-
Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pisang (Musa Parasidiaca) merupakan tanaman buah buahan
tropika
yang berasal dari Asia tenggara, Brazil dan India. Di Asia
Tenggara, pisang
diyakini berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisanh
telah lama
berkembang di India yaitu sejak 500 tahun sebelum masehi dan
menyebar
sampai ke daerah Pasifik. Pisang memiliki peranan penting di
Indonesia
karena dikonsumsi oleh konsumen tanpa memperhatikan tingkat
sosial
(Satuhu dan Supriadi, 2000). Indonesia merupakan salah satu
sentra primer
keragaman pisang, baik pisang segar, olahan dan pisang liar.
Lebih dari 200
jenis pisang terdapat di Indonesia. Sentra produksi pisang di
Indonesia
tersebar di 16 provinsi, 70 kabupaten. Provinsi tersebut antra
lain NAD,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung,
Riang, Jawa
timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan
Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan
Maluku
Utara. Selama periode 1995 sampai 2002 luas panen pisang
berfluktuasi,
namun pada tahun 2003 2004 cenderung meningkat (BPS, 2003).
Di Indonesia tanaman pisang adalah tanaman yang multiguna,
selain
buahnya yang digunakan sebagai bahan konsumsi, daunnya juga
dapat
digunakan sebagai pembungkus dan bakal buahnya atau yang serinh
dikenal
sebagai jantung pisang digunakan sebagai sayur. Pisang
memiliki
kandungan gizi seperti karbohidrat, vitamin, mineral, air, lemak
dan protein
(Direktor Jendral Bina Reproduksi Hortikultura, 2003).
Selain itu, pisang merupakan jenis buah yang mengandung
banyak
senyawa kimia yang bersifat antioksidan. Penelitian terhadao
pisang
menunjukan bahwa pisang tersebut banyak mengandung phenolik
serta
karotene (Fatemeh et al., 2012). Selain pada buah pisang,
antioksidan juga
terdapat pada kulit pisang. Antioksidan yang terdapat pada kulit
pisang
-
Page | 2
memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah
pisang
sendiri (Nagabhushan dan Bhide, 1998).
Pemanfaatan kulit pisang di Indonesia,terbatas sebagai
campuran
pakan ternak (20-30%), serta pupuk kandang dan kompos (60-70%)
(Husni,
2009). Eksplorasi potensi kulit pisang pada bidang kesehatan
belum banyak
dilakukan, meskipun beberapa peneliti melaporkan bahwa kulit
pisang
mengandung nutrien penting bagi kesehatan yang tidak kalah
dengan
dengan daging buahnya. Fokus penelitian terdahulu lebih banyak
pada
karakterisasi kandungan nutrien kulit pisang, aktivitas ekstrak
kulit pisang
sebagai antimikrobia, dan antibiotik alami, sedangkan aktivitas
antioksidan
pada kulit pisang belum banyak diteliti (Mokbel and Hashinaga,
2005).
Aktivitas antioksidan dan antimikrobial pada kulit pisang
terjadi
karena pada kulit pisang juga terkandung senyawa organic seperti
pada
bagian tanaman pisang yang lain. Senyawa organic yang terdapat
pada kulit
pisang merupakan jenis senyawa golongan flavonoid seperti
sianidin,
delpinidin, petunidin, dan
malvidin-3-ramnosil-1,6-glukosida.
Gambar 1 Senyawa Metabolit Sekunder Dalam Kulit Pisang
-
Page | 3
Pada penelitian ini akan dilakukan pemanfaatan limbah kulit
pisang
untuk didapatkan ekstrak senyawa bahan alamnya dan diuji dayanya
dalam
aplikasinya sebagai antioksidan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk
mendapatkan
kandungan senyawa bahan alam yang terdapat pada kulit pisang
secara
optimal dan pelarut apa yang digunakan?
2. Apa saja senyawa bahan alam yang terkandung pada kulit
pisang?
3. Bagaimana aktivitas antioksidan ekstrak kulit pisang?
4. Berapa nilai IC50 ekstrak kulit pisang?
5. Berapa nilai total kadar fenol dan total kadar flavonoid dari
ekstrak kulit
pisang?
1.3 Hipotesis
1. Metode ekstraksi yang dapat menyari kandungan bahan alam pada
kulit
pisang dengan maksimal adalah dengan menggunakan metode
maserasi
dengan menggunakan pelarut polar
2. Senyawa bahan alam yang terdapat pada kulit pisang adalah
flavonoid
dan saponin
3. Aktivitas antioksidan kulit pisang adalah cukup kuat
4. Nilai IC50 kulit pisang dibawah 100
5. Nilai total kadar fenol dan total kadar flavonoid dari kulit
pisang kurang
dari 5%
-
Page | 4
1.4 Tujuan Penelitian
1. Memanfaatkan limbah kulit pisang yang selama ini
disia-siakan
2. Mengetahui kondisi yang optimum untuk mengekstrak kulit
pisang
3. Memanfaatkan ekstrak kulit pisang sebagai penangkal radikal
bebas
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk menambah
inventaris
ekstrak senyawa bahan alam yang dapat digunakan untuk menangkal
radikal
bebas.
-
Page | 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pisang
Pisang (Musa paradisiac) adalah tanaman buah yang berupa
herba
yang banyak terdapat di Asia Tenggara, seperti Indonesia, dan
terdapat juga
di Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Tanaman ini
mengandung karbohidrat, vitamin, dan mineral, terutama kalium.
Selain itu,
tanaman pisang juga mengandung beberapa senyawa organic,
seperti
saponin, tanin, dan flavonoid. Beberapa manfaat dari tanaman
pisang antara
lain:
Mempercepat penyembuhan luka
Mengatasi jerawat
Meredakan nyeri
Kulit pisang adalah salah satu bagian yang terdapat dari
tanama
pisang. Kulit pisang ini membungkus buah pisang, dan biasanya
hanya
menjadi limbah saja. Kalaupun dimanfaatkan hanya sebatas untuk
pakan
ternak. Padahal, di dalam kulit pisang terdapat senyawa
flavonoid yang
cukup banyak yang dapat dimanfaatkan. Selain flavonoid, pada
kulit pisang
juga terdapat senyawa saponin. Sama seperti halnya buahnya,
kulit pisang
ini juga bermanfaat untuk mengobati jerawat. Selain itu kulit
pisang ini juga
berkhasiat untuk memutihkan gigi dan mengobati iritasi
kulit.
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa spp.
Gambar 2 Buah Pisang
-
Page | 6
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman
obat.
Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia
yang
terdapat dalam simplisia.
