-
KESANTUNAN BERBAHASA ANAK
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
(KAJIAN PRAGMATIK IMPERATIF) PADA KELAS V
DI MI MIFTAHUN NAJJIHIN
DESA KAUMAN LOR KECAMATAN PABELAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
RIKI FEBRIANSYAH
NIM 12513002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAHIBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2019
-
ii
-
iii
PERNYATAAN KEASLIAAN TULISAN
DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Riki Febriansyah
NIM : 125-13-002
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Progam Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya
sendiri,bukan dan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Skripsi ini diperkenakaan untuk dipublikasikan pada
e-respository IAIN Salatiga.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat
dimaklumi.
Salatiga, 15 Agustus 2019
Yang Menyatakan
Riki Febriansyah
NIM. 125-13-002
-
iv
Imam Mas Arum, M.Pd.
Dosen IAIN Salatiga
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
Saudara : Riki Febriansyah
Kepada:
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadaan perbaikan seperlunya,
maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi Saudara:
Nama : Riki Febriansyah
NIM : 125-13-002
Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Judul :Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
(Kajian Pragmatik Imperaktif) Pada Kelas V MI Miftahun Najihin
Desa
Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun
2018/2019.
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya
segera
dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 19 Maret 2019
Pembimbing,
Imam Mas Arum, M.Pd.
NIP. 197905072011011008
-
v
SKRIPSI
KESANTUNAN BERBAHASA ANAK
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
(KAJIAN PRAGMATIK IMPERATIF) PADA KELAS V
DI MI MIFTAHUN NAJJIHIN
DESA KAUMAN LOR KECAMATAN PABELAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Disusun Oleh:
RIKI FEBRIANSYAH
NIM 12513002
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Prodi
Pendidikan
Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 Maret 2019 dan telah
dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji :
Sekretaris Penguji :
Penguji I :
Penguji II :.
Salatiga, 22 Maret 2019
Dekan
Suwardi, M.Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
Jl. Lingkar Salatiga Km. 2 Tel. (0298) 6031364 Salatiga
50716
Website : tarbiyah.iainsalatiga.ac.id E-mail
:[email protected]
mailto:tarbiyah.iainsalatiga.ac.idmailto:[email protected]
-
vi
MOTTO
“ Barang Siapa Beriman Kepada Allah Dan Hari Akhir, Maka
Hendaklah Ia
Berkata Baik Atau Diam” (Nabi Muhammad S.A.W)
“Janganlah Engkau Mengucapkan Perkataan yang Engkau Sendiri Tak
Suka
Mendengarnya Jika Orang Lain Mengucapkan Kepadamu.” (Ali bin Abi
Thalib)
“ Belajar, Berjuang, Bertaqwa”
-Selamanya-
-
vii
PERSEMBAHAN
Tiada yang maha pengasih dan maha penyayang selain Engkau Ya
ALLAH.
Syukur alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Mu ya Allah, saya
bisa
menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini ku persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Selamet Andriono dan
Ibunda Sri
Hartatik yang tak pernah lelah untuk selalu mendo‟akanku.
2. Untuk keluarga yang selalu mendukungku wabil khusus mbk Siti
Yulaikah dan
suaminya Gusayadi.
3. Untuk sahabat seperjuanganku, Afif Trisidha Sari, MusliKhatun
Mardiyah,
Bagus Mustofa, Rateh Ambarwati, Kingking, Mini dan Bang Viky
yang telah
membantuku dan menemaniku dalam perjuangan ini.
4. Untuk saudara seperjuanganku dari keturunan yang sama M.Bion
Asyari,M.
Efendi Jarkasih, Tyas Ayu Nigrum,Rekan-Rekanita Ipnu-Ippnu dan
PMII kota
Salatiga.
-
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penelitian
ini dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa
kami haturkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah kita
nantikan
syafa‟atnya di yaumul qiyamah.
