-
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 268
Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah
Tahun 2011-2016
Miftahul Ghani Saputra
Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Airlangga
Email: [email protected]
Abstract
The civil war in Syria has involved many countries, not least
the role of Russia. This study examines the civil war problems that
occurred in Syria with the involvement of Russia. Therefore, this
study leads to the formulation of the problem of knowing why Russia
was involved in the civil war that occurred in Syria and knowing
the interventions that led to the support given to the government
of Syria? In addition, this study also alludes to the militant
groups involved in the civil war of Syria and explains the Russian
factor involved in the civil war that took place in Syria. Based on
the theoretical framework used in this study led to the involvement
of other countries in the civil war that occurred. The next theory
is the military industrial complex. This theoretical framework sees
the arms trade taking place as having a significant impact on its
development. So that the theory brings significance in assessing
the involvement of Russia in the civil war.
Keywords: civil war, Russia intervention, arms trade,
involvement of other countries
Abstrak
Perang sipil di suriah telah melibatkan banyak negara, tak
terkecuali peranan rusia. Penelitian ini mengkaji permasalahan
perang sipil yang terjadi di suriah dengan adanya keterlibatan
rusia. Oleh karena itu, penelitian ini mengarah pada rumusan
masalah yaitu mengetahui mengapa rusia terlibat dalam perang sipil
yang terjadi di suriah dan mengetahui intervensi yang mengarah pada
dukungan apa yang diberikan kepada pemerintahan suriah? Selain itu,
penelitian ini juga menyinggung kelompok militan yang terlibat pada
perang sipil suriah dan menjelaskan faktor rusia terlibat dalam
perang sipil yang terjadi di suriah. Berdasarkan kerangka teoritik
yang digunakan pada penelitian ini mengarah pada keterlibatan
negara lain dalam perang sipil yang terjadi. Teori berikutnya ialah
kompleks industri militer. Kerangka teori ini memandang perdagangan
senjata militer yang terjadi membawa dampak yang signifikan pada
perkembanganya. Sehingga dari teori tersebut membawa arti penting
dalam mengkaji keterlibatan rusia dalam perang sipil tersebut.
Kata kunci: perang sipil, intervensi Rusia, perdagangan senjata,
keterlibatan negara lain.
Pendahuluan
Suriah merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mengalami
permasalahan politik yang signifikan. Pasalnya, di Suriah ini
terjadi perang sipil yang melibatkan peranan militer pemerintahan
dan kelompok militan kontra dengan Suriah. Selain itu, terdapat
juga peranan negara lain
regional maupun diluar regional Timur Tengah. Permasalahan yang
terjadi pada tahun 2011 hingga tahun 2016 dinilai mengalami
dinamika yang signifikan pada perkembangannya. Hal ini dikarenakan
tidak hanya permasalahan hak asasi manusia, permasalahan ekonomi,
dan permasalahan lingkungan saja yang menjadi perhatian. Pasalnya
negara-negara besar dan bahkan negara Dewan Keamanan PBB
(selanjutnya
-
Keterlibatan rusia dalam perang
269 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
ditulis DK PBB) pun terlihat ikut serta dalam mendukung
pihak-pihak yang berkonflik disana. Penulis lebih menekankan pada
peranan Rusia dalam perang sipil Suriah. Seperti yang terlihat
bahwa Rusia merupakan salah satu negara besar dan anggota dari DK
PBB memberikan dukungan kepada pemerintahan Suriah dalam melawan
kelompok pemberontak yang didukung oleh negara-negara besar lainya
seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis (Firmansyah, 2015).
Rusia dibawah rezim Vladimir Putin terlihat membantu pihak
pemerintahan Suriah melawan pihak oposisi salah satunya dengan
memberikan bantuan dan dukungan militer. Putin dalam pernyataanya
menegaskan mengenai dukungannya terhadap rezim Bashar al Assad di
Suriah tidak berubah. Bahkan Putin menambahkan bahwa Assad
merupakan pemimpin sah Suriah dan pemerintahan dibawah
pemimpinannya harus mendapatkan dukungan (Maulana, 2015).
Sebelum masuk dalam penjelasan mengenai faktor keterlibatan
Rusia, turning point terjadinya perang sipil ini tahun 2011. Fahham
dan Kartaatmaja (2014) menjelaskan bahwa pada Maret 2011 terdapat
pelajar yang berumur antara 9 hingga 15 tahun menuliskan slogan
mengenai anti-pemerintahan yang berisikan keinginan rakyat menuntut
turunnya rezim yang berkuasa. Namun dalam menyikapi demonstran ini,
Suriah melakukan tindakan militer yang berujung pada penekanan pada
masyarakat. Tindakan kepolisian tersebut mengundang gelombang
protes masyarakat dan menuntut pembebasan para pelajar yang
ditangkap dan dipenjarakan tersebut (Muti’ah 2012). Demonstrasi
pada pemerintahan Bashar Al-Assad ini sebenarnya sudah terjadi jauh
sebelum tahun 2011, tepatnya pada tahun 2001. Mereka melakukan
demontrasi karena kebijakan Bashar Al-Assad menerapkan emergency
law. Emergency law ini merupakan kebijakan yang memberikan aturan
mengenai pembatasan terhadap publikasi, mencegah adanya bentuk
komunikasi masyarakat, mencegah adanya pertemuan publik dan
menangkap masyarakat yang dinilai mengancam keamanan dan
keterlibatan umum dalam pemerintah Suriah serta pelanggaran akan
mendapatkan hukuman berdasarkan keputusan peradilan militer (Noor
2014). Emergency law ini sebenarnya telah diterapkan oleh
pemerintahan Hafiz Al-Assad, namun pada masa pemerintahan Bashar
Al-Assad ini menjadi pemicu terjadinya demonstrasi di Suriah,
karena Bashar Al-Assad berjanji untuk lebih demokratis.
Terjadinya perang sipil ini diawali pada Tanggal 25 Maret 2011
merupakan titik awal terjadinya konflik ini yang juga disebut
sebagai Hari Kejayaan Suriah. Sekitar 100.000 orang melakukan pawai
di Kota Daraa dan melakukan demonstrasi untuk menuntut mundur rezim
Bashar Al-Assad yang mengakibatkan sekitar 20 orang demonstran
terbunuh (Tigang, 2016). Bahkan demonstrasi ini menyebar di kota
dan plosok Suriah dengan keterlibatan kelompok-kelompok militant
dan pemberontak. Fahham & Kartaatmaja (2014) dan Lang dkk
(2014) menyebutkan bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terlibat
pada perang sipil Suriah yaitu (1) pendukung pemerintahan Bassar
Al-Assad yaitu Hizbullah dan Islam yang bermahzab Syiah, (2)
kelompok oposisi yang melawan Bassar Al-Assad yaitu Free Syrian
Army (FSA), Syrian National Council (SNC) dan Syrian National
Council for Opposition and Revolutionary Forces (SNCORF), dan (3)
kelompok jihadis seperti Jabha al-Nusrah, Ahrar al-Sham kataeb,
Liwa’ al-Tauhid, Ahrar Souria, Halab al-Shahba, al-Harakah al-Fajr
al-Islamiyah, Dar al-Ummah, Liwa Jaish Muhammad, Liwa’ al-Nasr,
Liwa’ Dar al-Islam dan ISIS. Selain itu juga, terdapat fenomena
yang terjadi di Timur Tengah yang juga menjadi alasan terjadinya
demonstrasi. Arab Spring merupakan konflik internal yang terjadi di
negara-negara Timur Tengah baru-baru ini terlihat karena
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 270
sebuah tindakan revolusional (Noor, 2014).
Permasalahan ini semakin lebih kompleks dengan keterlibatan
negara-negara besar seperti Rusia, Amerika Serikat dan DK PBB. DK
PBB melakukan intervensi dengan mengeluarkan Resolusi DK PBB Nomor
2043 yaitu melakukan pengiriman pasukan kusus perdamaian yang
sebagian besar ditempatkan di dataran tinggi Golan pada 21 April
2012 (Noor, 2014). Rusia menolak Resolusi DK PBB tahun 2011 yang
menuntut mundur rezim Bashar Al-Assad. Rusia dibawah rezim vladimir
putin terlihat membantu pihak pemerintahan suriah melawan pihak
oposisi salah satunya dengan memberikan bantuan dan dukungan
militer. Bahkan putin menambahkan bahwa assad merupakan pemimpin
sah suriah dan pemerintahan dibawah pemimpinannya harus mendapatkan
dukungan (maulana, 2015). Ini menjadi menarik karena di konflik
internal lain seperti perang sipil di negara-negara Timur Tengah
lainnya antara lain di Libia, Tunisia dan Mesir tidak terlihat
peranan dan keterlibatan Rusia didalamnya. Sementara, dalam perang
sipil Suriah, terlihat Rusia melakukan serangan udara selama lebih
dari setahun setelah Amerika Serikat terlihat membantu pasukan
pemberontak terhadap pemerintah Suriah mulai dari membantu pasokan
pangan dan perlengkapan hingga berkembang dalam hal bantuan
pelatihan, uang dan informasi intelijen (Dattmer, 2015). Selain
itu, terlihat pula adanya militerisasi yang dilakukan oleh Rusia
pada tahun 2012 hingga 2016, meskipun ada juga upaya yang dilakukan
untuk mengarah pada perdamaian, namun tidak menunjukan hasil
signifikansi terkait hal tersebut.