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia
yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi
pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat
dengan
menyaring simplisia nabati dan hewani menurut cara yang
cocok,
diluar pengaruh matahari yang langsung. Ekstrak kering harus
lebih mudah
digerus menjadi serbuk. Terdapat beberapa jenis ekstrak baik
ditinjau dari
segi pelarut yang digunakan ataupun hasil akhir dari ekstrak
tersebut (4).
1) Ekstrak air
Menggunakan pelarut air sebagai cairan pengekstraksi. Pelarut
air
merupakan pelarut yang mayoritas digunakan dalam proses
ekstraksi.
Ekstrak yang dihasilkan dapat langsung digunakan atau diproses
kembali
seperti melalui pemekatan atau proses pengeringan .
2) Tinktur
Sediaan cari yang dibuat dengan cara maserasai ataupun
perkolasi
simplisia. Pelarut yang umum digunakan dalam proses produksi
tinktur
adalah etanol. Satu bagian simplisia diekstrak dengan
menggunakan 2-10
bagian menstrum/ekstraktan.
3) Ekstrak cair
Bentuk dari ekstrak cair mirip dengan tinktur namun telah
melalui
pemekatan hingga diperoleh ekstrak yang sesuai dengan
ketentuan
farmakope.
4) Ekstrak encer
Ekstrak encer dibuat seperti halnya ekstrak cair. Namun kadang
masih
perlu diproses lebih lanjut.
-
Page | 7
5) Ekstrak kental
Ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah mengalami proses
pemekatan. Ekstrak kental sangat mudah untuk menyerap lembab
sehingga
mudah untuk ditumbuhi oleh kapang. Pada proses industri ekstrak
kental
sudah tidak lagi digunakan, hanya merupakan tahap perantara
sebelum
diproses kembali menjadi ekstrak kering.
6) Ekstrak kering (extract sicca)
Ekstrak kering merupakan ekstrak hasil pemekatan yang
kemudian
dilanjutkan ke tahap pengeringan. Proses pengeringan dapat
dilakukan
dengan berbagai macam cara yaitu dengan menggunakan bahan
tambahan
seperti laktosa atau aerosil, menggunakan proses kering beku
namun proses
ini tidak ekonomis, dan dengan menggunakan proses semprot kering
atau
fluid bed drying.
7) Ekstrak minyak
Dilakukan dengan cara mensuspensikan simplisia dengan
perbandingan tertentu dalam minyak yang telah dikeringkan,
dengan cara
seperti maserasi.
8) Oleoresin
Merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi bahan
oleoresin
(mis. Capsicum fructus dan zingiberis rhizom) dengan pelarut
tertetu
umumnya etanol.
Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui berkaitan
dengan
proses ekstraksi adalah ekstraktan/menstrum yaitu
pelarut/campuran pelarut
yang digunakan dalam proses ekstraksi dan rafinat yaitu
sisa/residu dari
proses ekstraksi.
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan
antara lain:
a. Jumlah simplisia yang akan diesktrak
b. Derajat kehalusan simplisia
c. Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar
sehingga proses
ekstraksi akan lebih optimal.
-
Page | 8
d. Jenis pelarut yang digunakan
e. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut
tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang
memiliki
kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan
pelarut yang
memiliki tingkat kepolaran yang sama.
Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan
pelarut
yaitu:
a) Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk
mengekstrak
senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar
cenderung
universal digunakan karena biasanya walaupun polar, tetap dapat
menyari
senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah
satu contoh
pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
b) Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih
rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk
mendapatkan
senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini
adalah:
aseton, etil asetat, kloroform.
c) Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini
baik
untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut
dalam
pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis
minyak.
Contoh: heksana, eter.
Adapun Beberapa syarat-syarat pelarut yang ideal untuk
ekstraksi
yaitu:
a. Tidak toksik dan ramah lingkungan.
b. Mampu mengekstrak semua senyawa dalam simplisia.
c. Mudah untuk dihilangkan dari ekstrak.
d. Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam simplisia yang
diekstrak.
e. Murah/ ekonomis.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari ekstraksi
yaitu:
-
Page | 9
1. Lama waktu ekstraksi
Lama ekstraksi akan menentukan banyaknya senyawa-senyawa
yang
terambil. Ada waktu saat pelarut/ ekstraktan jenuh. Sehingga
tidak pasti,
semakin lama ekstraksi semakin bertambah banyak ekstrak yang
didapatkan.
2. Metode ekstraksi, termasuk suhu yang digunakan.
Terdapat banyak metode ekstraksi. Namun secara ringkas dapat
dibagi
berdasarkan suhu yaitu metode ekstraksi dengan cara panas dan
cara dingin.
Metode panas digunakan jika senyawa-senyawa yang terkandung
sudah
dipastikan tahan panas.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman
yaitu
pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut
organik di luar
sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses
ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi
cairan zat
aktif di dalam dan di luar sel.
2.3 Maserasi
Maserasi atau macerare(Bahasa Latin, artinya merendam)
adalah
ekstraksi bahan nabati dengan cara merendam simplisia kedalam
suatu
pelarut, baik polar maupun non polar, selama beberapa waktu
sambil
sesekali diaduk. Prinsip dari ekstraksi dengan cara maserasi
adalah difusi
senyawa yang terdapat pada simplisia dengan pelarut sehingga
tercapai
kesetimbangan konsentrasi antara simplisia dengan pelarut.
Keuntungan
dari penggunaan metode ini adalah:
1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana
perendam
2. Beaya operasionalnya relatif rendah
3. Prosesnya relatif hemat penyari
-
Page | 10
4. Tanpa pemanasan
Meskipun metode ekstraksi dengan maserasi memiliki
keuntungan
dalam hal kemudahan untuk melakukannya, metode ini memiliki
kelemahan
seperti tidak terekstraknya seluruh senyawa simplisia (50%) dan
waktu yang
relative lama.
Gambar 3 Prinsip Kerja Ekstraksi Metode Maserasi
2.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan molekul polifenol yang larut dalam air
yang
mengandung 15 atom karbon. Kerangka dasar flavonoid dapat
dilihat
sebagai dua cincin benzene yang bergabung bersama-sama dengan
tiga
rantai karbon yang pendek (Tanaka,et al, 2008). Lebih dari 4000
jenis senyawa
flavonoid telah teridentifikasi. Penomoran flavonoid dapat
dilihat sebagai berikut.
