Top Banner
1 PAPER UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL Disusun sebagai tugas mata kuliah Hukum Investasi dan Pasar Modal Dosen: Prof. Erman Rajagukguk, SH., LLM., Ph.D Dr. Yetty Komalasari Dewi, SH., ML.I Dibuat oleh: LUSDA ASTRI, SH NPM: 1306424804 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PEMINATAN HUKUM EKONOMI JAKARTA 2014
30

KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

Feb 26, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

1

PAPER

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL

Disusun sebagai tugas mata kuliah Hukum Investasi dan Pasar Modal

Dosen: Prof. Erman Rajagukguk, SH., LLM., Ph.D

Dr. Yetty Komalasari Dewi, SH., ML.I

Dibuat oleh:

LUSDA ASTRI, SH

NPM: 1306424804

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMINATAN HUKUM EKONOMI

JAKARTA

2014

Page 2: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

2

KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI

DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT

AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

(MEA) 2015

Oleh Lusda Astri, SH

Latar belakang

Perubahan yang cepat di lingkungan regional dan derasnya arus globalisasi jelas

memunculkan tantangan-tantangan baru yang jauh lebih berat bagi ASEAN1.

Pengalaman di masa lalu dan sekarang menunjukkan bahwa tanpa mekanisme

kelembagaan yang memadai, termasuk yang bersifat regional kemajuan tidak

mudah diraih. Mekanisme kelembagaan ini akan membantu mengumpulkan

sumber daya dengan lebih efektif, seperti biaya bersama dan distribusi perolehan

dengan lebih setara. ASEAN memerlukan konsolidasi kerjasama regional dan

peningkatan kapasitasnya untuk bertindak dalam lingkup internasional. Ini

memerlukan penyesuaian organisasi dan penerapan identitas internasional.

ASEAN perlu memajukan integrasi yang lebih besar dan memiliki personalitas

hukum. Agar memenuhi tantangan tersebut, ASEAN perlu memastikan bahwa

perjanjian-perjanjian ASEAN dilaksanakan secara efektif. Dan perancangan

Piagam ASEAN berlaku sebagai langkah penting menuju pemenuhan persyaratan

tersebut.

Penandatanganan Piagam ASEAN Desember 2008 menandai babak baru ASEAN

dari kerjasama yang bersifat ‘persaudaraan’ menjadi organisasi yang berdasarkan

suatu komitmen bersama yang mengikat secara hukum. Piagam ASEAN

memberikan ASEAN dasar yang kokoh bagi kerjasama intra regional dan bagi

peran internasional yang lebih efektif. Dengan kejelasan visi, tujuan, perbaikan

1ASEAN singkatan dari Association Southeast Asia Nation, adalah kawasan integrasi regional

yang dibentuk pada tahun 1967 yang anggotanya terdiri dari Negara-negara yang terletak di

Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Laos, Kamboja,

Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam.

Page 3: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

3

struktur organisasi, adanya mekanisme pengambilan keputusan dan mekanisme

penyelesaian konflik, serta peningkatan peran dan mandat seketariat ASEAN,

diharapkan dapat lebih menjamin implementasi kesepakatan-kesepakatan ASEAN

yang telah dicapai.

Pada tahun 2015 sepuluh ekonomi Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara

(ASEAN) akan mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, untuk

menciptakan sebuah pasar tunggal berbasis produksi yang sangat kompetitif yang

mendorong pembangunan ekonomi yang adil bagi seluruh negara anggota, serta

memfasilitasi integrasi dengan masyarakat global. Untuk mencapai target ini,

ASEAN mengadopsi Cetak Biru MEA2

pada bulan November 2007 yang

menguraikan langkah-langkah yang akan dilaksanakan berdasarkan jadwal

pelaksanaan. Berlakunya Piagam ASEAN dan diadopsinya Roadmap terpadu

untuk Masyarakat ASEAN tahun 2015, telah memberikan dorongan untuk

mencapai tujuan ini.

Dalam rangka menciptakan pasar tunggal berbasis produksi diantara Negara

anggota kawasan ASEAN, para pemimpin Negara anggota ASEAN menyepakati

kerangka hukum dalam mengembangkan 4 pilar penting dalam mewujudkan

MEA 2015. Keempat pilar tersebut antara lain arus barang yang bebas, arus jasa

yang bebas, arus investasi yang bebas, dan arus modal yang lebih bebas. Keempat

pilar ini memiliki payung hukum yang telah disepakati berupa ASEAN Trade in

Goods Agreement (ATIGA) yang mengatur tentang arus barang yang bebas,

ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang mengatur arus jasa

yang bebas, ASEAN Comprehensive Agreement on Investment (ACIA) yang

mengatur arus investasi yang bebas, serta Chiang Mai Initiative

Multilateralisation (CMIM) yang mengatur tentang arus modal yang lebih bebas.

Arus investasi yang bebas sangat penting bagi Negara anggota ASEAN. Menurut

buku tentang informasi umum masyarakat ekonomi ASEAN yang diterbitkan

Kementerian Perdagangan 2011, arus investasi asing lansung ke ASEAN tercatat

2www.asean.org/5187- 10.pdf, diakses pada tanggal 14 Nopember 2014.

Page 4: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

4

relatif tinggi. Bahkan saat terjadi krisis global 2008, investasi asing langsung ke

kawasan Asean mencapai 59,7 miliar dolar AS. Tahun 2010, total investasi

langsung yang masuk ke ASEAN tercatat 75,8 miliar dollar AS, atau naik dua kali

lipat dibandingkan dengan tahun 2009. Sebagian besar investasi langsung tersebut

berasal dari sektor jasa. Tahun 2010, sumbangan sektor jasa mencapai 65,7

persen, sementara sektor manufaktur sebesar 28,1 persen.3

Sebaliknya,

pertumbuhan arus investasi intra-ASEAN tercatat masih kecil, hanya meningkat

13,4 persen menjadi 10,7 miliar dolar AS pada 2008. Padahal pasar terbesar ada di

kawasan ASEAN, namun kerjasama intra-ASEAN belum optimal. Menyadari

pentingnya aliran dana investasi sebagai komponen pembangunan, Negara

anggota ASEAN secara individu telah berusaha melakukan berbagai reformasi

atas rezim investasinya yang kemudian dikoordinasi dalam wadah kerjasam

regional. Oleh karenanya para pemimpin Negara Anggota ASEAN berusaha

menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk meningkatkan investasi intra-

ASEAN serta meningkatkan daya saing untuk menarik investasi asing langsung

ke kawasan ASEAN melalui payung hukum ACIA.

Melalui ACIA, baik investor ASEAN dan investor asing berbasis ASEAN dapat

mengambil manfaat dari liberalisasi investasi yang lebih besar dan proteksi

investasi yang semakin membaik. Hal menarik yang patut dipertanyakan adalah

bagaimana aturan main arus investasi yang bebas dalam meningkatkan investasi

intra-ASEAN dalam menuju MEA 2015 sehingga para Negara Anggota ASEAN

khususnya Indonesia dapat mempersiapkan diri dan mengambil langkah-langkah

yang tepat untuk mendorong investasi langsung asing masuk ke Indonesia tanpa

merugikan masyarakat Indonesia, merupakan kajian yang akan penulis paparkan

dalam tulisan ini.

3http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/15/02224425/Liberalisasi.Investasi.Tahun.2

012, diakses pada tanggal 14 Nopember 2014.

Page 5: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

5

Teori Hukum Mengenai Liberalisasi Perdagangan Bebas: ASEAN

Jika kita berbicara mengenai perdagangan bebas maka terdapat beberapa pemikir

dengan ide mereka yang relevan mengenai filosofi dari perdagangan bebas, antara

lain Aristoteles, John Rawls, dan Frank J. Garcia. Aristoteles mengenalkan

Theory of Justice yang terdiri dari distributive justice dan rectificatory justice4.

