Top Banner
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 13 No. 1, Juli 2012: 1-18 ISSN 1411-5212 Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security in Eastern Indonesia Triana Rachmaningsih a,* , D. S. Priyarsono a a Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Abstract This study aims at analyzing the dynamics of food security and the factors that influence food security in Eastern Indonesia. The methodology used is panel data tobit model of 190 districts/municipalities in the Eastern Indonesia from 2008 to 2010. Based on the classification of the food security degree, the majority of households in Eastern Indonesia are categorized as the vulnerable. Food security is affected by percentage of poor people, GRDP per capita, female illiteracy rate and average years of schooling. Based on the elasticity, education has the highest contribution in improving food security in the Eastern Indonesia. Keywords: Food Security, Eastern Indonesia, Panel Data Tobit Model Abstrak Studi ini bertujuan untuk menganalisis dinamika ketahanan pangan, serta faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Ketahanan pangan dibagi tiga pilar, yaitu keter- sediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan pangan. Metode yang digunakan adalah model tobit dengan data panel dari 190 kabupaten/kota di KTI Tahun 2008–2010. Berdasarkan klasifikasi derajat ketahanan pangan, sebagian besar rumah tangga di KTI termasuk kategori rentan terhadap kerawanan pangan. Ketahanan pangan dipengaruhi oleh persentase penduduk miskin, PDRB per kapita, angka buta huruf perempuan, dan rata-rata lama sekolah. Berdasarkan nilai elastisitas, pendidikan memiliki pengaruh terbesar terhadap ketahanan pangan di KTI. Kata kunci: Ketahanan Pangan, Kawasan Timur Indonesia, Model Tobit Data Panel JEL classifications: Q13, Q18 Pendahuluan Pangan merupakan kebutuhan pokok yang ha- rus tersedia setiap saat, baik dalam hal kuan- titas maupun kualitas, keamanan, gizi, dan ke- terjangkauan oleh daya beli masyarakat. Ke- kurangan pangan tidak hanya dapat menim- bulkan dampak ekonomi, tetapi juga dapat Terima kasih atas dukungan dana dari Proyek Hi- bah Penelitian Unggulan/Strategis Fakultas IPB Tahun 2012. * Alamat Korespondensi: Perumahan Griya Lembah Depok Blok. C3 No. 2 Rt. 006/Rw. 24, Abadijaya, Suk- majaya, Depok, 16417. E-mail : [email protected]. mengancam keamanan sosial. Sebagaimana tu- juan pertama Millennium Development Go- als (MDGs) adalah menanggulangi kemiskin- an dan kelaparan yang ekstrem, sehingga di- targetkan pada tahun 2015 tingkat kemiskinan dan tingkat kelaparan berkurang hingga sete- ngah dari tingkat yang ada ketika penandata- nganan kesepakatan tersebut pada bulan Sep- tember 2000. Keberhasilan untuk memperku- at ketahanan pangan dan mengurangi jumlah penduduk miskin merupakan tantangan besar bagi pemerintah dan masyarakat dalam melak- sanakan pembangunan nasional. Ketahanan pangan merupakan kondisi ter-
18

Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 13 No. 1, Juli 2012: 1-18

ISSN 1411-5212

Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia I

Food Security in Eastern Indonesia

Triana Rachmaningsiha,∗, D. S. Priyarsonoa

aDepartemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Abstract

This study aims at analyzing the dynamics of food security and the factors that influence food security inEastern Indonesia. The methodology used is panel data tobit model of 190 districts/municipalities in theEastern Indonesia from 2008 to 2010. Based on the classification of the food security degree, the majority ofhouseholds in Eastern Indonesia are categorized as the vulnerable. Food security is affected by percentage ofpoor people, GRDP per capita, female illiteracy rate and average years of schooling. Based on the elasticity,education has the highest contribution in improving food security in the Eastern Indonesia.Keywords: Food Security, Eastern Indonesia, Panel Data Tobit Model

Abstrak

Studi ini bertujuan untuk menganalisis dinamika ketahanan pangan, serta faktor-faktor yang memengaruhiketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Ketahanan pangan dibagi tiga pilar, yaitu keter-sediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan pangan. Metode yang digunakan adalah model tobit dengan datapanel dari 190 kabupaten/kota di KTI Tahun 2008–2010. Berdasarkan klasifikasi derajat ketahanan pangan,sebagian besar rumah tangga di KTI termasuk kategori rentan terhadap kerawanan pangan. Ketahananpangan dipengaruhi oleh persentase penduduk miskin, PDRB per kapita, angka buta huruf perempuan,dan rata-rata lama sekolah. Berdasarkan nilai elastisitas, pendidikan memiliki pengaruh terbesar terhadapketahanan pangan di KTI.Kata kunci: Ketahanan Pangan, Kawasan Timur Indonesia, Model Tobit Data Panel

JEL classifications: Q13, Q18

Pendahuluan

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang ha-rus tersedia setiap saat, baik dalam hal kuan-titas maupun kualitas, keamanan, gizi, dan ke-terjangkauan oleh daya beli masyarakat. Ke-kurangan pangan tidak hanya dapat menim-bulkan dampak ekonomi, tetapi juga dapat

ITerima kasih atas dukungan dana dari Proyek Hi-bah Penelitian Unggulan/Strategis Fakultas IPB Tahun2012.

∗Alamat Korespondensi: Perumahan Griya LembahDepok Blok. C3 No. 2 Rt. 006/Rw. 24, Abadijaya, Suk-majaya, Depok, 16417. E-mail : [email protected].

mengancam keamanan sosial. Sebagaimana tu-juan pertama Millennium Development Go-als (MDGs) adalah menanggulangi kemiskin-an dan kelaparan yang ekstrem, sehingga di-targetkan pada tahun 2015 tingkat kemiskinandan tingkat kelaparan berkurang hingga sete-ngah dari tingkat yang ada ketika penandata-nganan kesepakatan tersebut pada bulan Sep-tember 2000. Keberhasilan untuk memperku-at ketahanan pangan dan mengurangi jumlahpenduduk miskin merupakan tantangan besarbagi pemerintah dan masyarakat dalam melak-sanakan pembangunan nasional.

Ketahanan pangan merupakan kondisi ter-

Page 2: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia2

penuhinya pangan bagi individu dan rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pa-ngan yang cukup, baik jumlah maupun mutu-nya, aman, merata, dan terjangkau (Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan).Dalam perspektif sistem ekonomi pangan, ke-tahanan pangan memiliki tiga pilar utama, ya-itu ketersediaan pangan (food availability), ke-terjangkauan pangan (food accessibility), danpemanfaatan pangan (food utilization) (De-wan Ketahanan Pangan (DKP), 2009). Pilarketersediaan pangan berfungsi menjamin pa-sokan pangan untuk memenuhi kebutuhan se-luruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kua-litas, keragaman, dan keamanannya. Pilar dis-tribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusiyang efektif dan efisien untuk menjamin agarseluruh rumah tangga dapat memperoleh pa-ngan dalam jumlah dan kualitas yang cukup se-panjang waktu dengan harga yang terjangkau.Sementara itu, pilar pemanfaatan berfungsimengarahkan agar pola pemanfaatan pangansecara nasional memenuhi kaidah mutu, kera-gaman, kandungan gizi, keamanan, dan keha-lalannya.

Ketersediaan pangan melalui peningkatanproduksi pangan dalam negeri dihadapkan pa-da masalah pokok, yaitu semakin terbatas danmenurunnya kapasitas produksi. Permasalahandalam distribusi pangan antara lain prasara-na distribusi yang diperlukan untuk menjang-kau seluruh wilayah konsumen belum mema-dai, sehingga wilayah terpencil masih mengala-mi keterbatasan pasokan pangan pada waktu-waktu tertentu. Sementara permasalahan yangberkaitan dengan konsumsi penduduk Indone-sia adalah kenyataan bahwa sebagian besarnyaberasal dari padi-padian.

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan2009 yang diluncurkan oleh Dewan Ketahan-an Pangan (DKP) menetapkan bahwa berda-sarkan indeks ketahanan pangan komposit ter-dapat 100 kabupaten yang paling rentan ter-hadap kerawanan pangan. Pulau Papua meru-pakan pulau dengan persentase jumlah kabupa-

ten rentan pangan terbesar, yaitu sebesar 24%,disusul kemudian Pulau Kalimantan sebesar21%. Dari 100 kabupaten yang paling rentantersebut, 80 kabupaten di antaranya berada diKawasan Timur Indonesia (KTI).

Ketersediaan pangan di suatu daerah belummenjamin terciptanya ketahanan pangan di da-erah tersebut. Berdasarkan data rasio konsum-si normatif terhadap produksi pangan serealiaper kapita tahun 2009, terlihat bahwa dari 80kabupaten rentan rawan pangan di KTI, 62,5%(50 kabupaten) di antaranya dikategorikan se-bagai daerah surplus pangan. Hal ini menun-jukkan suatu kontradiksi karena daerah yangsurplus pangan ternyata rentan terhadap kera-wanan pangan. Dengan kata lain, swasembadapangan di KTI belum disertai dengan keleng-kapan pada dimensi-dimensi lain untuk menca-pai ketahanan pangan, yaitu dimensi distribusidan dimensi pemanfaatan pangan.