Konflik internal yang terjadi ini dinilai memberikan dampak
signifikan bagi rezim yang berkuasa, terlebih dapat memicu adanya
pemberontakan yang terjadi. Galula (2006) berpendapat bahwasanya
penyebab terjadinya pemberontakan ini dapat dikaitkan
dengan situasi revolusioner yang spontan maupun yang telah
dibesarkan oleh sekelompok elit yang mengatur dan melakukan
pemberontakan. Tentu saja hal ini mengarah pada sebuah
pemberontakan yang menginginkan adanya perubahan dalam pemerintahan
yang dinilai cenderung otoriter. Sehingga mengundang masa untuk
turun ke jalan menuntut adanya perubahan yang pada akhirnya
mengarah pada terjadinya perang sipil. Terlebih terdapat pihak
seperti Rusia yang melakukan intervensi dalam perang sipil Rusia.
Melihat konflik yang terjadi dengan keterlibatan Rusia ini dapat
dikaitkan dengan teori keterlibatan pihak ketiga dalam perang sipil
dan teori kompleks industri militer.
Keterlibatan Pihak Ketiga dalam Perang Sipil
Pasca perang dingin berakhir, perang sipil ini menjadi bentuk
konflik yang dominan yang menjadikan pemahaman mengenai perang
sipil sangat penting (kathman 2011, magee & massoud 2011). pada
era pasca Perang Dingin dan era globalisasi ini sangat rentan
adanya konflik yang mengarah pada perang sipil. Namun hal ini
menjadi menarik ketika adanya keterlibatan pihak ketiga yang
terlihat memberikan intervensi berupa dukungan yang ada di kedua
belah pihak. Tidak hanya terjadi di suriah saja dengan keterlibatan
pihak ketiga dalam fenomenanya yang menjadikan semakin lebih
kompleks. Seperti yang dinyatakan oleh Kuran (1998) bahwa perang
sipil ini juga memberikan dampak signifikan pada munculnya
demonstrasi dan dinilai memberikan efek bagi negara dikawasan
sekitarnya. Hal ini terlihat adanya perang sipil yang ada di negara
lain pada satu kawasan maupun kawasan lain ini mampu memberikan
pengaruh pada terjadinya demontrasi yang ada, terlebih demontrasi
yang menjadi pelopor tersebut berhasil mencapai kepentingannya.
Perang sipil yang terjadi ini cenderung mengarah pada penggulingan
kekuasaan yang dinilai melakukan tindakan otoriter menekan
masyarakat. Kemudian adanya negara-
-
Keterlibatan rusia dalam perang
271 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
negara lain ini juga mengarah pada keikutsertaan kepentingan
yang ada. Kathman (2011) menambahkan bahwasanya pihak ketiga ini
sering mengakui adanya stabilitas kawasan merupakan faktor dalam
keputusan intervensi mereka. Karena ada kekhawatiran dengan adanya
kekerasan yang terjadi dapat mengancam kepentingan mereka di
negara-negara yang dinilai beresiko sehingga dapat merambat ke
negara-negara di kawasan tersebut.
Adanya pihak ketiga ini biasanya memiliki hubungan yang dinilai
signifikan dengan negara-negara di kawasan yang memiliki
kepentingan dalam memanipulasi hubungan ekonomi, militer, dan
sumber daya alam yang berharga (kathman 2011). Hal ini mengarah
pada keamanan yang ada dipihak ketiga ketika adanya benturan
konflik. Menurut Kathman (2011), terdapat dua dimensi kepentingan
regional pihak ketiga dalam perang yang terjadi yaitu dimensi
adanya kemungkinan penularan konflik dan kawasan yang dinilai
bereksiko tertulari konflik. Sejalan dengan pemikiran Kathman
(2011), Balch-Lindsay dkk (2008) menjelaskan mengenai perang sipil
yang terjadi di suatu negara. Permasalahan ini juga dinilai sering
beralih ke arah kebijakan advokat untuk melihat pengaruh intervensi
pihak ketiga dengan dua sifat perang sipil yaitu durasi dan hasil
(Balch-Lindsay dkk 2008). Dapat dilihat kecenderungan perang sipil
dengan terlibatnya pihak ketiga ini cenderung berangsur lama, namun
juga tidak jarang membuahkan hasil dalam bentuk revolusi
pemerintahan. Selain itu, perang sipil ini memanifestasikan dirinya
dalam beberapa cara yaitu intervensi pihak ketiga dengan
mengatasnamakan pemerintah negara dalam perang sipil, intervensi
pihak ketiga atas nama kelompok oposisi menentang pemerintah dan
intervensi pihak ketiga bersamaan atas nama pihak pemerintah dan
pihak oposisi dalam perang sipil (Balch-Lindsay dkk 2008). Ketiga
cara inilah yang sering dijumpai
dalam mengamati perang sipil seperti yang terjadi di kawasan
Timur Tengah.
Tidak hanya itu saja, peran pihak lain ini juga terkadang
menimbulkan permasalahan yang dinilai memperkeruh permasalahan yang
terjadi sehingga memiliki rentan waktu yang cukup lama.
balcah-lindsay dkk (2008) juga menambahkan bahwasannya hal ini
mengarah pada penyebab perselisihan pihak ketiga dalam perang
sipil, efek dari adanya intervensi pihak ketiga terhadap perang
sipil dan efek adanya intervensi pihak ketiga terhadap durasi
perang sipil. Regan (2000) juga menjelaskan bahwa pihak ketiga ini
menggunakan strategi dengan mencampuradukkan kebijakan ekonomi dan
militer. Tentu saja hal ini mengarah pada intensitas sumber daya
yang ada di dalam wilayah terjadinya perang sipil. Kemudian
balcah-lindsay dkk (2008) menambahkan adanya keterlibatan pihak
ketiga dalam perang sipil ini memberikan dampak yang signifikan
berupa konsekuensi yang dinilai berarti dalam perkembangan perang
sipil. Balcah-Lindsay dkk (2008) menambahkan adanya intervensi
pihak ketiga dengan mengatasnamakan pemerintah ini memungkinkan
adanya perubahan dan akibat perang sipil terjadi dengan adanya
ketersediaan kemampuan militer, politik, dan ekonomi yang juga
memberikan pengaruh yang besar atas persyaratan negosiasi dan
mengurangi kemungkinan kehilangan secara militer. Sedangkan, pada
pihak oposisi yang didukung dengan pihak ketiga ini lebih cenderung
mengancam dengan adanya militer yang memumpuni sehingga menimbulkan
ancaman yang kredibel dan adanya kemampuan pihak oposisi yang
cenderung meningkatkan kapasitas untuk mempengaruhi penyediaan
keamanan, barang serta layanan pemerintah. Tentu saja ini membawa
pengaruh terhadap perkembangan perang sipil dalam lingkup dan
rentang waktu.
Kompleks Industri Militer
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 272
Perang sipil di suatu negara tidak lepas adanya kontribusi
negara-negara besar yang ikut serta dalam perkembangannya. Hal ini
seperti negara amerika serikat dan rusia yang terlibat dalam perang
sipil di suriah. Adapun isu dalam perang tersebut tidak lepas dari
peran mereka dalam menjalankan industri militer. Dalam permasalahan
ini dapat ditarik dengan menggunakan military industrial complex
atau mic. Teori ini mengarah pada perkembangan teknologi yang
berkaitan dengan segi militer dan mengasumsikan bahwa biroktrat
militer bersama dengan pengusaha dan pemimpin dari sektor
pertahanan yang memiliki pengaruh yang tidak semestinya terhadap
keputusan belanja militer dengan mengakibatkan kebijakan pemerintah
dibidang ini dapat dikatakan menguntungkan sektor pertahanan
(rundquist 1978). Ini mengarah pada mic yang dapat mempengaruhi
kebijakan suatu negara. Istilah mic ini menggambarkan mengenai
konfigurasi kepentingan yang membawa perusahaan dan militer ke
dalam hubungan yang dekat. Seperti pidato yang disampaikan dwight
eisenhiwer, presiden amerika serikat ke-34 pada 17 januari 1961
yang menyatakan bahwa kekayaan dan kekuatan militer bagi negara
yang bebas merupakan hal penting untuk melindungi dan memupuk
kebebasan (smart 2016).