Gambar 4 Penomoran Gugus Flavonoid
-
Page | 11
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang melimpah di alam
dan
dikategorikan menurut struktur kimianya ke dalam flavonol,
flavon,
flavanone, isoflavon, katekin, antosianidin, dan kalkon (Tanaka,
et al,
2008). Pentingnya senyawa polifenol terhadap kesehatan manusia
telah
dipelajari secara massif dalam beberapa tahun terakhir,
khususnya golongan
flavonoid. Flavonoid dapat berguna sebagai antimikroba,
fotoreseptor,
antioksidan, antiallergenic, dan anti inflamasi.
Gambar 5 Golongan Senyawa Flavonoid
2.5 Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada
tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus
hidroksi
(OH-) dan gugus gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi
nama
berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol
kebanyakkan
memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut
polifenol.
Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal
dari tumbuhan yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik
yang
mengandung satu atau dua gugus OH-. Senyawa fenolik di alam
terdapat
sangat luas, mempunyai variasi struktur yang luas, mudah
ditemukan
-
Page | 12
di semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa fenolik
alam
telah diketahui strukturnya,antara lain flavonoid, fenol
monosiklik
sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tannin),
dan
kuinon fenolik.
Banyak senyawa fenolik alami mengandung sekurang-kurangnya
satu gugus hidroksil dan lebih banyak yang membentuk senyawa
eter, ester
atau glioksida daripada senyawa bebasnya. Senyawa ester atau
eter fenol
tersebut memiliki kelarutan yang lebih besar dalam air daripada
senyawa
fenol dan senyawa glioksidanya.
Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat yang
tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi akan berubah menjadi
gelap.
Kelarutan fenol dalam air akan bertambah, jika gugus hidroksil
makin
banyak. Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologis yang
beraneka ragam,
dan banyak digunakan dalam reaksi enzimatik oksidasi kopling
sebagai
substrat donor H. Reaksi oksidasi kopling, selain membutuhkan
suatu
oksidator juga memerlukan adanya suatu senyawa yang dapat
mendonorkan
H. Senyawa fenolik merupakan contoh ideal dari senyawa yang
mudah
mendonorkan atom H.
Senyawa fenolik mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki
satu atau lebih gugus hidroksil yang terikat pada satu atau
lebih cincin
aromatik benzena. Ribuan senyawa fenolik di alam telah
diketahui
strukturnya, antara lain fenolik sederhana, fenil propanoid,
lignan,
asam ferulat, dan etil ferulat .
2.6 Fitokimia dan Senyawa Metabolit Sekunder
Fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto adalah
tumbuhan
dan chemical adalah zat kimia. Dengan demikian fitokimia
merupakan zat
kimia alami yang terdapat di didalam tumbuhan dan dapat
memberikan rasa,
-
Page | 13
aroma atau warna pada tumbuhan itu. Senyawa kimia tidak termasuk
ke
dalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak,
vitamin,
mineral maupun air. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki
definisi
yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk
pada
senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan
untuk
fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan
bagi
kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit.
Fitokimia,
senyawa yang begitu bermanfaat sebagai antioksidan dan mencegah
kanker
juga penyakit jantung.
Beberapa studi pada manusia dan hewan membuktikan zat zat
kombinasi fitokimia ini didalam tubuh memiliki fungsi tertentu
yang
berguna bagi kesehatan. Kombinasi itu antara lain menghasilkan
enzim
enzim sebagai penangkal racun, merangsang sistem pertahanan
tubuh,
mencegah penggupalan keeping keeping darah, menghambat
sintesa
kolesterol dihati, dan meningkatkan metabolisme hormon. Secara
garis
besar fitokimia terdiri dari alkaloid, flavonoid, terpenoid,
steroid, saponin,
kuinon, dan tannin.
2.6.1 Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas
hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung
paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa
dan
membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984).
Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit
kayu
dari tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat
mencapai
10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula
yang
sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa
tanpa
warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk
kristal
tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada
suhu
kamar (Sabirin, et al.,1994).
-
Page | 14
2.6.2 Flavonoid
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang
ditemukan di alam terutama pada jaringan tumbuhan tinggi.
Senyawa
ini merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi dari sel
dan
terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson,
1991).
Senyawa flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti
dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6 - C3 C6. Susunan
tersebut dapat menghasilkan tiga struktur yaitu:
1,3-diarilpropana
(flavonoid), 1,2-diarilpropana (isoflavonoid),
2,2-diarilpropana
(neoflavonoid).
Menurut Markham (1982), flavonoid merupakan senyawa polar
karena mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu
gula,
sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti
etanol,
metanol, butanol dan air. Flavonoid umumnya terikat pada gula
sebagai
glukosida dan aglikon flavonoid. Uji warna yang penting dalam
larutan
alkohol ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat.
Diantara
flavonoid hanya flavalon yang menghasilkan warna merah ceri
kuat
(Harborne,1984).
2.6.3 Terpenoid
Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena, CH2=C(CH3)-
CH=CH2 dan kerangka karbonya dibangun oleh penyambungan dua
atau lebih satuan C5 ini. Walaupun demikian, secara
biosintesis
senyawa yang berperan adalah isopentil pirofosfat,
CH2=C(CH3)-
(CH)2OPP, yang terbentuk dari asetat melalui asam mevalonat,
CH2OHCH2C(OH,CH3)-CH2CH2COOH. Isopentil piropospat terdapat
dalam sel hidup dan berkesinambungan dengan isomernya,
dimetilalil
piropospat, (CH3)2C=CHCH2OPP.
Berdasarkan kenyataan ini, terpenoid dikelompokan dalam 5
bagian:
-
Page | 15
a. Monoterpen terdiri dari dua unit C5 atau 10 atam karbon.
b. Siskuisterpen terdiri dari tiga unit C5 atau 15 atom
karbon
c. Diterpen terdiri dari empat unit C5 atau 20 atom karbon
d. Triterpen terdiri dari enam unit C5 atau 30 atom karbon
e. Tetraterpen terdiri dari delapan unit C5 atau 40 atom
karbon
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan
terdapat
didalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya diekstraksi
memakai
petrolium eter, eter atau kloroform dan dapat
dipisahkan secara kromatografi pada silika gel dengan pelarut
ini
(Harborne,1987).
Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk
dari
sistem cincin siklopentana prehidrofenantrena. Steroid
merupakan
golongan senyawa metabolik sekunder yang banyak dimanfaatkan
sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari
senyawa-
senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan (Djamal, 1988).
2.7 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan,
membersihkan, menahan pembentukan oksigen reaktif dan radikal
bebas
dalam tubuh. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak
stabil
karena tidak memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam
orbital
luarnya sehingga sangat reaktif untuk mendapatkan pasangan
electron
dengan mengikat sel sel tubuh. Apabila hal tersebut terjadi
secara terus
menerus data menyebabkan kerusakan dan kematian sel (Lautan,
1997, Sies,
1993).