Pada dasarnya distributive justice adalah peristiwa apabila hukum dan institusi

publik mempengaruhi alokasi manfaat-manfaat social5. Rectificatory justice pada

intinya adalah ukuran dari prinsip-prinsip teknis yang mengatur penerapan

hukum6. Lebih lanjut Aristoteles mengemukakan bahwa “…the judge tries to

equalize things by means of the penalty, taking away from the gain of the

assailant. For them ‘gain’ is applied generally to such cases…”7. Pada intinya

rectificatory justice meliputi pemulihan keadaan terhadap keuntungan yang

diperoleh dengan cara tidak wajar8

. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh

4Aristoteles, The Nichomachean Ethics, Translates with an introduction by David Ros,

Revised by j.c. aCKRILL AND j.o Urmson, Oxford University Press, Oxford: first published,

1925, h. 109. 5Distributive justice memberi pengarahan dalam pembagian barang-barang dan penghargaan

kepada masing-masing pribadi sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat. Hal ini

mengharuskan perlakuan yang sama kepada mereka yang berkedudukan sama di hadapan

hukum. Oleh Aristoteles dikemukakan bahwa: “…awards should be ‘according to merit’, for

all men agree that what is just in distribution must be according to merit in some

sense,….democrat identify it with the status of freeman, supporters of oligarchy with wealth

(or with noble birth), and supporters of aristocracy with excellent….the just, then, is a species

of the proportionate…Lihat, Alan Ryan ed.:introduction to justice, Oxford: Oxford Univesity

Press, 2000, h. 8-15. Lihat juga Frank J Garcia, “Trade and Justice: Linking the trade

lingkage debate, 1998, h.398-400. 6

Dalam pengaturan hubungan-hubungan hukum harus ada standar umum untuk

menanggulangi akibat-akibat dari tindakan-tindakan tanpa memandang siapa pun orangnya.

Hukuman harus memperbaiki kejahatan, ganti rugi harus memperbaiki penyelewengan

perdata, pengembalian harus memulihkan keuntungan yang diperoleh dengan cara tidak

wajar. Oleh Aristoteles dikemukakan bahwa: “…the law looks only to the distinctive

character of the injury, and treats the parties as equal, if one is in the wrong and the other is

being wronged, and if one inflicted injury and the other has received it”. Aristoteles, The

Nichomacean Ethics, Ibid. h. 115. 7Lihat Aristoteles, The Nichomacean Ethics, Ibid. h. 115.

8Berdasarkan terminology Aristoteles, keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan cara

yang tidak wajar adalah keuntungan-keuntungan yang melampaui kuantitas keuntungan yang

dapat diperoleh oleh suatu pihak dalam kondisi ‘fair’ sebagaimana telah dikukuhkan dalam

Page 6: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

6

dengan cara tidak wajar sering dijumpai pada persaingan internasional dalam

kaitannya dengan pangsa pasar sebagai hasil liberalisasi perdagangan. Contoh

mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan jenis ini adalah panel WTO yang

merupakan lembaga untuk penerapan antar Negara prinsip-prinsip ‘corrective

justice’ terhadap situasi-situasi dalam hal perolehan keuntungan dari satu Negara

atau perusahaan-perusahaan di satu Negara dipertanyakan9.

Pemikiran Aristoteles ini dikembangkan oleh John Rawls, yang menerjemahkan

terminologi rectificatory justice. Rawls mengemukakan bahwa hukum ekonomi

internasional juga meliputi mekanisme untuk indetifikasi dan koreksi terhadap

keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan cara tidak wajar, melalui

mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan kesepakatan multilateral. John

Rawls berpendapat bahwa ‘justice’ diperlukan sebagai mekanisme untuk alokasi

keuntungan-keuntungan yang dihasilkan dari suatu kerjasama social. Pendapat ini

didukung oleh Beitz dan Garcia10

. Konsepsi umum Rawls tentang ‘justice’ di

dalam A Theory of Justice biasa disebut sebagai Justice as Fairness. Konsepsi

umum ini dirinci lebih lanjut menjadi dua prinsip yakni the principle of equal

liberty11

dan the difference principle. Menurut pendapatnya penerapan kedua

prinsip tersebut akan memadai untuk perwujudan keadilan bagi semua system

alokasi “social primary goods”.

Namun, dalam karyanya ini Rawls membatasi lingkup laku prinsip-prinsip justice

tersebut hanya dalam lingkup masyarakat domestic12

. Hal ini dapat dipahami

kesepakatan internasional tentang alokasi keuntungan-keuntungan. Lihat Ryan, Alan ed.:

Opcit, h. 8-15. 9Ibid.

10Charles R. Beitz, “Political Theory and International Relations”, Princeton UNcersity

Press, 1991, h. 131. Beitz berpendapat bahwa: “the requirement of justice apply to institution

and practices (whether or not they are genuinely cooperative) in which social activity

produce relative or absolute benefits or burdens that would not exist if the social activity did

not take place”. 11

Rawls: “Principles of equality is one of John Rawls principles of justice, stated that each

person has an equal right to the most extensive liberties compatible with similar liberties for

all”. William H. Page, “The Power of the Contracting Parties to Alter a Contract for

Rendering Performance to a Third Person”, 12 Wis. L.Rev, H. 141. 12

John Rawls, A Theory of Justice. Harvard University Presss, 1971, h. 28.

Page 7: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

7

mengingat kondisi karya yang ditulisnya pada tahun 1970-an sangat berbeda

dengan keadaan saat ini. Namun dalam karya berikutnya, The Law of The

Peoples, yang ditulis pada saat ketergantungan antarnegara tidak dihindarkan lagi,

dengan sedikit perluasan13

, Rawls tetap bertahan pada pendapatnya bahwa lingkup

laku prinsip-prinsip justice hanya terbatas pada lingkup masyarakat domestic14

.

Jadi pusat perhatian Rawls dalam kajian “justice” adalah pada “peoples” bukan

pada “states”15

.

Dari sudut pandang hukum internasional. Pemikiran Rawls tentang The Law of

The Peoples ini dipandang memiliki dua kelemahan, yakni dari perspektif

empiris16

dan dari perspektif normatif17

. Menurut Rawls, kelemahan ini timbul

karena kondisi-kondisi bagi “international peace and justice” tergantung pada

keberadaan “domestic justice” terlebih dahulu18

. Pendapat ini merupakan

pencerminan pendekatan Emmanuel Kant dalam “Perpetual Peace”, yang

pertama-tama harus mewujudkan bagaimana seharusnya interaksi diantara sesame

“just state” tersebut19

. Dengan demikian, kajian Rawls adalah untuk merumuskan

13

Perluasan lingkup laku prinsip-prinsip justice tersebut mencapai hubungan antara

masyarakat liberal sebagai pedoman bagi “foreign policynya” dengan masyarakat tertentu,

tetapi tidak sampai mencapai bentuk hukum internasional sebagai hukum yang mengatur

hubungan antarnegera. Ditekankannya bahwa lingkup laku prinsip-prinsip justice berlaku

dalam hubungan antara masyarakat, yang disebutnya sebagai ‘justice within the society of

people’. 14

John Rawls, The Law of The Peoples” 20 Critical Inquiry 36, 1993. Untuk memperjelas

rinciannya, Rawls membedakan lima tipe masyarakat yaitu liberal, decent hierarchical,

outlaw, burdened, dan benevolent absolutes. Pusat perhatian dan inti dari kajian Rawls adalah

untuk memperjelas landasan dimana masyarakat liberaldan masyarakat non liberal tetapi

“decent peoples” dapat menyetujui prinsip-prinsip hidup berdampingan dengan fair. 15

Lihat John Rawls, The Law of The Peoples”, 1993. 16

Dari perspektif empiris The Law of The Peoples tidak memadai sebagai kajian substansi

doctrinal dan normative bagi hukum internasional mutakhir, sebagai perihal yang senyatanya

dapat kita jumpai. Lihat John Rawls, The Law of The Peoples”, 1993, h. 45. 17

Ibid. 18

Kant menekankan bahwa hukum internasional yang sah secara moral didasarkan pad aliansi

antara bangsa-bangsa yang bebas dipersatuakan oleh komitmen moral terhadap kebebasan

individu melalui kesetiaan mereka terhadap “international rule of law” dan oleh manfaat-

manfaat bersama yang dihasilkan dari hubungan yang penuh kedamaian. Lihat Franc J.