Latar belakang adanya MIC ini mengarah pada anacaman yang
terjadi kala itu dengan berkembangnya industri militer. Barry Smart
(2016) menambahkan gagasan mengenai MIC ini mengarah pada konsep
yang digunakan untuk memahami keberhasilan pembentukan militer
dalam menerima alokasi anggaran pemerintah yang terjadi selama
Perang Dingin antara Amerika Serikat dengan negara maju lainya. Ini
merupakan konsep problematis secara teoretis, tetapi mempertahankan
banyak nilai dalam memahami perkembangan mengenai pengeluaran
militer dan produksi senjata setelah berakhirnya Perang Dingin yang
merubah komponen
MIC namun dinamika dan dampak dari kepentingan pribadi tetap ada
(Smart 2016). Ini mengarah pada keterlibatan suatu negara dalam
mempengaruhi permasalahan seperti perang sipil dengan menggunakan
kepentingan-kepentingan yang mengarah pada ekonomi. Sehingga,
perkembangan MIC mengalami perkembangan signifikan termasuk adanya
negara-negara yang ikut serta dalam eksportir peralatan militer ke
negara lain. Dunne dan Skone (2009) menambahkan pengeluaran militer
dunia mencapai puncaknya pada akhir 1980-an, turun secara bertahap
antara tahun 1989 dan 1990 dengan meningkatkan hubungan
Timur-Barat, kemudian menurun tajam pada tahun 1992 setelah
disintegrasi Uni Soviet pada tahun 1991. Perdagangan senjata
internasional turun setengahnya antara tahun 1982 hingga 1995,
kemudian berfluktuasi secara konsisten pada tahun 2003 (The SIPRI
Arms Transfers Database). Ini mengarah perkembangan signifikan pada
perubahan perpolitikan internasional terkait perdagangan senjata
yang terjadi dan mempengaruhi tensi hubungan negara.
Adanya kepentingan negara dalam pasokan atau perdagangan senjata
ini mempengaruhi dalam penyelesaian suatu konflik. Selain perubahan
dalam tingkat permintaan senjata, teknologi baru ini memungkinkan
adanya jenis peperangan baru dan mengubah sifatnya (dunne &
skone 2009). MIC ini terlihat mampu memberikan pengaruh signifikan
pada permasalahan politik yang ada dengan mengarah pada
keterlibatan sektor ekonomi dan segi militer. Pada Perang Dingin
terlihat peranan organisasi internasional seperti NATO dan pasukan
Uni Eropa yang terlibat dalam menjaga perdamaian di seluruh dunia.
Selain mengubah sifat dan struktur kekuatan, juga menciptakan
sistem militer yang berbeda yang membutuhkan keterhubungan antara
angkatan bersenjata dari berbagai negara dan oleh karena itu
harmonisasi yang lebih besar dalam sistem militer, khususnya untuk
informasi dan komunikasi (Dunne & Skone 2009).
-
Keterlibatan rusia dalam perang
273 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
Namun pada pasca Perang Dingin ini, tidak menutup kemungkinan
adanya peranan negara yang menjadi eksportir senjata termasuk bahan
nuklir yang juga mempengaruhi arah kebijakan suatu negara.
Permasalahan Perang Sipil Suriah
Perang sipil Suriah merupakan permasalahan yang semakin kompleks
hingga saat ini dengan adanya keterlibatan kelompok-kelompok yang
memiliki tujuan masing-masing baik sebagai pihak pro pemerintahan
bashar al-assad maupun pihak oposisi atau pihak pemberontak
terhadap pemerintahan suriah. Seperti yang telah disinggung
sebelumnya, titik awal terjadinya perang sipil ini dikarenakan
adanya demonstrasi yang terjadi pada tahun 2011 hingga adanya
perlawanan yang diberikan oleh kedua belah pihak. Peristiwa itu
terinspirasi dari pergolakan yang ada di tunizia yang menyebabkan
turunnya zainal abidin bin ali pada 14 januari 2011 dan jatuhnya
presiden hosni mubarok yang terjadi pada 1 februari 2011. Inilah
yang kemudian menjadi pemicu adanya pergolakan yang terjadi di
suriah hingga saat ini. Hermawan dan Rokhman (2016) menjelaskan
bahwa istilah lain dari Arab Spring ini ialah Revolusi Melati yang
merupakan rangkaian protes yang berawal dari fenomena yang terjadi
di Tunisia, hal tersebut menjadikan sebuah inspirasi bagi
gelobang-gelombang protes yang terjadi di Aljazair, Yordania,
Mesir, Yaman dan negara-negara Timur Tengah lainya. Dapat dikatakan
peristiwa yang terjadi di Tunisia dengan keberhasilan menggulingkan
pemerintahan diikuti oleh negara lain dan kebanyakan dari mereka
mengalami keberhasilan dalam menggulingkan pemerintahan dan merubah
sistem pemerintahannya. Adanya Arab Spring ini sebenarnya memiliki
tujuan yang sama pada fenomenanya yaitu keinginan untuk merubah
sistem pemerintahan yang dianggap tidak sesuai dengan rakyatnya
dengan melakukan sebuah gerakan revolusi.
Melihat yang terjadi di suriah ini terpicu adanya keinginan
masyarakatnya untuk menggulingkan pemerintahan suriah di bawah
rezim bashar al-assad. Pemimpin suriah tersebut dinilai bertindak
secara otoriter dan memicu adanya gelombang protes masyarakat.
Sehingga yang terjadi di suriah ini dimaksudkan untuk melakukan
revolusi karena pemerintahan dianggap tidak lagi sesuai dengan
rakyat. Fahham dan kartaatmaja (2014) menjelaskan bahwa pada maret
2011 terdapat pelajar yang berumur antara 9 hingga 15 tahun
menuliskan slogan mengenai anti-pemerintahan yang berisikan
keinginan rakyat menuntut turunnya rezim yang berkuasa. tindakan
yang dilakukan pelajar tersebut membuat kepolisian suriah yang
dipimpin oleh jendral atef najib yang merupakan sepupu dari bashar
al-assad, menangkap dan memenjarakan mereka. Tindakan kepolisian
tersebut mengundang gelombang protes masyarakat dan menuntut
pembebasan para pelajar yang ditangkap dan dipenjarakan tersebut
(muti’ah 2012). Protes yang dilakukan masyarakat tersebut tidak
direspon positif oleh pemerintah. Bahkan sebaliknya, pemerintah
melakukan tindakan penekanan terhadap masyarakat sehingga
menimbulkan korban jiwa. Hal ini menimbulkan reaksi dari masyarakat
dengan semakin meluasnya aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat
mulai dari kota Deraa menuju kota-kota pinggiran Latakia dari
Banyas di Pantai Mediterania atau Laut Tengah, Homs, Ar Rasta dan
Hama di Suriah Barat dan Deir es Zor di Suriah Timur. Protes ini
menjadi awal munculnya pihak oposisi dan pemberontak yang
menjadikan permasalahan di Suriah menjadi perang sipil yang
berkepanjangan.
Perkembangan Perang Sipil Suriah
Seperti yang diketahui bahwasanya suriah merupakan salah satu
negara yang terlihat unsur
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 274
kediktaktorannya semenjak kepemimpinan hafez al-assad yang
menjadikan adanya rezim al-assad pada pemerintahan suriah. Rezim
assad yang berkuasa sejak 1962 ini dinilai cenderung otoriter dalam
menjalankan pemerintahannya. Ini ditunjukan dengan adanya tindakan
yang cenderung mengarah pada kekerasan untuk menghilangkan segala
bentuk ancaman yang dapat mengancam posisi dalam pemerintahan (noor
2014). Selain itu, pada perpolitikan di suriah ini terlihat adanya
pembatasan hak menyampaikan pendapat warga negara suriah terhadap
pemerintahan yang berkuasa sehingga memicu adanya emergency law.
