Top Banner
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Pengertian rumah sakit menurut WHO: “is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose outpatient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for biosocial research”, (suatu bagian menyeluruh dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian penelitian biososial (Azwar, 1996). Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Universitas Sumatera Utara
25

KETEPATAN ALAT

Sep 29, 2015

Download

Documents

YayanTriansyah

berguna
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Teori tentang Rumah Sakit

    2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

    Pengertian rumah sakit menurut WHO: is an integral part of social and

    medical organization, the function of which is to provide for the population complete

    health care, both curative and preventive and whose outpatient service reach out to

    the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of

    health workers and for biosocial research, (suatu bagian menyeluruh dari organisasi

    dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat

    baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan

    keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga

    kesehatan serta untuk penelitian penelitian biososial (Azwar, 1996).

    Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

    menyebutkan bahwa pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

    yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

    menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit

    diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika

    dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,

    pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

    Universitas Sumatera Utara

  • Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan

    subspesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya

    kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Sesuai

    dengan fungsi utamanya tersebut, perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah

    sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan lebih berdaya

    guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) (Ilyas, 2001).

    2.1.2 Teori tentang Rawat Inap

    Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi,

    pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap

    pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta Puskesmas

    perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus

    menginap (Muninjaya, 2005).

    Penderita adalah seseorang yang mengalami/menderita sakit atau mengidap

    suatu penyakit. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah Rumah Sakit baik milik

    pemerintah maupun swasta, dan Puskesmas. Setiap pasien sebelum mendapat

    perawatan inap pada RSU, terlebih dahulu mendapatkan persetujuan rawat inap.

    Paket pelayanan rawat inap di Rumah Sakit, meliputi: perawatan kelas I, II

    dan III, persalinan normal atau patologis, tindakan pembedahan sesuai kebutuhan

    medis. Pelayanan penunjang, meliputi : radiologi, USG, EKG, laboratorium,

    fisioterapi (Muninjaya, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2 Pelayanan Makanan di Rumah Sakit

    Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu dari empat kegiatan pokok

    yang ada di rumah sakit. Penyelenggaraan makanan merupakan suatu rangkaian

    kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan

    kapada pasien, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui

    pemberian diet yang tepat, dan termasuk sampai kegiatan pencatatan, pelaporan dan

    evaluasi (Depkes RI, 2003).

    Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah sub sistem pelayanan kesehatan

    paripurna di rumah sakit, yang merupakan rangkaian komponen yang saling terkait

    dan saling memengaruhi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama.

    PGRS seperti yang tercantum dalam Standar Pelayanan Departemen Kesehatan

    (2003) adalah pelayanan yang diberikan untuk mencapai status gizi pasien yang

    optimal dalam memenuhi kebutuhannya, baik untuk keperluan metabolisme tubuh,

    peningkatan kesehatan ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya

    penyembuhannya.

    PGRS didefinisikan sebagai pelayanan yang diberikan kepada pasien rawat

    jalan maupun rawat inap untuk memilih dan memperoleh makanan yang sesuai guna

    mencapai syarat gizi yang optimal. Tujuan umum PGRS adalah tersedianya

    pelayanan gizi yang berdaya guna dan berhasil guna serta terintegrasi dengan

    pelayanan kesehatan lainnya di rumah sakit (Depkes RI, 2003).

    Sistem pelayanan makanan dalam PGRS adalah program terpadu dimana

    pengadaan, penyimpanan, pemasakan dan penyajian makanan serta yang diperlukan

    Universitas Sumatera Utara

  • untuk mencapai tujuan dikoordinasikan secara penuh dengan penggunaan tenaga

    seminimal mungkin, pengontrolan biaya secermat mungkin serta mutu dan kepuasan

    pasien seoptimal mungkin (Almatsier, 2006).

    Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk

    menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan

    kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien yang

    membutuhkannya. Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan,

    proses dan keluaran (Depkes RI, 2006).

    Pelayanan makanan yang bermutu di rumah sakit bersifat paripurna sesuai

    dengan jenis dan kelas rumah sakit. Misi dari pelayanan makanan rumah sakit adalah:

    (a) meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia yang menyelenggarakan

    pelayanan makanan, (b) mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan

    ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyelenggarakan pelayanan makanan yang

    berorientasi pada kepuasan klien atau pasien (Depkes RI, 2006).