Pada dasarnya, KTI sangat berpotensi men-jadi kekuatan ekonomi karena menyimpan ber-bagai keunggulan untuk diberdayakan anta-ra lain karena ketersediaan sumber daya alamyang melimpah. Namun, sumber daya manusiayang tersedia di kawasan ini sangat terbatas,baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sum-ber daya alamnya sangat berpotensi tetapi pe-ngolahannya masih sangat minim atau belumoptimal. Keberhasilan membangun KTI akanmenciptakan kesejahteraan tidak hanya di KTIsaja, tetapi juga bagi seluruh bangsa, karenapotensi ekonomi di kawasan tersebut terutamadi sektor pertanian luar biasa besarnya, terma-suk pertanian tanaman pangan seperti sagu,umbi-umbian, dan sebagainya.

Ketertinggalan pembangunan di salah satukawasan berpotensi menjadi sumber masalahnasional yang jika tidak ditangani secara pro-porsional dapat menjadi sumber pemicu keti-dakadilan yang dapat mengkristal menjadi an-caman disintegrasi bangsa. KTI adalah bagi-an integral dari wilayah Negara Kesatuan Re-publik Indonesia, yang memerlukan sentuhan,

Page 3: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 3

perhatian, dan keadilan dalam pembangunan.Keberhasilan membangun KTI akan mencip-takan kesejahteraan tidak hanya di KTI tetapibagi seluruh bangsa.

Nuhung (2010) menyatakan bahwa KTI me-rupakan sleeping potential. Hal ini dikarenakanKTI memiliki sumber daya lahan, pertanian,perairan, fauna, dan flora yang sangat berva-riasi sehingga hampir semua jenis tumbuhandan hewan dapat ditemukan di kawasan ini.Namun, potensi tersebut belum bahkan masihsangat sedikit dikembangkan sehingga kontri-busi dalam pembangunan nasional masih jauhdari optimal. Oleh karena itu, perlu adanya te-robosan yang didukung oleh kebijakan dan pro-gram pembangunan di semua sektor KTI.

Berdasarkan uraian di atas, studi ini bertu-juan untuk menganalisis situasi dan dinami-ka ketahanan pangan di KTI, serta mengana-lisis faktor-faktor yang memengaruhi ketahan-an pangan di KTI. Salah satu indikator untukmenunjukkan tingkat kesejahteraan pendudukadalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitungberdasarkan besar kalori dan protein yang di-konsumsi. Besarnya konsumsi kalori dan pro-tein dihitung dengan mengalikan kuantitas se-tiap makanan yang dikonsumsi dengan besar-nya kandungan kalori dan protein setiap je-nis makanan, kemudian hasilnya dijumlahkan.Angka kecukupan konsumsi kalori dan prote-in penduduk Indonesia berdasarkan hasil dariforum Widyakarya Nasional Pangan dan Gi-zi VIII Tahun 2004 yang diselenggarakan olehLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)menetapkan patokan kecukupan konsumsi ka-lori dan protein per kapita per hari masing-masing 2.000 kkal dan 52 gram protein.

Tinjauan Referensi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menye-butkan bahwa ketahanan pangan adalah kon-disi terpenuhinya pangan bagi rumah tanggayang tercermin dari tersedianya pangan yangcukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,

merata, dan terjangkau. Konsep ketahanan pa-ngan tersebut sejalan dengan definisi ketahan-an pangan menurut Food and Agriculture Or-ganization (FAO) dan World Health Organiza-tion (WHO), yaitu akses setiap rumah tanggadan individu untuk dapat memperoleh panganpada setiap waktu untuk keperluan hidup yangsehat. Sementara pada World Food Summit ta-hun 1996, ketahanan pangan disebut tercapaiapabila semua orang secara terus-menerus, ba-ik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyaiakses untuk pangan yang memadai atau cukup,bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan,serta pilihan untuk hidup secara aktif dan se-hat.

Ketahanan pangan merupakan konsep yangfleksibel dan biasanya diterapkan pada tigatingkat agregasi, yaitu nasional, regional, danrumah tangga atau individu. Pilar utama yangmenentukan ketahanan pangan adalah (DKP,2009): pertama, Ketersediaan pangan (foodavailability). Yakni tersedianya pangan seca-ra fisik di daerah, yang diperoleh baik dari ha-sil produksi domestik, impor, atau perdagang-an maupun bantuan pangan. Ketersediaan pa-ngan ditentukan dari produksi domestik, ma-suknya pangan melalui mekanisme pasar, stokpangan yang dimiliki pedagang dan pemerin-tah, serta bantuan pangan baik dari pemerin-tah maupun dari badan bantuan pangan. Ke-tersediaan pangan dapat dihitung pada tingkatnasional, provinsi, kabupaten, atau tingkat ma-syarakat.

Kedua, Akses pangan (food accessibili-ty). Yakni kemampuan rumah tangga untukmemperoleh cukup pangan, baik yang berasaldari produksi sendiri, pembelian, barter, ha-diah, pinjaman, dan bantuan pangan maupunkombinasi di antara kelimanya. Ketersediaanpangan di suatu daerah boleh jadi mencukupi,akan tetapi mungkin tidak semua rumah tang-ga memiliki akses yang memadai baik secarakuantitas maupun keragaman pangan melaluimekanisme tersebut di atas.

Ketiga, Pemanfaatan pangan (food uti-

Page 4: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia4

lization). Yakni penggunaan pangan oleh ru-mah tangga, dan kemampuan individu untukmenyerap dan memetabolisme zat gizi (konver-si zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfa-atan pangan juga meliputi cara penyimpanan,pengolahan, dan penyiapan makanan termasukpenggunaan air dan bahan bakar selama pro-ses pengolahannya serta kondisi higiene, buda-ya atau kebiasaan pemberian makan terutamauntuk individu yang memerlukan jenis makan-an khusus, distribusi makanan dalam rumahtangga sesuai kebutuhan masing-masing indi-vidu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui, danlain-lain), dan status kesehatan masing-masinganggota rumah tangga.

Gross et al. (2000) menyatakan bahwa selainketiga dimensi di atas, terdapat satu dimen-si ketahanan pangan lagi, yaitu stabilitas. Na-mun, stabilitas di sini merupakan faktor tem-porer dari ketahanan pangan dan sifatnya me-mengaruhi ketiga dimensi yang lainnya. Stabi-litas dari ketiga dimensi tersebut di atas me-nentukan kekuatan ketahanan pangan (FAO,2007). Apabila salah satu dari dimensi tersebuttidak terpenuhi, maka suatu negara belum da-pat dikatakan mempunyai ketahanan panganyang baik. Walaupun pangan tersedia cukup ditingkat nasional dan regional, tetapi jika aksesindividu untuk memenuhi kebutuhan pangan-nya tidak merata, maka ketahanan pangan ma-sih dikatakan rapuh. Demikian pula, walaupunketersediaan dan aksesibilitas masyarakat da-pat dikatakan cukup, namun jika stabilitas har-ga pangan tidak mampu terjaga secara baikdan tentunya berakibat pada ketersediaan danaksesibilitas, maka ketahanan pangan tidak da-pat dikatakan telah cukup kuat. Ketersediaanpangan juga mencakup kuantitas dan kualitasbahan pangan agar setiap individu dapat me-menuhi standar kebutuhan kalori dan energiuntuk menjalankan aktivitas ekonomi dan pe-ningkatan standar hidup sumber daya manusiaIndonesia.

Pengeluaran rumah tangga merupakan salahsatu indikator yang dapat memberikan gam-

baran keadaan kesejahteraan penduduk. Sema-kin tinggi pendapatan, maka porsi pengeluaranakan bergeser dari pengeluaran untuk makan-an ke pengeluaran bukan makanan. Pergeser-an pola pengeluaran terjadi karena elastisitaspermintaan terhadap makanan pada umumnyarendah, sebaliknya elastisitas permintaan ter-hadap barang bukan makanan pada umumnyatinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelom-pok penduduk yang tingkat konsumsi maka-nannya sudah mencapai titik jenuh, sehinggapeningkatan pendapatan akan digunakan un-tuk memenuhi kebutuhan barang bukan ma-kanan atau ditabung.

Hubungan antara pendapatan dan konsum-si barang telah dipelajari secara meluas olehpara ekonom, salah satunya adalah Engel. Ha-sil studi Engel menyatakan bahwa proporsi pe-ngeluaran total yang ditujukan untuk makan-an menurun sementara pendapatan meningkat.Dengan kata lain, makanan merupakan bahankebutuhan pokok konsumsi yang meningkat le-bih lambat daripada pendapatan. Hipotesis inidikenal sebagai ’Hukum Engel ’.

Omotesho et al. (2006) menganalisis deter-minan ketahanan pangan rumah tangga per-desaan di Negara Bagian Kwara, Nigeria. Stu-di ini menggunakan data primer yang dikum-pulkan dari 165 rumah tangga tani perdesa-an dengan teknik sampling acak tiga tahap(three-stage random sampling). Hasil studi me-nunjukkan bahwa sepertiga dari rumah tanggatani perdesaan termasuk rawan pangan. Vari-abel yang signifikan memengaruhi ketahananpangan rumah tangga perdesaan di daerah iniantara lain ukuran rumah tangga petani, pen-dapatan kotor pertanian, serta ukuran rumahtangga dan total pendapatan non-pertanian.Studi ini merekomendasikan untuk mendiversi-fikasi sumber-sumber pendapatan rumah tang-ga petani perdesaan agar mampu memenuhikebutuhan minimum pangan khususnya ketikatidak musim panen.