Ini mengarah adanya tindakan yang dilakukan rezim assad pada 1962
hingga saat ini mengandung unsur kekerasan dalam meredam pergolakan
yang mengancam posisi pemerintahan yang berkuasa. Rezim
pemerintahan Al-Assad memberlakukan kebijakan yang dinilai
menguntungkan rezimnya. Hal ini terlihat adanya kebijakan emergency
law yang diterapkan oleh Hafez Al-Assad. Emergency law ini
merupakan kebijakan yang memberikan aturan mengenai pembatasan
terhadap publikasi, mencegah adanya bentuk komunikasi masyarakat,
mencegah adanya pertemuan publik dan menangkap masyarakat yang
dinilai mengancam keamanan dan keterlibatan umum dalam pemerintah
Suriah serta pelanggaran akan mendapatkan hukuman berdasarkan
keputusan peradilan militer (Noor 2014). Pada pemerintahan Hafez
Al-Assad ini juga mencegah berkembangnya pemahaman nasionalisme
Arab dan sosialisme di Suriah. Hal ini ditunjukan ketika partai
Ba’ath berkuasa pada 8 Maret 1963 membentuk dewan nasionalis yaitu
National Revolutionary Comand Council (NDCC) yang memiliki tugas
untuk membantu pemerintahan dibawah Presiden Hafez Al-Assad serta
mulai memberlakukan undang-undang meskipun tidak mendapat
persetujuan dari para menteri dan perlemen Suriah (Noor 2014).
Pemerintahan hafez al-assad berakhir hingga tahun 2000, tidak
menjadikan hilangnya rezim al-assad. pemerintahan hafez al-assad
ini digantikan oleh bashar al-assad setelah ayahnya lengser. noor
(2014) menjelaskan bashar al-assad pernah berjanji pada warganya
untuk tidak mempersulit dan lebih demokratis dari pemimpin
sebelumnya. namun pada 8 februari 2001, bashar al-assad menyatakan
adanya pembatasan berpendapat pada warga negaranya. tentu saja hal
ini membawa pada demonstrasi yang dilakukan untuk melakukan
reformasi, tetapi reaksi ini direspon dengan penahanan dua orang
yang melakukan pemberontakan pada 8 oktober 2001 sesuai ketentuan
emergency law. Ini menjadi awal timbulnya pemberontakan ataupun
oposisi yang memprotes hal tersebut. Permasalahan mengenai
otoritarisasi pemerintahan rezim al-assad ini lebih terlihat karena
pemerintahan bashar al-assad yang kurang mendapat legitimasi dari
rakyatnya. Pada 9 maret 2004 warga suriah kembali melakukan
demonstrasi di kota damaskus untuk menuntut adanya reformasi
politik yang harus dilakukan oleh rezim bashar al-assad. Selang
tiga hari kemudian pada tanggal 12 maret 2004, terdapat aksi protes
juga yang mengikutsertakan kelompok kurdish dengan tuntutan yang
sama. Pada tanggal 16 oktober 2004, masyarakat melakukan aksi
kembali dengan menuntut penghapusan emergency law (noor, 2014).
Namun hal ini tidak direspon oleh pemerintahan bashar al-assad
sehingga protes yang dilakukan oleh masyarakat semakin
berkembang.
Akibatnya, perang sipil suriah kemudian menjadi perhatian dunia
dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Al-Jazeera (2014) memberitakan mengenai
berbagai upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan perang sipil
suriah tersebut. Namun, upaya untuk menyelesaikan perang sipil
tersebut belum mendapat hasil yang diharapkan.
-
Keterlibatan rusia dalam perang
275 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
Pada tahun 2012 misalnya terjadi pembantaian karena diplomasi
internasional dinilai gagal. Sehingga, liga arab menghentikan misi
pengamatannya di suriah karena kekerasan yang meningkat dan jabhat
al-nusra yang disebut sebagai cabang al-qaedah di suriah dinilai
menciptakan pasukan pemberontak paling efektif di suriah yang
ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh PBB, Amerika Serikat,
Inggris, Australia dan turki. Ini awal adanya respon internasional
dalam melihat kasus yang terjadi di suriah hingga timbulnya pihak
oposisi maupun pemberontak dan pihak pro pemerintah. Pada bulan
februari Rusia dan China memveto mengenai resolusi DK PBB yang
mendukung liga arab untuk menuntut mundur bashar al-assad
(Al-Jazeera 2014). Perkembangan berikutnya adalah adanya pertikaian
di Suriah membuat pihak oposisi Syrian National Council membentuk
dewan militer untuk mengatur dan menyatukan semua perlawanan
bersenjata. Pada bulan Mei 2012, terjadi pembantaian di desa Houla
yang menewaskan sekitar 100 orang, dan hampir dari setengahnya
adalah anak-anak. Dewan Hak Asasi Manusia PBB menuduh pasukan Assad
dan pro pemerintah melakukan tindakan tersebut yang dianggap
sebagai kejahatan perang (Al-Jazeera 2014). Komisaris Hak Asasi
Manusia PBB, Navi Pillay menyatakan bahwa pembunuhan terus menerus
berlangsung dengan tingkat rata-rata 5.000 orang setiap bulan sejak
bulan Juli tahun 2011, termasuk pembunuhan baru sebanyak 27.000
orang sejak Desember 2012 (BBC 2013a).
Tidak sampai disitu saja, pada tahun 2013 juga terjadi
pertikaian yang menimbulkan korban jiwa. Pertikaian yang terjadi
menggunakan senjata kimia melawan pihak oposisi dan pemberontak
yang melawan pemerintahan bashar al-assad. Al-Jazeera (2014)
memberitakan bahwasanya rezim al-assad dituduh menggunakan senjata
kimia dipinggiran damaskus untuk membunuh ratusan warga sipil,
termasuk anak-anak yang menjadi korban jiwa. Ini mengundang
amerika serikat untuk memutuskan mengambil tindakan terhadap
pemerintahan suriah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan wakil
presiden amerika serikat pada waktu itu, joe biden yang mengatakan
bahwa pemerintah suriah telah menggunakan senjata kimia dan harus
dipertanggungjawabkan. Bahkan amerika serikat siap untuk menurunkan
pasukan ke suriah jika presiden obama mengeluarkan pernyataan untuk
menyerang (bbc 2013b). Tahun 2014 juga menunjukan adanya kegagalan
dalam upaya perdamaian dan pemilihan presiden yang dilakukan. Pada
Januari 2014, Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki-moon mengadakan
pembicaraan damai di Jenewa perama kali dengan melibatkan
pemerintah Suriah dan Syria National Council. Kemudian pada putaran
kedua pembicaraan di Jenewa pada bulan Februari 2014 diadakan oleh
perwakilan dari kelompok pemerintah negara islam untuk merayakan
deklarasi mengenai “kekhalifahan” dibeberapa bagian Irak dan Suriah
(Al-Jazeera 2014).
Kemudian DK PBB dengan bulat menyetujui resolusi di suriah yang
memungkinkan konvoi bantuan untuk pergi ke wilayah yang dikuasai
oleh pemberontak tanpa persetujuan pemerintah suriah (Al-Jazeera
2014). Ini menunjukan tidak adanya genjatan senjata yang dilakukan
pihak-pihak yang ikut berperan dalam perang sipil suriah. lSM
pemantau masalah hak asasi di suriah menambahkan pada 2014 terdapat
sekitar lebih dari 76.000 orang meninggal (bbc 2015). Dapat
dikatakan permasalahan ini tidak kunjung berakhir hingga saat ini.
Bahkan hingga tahun 2016 permasalahan perang sipil tidak kunjung
menemukan jalan keluar untuk menghentikan perang sipil. Pada tahun
2015 tidak menunjukan adanya perkembangan ke arah perdamaian,
melainkan adanya gerakan-gerakan oposisi maupun pemberontak dan
pemerintahan serta adanya intervensi yang dilakukan oleh
negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia. Dukungan
asing dan intervensi terbuka memainkan peran besar dalam perang
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 276
sipil suriah, terlihat rusia memasuki konflik pada tahun 2015
dan menjadi sekutu utama pemerintahan assad (Al-Jazeera 2018). Ini
menunjukan ketegangan yang bertambah dalam perang sipil yang
terjadi di suriah. para pelaku regional lainnya di tahun 2015
seperti pemerintah mayoritas syiah iran dan irak, hezbollah yang
berbasis di lebanon mendukung pemerintahan bashar al-assad,
sementara mayoritas sunni yang meliputi turki, qatar, dan arab
saudi mendukung pihak pemeberontak anti-assad. Kemudian pada tahun
2016, pasukan Turki ini meluncurkan beberapa operasi dalam melawan
negara Islam Irak dan Levant (ISIL atau yang dikenal
sebagai ISIS) yang berada dekat perbatasan dan kelompok Kurdi
yang dipersenjatai oleh Amerika Serikat (Al-Jazeera 2018).