    Kegiatan PGRS secara umum meliputi : (a) asuhan gizi, (b) penyelenggaraan

    makanan, dan (c) penelitian dan pengembangan. Asuhan gizi adalah: suatu upaya

    bersama dan terintegrasi, dilakukan oleh petugas gizi, perawat, ahli gizi dan tenaga

    pendukung, melibatkan penderita, dengan tujuan, agar kebutuhan gizi yang

    diperlukan dapat tercapai (Depkes RI, 2006).

    Pelayanan gizi yang diberikan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan

    penderita dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme

    tubuhnya. Keadaan gizi penderita sangat berpengaruh pada proses penyembuhan

    Universitas Sumatera Utara

  • penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan

    gizi penderita. Sering terjadi kondisi klien/penderita semakin buruk karena tidak

    diperhatikan keadaan gizinya. Hal ini diakibatkan karena tidak tercukupinya

    kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh. Laporan dari berbagai survei

    di rumah sakit membuktikan kejadian hospital malnutrition dengan asuhan gizi yang

    tidak tepat sebagai faktor resiko (Prosiding ASDI, 2005).

    Perawatan pasien di rumah sakit berarti memisahkan orang sakit dari

    kebiasaan hidupnya sehari- hari, dan memasuki lingkungan yang masih asing

    baginya. Perubahan juga terjadi dalam hal makanan. Beberapa faktor yang perlu

    mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pengaturan makanan bagi orang sakit di

    rumah sakit (Moehyi, 1999) :

    1. Faktor psikologis

    Perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani kehidupan

    yang berbeda dengan apa yang dialami sehari hari di rumah. Apa yang dimakan,

    dimana orang tersebut makan, bagaimana makanan disajikan, dengan siapa orang

    tersebut makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal

    ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang

    mengelilinginya setiap waktu, seperti petugas gizi, perawat, atau petugas paramedis

    lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan

    psikologis, yang dapat pula membawa perubahan perangai pada orang sakit

    (Moehyi, 1999).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Faktor Sosial Budaya

    Tingkat budaya yang diwarisi dari orang tua pasien, bukan saja menentukan macam

    makanan dan cara mengolah makanan pasien sehari-hari, akan tetapi juga sikap dan

    kesukaan pasien terhadap makanan. Tingkah budaya yang beraneka ragam inilah

    yang dihadapi oleh petugas rumah sakit dalam memberikan makanan. Oleh karena

    itu, pemilihan jenis makanan, macam hidangan yang disajikan kepada orang sakit,

    harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak terlalu mengarah kepada pilihan atau

    kesukaan satu kelompok masyarakat saja (Moehyi, 1999).

    3. Keadaan Jasmaniah Orang Sakit

    Kondisi fisik orang sakit yang paling baik adalah pada waktu bangun pagi, setelah

    mendapat istirahat penuh dan dapat tidur nyenyak pada malam harinya. Oleh

    karena itu, makanan yang diberikan pada waktu pagi perlu diperhatikan agar orang

    sakit dapat makan dalam jumlah yang cukup, sehingga jika waktu makan siang

    nafsu makan tidak begitu baik, orang sakit tidak akan menjadi terlalu lemah. Hal

    ini berbeda dengan pendapat yang lazim di lingkungan keluarga, bahwa makan

    pagi cukup seadanya saja (Moehyi, 1999).

    4. Keadaan Gizi Orang Sakit

    Pemeriksaan keadaan gizi orang sakit pada waktu pasien mulai masuk rumah sakit,

    jarang dilakukan. Data yang tersedia biasanya adalah umur orang sakit, jenis

    kelamin, yang kesemuanya itu dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran

    kasar keadaan gizi orang sakit (Moehyi, 1999).

    Universitas Sumatera Utara

  • Program mutu pelayanan gizi adalah upaya-upaya peningkatan mutu yang

    dilakukan oleh unit/bagian/instalasi gizi. Program mutu harus sejalan dengan program

    mutu rumah sakit dan memperhatikan cakupan indikator keberhasilan pelayanan gizi

    pada buku PGRS. Kegiatan program mutu harus dilengkapi dengan kerangka acuan,

    sehingga ada kejelasan tujuan, siapa pelaksana, bagaimana melaksanakan dan kapan

    dilaksanakan (Depkes RI, 2006).