Garcia, Book Review on “The Law of the Peoples”, Houston Journal of International Law,

vol.33, 2001, h.665. 19

Immanuel Kant, Perpetual Peace. Colombia University Press, 1939, h. 12-37.

Page 8: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

8

prinsip-prinsip normative sebagai pedoman bagi kebijakan luar negeri dari

masyarakat liberal; kegiatan tersebut bukan pembentukan “international justice”

untuk lingkup kosmopolitan.

Selanjutnya, pemikiran tersebut diperdalam kajiannya oleh Frank J Garcia,

khususnya kajian tentang “redistributive justice” dalam hukum perdagangan

internasional pada buku karangannya yang berjudul Trade, Inequality, and

Justice: To World a Liberal Theory of Just Trade karena kecewa dengan

pemikiran Rawls yang gagal dalam penerapan di bidang perdagangan

internasional. Karya Garcia ini adalah buku yang pertama kali menerapkan

konsep asbstrak “Theory of Justice” ke dalam permasalahan konkrit di bidang

hukum perdagangan internasional.

Dalam sudut pandang normative, berdasarkan ketiga bentuk Liberal Theory of

Justice-utilitarian20

, libertarian21

, dan egalitarian22

,Just Trade harus berwujud

sebagai Free Trade yaitu bahwa hubungan-hubungan ekonomi internasional harus

bebas dari restriksi-restriksi yang diciptakan oleh pemerintah baik dalam bentuk

hambatan-hambatan tariff maupun non tariff. Pemikiran John Rawls dikritik oleh

Garcia karena gagal dalam penerapan di bidang perdagangan internasional. Garcia

memperdalam kajian “redistributive justice” dalam hukum perdagangan

20

Aliran utilitarian dalam mempertahankan pemikirannya mempergunakan argumen-argumen

“Teleologis/Konsekuensialis” dan berlandaskan “Theory of The Good”. Berdasarkan

pendekatan “Teleologis/Konsekuensialis” suatu tindakan dinilai positif atau negatif dari

akibat konsekuensi yang ditimbulkannya. Berdasarkan “A Theory of the Good” secara

teleologis tindakan yang benar adalah tindakan yang benar yang menimbulkan akibat postif

berupa pencapaian maksimal atas “utility” atau “happiness”. Lihat : John Rawls : A Theory

of Justice, Harvard University Press, Cambridge, 1971, hlm. 24. 21

Aliran-aliran Libertarian dan Egalitarian mempergunakan argumen-argumen

“Deontologis” dan bersandar pada “Theory of the Right”. Berdasarkan pendekatan

“Deontologis” yang mengacu pada formulasi Kantian tentang kewajiban moral (deon=duty)

terhadap umat manusia. Berdasarkan pendekatan ini dalam semua tindakan manusia harus

dinilai sebagai “ends” bukan sebagai “mens”. Berdasarkan “A Theory of the right” secara

deontologis kewajiban untuk bertindak adil timbul dari kewajiban manusia untuk

menghormati “fundamental right” pihak lain. Lihat : ibid, hlm. 44. 22

Berdasarkan “A Theory of the Right” secara deontologis kewajiban untuk bertindak adil

timbul dari kewajiban manusia untuk menghormati “moral equity” pihak lain. Lihat : ibid,

hlm. 95.

Page 9: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

9

internasional melalui bukunya yang bejudul Trade, Inequality, and Justice:

Toward a Liberal Theory of Just Trade. Garcia mengemukakan pendapatnya

dalam buku tersebut bahwa pada hubungan antara negara maju dengan negara

berkembang di dalam hukum perdagangan internasional timbul masalah

“redistributive justice”.23

Kemudian dalam artikelnya “Building A Just Trade

Order for A New Millenium” Garcia mengemukakan bahwa hukum ekonomi

internasionl juga meliputi mekanisme untuk identifikasi dan koreksi terhadap

keutungan yang diperoleh dengan cara tidak wajar, melalui mekanisme

penyelesaian sengketa yang berdasarkan kesepakatan multilateral. Contoh Panel

WTO dapat dikategorikan sebagai lembaga yang menerapkan prinsip “corrective

justice” antar negara anggota WTO terhadap situasi dimana perolehan

keuntungan oleh suatu negara atau oleh perusahaan-perusahaan di negaranya

diperoleh dengan cara tidak wajar24

.

Garcia berpendapat bahwa Just Trade harus berwujud sebagai Free Trade yaitu

bahwa hubungan-hubungan perdagangan internasional harus bebas dari

hambatan-hambatan atau batasan-batasan yang dibuat oleh pemerintah, dari

berbagai bentuk baik itu hambatan tariff maupun non-tarif25

. Garcia

menyimpulkan Theory of Justice liberal di bidang hukum perdagangan

internasional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hukum perdagangan internasional yang adil harus dirumuskan

sedemikian rupa untuk melindungi kesetaraan moral seluruh individu

yang terpengaruh olehnya, meliputi komitmen terhadap free trade

sebagai prinsip ekonomi, terutama untuk mempertahankan keadilan

sebagai prasyarat liberal.

2. Teori liberal tentang perdagangan yang adil mempersyaratkan bahwa

hukum perdagangan internasional harus beroperasi sedemikian rupa

untuk kepentingan Negara-negara yang paling tidak diuntungkan,

23

Frank J. Garcia. Trade, Inequality, and Justice: Toward a Liberal Theory of Just Trade,

Transnastional Publisher, NewYork, 2000, hlm. 979. 24

Frank J. Garcia. Building a Just Trade Order for Millenium, George Washington

International Law Review, Vol. 33, 2001, hlm. 1015-1062. 25

Frank J. Garcia. Building a Just Trade Order for Millenium, Ibid hlm. 1044.

Page 10: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

10

dengan demikian menggaris bawahi pentingnya prinsip “special and

differential treatment” sebagai justifikasi bagi hukum perdagangan

internasional.

3. “Liberal justice” mempersyaratkan bahwa hukum perdagangan

internasional tidak mengorbankan hak-hak asasi manusia, dan

perlindungan yang efektif terhadap hak-hak asasi manusia dalam

rangka pencapaian keuntungan.26

Penggunaan Theory of Justice oleh Aristoteles dan disempurnakan oleh pemikiran

Garcia ini akan dijadikan sebagai landasan teoritis pada tulisan ini.

Konsep Liberalisasi Investasi ASEAN

ACIA berlaku pada tanggal 29 Maret 2012, pada dasarnya merupakan kodifikasi

dari berbagai kesepakatan investasi yang sudah ada di ASEAN. Kesepakatan

investasi tersebut adalah ASEAN Agreement for the Promotion and Protection of

Investments tahun 1987 atau ASEAN Investment Guarantee (IGA), The

Framework on the ASEAN Investment Area (AIA)27

beserta protocol terkaitnya,

yang ditandatangani pada 7 Oktober 1998 yang mulai berlaku pada 7 April 1999.

Perjanjian-perjanjian tersebut merupakan inisiatif investasi yang bertujuan

mewujudkan ASEAN sebagai kawasan investasi yang menarik, kompetitif,

terbuka dan bebas dalam rangka menarik dan meningkatkan arus investasi asing

baik dari luar maupun dalam kawasan secara berkesinambungan. Perjanjian ini

mengikat Negara anggota untuk secara progresif mengurangi atau menghapus

peraturan, kebijakan dan kondisi yang dapat menghambat arus investasi masuk

dan memastikan pelaksanaan proyek penanaman modal asing di ASEAN dicapai

dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dengan demikian kawasan ASEAN

menjadi tujuan investasi yang menarik sekaligus mencegah terjadinya perang

insentif antarnegara anggota. Dalam perjanjian ini, cakupan investasi adalah

26

Frank J. Garcia. Building a Just Trade Order for Millenium, Ibid hlm. 1062 dan Agus

Brotosusilo, Disertasi: Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Internasional: Studi tentang

Kesiapan Hukum Indonesia Melindungi Produksi dalam Negeri Melalui Undang Undang Anti

Dumping dan Safeguard, Jakarta, 2006. hlm. 9. 27

AIA disepakati pada pertemuan ASEAN Summit kelima di Bangkok pada tanggal 15

Desember 1995.