Kelompok Militan dalam Perang Sipil Suriah
Perang sipil yang terjadi di suriah ini juga melibatkan
kelompok-kelompok militan. adanya kelompok-kelompok militan ini
membuat perang sipil di suriah semakin kompleks dalam proses
penyelesaianya. Adapun kelompok militan dalam perang sipil suriah
seperti yang nampak pada gambar peta di bawah ini
Gambar 1: Peta Persebaran Kelompok Militan dalam Perang Sipil
Suriah
Sumber: Sana 2016
Tabel 1: Kelompok Moderat Oposisi di Suriah
Nama Grup Pemimpin Wilayah Operasional
Dukungan Eksternal
Rincian
Firqa 13 Lt. Ahmed Al-
Saoud Aleppo, Hama,
Idlib FSA
Terutama aktif di provinsi idlib dan hama, kelompok ini
mendukung pembentukan negara sipil di suriah (legrand 2014)
Firqa Yarmouk
Bachar Al-Zoubi
Dara, Quneitra salah satu faksi pemberontak terkuat di suriah
selatan, kelompok ini
-
Keterlibatan rusia dalam perang
277 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
dipimpin oleh anggota suku al-zoubi (legrand 2014).
Fursan Al-Haq
Lt. Faris Bayush
Idlib FSA kelompok ini mendukung pembentukan negara sipil di
suriah
Harakat Nour Al-Din
Al-Zenki
Sheikh Tawfiq Shahab Eddin
Aleppo, Idlib FSA
kelompok ini diduga terdiri terutama dari pembelot militer
suriah dan dicirikan oleh pragmatisme mengenai aliansi. kelompok
ini mendukung pembentukan negara sipil di suriah (gutman&
alhamadee 2015).
Jabhat Al-Sham
Lt. Mohamed Al-Ghabi
Hama, Idlib FSA
Jaysh Al-Mujahideen
Mohammed Shakerdi
Aleppo FSA
berafiliasi dengan fsa, kelompok islamis ini didirikan pada awal
tahun 2014 di aleppo, bertentangan dengan kehadiran is di kota itu
(legrand 2014)
Tajamma Fastaqem
Abu Kutayba Aleppo FSA
didirikan di dan sekitar aleppo, kelompok ini telah lama
terlibat dalam upaya pemberontak untuk mendorong pasukan pemerintah
dari daerah tersebut. selama eksistensinya, ia telah berafiliasi
dengan berbagai kelompok lain (heras 2015).
YPG Sipan Hermo Afrin, Kobane, Al-Hasakah
kelompok ini adalah sayap bersenjata pyd, organisasi politik
kurdi terkemuka di suriah yang disebut kurdistan. ini mendahului
awal konflik suriah dan sekuler dan kiri dalam orientasi politiknya
(icg 2014b).
Sumber: Sana 2016
Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwasanya titik balik
perang sipil Suriah ini terjadi pada tahun 2011 dengan adanya
gerakan pemerintah melakukan tindakan atas pihak oposisi yang
menentang kebijakan pemerintah. Rusia pada tahun 2011 ini dinilai
memberikan bantuan militer. Ini diperkuat dengan adanya hubungan
dekat Rusia dengan Suriah yang menjadi pemasok utama senjata bagi
Suriah. Adanya embargo senjata yang dikenakan pada Suriah tidak
membuat Rusia menghentikan pasokan senjatanya pada Suriah
(Charbonneau 2011). Ini menunjukan bahwa adanya keterlibatan Rusia
dalam perang sipil Suriah dengan
adanya kerjasama disegi militer. Rusia memveto kebijakan dk pbb
terhadap suriah yang dianggap melakukan pelanggaran hak asasi
manusia dalam rentang perang sipil yang terjadi di suriah.
keputusan rusia ini juga diikuti oleh china yang bertolak belakang
dengan keputusan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Pada 2012
rusia setuju dengan khofi anan dalam menanggapi perang sipil
suriah. adapun hal yang diusung khofi anan terkait perang sipil
suriah antara lain (1) meminta komitmen pemerintah suriah untuk
bekerja sama mengatasi aspirasi dan keprihatinan dari rakyat
suriah, (2) meminta untuk menghentikan pertempuran, untuk itu pbb
harus mengawasi secara efektif penghentian kekerasan bersenjata
dalam segala
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 278
bentuknya oleh semua pihak dalam rangka melindungi warga sipil
dan menciptakan stabilitas negara, (3) memastikan penyediaan
bantuan kemanusiaan tepat waktu untuk semua area yang terkena
dampak pertempuran, dan untuk keperluan ini harus dilakukan dengan
segera, (4) dengan segera harus melepas orang yang ditahan secara
sewenang-wenang, termasuk kategori orang-orang yang rentan, dan
orang-orang yang terlibat dalam kegiatan politik damai, menyediakan
tanpa penundaan melalui saluran yang tepat, memberikan daftar semua
tempat di mana orang-orang tersebut ditahan, segera mulai mengatur
akses ke lokasi-lokasi tersebut dan melalui saluran-saluran yang
sesuai akan segera menanggapi semua permintaan tertulis untuk
informasi, akses atau rilis mengenai orang-orang tersebut, (5)
memastikan kebebasan bergerak/beraktivitas di seluruh negeri untuk
wartawan dan kebijakan visa non-diskriminatif bagi mereka, dan (6)
menghormati kebebasan berserikat dan hak untuk berdemonstrasi
secara damai dalam jaminan hukum (The Guardian 2012).
Pada tahun 2013, peranan rusia ini terlihat pada inisiasi
perdamaian dalam perang sipil suriah. berikut pernyataan putin
terkait inisiasi perdamaian dalam meredam perang sipil suriah.
“from the outset, russia has advocated peaceful dialogue
enabling syrians to develop a compromise plan for their own future.
we are not protecting the syrian government, but international law.
we need to use the united nations security council and believe that
preserving law and order in today’s complex and turbulent world is
one of the few ways to keep international relations from sliding
into chaos.” (putin 2013).
Pernyataan itu menunjukan adanya inisiasi putin untuk
mendukung
adanya dialog mengenai perdamaian yang ada di suriah meskipun
hal ini tidak membuahkan hasil. perang sipil suriah terus berlanjut
hingga saat ini. Pada tahun 2014 peranan Rusia tidak begitu
terlihat dalam keterlibatannya, namun Rusia tetap memasok
persenjataan kepada Suriah. Pada tahun 2015, terlihat peranan Rusia
yang krusial, pasalnya Rusia terlibat langsung dalam segi militer.
Pada tahun ini, majelis tinggi Rusia memberikan izin untuk
melakukan serangan udara di Suriah dan Assad meminta Putin
memberikan bantuan militer (Quinn 2016). Peristiwa ini menambah
tensi perang sipil menjadi memanas dengan adanya serangan udara
yang dilakukan oleh Rusia. Menurut Observatorium Suriah untuk Hak
Asasi Manusia yang berbasis di Inggris dampak dari serangan udara
Rusia tersebut telah menewaskan kurang lebih 4.408 jiwa termasuk
sekitar 1.733 warga sipil antara September 2015 hingga Maret 2016
(Quinn 2016). Ini menunjukan intervensi militer yang dilakukan oleh
Rusia dengan dampak korban jiwa yang banyak. Serangan udara Rusia
membuat pasukan setia Al-Assad merebut kembali wilayah strategisnya
di dekat kubu Latakia, dan mencetak kemenangan kunci sebelum
pembicaraan perdamaian diadakan di Jenewa (Quinn 2016). Di sisi
lain, tensi semakin meningkat dengan adanya keterlibatan negara
besar seperti Amerika Serikat yang membantu pihak oposisi ataupun
pemberontak pemerintahan Suriah.
Dibalik Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah
Faktor-faktor Rusia dalam Perang Sipil Suriah
Peranan Rusia dalam perang sipil Suriah ini bukan menjadi
rahasia umum lagi, pasalnya Rusia membantu pemerintahan Bashar
Al-Assad dalam melawan para oposisi maupun pemberontak yang
menentang pemerintahan Suriah. Seperti yang telah disinggungkan
sebelumnya, bahwasanya Rusia ini sebelum era Bashar Al-Assad
-
Keterlibatan rusia dalam perang
279 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
memiliki hubungan bilateral yang dinamis. Hubungan bilateral
yang dijalin oleh Rusia dan Suriah dalam konteks ini lebih mengarah
pada pasokan alutsista. Pemerintahan Rusia ini tidak menyembunyikan
kesediaannya untuk melakukan tindakan melawan semua kekuatan yang
melawan Damaskus (Kaim & Tamminga 2015). Ini mengarah pada
tindakan rusia yang terlibat dalam perang sipil suriah melawan para
pemberontak maupun oposisi.. berikut merupakan factor-faktor yang
melatar belakangi rusia membantu pemerintahan bashar al-assad dan
terlibat dalam perang sipil suriah.