    Evaluasi dan tindak lanjut dari hasil kegiatan program melalui monitoring

    dan evaluasi dilakukan terhadap dokumen kebijakan dan prosedur, serta kegiatan

    pelayanan gizi. Dalam hal ini diperhatikan apakah lengkap kegiatan pelayanan telah

    dilakukan sesuai dengan semua kebijakan dan prosedur. Demikian juga diperhatikan

    apakah pelayanan dilakukan dengan teratur sesuai dengan kebijakan yang dibuat

    (Depkes RI, 2006).

    Dalam konsep quality assurance (QA), kepuasan pasien dipandang sebagai

    unsur penentu penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit. Unsur penentu lainnya

    dari empat komponen yang memengaruhi kepuasan adalah: aspek klinis, efisiensi dan

    efektivitas dan keselamatan pasien. Aspek Klinis, merupakan komponen yang

    menyangkut pelayanan petugas gizi, perawat dan terkait dengan teknis medis

    (Sabarguna, 2004).

    Beberapa indikator mutu pelayanan makanan di rumah sakit menurut

    Sabarguna (2004) yaitu:

    a. Kelayakan adalah tingkat dimana pelayanan makanan yang berikan relevan

    terhadap kebutuhan klinis pasien.

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan pelayanan makanan yang layak dapat

    memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.

    c. Kesinambungan adalah tingkat dimana pelayanan makanan bagi pasien

    terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi .

    d. Efektifitas adalah tingkat dimana pelayanan makanan terhadap pasien dilakukan

    dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan

    keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien.

    e. Kemanjuran adalah tingkat dimana pelayanan makanan yang diterima pasien

    dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan

    pasien.

    f. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumber-

    sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasen.

    g. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam

    pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut

    perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya

    dihargai.

    h. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya pelayanan makanan diminimalisasi

    untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.

    i. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana pelayanan makanan diberikan kepada

    pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat

    Universitas Sumatera Utara

  • Faktorfaktor yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas

    pelayanan jasa seperti pelayanan makanan di rumah sakit adalah (Tjiptono dan

    Chandra, 2005) :

    a. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa

    Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan riset untuk

    mengindentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran dan

    memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan

    pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian dapat

    diketahui posisi relatif perusahaan di mata pasien dibandingkan para pesaing,

    sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada

    determinan-determinan tersebut.

    b. Mengelola harapan pasien

    Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pasien

    yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan

    pasien oleh perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu

    jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan tetapi berikan lebih dari yang

    dijanjikan.

    c. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa

    Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pasien selama

    dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena itu jasa merupakan kinerja dan tidak dapat

    dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pasien cenderung memperhatikan

    fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas.

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Mendidik pasien tentang jasa

    Pasien yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.

    Oleh karenanya kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi.

    e. Mengembangkan budaya kualitas

    Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan

    yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus

    menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai,

    tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.

    f. Menciptakan automating quality

    Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan

    kurangya sumberdaya manusia yang dimiliki

    g. Menindaklanjuti jasa

    Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu

    ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian

    atau semua pasien untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka

    terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi

    para pasien untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan

    mereka.

    h. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa

    Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan

    berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan

    menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Informasi dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu,

    kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai

    perusahaan dan pasien (Tjiptono dan Chandra, 2005).

    2.3 Teori tentang Kepuasan Pasien

    2.3.1 Pengertian Kepuasan

    Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa Latin satis (artinya cukup

    baik, memadai) dan facto (melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana

    dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Wardani, 2004).

    Suryawati (2006) menyatakan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya

    sesuatu yang seharusnya ada dengan banyaknya apa yang ada. Seseorang akan

    terpuaskan jika tidak ada selisih antara sesuatu atau kondisi yang diinginkan dengan

    kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal penting yang

    diinginkan, semakin besar rasa ketidakpuasan. Secara teoritis, definisi tersebut

    dapatlah diartikan, bahwa semakin tinggi selisih antara kebutuhan pelayanan

    kesehatan yang bermutu sesuai keinginan pasien dengan pelayanan yang telah

    diterimanya, maka akan terjadi rasa ketidakpusan pasien.

    Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat

    sesuatu yang memadai (Tjiptono dan Chandra, 2005). Sementara Wijono (1999)

    menyatakan kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang

    merupakan hasil dari membandingkan penampilan produk yang dirasakan dalam

    hubungannya dengan harapan seseorang.