Fungsi utama antioksidan digunakan untuk memperkecil
terjadinya
proses oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya
proses
kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam
industry makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung
daam
makanan. Antioksdian tidak hanya digunakan dalam industry
farmasi, tetapi
-
Page | 16
juga digunakan secaa luas dalam indutri makanan, industry
petroleum,
industry karet dan sebaginya (Tahir, Wijaya, dan Widyaningsih,
2003).
Antioksidan dapat bersumber dari zat zat alami hasil isolasi.
Anya
antioksidan alami maupun sintesis dapat menhambat oksidasi
lipid,
mencegah kerusakan perubahann degradsi komponen organic dalam
bahan
makanan. Beberapa senyawa antioksidan sintesis yang umum
digunakan
adlah butylated hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxyanisole
(BHA),
terbutylhydroxyquinone (TBHQ), asam galat dan propil galat.
Antioksidan
alami dapat diperoleh dari makanan sehari hari seperti sayuran,
buah
buahan, kacang kacangan dan tanaman lainnya yang mengandung
antioksidan bervitamin seperti vitamin A, C dan E, asam-asam
fenolat
seperti asam ferulat, asam klorogerat, asam elegat, dan asam
kafeat, dan
senyawa flavonoid seperti kuersetin, mirisetin, apigenin,
luteolin, dan
kaemferol (Rohdiana, 2001, Pokornya et al, 2001).
2.8 Uji Aktivitas Antioksidan
Untuk menentukan aktivitas antioksidan metode yang dilakukan
yaitu :
2.8.1. Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar
dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan
beberapa
senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan
DPPH
baik secara transfer electron atau radikal hydrogen pada DPPH
akan
menetralkan karakter radikal bebas dan DPPH. Jika semua
electron
pada radikal bebas DPPH menjadi berpasanan maka warna
larutan
berubah dari ungu tua menjadi kuning terang pada panjang
gelombang
517 nm akan hilang.
-
Page | 17
2.9 Spektrofotometer UV-Visible
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran
energi
cahaya oleh suatu systempada panjang gelombang tertentu. Sinar
ultraviolet
(UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar
tampak
(visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran
spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang
melibatkan
energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna
untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam
larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang
tertentu
dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding
terbalik dengan
transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa
pembatasan,
yaitu :
Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai
penampang yang sama
Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak
tergantung
terhadap yang lain dalam larutan tersebut
Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
-
Page | 18
Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
2.9.1 Bagian-Bagian dari Spektrofotometer UV-Vis
2.9.1.1 Sumber Cahaya
Pada spektrofotometer harus memeiliki pancaran radiasi yang
stabil dan intensitas yang tinggi. Sumber cahaya pada
spektrofotometer
UV-Vis ada dua macam :
Lampu Tungsten (Wolfram), lampu ini digunakan untuk
mengukur sampel pada daerah tampak. Bentuk lampu ini mirip
dengna
bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang gelombang antara
350-2200
nm. Spektrum radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya
memiliki
waktu 1000jam pemakaian.
Lampu Deuterium, lampu ini dipakai pada panjang
gelombang 190-380 nm. Spektrum energi radiasinya lurus, dan
digunakan untuk mengukur sampel yang terletak pada daerah
uv.
Umumnya memiliki waktu 500 jam pemakaian.
Gambar 6 Prinsip Kerja Spektrofotometer UV-VIs
-
Page | 19
2.9.1.2 Wadah Sampel
Kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan
karenanyan
kebanyakan wadah sampel adalah sel/kuvet untuk menaruh cairan
ke
dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu harus dapat
meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral yang diminati,
jadi
kuvet kaca melayani daerah tampak, kuvet kuarsa atau silica
untuk
daerah ultraviolet.
Gambar 7 Kuvet
2.9.1.3 Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya
polikromatis menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan
komponen panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian
monokromator,
yaitu :
Prisma
Grating (kisi difraksi)
Celah 19amba
Filter
-
Page | 20
2.9.1.4 Detektor
Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan.
Sinar kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan
dalam
rekorder dan ditampilkan dalam bentuk angka-angka
padakomputer.
2.9.1.5 Recorder/Visual Display
Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat
listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan maupun
Absorbansi.
-
Page | 21
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2014
bertempat
di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Ekstraksi Maserasi
Alat yang digunakan antara lain blender, Erlenmeyer 250mL,
neraca analitik, gelas beker 100mL, spatula, gelas ukur 100mL,
rotary
evaporator, kaca arloji, oven, corong, dan desikator. Bahan
yang
digunakan adalah kulit buah pisang, methanol, kertas saring,
dan
alumunium foil.
3.2.2 Uji Fitokimia
Alat alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu tabung
reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 mL, pipet tetes,
vortex, corong,
dan kertas saring. Bahan bahan yang dugunakan dalam percobaan
ini
yaitu HCl 2%, FeCl3 1%, NaOH 2N, serbuk Mg, reagen
Lieberman-
Burchard, reagen Mayer, reagen Dragendorff, reagen Wagner,
dan
aquadest.
3.2.3 Uji Aktivitas Antioksidan
Alat alat yang digunakan adalah tabung reaksi, labu ukur 10
mL, pipet ukur, pipet tetes, gelas beaker, alumunium foil,
batang
pengaduk, timbangan analitik, dan spektrofotometer UV-Vis.
Bahan
bahan yang digunakan adalah methanol, DPPH, dan kulit pisang
yang
diperoleh dari pedagang gorengan yang berada di daerah Ciputat,
yang
telah sebelumnya dikeringkan dengan cara dijemur.
-
Page | 22
3.2.4 Uji Kadar Total Fenol dan Flavonoid
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi,
rak
tabung reaksi, pipet gondok, pipet tetes, gelas ukur, dan labu
ukur,
batang pengaduk, neraca timbang, spektrofotometer uv-vis.
Bahan-
bahan yang digunakan untuk uji kadar total fenol adalah larutan
Standar
asam galat, reagent Folin-Ciocalteau, Na2CO3 2%, dan
aquades.
Bahan-bahan yang digunakan untuk uji kadar total flavonoid
adalah
methanol, AlCl3 10%, NaNO3 5%, NaOH, aquadest, dan larutan
standar quarsetin.
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Ekstraksi Maserasi
Sampel kulit buah pisang dikeringkan dengan menggunakan
bantuan sinar matahari. Setelah kering sampel lalu dihaluskan
dengan
menggunakan blender. Lalu sampel ditimbang sebanyak 50 gram
dan
kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250mL. Ke dalam
Erlenmeyer 250mL lalu ditambahkan pelarut methanol hingga
sampel
terendam (sekitar 300mL). Erlenmeyer lalu ditutup dengan
menggunakan alumunium foil dan didiamkan selama 3 hari.