Fasilitas Militer Rusia di Suriah
Pada masa sebelum pemerintahan Bashar Al-Assad tepatnya pada era
Hafez Al-Assad, pemerintah Rusia pernah menjalin hubungan dalam
pemasokan alat militer ke Suriah. Perkembangan hubungan mereka
menjadi renggang karena hutang Suriah yang tidak dibayarkan oleh
pemerintahan Hafez Al-Assad, namun pemerintahan ini menjalin
kedekatan lagi dengan adanya pembaruan kebijakan pada tahun 1994.
Lalu pada masa pemerintahan Bashar Al-Assad yang menggantikan Hafez
Al-Assad terjadi kerenggangan lagi terhadap kerjasama yang dijalin
kedua negara tersebut. Pada kerjasama fasilitas militer yang
dijalin oleh kedua negara teserbut dengan peningkatan segi militer
ditahun 2012. Rusia menjadi pelindung serta pemasok senjata ke
Suriah selama hampir empat dekade. Suriah juga menjadi pijakan
Rusia di kawasan Timur Tengah (Economist 2012). Ini menunjukan
Rusia memiliki kerjasama dibidang militer dengan Suriah.
Keterlibatan Rusia ini dinilai sangat berpengaruh pada pemerintahan
Suriah dalam perang sipil yang terjadi. Ian Brammer (2013)
menjelaskan bahwa Rusia ini menjaga pemerintahan Bashar Al-Assad di
Tartus yang merupakan satu-satunya pelabuhan di Mediterania. Ini
menunjukan adanya peranan Rusia dalam membantu pemerintahan Suriah
dengan memberikan fasilitas militer.
Penggunaan senjata kimia oleh Al-Assad membuat posisi Putin
semakin sulit, tetapi selama orang-orang Rusia di tanah Suriah
tidak secara langsung dikompromikan oleh tindakan agresif Al-Assad,
Putin kemungkinan akan terus mendukung Bashar Al-Assad di Damaskus
(Brammer 2013). Tindakan mengenai fasilitas militer Rusia ini
terlihat jelas ketika tahun 2015 dengan memberi tekanan dengan
peluncuran senjata kimia.
Terlihat Rusia ini memiliki keinginan untuk mempertahankan Assad
sebagai sekutu terdekat di Timur Tengan dan mengamankan pengaruh
militer di kawasan tersebut. Pasalnya terdapat pangkalam militer
yang penting di provinsi arat Latakia dan pangkalan angkatan laut
di kota pelabuhan Suriah sebagai bentuk kehadiran permanen Rusia di
sana (Pearson 2017). Ini menjadi salah satu alasan Rusia dalam
mendukung pemerintahan Bashar Al-Assad dalam perang sipil Suriah.
Anthony H. Cordesman (t.t) dalam Russia in Syria: Hybrid Political
Warfare menambahkan Putin membuat perubahan besar dalam peran
militer di Suriah dalam menyediakan pasukan hingga senjata seperti
halnya (1) memperluas fasilitas pelabuhan Rusia di pangkalan
angkatan laut di Tartus dan memperluas lapangan penerbangan di
Selatan Latakia; (2) menyebarkan 3 hingga 4 Su-27 fighters, 12
Su-24 strike fighters, 12 Su-10 close support fighters, and
Pchela-1T UAVs; (3) menyediakan R-166-0,5 HF/VHF sebuah kendaraan
dengan komunikasi suara dan data yang tahan lama dan akurat; (4)
senjata artileri baru; (5) menyebarkan tank sekitar enam atau lebih
seperti T-90, 35 atau BTR-82A/B, AFV dengan 30mm cannon turret; (7)
menyebarkan prefabricated housing hingga 2000 tentara; (8)
menyebarkan system pertahanan udara berbasis SA-22; dan mengerahkan
200 marinir dan housing sebanyak 1.500 personel di lapangan terbang
dekat rumah keluarga Al-Assad. Ini menunjukan adanya tindakan Rusia
yang mendukung penuh pemerintahan Suriah terkait perang spil yang
terjadi.
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 280
Kelompok Radikal “Jihadis” Rusia di Suriah
Seperti yang telah disinggungkan sebelumnya, bahwa keberadaan
Rusia di Suriah ini dimaksudkan untuk membantu dalam melawan
pemberontak maupun oposisi yang menentang pemerintahan Al-Assad.
Pada tahun 2015, Rusia melakukan intervensi dengan serangan udara
menyerang terorisme di sana (Pearson 2017). Tindakan Rusia pada
perang sipil Suriah ini juga ditujukan pada kelompok-kelompok
terorisme yang berada dan terlibat dalam perang sipil di Suriah.
Kelompok-kelompok terorisme yang diserang ini seperti ISIS dan
al-Qaeda. Putin menyatakan bahwa sekitar lebih dari 2.000 pejuang
dari Rusia bekas Uni Soviet berada di wilayah Suriah, terdapat
ancaman kembalinya mereka, sehingga daripada menunggu kembalinya
mereka Rusia dan sekitar negara bekas Uni Soviet, lebih baik
melawan mereka di wilayah Suriah (Sengupta 2015). Dapat dikatakan
terdapat kepentingan Rusia di perang sipil Suriah untuk melawan
para kelompok militan bekas Uni Soviet. Keterlibatan pihak lain
dalam perang sipil di Suriah ini menimbulkan perkembangan masalah
yang justru bukan permasalahan inti sebenarnya. Sehingga membuat
permasalahan yang ada di Suriah semakin lebih kompleks. Adanya
kelompok militan terorisme yang berada di Suriah ini menjadi
semakin kompleks, pasalnya tidak hanya al-Qaeda, ISIS dan Jabath
al-Nursa yang ada di sana. Melainkan adanya kelompok militan dari
Rusia yang ikut bergabung dalam perang Rusia. Putin menyatakan,
“...today, terrorism threatens a great number of states, a great
number of people – hundreds of thousands, millions of people suffer
from its criminal activity. And we all face the task of joining our
efforts in the fight against this common evil.” (BBC 2015).
Pernyataan tersebut menunjukan posisi Rusia dalam perang sipil
Suriah untuk melawan para militan terorisme
dan gerakan radikal yang ada disana terlebih yang menentan
pemerintahan Bashar Al-Assad. Militan yang dikenal sebagai Omar
al-Shishani, bintang yang sedang naik daun dalam kampanye Islamis
Negara Islam di Timur Tengah berasal dari Republik Chechnya (Taylor
2014). Ini salah satu dari kelompok militan bekas Uni Soviet yang
masuk dalam perang sipil Suriah. Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB)
menambahkan bahwa dia merupakan salah satu dari 500 militan dari
Rusia yang bergabung dalam perang Suriah dan juga ada sekitar 800
orang dari Soufan Group menuju Timur Tengah untuk bertempur di sana
(Taylor 2014). Ini membuat tensi perang sipil Suriah berkembang
menjadi tensi memerangi para terorisme. Pada sejarahnya, runtuhnya
Uni Soviet tahun 1991 menyebabkan terciptanya Republik Chechnya
yang kacau, yang kemudian mencari kemerdekaan dari Rusia dan kedua
belah pihak berperang pada tahun 1994 hingga tahun 1996 Rusia
mundur dengan puluhan ribu warga sipil menjadi korban (Taylor
2014). Tentu saja ini memicu adanya konflik internal Rusia yang
membentuk kelompok-kelompok militan. Pasca Perang Chechnya pertama
berakhir, pada tahun 1999 terjadi lagi perang yang dipicu oleh
upaya kaum Islamis menyerang wilayah Dagestan dan pengeboman
apartemen di Rusia dan Dagestan. Pada akhirnya, Chechnya kembali
dikuasai Rusia dengan meninggalkan ribuan warga sipil tewas.
Akhirnya kelompok militan tersebut menyebar ke beberapa wilayah di
Suriah. Thomas Grove dan Mariam Karouny (2013) menjelaskan bahwa
Omar Abu al-Chechen pernah berpidato mendesak rekan muslim dalam
mendukung jihad melawan pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah.
Keberadaan terorisme dalam perang sipil Suriah ini menambah
ketegangan pada perpolitikannya. Pasalnya, terdapat kelompok
oposisi yang menjadi kelompok militan dengan mengarah pada
terorisme.
Melihat situasi itu, Rusia memberikan penekanan pada kelompok
pemberontak maupun oposisi dengan
-
Keterlibatan rusia dalam perang
281 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
mengerahkan milternya. Adapun alasan kuat Rusia mendukung
pemerintahan Suriah dengan memberikan bantuan militernya dalam
melawan para pemberontak terutama para terorisme dalam perang sipil
Suriah sebagaimana dinyatakan Putin berikut ini.