    Universitas Sumatera Utara

  • Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa

    seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil

    suatu produk dengan harapan-harapannya.

    Meskipun demikian, definisi kepuasan yang banyak diacu adalah berdasarkan

    konsep discomfirmation paradigm. Berdasarkan paradigma tersebut, kepuasan

    dibentuk dari sebuah referensi perbandingan yaitu membandingkan hasil yang

    diterima dengan suatu standar tertentu. Perbandingan tersebut membentuk tiga

    kemungkinan yaitu pertama adalah bila jasa yang dirasakan melebihi pengharapan

    dimana pelayanan yang diterima atau dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan,

    yang kedua bila kualitas pelayanan memenuhi pengharapan apabila pelayanan

    dirasakan sesuai dengan yang diharapkan dan yang terakhir jika jasa yang diterima di

    bawah pengharapan bilamana pelayanan yang dirasakan lebih buruk dari pelayanan

    yang diharapkan (Supranto, 2006).

    Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting

    dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap

    kebutuhan pasien, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak

    pelayanan terhadap populasi sasaran (Triatmojo, 2006). Dalam rangka

    mengembangkan mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi kebutuhan,

    keinginan dan harapan pasien, perlu mengetahui apa yang dipikirkan pasien tentang

    jenis, bentuk dan orang yang memberi pelayanan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.2 Mengukur Kepuasan Pasien di Rumah Sakit

    Kepuasan pasien adalah indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan

    merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pasien yang rendah akan

    berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan memengaruhi provitabilitas rumah

    sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pasien juga akan berdampak terhadap

    kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan meningkat,

    begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Tjiptono dan Chandra,

    2005).

    Kebutuhan konsumen kesehatan amat bervariasi. Secara umum, kebutuhan

    konsumen kesehatan adalah kebutuhan terhadap akses layanan kesehatan, layanan

    yang tepat waktu, layanan yang efektif dan efisien, layanan yang layak dan tepat,

    lingkungan yang aman serta penghargaan dan penghormatan. Sementara itu terdapat

    kebutuhan khusus konsumen, antara lain kesinambungan layanan kesehatan dan

    kerahasiaan. Hal-hal tersebutlah yang memengaruhi kepuasan konsumen di sarana

    pelayanan kesehatan (Tjiptono dan Chandra, 2005).

    Sarana pelayanan kesehatan sekarang ini harus mengikuti kebutuhan dan

    kepuasan konsumennya. Dengan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan

    kesehatan, kepuasan adalah bagian integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan

    mutu layanan kesehatan. Artinya, pengukuran tingkat kepuasan harus menjadi

    kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu layanan kesehatan.

    Konsekuensi dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan konsumen

    menjadi salah satu dimensi mutu layanan kesehatan yang penting. Beberapa metode

    Universitas Sumatera Utara

  • dalam pengukuran kepuasan pelanggan adalah, 1) sistem keluhan dan saran; untuk

    memberikan kesempatan kepada pelanggan menyampaikan keluhan ataupun saran,

    organisasi yang berorientasi pelanggan (costumer centered) memberikan kesempatan

    yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan,

    misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer hot lines dan

    lain-lain. 2) ghost shopping; merupakan salah satu cara untuk memperoleh gambaran

    kepuasan pelanggan/pasien dengan memperkerjakan beberapa orang berperan sebagai

    pembeli untuk melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan

    produk maupun pesaing. 3) Lost Customer Analysis; yaitu dengan menghubungi

    pelanggan yang berhenti berlangganan dan memahami mengapa hal tersebut terjadi.

    Peningkatan lost customer rate menunjukkan kegagalan perusahaan untuk

    memuaskan pelanggan dan 4) Survei Kepuasan Pelanggan; yaitu dengan melakukan

    survei untuk dapat memperoleh umpan balik ataupun tanggapan secara langsung dari

    pelanggan (Tjiptono dan Chandra, 2005 dalam Prastanika, 2007).