Demeke dan Zeller (2009) meneliti tentangpengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap ke-

Page 5: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 5

tahanan pangan di perdesaan di Ethiopia de-ngan menggunakan data panel rumah tangga.Dalam studi ini dilakukan penghitungan indeksketahanan pangan rumah tangga dan penga-tegorian rumah tangga berdasarkan tiga kate-gori, yaitu: tahan pangan, rentan pangan, danrawan pangan. Hasil yang diperoleh menun-jukkan bahwa ketahanan pangan rumah tang-ga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, genderkepala rumah tangga (laki-laki/perempuan),umur kepala rumah tangga, jumlah anggotarumah tangga, jumlah anggota rumah tang-ga yang bekerja dalam rumah tangga, tabung-an, pinjaman, pendapatan dari pertanian, danjumlah ternak yang dimiliki.

Wang (2010) memberikan bukti empiris de-terminan ketahanan pangan di Cina yang meli-puti pendapatan per kapita penduduk perdesa-an, harga pangan, daerah bencana pertanian,dan jumlah tabungan penduduk desa dan kota.Studi ini mencakup 27 provinsi dalam kurunwaktu 1985 sampai dengan 2007. Metode yangdigunakan adalah analisis data panel dinamisdengan pendekatan pooled ordinary least squ-are, fixed effect, difference generalized methodof moments dan system generalized method ofmoments. Hasil studi menyatakan bahwa peru-bahan iklim berpengaruh secara signifikan ter-hadap ketahanan pangan, namun harga pa-ngan tidak berpengaruh. Pendapatan pendu-duk perdesaan berpengaruh negatif terhadapkonsumsi pangan. Jumlah tabungan pendudukdesa dan kota tidak memengaruhi konsumsi.

Metode

Data yang digunakan dalam studi ini adalahdata sekunder yang diperoleh dari Badan Pu-sat Statistik (BPS) antara lain data Survei So-sial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel 2008–2010, produksi pangan, kemiskinan, PDRB,panjang jalan, angka harapan hidup, angka me-lek huruf, dan data pendukung lainnya. Datayang dikumpulkan merupakan data panel, ya-itu gabungan antara data time series 3 tahun

(2008–2010) dan data cross section 190 kabu-paten/kota dari 16 provinsi KTI. Enam belasprovinsi tersebut antara lain Nusa TenggaraBarat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Ti-mur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, SulawesiTengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Go-rontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku, MalukuUtara, Papua, dan Papua Barat.

Analisis data dilakukan secara deskriptif dandengan regresi Model Tobit Data Panel. Ana-lisis deskriptif dilakukan baik secara kualita-tif maupun kuantitatif. Jumlah rumah tanggasampel Susenas Panel di KTI tahun 2008 sebe-sar 19.002 rumah tangga, tahun 2009 sebesar19.137 rumah tangga, dan pada tahun 2010 se-besar 18.966 rumah tangga. Penghitungan de-rajat ketahanan pangan dalam studi ini denganmenggunakan dua indikator, yaitu ketercukup-an kalori yang dikonsumsi dan besarnya pangsapengeluaran pangan (Jonsson dan Toole dalamMaxwell et al., 2000).

Derajat ketahanan pangan rumah tangga di-bagi menjadi empat kategori yaitu pertama,tahan pangan (food secure), jika ketercukupankalorinya lebih dari 80% dan pangsa pengeluar-an pangannya kurang dari 60%. Kedua, rentanterhadap rawan pangan (vulnerable), jika ke-tercukupan kalorinya lebih dari 80% dan pang-sa pengeluaran pangannya lebih dari atau samadengan 60%. Ketiga, kurang pangan (questio-nable), jika ketercukupan kalorinya kurang dariatau sama dengan 80% dan pangsa pengeluar-an pangannya kurang dari 60%. Empat, rawanpangan (food insecure), jika ketercukupan ka-lorinya kurang dari atau sama dengan 80% danpangsa pengeluaran pangannya lebih dari atausama dengan 60%.

Pangsa pengeluaran pangan adalah rasio pe-ngeluaran untuk belanja pangan terhadap pe-ngeluaran total penduduk selama sebulan.

PP =EP

TPX100%

dengan:PP = Pangsa pengeluaran pangan (%)

Page 6: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia6

Tabel 1: Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Ketercukupan kaloriPangsa Pengeluaran Makanan

Rendah < 60% Tinggi ≥ 60%

Cukup > 80% Tahan Pangan (food secure) Rentan Pangan (vulnerable)Kurang ≤ 80% Kurang Pangan (questionable) Rawan Pangan (food insecure)

Sumber: Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000)

EP = Pengeluaran untuk belanja pangan(Rp/bulan)TP = Total pengeluaran (Rp/bulan)

Model Tobit Data Panel digunakan untukmengetahui faktor-faktor yang memengaruhiketahanan pangan di KTI. Model tobit diper-kenalkan oleh James Tobin (penerima nobel bi-dang ekonomi) pada tahun 1958. Tobin meng-hubungkan studinya berdasarkan analisis pro-bit, sehingga modelnya kemudian disebut de-ngan Model Tobit (Tobin’s probit). Sampel dimana informasi variabel terikat hanya ada un-tuk beberapa observasi dikenal dengan censo-red sample atau sampel tersensor yang dikenaldengan Model Tobit (Gujarati, 2004).

Variabel terikat yang digunakan dalam studiini berupa persentase rumah tangga yang tah-an pangan di mana nilainya terbatas dari nolsampai dengan 100. Berdasarkan penghitunganpersentase rumah tangga tahan pangan, dida-patkan banyak nilai 0 (nol), yang artinya da-lam kabupaten tersebut tidak ada rumah tang-ga yang tahan pangan. Dengan demikian sam-pel dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitun1, sampel yang mempunyai informasi variabelbebas dan variabel terikat (persentase rumahtangga tahan pangan), dan sisanya n2 adalahsampel yang hanya mempunyai informasi vari-abel bebas tetapi tidak mempunyai informasivariabel terikat. Oleh karena itu, untuk meng-analisis faktor-faktor yang memengaruhi keta-hanan pangan di KTI digunakan Model Tobit.

Model Tobit Data Panel dapat dituliskan se-bagai berikut (Maddala, 1987):

y∗it = β′xit + εit i = 1, 2, ..., N (1)

εit =∝i +uit t = 1, 2, ..., T (2)

∝i∼ IN(0, σ2∝) (3)

uit ∼ IN(0, σ2u) (4)

yit =

{y∗it jika y∗it > 00 0 selainnya

(5)

Misalkan:

dit = 1 jika y∗it > 0

= 0 selainnya (6)

Fungsi log kemungkinannya (log-likelihood)adalah:

LogL = Σi,t(1− dit)LogØ(− ∝i −β′xit

σ

)+ Σi,tdit

{− 1

2logσ2

− 1

2σ2

(yit− ∝i −β′xit

)2}(7)

Tidak seperti pada model linier, sepanjangjumlah observasi cross section tetap (T tetapdan biasanya kecil), hal ini tidak mungkin un-tuk mengestimasi secara konsisten fixed effects∝i dan hal ini juga menyebabkan estimasi βdan σ tidak konsisten (Maddala, 1987). ModelTobit panel bersyarat belum bisa diestimasi se-cara fixed effect karena tidak ada statistik yangmengijinkan fixed effect dijelaskan oleh fungsilikelihood. Honore (1992) telah mengembang-kan estimator semiparametrik untuk Model To-bit fixed effect. Namun, estimasi Model Tobitfixed effect sifatnya masih bias. Selain itu, Kal-wij (2004) menyatakan alasan utama pende-katan random effect lebih dipilih dibandingkanpendekatan fixed effect adalah karena pende-katan random effect menghasilkan model spe-sifik yang dapat digunakan untuk menghitungmarginal effects.

Page 7: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 7

Spesifikasi model yang digunakan untukmenganalisis faktor-faktor yang memengaruhiketahanan pangan di KTI diambil dari modelDemeke dan Zeller (2009) yang dimodifikasi de-ngan sistem ketahanan pangan FAO (2007):

TAHANit = (β0 + αi + µt)

+ β1lnPROit + β2JALit

+ β3MISKINit

+ β4lnPDRBit

+ β5BUTAit

+ β6itRLSit (8)

dengan:TAHAN= Persentase rumah tangga tahanpangan (%)PRO = Produksi pangan per kapita(ton/kapita/tahun)JAL = Rasio panjang jalan kabupaten/kotakondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah(km/km2)MISKIN = Persentase penduduk miskin (%)PDRB = PDRB per kapita (juta rupiah)BUTA = Persentase perempuan buta huruf(%)RLS = Rata-rata Lama Sekolah (tahun)βj = Parameter yang diestimasi (j = 0, 1, ...,6)αi = Efek individual kabupaten/kota ke iµt = Efek waktu pada tahun t

Definisi Variabel Operasional

Persentase rumah tangga tahan pangan (%),merupakan hasil penghitungan derajat keta-hanan pangan menurut Jonsson dan Toole da-lam Maxwell et al. (2000). Variabel produksipangan didapatkan berdasarkan penjumlahanproduksi tujuh komoditas yang meliputi pa-di, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,kacang kedelai, dan kacang hijau. Ketujuh ko-moditas tersebut memberikan nilai kalori yangberbeda terutama ubi kayu dan ubi jalar. Ber-dasarkan daftar konversi zat gizi, mengonsumsi1 kg beras sama dengan mengonsumsi 3 kg ubi

kayu/jalar. Oleh karena itu, besarnya produksipangan ini terlebih dahulu dikonversikan ke da-lam nilai kalori kemudian disetarakan ke dalamsatuan berat ton padi.