Page 11: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

11

semua investasi langsung di luar investasi portofolio. Untuk mencapai tujuan

tersebut, AIA menjabarkan langkah-langkah sebagai berikut28

:

a. Mengkoordinasikan implementasi kerjasama investasi ASEAN dan

program-program fasilitasi

b. Mengimplementasikan program promosi terpadu dan kegiatan-kegiatan

kepedulian investasi (investment awareness).

c. Membuka semua industry (manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan,

pertambangan dan quarriying serta jasa yang terkait dengan kelima sektor

tersebut) untuk investasi, dengan beberapa pengecualian yang dinyatakan

dalam Temporary Exclusion List (TEL) dan Sensitive List (SL) untuk

investor ASEAN pada 2010 dan semua investor pada 2020. TEL harus

secara bertahap dihapuskan dalam jangka waktu yang disepakati,

sedangkan SL meskipun tidak mempunyai jangka waktu penghapusan,

harus di-review secara berkala.

d. Menjamin national treatment (perlakuan nasional) atau perlakuan yang

sana antara investor asing dengan investor lokal.

e. Mengikutsertakan sektor swasta secara aktif dalam proses pengembangan

AIA.

Seluruh perjanjian-perjanjian tersebut diatas ditinjau kembali dan dijadikan satu

perjanjian investasi yang komprehensifmeliputi kerjasama fasilitasi, promosi,

liberalisasi dan perlindungan investasi, menjadi ASEAN Comprehensive

Investment Agreement (ACIA).Alasannya adalah sebagai berikut:

1. Mengingat keputusan pada pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN

(AEM) ke-39 di Filipina tanggal 23 Agustus 2007 yang telah merevisi

Persetujuan Kerangka Kerja tentang Kawasan Penanaman Modal ASEAN

(AIA) menjadi suatu perjanjian investasi yang menyeluruh yang

berwawasan ke depan dengan bentuk-bentuk dan ketentuan-ketentuan

yang telah diperbaiki sebanding dengan kebiasaan-kebiasaan internasional

terbaik dalam rangka meningkatkan penanaman modal intra-ASEAN serta

untuk meningkatkan daya saing Negara-negara ASEAN dalam menarik

28

Dapat dilihat dalam Pasal 3, Pasal 7 ayat (2),(3),(4) AIA.

Page 12: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

12

aliran masuk penanaman modal ke dalam ASEAN.

2. Menyadari adanya perbedaan tingkatan pembangunan di dalam Negara-

negara ASEAN, terutama di Negara-negara Anggota terbelakang yang

membutuhkan flesibilitas, termasuk perlakuan khusus dan membedakan,

untuk mencapai masa depan ASEAN yang lebih terpadu dan saling

tergantung.

3. Menegaskan kembali perlunya langkah ke depan dari perjanjian-perjanjian

tersebut dalam rangka meningkatkan lebih lanjut integrasi regional untuk

mewujudkan visi MEA.

4. Meyakini bahwa aliran masuk penanaman modal baru dan penanaman

modal kembali yang berkelanjutan akan meningkatkan dan memastikan

pembangunan perekonomian yang dinamis di Negara-negara ASEAN.

5. Mengakui bahwa lingkungan penanaman modal yang kondusif akan

meningkatkan arus modal, barang dan jasa, teknologi dan sumber daya

manusia secara lebih bebas, serta pembangunan ekonomi dan social secara

keseluruhan di ASEAN dan adanya tekad untuk meningkatkan lebih lanjut

kerjasama ekonomi antara dan antar Negara-negara anggota ASEAN.

Kerangka Hukum Comprehensive Investment Agreement (ACIA)

ACIA terdiri dari 49 Pasal, 2 lampiran dan satu jadwal (Reservation List of

Member States). ACIA antara lain berisi persyaratan investasi komprehensif yang

berpatokan pada 4 (empat) pilar yakni liberalisasi, perlindungan, fasilitasi dan

promosi; tenggat waktu yang jelas untuk liberalisasi investasi; serta keuntungan

bagi investor asing yang berbasis di ASEAN. Persyaratan investasi yang lebih

liberal, fasilitatif dan transparan dalam perjanjian itu diharapkan dapat

meningkatkan perlindungan investasi, memperbaiki kepercayaan investor untuk

menanamkan modal di kawasan ASEAN serta mendorong peningkatan investasi

antar negara ASEAN, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ACIA tentang

Maksud dan Tujuan ACIA sebagai berikut:

Progressive liberalization of the investment regimes of Member States;

Provision of enhanced protection to investors of all Member States and

Page 13: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

13

their investments;

Improvement in transparency and predictability of investment rules,

regulations and procedures conducive to increased investment among

Member States;

Joint promotionof the region as an integrated investment area; and

Cooperation to create favorable conditions for investment by investors of

a member states in the territory of the other Member States.

Dalam mewujudkannya wajib mempedomani prinsip-prinsipnya29

. Berikut tabel

kerangka hukum ACIA.

Section A

Article 1

Article 2

Article 3

Article 4

Article 5

Article 6

Article 7

Article 8

Article 9

Article 10

Article 11

Article 12

Article 13

Article 14

Article 15

Article 16

Objective

Guiding Principles

Scope of Application

Definitions

National Treatment

Most-Favoured-Nation Treatment

Prohibition of Performance Requirements

Senior Management and Board of Directors

Reservations

Modification of Commitments

Treatment of Investment

Compensation in Cases of Strife

Transfers

Expropriation and Compensation

Subrogation

Measures to safeguard the Balance-of-Payments

29

Sebagaimaan Pasal 2 ACIA tentang Prinsip-prinsip pedoman sebagai berikut:

a. Forward looking, reaffirming, improving and building upon the existing AIA and

ASEAN IGA;

b. Disallow back-tracking of commitments except with compensation;

c. Balanced in its focus: incorporationg liberalization, promotion, facilitation and

protection;

d. Progressive liberalization to achieve free and open investment environment, in line

with AEC;

e. Benefit ASEAN-owned investors and companies and foreign-owned ASEAN based

investors;

f. Consider granting special and differential (S&D) treatment for the newer ASEAN

Member States;

g. Flexible treatment taking into account individual countries sensitivities;

h. Reciprocal treatment in the enjoyment of concessions as in AIA;

i. Preservation of ASEAN preferential treatment; and

j. Allow expansion to cover other sectors in the future;

Page 14: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

14

Section B:

Investment

Dispute

Between an

Investor

and a

Member

State

Article 17

Article 18

Article 19

Article 20

Article 21

Article 22

Article 23

Article 24

Article 25

Article 26

Article 27

Article 28

Article 29

Article 30

Article 31

Article 32

Article 33

Article 34

Article 35

Article 36

Article 37

Article 38

Article 39

Article 40

Article 41

Article 42

Article 43

Article 44

Article 45

Article 46

Article 47

Article 48

Article 49

General Exceptions

Security Exceptions

Denial of Benefits

Special Formalities and Disclosure of Information

Transparency

Entry, Temporary Stay and Work of Investors and

Key Personnel

Sepcial and Differential Treatment for the New

ASEAN Member States

Promotion of Investment

Facilitation of Investment

Enhancing ASEAN Integration

Disputes Between or Among Member States

Definitions

Scope of Coverage

Conciliation

Consultations

Claim by an Investor of a Member states

Submission of a Claim

Condition and Limitation on Submission of a Claim

Selection of Arbitrators

Conduct of the Arbitration

Consolidation

Expert Reports

Transparency of Arbitral Proceedings

Governing Law

Awards

Institutional Arrangements

Consultations by Member States

Relation to Other Agreements

Annexes, Schedule and Future Instruments

Amendments

Transitional Arrangements Relating to the ASEAN

IGA and the AIA Agreement

Entry into Force

Depositary

Annex 1

Annex 2

Approval in Writing

Expropriation and Compensation

Perlindungan Hukum Investasi dibawah ACIA

ACIA memuat sejumlah perlindungan hukum bagi hak-hak investasi yang layak.