    Kepuasan dirasakan oleh seseorang yang telah mengalami suatu hasil (out

    come) yang sesuai dengan harapannya. Jadi kepuasan merupakan fungsi dari tingkat

    harapan yang dirasakan dari hasil kegiatan. Apabila suatu hasil kegiatan melebihi

    harapan seseorang, orang tersebut akan dikatakan mengalami tingkat kepuasan yang

    tinggi (fully satisfied). Apabila hasil kerja tersebut sama dengan yang diharapkan,

    seseorang dikatakan puas (satisfied). Akan tetapi apabila hasil tersebut jauh di bawah

    harapan, seseorang akan merasa tidak puas (dissatisfied). Untuk memahami tingkat

    kepuasan terhadap pelayanan kesehatan, terlebih dahulu kita harus memahami apa

    Universitas Sumatera Utara

  • harapannya terhadap sebuah pelayanan. Harapan dibuat berdasarkan pengalaman

    sebelumnya atau situasi yang sama, pernyataan yang dibuat oleh orang lain dan

    pernyataan yang dibuat oleh penyedia jasa pelayanan kesehatan (Kotler, 2003).

    Cara mengukur kepuasan dengan metode ini adalah dengan menghitung

    selisih antara nilai kenyatan yang diterimanya dikurang dengan nilai harapannya,

    sebagai contoh:

    a. Bagaimana penilaian anda ?:

    (min) 0 1 2 (max)

    b. Bagaimana dengan harapan anda ?:

    (min) 0 1 2 (max)

    Jika responden menjawab 1 dari pernyataan (a), dan 2 dari pernyataan (b),

    maka kita menemukan kesenjangan antara kenyataan dengan harapan (need

    deficiency) sebesar (-1), maka responden tidak puas (dissatisfied)

    Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa pelayanan kesehatan seharusnya

    mengacu kepada kepuasan konsumen. Dalam pemahaman demikian maka dikenal

    adanya perspektif konsumen dalam memberikan penilaian terhadap pelayanan

    kesehatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi perspektif konsumen. Umumnya

    hal-hal tersebut menyangkut kepuasan menggunakan produk atau jasa yang

    didapatkannya dengan cara membayar. Konsumen memiliki hak untuk

    menyampaikan keluhannya terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan

    kemudian memberikan penilaian atas tanggapan yang diberikan oleh mereka yang

    menerima keluhan tersebut. Mekanisme feed back inilah yang kita harapkan akan

    Universitas Sumatera Utara

  • meningkatkan mutu sarana pelayanan kesehatan. Pemahaman responden mengenai

    pelayanan kesehatan yang diterimanya akan menjadi sebuah perspektif kepada

    penentu keputusan di sarana pelayanan kesehatan supaya perspektif mengenai

    pelayanan kesehatan dari sudut pandangnya sebagai penyedia jasa dapat lebih

    dilengkapi lagi (Prastanika, 2007).

    Kepuasan adalah perbandingan terhadap apa yang diterima atau dirasakan

    (perceived performance) sama atau melebihi apa yang diharapkan. Sebagaimana

    dikutip dalam Kotler, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

    muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau

    hasil) suatu produk dan berbagai harapannya. Kepuasan adalah keadaan psikologis

    dari emosional seseorang yang menunjukkan adanya diskonformasi atau konformasi

    terhadap layanan yang diterimanya dengan harapannya dan menjadikan pengalaman

    setelah mengkonsumsinya (Tjiptono dan Chandra dalam Prastanika, 2007).

    Layanan kesehatan yang bermutu, tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan

    akan pentingnya menjaga kepuasan pasien, termasuk dalam menangani keluhan yang

    disampaikan oleh pasien. Kepuasan adalah sebuah suasana batin yang seharusnya

    direbut oleh layanan kesehatan untuk memenangkan persaingan dalam konteks

    pelayanan kepada masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan secara khusus rumah sakit,

    penurunan kepuasan akan dapat diikuti oleh penurunan loyalitas dan ini merupakan

    sebuah warning bagi rumah sakit (Irawan, 2007).

    Kepuasan merupakan hasil penilaian perasaan individu yang lebih bersifat

    subjektif, maka hal ini menunjuk pada dimensi abstrak yang relatif. Para ahli telah

    Universitas Sumatera Utara

  • banyak mengembangkan model pengukuran yang dapat digunakan untuk

    mengkuantifikasi dimensi abstrak dari suatu fenomena (dimensi keperibadian, sikap,

    atau perilaku) agar lebih mudah dipahami. Penentuan kategori kepuasan pasien dan

    definisinya, serta pemberian bobot nilai terhadap kategori kepuasan pasien dapat

    ditetapkan lazimnya dengan mempertimbangkan, antara lain: kondisi pasien, teori

    atau temuan para ahli, model pengukuran yang digunakan, dan pertimbangan pribadi

    yang berkepentingan (Utama, 2003).