Persentase penduduk miskin (%), merupa-kan jumlah persentase penduduk miskin menu-rut konsep BPS. Untuk mengukur kemiskinan,BPS menggunakan konsep kemampuan meme-nuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandangsebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi un-tuk memenuhi kebutuhan dasar makanan danbukan makanan yang diukur dari sisi pengelu-aran. Jadi, penduduk miskin adalah pendudukyang memiliki rata-rata pengeluaran per kapi-ta per bulan di bawah garis kemiskinan. PDRBper kapita (juta rupiah), berupa PDRB atasdasar harga berlaku dibagi dengan jumlah pen-duduk. Alasan digunakannya PDRB atas da-sar harga berlaku adalah untuk mencerminkankondisi perekonomian pada waktu itu di manamasih ada pengaruh inflasi, sebagaimana varia-bel pengeluaran per kapita yang mencerminkankeadaan ekonomi pada waktu itu juga.

Salah satu analisis penting dalam suatu mo-del adalah mengetahui sampai di mana res-ponsifnya perubahan peubah respons sebagaiakibat dari perubahan peubah penjelas. Koe-fisien parameter dari model tobit dapat digu-nakan untuk menghitung elastisitas (Wooldrid-ge, 2002). Elastisitas mengukur pengaruh 1%perubahan dalam peubah penjelas X terhadappersentase perubahan peubah respons Y (Ju-anda, 2009). Besarnya elastisitas dapat digu-nakan untuk meramalkan perubahan yang a-kan terjadi pada peubah respons apabila terja-di perubahan peubah penjelasnya.

Elastisitas beberapa bentuk fungsi modelyang digunakan dalam studi ini, yaitu:

Model linier (Y = β1 + β2X)

Elastisitas =dY

dX.X

Y= β2.

X

Y∼= β2

X

Y(9)

Page 8: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia8

Model linear-log (Y = β1 + β2lnX )

Elastisitas =dY

dX.X

Y=β2X.X

Y

=β2Y∼=β2

Y(10)

dengan:dY = Perubahan peubah responsdX = Perubahan peubah penjelasβ2 = Koefisien parameterY = Rata-rata peubah responsX = Rata-rata peubah penjelas

Hasil dan Analisis

Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein

Tingkat kecukupan gizi di KTI yang dihitungdari besarnya kalori menunjukkan bahwa seca-ra keseluruhan rata-rata konsumsi kalori pen-duduk di KTI tahun 2008 sudah berada diatas batas standar kecukupan gizi, yaitu se-besar 2001,56 kkal. Namun, pada tahun 2009,rata-rata konsumsi kalorinya turun menjadi dibawah batas standar kecukupan kalori, yaitusebesar 1918,57 kkal dan tahun 2010 sebesar1962,20 kkal. Apabila dilihat berdasarkan pro-vinsi, Kalimantan Timur merupakan provinsidengan tingkat konsumsi kalori terendah, se-dangkan Kalimantan Tengah dengan tingkatkonsumsi kalori per kapita tertinggi.

Apabila dilihat dari konsumsi proteinnya, se-bagian besar konsumsi protein tiap-tiap pro-vinsi di KTI sudah berada di atas batas stan-dar kecukupan protein (52 gram). Tingkat ke-tercukupan protein sebagian besar provinsi diKTI lebih tinggi dibandingkan ketercukupankalorinya. Gambaran yang berbeda antara kon-sumsi kalori dan protein menunjukkan bahwapola konsumsi pangan masing-masing provinsidi KTI pada tahun 2008–2010 tidak sama. Se-bagai contoh, Gambar 1(a) menunjukkan bah-wa konsumsi kalori per kapita sehari Provin-si Kalimantan Timur berada di bawah standar

kecukupan gizi, namun pada Gambar 1(b) ter-lihat bahwa konsumsi protein per kapita seha-rinya di atas standar kecukupan gizi (52 gram).Artinya, penduduk Kalimantan Timur tidakhanya mengandalkan padi-padian yang tinggikalori sebagai makanan mereka, namun jugamengonsumsi ikan dan daging yang kaya akanprotein.

Ketersediaan Pangan (Food Availability)

Pertumbuhan sektor pertanian sebagai salahsatu tolak ukur ekonomi kinerja pembangunan,sepanjang sejarah memang hampir selalu lebihrendah dibanding dengan pertumbuhan ekono-mi nasional. Pertumbuhan yang dihitung anta-ra lain dari nilai produksi setiap tahun yang re-latif kecil tersebut mengindikasikan bahwa ni-lai produk pertanian primer memang rendahdibandingkan dengan industri olahan. Namun,perlu ditekankan bahwa produk pertanian ju-ga menyumbang pada dua sektor dalam PDBnasional, yaitu sektor pertanian dan sektor in-dustri.

Produksi pangan di KTI selama tahun 2008sampai dengan 2010 pada dasarnya mengalamipeningkatan. Namun, pertumbuhan produksipangan di KTI mengalami penurunan untukbeberapa komoditas dari tahun 2008 sampaidengan 2010. Hal ini terutama dialami olehkomoditas jagung yang pertumbuhannya me-rosot dengan tajam dari 24,10% pada tahun2008 menjadi 0,38% pada tahun 2010. Pada be-berapa kabupaten di KTI, pertumbuhan pro-duksi pangan yang menurun ini disebabkan an-tara lain karena meluasnya areal pertambang-an terbuka, masih rendahnya produktivitas dimana beberapa program intensifikasi maupunekstensifikasi belum efektif berjalan di KTI,dan adanya bencana alam karena penebang-an hutan yang tidak dapat dihindari, kekering-an, atau banjir. Hal ini akan mengancam ke-berlangsungan tingkat produksi saat ini dan dimasa yang akan datang. Jelas bahwa ketersedi-aan pangan yang cukup merupakan syarat per-lu untuk ketahanan pangan, namun demikian

Page 9: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 9

Gambar 1: Rata-rata Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita Sehari Menurut Provinsi di KTI Tahun2008–2010 (Kkal)

Sumber: BPS, diolah

Tabel 2: Pertumbuhan Produksi Pangan di KTI Tahun 2008–2009 (%)

No Komoditas 2008 2009 2010

1 Padi 8,55 2,97 0,592 Jagung 24,1 2,88 0,383 Kedelai 36,33 12,35 -7,024 Kacang Tanah -4,16 -3,09 1,115 Kacang Hijau -7,54 -9,66 12,396 Ubi Kayu 3,76 -2,91 7,237 Ubi Jalar 6,74 0,9 -0,66

Sumber: BPS, diolah

prasyarat tersebut belum cukup untuk menja-min ketahanan pangan di tingkat rumah tang-ga dan individu.

Akses Pangan (Food Accesibility)

Salah satu permasalahan dalam mewujudkanketahanan pangan di KTI adalah masih besar-nya proporsi masyarakat yang mempunyai da-ya beli rendah dan yang tidak mempunyai ak-ses terhadap pangan. Beberapa hal yang me-nyebabkan kurangnya akses masyarakat ter-hadap pangan antara lain karena keterbatas-an sumber daya manusia dan kurangnya infra-struktur yang memadai. Sumber daya manusiayang rendah antara lain kurangnya pengetahu-

an dan kesadaran masyarakat terhadap diver-sifikasi pangan, pengolahan pangan yang higie-nis, dan rendahnya kesadaran masyarakat akankeamanan pangan.

Sektor infrastruktur di Indonesia memilikiperan penting dalam menopang pertumbuhanekonomi dan meningkatkan standar hidup ma-syarakat. Pembangunan infrastruktur yang le-bih baik akan mendorong lebih banyak investa-si di berbagai sektor. Dapat dikatakan bahwasektor infrastruktur merupakan sektor antarayang menghubungkan berbagai aktivitas eko-nomi. Kurangnya akses terhadap infrastrukturdapat menyebabkan kemiskinan lokal di manasuatu masyarakat menjadi terisolasir dengan

Page 10: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia10

kondisi geografis yang sulit sehingga kurangmendapatkan kesempatan ekonomi dan pela-yanan jasa yang memadai.

Salah satu infrastruktur dasar yang perlu di-kembangkan adalah prasarana jalan yang me-miliki fungsi aksesibilitas guna membuka dae-rah kurang berkembang dan fungsi mobilitasguna memacu daerah yang telah berkembang.Pembangunan infrastruktur jalan dapat mem-bantu masyarakat untuk mendapatkan pela-yanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dansebagainya. Hasil studi Prasetyo dan Firdaus(2009) menyatakan bahwa panjang jalan ber-peran yang cukup penting dalam pertumbuh-an ekonomi. Distribusi faktor produksi atau-pun barang dan jasa hasil produksi sangat ter-gantung dari keberadaan infrastruktur jalan.