Sebagian besar perlindungan hukum investasi ini mewajibkan negara tuan rumah

investasi tersebut untuk memberikan kompensasi ketika Negara tuan rumah

Page 15: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

15

investasi itu gagal menegakkan kewajibannya kepada lingkungan investasi yang

bebas dan kompetitif. Sejumlah hak-hak investasi tersebut diantaranya:

1. Perlakuan yang adil dan merata, pemerintah negara tuan rumah pun

harus mematuhi hukum dan peraturan yang saat berolahraga kekuatannya,

dan tidak diizinkan untuk membuat keputusan yang sewenang-wenang.

Dalam hal tindakan hukum yang diambil terhadap setiap investor, investor

akan diberikan hak untuk membela diri, dengan akses ke perwakilan

hukum dan kesempatan untuk mengajukan banding setiap hasil yang

merugikan atau keputusan.

2. Perlindungan dan keamanan penuh, Pemerintah tuan rumah wajib

memberikan perlindungan dan keamanan untuk semua investasi dalam hal

bahaya fisik (misalnya saat kerusuhan atau demonstrasi). Dalam hal

kerugian yang diderita sebagai akibat dari konflik bersenjata, perselisihan

atau peristiwa serupa, negara tuan rumah harus mengkompensasi investor

terpengaruh secara non-diskriminatif.

3. Tidak ada pengambilalihan melanggar hukum, Setiap negara ASEAN

yang menyita investasi ACIA dilindungi, langsung atau tidak langsung,

wajib memberikan kompensasi yang memadai dan efektif untuk para

investor yang terkena dampak secara cepat dalam karena sesuai dengan

hukum. Kompensasi harus sepenuhnya realisasi dan dipindahtangankan

antara negara-negara anggota ASEAN dan setara dengan nilai pasar wajar

pada saat pengambilalihan itu diumumkan atau terjadi. Pengambilalihan

hanya diperbolehkan bila dilakukan untuk kepentingan umum dan jika

dilakukan dengan cara yang tidak diskriminatif. Pengecualian untuk ini

termasuk ketika pengambilalihan diperbolehkan untuk memperoleh tanah

yang dibebani investasi, kompensasi yang diberikan dibayarkan kepada

investor sesuai dengan hukum nasional, dan ketika negara tuan rumah

dapat mengenakan lisensi wajib untuk properti intelektual sesuai dengan

hukum nasionalnya.

4. Bebas transfer dana, Setiap investor dapat dengan bebas dan tanpa

transfer terkait investasi delay perilaku dalam dan keluar dari wilayah

negara ASEAN yang telah diinvestasikan. Transfer ini dapat dilakukan

Page 16: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

16

dalam mata uang yang dapat digunakan secara bebas dan pada pasar nilai

tukar pada saat transfer. Dalam keadaan luar biasa hak ini mungkin

terbatas melalui aplikasi yang baik-iman hukum dan prosedur negara tuan

rumah, misalnya berkaitan dengan kebangkrutan, kepailitan, perdagangan

surat berharga dan berjangka, perpajakan, dan pesangon bagi karyawan.

Dalam keadaan yang terbatas, transaksi modal juga dapat dibatasi secara

umum jika diminta oleh Dana Moneter Internasional (IMF), sebagai

ukuran untuk menjaga neraca pembayaran, atau ketika pergerakan modal

mengancam menyebabkan gangguan ekonomi atau keuangan yang serius

di Negara tuan rumah investasi.

5. Melindungi untuk memulihkan hak asuransi, Jika perusahaan asuransi

telah menutupi kewajiban hukum dari negara tuan rumah kepada investor,

perusahaan asuransi memiliki subrogasi hak atas kompensasi dari negara

tuan rumah.

Hadirnya payung hukum dibidang investasi ASEAN yakni ACIA memberikan

keuntungan bagi lingkungan investasi dan sektor bisnis. ACIA memberikan

jaminan perlindungan investasi sehingga para investor yakin untuk berinvestasi di

kawasan ASEAN. Sepanjang bisnis yang bersangkutan, investor mendapatkan

keuntungan dengan adanya kewajiban perlakuan non-diskrimasi, perlindungan

dan keamanan penuh, dan kerjasama dari pemerintah mengenai fasilitas investasi

bagi para investor dari Negara anggota ASEAN. Namun demikian, untuk

merealisasikan keuntungan tersebut, ketentuan-ketentuan di ACIA harus dipahami

dan diimplementasikan khususnya oleh institusi pemerintah selaku regulator dan

sektor bisnis di Negara Anggota ASEAN. Implementasi ACIA yang efektif sangat

tergantung dari kemauan dan komitmen dari Negara Anggota ASEAN untuk

melakukan reformasi struktural dan peraturan sesuai dengan ketentuan ACIA.

Selain itu, reformasi peraturan yang mendukung penyederhanaan prosedur,

perizinan dan persyaratan peraturan lainnya akan menghasilkan lingkungan

investasi yang menguntungkan.

Page 17: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

17

Bagaimana Investor mendapatkan keuntungan dari ACIA?

Tujuan keseluruhan dari Perjanjian Investasi Komprehensif ASEAN adalah untuk

mendirikan sebuah rezim investasi bebas, terbuka, transparan dan terintegrasi bagi

investor domestik dan internasional di seluruh kawasan ASEAN, dan manfaat

ACIA termasuk liberalisasi investasi, non-diskriminasi, transparansi,

perlindungan investor, dan investor-Negara Penyelesaian Sengketa.

Liberalisasi Investasi

Perjanjian ACIA dalam menghadapi liberalisasi investasi lintas batas di

lima sektor: manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan

dan penggalian, dan layanan yang terkait dengan masing-masing. Setiap

negara anggota ASEAN menyerahkan daftar pemesanan untuk sektor-

sektor ini, dan apa pun tidak ada dalam daftar tunduk pada kebijakan

nasional, liberalisasi dan terbuka untuk investor ASEAN. Setiap negara

anggota kemudian bertanggung jawab untuk mengurangi atau

menghilangkan daftar reservasi mereka sesuai dengan tiga tahapan Jadwal

Strategis Cetak Biru AEC. Negara-negara ASEAN juga berkomitmen

untuk meningkatkan kerjasama di bidang termasuk:

konvergensi kebijakan Investasi

Prosedur untuk aplikasi investasi dan persetujuan

Pertukaran informasi investasi terkait, aturan, peraturan, kebijakan

dan prosedur

Koordinasi Peningkatan antar kementerian dan lembaga pemerintah

Tingkat Tinggi konsultasi dengan para pemangku kepentingan sektor

swasta untuk memfasilitasi investasi

Untuk membantu mempromosikan kawasan ASEAN sebagai kawasan

investasi terpadu yang memiliki kondisi yang menguntungkan untuk

investasi domestik dan internasional, semua negara anggota setuju

melalui ACIA dalam:

Menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk mempromosikan

segala bentuk investasi dan daerah pertumbuhan baru di ASEAN

Page 18: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

18

Mempromosikan intra-ASEAN investasi, khususnya investasi dari

ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan

Thailand) ke negara-negara ASEAN yang kurang maju

Memelihara pertumbuhan dan perkembangan Usaha Kecil dan

Menengah

Mempromosikan inisiatif investasi bersama berfokus pada kelompok

regional dan jaringan produksi

Non-Diskriminasi

Kesetaraan dalam pengobatan bagi investor ASEAN dan investasi mereka

fungsi penting lain dari ACIA. Perlakuan Nasional dan paling- Favoured

Nation Treatment-prinsip Perjanjian ini mewajibkan negara-negara

anggota ASEAN untuk tidak membeda-bedakan dan mengobati investor

ASEAN kurang menguntungkan dibandingkan pesaing baik lokal maupun

asing. Di bawah Perlakuan Nasional, negara ASEAN setuju untuk

mengobati investor dari negara ASEAN tidak kurang menguntungkan dari

itu akan memperlakukan investor dalam penerimaan, pembentukan,

akuisisi, ekspansi, manajemen, perilaku, operasi dan penjualan atau

pelepasan lainnya dari investasi di wilayahnya. Di bawah Kebanyakan-

Favoured- Nation Treatment, semua investor ASEAN harus diperlakukan

sama dan ini termasuk investor dari negara-negara non-ASEAN. Selain

itu, negara-negara anggota tidak bisa memaksakan persyaratan

kewarganegaraan tertentu pada manajemen senior kecuali ada pemesanan

resmi yang dipublikasikan, dan jika negara anggota memerlukan dewan

direksi di sebuah perusahaan asing untuk menjadi sebuah bangsa tertentu

atau menjadi warga, tidak dapat mengganggu kemampuan investor untuk

mengendalikan investasi. ACIA juga menjamin tidak ada persyaratan

kinerja dan tidak bisa memaksakan kondisi seperti isi minimum lokal,

persyaratan ekspor, atau persyaratan perdagangan balancing.