    2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Kepuasan

    Suryawati (2006), menyatakan banyak variabel non medik ikut menentukan

    kepuasan pasien antara lain: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi,

    budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien.

    Kepuasan pasien dipengaruhi oleh karakteristik individu pasien yaitu: umur,

    pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit.

    Besarnya pengaruh karakteristik individu pasien pada aspek kualitas

    pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat menimbulkan perasaan puas atau

    tidak puas, menyebabkan berbagai konsepsi kualitas pelayanan kesehatan menurut

    penilaian pasien yang telah dirumuskan para ahli diberbagai daerah, belum tentu

    dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai input manajemen untuk memperbaiki

    kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit pada negara lainnya. Dengan demikian

    penelusuran prioritas-prioritas indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit

    Universitas Sumatera Utara

  • dan rumusan tingkat kepuasan pasien berdasarkan indikator tersebut sangat penting

    dilakukan (Utama, 2003).

    Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa berbagai kegiatan dan

    prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit

    merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan

    penilaian (reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang

    diterimanya maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan

    penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah

    sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya

    berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien.

    Menurut Azwar (2006), kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik

    serta standar pelayanan profesi. Ukuran-ukuran kepuasan pemakaian jasa pelayanan

    kesehatan sebagai unsur dasar. Apabila dapat dilaksanakan dengan baik, pasti dapat

    memuaskan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Unsur-unsur tersebut

    diimplementasikan dalam konteks pelayanan makanan rumah sakit. Khusus untuk

    pelayanan makanan ukuran kepuasan dibatasi pada aspek efektifitas dan efisiensi

    dalam penyembuhan penyakitnya.

    2.3.4 Indikator Kepuasan Pasien

    Kepuasan pasien, sangat berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan

    kecepatan pelayanan. Kepuasan pasien, merupakan indikator yang berhubungan

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan jumlah keluhan pasien atau keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca,

    pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan dan sebagainya.

    Kepuasan sering dikaitkan dengan mutu. Mutu berarti kepuasan pelanggan,

    baik internal maupun eksternal. Kepuasan tidak hanya bagi pelanggan ataupun pasien

    akan tetapi akan dirasakan oleh petugas kesehatan. Jika kepuasan petugas kesehatan

    terpenuhi, diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pasien

    ataupun pelanggan. Dalam bidang kesehatan mutu adalah terpenuhinya keinginan

    seseorang yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan yang memuaskan

    pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta diberikan sesuai

    dan etika profesi (Suryawati, 2006).

    2.3.5 Kepuasan terhadap Pelayanan Makanan Rumah Sakit

    Menurut Dube (1994), terdapat 5 dimensi yang memengaruhi perasaan

    kepuasan pasien, yaitu: mutu makanan, ketepatan waktu penyajian, reliabilitas

    pelayanan, temperatur makanan serta sikap petugas yang menyajikan makanan

    Sedangkan Sabarguna (2004), menyatakan indikator pelayanan makanan di

    rumah sakit secara spesifik diukur dari: (a) variasi menu makanan, (b) cara penyajian

    makanan, (c) ketepatan waktu menghidangkan makanan, (d) keadaan tempat dan

    peralatan makan (piring, sendok, dan lain-lain), (e) sikap dan perilaku petugas yang

    menghidangkan makanan.

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Variasi Menu Makanan

    Kesesuaian makanan yang diberikan kepada pasien rawat inap dengan

    penyakit yang dideritanya penting diperhatikan. Oleh karena itu prosedur merancang

    diit dan pemberian terapi diit sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya mempercepat

    penyembuhannya. Jenis menu ditetapkan oleh ahli gizi, sedangkan jenis diit

    ditetapkan oleh petugas gizi ruangan dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan

    dan data laboratorium pasien yang bersangkutan (Khotimah, 2004).