Provinsi yang memiliki rasio panjang jalankondisi baik dan sedang tertinggi di KTI ada-lah Provinsi Sulawesi Selatan. Sebaliknya, Pro-vinsi Papua dan Papua Barat memiliki rasiopanjang jalan kondisi baik dan sedang yang ter-endah. Hal ini disebabkan karena kondisi geo-grafis Pulau Papua yang sulit sehingga membu-tuhkan biaya yang sangat besar untuk memba-ngun infrastruktur di samping kepadatan pen-duduknya yang masih rendah.

Berdasarkan data kabupaten/kota, daerahyang memiliki rasio panjang jalan tertinggi diKTI adalah Kota Kupang Provinsi NTT. Se-mentara itu daerah dengan rasio panjang ja-lan terendah adalah Kabupaten Teluk Wonda-ma di Papua Barat. Kabupaten Teluk Won-dama saat ini memang hanya dapat dijangkaumelalui udara dan laut. Layanan penerbangandari Manokwari ke Teluk Wondama tersediaseminggu sekali, sedangkan dengan menggu-nakan kapal tersedia setiap hari dengan waktutempuh 7–14 jam. Hal ini menunjukkan bahwaaksesibilitas Kabupaten Teluk Wondama ter-golong rendah.

Salah satu upaya pemerintah dalam men-dukung aksesibilitas terhadap pangan adalahdengan program pendistribusian beras untukmasyarakat miskin secara langsung atau yang

dikenal dengan Program Raskin (Beras untukKeluarga Miskin). Diharapkan Program Ras-kin ini, dapat memberikan manfaat yang nya-ta dalam peningkatan ketahanan pangan dankesejahteraan sosial rumah tangga. Selain itu,Program Raskin merupakan program transferenergi yang kaya akan kalori sehingga dapatmemperbaiki gizi keluarga miskin.

Namun, ada hal yang perlu diwaspadai da-ri Program Raskin ini, yaitu timbulnya keter-gantungan masyarakat pada konsumsi beras(Rachman, 2010). Beberapa daerah pada awal-nya mampu memenuhi kebutuhan pokok mere-ka dengan mengonsumsi umbi-umbian sepertiubi kayu, ubi jalar, sagu, dan lain-lain. Setelahadanya Program Raskin, terjadi pergeseran po-la pangan dari umbi-umbian beralih mengon-sumsi beras. Hal ini bukan hanya karena har-ga beras Raskin lebih murah, namun juga ka-rena kemudahan untuk memperolehnya. Ka-lau sebelumnya keluarga miskin harus mena-nam sendiri maupun memperoleh pangan de-ngan menempuh jarak yang jauh, dengan ada-nya Raskin, keluarga miskin semakin mudahuntuk mendapatkan pangan pokok mereka.

Pada tahun 2008, 40,3% rumah tangga diKTI menerima manfaat dari beras Raskin.Jumlah ini menurun pada tahun 2009 menjadisebesar 35,6%, dan kemudian meningkat kem-bali menjadi 44% pada tahun 2010. ProvinsiNusa Tenggara Barat (NTB) merupakan pro-vinsi dengan persentase rumah tangga peneri-ma raskin yang paling besar. Padahal ProvinsiNTB sendiri termasuk ke dalam daerah sur-plus beras dan juga sebagai salah satu daerahpenyangga stok beras nasional. Jika dilihat da-ri data tingkat produktivitas padi tahun 2008–2010, Provinsi NTB berada di posisi tertinggiketiga di KTI setelah Gorontalo dan Sulawe-si Selatan dengan rata-rata sebesar 48,7 kuin-tal/hektar. Gambaran ini menunjukkan bahwasebagian besar masyarakat petani di ProvinsiNTB masih berada pada kondisi miskin.

Page 11: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 11

Pemanfaatan Pangan (Food Utilization)

Pemanfaatan pangan meliputi dua hal, yaitupenggunaan pangan oleh rumah tangga dankemampuan individu untuk menyerap zat gizi(DKP, 2009). Pemanfaatan pangan juga meli-puti cara penyimpanan, pengolahan, dan pe-nyiapan makanan. Perempuan yang bisa mem-baca dan menulis (melek huruf) terutama ibudan pengasuh anak menjadi hal yang sangatpenting dalam pemanfaatan pangan karena sa-ngat berpengaruh terhadap status kesehatandan gizi. Studi di berbagai negara menunjuk-kan bahwa tingkat pendidikan dan kesadaranibu dapat menjelaskan situasi gizi anak-anakdi negara-negara berkembang.

Pola perkembangan angka perempuan butahuruf di KTI dari tahun 2008 sampai dengan2010 mengalami peningkatan dengan rata-ratasebesar 15,12%. Persentase perempuan butahuruf tertinggi terdapat di Provinsi Papua de-ngan rata-rata sebesar 33,77% dan yang teren-dah terdapat di Provinsi Sulawesi Utara. Sema-kin tingginya persentase perempuan buta hu-ruf, maka perlu mendapatkan perhatian lebihdalam hal pendidikan terutama peningkatanWajib Belajar 9 tahun. Namun, tanpa mem-perhatikan gender, persentase penduduk butahuruf mengalami penurunan dari 14,23% padatahun 2008 menjadi 12,23% pada tahun 2010.Gambaran ini menunjukkan bahwa penduduklaki-laki di KTI lebih merasakan bangku pen-didikan dibandingkan perempuan.

Pola Konsumsi Rumah Tangga

Pada tahun 2009 terjadi penurunan konsumsikalori sebesar 77,71 kkal jika dibandingkan de-ngan konsumsi tahun 2008. Hasil studi Rach-man dan Suryani (2010) menunjukkan bahwakrisis Pangan Energi Finansial (PEF) menye-babkan terjadinya penurunan konsumsi kaloripada tahun 2009 di Indonesia. Hal ini juga di-rasakan secara regional di KTI di mana akibatkrisis PEF banyak rumah tangga yang tergo-long rentan mengurangi jumlah dan kualitas

pangan yang dikonsumsi. Namun, hal ini ti-dak berlangsung lama, karena pada tahun 2010konsumsi kalori per kapita KTI mulai mengala-mi peningkatan meskipun belum bisa mencapaikonsumsi yang sama dengan tahun 2008, di ma-na pada tahun 2010 konsumsi per kapita KTImeningkat sebesar 2,64 kkal jika dibandingkantahun 2009.

Pada tahun 2007–2008, harga pangan duniabergejolak akibat krisis finansial yang dialamiAmerika Serikat. Harga komoditas padi-padianmelonjak hampir tiga kali lipat dibandingkantahun sebelumnya. Untuk komoditas jagungmeningkat lebih dari tiga kali lipat yang se-mula US$2,5 menjadi US$8 per gantang. Parapakar sepakat bahwa dampak lonjakan hargaini dapat mengakibatkan kelaparan pada ma-syarakat miskin di negara berkembang (Rach-man dan Suryani, 2010). Di samping itu, de-ngan makin berkembangnya jumlah pendudukdunia dan meningkatnya kebutuhan energi, pa-dahal sumber bahan baku energi fosil semakinlangka, maka terjadi persaingan dalam peman-faatan bahan pangan untuk produksi energi na-bati. Kondisi lonjakan harga pangan dunia danpersaingan pemanfaatan pangan untuk energiyang dipicu oleh krisis finansial dunia itulahyang dikenal dengan sebutan krisis PEF.

Apabila dilihat berdasarkan kelompok ma-kanan, konsumsi kalori padi-padian menyum-bang sekitar 44,54% dari total kalori yangdikonsumsi pada tahun 2008–2010. Besarnyakontribusi padi-padian terutama beras terha-dap total konsumsi kalori menunjukkan bah-wa sampai saat ini beras masih merupakan pa-ngan pokok yang sangat penting dalam polakonsumsi di KTI. Tabel 3 menunjukkan bahwalebih dari 96% rumah tangga di KTI mengon-sumsi beras. Ketergantungan penduduk terha-dap beras sangat besar. Hanya sebagian kecilmasyarakat yang mengonsumsi pangan pokokselain beras, seperti sagu, ubi kayu, ubi jalar,dan jagung.

Diversifikasi pangan bertujuan untuk me-ningkatkan produksi pangan pokok selain be-

Page 12: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia12

Tabel 3: Persentase Rumah Tangga yang mengonsumsi Beberapa Komoditas Pangan di KTI Tahun2008–2010 (%)

Komoditas 2008 2009 2010

Beras 96,56 96,82 96,80Jagung Pipilan 9,21 8,40 7,76Ubi Kayu 35,20 30,53 28,50Ubi Jalar 10,04 8,94 9,00Sagu 7,43 6,90 7,02Kacang Tanah 4,89 4,60 4,72Kacang Kedelai 2,35 2,69 1,86Kacang Hijau 9,15 6,62 6,37Talas/keladi 6,96 7,30 5,68Kentang 6,70 6,33 6,25Gaplek 0,31 0,20 0,13

Sumber: BPS, diolah

ras, menurunkan konsumsi beras, dan mening-katkan konsumsi pangan pokok alternatif yangberimbang dan bergizi, serta berbasis panganlokal. KTI kaya akan sumber daya bahan pa-ngan hayati yang nilai gizinya tidak kalah dariberas seperti sagu, jagung, ketela, talas, dan se-bagainya. Oleh karena itu, kampanye terhadapdiversifikasi pangan dan sosialisasi makanan al-ternatif sebagai pengganti beras harus terus di-galakkan.