Page 19: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

19

Transparansi

Lain prinsip membimbing ACIA adalah untuk meningkatkan transparansi

dan prediktabilitas aturan investasi, peraturan dan prosedur yang kondusif

bagi peningkatan investasi. Ini termasuk:

kebijakan investasi Harmonised yang mengarah pada konvergensi

kebijakan investasi

prosedur Efisien dan disederhanakan untuk aplikasi investasi dan

persetujuan

Penyebaran informasi tentang aturan, peraturan, kebijakan dan

prosedur mempengaruhi investor dan investasi mereka dalam

ASEAN

Untuk menunjukkan bahwa ACIA adalah aturan berbasis dan

mempromosikan aturan investasi diprediksi, transparansi tercermin dalam

berbagai ketentuan dan beberapa persyaratan antara lain:

Memberitahukan negara anggota ASEAN lainnya ketika

memaksakan transfer dana pembatasan

Memberitahukan Dewan ACIA ketika memperkenalkan undang-

undang baru atau setiap perubahan undang-undang yang ada,

peraturan atau pedoman administrasi yang secara signifikan dapat

mempengaruhi investasi atau komitmen dari negara anggota ASEAN

Membuat publik tersedia semua hukum, peraturan dan pedoman

administrasi aplikasi umum yang berhubungan dengan atau

mempengaruhi investasi

Perlindungan Investor

ACIA juga memberikan perlindungan ditingkatkan untuk investor dan

investasi mereka termasuk perlakuan yang adil dan merata, perlindungan

penuh dan keamanan, tidak ada pengambilalihan melanggar hukum,

kompensasi dalam kasus perselisihan, dan bebas transfer dana. Negara-

negara anggota ASEAN telah sepakat untuk memberikan semua investasi

tercakup dalam perlakuan yang adil dan merata ACIA, tidak menyangkal

keadilan dalam proses hukum atau administratif sesuai dengan prinsip-

Page 20: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

20

prinsip due process, dan bahwa negara tuan rumah tidak akan membuat

keputusan yang sewenang-wenang dan ikuti nya aturan dan peraturan.

Untuk setiap tindakan hukum, investor ASEAN memiliki hak untuk

perwakilan hukum dan hak untuk mengajukan banding. Negara-negara

anggota ASEAN juga akan mengambil langkah-langkah yang cukup

diperlukan untuk perlindungan dan keamanan investasi setiap saat

termasuk dalam setiap kerusuhan atau pemberontakan. Untuk kerugian

investasi tertutup akibat konflik bersenjata, konflik sipil, atau keadaan

darurat, kompensasi non-diskriminatif atau restitusi diperlukan oleh

ACIA. Perjanjian ini juga melindungi investor terhadap pengambilalihan

tidak sah, dan jika negara anggota tidak mengambil alih investasi,

kompensasi yang layak diperlukan. Hak asuransi 'untuk memulihkan juga

dilindungi, dan negara-negara anggota harus memberikan masukan,

sementara tinggal dan izin kerja bagi investor, eksekutif, manajer dan

anggota dewan direksi dari investor ASEAN; Namun, kewenangan

tersebut tunduk pada semua imigrasi dan tenaga kerja hukum dan

kebijakan yang relevan.

Didalam kesepakatan ACIA, setiap negara anggota harus mengizinkan

semua transfer yang berkaitan dengan investasi tertutup harus dibuat

secara bebas dan tanpa penundaan masuk dan keluar dari wilayahnya

dalam mata uang yang dapat digunakan secara bebas di pasar nilai tukar

yang berlaku pada saat transfer. Transfer dapat meliputi kontribusi modal

termasuk kontribusi awal .

Tujuan keseluruhan dari Perjanjian Investasi Komprehensif ASEAN

adalah untuk mendirikan sebuah rezim investasi bebas, terbuka, transparan

dan terintegrasi bagi investor domestik dan internasional di seluruh

kawasan ASEAN, dan manfaat ACIA termasuk liberalisasi investasi, non-

diskriminasi, transparansi, perlindungan investor, dan investor-Negara

Penyelesaian Sengketa.

Page 21: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

21

Potensi Ekonomi dan Iklim Investasi ASEAN

Total GDP (Gross Domestic Product) ASEAN mencapai sekitar US$ 2.327

milyar (ASEAN Secretariat, 2012) dengan pasar sebesar 600 juta - memiliki daya

tarik yang tinggi. Saat ini, sebagian besar (lebih dari 99%) perdagangan barang

intra-ASEAN menikmati tarif 0% (zero tariff). ASEAN mampu bertahan di

tengah krisis di belahan dunia lainnya. ASEAN telah memiliki 5 (lima) Free

Trade Agreement (FTA), yaitu dengan RRT (ACFTA), Jepang (AJCEPA), Korea

Selatan (AKFTA), India (AIFTA, serta Australia-Selandia Baru (AANZFTA).

Dimulainya negosiasi ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic

Partnership (RCEP) pada awal 2013 meletakkan ASEAN sebagai driving force

dalam pengembangan arsitektur ekonomi yang melibatkan kawasan lainnya. Hasil

survey Japan ASEAN Integration Fund (JAIF) pada 2012 mencatat 73% para

pelaku bisnis di ASEAN yang menjadi responden perpandangan bahwa integrasi

ASEAN akan memberikan manfaat peningkatan ekonomi, dan 64 % kalangan

publik meyakini bahwa integrasi ASEAN akan meningkatkan kondisi ekonomi

secara keseluruhan.

Menyadari pentingnya aliran dana investasi sebagai komponen pembanguna,

Negara anggota ASEAN secara individu telah berusaha melakukan berbagai

reformasi atas rezim investasinya. Langkah tersebut kemudian dikoordinasi dalam

wadah kerja sama kawasan regional . ASEAN530

telah mengakui perjanjian Trade

Related Investment measures (TRIMS) dalam rangka mengurangi hambatan dalam

bentuk pengaturan yang membatasi investasi asing, terutama trade-related

performances requirements. Instrumen kebijakan investasi yang membatasi arus

investasi asing langsung dalam bentuk trade-related performances requirements

antara lain31

:

a. Pembatasan arus masuk dan pendirian perusahaan penanaman modal

30

ASEAN5 terdiri dari Negara-negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura,

Thailand, Philipina . 31

R. Winantyo, Rahmat Dwi Saputra, sri Fitriani, Rita Morena, Aswin Kosotali, Gunawa

Saichu, Usmanti Rohmadyati, Sholihah, Aditya Rachmanto, dan Dadan Gand, Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: memperkuat sinergi ASEAN ditengah Kompetisi Global, PT.

Elex Media Komputindo, Jakarta, 200, hal. 190-195.

Page 22: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

22

asing.

b. Pembatasan tingkat kepemilikan asing.

c. Perlakuan yang berbeda terhadap investor asing.

d. Pembatasan operasional perusahaan asing seperti keharusan untuk

memakai produk atau bahan baku lokal dan pembatasan ekspor.

e. Kebijakan dan peraturan tentang kompetisi yang kurang memadai.

f. Perlindungan terhadap intellectual property rights.