3.3.2 Uji Fitokimia
3.3.2.1 Uji Alkaloid
Ekstrak tanaman sebanyak 4 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL HCl 2% ke dalam tabung
reaksi
tersebut. Setelah itu divortex dan dibagi ke dalam 3 tabung.
Tabung pertama ditambahkan 2-3 tetes reagen Dragendorff
(positif alkaloid jika terdapat endapan jingga), tabung
kedua
ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer (positif alkaloid jika
terdapat
endapan kuning), dan tabung ketiga ditambahkan 2-3 tetes
reagen
Wagner (positif alkaloid jika terdapat endapan coklat).
-
Page | 23
3.3.2.2 Uji Flavonoid
Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg ke dalam
tabung
reaksi dan 1 mL HCl 2% (positif flavonoid jika timbul busa
dan
berwarna bening-orange.
3.3.2.3 Uji Triterpenoid dan Steroid
Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes reagen Liberman-
Burchard ke dalam tabung reaksi tersebut (positif triterpenoid
jika
terbentuk cicin kecoklatan atau violet dan positif sterid jika
berwarna
hijau).
3.3.2.4 Uji Kuinon
Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan NaOH 2N ke dalam tabung reaksi
tersebut dan dikocok (positif kuinon jika berwarna merah).
3.3.2.5 Uji Tanin
Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% ke dalam
tabung
tersebut dan dikocok (positif tanin jika berwarna hijau
kehitaman atau
biru tinta).
3.3.2.6 Uji Saponin
Sampel tanaman yang telah kering dan halus ditimbang
sebanyak
1 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan aquades sebanyak 5 mL ke dalam tabung reaksi
tersebut.
Setelah itu dipanaskan dalam penanggas air selama 5 menit.
Cairan
yang diperoleh disaring dan didiamkan sampai agak dingin.
Setelah itu
-
Page | 24
dikocok dengan kuat sampai timbul busa (positif saponin jika
busa
tersebut stabil selama 10 menit).
3.3.3 Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak tanaman kulit pisang hasil pemekatan ditimbang
sebanyak 10 mg dan dilarutkan dalam 10 mL methanol sehingga
diperoleh konsentrasi sebesar 1000 ppm. Larutan sampel dibuat
dengan
berbagai konsentrasi (9, 18, 37, 75, 150 dan 300 ppm).
Kemudian,
ditambahkan larutan DPPH 0,002% dengan perbandingan 1:1.
Setiap
konsentasi dibuat duplo. Larutan sampel dikocok sampai
homogeny
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit, lalu diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
dengan
panjang gelombang 515,15 nm. Terakhir, dihitung persentase
inhibisi
yang diwakili oleh IC50 dihitung dengan rumus sebagai berikut
:
Dari nilai persen inhibsi sebagai absis (x) dan konsentrasi
ekstrak
sebagai ordinat (y).
3.3.4 Uji Kadar Total Fenol dan Flavonoid
3.3.4.1 Kadar Total Fenol
Dimasukkan 0,5 ml sampel ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 2,5 ml air destilasi dan reagen Folin Coilcetau
sebanyak
0,5 ml. Setelah itu, diinkubasi selama 5 menit dan
ditambahkan
Na2CO3 2% sebanyak 2 ml. Lalu diinkubasi lagi dipenangas air
24ambal dididihkan selama 30 menit. Lalu diukur
absorbansinya
dengan spektrofotometri UV-Vis.
-
Page | 25
3.3.4.2 Kadar Total Flavonoid
Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 5 ml aquades. Lalu dipipet tepat 0,3 ml NaNO3 5%
dan
ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu, ditambahkan
lagi 0,3
ml AlCl3 10%. Lalu disentrifuge selama 5 menit dan
diinkubasi.
Setelah selesai, ditambahkan NaOH 2 ml. Langkah terakhir,
ditambahkan H2O2 hingga volume tepat 10 ml.
-
Page | 26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi Maserasi
Ekstraksi sampel kering kulit pisang menggunakan metode
maserasi
bertujuan untuk mendapatkan senyawa pada kulit pisang yang tidak
tahan
akan pemanasan seperti flavonoid. Pada ekstraksi ini digunakan
pelarut
methanol yang merupakan pelarut polar. Penggunaan pelarut polar
pada
ekstraksi bertujuan agar senyawa yang bersifat polar maupun
nonpolar
dapat terekstrak, sehingga semua senyawa yang terdapat pada
sampel kulit
pisang dapat terekstrak seluruhnya.
Pada ekstraksi ini sampel kulit pisang pertama dikeringkan
dengan
bantuan sinar matahari. Pengeringan bertujuan untuk
menghilangkan
kandungan air yang terdapat pada kulit pisang. Pengeringan
dilakukan tidak
dilakukan dengan menggunakan oven karena jika pengeringan
dilakukan
dengan menggunakan oven dikhawatirkan senyawa bahan alam
yang
terkandung pada kulit pisang akan rusak. Setelah sampel kering,
sampel lalu
dihaluskan dengan blender agar proses difusi pelarut kedalam
membrane sel
sampel dapat berlangsung lebih optimal sehingga senyawa bahan
alam yang
terkandung dapat terekstrak oleh pelarut.
Sampel yang sudah halus lalu diambil sebanyak 50 gram dan
kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250mL yang nantinya
akan
digunakan untuk wadah maserasi. Lalu kedalam Erlenmeyer
dimasukkan
pelarut methanol. Pelarut yang ditambahkan harus merendam
seluruh
sampel kering yang terdapat di dalam Erlenmeyer agar semua
bagian dari
sampel dapat terekstrak. Erlenmeyer lalu ditutup dengan
alumunium foil
agar terhindar dari udara. Sampel lalu didiamkan selama 3
hari.
Setelah 3 hari, filtrate hasil maserasi dipisahkan dari sampel
padat dan
kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.
Pemekatan
dilakukan untuk memisahkan senyawa bahan alam yang telah
terekstrak
dari pelarutnya. Setelah selesai dipekatkan, sampel pekat lalu
dioven untuk
memastikan bahwa pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sudah
tidak
-
Page | 27
terdapat di ekstrak pekatnya. Setelah selesai dioven sampel lalu
didinginkan
di desikator dan kemudian ditimbang. Dari 50 gram sampel padat
yang
dipakai didapatkan ekstrak pekat seberat 1,2 gram.
4.2 Uji Fitokimia
Ekstrak kulit pisang yang telah didapatkan dari proses
ekstraksi
kemudian dilakukan uji fitokimia untuk diketahui kandungan
metabolit
sekunder yang terdapat di dalamnya. Hasil dari uji fitokimia
dipaparkan
dalam tabel berikut.