Berdasarkan klasifikasi daerah tempat ting-gal, pada tahun 2008 sampai dengan 2010 terli-hat bahwa rata-rata konsumsi kalori pendudukperdesaan lebih besar dibandingkan konsumsikalori penduduk perkotaan. Hal ini disebabkankarena aktivitas penduduk di perdesaan padaumumnya membutuhkan energi yang lebih be-sar dibandingkan dengan penduduk di perkota-an. Pada tahun 2009, konsumsi kalori pendu-duk di perkotaan adalah sebesar 1959,65 kkalyang berarti berada di bawah batas standarkecukupan gizi 2.000 kkal. Hal ini disebabkanberkurangnya konsumsi penduduk perkotaanterhadap padi-padian dan berpindah denganpeningkatan konsumsi umbi-umbian yang me-miliki asupan energi yang lebih rendah diban-dingkan kelompok padi-padian pada umum-nya.

Di sisi lain, konsumsi protein per kapita ju-ga turun sebesar 2,64 gram pada tahun 2009

dan kemudian meningkat kembali sebesar 1,83gram di tahun 2010, meskipun belum bisa men-capai konsumsi protein sebesar 67,70 gram pa-da tahun 2008. Di samping padi-padian, kelom-pok makanan yang memberikan asupan proteinyang besar di KTI adalah ikan. KTI merupa-kan kawasan yang terdiri lebih dari 17 ribu ke-pulauan yang dikelilingi oleh lautan di manahampir semua jenis ikan dapat ditemukan diwilayah ini, sehingga tidak mengherankan jikasebagian besar penduduk di KTI mengonsumsiikan.

Apabila dilihat dari klasifikasi daerah tem-pat tinggal, pada tahun 2008 dan 2010, asupanprotein penduduk perkotaan lebih besar diban-dingkan dengan penduduk di perdesaan. Se-mentara, pada tahun 2009 kondisinya terbalik,yaitu asupan protein penduduk perkotaan jauhlebih kecil jika dibandingkan dengan pendudukdi perdesaan. Hal ini menunjukkan pada tahun2009, penduduk perdesaan lebih mampu me-menuhi kebutuhan pangannya meskipun dalamkondisi perekonomian yang sedang turun aki-bat dampak krisis PEF.

Pola Pengeluaran KTI

Data pengeluaran Susenas terdiri atas dua ke-lompok, yaitu pengeluaran untuk makanan danbukan makanan. Permintaan untuk kedua ke-

Page 13: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 13

lompok tersebut pada dasarnya berbeda. Da-lam kondisi pendapatan terbatas, kita akanmendahulukan pemenuhan kebutuhan makan-an, sehingga pada kelompok masyarakat ber-pendapatan rendah akan terlihat bahwa se-bagian besar pendapatannya digunakan untukmembeli makanan. Seiring dengan peningkat-an pendapatan, maka lambat laun akan terjadipergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunanporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk ma-kanan dan peningkatan porsi pendapatan yangdibelanjakan untuk bukan makanan.

Pergeseran komposisi dan pola pengeluarantersebut terjadi karena elastisitas permintaanterhadap makanan secara umum rendah, se-dangkan elastisitas permintaan terhadap kebu-tuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaanini jelas terlihat pada kelompok penduduk yangtingkat konsumsi makanannya sudah menca-pai titik jenuh, sehingga peningkatan penda-patan digunakan untuk memenuhi kebutuhanbarang bukan makanan, sedangkan sisa penda-patan dapat disimpan sebagai tabungan ataudiinvestasikan.

Uraian di atas menjelaskan bahwa pola pe-ngeluaran merupakan salah satu variabel yangdapat digunakan untuk mengukur tingkat kese-jahteraan (ekonomi) penduduk, sedangkan per-geseran komposisi pengeluaran dapat meng-indikasikan perubahan tingkat kesejahteraanpenduduk. Secara keseluruhan, persentase pe-ngeluaran penduduk di KTI untuk konsumsimakanan lebih besar dibandingkan dengan per-sentase pengeluaran untuk non-makanan. Halini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraansebagian besar masyarakat di KTI masih ren-dah, sehingga lebih dari setengah pendapatan-nya dibelanjakan untuk kelompok makanan.Pola pengeluaran untuk makanan dari tahun2008 sampai dengan 2010 masih cenderung te-tap, yaitu sebesar 62% yang artinya belum ter-jadi pergeseran tingkat kesejahteraan ekonomipenduduk KTI.

Apabila dilihat dari klasifikasi daerah tem-pat tinggal, pada tahun 2008 dan 2010 persen-

tase pengeluaran per kapita masyarakat perde-saan lebih besar dibandingkan dengan masya-rakat di perkotaan. Hal ini menunjukkan bah-wa tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk diperkotaan lebih tinggi dibandingkan pendudukdi perdesaan. Namun, gambaran yang sebalik-nya terjadi pada tahun 2009 di mana pang-sa pengeluaran penduduk perkotaan terhadapmakanan lebih besar jika dibandingkan denganpangsa pengeluaran penduduk perdesaan.

Derajat Ketahanan Pangan di KTI

Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000)menyatakan bahwa derajat ketahanan pangandapat diukur berdasarkan pangsa pengeluar-an pangan dan kecukupan konsumsi kalorinya.Berdasarkan klasifikasi silang tersebut, dida-patkan bahwa sebagaian besar rumah tanggadi KTI termasuk dalam kategori rentan terha-dap rawan pangan. Jika dilihat menurut kla-sifikasi tempat tinggal, pada tahun 2008 dan2010 sebagian besar rumah tangga di perkota-an termasuk ke dalam kategori tahan pangan.Hal yang menarik terjadi pada tahun 2009, dimana penduduk di perkotaan beralih sebagianbesar menjadi kategori rawan pangan. Perge-seran kategori penduduk perkotaan pada ta-hun 2009 dari sebagian besar tahan panganmenjadi rawan pangan ini menunjukkan bahwakrisis PEF lebih berdampak terhadap pendu-duk perkotaan dibandingkan penduduk perde-saan. Sebagian besar penduduk perdesaan ter-masuk ke dalam kategori rentan pangan, yangartinya konsumsi kalorinya tercukupi, namunlebih dari 60% pendapatannya digunakan un-tuk konsumsi makanan. Sebagian besar aktivi-tas penduduk perdesaan membutuhkan ener-gi yang besar sehingga asupan kalorinya jugatinggi, namun dilihat dari tingkat kesejahte-raan ekonominya, penduduk perdesaan masihlebih rendah dibandingkan dengan pendudukperkotaan. Di samping itu, terbatasnya sara-na di perdesaan menyebabkan tingginya keren-tanan pangan di perdesaan bila dibandingkandengan perkotaan. Akses pangan di perkotaan

Page 14: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia14

Tabel 4: Rata-rata Pangsa Pengeluaran per Kapita untuk Makanan dan Bukan Makanan di KTI Tahun2008–2010

Kelompok2008 2009 2010

Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total

Makanan 0,54 0,65 0,62 0,68 0,61 0,62 0,54 0,65 0,62Non-Makanan 0,46 0,35 0,38 0,32 0,39 0,38 0,46 0,35 0,38

Sumber: BPS, diolah

cenderung lebih mudah dibandingkan denganakses pangan di perdesaan.

Berdasarkan estimasi provinsi, pada tahun2008 hampir semua provinsi di KTI termasukke dalam kriteria rentan pangan kecuali Kali-mantan Timur dan Maluku Utara yang terma-suk ke dalam kategori tahan pangan. Menurutdata Susenas 2008, Kota Balikpapan membe-rikan kontribusi yang tinggi terhadap ketahan-an pangan di Kalimantan Timur dan Kota Ter-nate memberikan kontribusi tertinggi terhadapketahanan pangan di Maluku Utara. Sebagianbesar kotamadya di KTI memberikan kontri-busi yang besar terhadap ketahanan pangandi KTI. Hal ini disebabkan karena dukunganinfrastruktur baik berupa sarana transportasi,gedung, pertokoan, sekolah, dan lain-lain lebihbanyak ditemukan di kotamadya dibandingkandi kabupaten.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Keta-hanan Pangan di KTI

Model tobit data panel digunakan untuk meng-estimasi faktor-faktor yang memengaruhi keta-hanan pangan di KTI. Jumlah observasi da-lam struktur data panel ini ada sebanyak 570sampel yang terdiri dari 15 sampel tersensordan sisanya 555 sampel tidak tersensor. Sam-pel tersensor di sini mengandung arti nilai ob-servasinya sama dengan nol. Penaksiran para-meter dilakukan dengan menggunakan metodeMaximum Likelihood Estimation (MLE), yaituteknik yang digunakan untuk mencari nilai pa-rameter yang memberi kemungkinan (likeliho-od) yang paling besar guna mendapatkan datayang terobservasi sebagai estimator. Cara me-

maksimumkan likelihood berkaitan dengan es-timasi dalam statistik, sedangkan cara menda-patkan estimasi untuk nilai parameter denganmemaksimumkan fungsi kemungkinan.