“Putin said We act based on the United Nations Charter, i.e. the
fundamental principles of modern international law, according to
which this or that type of aid, including military assistance, can
and must be provided exclusively to the legitimate government of
one country or another, upon its consent or request, or upon the
decision of the United Nations Security Council.” (RT 2015).
Penekanan yang dilakukan oleh Rusia dan Suriah ini terus
dilakukan dalam upaya melawan para terorisme. Pemberontak Suriah di
daerah Timur Laut Damaskus telah terkepung dan diberikan ultimatum
untuk menerima aturan negara atau segera keluar dari wilayahnya.
Selain itu, Rusia berusaha menghapuskan kantong terakhir oposisi di
dekat ibu kota (Perry & Al-Khalidi
2018). Upaya penekanan yang dilakukan oleh Rusia dan Suriah ini
membuahkan hasil signifikan dalam melawan para pemberontak maupun
para teroris.
Ekspor Persenjataan Rusia ke Suriah
Putin menegaskan bahwa kontrol negara atas penjualan senjata
dengan menggunakan kesepakatan politik untuk meningkatkan pengaruh
dan menegaskan dalam upaya mencapai tujuan dari kebijakan luar
negerinya (Millero,Jr 2017). Ini dapat terlihat ketika negara
campur tangan ke dalam permasalahan negara lain. Artinya negara
dapat mempengaruhi permasalahan negara lain dengan menggunakan
instrumen penjualan senjata. Connolly dan Senstad (2017)
menjelaskan bahwa Timur Tengah merupakan wilayah yang paling
penting untuk ekspor senjata Rusia, dan menyumbang 17,8% dari total
keseluruhan penjualan senjata Rusia antara tahun 2000 dan 2016.
Pasar senjata Rusia di kawasan Timur Tengah antara lain seperti
Irak (1,4%), Suriah (1,4%), Mesir (1,4%) dan Yaman (1,2%), Iran
(2%) dan Uni Emirat Arab (0,7%).
Statistik 1: Major Middle East and North Africa Importers of
Russia Arms 2000-16 (tiv, million constant 1990 $)
Sumber: sipri arms transfers database 2017; dikalkulasi connolly
dan stendstand 2017.
Rusia memasok senjata ke Suriah dapat dikatakan terdapat
hubungan sejarah politik untuk
mempertahankan sekutu utama Rusia dan mempertahankan
kepentingannya. Pada masa Bashar Al-Assad, tahun 2011 Rusia
memiliki kontrak senjata senilai
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 282
AS$ 4 miliar dengan Damaskus (Millero,Jr 2017). Ini menunjukan
adanya hubungan yang penting antara Rusia dan Suriah terkait
pasokan senjata militer. Terlebih lagi Suriah merupakan negara
konflik dengan permasalahan perang sipil yang terjadi. Penjualan
senjata militer ke Suriah ini tidak hanya memperkuat komitmen Rusia
terhadap pemerintahan rezim Al-Assad, namun juga memastikan senjata
dengan teknologi tinggi yang diberikan cukup untuk menggagalkan
tujuan Amerika Serikat dalam menyingkirkan Bashar Al-Assad
(Millero,Jr 2017). Dapat dikatakan
juga terdapat kepentingan Rusia untuk melawan Amerika Serikat
yang ingin melengserkan pemerintahan Bashar Al-Assad. Rusia ini
memberikan peralatan-peralatan militer yang canggih ke Suriah untuk
memperkuat prestis sebagai kekuatan dunia. Selain itu, dapat
dijadikan parade militer dan menyediakan pajangan untuk
persenjataan militer dan teknologi canggih di Suriah (Millero,Jr
2017). Ini menunjukan keseriusan Rusia dalam menjalin kerjasama
militer untuk pencapaian kepentingannya.
Statistik 2: Rusia Share of Global Exports in Selected
Categories of Weapon Systems, 2000–09 and 2010–16 (% of total
global arms exports)
Sumber: sipri arms transfers database, 2017; dikalkulasi
connolly dan stendstand 2017.
Rusia juga menggunakan pesawat generasi ke empatnya, sistem
rudal permukaan-ke-udara, rudal jelajah, anti-akses dan senjata
penyangkalan, dan sistem berteknologi canggih lainnya yang
menunjukkan kemampuan dan kehandalan peralatan Rusia. Selama di
Suriah, teknologi militer Rusia menunjukan hasil luar biasa dalam
kecanggihannya. Dampak dalam pemanfaatan teknologi militer Rusia di
Suriah mendapatkan hasil yang memuaskan, bahkan Rusia mampu
mewujudkan tujuan strategis dari agenda keamanan nasional, strategi
pertahanan dan ekspor, dan memperoleh kekuatan dan pengaruh di
antara negara-negara mencari alternatif bagi produsen Barat
(Millero,Jr 2017). Ini menjadi salah satu tujuan Rusia berada di
Suriah dengan
memberikan pengaruh pada perang sipil yang terjadi. Adapun dalam
menjalankan kebijakan memasok senjata ke Suriah, Rosoboronexport
(ROE) merupakan badan yang diberi kontrol negara atas penjualan
senjata (Millero,Jr 2017). Sehingga, dapat dikatakan melalui ROE
ini Rusia melakukan transaksi perdagangan senjata ekspor ke negara
lain seperti Suriah.
Kesimpulan
Penelitian dengan jangkauan data antara 2011 – 2016 ini,
menemukan tidak hanya keterlibatan negara besar saja dalam perang
sipil tersebut, melainkan juga terbentuknya kelompok oposisi,
pemberontak dan bahkan kelompok militan teroris yang ikut
-
Keterlibatan rusia dalam perang
283 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
berperan dalam perang sipil Suriah. Pada tahun 2012 terlihat
juga adanya gerakan pemerintah yang menekan desa Houla di Homs yang
menewaskan sekitar 100 orang dan juga terlihat korban anak-anak
yang memicu reaksi internasional mengencam tindakan tersebut.
Bahkan DK PBB menilai pemerintahan Bashar al-Assad ini melakukan
kejahatan perang dengan menimbulkan korban jiwa. Perang sipil yang
melibatkan peranan negara lain ini membentuk kelompok-kelompok
antara negara yang pro terhadap pemerintahan resmi Suriah dan
adapula yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Seperti halnya
Rusia, Iran, dan China mendukung pemerintahan resmi dan Amerika
Serikat, Inggris, Perancis dan negara-negara Liga Arab. Namun pada
penelitian ini menekankan pada keterlibatan Rusia di perang sipil
Suriah. Seperti yang dilihat adanya keterlibatan negara-negara ini
tidak menimbulkan dampak untuk penyelesaian permasalahan dengan
cepat, melainkan semakin menambah durasi perang sipil terjadi.
Meskipun pada tahun 2013 terlihat adanya peranan Rusia yang
menginisiasi adanya perdamaian anatara
pemerintahan dan oposisi, namun hal itu tidak menjadikan perang
sipil di Suriah selesai. Meskipun dari rentang 2013 hingga 2014
tidak ada peranan Rusia yang menekan pemberontak, tetapi Rusia
tetap memberikan bantuan militernya kepada pemerintahan Bashar
al-Assad. Pada 2015 hingga 2016 adanya penekanan yang diberikan
oleh Rusia dengan terlibat langsung militernya menyerang kelompok
pemberontak yang ada di Suriah dengan alasan menyerang kelompok
terorisme yang ada disana. Tindakan ini juga menginisiasi militer
Suriah untuk mengambil alih wilayah-wilayah yang diduduki oleh
kelompok oposisi, pemberontak dan kelompok teroris yang terlibat
dalam perang sipil yang terjadi. Adapun faktor-faktor yang menjadi
alasan Rusia mendukung pemerintahan Bashar al-Assad antara lain
adanya fasilitas militer Rusia yang ada di Suriah, adanya tindakan
Rusia dalam menekan kelompok militan karena terdapat kelompok
jihadis Rusia paska Uni Soviet yang berada di Suriah, dan adanya
perdagangan senjata Rusia di Suriah. Hal ini menunjukan adanya
tindakan Rusia disana memiliki kepentingan yang signifikan terhadap
perpolitikannya.
Daftar Pustaka
[1] Al-Jazeera. 2014, “Timeline of Syria's raging war,”
Aljazeera.com (online),
https://www.aljazeera.com/indepth/interactive/2012/02/201225111654512841.html
[Akses pada 2 Mei 2018]
[2] Al-Jazeera. 2018, “Syria's civil war explained from the
beginning Syria's civil war explained from the beginning,”
Aljazeera.com (online),
https://www.aljazeera.com/news/2016/05/syria-civil-war-explained-160505084119966.html
[Akses pada 2 Mei 2018].