No Pengujian Pereaksi Teori Hasil Ket
+1. Alkaloid
Reagen
Dragendorff
Positif endapan
jinga
Terdapat endapan
jingga +
Reagen Mayer Positif endapan
kuning
Terdapat endapan
kuning +
Reagen Wagner Positif endapan
coklat
Terdapat endapan
coklat +
2. Flavonoid Serbuk Mg + HCl
2%
Positif jika timbul
busa dan larutan
bening
Terdapat busa dan
larutan bening +
3. Steroid
Reagen
Liberman-
Burchard
Positif jika larutan
hijau
Tidak terjadi
perubahan hijau _
4. Kuinon NaOH 2N Positif jika larutan
merah
Tidak terjadi
perubahan merah _
5. Tanin FeCl3 1% Positif jika larutan
hijau kehitaman
Tidak terjadi
perubahan hijau
kehitaman _
6. Saponin Aquades Positif jika timbul
busa stabil
Terbentuk busa
yang stabil +
Tabel 1 Hasil Uji Fitokimia
Pada ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) diambil 4 mL,
yang
kemudian ditambahkan 0,5 HCl 2% menghasilkan warna kuning
pudar.
Setelah itu dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Pada tabung
pertama
ditambahkan reagen Dragendorff sebanyak 3 tetes menghasilkan
endapan
jingga. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
-
Page | 28
Gambar 8 Reaksi Uji Alkaloid Dengan Pereaksi Dragendorff
pada tabung ke dua ditambahkan reagen Mayer sebanyak 3 tetes
menghasilkan endapan kuning, reaksi yang terjadi sebagai berikut
:
Gambar 9 Reaksi Uji Alkaloid Dengan Pereaksi Mayer
Pada tabung ke tiga ditambahkan reagen Wagner menghasilkan
endapan coklat, reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Gambar 10 Reaksi Uji Alkaloid Dengan Pereaksi Wagner
Dari semua ke tiga tabung tersebut menghasilkan hasil yang
positif
jika ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) mengandung
senyawa
alkaloid. Alkaloid berfungsisebagai faktor pertumbuhan tanaman,
sebagai
cadangan makanan, dan sebagai racun untuk melindungi tanaman
dari
serangga.
Pada uji falavonoid ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca)
diambil
sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg ke
dalam
-
Page | 29
tabung reaksi dan 1 mL HCl 2%, dari campuran tersebut
menghasilkan busa
dan larutan berwarna bening yang menunjukan bahwa hasilnya
positif kulit
pisang (Musa Paradisiaca) mengandung senyawa flavonoid, reaksi
yang
terjadi sebagai berikut :
Gambar 11 Reaksi Uji Flavonoid
Senyawa flavonoid berfungsi sebagai pencegah pengroposan
tulang,
sebagai antibiotik, dan sebagai antivirus, termasuk antivirus
HIV/AIDS.
Pada uji steroid ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca)
diambil
sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan beberapa tetes
reagen
Liberman-Burchar ke dalam tabung reaksi tidak menghasilkan
perubahan
warna hijau yang menunjukan bahwa kulit pisang (Musa
Paradisiaca) tidak
mengandung senyawa steroid. Jika positif maka akan
menghasilkan
perubahan warna hijau seperti reaksi sebagai berikut :
Gambar 12 Reaksi Uji Triterpenoid
Pada uji kuinon ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca)
diambil
sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan NaOH 2N yang
kemudian
dikocok dengan alat vortex tidak menghasilkan perubahan warna
merah
yang menunjukkan bahwa kulit pisang (Musa Paradisiaca) tidak
mengandung senyawa kuinon.
-
Page | 30
Pada uji tanin ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca)
diambil
sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%
yang
kemudian dikocok, hasil dari ekstraksi tersebut memberikan hasil
yang
positif yaitu dengan menghasilkan perubahan warna hijau
kehitaman,
seperti pada reaksi berikut :
Gambar 13 Reaksi Uji Kuinon
Tanin berfungsi sebagai antioksidan dan tanin juga dapat
menghambat
penyerapan nutrisi oleh tubuh sehingga lemak yang terlarut dalam
serum
darah tidak bisa diserap oleh tubuh dan banyak dikeluarkan dalam
bentuk
feses.
Pada uji saponin kulit pisang (Musa Paradisiaca) dihaluskan
dan
ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan sebanyak 5
mL
aquades dan dipanaskan diatas penaggas air selama 5 menit.
Cairan yang
diperoleh disaring dan didiamkan sampai dingin setelah itu
dipindahkan ke
dalam tabung reaksi sebanyak 3 mL dan dikocok sampai berbusa.
Hasil dari
uji tanin menghasilkan hasil yang positif dengan ditandainya
busa yang
stabil selama 10 menit. Saponin berfungsi sebagai antibiotik dan
penghilang
rasa sakit.
4.3 Uji Aktivitas Antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan
metode DPPH. Berdasarkan pada penelitian terdahulu, metode ini
aling
umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksdian sampel secara
in vitro
dan juga merupak metode yang sederhana, cepat serta bahan kimia
yang
digunakan hanya sedikit. Pengukuran dilakukan secara
spektrofotometer
-
Page | 31
UV-Vis . penentuan panjang gelombang DPPH dilakukan pada 5015,15
nm
dan selanjutnya pengukuran dengan metode peredaman radikal
DPPH
dilakukan oada panjang gelombang tersebut.
Prinsip dari metode DPPH adalah interaksi antioksidan dengan
DPPH
baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH
akan
menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua
elektron pada
radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan
berubah dari
ungu tua menjadi kekuningan.
Pengujian aktivitas antioksidan ini dapat dilakukan karena
konsentrasi
antioksidan dalam sampel berbanding lurus dengan konsentrasi
DPPH.
Dengan menghitung absorbansi dari DPPH sebagai standar pada
panjang
gelombang maksimumnya yatu 515,15 nm. Sampel ekstrak yang
digunakan
yaitu methanol. Perlakuan ini bertujuan agar DPPH tidak
menyerang pelarut
yang digunakan pada ekstrak sehingga mengurangi akurasi dari
pengujian
kuantitatifnya. Hal ini menegaskan bahwa komponen senyawa
antioksidan
yang terekstrak lebih baik jika menggunakan pelarut yang
bersifat semi
polar.