Nilai statistik WaldChi-Square sebesar 84,81dengan p-value sebesar 0,0000, yang artinya to-lak Ho. Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa pada tingkat kepercayaan 95% palingtidak ada salah satu peubah bebas yang ber-pengaruh terhadap peubah terikatnya (secarakeseluruhan model dapat menjelaskan). Pengu-jian signifikansi masing-masing variabel dapatdilihat dari p-value masing-masing variabel, dimana jika nilainya kurang dari α = 5%, makadapat dikatakan bahwa variabel bebas yang di-maksud signifikan secara statistik. Likelihood-ratio test digunakan untuk membandingkan ke-sesuaian model keseluruhan antara model ran-dom effect dengan model pooled. Berdasarkanhasil pengujian likelihood-ratio diperoleh nilaip-value sebesar 0,000, sehingga cukup buktiuntuk menolak Ho, yang artinya model ran-dom effect lebih sesuai digunakan dibanding-kan model pooled. Pemilihan model terbaik ju-ga bisa dilihat dari nilai log likelihood yang ter-besar, di mana model pooled memiliki nilai loglikelihood sebesar -2216,8193, sedangkan modelrandom effect sebesar -2109,7211.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 6, da-pat diketahui bahwa terdapat empat variabelindependen yang secara statistik signifikan me-mengaruhi ketahanan pangan di KTI, yaitupersentase penduduk miskin, PDRB per kapi-ta, persentase perempuan buta huruf, dan rata-rata lama sekolah. Sementara itu, variabel yangsecara statistik tidak signifikan memengaruhiketahanan pangan antara lain produksi pangan

Page 15: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 15

Tabel 5: Derajat Ketahanan Pangan (%)

Kategori2008 2009 2010

K D K+D K D K+D K D K+D

Tahan Pangan 48,75 25,08 31,88 2,68 35,11 30,62 45,40 24,68 30,63Rentan Pangan 27,14 52,65 45,32 31,85 44,44 42,69 27,56 51,56 44,67Kurang Pangan 14,10 6,23 8,49 15,94 9,26 10,18 15,70 6,71 9,29Rawan Pangan 10,02 16,04 14,31 49,53 11,19 16,51 11,35 17,05 15,41

Sumber: BPS, diolah

Tabel 6: Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketahanan Pangan di KTI

Variabel Koefisien Standar Error Probabilitas Elastisitas

C 145,455 77,251 0,0600* -LNPRO -10,206 0,6350 0,1080 -JLN 0,0509 0,2457 0,8360 -MISK -0,2829 0,0920 0,0020*** 0,1604LNPDRB 23,948 10,859 0,0270** 0,0786BUTA -0,2365 0,0788 0,0030*** 0,1136RLS 25,149 0,8133 0,0020*** 0,6179

Sumber: Hasil Pengolahan DataKeterangan:* signifikan pada taraf 10%Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%

dan rasio panjang jalan.

Ketersediaan pangan di KTI diproksi denganmenggunakan variabel produksi pangan per ka-pita. Berdasarkan hasil estimasi regresi, dipe-roleh bahwa produksi pangan secara statistiktidak signifikan memengaruhi ketahanan pa-ngan. Hasil studi Rachman (2010) menyata-kan bahwa masalah ketersediaan pangan yangsudah aman belum menjamin tercapainya ke-tahanan pangan. Di samping itu, Priyarsono(2011) menyatakan bahwa data produksi pa-di cenderung overestimate. Namun, berapa be-sar overestimate tersebut bervariasi menurutlokasi dan kurun waktu. Data produksi pangandidapatkan dari hasil perkalian produktivitaspangan dengan luas panen. Dengan demiki-an, untuk memperbaiki statistik padi denganmenerapkan faktor koreksi saja kurang efektif.Tindakan yang lebih fundamental seperti per-baikan pencatatan luas sawah dan pengukur-an produktivitas perlu dilakukan. Salah satuyang perlu ditelaah adalah pengukuran luas sa-wah dengan bantuan satelit, sedangkan untuk

memperbaiki data produktivitas, pelaksanaanubinan perlu dikelola petugas netral yang be-bas conflict of interest, misalkan dengan carasepenuhnya melimpahkan pekerjaan ini kepa-da Badan Pusat Statistik.

Hal lain yang bisa menjelaskan tidak sig-nifikannya produksi pangan, yaitu masyarakatKTI justru tidak menikmati produksi panganmereka. Kontribusi Raskin cukup besar terha-dap konsumsi masyarakat KTI terhadap berassebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 7, sehing-ga masyarakat KTI lebih mengandalkan bantu-an Raskin dibandingkan dengan produksi pa-ngan mereka sendiri. Selain itu, produksi pa-ngan yang dianalisis dalam studi ini meliputitujuh komoditas yaitu padi, jagung, ubi kayu,ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan ka-cang hijau. Produksi pangan lokal seperti sa-gu, talas, gaplek, dan lain-lain belum dimasuk-kan ke dalam analisis regresi ini dikarenakanketerbatasan data pada level kabupaten/kota.Tidak signifikannya variabel produksi panganmemengaruhi ketahanan pangan di kawasan ini

Page 16: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia16

Tabel 7: Persentase Rumah Tangga Penerima Raskin di KTI Tahun 2008–2010 (%)

Provinsi 2008 2009 2010

Nusa Tenggara Barat 85,59 76,22 81,39Nusa Tenggara Timur 34,3 46,65 53,16Kalimantan Barat 39,95 27,92 44,62Kalimantan Tengah 41,43 28,51 32,67Kalimantan Selatan 27,12 15,16 23,99Kalimantan Timur 18,88 20,72 18,62Sulawesi Utara 35,75 36,32 38,52Sulawesi Tengah 48,88 29,2 42,15Sulawesi Selatan 28,61 21,37 29,4Sulawesi Tenggara 33,64 24,59 53,36Gorontalo 44,5 32,76 46,98Sulawesi Barat 44,24 45,23 52,87

Sumber: Susenas Panel 2008–2010, diolah

menjadi salah satu penjelasan dari latar bela-kang studi ini, yaitu adanya kontradiksi bebe-rapa kabupaten yang sebenarnya surplus pa-ngan namun dikategorikan sebagai rentan pa-ngan.

Variabel rasio panjang jalan digunakan seba-gai proksi dari pilar aksesibilitas pangan. Na-mun, berdasarkan hasil estimasi regresi modeltobit, rasio panjang jalan tidak signifikan me-mengaruhi ketahanan pangan di KTI. Wila-yah KTI merupakan daerah yang masih ba-nyak dijumpai gunung, hutan, dan lautan. Sa-rana transportasi yang digunakan di sana tidakhanya mengandalkan jalur darat saja, namunperanan jalur udara maupun air sangat pen-ting di KTI. Transportasi udara dan air jugaberfungsi mempercepat aktivitas perekonomi-an dan memperlancar suplai logistik khususnyake daerah-daerah terpencil yang belum terja-mah oleh pembangunan infrastruktur jalan da-rat.

Akses terhadap pangan yang diproksi de-ngan variabel persentase penduduk miskinmemengaruhi ketahanan pangan di KTI se-cara negatif dengan nilai elastisitas sebesar0,1604%. Apabila jumlah penduduk miskinmengalami kenaikan 1%, maka akan menu-runkan jumlah rumah tangga tahan pangan se-besar 0,1604%. Pertumbuhan ekonomi yang di-capai oleh masyarakat miskin atau yang dike-

nal dengan pro poor growth adalah salah satukomponen strategi pencapaian ketahanan pa-ngan (Timmer, 2004). Semakin tinggi jumlahpenduduk miskin menunjukkan kesejahteraandi wilayah tersebut semakin rendah. Pengha-silan masyarakat KTI sebagian besar diguna-kan untuk konsumsi makanan sehingga pangsapengeluaran pangannya tinggi.

Begitu pula untuk PDRB per kapita yangjuga merupakan proksi dari akses terhadap pa-ngan berpengaruh secara positif terhadap jum-lah rumah tangga tahan pangan di KTI dengannilai elastisitas sebesar 0,0786. Artinya, seti-ap kenaikan 1% PDRB per kapita pendudukKTI akan meningkatkan jumlah rumah tang-ga tahan pangan sebesar 0,0786%. Semakintinggi PDRB per kapita suatu kabupaten/kotamengindikasikan semakin meningkat kesejahte-raan penduduknya. Namun, menurut Harper etal. (1986), PDRB hendaknya jangan digunakansebagai satu-satunya ukuran pembangunan su-atu wilayah, karena ia tidak selalu menunjuk-kan kualitas hidup rakyat yang bertempat ting-gal di situ. Kecukupan gizi merupakan salahsatu komponen kualitas hidup sehingga perlumendapatkan perhatian yang lebih serius.

Pemanfaatan pangan diproksi dengan per-sentase perempuan buta huruf dan rata-ratalama sekolah. Persentase perempuan buta hu-ruf signifikan secara negatif memengaruhi jum-

Page 17: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia 17

lah rumah tangga tahan pangan di KTI dengannilai elastisitas sebesar 0,1136. Begitu pula un-tuk variabel rata-rata lama sekolah berpenga-ruh signifikan positif terhadap ketahanan pa-ngan di KTI. Rata-rata lama sekolah meru-pakan variabel yang memiliki pengaruh palingtinggi terhadap ketahanan pangan di KTI. Halini terlihat dari nilai elastisitasnya yang palingtinggi, yaitu sebesar 0,6179 yang artinya setiapkenaikan rata-rata lama sekolah sebesar 1% a-kan meningkatkan jumlah rumah tangga tahanpangan sebesar 0,6179%. Pendidikan dan pe-ngetahuan perempuan (terutama ibu dan pe-ngasuh rumah tangga) akan pentingnya pengo-lahan pangan sangat mempengaruhi tingkat gi-zi anggota rumah tangga yang pada akhirnyaakan memengaruhi tingkat ketahanan pangan.

