Natrium dan kalium yang hadir dalam batuan ultramafik dalam
jumlah sangat kecil, rata-rata biasanya kurang dari 0,1%. Keduanya
sangat larut dalam air tanah dan cepat untuk tercuci keluar dari
mineral ferromagnesia. Meskipun isi rata-rata natrium dan kalium
dalam batuan sangat mirip (Na2O = 3,89 %, K2O = 3,13 %),
konsentrasi kalium dalam air laut hanya sepersepuluh dari
konsentrasi natrium. Hal ini karena kalium tetap berada dalam
berbagai mineral lempung setelah pencucian dari mineral primer.
c. Magnesium (Mg)Magnesium adalah bagian yang sangat penting
dari olivin dan piroksin, yang membentuk hampir 30 40 % dari batuan
ultrabasa. Magnesium juga sangat larut dalam air tanah sehingga
sangat mudah tercuci keluar dari profil laterit pada tahap awal
dari pelapukan kimia. Dalam kondisi tropis, magnesium dengan cepat
keluar dari profil laterit.d. Silika (Si)Sekitar 40 50 % unsur
kimia dalam ultrabasa terdiri dari silika, pada dasarnya sebagai
olivin primer dan mineral piroksin, atau sebagai serpentin
sekunder. Sebagai obligasi kation yang dipecah dalam struktur
silikat, silikon tetrahedral dibebaskan. Meskipun kelarutan silika
dalam air tanah jauh lebih rendah dibandingkan unsur bergerak lain,
kelarutan silika yang tinggi dalam bentuk silika amorf atau sebagai
silika pecahan dari ferromagnesian silikat. Sebagai perbandingan,
kelarutan silika sebagai kuarsa hanya sepersepuluh. Tingkat
pelepasan silika dari pemecahan mineral ferromagnesian dapat
melebihi tingkat dimana dapat diambil ke dalam larutan. Dalam kasus
tersebut, silika berlebih dapat bergabung dengan Mg, K, Fe dan Al
untuk membentuk mineral lempung. Jenis mineral lempung yang akan
dibentuk akan tergantung pada beberapa faktor, tergantung rasio
SiO2 untuk Al2O3 dan Fe2O3, pH medium dan kehadiran dalam larutan
kation lain seperti Ca, Mg dan K. Karena kelarutan yang lebih
rendah dari magnesia, silika sering diendapkan di zona saprolit
dari profil laterit dimana magnesia akan menjadi larutan. Dalam
kondisi tersebut, silika akan sering membentuk vein dan urat kuarsa
yang dalam proses limonitisasi dari saprolit dan mengakibatkan
pembentukan boxwork silika.e. Besi (Fe)Besi hadir dalam ultramafik
dalam bentuk primer di dalam magnetit, kromit, crysolit,
ortopiroksin, klinopiroksin atau dalam bentuk sekunder setelah
mengalami proses serpentinisasi. Jumlah kandungan Fe dalam
peridotit umumnya dalam kisaran 2 7 % tergantung pada jenis mineral
ferromagnesian yang hadir. Besi dalam mineral ferromagnesian dengan
cepat dioksidasi menjadi ferri dengan adanya oksigen yang hadir di
ruang pori, terutama di atas zona water table. Oksidasi besi
menjadi ferri sangat merusak struktur kristal mineral. Karena
netralitas elektrostatik dari kristal, oksidasi besi menjadi besi
ferri harus disertai dengan pelepasan kation lainnya. Pelepasan
tersebut meninggalkan ruang kosong dalam struktur kristal dan
mempercepat keruntuhannya. Dengan demikian, mineral besi adalah
salah satu yang pertama terpengaruh oleh pelapukan kimia. Besi
sebagai goetit dan limonit, sangat stabil di lingkungan laterit.
Diperkirakan oleh Kuhnel et al (1978) dalam Ahmad (2006) bahwa
sekitar 90 % dari kadar Fe dari batuan ultramafik terkonsentrasi di
zona limonit dari profil laterit.f. Kromit (Cr)Kromit terjadi di
batuan ultramafik sebagai kromit aksesori (FeO.Cr2O3) dan sebagai
pengganti ion Mg dan Fe di olivin dan piroksin. Kromit dalam olivin
umumnya terbatas kurang dari 0,2 % sementara itu dapat mencapai
sekitar 1 % di klinopiroksin. Ion kromit tidak larut dalam air
tanah dan sangat stabil, sehingga menjadi kromit di zona limonit
dari laterit. Cr yang hadir dalam olivin dan piroksin dalam bentuk
divalen. Pada pelepasan dari mineral ferromagnesian, beberapa Cr
dapat dioksidasi menjadi kromit trivalen (dan dengan demikian
stabil) sementara beberapa Cr dapat dioksidasi menjadi oksida
hexavalen (CrO3) atau hexavalen kromit radikal (CrO4) yang sangat
larut dalam air tanah dan beracun terhadap manusia.g. Nikel
(Ni)Nikel terjadi pada batuan ultramafik sebagai pengganti ion Mg
dan Fe di olivin dan piroksin (dan juga di serpentin). Konsentrasi
nikel tertinggi dalam mineral olivin, diikuti oleh orthopiroksin
dan klinopiroksin. Konsentrasi nikel dalam serpentin berasal dari
mineral utama setelah serpentin terbentuk. Nikel awalnya larut
dalam air tanah asam yang meresap ke profil laterit dan setelah air
mencapai zona saprolit, magnesium yang lebih mudah larut memasuki
air tanah dengan nikel yang kurang larut diendapkan keluar. Nikel
diendapkan di zona saprolit membentuk hydrosilika nikel yang
mengisi retak dan celah dan permukaan kekar. Dalam kasus peridotit
serpentinised, mineral serpentin membawa porositas yang cukup dan
memungkinkan untuk menembus struktur mineral nikeliferous. Beberapa
Mg dalam struktur serpentin digantikan oleh Ni menimbulkan
nikeliferous serpentin. Nikel juga hadir dalam mineral
goetit/limonit di zona yang mengandung besi. Dalam profil laterit,
air tanah terus bergerak dan mencuci sebagian besar dari nikel
hidroksida yang berhubungan dengan besi dan endapan itu ke bawah
zona saprolit sebagai pengkayaan sekunder. Dalam laterit nikel
konsentrasi dalam goetit/limonit mineral dapat tetap tinggi.