    Hasil penelitian Tanaka (1998), menyimpulkan bahwa pasien rawat inap

    dewasa di RSU Tangerang beranggapan bahwa siklus menu sepuluh hari dianggap

    masih kurang bervariasi. Maka disarankan perlu diperhatikan adalah memperbanyak

    variasi menu makanan, sehingga pasien dapat memilih jenis makanan yang mereka

    sukai secara lebih leluasa.

    b. Cara Penyajian Makanan

    Distribusi atau penyajian adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan

    sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan pasien yang dilayani (makanan biasa

    ataupun makanan khusus). Hal ini bertujuan supaya pasien mendapat makanan sesuai

    diet dan ketentuan yang berlaku. Di rumah sakit terdapat 3 sistem penyaluran

    makanan yang biasa dilaksanakan di rumah sakit yaitu sistem yang dipusatkan

    (sentralisasi) sitem yang tidak dipusatkan (desenteralisasi) dan kombinasi antara

    sentralisasi dan desentralisasi (Depkes RI, 2006).

    Keuntungan dari sentralisasi adalah: (a) tenaga lebih hemat, sehingga lebih

    menghemat biaya dan pengawasan, (b) pengawasan dapat dilakukan dengan mudah

    Universitas Sumatera Utara

  • dan diteliti., (c) makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit

    kemungkinan kesalahan pemberian, (d) ruangan pasien terhindar dari keributan pada

    waktu pembagian makanan serta bau masakan, (e) pekerjaan dapat dilakukan lebih

    cepat (Depkes RI, 2006).

    Kelemahan dari sentralisasi adalah: (a) memerlukan tempat, peralatan dan

    perlengkapan makanan yang lebih banyak (tempat harus luas, kereta pemanas

    mempunyai rak), (b) adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta

    pemeliharaan, (c) makanan sampai ke pasien sudah agak dingin, (d) makanan

    mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan dari dapur utama

    ke dapur ruangan (Depkes RI, 2006).

    Keuntungan cara desentraliasi: (a) tidak memerlukan tempat yang luas,

    peralatan makan yang ada di dapur ruangan tidak banyak, (b) makanan dapat

    dihangatkan kembali sebelum dihidangkan ke pasien, (c) makanan dapat disajikan

    lebih rapi dan baik serta dengan porsi yang sesuai dengan kebutuhan pasien (Depkes

    RI, 2006).

    Masalah penyajian makanan pada orang sakit lebih kompleks dibandingan

    orang sehat, karena nafsu makan yang rendah, perubahan kondisi mental pasien yang

    berubah akibat penyakit yang dideritanya, aktifitas fisik yang menurun dan reaksi

    obat-obatan disamping sebagian besar pasien harus menjalani diet (Depkes RI, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Ketepatan Waktu Menghidangkan Makanan

    Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3 4 jam makan, sehingga

    setelah waktu tersebut sudah harus mendapatkan makanan, baik dalam bentuk

    makanan ringan atau berat (Hartono, 2000).

    Jarak waktu antara makan malam dan bangun pagi sekitar 8 jam. Selama

    waktu tidur metabolisme di dalam tubuh tetap berlangsung, akibatnya pada pagi hari

    perut sudah kosong sehingga kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh.

    Keterlambatan pemasukan zat gula ke dalam darah dapat menimbulkan penurunan

    konsentrasi dan rasa malas, lemas dan berkeringat dingin (Hartono, 2000).

    Pasien rawat inap selain mengkonsumsi makanan dari rumah sakit juga

    mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, hal ini yang menimbulkan terjadinya

    banyak sisa makanan pada pasien rawat inap. Apabila hal ini tidak mendapat

    perhatian yang serius maka berdampak pada banyak terjadinya sisa makanan. Waktu

    makan adalah berapa kali orang lazim makan dalam sehari. Setiap bangsa mempunyai

    waktu makan yang berlainan, misalnya waktu makan orang Amerika dan Eropa

    berlainan dengan waktu makan orang timur (Hartono, 2000).

    Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet dan tepat jumlah

    khususnya untuk penderita penyakit tertentu. Waktu yang paling rawan dan harus

    pasien rawat inap patuhi di rumah sakit adalah mengkonsumsi sesuai dengan kondisi

    penyakitnya. Oleh karena itu sangat penting diperhatikan ketepatan petugas rumah

    sakit dalam menghidangkan makanan, karena akan berpengaruh terhadap proses

    penyembuhan penyakitnya. Penyajian atau waktu menghidangkan makanan kepada

    Universitas Sumatera Utara

  • pasien rawat inap sangat penting diperhatikan, khususnya untuk makan pagi hal ini

    disebabkan karena waktu makan malam dengan makan pagi jarak waktunya terlalu

    panjang (Hartono, 2000).