Simpulan

Berdasarkan hasil dan analisis di atas, studi inimenyimpulkan beberapa hal, antara lain padatahun 2008–2010 sebagian besar rumah tanggadi KTI terutama di perdesaan termasuk ke da-lam kategori rentan terhadap rawan pangan.Dinamika ketahanan pangan di KTI dari ta-hun 2008 sampai dengan 2010 berfluktuasi ter-utama untuk daerah perkotaan. Tahun 2009,persentase rumah tangga tahan pangan di per-kotaan merosot tajam dan kembali meningkatpada tahun 2010. Ketahanan pangan dipenga-ruhi secara signifikan oleh persentase pendu-duk miskin, PDRB per kapita, serta persenta-se perempuan buta huruf dan rata-rata lamasekolah. Peubah rata-rata lama sekolah seba-gai proksi pemanfaatan pangan memiliki nilaielastisitas tertinggi. Hal ini menunjukkan bah-wa pendidikan dan pengetahuan dalam peman-faatan pangan memiliki pengaruh terbesar ter-hadap ketahanan pangan di KTI.

Beberapa implikasi kebijakan yang dapat di-berikan dari studi ini antara lain dari sisi eko-nomi, peningkatan aksesibilitas rumah tang-ga terhadap pangan perlu upaya peningkat-an pendapatan, dan daya beli rumah tangga.

Dalam hal ini sektor pertanian perlu menda-pat dukungan kuat dari sektor lain terutamadalam peningkatan pendapatan penduduk diperdesaan. Terkait dengan itu, pengembanganagroindustri di perdesaan merupakan salah sa-tu strategi yang perlu dikedepankan. Terkaitdengan nilai elastisitas rata-rata lama sekolahyang tertinggi dan persentase perempuan bu-ta huruf yang juga cukup tinggi, maka pendi-dikan hendaknya menjadi prioritas utama da-lam meningkatkan ketahanan pangan di KTI.Rata-rata lama sekolah penduduk di KTI baruberkisar sebesar 7,25 tahun, sehingga programWajib Belajar (Wajar) 9 tahun perlu menda-patkan menjadi prioritas kebijakan di KTI.

Model analisis yang digunakan dalam studiini masih bisa terus dikembangkan lebih lanjut.Variabel-variabel bebas yang digunakan dalamstudi ini masih terbatas pada variabel-variabelyang merupakan proksi dari tiga pilar utamaketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan,aksesibilitas pangan, dan pemanfaatan pangan.Dalam rangka penyempurnaan model, studi se-lanjutnya dapat menambahkan satu pilar lagiyang sifatnya temporer, yaitu pilar stabilisasipangan. Beberapa variabel yang dapat digu-nakan sebagai proksi stabilisasi pangan anta-ra lain curah hujan, inflasi yang didekati de-ngan deflator PDRB, jumlah bencana alam,dan lain-lain.

Studi ini menganalisis faktor-faktor yangmemengaruhi ketahanan pangan regional diKTI dengan unit analisis kabupaten/kota. Ke-tahanan pangan di tingkat regional belummenjamin terciptanya ketahanan pangan ditingkat rumah tangga. Oleh karena itu, sa-ran studi selanjutnya adalah untuk mengana-lisis faktor-faktor yang memengaruhi ketahan-an pangan di KTI dengan unit analisis rumahtangga. Unit sampel rumah tangga Susenas Pa-nel sama pada tahun 2008 sampai 2010, sehing-ga bisa digunakan untuk analisis model datapanel rumah tangga 2008–2010. Namun, me-mang ada beberapa (sedikit) unit sampel ru-mah tangga yang tidak sama antara 2008–2010

Page 18: Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia Food Security ...

Triana R. & D. S. Priyarsono/Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia18

dikarenakan beberapa alasan seperti suatu ru-mah tangga tidak diketemukan lagi. Oleh ka-rena itu, unit sampel rumah tangga Susenas2008–2010 perlu disesuaikan atau disamakanterlebih dahulu sebelum dianalisis lebih lanjut.

Kawasan Timur Indonesia terkenal dengankomoditas lokal seperti sagu dan gaplek. Da-lam studi ini, kedua komoditas tersebut diana-lisis dari sisi konsumsinya. Dengan demikian,sebagai saran untuk studi selanjutnya, dirasasangat penting untuk menganalisis lebih lan-jut komoditas lokal masing-masing daerah di-lihat dari sisi produksinya. Penghitungan de-rajat ketahanan pangan dalam studi ini hanyamemperhitungkan tingkat ketercukupan kalo-ri. Sebagai saran selanjutnya dapat memperhi-tungkan tingkat ketercukupan protein, lemak,maupun karbohidrat.

Daftar Pustaka

[1] Demeke, A. B., & Zeller, M. (2009). Using PanelData to Estimate The Effect of Rainfall Shocks onSmallholders Food Security and Vulnerability inRural Ethiopia. Research in Development Econo-mics and Policy Discussion Paper, 2/2009. Ger-many: University of Hohenheim.

[2] Dewan Ketahanan Pangan. (2009). Peta Ketahan-an dan Kerentanan Pangan Indonesia. Jakarta:Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan-BKP Dept-an.

[3] FAO. (2007). What is Food Security?http://www.bb.undp.org/uploads/file/ppts/

poverty/FAO%20-%20About%20Food%20Security%

20-%20070614.pdf (Accessed May 26, 2011).[4] Gross, R., Schoeneberger, H., Pfeifer, H., &

Press, H. A. (2000). The Four Dimensions ofFood and Nutrition Security: Definitions andConcepts. http://www.foodsec.org/DL/course/

shortcourseFA/en/pdf/P-01_RG_Concept.pdf

(Accessed June 15, 2011).[5] Gujarati, D. N. (2004). Basic Eeconometrics, 4th

ed. Singapoe: McGraw-Hill Companies.[6] Harper, L. J., Deaton, B. J., & Driskel, J. A.

(1986). Pangan dan Gizi, Edisi 2. Jakarta: UIPress.

[7] Honore, B. E. (1992). Trimmed Lad and Least Squ-ares Estimation of Truncated and Censored Re-gression Models with Fixed Effects. Econometrica,60 (3): 533–565.

[8] Indonesia, R. (1996). Undang-Undang Nomor 7Tahun 1996 tentang Pangan.

[9] Juanda, B. (2009). Ekonometrika Pemodelan danPendugaan. Bogor: IPB Press.

[10] Kalwij, A. S. (2004). A Two-Step First-DifferenceEstimator for A Panel Data Tobit Model Un-der Conditional Mean Independence Assumptions.Center Discussion Paper Series, 2004-67, Institutefor the Study of Labor (IZA).

[11] Maddala, G. S. (1987). Limited Dependent Va-riable Models Using Panel Data. The Journal ofHuman Resources, 22 (3), 307–338. University ofWisconsin Press.

[12] Maxwell, D., Levin, C., Klemesu, M. A., Ruel, M.,Morris, S., & Ahiadeke, C. (2000). Urban Liveliho-ods and Food and Nutrition Security, in GreaterAccra Ghana. Research Report, 112. WashingtonDC: IFPRI.

[13] Nuhung, I. A. (2010). Pertanian, Kemiskinan danKawasan Timur Indonesia. Jakarta: PT. WahyuPromo Citra.

[14] Omotesho, O. A., Adewumi, M. O., Lawal, M. A.,& Ayinde, O. E. (2006). Determinants of Food Se-curity Among The Rural Farming Households inKwara State, Nigeria. African Journal of GeneralAgriculture, 2 (1), 7–15.

[15] Prasetyo, R. & Firdaus, M. (2009). Pengaruh In-frastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayahdi Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pem-bangunan, 2 (2), 222–236.

[16] Priyarsono, D. S. (2011). Dari Pertanian ke Indus-tri Analisis Pembangunan dalam Perspektif Ekono-mi Regional. Bogor: IPB Press.

[17] Rachman, H. P. S. (2010). Aksesibilitas Pangan:Faktor Kunci Pencapaian Ketahanan Pangan diIndonesia. Pangan, 19 (1), 147–156.

[18] Rachman, H. P. S. & Suryani, E. (2010). Dam-pak Krisis Pangan-Energi-Finansial (PEF) terha-dap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional. ForumPenelitian Agro Ekonomi, 28 (2), 107–121.

[19] Timmer, C. P. (2004). Food Security and EconomicGrowth: An Asian Perspective. Heinz W. ArndtMemorial Lecture. Canberra.

[20] Wang, J. (2010). Food Security, Food Prices andClimate Change in China: a Dynamic Panel Da-ta Analysis. Agriculture and Agricultural ScienceProcedia, 1, 321-324.

[21] Wooldridge, J. M. (2002). Econometric Analysis ofCross Section and Panel Data. London: The MITPress.