Setelah ekstrak dilarutkann kemudian diencerkan dengan
konsentrasi
9, 18, 37, 75, 150, dan 300 ppm. Setiap variasi konsentrasi
sampel
dittambahkan DPPH yang diinkubasi selama 30 menit dalam suhu
ruang
pada tempat yang gelap. Perlakuan ini bertujuan agar DPPH yang
bersifat
radikal tidak menyerang pelarut karena adanya cahaya. Setelah
diinkubasi
campuran diukur absorbansinya pada panjang gelombang yang sama
yaitu
515,15 nm dan ditentukan persen inhibisinya. Pengukuran ini
dilakukan
secara duplo untuk menambah akurasi pengukuran. Aktivitas
penangkal
Gambar 14 Mekanisme Kerja Antioksidan Terhadap
1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil
-
Page | 32
radikal bebas dari kulit pisang dapat diketahui melalui
perubahan warna
yang terjadi.
Hasil persen inhibis yang telah ditentukan pada variasi
konsentrasi
antioksidan yang dibutuhkan untuk menginhibisi 50 persen radikal
bebas.
Hasil dari uji aktivitas antioksidan dari kulit pisang dapat
dilihat
selengkapnya pada grafik 1. Hasil pengujian aktivitas
antioksidan pada kulit
pisang menunjukan aktivitas yang tinggi. IC50 dari ekstrak
methanol sebesar
94,35 ppm. Hal ini terjadi karena pelarut polar seperti methanol
merupakan
pelarut yang lebih efektif digunakan untuk ekstraksi antoksidan
dari bahan
alam (Sakakibara et al, 2003).
NO KONSENTRASI ABSORBANSI % INHIBISI
1 9 PPM 0.248
6.53% 0.238
2 18 PPM 0.189
22.11% 0.216
3 37 PPM 0.200
16.75% 0.233
4 75 PPM 0.188
29.42% 0.179
5 150 PPM 0.072
71.34% 0.077
6 300 PPM 0.023
89.61% 0.031
Tabel 2 Hasil Uji Antioksidan
-
Page | 33
4.4 Uji Kadar Total Fenol dan Flavonoid
4.4.1 Kadar Total Fenol
Penentuan kadar fenolik total dilakukan dengan membuat
larutan
standar asam galat dengan konsentrasi 10, 20, 40, 80, dan 160
ppm dan
diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang750 nm.
Kurva
standar dibuat sebagai pembanding ekuivalen senyawa fenolat
yang
terdapat dalam daun pisang, dengan demikian kurva tersebut
akan
digunakan untuk oenentuan kadar fenolat total. Kandungan
fenolik
total pada suatu ekstrak dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat
atau
Gallic Acid Equivalent (GAE). GAE merupakan acuan umum untuk
mengukur sejumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu
bahan
(Mongkolsilp dkk., 2004). Kurva standar asam galat
menghasilkan
persamaan dengan regresi y = 0,013 x 0,011 dengan koefisien
korelasi
(r) sebesar 0,998. Andayani dkk. (2008) menyatakan bahwa nilai r
yang
mendekati satu menunjukkan persamaan regresi tersebut linear
dan
dapat digunakan meskipun konsentrasi yang mempengaruhi
absorbansi
99%.
y = 0,2912x - 0,2357R = 0,9778
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
0 1 2 3 4 5
Axi
s Ti
tle
Axis Title
Persen Inhibisi Ekstrak Metanol persen inhibisi
Persen Inhibisi EkstrakMetanol perseninhibisi
Linear (Persen InhibisiEkstrak Metanolpersen inhibisi)
Gambar 15 Grafik Hubungan Konsentrasi Terhadap Inhibisi DPPH
-
Page | 34
Kadar Fenol total dihitung dengan memasukkan nilai serapan
sampel pada panjang gelombang 750 nm ke dalam persamaan
regresi
linier y = 0,013 x 0,011 yang diperoleh dari kurva kalibrasi
asam
galat. Hasil dinyatakan dalam satuan GAC per 100 gram (fw)
(mg
GAC/ 100 gram). Hasil perhitungan menunjukan ekstrak metanol
kulit
pisang memiliki total fenolik sebesar 0,154 mg GAE/g. Artinya,
dalam
setiap gram ekstraksetara dengan 0,154 mg asam galat.
Standar
digunakan asam galat karena asam galat merupakan turunan dari
asam
hidroksibenzoat yang tergolong asam fenol sederhana. Selain itu
sam
galat lebih murah dibandingkan dengan senyawa standar lainnya.
Dari
hasil perhitungan dapat dikatakan bahwa hasil maserasi kulit
pisang
mengandung senyawa fenolik yang sangat sedikit.
No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 10 0,0112
2 20 0,243
3 40 0,571
4 80 1,039
5 160 2,14
6 Sampel -0,009
Tabel 3 Hasil Uji Kadar Total Fenol
y = 0,0134x - 0,0116R = 0,9989
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 50 100 150 200
abso
rban
si
standar sampel
Kurva hubungan standar sampel dan absorbansinya
absorbansi
Linear (absorbansi)
Gambar 16 Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Absorbansi Uji
Fenol
-
Page | 35
Y = 0,013x - 0,011
-0,009 = 0,013x - 0,011
0,013x = 0,002
X = 0,154 mg/l
Pada saat direaksikan antara reagen Folin-Ciocalteu dengan
senyawa fenolik akan terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi
biru. Intensitas warna biru ditentukan dengan banyaknya
kandungan
fenol dalam larutan sampel. Semakin besar konsentrasi senyawa
fenolik
dalam sampel semakin pekat warna biru yang terlihat. Menurut
Singleton dan Rossi (1965), Warna biru yang teramati berbanding
lurus
dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, semakin besar
konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat
yang
terbentuk sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat.
Fenolat
hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi
Folin-Ciocalteu dan
produknya tidak stabil pada kondisi basa. Nely (2007)
mangatakan,
penambahan Na2CO3 pada uji fenolik bertujuan untuk membentuk
suasana basa agar terjadi reaksi reduksi Folin-Ciocalteu oleh
gugus
hidroksil dari fenolik di dalam sampel.
4.4.2 Kadar Total Flavonoid
Senyawa flavanoid diduga pula memberikan kontribusi
terhadap aktivitas antioksidan (Khanmsah, dkk., 2006). Dari
jenis
flavonoid yang terkandung juga dapat disimpulkan bahwa ekstrak
daun
jarak flavonoid mengandung jenis flavonoid flavonol. Dimana di
dalam
flavonol ini terdapat senyawa kuersetin yang dipercaya dapat
melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degeneratif dengan
cara
mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin
memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low
-
Page | 36
density Lipoprotein (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas
dan
menghelat logam transisi. Ketika kuersetin bereaksi dengan
radikal
bebas, kuersetin mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa
radikal,
tapi elektron tidak berpasangan yang dihasilkan didelokasasi
oleh
resonansi, hal ini membuat senyawa kuersetin radikal memiiki
energi
yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif.