Sejauh ini baru Singapura yang tidak menerapkan persyaratan tersebut terhadap

investasi asing, sementara di Negara anggota ASEAN lainnya masih menerapkan

pengaturan dan pembatasan terhadap investasi asing yang cukup banyak dan

beragam. Kondisi ini dapat terjadi karena meskipun kerjasama investasi dalam

AIA mengikat secara hukum, tetapi detail penerapan pelaksanaan liberalisasi

investasi diserahkan kepada masing-masing Negara tanpa jadwal pelaksanaan

yang disepakati. Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina menerapkan

persyaratan kandungan lokal dan persyaratan orientasi ekspor. Ketentuan alih

teknologi juga diberlakukan di Indonesia dan Thailand.

Untuk investasi asing intra-ASEAN, baik pemberi dan penerima didominasi oleh

4 (empat) Negara yaitu Thailand, singapura, Indonesia dan Malaysia. Keempat

Negara tersebut menerima 91 persen aliran masuk investasi asing intra-ASEAN.

Namun disisi lain keempat Negara tersebut merupakan sumber dari 96 persen

aliran investasi asing intra-ASEAN32

. Dari data perkembangan investasi ASEAN

yang diakses pada website resmi ASEAN, perkembangan dan karakteristik aliran

investasi asing masuk ke ASEAN menunjukkan peningkatan, kesenjangan

antarnegara anggota dalam memperoleh aliran dana tersebut masih lebar.

Peningkatan tersebut juga belum diikuti oleh aliran investasi asing intra-ASEAN.

Tingginya aliran investasi asing ke ASEAN disinyalir terkait dengan kegiatan

Transnational Cooperation (TNC) di sektor manufaktur, jasa keuangan, dan

perdagangan untuk memenuhi kebutuhan pasar global. Sementara masih

terpusatnya aliran masuk investasi asing intra-ASEAN pada empat Negara,

32

www.asean.org, diakses tanggal 14 Nopember 2014.

Page 23: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

23

sejalan dengan intra-industry trade pada produk elektronik serta teknologi

informasi dan telekomunikasi.

Meskipun ketentuan investasi di ASEAN sudah cukup liberal terutama di

ASEAN5, penerimaan investasi asing masuk dari masing-masing Negara

ASEAN5 dalam periode yang sama didominasi oleh Negara yang memiliki

kondisi pendukung investasi terbaik seperti kepastian hukum, system perpajakan,

infrastruktur, prosedur pabean atau biasanya dikenal dengan iklim investasi.

Adapun tiga indicator yang biasanya digunakan yaitu Indeks kondisi pendukung

investasi, indeks potensial investasi asing dan ranking daya saing global

memberikan gambaran iklim investasi tersebut. Untuk Indonesia, seluruh kondisi

pendukung investasi asing yang dinilai masih di bawah China. Faktor pendukung

yang sudah cukup baik adalah tenaga kerja dalam hal komunikasi dan

pengelolaan, sementara tiga faktor kelemahan ASEAN ditambah infrastruktur

mempunyai nilai yang paling rendah disbanding China. Risiko nilai tukar di

Indoesia bahkan yang paling tinggi dibanding Negara ASEAN5 lainnya. Indeks

kedua dari informasi website resmi ASEAN menunjukkan Singapura, Malaysia,

Brunei dan Filipina sebagai Negara yang mempunyai indeks potensial investasi

asing33

dalam arti peluang untuk menarik investasi yang paling tinggi di kawasan

ASEAN.

Oleh karena itu, jelas diperlukan kebijakan di banyak Negara anggota ASEAN

untuk meningkatkan iklim investasinya. Bagi Indonesia, tugas tersebut bukanlah

suatu hal yang mudah mengingat masalah utama terletak pada kebutuhan

infrastruktur. Untuk itu diperlukan skim pembiayaan yang memadai disamping

33

Indeks potensi investasi asing dikeluarkan oleh UNCTAD dalam World Investment Reports.

Indeks ini menggambarkan daya tarik perekonomian suatu Negara bagi investor asing dengan

mengukur rata-rata 12 variabel yang terdiri dari: rata-rata pertumbuhan ekonomi selama 10

tahun terakhir, rasio ekspor terhadap PDB, rasio sambungan telepon per 1000 penduduk dan

mobile telephones per 1000 penduduk, penggunaan BBM per penduduk, porsi anggaran

pendidikan dalam APBN, pangsa mahasiswa dalam populasi, country risk, pangsa pasar

ekspor bahan tambang di pasar dunia, dan pangsa stok aliran modal masuk investasi asing

langsung terhadap total stok aliran modal masuk investasi asing langsung dunia.

Page 24: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

24

pemanfaatan inisiatif terkait34

. Perbedaan kondisi masing-masing Negara dapat

memberikan peluang bagi ASEAN untuk saling mengisi sehingga kawasan dapat

meningkatkan daya saing investasi, terutama bagi Negara yang mempunyai

potensi tinggi.

Kesiapan Indonesia dalam Liberalisasi Investasi MEA 2015

Pada 2012, seluruh anggota ASEAN telah meratifikasi ASEAN Comprehensive

Investment Agreement (ACIA), yang membawa dampak positif bagi iklim

investasi dan usaha di seluruh ASEAN – dengan semakin meningkatnya

transparansi, kepastian-hukum, serta fasilitasi. Sejak 2007 hingga 2010, investasi

(FDI) yang masuk ke ASEAN dari luar kawasan meningkat sebesar 75%35

.

Berlakunya ACIA harus dijadikan momentum untuk mengakselerasi masuknya

FDI, yang secara langsung menumbuhkan sektor produksi dan industri nasional.

UKM sebagai tulang-punggung perekonomian nasional dan regional (ASEAN)

berkontribusi secara signifikan bagi PDB nasional dan menyerap sebanyak 97,2%

dari seluruh tenaga kerja di Indonesia. Dengan jumlah UKM lebih dari 55,2 juta

atau terbesar di ASEAN, Indonesia harus menjadi penggerak utama

pengembangan UKM di ASEAN agar akses UKM terhadap permodalan,

teknologi dan pasar semakin meningkat. Komitmen-komitmen Negara Mitra

Wicara ASEAN dan lembaga keuangan dunia untuk merealisasikan berbagai

proyek peningkatan konektivitas di kawasan telah menjadi katalis pertumbuhan

sektor-sektor lainnya. Konektivitas yang handal akan membuka peluang-peluang

usaha baru dan kegiatan ekonomi lainnya.

Liberalisasi arus modal di ASEAN didasari dengan keyakinan bahwa dengan

lebih bebasnya aliran modal akan mendorong arus investasi dan perdagangan

34

Dari elemen MEA yang lain yaitu meningkatkan daya saing kawasan, terdapat beberapa

inisiatif yang dapat membantu iklim investasi, antara lain penyediaan infrastruktur kawasan,

kerjasama dibidang energy, pengembangan UKM. Selain itu, juga terdapat inisiatif untuk

pembiayan infrastruktur tersebut melalui ASEAN infrastructure Financing Mechanism. 35

www.bkpm.go.id, diakses pada tanggal 14 Nopember 2014.

Page 25: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

25

internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan efisien, dan perkembangan

pasar keuangan. Namun demikian, terdapat beberapa potensi risiko atas

liberalisasi arus modal seperti terkonsentrasinya modal pada suatu negara/wilayah

tertentu yang mempunyai nilai kompetensi lebih tinggi, terjadinya pembalikan

arus modal, dan penarikan modal jangka pendek yang dapat terjadi setiap saat.

Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi potensial. Beberapa faktor

mendasar yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan investasi

yang lebih unggul dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya, antara

lain karena: (i) Jumlah Usaha Kecil dan Menengah yang besar (42 juta) sebagai

tulang punggung ekonomi domestik; (ii) Tanah yang kaya dan subur, jumlah

penduduk yang sangat besar (230 juta) sebagai pasar potensial dan tenaga kerja

yang kompetitif, lokasi wilayah yang strategis (berada diantara beberapa jalur

transportasi laut internasional yang vital), ekonomi pasar terbuka, dan sistem mata

uang bebas36

. Contoh bidang usaha yang memiliki daya tarik bagi investor antara

lain Kakao, Kelapa sawit, Energi dan mineral dan Perikanan. Alasan kedua yang

membuat Indonesia menjadi tujuan utama investor adalah dengan ditetapkannya

UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal yang menjamin diterapkannya: (i)

perlakuan yang sama, (ii) tanpa persyaratan modal minimum, (iii) bebas

pengembalian keuntungan, (iv) jaminan hukum, (v) penyelesaian sengketa dan

(vi) pelayanan investasi.

Disamping kedua alasan tersebut di atas, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun

1994 juga merupakan suatu jaminan kepastian dalam berusaha. Berikut ini adalah

hal-hal yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tersebut: yakni

penanamanmodalasingdapatdilakukandalambentuk:

a. Usaha patungan antara modal asing dengan modal dalam negeri atau

badan hukum Indonesia, dengan ketentuan peserta Indonesia harus

memiliki paling sedikit 5 % dari jumlah modal disetor sejak pendirian

perusahaan PMA;

36

http://www.bkpm.go.id/index.php/main/content/114, diakses pada tanggal 14 Nopember

2014.

Page 26: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

26

b. Atau investasi langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga

negara dan atau badan hukum asing, dengan ketentuan dalam waktu paling

lama 15 tahun sejak produksi komersil, sebagian saham asing harus dijual

kepada Warga Negara dan atau badan hukum Indonesia melalui pemilikan

langsung berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak dan atau melalui

pasar modal. Dengan demikian persyaratan pemilikan saham lokal

mayoritas yang berlaku sebelum deregulasi telah dihapus.

1. Ketentuan investasi minimum bagi PMA ditiadakan. Jumlah

investasi yang ditanamkan dalam rangka PMA diterapkan

berdasarkan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya.

2. PMA yang sudah berproduksi komersil dapat mendirikan perusahaan

baru dan atau membeli saham perusahaan yang didirikan

berdasarkan PMDN dan atau bukan PMDN melalui pemilikan

langsung, sepanjang bidang usaha dari perusahaan yang sahamnya

dibeli tersebut dinyatakan terbuka bagi PMA.

3. Kegiatan usaha PMA dapat berlokasi di seluruh wilayah Indonesia,

namun bagi daerah yang telah memiliki Kawasan Berikat (Kawasan

Industri), lokasi kegiatan PMA tersebut diutamakan didalam

kawasan tersebut).

4. Izin usaha PMA berlaku untuk jangka 30 tahun dihitung sejak

produksi komersil, dan dapat diperpanjang apabila perusahaan yang

dimaksud masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi

perekonomian dan pembangunan nasional.

Liberalisasi arus modal di ASEAN diatur berdasarkan pada beberapa prinsip

utama yaitu (i) proses liberalisasi tersebut harus sejalan dengan agenda nasional

dan kesiapan di masing-masing Negara ASEAN, (ii) memperbolehkan adanya

kebijakan pengamanan (safeguard measure) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi

ekonomi makro dan risiko sistemik karena proses liberalisasi, dan (iii) liberalisasi

harus memberikan keuntungan kepada semua Negara Anggota. Berdasarkan

prinsip- prinsip tersebut, kemudian disepakati adanya ASEAN minus X formula

Page 27: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

27

yang memberikan fleksibilitas kepada negara yang belum siap untuk melakukan

liberalisasi pada periode berikutnya.

Disamping itu perlu adanya terobosan-terobosan dalam meningkatkan aware

masyarakat untuk bersiap diri dan mempersiapkan menggunakan peluang

liberalisasi investasi pada MEA 2015. Terobosan-terobosan tersebut dapat berupa:

Dalam mengubah Mind-set masyarakat, khususnya pelaku usaha Indonesia

yang belum seluruhnya mampu melihat KEA 2015 sebagai peluang.

Menurut Journal of Current Southeast Asian Affairs37

, kesadaran dan

pemahaman masyarakat mengenai ASEAN masih sangat terbatas.

Sinkronisasi program & kebijakan pemerintah (pusat dengan daerah)

menghadapi MEA 2015, diperlukan kesamaan pandang diantara pejabat

pusat dan daerah. Global Competitive Index oleh World Economic Forum

menempatkan Indonesia pada urutan ke 50, dibawah sebagian negara

ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand).

Memperkuat sektor Infrastruktur, khususnya bidang transportasi dan

energi untuk menekan biaya ekonomi tinggi, utamanya sektor produksi

dan bagi pasar.

Adanya Pelaku usaha yang inward-looking. Besarnya pasar domestik

mendorong pelaku usaha memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pasar

domestik.

Menciptakan jumlah SDM yang kompeten untuk mendukung

produktivitas nasional melalui pelatihan keahlian dibidangnya

Mempermudah birokrasi menjadi efektif dan efisien sehingga

mempermudah akses pasar.

37

Guido Benny dan Kamarulnizam Abdullah, Journal of Current Southeast Asian Affairs,

2011.

Page 28: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

28

Kesimpulan

Seluruh anggota ASEAN pada tahun 2012, telah meratifikasi ASEAN

Comprehensive Investment Agreement (ACIA), yang membawa dampak positif

bagi iklim investasi dan usaha di seluruh ASEAN – dengan semakin

meningkatnya transparansi, kepastian-hukum, serta fasilitasi.Liberalisasi arus

modal di ASEAN diatur berdasarkan pada beberapa prinsip utama yaitu (i) proses

liberalisasi tersebut harus sejalan dengan agenda nasional dan kesiapan di masing-

masing Negara ASEAN, (ii) memperbolehkan adanya kebijakan pengamanan

(safeguard measure) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi makro dan

risiko sistemik karena proses liberalisasi, dan (iii) liberalisasi harus memberikan

keuntungan kepada semua Negara Anggota.

Page 29: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

29

DAFTAR PUSTAKA

Buku

- Agus Brotosusilo, Disertasi: Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan

Internasional: Studi tentang Kesiapan Hukum Indonesia Melindungi

Produksi dalam Negeri Melalui Undang Undang Anti Dumping dan

Safeguard, Jakarta, 2006.

- Alan Ryan ed.:introduction to justice, Oxford: Oxford Univesity Press,

2000.

- Aristoteles, The Nichomachean Ethics, Translates with an introduction by

David Ros, Revised by j.c. a CKRILL AND j.o Urmson, Oxford

University Press, Oxford: first published, 1925.

- Charles R. Beitz, “Political Theory and International Relations”,

Princeton UNcersity Press, 1991.

- Frank J Garcia, “Trade and Justice: Linking the trade lingkage debate,

1998,

- -----------------, Book Review on “The Law of the Peoples”, Houston

Journal of International Law, vol.33, 2001.

- ...................... Trade, Inequality, and Justice: Toward a Liberal Theory of

Just Trade, Transnastional Publisher, NewYork, 2000.

- ....................... Building a Just Trade Order for Millenium, George

Washington International Law Review, Vol. 33, 2001.

- Immanuel Kant, Perpetual Peace. Colombia University Press, 1939.

- John Rawls, The Law of The Peoples” 20 Critical Inquiry 36, 1993.

- John Rawls : A Theory of Justice, Harvard University Press, Cambridge,

1971, hlm. 24.

- R. Winantyo, Rahmat Dwi Saputra, sri Fitriani, Rita Morena, Aswin

Kosotali, Gunawa Saichu, Usmanti Rohmadyati, Sholihah, Aditya

Rachmanto, dan Dadan Gand, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015:

memperkuat sinergi ASEAN ditengah Kompetisi Global, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta, 2000.

Page 30: KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

30

Jurnal

- Guido Benny dan Kamarulnizam Abdullah, Journal of Current Southeast

Asian Affairs, 2011.

Website

www.asean.org,

http://www.bkpm.go.id/index.php/main/content/114,

www.bkpm.go.id,