[3] Balch-Lindsay, Dylan et al. 2008, “Third-Party Intervention
and the Civil War Process,” dalam Journal of Peace Research, Vol.
45, No. 3.
[4] BBC. 2013a, “AS pastikan Suriah gunakan senjata kimia,”
BBC.com (online),
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/08/130828_as_biden_suriah
[Akses pada 2 Mei 2018].
[5] BBC. 2013b, “Konflik Suriah, 93.000 orang tewas,” BBC.com
(online), http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/0
6/130613_suriah_pbb_korban_konflik [Akses pada 2 Mei 2018].
[6] BBC. 2015, “Konflik Suriah: 76.000 tewas selama 2014,”
BBC.com (online),
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/01/150101_suriah_korban_tewas_2014
[Akses pada 2 Mei 2018].
[7] BBC. 2015, “Syria crisis: Where key countries stand,”
BBC.com (online),
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-23849587 [Akses pada 2
Mei 2018]
[8] Bremmer, Ian. 2018, “Why the Syrian Civil War Is Becoming
Even More Complex,” Time.com (online),
http://time.com/5229691/syria-trump-putin-saudi-arabia/ [Akses pada
3 Mei 2018].
[9] Charbonneau, Louis. 2011. “Russia, China resist U.N. Syria
sanctions push: envoys,” Reuters.com (online),
https://www.reuters.com/article/us-syria-un/russia-china-resist-u-n-syria-sanctions-push-envoys-idUSTRE77P4X920110826
[Akses pada 5 Mei 2018]
[10] Connolly, Richard dan Cecilie Sendstad. 2017, “Russia’s
Role as an Arms Exporter: The Strategic and Economic Importance
of
-
Miftahul ghani saputra
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember
2018 284
Arms Exports for Russia,” dalam Russia and Eurasia Programme
[11] Cordesman, Anthony H. t.t, “Russia in Syria: Hybrid
Political Warfare,” dalam Centert For Strategic & International
Studies (online rev.),
https://csis-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-public/legacy_files/files/publication/150922_Cordesman_Russia_Syria_Hybrid_Political_Warfare.pdf
[Akses pada 3 Mei 2018].
[12] Dattmer, Jamie, 2015. “Siapa Teman, Siapa Musuh Dalam
Konflik di Suriah?,” Voaindonesia.com (online),
http://www.voaindonesia.com/a/siapa-teman-siapa-musuh-dalam-konflik-di
suriah/3026885.html [Akses pada 12 April 2017].
[13] Dunne, J Paul dan Elisabeth Skons. 2009, “The Military
Industrial Complex,” Core.ac.uk (Online),
https://core.ac.uk/download/pdf/7170012.pdf [Akses pada 20 April
2017].
[14] Economist. 2012, “The long road to Damascus,” Economist.com
(online), https://www.economist.com/node/21547305 [Akses pada 3 Mei
2018].
[15] Fahham, A.Muchaddam dan A.M. Kartaatmaja. 2014, “Konflik
Suriah: Akar Masalah dan Dampaknya,” dalam Political Vol. 5 No.
1.
[16] Firmansyah, Teguh. 2015, “Ini Daftar Negara Utama Terlibat
Perang di Suriah,” Republika.co.id (Online),
http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/15/10/02/nvks89377-ini-daftar-negara-utama-terlibat-perang-di-suriah.
[Akses pada 16 Maret 2017].
[17] Galula, David. 2006, “The Prerequisites for a Successful
Insurgency,” dalam Counterinsurgency Warfare: Theory and Practice.
London: Praeger Security International.
[18] Grove, Thomas dan Mariam Karouny. 2013, “Militants from
Russia's North Caucasus join "jihad" in Syria,” Reuters (online),
https://www.reuters.com/article/us-syria-crisis-russia-militants/militants-from-russias-north-caucasus-join-jihad-in-syria-idUSBRE9251BT20130306
[Akses pada 3 Mei 2018].
[19] Hermawan, Sulistio dan Rokhman, M. Nur. 2016, “Konflik di
Suriah pada Masa Bashar Al-Assad. Tahun 2011-2015,” dalam Jurnal
Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial. Yogyakarta: Universitas Yogyakarta.
[20] Kaim, Markus dan Oliver Tamminga. 2015, “Russia’s Military
Intervention in Syria,” Swp-berline.org (online),
https://www.swp-berlin.org/fileadmin/contents/products/comments/2015C48_kim_tga.pdf
[Akses pada 3 Mei 2018].
[21] Kathman, D Jacob. 2011, “Civil War Diffusion and Regional
Motivations for Intervention,” dalam Journal of Conflict
Resolution, Vol. 55, No. 6.
[22] Kuran, Timur. 1998, "Ethnic Dissimilation and Its
International Diffusion," dalam The Interna tional Spread of Ethnic
Conflict:
Fear Diffusion, and Escalation, edited by David A. Lake and
Donald Rothchild, 35-60. Princeton, NJ: Princeton University
Press.
[23] Maulana, Victor. 2015, “Putin Tegaskan Dukungan untuk
Assad,” Sindonews.com (Online),
https://international.sindonews.com/read/1018949/41/putin-tegaskan-dukungan-untuk-assad-1435738602
[Akses pada 12 April 2017].
[24] Millero Jr, Raymond G. 2017, Roots Running Deep Arm Sales
and Russia’s Excursion into Syria. US: Air University
[25] Muti’ah, Siti. 2012. “Pergolakan Panjang Suriah: Masih
Adakah Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme?,” dalam Jurnal CMES Vol. V
No. 1.
[26] Noor, Ibrahim. 2014, “Analisis Dukungan Rusia dalam Konflik
Suriah,” dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2 (4).
[27] Pearson, Alexander. 2017, “Syria conflict: What do the US,
Russia, Turkey and Iran want?,” DW.com (online),
http://www.dw.com/en/syria-conflict-what-do-the-us-russia-turkey-and-iran-want/a-41211604
[Akses pada 3 Mei 2018].
[28] Putin, Vladimir V. 2013, “A Plea for Caution From Russia,”
NewYorktimes.com (online),
https://www.nytimes.com/2013/09/12/opinion/putin-plea-for-caution-from-russia-on-syria.html
[Akses pada 2 Mei 2018].
[29] Quinn, Ben. 2016. “Russia's military action in Syria –
timeline,” TheGuardian.com,
https://www.theguardian.com/world/2016/mar/14/russias-military-action-in-syria-timeline
[Akses pada 2 Mei 2018]
[30] RT. 2015, “Assad’s enemies may be portrayed as opposition,
but he fights terrorists – Putin,” RT.com (online),
https://www.rt.com/news/316633-putin-interview-syrian-conflict/
[Akses pada 3 Mei 2018].
[31] Rundquist, Barry S. 1978, “On Testing a Military Industrial
Complax Theory,” dalam American Politics Quarterly, Vol. 6 No.1
[32] SANA. 2016, “Syria's Armed Opposition: Syria's Armed
Opposition,” Security Assesment in North Africa Dispatch No.5.
[33] Sengupta, Kim. 2015, “Russia in Syria: President Putin's
Middle East adventure exposes terrorist threat now facing Moscow,”
Independent.co.uk (online),
https://www.independent.co.uk/news/world/europe/russia-in-syria-president-putins-middle-east-adventure-exposes-terrorist-threat-now-facing-russia-a6688661.html
[Akses pada 3 Mei 2018].
[34] Smart, Barry. 2016, “MilitaryIndustrial Complexities,
University Research, and Neoliberal Economy,” dalam Journal of
Sociology special issue on ‘War, the military and civil
society’.
[35] Taylor, Adam. 2014, “Why being Chechen is a badge of honor
for Islamist militants,” Washingtonpost.com (online),
-
Keterlibatan rusia dalam perang
285 Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018
https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2014/07/03/why-being-chechen-is-a-badge-of-honor-for-islamist-militants/?noredirect=on&utm_term=.b1eefbe9c0e1
[Akses pada 3 Mei 2018].
[36] The Guardian, 2012. “Syria: UN security council agree to
back Kofi Annan's plan,” TheGuardian.com (online),
https://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/mar/21/syria-crisis-live-coverage
[Akses pada 5 Mei 2018]
[37] Tigang, Yutika Indah Pratiwi. 2016, “Penolakan Rusia
terhadap Draft Resolusi DK PBB tentang Sanksi terhadap Suriah,”
dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 4 (1).