Penentuan kadar total flavonoid dilakukan dengan membuat
larutan standar kuersetin dengan konsentrasi 10, 20, 40, 80, dan
100
ppm. Kemudian diuji absorbansi larutannya dengan panjang
gelombang
430 nm. Dari percobaan didapat kurva larutan standar kuersetin
dengan
regresi y = 0,001 x 0,006 dengan koefisien korelasi (r) sebesar
0,670.
Penghitungan kadar flavonoid dilakukan menggunakan cara yang
sama
dengan penentuan kadar fenolik.sehingga didapatkan kadar
flavonoid
dari ekstrak maserasi kulit pisang sebesar 3 mg/l, dapat
dikatakan
bahwa ekstrak hasil maserasi kulit pisang memiliki kadar
flavonoid
yang sangat sedikit.
Kadar flavonoid dalam berbagai daun tanaman dapat
dihitung berdasarkan nilai absorbansi yang terbaca pada
spektrofotometer Uv Vis. Semakin merah warna yang ditmbulkan
maka
semakin tingi kadar flavonoid yang terkandung dalam suatu daun
(Tim,
206). Hal ini terjadi karena semakin tingi kadar flavonoid
maka
molekul-molekul yang terdapat pada ekstrak daun tanaman obat
No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 10 0,030
2 20 0,011
3 40 0,043
4 80 0,048
5 100 0,170
6 Sampel -0,003
Tabel 4 Hasil Uji Kadar Total Flavonoid
-
Page | 37
semakin banyak sehinga molekul yang akan menyerap cahaya
pada
panjang gelombang tertentu juga semakin banyak. Dengan
demikian
mengakibatkan nilai absorbansi semakin tingi. Kadar flavonoid
dan
senyawa fenolik lain di dalam tanaman berbeda-beda di antara
setiap
bagian, jaringan, dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh
faktor-
faktor lingkungan. Faktor-faktor ini adalah temperatur, sinar
ultraviolet
dan tampak, nutrisi, ketersedian air, dan kadar CO2 pada
atmosfer
(Bohm 1987, diacu dalam Estierte et al. 1999).
y = 0,001x 0,006
-0,003 = 0,001x 0,006
0,001x = 0,003
x = 3 mg/l
y = 0,0013x - 0,0061R = 0,6703
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0 50 100 150
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva hubungan konsentrasi dengan absorbansi standar uji
flavonoid
absorbansi
Linear (absorbansi)
Gambar 17 Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Absorbansi Uji
Flavonoid
-
Page | 38
BAB IV
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan:
1) Kulit pisang dapat diekstrak secara maksimal dengan
menggunakan metode
maserasi dan menggunakan pelarut methanol
2) Senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada kulit pisang
adalah alkaloid,
flavonoid, saponin, dan tanin
3) Aktivitas antioksidan kulit pisang setelah diuji dengan
menggunakan metode
DPPH adalah tinggi
4) Nilai IC50 dari ekstrak kulit pisang setelah diuji dengan
menggunakan metode
DPPH adalah 94,35 ppm
5) Nilai kadar total fenol dan flavonoid dari ekstrak kulit
pisang secara berturut-
turut adalah 3 mg/l dan 0,154 mg/l
-
Page | 39
DAFTAR PUSTAKA
Atmoko, Tri., Maruf, Amir. 2009. Uji Toksisitas dan Skrining
Fitokimia Ekstrak
Tumbuhan Sumber Pakan Orangutan Terhadap Larva Artemia salina L.
Balai
Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja. 6(1):37-45.
Atun, Sri et al. 2007. Identification and Antioxidant Activtiy
of Some Compounds
From Methanol Extract Peel of Banana (Musa paradisiaca Linn.).
Indo. J.
Chem Vol.7 (1): 83-87
Dita F. 2014. Aktivitas Antioksidan Dan Tabir Surya Pada Ekstrak
Kulit Buah
Pisang Goroho. FMIPA UNSRAT. Manado.
Elfira, Rosa Pane. 2013. Uji Aktivitas Senyawa Antioksdan Dari
Ekstrak Metanol
Kulit Pisang Raja. IAIN Raden Fatah. Palembang.
Erawati. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia
daedalanthera
Pierre Dengan Metode DPPH Dan Identifikasi Golongan Senyawa
Kimia
Dari Fraksi Paling Aktif. Universitas Indonesia. Depok.
Eva, Nuramanah. 2012. Kajian Aktivitas Antioksidan Kulit Pisang
Raja Bulu dan
Produk Olahannya. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi ke 3 Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta:
Erlangga
Hue SM., A.N. Boyce, C. Somasundram, Antioxidant activity,
phenolic and
flavonoid contents in the leaves of different varieties of sweet
potato
(Ipomoea batatas), Aust J Crop Sci., 6(3). 2012; 375-380
Jang, H.D., Chang, K.S., Huang, C.L., Lee S.H., Su, M.S. 2007.
Principal Phenolic
Phytochemical and Antioxidant Activities of Three Chinese
Medicial Plants.
Food Chem. 103: 749-756.
Kurniasari, Indah. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavonoid Total
Meniran
(Phyllantus niruri l.) Berbasis Teknik Spektrometri Inframerah
dan
Kemometrik : Bogor. IPB.
Nurlela. (2011). Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami
Dari Bunga
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dan Bunga Rosela
(Hibiscus
sabdariffa L.). Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:
Tidak
Diterbitkan
-
Page | 40
Pourmorad, S. J. Hosseinimehr, N. Shahabimajd. Antioxidant
activity, phenol and
flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants,
Afr. J.
Biotechnol., 5(11). 2006; 1142-1145.
Satyajit. 2007. Kimia untuk Farmasi, Bahan Kimia Organik, Alam,
dan Umum.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Subiyandono. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Camelia
sinensis, Hibiscus
sabdariffa, dan Phaleria macrocarpa Secara Spektrofotometri
Dengan DPPH.
Farmasi POLTEKKES DEPKES. Palembang.
Suparmi. 2012. Aktifitas Antioksidan Ekstrak Kasar Pigmen
Karotenoid Pada Kulit
Pisang Ambon Kuning (Musa parasidiaca sapientum): Potensi
sebagai
Suplemen Vitamin A. Universitas Islam Sultan Agung.
Semarang.
Tanaka, Y., Sasaki, N, dan Ohmiya, A. 2008. Biosynthesis of
Plants Pigment:
Athocyanins, Betalains, and Carotenoid. The Plant Journal
Vol.54: 733-749