    Penelitian Nuryati (2008), menyimpulkan bahwa pasien rawat inap di

    RS Bhakti Wira Tamtama Semarang menyatakan waktu penyajian tepat 91,4%, cara

    penyajian makanan sebagian besar (97,1%) menyatakan menarik, rasa makanan yang

    disajikan ke pasien sebagian besar menyatakan enak sebanyak 94,3%. Demikian juga

    Hasil penelitian Tanaka (1998), bahwa pasien puas dengan waktu pemberian makan

    yang dianggap tepat untuk makan pagi, siang dan malam.

    d. Keadaan Tempat dan Peralatan Makan

    Menurut Sediaoetama (2000), peralatan yang digunakan dalam menyajikan

    makanan ikut mempengaruhi penerimaan pasien terhadap makanan tersebut, sehingga

    pada saat menghidangkan makanan perlu diperhatikan peralatan yang digunakan

    harus sesuai dengan jenis makanan dan tingkat kualitas makanan. Dalam menyajikan

    makanan rumah sakit paling tidak harus ada alat makan yang sesuai dengan dietnya,

    seperti: untuk makanan biasa harus ada tempat nasi, tempat lauk, tempat sayur,

    tempat buah serta sendok dan garpu. Juga penting disediakan tutup makanan

    mengingat tidak semua pasien dapat langsung menyantap makanan akibat

    kondisinya.

    Hasil penelitian Tanaka (1998), menyimpulkan bahwa pasien rawat inap

    dewasa di RSU Tangerang beranggapan bahwa penggunaan alat makan dianggap

    kurang lengkap dan kurang sesuai. Dengan demikian disarankan penggunaan alat

    Universitas Sumatera Utara

  • makan yang lengkap dan sesuai mungkin perlu dipertimbangkan sebagai kelengkapan

    untuk meningkatkan daya terima makan.

    e. Sikap dan Perilaku Petugas yang Menghidangkan Makanan

    Penyebab timbulnya penurunan selera makan pasien diantaranya adalah

    menyediakan makanan yang kurang memperhatikan sifat organoleptik, lingkungan

    fisik yang kurang mendukung, komunikasi perawat dan petugas gizi yang kurang

    memadai dan rasa sakit yang diderita pasien. Dalam hal sosial budaya yaitu orang

    sakit yang dirawat di rumah sakit berasal dari kelompok masyarakat yang berbeda

    beda, baik adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan dan nilai-nilai yang mereka anut,

    bahkan mungkin juga pandangan hidup. Keseluruhan faktor ini secara bersama sama

    membentuk perilaku manusia terhadap makan (Budiyanto, 2002).

    2.4 Landasan Teori

    Pelayanan kesehatan di rumah sakit bertujuan agar tercapai kesembuhan

    dalam waktu sesingkat mungkin dengan salah satu upayanya adalah dengan

    pelayanan makanan yang baik. Indikator pelayanan makanan di rumah sakit mengacu

    kepada pendapat Sabarguna (2004), yaitu: (a) variasi menu makanan, (b) cara

    penyajian makanan, (c) ketepatan waktu menghidangkan makanan, (d) keadaan

    tempat dan peralatan makan (piring, sendok, dan lain-lain), (e) sikap dan perilaku

    petugas yang menghidangkan makanan.

    Indikator kepuasan pasien terhadap pelayanan makanan mengacu kepada

    pendapat Kotler (2003) yang menyatakan bahwa tingkat kepuasan yang melebihi apa

    Universitas Sumatera Utara

  • yang diharapkan atau kepuasan tinggi (highly satisfied), hasil kerja sama dengan yang

    diharapkan atau puas (satisfied), sedangkan apabila hasil tersebut jauh di bawah

    harapan, seseorang akan merasa tidak puas (dissatisfied). Dimensi kepuasan dikaitkan

    dengan pelayanan makanan di RSUD Aceh Tamiang.

    2.5 Kerangka Konsep

    Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam

    penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Pelayanan Makanan

    (a) Variasi menu makanan (b) Cara penyajian makanan (c) Ketepatan waktu

    menghidangkan makanan (d) Keadaan tempat dan

    peralatan makan

    KEPUASAN PASIEN

    Perbandingan antara harapan dengan

    kenyataan

    Gambar 2.1. Kerangka Konsep

    Universitas Sumatera Utara