Partisi nikel antara hidroksida (goetit, limonit, dan lain-lain)
dan silikat (serpentin, klorit, saponit, sepiolit, nontronit,
smektit, dan lain-lain) dapat bervariasi, tergantung pada komposisi
batuan induk dan kondisi lingkungan selama pelapukan. Sementara
konsentrasi nikel umumnya rendah di zona limonit, ketebalan
keseluruhan zona ini umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan
saprolit. Menurut Schellmann (1978) dalam Ahmad (2006), hampir 80 %
dari nikel total profil pelapukan dikaitkan dengan goetit dan
mineral limonit di zona limonit. Nikel terjadi di lingkungan
ultrabasa/laterit dalam bentuk berikut: Sebagai silikat olivin,
piroksin dan serpentin di batuan dasar ultramafik. Sebagai
pengganti ion Fe dalam magnetit nikeliferous atau sebagai nikel
spinel trevorit (NiO.Fe2O3), dalam batuan ultramafik. Sebagai nikel
terabsorpsi di goetit, limonit, asbolit dan lithiophorit di zona
limonit. Sebagai nikeliferous serpentin, nikeliferous bedak dan
klorit nikeliferous di zona saprolit, bersama dengan pengendapan
tinggi nikel mineral garnierit. Sebagai pengganti dari Mg dan Fe
dalam mineral tanah liat (sepiolit, saponit, smektit, nontronit,
dan lain-lain).h. Mangan (Mn) dan Cobalt (Co)Mangan dan cobalt yang
hadir dalam batuan ultramafik hanya sebagai komponen minor (Mn
umumnya kurang dari 0,2 % dan Co umumnya kurang dari 0,005 %).
Sebagian besar mangan dan cobalt dalam ultramafik adalah dalam
struktur olivin dan piroksin. Pada pemecahan mineral ferromagnesia,
mangan dan cobalt dilepaskan. Perilaku mangan dan cobalt dalam
profil pelapukan sangat mirip seperti yang tercermin oleh kenyataan
bahwa hampir 90% dari cobalt yang terkandung dalam batuan dasar
yang tergabung dalam mineral oksida mangan asbolit, lithiophorit
dan gumpalan (Kuhnel et al, 1978 dalam ahmad 2006). Umumnya
konsentrasi cobalt tertinggi ditemukan pada mineral mangan dengan
kristalinitas terendah. Kedua mangan dan cobalt juga dapat terserap
dalam goetit dan mineral limonit. Mn dan Co memiliki mobilitas agak
rendah di cairan asam dan cenderung bergerak turun mengikuti profil
laterit. Namun mereka mencapai tingkat stabil (dan lebih awal dari
nikel) dan di endapkan baik di bagian bawah dari zona limonit atau
di bagian atas dari zona saprolit atau pada zona transisi.
Konsentrasi cobalt umumnya mengikuti mangan di profil laterit.Pada
daerah tropis dengan kelembaban suhu serta curah hujan yang sangat
tinggi, mengakibatkan proses pelapukan kimia membentuk unsur mobile
dan non mobile. Unsur mobile (Ca, Na, K, Mg dan Si) dipengaruhi
oleh sifat kestabilan ion kimia dan menyebabkan proses pelarutan
unsur-unsur kimia dalam batuan ultramafik akan mudah terlepas
(leached out). Unsur-unsur non mobile akan residu dan
terkonsentrasi pada sisa batuan yang lapuk, meliputi Al, Fe, Cr,
Ti, Mn dan Co. Unsur-unsur semi-mobile akan terlepas di bagian atas
profil laterit dan terkonsentrasi di bagian bawah dan mengalami
pengkayaan (supergene enrichment).Menurut Golightly (1981), sifat
mobile dan immobile dari unsur Ni, Co, Fe dan Mg memiliki nilai
kadar yang berbeda pada tiap lapisan, yaitu: lapisan limonit (Ni
: