Top Banner
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 268 Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah Tahun 2011-2016 Miftahul Ghani Saputra Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Email: [email protected] Abstract The civil war in Syria has involved many countries, not least the role of Russia. This study examines the civil war problems that occurred in Syria with the involvement of Russia. Therefore, this study leads to the formulation of the problem of knowing why Russia was involved in the civil war that occurred in Syria and knowing the interventions that led to the support given to the government of Syria? In addition, this study also alludes to the militant groups involved in the civil war of Syria and explains the Russian factor involved in the civil war that took place in Syria. Based on the theoretical framework used in this study led to the involvement of other countries in the civil war that occurred. The next theory is the military industrial complex. This theoretical framework sees the arms trade taking place as having a significant impact on its development. So that the theory brings significance in assessing the involvement of Russia in the civil war. Keywords: civil war, Russia intervention, arms trade, involvement of other countries Abstrak Perang sipil di suriah telah melibatkan banyak negara, tak terkecuali peranan rusia. Penelitian ini mengkaji permasalahan perang sipil yang terjadi di suriah dengan adanya keterlibatan rusia. Oleh karena itu, penelitian ini mengarah pada rumusan masalah yaitu mengetahui mengapa rusia terlibat dalam perang sipil yang terjadi di suriah dan mengetahui intervensi yang mengarah pada dukungan apa yang diberikan kepada pemerintahan suriah? Selain itu, penelitian ini juga menyinggung kelompok militan yang terlibat pada perang sipil suriah dan menjelaskan faktor rusia terlibat dalam perang sipil yang terjadi di suriah. Berdasarkan kerangka teoritik yang digunakan pada penelitian ini mengarah pada keterlibatan negara lain dalam perang sipil yang terjadi. Teori berikutnya ialah kompleks industri militer. Kerangka teori ini memandang perdagangan senjata militer yang terjadi membawa dampak yang signifikan pada perkembanganya. Sehingga dari teori tersebut membawa arti penting dalam mengkaji keterlibatan rusia dalam perang sipil tersebut. Kata kunci: perang sipil, intervensi Rusia, perdagangan senjata, keterlibatan negara lain. Pendahuluan Suriah merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mengalami permasalahan politik yang signifikan. Pasalnya, di Suriah ini terjadi perang sipil yang melibatkan peranan militer pemerintahan dan kelompok militan kontra dengan Suriah. Selain itu, terdapat juga peranan negara lain regional maupun diluar regional Timur Tengah. Permasalahan yang terjadi pada tahun 2011 hingga tahun 2016 dinilai mengalami dinamika yang signifikan pada perkembangannya. Hal ini dikarenakan tidak hanya permasalahan hak asasi manusia, permasalahan ekonomi, dan permasalahan lingkungan saja yang menjadi perhatian. Pasalnya negara-negara besar dan bahkan negara Dewan Keamanan PBB (selanjutnya
18

Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah Tahun 2011-2016journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahi8fd2bdbd01full.pdfterjadinya demonstrasi di Suriah, karena Bashar Al-Assad berjanji

Feb 11, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 268

    Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah

    Tahun 2011-2016

    Miftahul Ghani Saputra

    Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga

    Email: [email protected]

    Abstract

    The civil war in Syria has involved many countries, not least the role of Russia. This study examines the civil war problems that occurred in Syria with the involvement of Russia. Therefore, this study leads to the formulation of the problem of knowing why Russia was involved in the civil war that occurred in Syria and knowing the interventions that led to the support given to the government of Syria? In addition, this study also alludes to the militant groups involved in the civil war of Syria and explains the Russian factor involved in the civil war that took place in Syria. Based on the theoretical framework used in this study led to the involvement of other countries in the civil war that occurred. The next theory is the military industrial complex. This theoretical framework sees the arms trade taking place as having a significant impact on its development. So that the theory brings significance in assessing the involvement of Russia in the civil war.

    Keywords: civil war, Russia intervention, arms trade, involvement of other countries

    Abstrak

    Perang sipil di suriah telah melibatkan banyak negara, tak terkecuali peranan rusia. Penelitian ini mengkaji permasalahan perang sipil yang terjadi di suriah dengan adanya keterlibatan rusia. Oleh karena itu, penelitian ini mengarah pada rumusan masalah yaitu mengetahui mengapa rusia terlibat dalam perang sipil yang terjadi di suriah dan mengetahui intervensi yang mengarah pada dukungan apa yang diberikan kepada pemerintahan suriah? Selain itu, penelitian ini juga menyinggung kelompok militan yang terlibat pada perang sipil suriah dan menjelaskan faktor rusia terlibat dalam perang sipil yang terjadi di suriah. Berdasarkan kerangka teoritik yang digunakan pada penelitian ini mengarah pada keterlibatan negara lain dalam perang sipil yang terjadi. Teori berikutnya ialah kompleks industri militer. Kerangka teori ini memandang perdagangan senjata militer yang terjadi membawa dampak yang signifikan pada perkembanganya. Sehingga dari teori tersebut membawa arti penting dalam mengkaji keterlibatan rusia dalam perang sipil tersebut.

    Kata kunci: perang sipil, intervensi Rusia, perdagangan senjata, keterlibatan negara lain.

    Pendahuluan

    Suriah merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mengalami permasalahan politik yang signifikan. Pasalnya, di Suriah ini terjadi perang sipil yang melibatkan peranan militer pemerintahan dan kelompok militan kontra dengan Suriah. Selain itu, terdapat juga peranan negara lain

    regional maupun diluar regional Timur Tengah. Permasalahan yang terjadi pada tahun 2011 hingga tahun 2016 dinilai mengalami dinamika yang signifikan pada perkembangannya. Hal ini dikarenakan tidak hanya permasalahan hak asasi manusia, permasalahan ekonomi, dan permasalahan lingkungan saja yang menjadi perhatian. Pasalnya negara-negara besar dan bahkan negara Dewan Keamanan PBB (selanjutnya

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    269 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    ditulis DK PBB) pun terlihat ikut serta dalam mendukung pihak-pihak yang berkonflik disana. Penulis lebih menekankan pada peranan Rusia dalam perang sipil Suriah. Seperti yang terlihat bahwa Rusia merupakan salah satu negara besar dan anggota dari DK PBB memberikan dukungan kepada pemerintahan Suriah dalam melawan kelompok pemberontak yang didukung oleh negara-negara besar lainya seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis (Firmansyah, 2015). Rusia dibawah rezim Vladimir Putin terlihat membantu pihak pemerintahan Suriah melawan pihak oposisi salah satunya dengan memberikan bantuan dan dukungan militer. Putin dalam pernyataanya menegaskan mengenai dukungannya terhadap rezim Bashar al Assad di Suriah tidak berubah. Bahkan Putin menambahkan bahwa Assad merupakan pemimpin sah Suriah dan pemerintahan dibawah pemimpinannya harus mendapatkan dukungan (Maulana, 2015).

    Sebelum masuk dalam penjelasan mengenai faktor keterlibatan Rusia, turning point terjadinya perang sipil ini tahun 2011. Fahham dan Kartaatmaja (2014) menjelaskan bahwa pada Maret 2011 terdapat pelajar yang berumur antara 9 hingga 15 tahun menuliskan slogan mengenai anti-pemerintahan yang berisikan keinginan rakyat menuntut turunnya rezim yang berkuasa. Namun dalam menyikapi demonstran ini, Suriah melakukan tindakan militer yang berujung pada penekanan pada masyarakat. Tindakan kepolisian tersebut mengundang gelombang protes masyarakat dan menuntut pembebasan para pelajar yang ditangkap dan dipenjarakan tersebut (Muti’ah 2012). Demonstrasi pada pemerintahan Bashar Al-Assad ini sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum tahun 2011, tepatnya pada tahun 2001. Mereka melakukan demontrasi karena kebijakan Bashar Al-Assad menerapkan emergency law. Emergency law ini merupakan kebijakan yang memberikan aturan mengenai pembatasan terhadap publikasi, mencegah adanya bentuk

    komunikasi masyarakat, mencegah adanya pertemuan publik dan menangkap masyarakat yang dinilai mengancam keamanan dan keterlibatan umum dalam pemerintah Suriah serta pelanggaran akan mendapatkan hukuman berdasarkan keputusan peradilan militer (Noor 2014). Emergency law ini sebenarnya telah diterapkan oleh pemerintahan Hafiz Al-Assad, namun pada masa pemerintahan Bashar Al-Assad ini menjadi pemicu terjadinya demonstrasi di Suriah, karena Bashar Al-Assad berjanji untuk lebih demokratis.

    Terjadinya perang sipil ini diawali pada Tanggal 25 Maret 2011 merupakan titik awal terjadinya konflik ini yang juga disebut sebagai Hari Kejayaan Suriah. Sekitar 100.000 orang melakukan pawai di Kota Daraa dan melakukan demonstrasi untuk menuntut mundur rezim Bashar Al-Assad yang mengakibatkan sekitar 20 orang demonstran terbunuh (Tigang, 2016). Bahkan demonstrasi ini menyebar di kota dan plosok Suriah dengan keterlibatan kelompok-kelompok militant dan pemberontak. Fahham & Kartaatmaja (2014) dan Lang dkk (2014) menyebutkan bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terlibat pada perang sipil Suriah yaitu (1) pendukung pemerintahan Bassar Al-Assad yaitu Hizbullah dan Islam yang bermahzab Syiah, (2) kelompok oposisi yang melawan Bassar Al-Assad yaitu Free Syrian Army (FSA), Syrian National Council (SNC) dan Syrian National Council for Opposition and Revolutionary Forces (SNCORF), dan (3) kelompok jihadis seperti Jabha al-Nusrah, Ahrar al-Sham kataeb, Liwa’ al-Tauhid, Ahrar Souria, Halab al-Shahba, al-Harakah al-Fajr al-Islamiyah, Dar al-Ummah, Liwa Jaish Muhammad, Liwa’ al-Nasr, Liwa’ Dar al-Islam dan ISIS. Selain itu juga, terdapat fenomena yang terjadi di Timur Tengah yang juga menjadi alasan terjadinya demonstrasi. Arab Spring merupakan konflik internal yang terjadi di negara-negara Timur Tengah baru-baru ini terlihat karena

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 270

    sebuah tindakan revolusional (Noor, 2014).

    Permasalahan ini semakin lebih kompleks dengan keterlibatan negara-negara besar seperti Rusia, Amerika Serikat dan DK PBB. DK PBB melakukan intervensi dengan mengeluarkan Resolusi DK PBB Nomor 2043 yaitu melakukan pengiriman pasukan kusus perdamaian yang sebagian besar ditempatkan di dataran tinggi Golan pada 21 April 2012 (Noor, 2014). Rusia menolak Resolusi DK PBB tahun 2011 yang menuntut mundur rezim Bashar Al-Assad. Rusia dibawah rezim vladimir putin terlihat membantu pihak pemerintahan suriah melawan pihak oposisi salah satunya dengan memberikan bantuan dan dukungan militer. Bahkan putin menambahkan bahwa assad merupakan pemimpin sah suriah dan pemerintahan dibawah pemimpinannya harus mendapatkan dukungan (maulana, 2015). Ini menjadi menarik karena di konflik internal lain seperti perang sipil di negara-negara Timur Tengah lainnya antara lain di Libia, Tunisia dan Mesir tidak terlihat peranan dan keterlibatan Rusia didalamnya. Sementara, dalam perang sipil Suriah, terlihat Rusia melakukan serangan udara selama lebih dari setahun setelah Amerika Serikat terlihat membantu pasukan pemberontak terhadap pemerintah Suriah mulai dari membantu pasokan pangan dan perlengkapan hingga berkembang dalam hal bantuan pelatihan, uang dan informasi intelijen (Dattmer, 2015). Selain itu, terlihat pula adanya militerisasi yang dilakukan oleh Rusia pada tahun 2012 hingga 2016, meskipun ada juga upaya yang dilakukan untuk mengarah pada perdamaian, namun tidak menunjukan hasil signifikansi terkait hal tersebut.

    Konflik internal yang terjadi ini dinilai memberikan dampak signifikan bagi rezim yang berkuasa, terlebih dapat memicu adanya pemberontakan yang terjadi. Galula (2006) berpendapat bahwasanya penyebab terjadinya pemberontakan ini dapat dikaitkan

    dengan situasi revolusioner yang spontan maupun yang telah dibesarkan oleh sekelompok elit yang mengatur dan melakukan pemberontakan. Tentu saja hal ini mengarah pada sebuah pemberontakan yang menginginkan adanya perubahan dalam pemerintahan yang dinilai cenderung otoriter. Sehingga mengundang masa untuk turun ke jalan menuntut adanya perubahan yang pada akhirnya mengarah pada terjadinya perang sipil. Terlebih terdapat pihak seperti Rusia yang melakukan intervensi dalam perang sipil Rusia. Melihat konflik yang terjadi dengan keterlibatan Rusia ini dapat dikaitkan dengan teori keterlibatan pihak ketiga dalam perang sipil dan teori kompleks industri militer.

    Keterlibatan Pihak Ketiga dalam Perang Sipil

    Pasca perang dingin berakhir, perang sipil ini menjadi bentuk konflik yang dominan yang menjadikan pemahaman mengenai perang sipil sangat penting (kathman 2011, magee & massoud 2011). pada era pasca Perang Dingin dan era globalisasi ini sangat rentan adanya konflik yang mengarah pada perang sipil. Namun hal ini menjadi menarik ketika adanya keterlibatan pihak ketiga yang terlihat memberikan intervensi berupa dukungan yang ada di kedua belah pihak. Tidak hanya terjadi di suriah saja dengan keterlibatan pihak ketiga dalam fenomenanya yang menjadikan semakin lebih kompleks. Seperti yang dinyatakan oleh Kuran (1998) bahwa perang sipil ini juga memberikan dampak signifikan pada munculnya demonstrasi dan dinilai memberikan efek bagi negara dikawasan sekitarnya. Hal ini terlihat adanya perang sipil yang ada di negara lain pada satu kawasan maupun kawasan lain ini mampu memberikan pengaruh pada terjadinya demontrasi yang ada, terlebih demontrasi yang menjadi pelopor tersebut berhasil mencapai kepentingannya. Perang sipil yang terjadi ini cenderung mengarah pada penggulingan kekuasaan yang dinilai melakukan tindakan otoriter menekan masyarakat. Kemudian adanya negara-

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    271 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    negara lain ini juga mengarah pada keikutsertaan kepentingan yang ada. Kathman (2011) menambahkan bahwasanya pihak ketiga ini sering mengakui adanya stabilitas kawasan merupakan faktor dalam keputusan intervensi mereka. Karena ada kekhawatiran dengan adanya kekerasan yang terjadi dapat mengancam kepentingan mereka di negara-negara yang dinilai beresiko sehingga dapat merambat ke negara-negara di kawasan tersebut.

    Adanya pihak ketiga ini biasanya memiliki hubungan yang dinilai signifikan dengan negara-negara di kawasan yang memiliki kepentingan dalam memanipulasi hubungan ekonomi, militer, dan sumber daya alam yang berharga (kathman 2011). Hal ini mengarah pada keamanan yang ada dipihak ketiga ketika adanya benturan konflik. Menurut Kathman (2011), terdapat dua dimensi kepentingan regional pihak ketiga dalam perang yang terjadi yaitu dimensi adanya kemungkinan penularan konflik dan kawasan yang dinilai bereksiko tertulari konflik. Sejalan dengan pemikiran Kathman (2011), Balch-Lindsay dkk (2008) menjelaskan mengenai perang sipil yang terjadi di suatu negara. Permasalahan ini juga dinilai sering beralih ke arah kebijakan advokat untuk melihat pengaruh intervensi pihak ketiga dengan dua sifat perang sipil yaitu durasi dan hasil (Balch-Lindsay dkk 2008). Dapat dilihat kecenderungan perang sipil dengan terlibatnya pihak ketiga ini cenderung berangsur lama, namun juga tidak jarang membuahkan hasil dalam bentuk revolusi pemerintahan. Selain itu, perang sipil ini memanifestasikan dirinya dalam beberapa cara yaitu intervensi pihak ketiga dengan mengatasnamakan pemerintah negara dalam perang sipil, intervensi pihak ketiga atas nama kelompok oposisi menentang pemerintah dan intervensi pihak ketiga bersamaan atas nama pihak pemerintah dan pihak oposisi dalam perang sipil (Balch-Lindsay dkk 2008). Ketiga cara inilah yang sering dijumpai

    dalam mengamati perang sipil seperti yang terjadi di kawasan Timur Tengah.

    Tidak hanya itu saja, peran pihak lain ini juga terkadang menimbulkan permasalahan yang dinilai memperkeruh permasalahan yang terjadi sehingga memiliki rentan waktu yang cukup lama. balcah-lindsay dkk (2008) juga menambahkan bahwasannya hal ini mengarah pada penyebab perselisihan pihak ketiga dalam perang sipil, efek dari adanya intervensi pihak ketiga terhadap perang sipil dan efek adanya intervensi pihak ketiga terhadap durasi perang sipil. Regan (2000) juga menjelaskan bahwa pihak ketiga ini menggunakan strategi dengan mencampuradukkan kebijakan ekonomi dan militer. Tentu saja hal ini mengarah pada intensitas sumber daya yang ada di dalam wilayah terjadinya perang sipil. Kemudian balcah-lindsay dkk (2008) menambahkan adanya keterlibatan pihak ketiga dalam perang sipil ini memberikan dampak yang signifikan berupa konsekuensi yang dinilai berarti dalam perkembangan perang sipil. Balcah-Lindsay dkk (2008) menambahkan adanya intervensi pihak ketiga dengan mengatasnamakan pemerintah ini memungkinkan adanya perubahan dan akibat perang sipil terjadi dengan adanya ketersediaan kemampuan militer, politik, dan ekonomi yang juga memberikan pengaruh yang besar atas persyaratan negosiasi dan mengurangi kemungkinan kehilangan secara militer. Sedangkan, pada pihak oposisi yang didukung dengan pihak ketiga ini lebih cenderung mengancam dengan adanya militer yang memumpuni sehingga menimbulkan ancaman yang kredibel dan adanya kemampuan pihak oposisi yang cenderung meningkatkan kapasitas untuk mempengaruhi penyediaan keamanan, barang serta layanan pemerintah. Tentu saja ini membawa pengaruh terhadap perkembangan perang sipil dalam lingkup dan rentang waktu.

    Kompleks Industri Militer

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 272

    Perang sipil di suatu negara tidak lepas adanya kontribusi negara-negara besar yang ikut serta dalam perkembangannya. Hal ini seperti negara amerika serikat dan rusia yang terlibat dalam perang sipil di suriah. Adapun isu dalam perang tersebut tidak lepas dari peran mereka dalam menjalankan industri militer. Dalam permasalahan ini dapat ditarik dengan menggunakan military industrial complex atau mic. Teori ini mengarah pada perkembangan teknologi yang berkaitan dengan segi militer dan mengasumsikan bahwa biroktrat militer bersama dengan pengusaha dan pemimpin dari sektor pertahanan yang memiliki pengaruh yang tidak semestinya terhadap keputusan belanja militer dengan mengakibatkan kebijakan pemerintah dibidang ini dapat dikatakan menguntungkan sektor pertahanan (rundquist 1978). Ini mengarah pada mic yang dapat mempengaruhi kebijakan suatu negara. Istilah mic ini menggambarkan mengenai konfigurasi kepentingan yang membawa perusahaan dan militer ke dalam hubungan yang dekat. Seperti pidato yang disampaikan dwight eisenhiwer, presiden amerika serikat ke-34 pada 17 januari 1961 yang menyatakan bahwa kekayaan dan kekuatan militer bagi negara yang bebas merupakan hal penting untuk melindungi dan memupuk kebebasan (smart 2016).

    Latar belakang adanya MIC ini mengarah pada anacaman yang terjadi kala itu dengan berkembangnya industri militer. Barry Smart (2016) menambahkan gagasan mengenai MIC ini mengarah pada konsep yang digunakan untuk memahami keberhasilan pembentukan militer dalam menerima alokasi anggaran pemerintah yang terjadi selama Perang Dingin antara Amerika Serikat dengan negara maju lainya. Ini merupakan konsep problematis secara teoretis, tetapi mempertahankan banyak nilai dalam memahami perkembangan mengenai pengeluaran militer dan produksi senjata setelah berakhirnya Perang Dingin yang merubah komponen

    MIC namun dinamika dan dampak dari kepentingan pribadi tetap ada (Smart 2016). Ini mengarah pada keterlibatan suatu negara dalam mempengaruhi permasalahan seperti perang sipil dengan menggunakan kepentingan-kepentingan yang mengarah pada ekonomi. Sehingga, perkembangan MIC mengalami perkembangan signifikan termasuk adanya negara-negara yang ikut serta dalam eksportir peralatan militer ke negara lain. Dunne dan Skone (2009) menambahkan pengeluaran militer dunia mencapai puncaknya pada akhir 1980-an, turun secara bertahap antara tahun 1989 dan 1990 dengan meningkatkan hubungan Timur-Barat, kemudian menurun tajam pada tahun 1992 setelah disintegrasi Uni Soviet pada tahun 1991. Perdagangan senjata internasional turun setengahnya antara tahun 1982 hingga 1995, kemudian berfluktuasi secara konsisten pada tahun 2003 (The SIPRI Arms Transfers Database). Ini mengarah perkembangan signifikan pada perubahan perpolitikan internasional terkait perdagangan senjata yang terjadi dan mempengaruhi tensi hubungan negara.

    Adanya kepentingan negara dalam pasokan atau perdagangan senjata ini mempengaruhi dalam penyelesaian suatu konflik. Selain perubahan dalam tingkat permintaan senjata, teknologi baru ini memungkinkan adanya jenis peperangan baru dan mengubah sifatnya (dunne & skone 2009). MIC ini terlihat mampu memberikan pengaruh signifikan pada permasalahan politik yang ada dengan mengarah pada keterlibatan sektor ekonomi dan segi militer. Pada Perang Dingin terlihat peranan organisasi internasional seperti NATO dan pasukan Uni Eropa yang terlibat dalam menjaga perdamaian di seluruh dunia. Selain mengubah sifat dan struktur kekuatan, juga menciptakan sistem militer yang berbeda yang membutuhkan keterhubungan antara angkatan bersenjata dari berbagai negara dan oleh karena itu harmonisasi yang lebih besar dalam sistem militer, khususnya untuk informasi dan komunikasi (Dunne & Skone 2009).

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    273 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    Namun pada pasca Perang Dingin ini, tidak menutup kemungkinan adanya peranan negara yang menjadi eksportir senjata termasuk bahan nuklir yang juga mempengaruhi arah kebijakan suatu negara.

    Permasalahan Perang Sipil Suriah

    Perang sipil Suriah merupakan permasalahan yang semakin kompleks hingga saat ini dengan adanya keterlibatan kelompok-kelompok yang memiliki tujuan masing-masing baik sebagai pihak pro pemerintahan bashar al-assad maupun pihak oposisi atau pihak pemberontak terhadap pemerintahan suriah. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, titik awal terjadinya perang sipil ini dikarenakan adanya demonstrasi yang terjadi pada tahun 2011 hingga adanya perlawanan yang diberikan oleh kedua belah pihak. Peristiwa itu terinspirasi dari pergolakan yang ada di tunizia yang menyebabkan turunnya zainal abidin bin ali pada 14 januari 2011 dan jatuhnya presiden hosni mubarok yang terjadi pada 1 februari 2011. Inilah yang kemudian menjadi pemicu adanya pergolakan yang terjadi di suriah hingga saat ini. Hermawan dan Rokhman (2016) menjelaskan bahwa istilah lain dari Arab Spring ini ialah Revolusi Melati yang merupakan rangkaian protes yang berawal dari fenomena yang terjadi di Tunisia, hal tersebut menjadikan sebuah inspirasi bagi gelobang-gelombang protes yang terjadi di Aljazair, Yordania, Mesir, Yaman dan negara-negara Timur Tengah lainya. Dapat dikatakan peristiwa yang terjadi di Tunisia dengan keberhasilan menggulingkan pemerintahan diikuti oleh negara lain dan kebanyakan dari mereka mengalami keberhasilan dalam menggulingkan pemerintahan dan merubah sistem pemerintahannya. Adanya Arab Spring ini sebenarnya memiliki tujuan yang sama pada fenomenanya yaitu keinginan untuk merubah sistem pemerintahan yang dianggap tidak sesuai dengan rakyatnya dengan melakukan sebuah gerakan revolusi.

    Melihat yang terjadi di suriah ini terpicu adanya keinginan masyarakatnya untuk menggulingkan pemerintahan suriah di bawah rezim bashar al-assad. Pemimpin suriah tersebut dinilai bertindak secara otoriter dan memicu adanya gelombang protes masyarakat. Sehingga yang terjadi di suriah ini dimaksudkan untuk melakukan revolusi karena pemerintahan dianggap tidak lagi sesuai dengan rakyat. Fahham dan kartaatmaja (2014) menjelaskan bahwa pada maret 2011 terdapat pelajar yang berumur antara 9 hingga 15 tahun menuliskan slogan mengenai anti-pemerintahan yang berisikan keinginan rakyat menuntut turunnya rezim yang berkuasa. tindakan yang dilakukan pelajar tersebut membuat kepolisian suriah yang dipimpin oleh jendral atef najib yang merupakan sepupu dari bashar al-assad, menangkap dan memenjarakan mereka. Tindakan kepolisian tersebut mengundang gelombang protes masyarakat dan menuntut pembebasan para pelajar yang ditangkap dan dipenjarakan tersebut (muti’ah 2012). Protes yang dilakukan masyarakat tersebut tidak direspon positif oleh pemerintah. Bahkan sebaliknya, pemerintah melakukan tindakan penekanan terhadap masyarakat sehingga menimbulkan korban jiwa. Hal ini menimbulkan reaksi dari masyarakat dengan semakin meluasnya aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari kota Deraa menuju kota-kota pinggiran Latakia dari Banyas di Pantai Mediterania atau Laut Tengah, Homs, Ar Rasta dan Hama di Suriah Barat dan Deir es Zor di Suriah Timur. Protes ini menjadi awal munculnya pihak oposisi dan pemberontak yang menjadikan permasalahan di Suriah menjadi perang sipil yang berkepanjangan.

    Perkembangan Perang Sipil Suriah

    Seperti yang diketahui bahwasanya suriah merupakan salah satu negara yang terlihat unsur

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 274

    kediktaktorannya semenjak kepemimpinan hafez al-assad yang menjadikan adanya rezim al-assad pada pemerintahan suriah. Rezim assad yang berkuasa sejak 1962 ini dinilai cenderung otoriter dalam menjalankan pemerintahannya. Ini ditunjukan dengan adanya tindakan yang cenderung mengarah pada kekerasan untuk menghilangkan segala bentuk ancaman yang dapat mengancam posisi dalam pemerintahan (noor 2014). Selain itu, pada perpolitikan di suriah ini terlihat adanya pembatasan hak menyampaikan pendapat warga negara suriah terhadap pemerintahan yang berkuasa sehingga memicu adanya emergency law. Ini mengarah adanya tindakan yang dilakukan rezim assad pada 1962 hingga saat ini mengandung unsur kekerasan dalam meredam pergolakan yang mengancam posisi pemerintahan yang berkuasa. Rezim pemerintahan Al-Assad memberlakukan kebijakan yang dinilai menguntungkan rezimnya. Hal ini terlihat adanya kebijakan emergency law yang diterapkan oleh Hafez Al-Assad. Emergency law ini merupakan kebijakan yang memberikan aturan mengenai pembatasan terhadap publikasi, mencegah adanya bentuk komunikasi masyarakat, mencegah adanya pertemuan publik dan menangkap masyarakat yang dinilai mengancam keamanan dan keterlibatan umum dalam pemerintah Suriah serta pelanggaran akan mendapatkan hukuman berdasarkan keputusan peradilan militer (Noor 2014). Pada pemerintahan Hafez Al-Assad ini juga mencegah berkembangnya pemahaman nasionalisme Arab dan sosialisme di Suriah. Hal ini ditunjukan ketika partai Ba’ath berkuasa pada 8 Maret 1963 membentuk dewan nasionalis yaitu National Revolutionary Comand Council (NDCC) yang memiliki tugas untuk membantu pemerintahan dibawah Presiden Hafez Al-Assad serta mulai memberlakukan undang-undang meskipun tidak mendapat persetujuan dari para menteri dan perlemen Suriah (Noor 2014).

    Pemerintahan hafez al-assad berakhir hingga tahun 2000, tidak menjadikan hilangnya rezim al-assad. pemerintahan hafez al-assad ini digantikan oleh bashar al-assad setelah ayahnya lengser. noor (2014) menjelaskan bashar al-assad pernah berjanji pada warganya untuk tidak mempersulit dan lebih demokratis dari pemimpin sebelumnya. namun pada 8 februari 2001, bashar al-assad menyatakan adanya pembatasan berpendapat pada warga negaranya. tentu saja hal ini membawa pada demonstrasi yang dilakukan untuk melakukan reformasi, tetapi reaksi ini direspon dengan penahanan dua orang yang melakukan pemberontakan pada 8 oktober 2001 sesuai ketentuan emergency law. Ini menjadi awal timbulnya pemberontakan ataupun oposisi yang memprotes hal tersebut. Permasalahan mengenai otoritarisasi pemerintahan rezim al-assad ini lebih terlihat karena pemerintahan bashar al-assad yang kurang mendapat legitimasi dari rakyatnya. Pada 9 maret 2004 warga suriah kembali melakukan demonstrasi di kota damaskus untuk menuntut adanya reformasi politik yang harus dilakukan oleh rezim bashar al-assad. Selang tiga hari kemudian pada tanggal 12 maret 2004, terdapat aksi protes juga yang mengikutsertakan kelompok kurdish dengan tuntutan yang sama. Pada tanggal 16 oktober 2004, masyarakat melakukan aksi kembali dengan menuntut penghapusan emergency law (noor, 2014). Namun hal ini tidak direspon oleh pemerintahan bashar al-assad sehingga protes yang dilakukan oleh masyarakat semakin berkembang.

    Akibatnya, perang sipil suriah kemudian menjadi perhatian dunia dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Al-Jazeera (2014) memberitakan mengenai berbagai upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan perang sipil suriah tersebut. Namun, upaya untuk menyelesaikan perang sipil tersebut belum mendapat hasil yang diharapkan.

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    275 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    Pada tahun 2012 misalnya terjadi pembantaian karena diplomasi internasional dinilai gagal. Sehingga, liga arab menghentikan misi pengamatannya di suriah karena kekerasan yang meningkat dan jabhat al-nusra yang disebut sebagai cabang al-qaedah di suriah dinilai menciptakan pasukan pemberontak paling efektif di suriah yang ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh PBB, Amerika Serikat, Inggris, Australia dan turki. Ini awal adanya respon internasional dalam melihat kasus yang terjadi di suriah hingga timbulnya pihak oposisi maupun pemberontak dan pihak pro pemerintah. Pada bulan februari Rusia dan China memveto mengenai resolusi DK PBB yang mendukung liga arab untuk menuntut mundur bashar al-assad (Al-Jazeera 2014). Perkembangan berikutnya adalah adanya pertikaian di Suriah membuat pihak oposisi Syrian National Council membentuk dewan militer untuk mengatur dan menyatukan semua perlawanan bersenjata. Pada bulan Mei 2012, terjadi pembantaian di desa Houla yang menewaskan sekitar 100 orang, dan hampir dari setengahnya adalah anak-anak. Dewan Hak Asasi Manusia PBB menuduh pasukan Assad dan pro pemerintah melakukan tindakan tersebut yang dianggap sebagai kejahatan perang (Al-Jazeera 2014). Komisaris Hak Asasi Manusia PBB, Navi Pillay menyatakan bahwa pembunuhan terus menerus berlangsung dengan tingkat rata-rata 5.000 orang setiap bulan sejak bulan Juli tahun 2011, termasuk pembunuhan baru sebanyak 27.000 orang sejak Desember 2012 (BBC 2013a).

    Tidak sampai disitu saja, pada tahun 2013 juga terjadi pertikaian yang menimbulkan korban jiwa. Pertikaian yang terjadi menggunakan senjata kimia melawan pihak oposisi dan pemberontak yang melawan pemerintahan bashar al-assad. Al-Jazeera (2014) memberitakan bahwasanya rezim al-assad dituduh menggunakan senjata kimia dipinggiran damaskus untuk membunuh ratusan warga sipil, termasuk anak-anak yang menjadi korban jiwa. Ini mengundang

    amerika serikat untuk memutuskan mengambil tindakan terhadap pemerintahan suriah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan wakil presiden amerika serikat pada waktu itu, joe biden yang mengatakan bahwa pemerintah suriah telah menggunakan senjata kimia dan harus dipertanggungjawabkan. Bahkan amerika serikat siap untuk menurunkan pasukan ke suriah jika presiden obama mengeluarkan pernyataan untuk menyerang (bbc 2013b). Tahun 2014 juga menunjukan adanya kegagalan dalam upaya perdamaian dan pemilihan presiden yang dilakukan. Pada Januari 2014, Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki-moon mengadakan pembicaraan damai di Jenewa perama kali dengan melibatkan pemerintah Suriah dan Syria National Council. Kemudian pada putaran kedua pembicaraan di Jenewa pada bulan Februari 2014 diadakan oleh perwakilan dari kelompok pemerintah negara islam untuk merayakan deklarasi mengenai “kekhalifahan” dibeberapa bagian Irak dan Suriah (Al-Jazeera 2014).

    Kemudian DK PBB dengan bulat menyetujui resolusi di suriah yang memungkinkan konvoi bantuan untuk pergi ke wilayah yang dikuasai oleh pemberontak tanpa persetujuan pemerintah suriah (Al-Jazeera 2014). Ini menunjukan tidak adanya genjatan senjata yang dilakukan pihak-pihak yang ikut berperan dalam perang sipil suriah. lSM pemantau masalah hak asasi di suriah menambahkan pada 2014 terdapat sekitar lebih dari 76.000 orang meninggal (bbc 2015). Dapat dikatakan permasalahan ini tidak kunjung berakhir hingga saat ini. Bahkan hingga tahun 2016 permasalahan perang sipil tidak kunjung menemukan jalan keluar untuk menghentikan perang sipil. Pada tahun 2015 tidak menunjukan adanya perkembangan ke arah perdamaian, melainkan adanya gerakan-gerakan oposisi maupun pemberontak dan pemerintahan serta adanya intervensi yang dilakukan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia. Dukungan asing dan intervensi terbuka memainkan peran besar dalam perang

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 276

    sipil suriah, terlihat rusia memasuki konflik pada tahun 2015 dan menjadi sekutu utama pemerintahan assad (Al-Jazeera 2018). Ini menunjukan ketegangan yang bertambah dalam perang sipil yang terjadi di suriah. para pelaku regional lainnya di tahun 2015 seperti pemerintah mayoritas syiah iran dan irak, hezbollah yang berbasis di lebanon mendukung pemerintahan bashar al-assad, sementara mayoritas sunni yang meliputi turki, qatar, dan arab saudi mendukung pihak pemeberontak anti-assad. Kemudian pada tahun 2016, pasukan Turki ini meluncurkan beberapa operasi dalam melawan negara Islam Irak dan Levant (ISIL atau yang dikenal

    sebagai ISIS) yang berada dekat perbatasan dan kelompok Kurdi yang dipersenjatai oleh Amerika Serikat (Al-Jazeera 2018).

    Kelompok Militan dalam Perang Sipil Suriah

    Perang sipil yang terjadi di suriah ini juga melibatkan kelompok-kelompok militan. adanya kelompok-kelompok militan ini membuat perang sipil di suriah semakin kompleks dalam proses penyelesaianya. Adapun kelompok militan dalam perang sipil suriah seperti yang nampak pada gambar peta di bawah ini

    Gambar 1: Peta Persebaran Kelompok Militan dalam Perang Sipil Suriah

    Sumber: Sana 2016

    Tabel 1: Kelompok Moderat Oposisi di Suriah

    Nama Grup Pemimpin Wilayah Operasional

    Dukungan Eksternal

    Rincian

    Firqa 13 Lt. Ahmed Al-

    Saoud Aleppo, Hama,

    Idlib FSA

    Terutama aktif di provinsi idlib dan hama, kelompok ini mendukung pembentukan negara sipil di suriah (legrand 2014)

    Firqa Yarmouk

    Bachar Al-Zoubi

    Dara, Quneitra salah satu faksi pemberontak terkuat di suriah selatan, kelompok ini

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    277 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    dipimpin oleh anggota suku al-zoubi (legrand 2014).

    Fursan Al-Haq

    Lt. Faris Bayush

    Idlib FSA kelompok ini mendukung pembentukan negara sipil di suriah

    Harakat Nour Al-Din

    Al-Zenki

    Sheikh Tawfiq Shahab Eddin

    Aleppo, Idlib FSA

    kelompok ini diduga terdiri terutama dari pembelot militer suriah dan dicirikan oleh pragmatisme mengenai aliansi. kelompok ini mendukung pembentukan negara sipil di suriah (gutman& alhamadee 2015).

    Jabhat Al-Sham

    Lt. Mohamed Al-Ghabi

    Hama, Idlib FSA

    Jaysh Al-Mujahideen

    Mohammed Shakerdi

    Aleppo FSA

    berafiliasi dengan fsa, kelompok islamis ini didirikan pada awal tahun 2014 di aleppo, bertentangan dengan kehadiran is di kota itu (legrand 2014)

    Tajamma Fastaqem

    Abu Kutayba Aleppo FSA

    didirikan di dan sekitar aleppo, kelompok ini telah lama terlibat dalam upaya pemberontak untuk mendorong pasukan pemerintah dari daerah tersebut. selama eksistensinya, ia telah berafiliasi dengan berbagai kelompok lain (heras 2015).

    YPG Sipan Hermo Afrin, Kobane, Al-Hasakah

    kelompok ini adalah sayap bersenjata pyd, organisasi politik kurdi terkemuka di suriah yang disebut kurdistan. ini mendahului awal konflik suriah dan sekuler dan kiri dalam orientasi politiknya (icg 2014b).

    Sumber: Sana 2016

    Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah

    Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwasanya titik balik perang sipil Suriah ini terjadi pada tahun 2011 dengan adanya gerakan pemerintah melakukan tindakan atas pihak oposisi yang menentang kebijakan pemerintah. Rusia pada tahun 2011 ini dinilai memberikan bantuan militer. Ini diperkuat dengan adanya hubungan dekat Rusia dengan Suriah yang menjadi pemasok utama senjata bagi Suriah. Adanya embargo senjata yang dikenakan pada Suriah tidak membuat Rusia menghentikan pasokan senjatanya pada Suriah (Charbonneau 2011). Ini menunjukan bahwa adanya keterlibatan Rusia dalam perang sipil Suriah dengan

    adanya kerjasama disegi militer. Rusia memveto kebijakan dk pbb terhadap suriah yang dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam rentang perang sipil yang terjadi di suriah. keputusan rusia ini juga diikuti oleh china yang bertolak belakang dengan keputusan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Pada 2012 rusia setuju dengan khofi anan dalam menanggapi perang sipil suriah. adapun hal yang diusung khofi anan terkait perang sipil suriah antara lain (1) meminta komitmen pemerintah suriah untuk bekerja sama mengatasi aspirasi dan keprihatinan dari rakyat suriah, (2) meminta untuk menghentikan pertempuran, untuk itu pbb harus mengawasi secara efektif penghentian kekerasan bersenjata dalam segala

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 278

    bentuknya oleh semua pihak dalam rangka melindungi warga sipil dan menciptakan stabilitas negara, (3) memastikan penyediaan bantuan kemanusiaan tepat waktu untuk semua area yang terkena dampak pertempuran, dan untuk keperluan ini harus dilakukan dengan segera, (4) dengan segera harus melepas orang yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk kategori orang-orang yang rentan, dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan politik damai, menyediakan tanpa penundaan melalui saluran yang tepat, memberikan daftar semua tempat di mana orang-orang tersebut ditahan, segera mulai mengatur akses ke lokasi-lokasi tersebut dan melalui saluran-saluran yang sesuai akan segera menanggapi semua permintaan tertulis untuk informasi, akses atau rilis mengenai orang-orang tersebut, (5) memastikan kebebasan bergerak/beraktivitas di seluruh negeri untuk wartawan dan kebijakan visa non-diskriminatif bagi mereka, dan (6) menghormati kebebasan berserikat dan hak untuk berdemonstrasi secara damai dalam jaminan hukum (The Guardian 2012).

    Pada tahun 2013, peranan rusia ini terlihat pada inisiasi perdamaian dalam perang sipil suriah. berikut pernyataan putin terkait inisiasi perdamaian dalam meredam perang sipil suriah.

    “from the outset, russia has advocated peaceful dialogue enabling syrians to develop a compromise plan for their own future. we are not protecting the syrian government, but international law. we need to use the united nations security council and believe that preserving law and order in today’s complex and turbulent world is one of the few ways to keep international relations from sliding into chaos.” (putin 2013).

    Pernyataan itu menunjukan adanya inisiasi putin untuk mendukung

    adanya dialog mengenai perdamaian yang ada di suriah meskipun hal ini tidak membuahkan hasil. perang sipil suriah terus berlanjut hingga saat ini. Pada tahun 2014 peranan Rusia tidak begitu terlihat dalam keterlibatannya, namun Rusia tetap memasok persenjataan kepada Suriah. Pada tahun 2015, terlihat peranan Rusia yang krusial, pasalnya Rusia terlibat langsung dalam segi militer. Pada tahun ini, majelis tinggi Rusia memberikan izin untuk melakukan serangan udara di Suriah dan Assad meminta Putin memberikan bantuan militer (Quinn 2016). Peristiwa ini menambah tensi perang sipil menjadi memanas dengan adanya serangan udara yang dilakukan oleh Rusia. Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris dampak dari serangan udara Rusia tersebut telah menewaskan kurang lebih 4.408 jiwa termasuk sekitar 1.733 warga sipil antara September 2015 hingga Maret 2016 (Quinn 2016). Ini menunjukan intervensi militer yang dilakukan oleh Rusia dengan dampak korban jiwa yang banyak. Serangan udara Rusia membuat pasukan setia Al-Assad merebut kembali wilayah strategisnya di dekat kubu Latakia, dan mencetak kemenangan kunci sebelum pembicaraan perdamaian diadakan di Jenewa (Quinn 2016). Di sisi lain, tensi semakin meningkat dengan adanya keterlibatan negara besar seperti Amerika Serikat yang membantu pihak oposisi ataupun pemberontak pemerintahan Suriah.

    Dibalik Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah

    Faktor-faktor Rusia dalam Perang Sipil Suriah

    Peranan Rusia dalam perang sipil Suriah ini bukan menjadi rahasia umum lagi, pasalnya Rusia membantu pemerintahan Bashar Al-Assad dalam melawan para oposisi maupun pemberontak yang menentang pemerintahan Suriah. Seperti yang telah disinggungkan sebelumnya, bahwasanya Rusia ini sebelum era Bashar Al-Assad

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    279 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    memiliki hubungan bilateral yang dinamis. Hubungan bilateral yang dijalin oleh Rusia dan Suriah dalam konteks ini lebih mengarah pada pasokan alutsista. Pemerintahan Rusia ini tidak menyembunyikan kesediaannya untuk melakukan tindakan melawan semua kekuatan yang melawan Damaskus (Kaim & Tamminga 2015). Ini mengarah pada tindakan rusia yang terlibat dalam perang sipil suriah melawan para pemberontak maupun oposisi.. berikut merupakan factor-faktor yang melatar belakangi rusia membantu pemerintahan bashar al-assad dan terlibat dalam perang sipil suriah.

    Fasilitas Militer Rusia di Suriah

    Pada masa sebelum pemerintahan Bashar Al-Assad tepatnya pada era Hafez Al-Assad, pemerintah Rusia pernah menjalin hubungan dalam pemasokan alat militer ke Suriah. Perkembangan hubungan mereka menjadi renggang karena hutang Suriah yang tidak dibayarkan oleh pemerintahan Hafez Al-Assad, namun pemerintahan ini menjalin kedekatan lagi dengan adanya pembaruan kebijakan pada tahun 1994. Lalu pada masa pemerintahan Bashar Al-Assad yang menggantikan Hafez Al-Assad terjadi kerenggangan lagi terhadap kerjasama yang dijalin kedua negara tersebut. Pada kerjasama fasilitas militer yang dijalin oleh kedua negara teserbut dengan peningkatan segi militer ditahun 2012. Rusia menjadi pelindung serta pemasok senjata ke Suriah selama hampir empat dekade. Suriah juga menjadi pijakan Rusia di kawasan Timur Tengah (Economist 2012). Ini menunjukan Rusia memiliki kerjasama dibidang militer dengan Suriah. Keterlibatan Rusia ini dinilai sangat berpengaruh pada pemerintahan Suriah dalam perang sipil yang terjadi. Ian Brammer (2013) menjelaskan bahwa Rusia ini menjaga pemerintahan Bashar Al-Assad di Tartus yang merupakan satu-satunya pelabuhan di Mediterania. Ini menunjukan adanya peranan Rusia dalam membantu pemerintahan Suriah dengan memberikan fasilitas militer.

    Penggunaan senjata kimia oleh Al-Assad membuat posisi Putin semakin sulit, tetapi selama orang-orang Rusia di tanah Suriah tidak secara langsung dikompromikan oleh tindakan agresif Al-Assad, Putin kemungkinan akan terus mendukung Bashar Al-Assad di Damaskus (Brammer 2013). Tindakan mengenai fasilitas militer Rusia ini terlihat jelas ketika tahun 2015 dengan memberi tekanan dengan peluncuran senjata kimia.

    Terlihat Rusia ini memiliki keinginan untuk mempertahankan Assad sebagai sekutu terdekat di Timur Tengan dan mengamankan pengaruh militer di kawasan tersebut. Pasalnya terdapat pangkalam militer yang penting di provinsi arat Latakia dan pangkalan angkatan laut di kota pelabuhan Suriah sebagai bentuk kehadiran permanen Rusia di sana (Pearson 2017). Ini menjadi salah satu alasan Rusia dalam mendukung pemerintahan Bashar Al-Assad dalam perang sipil Suriah. Anthony H. Cordesman (t.t) dalam Russia in Syria: Hybrid Political Warfare menambahkan Putin membuat perubahan besar dalam peran militer di Suriah dalam menyediakan pasukan hingga senjata seperti halnya (1) memperluas fasilitas pelabuhan Rusia di pangkalan angkatan laut di Tartus dan memperluas lapangan penerbangan di Selatan Latakia; (2) menyebarkan 3 hingga 4 Su-27 fighters, 12 Su-24 strike fighters, 12 Su-10 close support fighters, and Pchela-1T UAVs; (3) menyediakan R-166-0,5 HF/VHF sebuah kendaraan dengan komunikasi suara dan data yang tahan lama dan akurat; (4) senjata artileri baru; (5) menyebarkan tank sekitar enam atau lebih seperti T-90, 35 atau BTR-82A/B, AFV dengan 30mm cannon turret; (7) menyebarkan prefabricated housing hingga 2000 tentara; (8) menyebarkan system pertahanan udara berbasis SA-22; dan mengerahkan 200 marinir dan housing sebanyak 1.500 personel di lapangan terbang dekat rumah keluarga Al-Assad. Ini menunjukan adanya tindakan Rusia yang mendukung penuh pemerintahan Suriah terkait perang spil yang terjadi.

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 280

    Kelompok Radikal “Jihadis” Rusia di Suriah

    Seperti yang telah disinggungkan sebelumnya, bahwa keberadaan Rusia di Suriah ini dimaksudkan untuk membantu dalam melawan pemberontak maupun oposisi yang menentang pemerintahan Al-Assad. Pada tahun 2015, Rusia melakukan intervensi dengan serangan udara menyerang terorisme di sana (Pearson 2017). Tindakan Rusia pada perang sipil Suriah ini juga ditujukan pada kelompok-kelompok terorisme yang berada dan terlibat dalam perang sipil di Suriah. Kelompok-kelompok terorisme yang diserang ini seperti ISIS dan al-Qaeda. Putin menyatakan bahwa sekitar lebih dari 2.000 pejuang dari Rusia bekas Uni Soviet berada di wilayah Suriah, terdapat ancaman kembalinya mereka, sehingga daripada menunggu kembalinya mereka Rusia dan sekitar negara bekas Uni Soviet, lebih baik melawan mereka di wilayah Suriah (Sengupta 2015). Dapat dikatakan terdapat kepentingan Rusia di perang sipil Suriah untuk melawan para kelompok militan bekas Uni Soviet. Keterlibatan pihak lain dalam perang sipil di Suriah ini menimbulkan perkembangan masalah yang justru bukan permasalahan inti sebenarnya. Sehingga membuat permasalahan yang ada di Suriah semakin lebih kompleks. Adanya kelompok militan terorisme yang berada di Suriah ini menjadi semakin kompleks, pasalnya tidak hanya al-Qaeda, ISIS dan Jabath al-Nursa yang ada di sana. Melainkan adanya kelompok militan dari Rusia yang ikut bergabung dalam perang Rusia. Putin menyatakan,

    “...today, terrorism threatens a great number of states, a great number of people – hundreds of thousands, millions of people suffer from its criminal activity. And we all face the task of joining our efforts in the fight against this common evil.” (BBC 2015).

    Pernyataan tersebut menunjukan posisi Rusia dalam perang sipil Suriah untuk melawan para militan terorisme

    dan gerakan radikal yang ada disana terlebih yang menentan pemerintahan Bashar Al-Assad. Militan yang dikenal sebagai Omar al-Shishani, bintang yang sedang naik daun dalam kampanye Islamis Negara Islam di Timur Tengah berasal dari Republik Chechnya (Taylor 2014). Ini salah satu dari kelompok militan bekas Uni Soviet yang masuk dalam perang sipil Suriah. Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) menambahkan bahwa dia merupakan salah satu dari 500 militan dari Rusia yang bergabung dalam perang Suriah dan juga ada sekitar 800 orang dari Soufan Group menuju Timur Tengah untuk bertempur di sana (Taylor 2014). Ini membuat tensi perang sipil Suriah berkembang menjadi tensi memerangi para terorisme. Pada sejarahnya, runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 menyebabkan terciptanya Republik Chechnya yang kacau, yang kemudian mencari kemerdekaan dari Rusia dan kedua belah pihak berperang pada tahun 1994 hingga tahun 1996 Rusia mundur dengan puluhan ribu warga sipil menjadi korban (Taylor 2014). Tentu saja ini memicu adanya konflik internal Rusia yang membentuk kelompok-kelompok militan. Pasca Perang Chechnya pertama berakhir, pada tahun 1999 terjadi lagi perang yang dipicu oleh upaya kaum Islamis menyerang wilayah Dagestan dan pengeboman apartemen di Rusia dan Dagestan. Pada akhirnya, Chechnya kembali dikuasai Rusia dengan meninggalkan ribuan warga sipil tewas. Akhirnya kelompok militan tersebut menyebar ke beberapa wilayah di Suriah. Thomas Grove dan Mariam Karouny (2013) menjelaskan bahwa Omar Abu al-Chechen pernah berpidato mendesak rekan muslim dalam mendukung jihad melawan pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah. Keberadaan terorisme dalam perang sipil Suriah ini menambah ketegangan pada perpolitikannya. Pasalnya, terdapat kelompok oposisi yang menjadi kelompok militan dengan mengarah pada terorisme.

    Melihat situasi itu, Rusia memberikan penekanan pada kelompok pemberontak maupun oposisi dengan

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    281 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    mengerahkan milternya. Adapun alasan kuat Rusia mendukung pemerintahan Suriah dengan memberikan bantuan militernya dalam melawan para pemberontak terutama para terorisme dalam perang sipil Suriah sebagaimana dinyatakan Putin berikut ini.

    “Putin said We act based on the United Nations Charter, i.e. the fundamental principles of modern international law, according to which this or that type of aid, including military assistance, can and must be provided exclusively to the legitimate government of one country or another, upon its consent or request, or upon the decision of the United Nations Security Council.” (RT 2015).

    Penekanan yang dilakukan oleh Rusia dan Suriah ini terus dilakukan dalam upaya melawan para terorisme. Pemberontak Suriah di daerah Timur Laut Damaskus telah terkepung dan diberikan ultimatum untuk menerima aturan negara atau segera keluar dari wilayahnya. Selain itu, Rusia berusaha menghapuskan kantong terakhir oposisi di dekat ibu kota (Perry & Al-Khalidi

    2018). Upaya penekanan yang dilakukan oleh Rusia dan Suriah ini membuahkan hasil signifikan dalam melawan para pemberontak maupun para teroris.

    Ekspor Persenjataan Rusia ke Suriah

    Putin menegaskan bahwa kontrol negara atas penjualan senjata dengan menggunakan kesepakatan politik untuk meningkatkan pengaruh dan menegaskan dalam upaya mencapai tujuan dari kebijakan luar negerinya (Millero,Jr 2017). Ini dapat terlihat ketika negara campur tangan ke dalam permasalahan negara lain. Artinya negara dapat mempengaruhi permasalahan negara lain dengan menggunakan instrumen penjualan senjata. Connolly dan Senstad (2017) menjelaskan bahwa Timur Tengah merupakan wilayah yang paling penting untuk ekspor senjata Rusia, dan menyumbang 17,8% dari total keseluruhan penjualan senjata Rusia antara tahun 2000 dan 2016. Pasar senjata Rusia di kawasan Timur Tengah antara lain seperti Irak (1,4%), Suriah (1,4%), Mesir (1,4%) dan Yaman (1,2%), Iran (2%) dan Uni Emirat Arab (0,7%).

    Statistik 1: Major Middle East and North Africa Importers of Russia Arms 2000-16 (tiv, million constant 1990 $)

    Sumber: sipri arms transfers database 2017; dikalkulasi connolly dan stendstand 2017.

    Rusia memasok senjata ke Suriah dapat dikatakan terdapat hubungan sejarah politik untuk

    mempertahankan sekutu utama Rusia dan mempertahankan kepentingannya. Pada masa Bashar Al-Assad, tahun 2011 Rusia memiliki kontrak senjata senilai

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 282

    AS$ 4 miliar dengan Damaskus (Millero,Jr 2017). Ini menunjukan adanya hubungan yang penting antara Rusia dan Suriah terkait pasokan senjata militer. Terlebih lagi Suriah merupakan negara konflik dengan permasalahan perang sipil yang terjadi. Penjualan senjata militer ke Suriah ini tidak hanya memperkuat komitmen Rusia terhadap pemerintahan rezim Al-Assad, namun juga memastikan senjata dengan teknologi tinggi yang diberikan cukup untuk menggagalkan tujuan Amerika Serikat dalam menyingkirkan Bashar Al-Assad (Millero,Jr 2017). Dapat dikatakan

    juga terdapat kepentingan Rusia untuk melawan Amerika Serikat yang ingin melengserkan pemerintahan Bashar Al-Assad. Rusia ini memberikan peralatan-peralatan militer yang canggih ke Suriah untuk memperkuat prestis sebagai kekuatan dunia. Selain itu, dapat dijadikan parade militer dan menyediakan pajangan untuk persenjataan militer dan teknologi canggih di Suriah (Millero,Jr 2017). Ini menunjukan keseriusan Rusia dalam menjalin kerjasama militer untuk pencapaian kepentingannya.

    Statistik 2: Rusia Share of Global Exports in Selected Categories of Weapon Systems, 2000–09 and 2010–16 (% of total global arms exports)

    Sumber: sipri arms transfers database, 2017; dikalkulasi connolly dan stendstand 2017.

    Rusia juga menggunakan pesawat generasi ke empatnya, sistem rudal permukaan-ke-udara, rudal jelajah, anti-akses dan senjata penyangkalan, dan sistem berteknologi canggih lainnya yang menunjukkan kemampuan dan kehandalan peralatan Rusia. Selama di Suriah, teknologi militer Rusia menunjukan hasil luar biasa dalam kecanggihannya. Dampak dalam pemanfaatan teknologi militer Rusia di Suriah mendapatkan hasil yang memuaskan, bahkan Rusia mampu mewujudkan tujuan strategis dari agenda keamanan nasional, strategi pertahanan dan ekspor, dan memperoleh kekuatan dan pengaruh di antara negara-negara mencari alternatif bagi produsen Barat (Millero,Jr 2017). Ini menjadi salah satu tujuan Rusia berada di Suriah dengan

    memberikan pengaruh pada perang sipil yang terjadi. Adapun dalam menjalankan kebijakan memasok senjata ke Suriah, Rosoboronexport (ROE) merupakan badan yang diberi kontrol negara atas penjualan senjata (Millero,Jr 2017). Sehingga, dapat dikatakan melalui ROE ini Rusia melakukan transaksi perdagangan senjata ekspor ke negara lain seperti Suriah.

    Kesimpulan

    Penelitian dengan jangkauan data antara 2011 – 2016 ini, menemukan tidak hanya keterlibatan negara besar saja dalam perang sipil tersebut, melainkan juga terbentuknya kelompok oposisi, pemberontak dan bahkan kelompok militan teroris yang ikut

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    283 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    berperan dalam perang sipil Suriah. Pada tahun 2012 terlihat juga adanya gerakan pemerintah yang menekan desa Houla di Homs yang menewaskan sekitar 100 orang dan juga terlihat korban anak-anak yang memicu reaksi internasional mengencam tindakan tersebut. Bahkan DK PBB menilai pemerintahan Bashar al-Assad ini melakukan kejahatan perang dengan menimbulkan korban jiwa. Perang sipil yang melibatkan peranan negara lain ini membentuk kelompok-kelompok antara negara yang pro terhadap pemerintahan resmi Suriah dan adapula yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Seperti halnya Rusia, Iran, dan China mendukung pemerintahan resmi dan Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan negara-negara Liga Arab. Namun pada penelitian ini menekankan pada keterlibatan Rusia di perang sipil Suriah. Seperti yang dilihat adanya keterlibatan negara-negara ini tidak menimbulkan dampak untuk penyelesaian permasalahan dengan cepat, melainkan semakin menambah durasi perang sipil terjadi.

    Meskipun pada tahun 2013 terlihat adanya peranan Rusia yang menginisiasi adanya perdamaian anatara

    pemerintahan dan oposisi, namun hal itu tidak menjadikan perang sipil di Suriah selesai. Meskipun dari rentang 2013 hingga 2014 tidak ada peranan Rusia yang menekan pemberontak, tetapi Rusia tetap memberikan bantuan militernya kepada pemerintahan Bashar al-Assad. Pada 2015 hingga 2016 adanya penekanan yang diberikan oleh Rusia dengan terlibat langsung militernya menyerang kelompok pemberontak yang ada di Suriah dengan alasan menyerang kelompok terorisme yang ada disana. Tindakan ini juga menginisiasi militer Suriah untuk mengambil alih wilayah-wilayah yang diduduki oleh kelompok oposisi, pemberontak dan kelompok teroris yang terlibat dalam perang sipil yang terjadi. Adapun faktor-faktor yang menjadi alasan Rusia mendukung pemerintahan Bashar al-Assad antara lain adanya fasilitas militer Rusia yang ada di Suriah, adanya tindakan Rusia dalam menekan kelompok militan karena terdapat kelompok jihadis Rusia paska Uni Soviet yang berada di Suriah, dan adanya perdagangan senjata Rusia di Suriah. Hal ini menunjukan adanya tindakan Rusia disana memiliki kepentingan yang signifikan terhadap perpolitikannya.

    Daftar Pustaka

    [1] Al-Jazeera. 2014, “Timeline of Syria's raging war,” Aljazeera.com (online), https://www.aljazeera.com/indepth/interactive/2012/02/201225111654512841.html [Akses pada 2 Mei 2018]

    [2] Al-Jazeera. 2018, “Syria's civil war explained from the beginning Syria's civil war explained from the beginning,” Aljazeera.com (online), https://www.aljazeera.com/news/2016/05/syria-civil-war-explained-160505084119966.html [Akses pada 2 Mei 2018].

    [3] Balch-Lindsay, Dylan et al. 2008, “Third-Party Intervention and the Civil War Process,” dalam Journal of Peace Research, Vol. 45, No. 3.

    [4] BBC. 2013a, “AS pastikan Suriah gunakan senjata kimia,” BBC.com (online), http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/08/130828_as_biden_suriah [Akses pada 2 Mei 2018].

    [5] BBC. 2013b, “Konflik Suriah, 93.000 orang tewas,” BBC.com (online), http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/0

    6/130613_suriah_pbb_korban_konflik [Akses pada 2 Mei 2018].

    [6] BBC. 2015, “Konflik Suriah: 76.000 tewas selama 2014,” BBC.com (online), http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/01/150101_suriah_korban_tewas_2014 [Akses pada 2 Mei 2018].

    [7] BBC. 2015, “Syria crisis: Where key countries stand,” BBC.com (online), http://www.bbc.com/news/world-middle-east-23849587 [Akses pada 2 Mei 2018]

    [8] Bremmer, Ian. 2018, “Why the Syrian Civil War Is Becoming Even More Complex,” Time.com (online), http://time.com/5229691/syria-trump-putin-saudi-arabia/ [Akses pada 3 Mei 2018].

    [9] Charbonneau, Louis. 2011. “Russia, China resist U.N. Syria sanctions push: envoys,” Reuters.com (online), https://www.reuters.com/article/us-syria-un/russia-china-resist-u-n-syria-sanctions-push-envoys-idUSTRE77P4X920110826 [Akses pada 5 Mei 2018]

    [10] Connolly, Richard dan Cecilie Sendstad. 2017, “Russia’s Role as an Arms Exporter: The Strategic and Economic Importance of

  • Miftahul ghani saputra

    Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018 284

    Arms Exports for Russia,” dalam Russia and Eurasia Programme

    [11] Cordesman, Anthony H. t.t, “Russia in Syria: Hybrid Political Warfare,” dalam Centert For Strategic & International Studies (online rev.), https://csis-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-public/legacy_files/files/publication/150922_Cordesman_Russia_Syria_Hybrid_Political_Warfare.pdf [Akses pada 3 Mei 2018].

    [12] Dattmer, Jamie, 2015. “Siapa Teman, Siapa Musuh Dalam Konflik di Suriah?,” Voaindonesia.com (online), http://www.voaindonesia.com/a/siapa-teman-siapa-musuh-dalam-konflik-di suriah/3026885.html [Akses pada 12 April 2017].

    [13] Dunne, J Paul dan Elisabeth Skons. 2009, “The Military Industrial Complex,” Core.ac.uk (Online), https://core.ac.uk/download/pdf/7170012.pdf [Akses pada 20 April 2017].

    [14] Economist. 2012, “The long road to Damascus,” Economist.com (online), https://www.economist.com/node/21547305 [Akses pada 3 Mei 2018].

    [15] Fahham, A.Muchaddam dan A.M. Kartaatmaja. 2014, “Konflik Suriah: Akar Masalah dan Dampaknya,” dalam Political Vol. 5 No. 1.

    [16] Firmansyah, Teguh. 2015, “Ini Daftar Negara Utama Terlibat Perang di Suriah,” Republika.co.id (Online), http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/15/10/02/nvks89377-ini-daftar-negara-utama-terlibat-perang-di-suriah. [Akses pada 16 Maret 2017].

    [17] Galula, David. 2006, “The Prerequisites for a Successful Insurgency,” dalam Counterinsurgency Warfare: Theory and Practice. London: Praeger Security International.

    [18] Grove, Thomas dan Mariam Karouny. 2013, “Militants from Russia's North Caucasus join "jihad" in Syria,” Reuters (online), https://www.reuters.com/article/us-syria-crisis-russia-militants/militants-from-russias-north-caucasus-join-jihad-in-syria-idUSBRE9251BT20130306 [Akses pada 3 Mei 2018].

    [19] Hermawan, Sulistio dan Rokhman, M. Nur. 2016, “Konflik di Suriah pada Masa Bashar Al-Assad. Tahun 2011-2015,” dalam Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial. Yogyakarta: Universitas Yogyakarta.

    [20] Kaim, Markus dan Oliver Tamminga. 2015, “Russia’s Military Intervention in Syria,” Swp-berline.org (online), https://www.swp-berlin.org/fileadmin/contents/products/comments/2015C48_kim_tga.pdf [Akses pada 3 Mei 2018].

    [21] Kathman, D Jacob. 2011, “Civil War Diffusion and Regional Motivations for Intervention,” dalam Journal of Conflict Resolution, Vol. 55, No. 6.

    [22] Kuran, Timur. 1998, "Ethnic Dissimilation and Its International Diffusion," dalam The Interna tional Spread of Ethnic Conflict:

    Fear Diffusion, and Escalation, edited by David A. Lake and Donald Rothchild, 35-60. Princeton, NJ: Princeton University Press.

    [23] Maulana, Victor. 2015, “Putin Tegaskan Dukungan untuk Assad,” Sindonews.com (Online), https://international.sindonews.com/read/1018949/41/putin-tegaskan-dukungan-untuk-assad-1435738602 [Akses pada 12 April 2017].

    [24] Millero Jr, Raymond G. 2017, Roots Running Deep Arm Sales and Russia’s Excursion into Syria. US: Air University

    [25] Muti’ah, Siti. 2012. “Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme?,” dalam Jurnal CMES Vol. V No. 1.

    [26] Noor, Ibrahim. 2014, “Analisis Dukungan Rusia dalam Konflik Suriah,” dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2 (4).

    [27] Pearson, Alexander. 2017, “Syria conflict: What do the US, Russia, Turkey and Iran want?,” DW.com (online), http://www.dw.com/en/syria-conflict-what-do-the-us-russia-turkey-and-iran-want/a-41211604 [Akses pada 3 Mei 2018].

    [28] Putin, Vladimir V. 2013, “A Plea for Caution From Russia,” NewYorktimes.com (online), https://www.nytimes.com/2013/09/12/opinion/putin-plea-for-caution-from-russia-on-syria.html [Akses pada 2 Mei 2018].

    [29] Quinn, Ben. 2016. “Russia's military action in Syria – timeline,” TheGuardian.com, https://www.theguardian.com/world/2016/mar/14/russias-military-action-in-syria-timeline [Akses pada 2 Mei 2018]

    [30] RT. 2015, “Assad’s enemies may be portrayed as opposition, but he fights terrorists – Putin,” RT.com (online), https://www.rt.com/news/316633-putin-interview-syrian-conflict/ [Akses pada 3 Mei 2018].

    [31] Rundquist, Barry S. 1978, “On Testing a Military Industrial Complax Theory,” dalam American Politics Quarterly, Vol. 6 No.1

    [32] SANA. 2016, “Syria's Armed Opposition: Syria's Armed Opposition,” Security Assesment in North Africa Dispatch No.5.

    [33] Sengupta, Kim. 2015, “Russia in Syria: President Putin's Middle East adventure exposes terrorist threat now facing Moscow,” Independent.co.uk (online), https://www.independent.co.uk/news/world/europe/russia-in-syria-president-putins-middle-east-adventure-exposes-terrorist-threat-now-facing-russia-a6688661.html [Akses pada 3 Mei 2018].

    [34] Smart, Barry. 2016, “MilitaryIndustrial Complexities, University Research, and Neoliberal Economy,” dalam Journal of Sociology special issue on ‘War, the military and civil society’.

    [35] Taylor, Adam. 2014, “Why being Chechen is a badge of honor for Islamist militants,” Washingtonpost.com (online),

  • Keterlibatan rusia dalam perang

    285 Jurnal Analisis Hubungan

    Internasional, Vol. 7 No. 3, desember 2018

    https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2014/07/03/why-being-chechen-is-a-badge-of-honor-for-islamist-militants/?noredirect=on&utm_term=.b1eefbe9c0e1 [Akses pada 3 Mei 2018].

    [36] The Guardian, 2012. “Syria: UN security council agree to back Kofi Annan's plan,” TheGuardian.com (online),

    https://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/mar/21/syria-crisis-live-coverage [Akses pada 5 Mei 2018]

    [37] Tigang, Yutika Indah Pratiwi. 2016, “Penolakan Rusia terhadap Draft Resolusi DK PBB tentang Sanksi terhadap Suriah,” dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 4 (1).