Penelitian ini berjudul KESANTUNAN BERBAHASA ANAK DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KAJIAN (PRAGMATIK
IMPERATIF) PADA KELAS V MI MIFTAHUN NAJJIHIN DESA KAUMAN
LOR KECAMATAN PABELAN TAHUN PELAJARAN 2018/2019, pada
dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh
kegunaan
bahasa indonesia dalam berintraksi di sekolah khususnya saat
pembelajaran
bahasa Indonesia.
Penelitian ini mengacu pada prosedur penelitian kualitatif, yang
di lakukan
7 kali pertemuan selama satu bulan. Peneliti menyadari bahwa
penelitian yang
ditulis ini masih jauh dari kata sempurna dan tanpa adanya
bantuan dari berbagai
pihak mungkin penelitian ini tidak mungkin bisa selesai.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam
kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama
Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan
(FTIK) IAIN Salatiga.
3. Ibu Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI).
-
ix
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing
Akademik
Sekaligus Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh
perhatian telah
meluangkan waktu, untuk memberikan pengarahan serta bimbingan
sejak saya
pindah jurusan sampai penulisan skripsi ini dapat saya
selsaikan. serta bapak
juga yang selalu memotivasiku hingga aku tersadarkan untuk
selalu semangat
menyelsaikan kuliah ini.
5. Kedua Orang Tuaku tercinta yang selalu memberi dukungan
secara moral,
material, spiritual serta senantiasa berkorban dan berdo‟a demi
tercapainya
cita-citaku.
6. Teman-teman PGMI angkatan 2013,2014,2016,2017 yang senantiasa
berjuang
bersama-sama dan saling memberikan dukungan.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini
yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah Memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya.
Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan
penulis
terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT
penulis serahkan
segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis, umumnya
bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Salatiga, 3 Februari 2019
Penulis,
Riki Febriansyah Nim:125-13-002
-
xi
ABSTRAK
Febriansyah, Riki. 2019. Kesantunan Berbahasa Anak Dalam
Pembelajraan Bahasa
Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Kelas V Di MI
Miftahun Najjihin
Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun
2019.
Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidika Guru Madrasyah Ibtidaiyah
Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
Kata Kunci: Kesantunan Berbahasa Anak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) wujud kesantunan
berbahasa
pragmatik imperatif guru berdasarkan kesantunan dalam interaksi
belajar
mengajar pada kelas V MI Miftahun Najjihin; (2) wujud kesantunan
berbahasa
pragmatik imperatif siswa berdasarkan kesantunan pragmatik dalam
interaksi
belajar mengajar pada kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman
Lor.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Data
dalam penelitian
ini adalah wujud kesantunan pragmatik imperatif dalam interaksi
belajar mengajar
pada kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor. Sumber data
dalam
penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa dalam interaksi
belajar mengajar pada
kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor. Teknik pengumpulan
data
dalam penelitian ini, yaitu teknik pengamatan dan teknik catat.
Adapun teknik
analisis data yang digunakan, yakni pengumpulan data,
pereduksian data,
penyajian data, dan penyimpulan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) wujud kesantunan
pragmatik
imperatif guru siswa dan antar siswa dalam interaksi belajar
mengajar di kelas V
MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor, yaitu wujud tuturan fungsi
komunikatif
yang ditemukan menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan,
ajakan,
permohonan, persilaan, dan larangan, (2) wujud kesantunan
pragmatik imperatif
siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas V MI Miftahun
Najjihin Desa
Kauman Lor, yaitu wujud tuturan fungsi komunikatif adapula
Penyebab
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa terdiri atas 7 macam,
yaitu sengaja
menuduh lawan tutur, sengaja berbicara tidak sesuai
konteks,tidak memberikan
rasa simpati, protektif terhadap pendapat, dorongan rasa emosi
penutur, kritik
secara langsung dengan kata-kata kasar, dan mengejek ,
Selanjutnya, hasil
penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada guru dan siswa
agar
memperhatikan penggunaan tindak tutur yang santun terhadap lawan
tutur dalam
interaksi belajar mengajar.
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
........................................................................................
iii
HALAMAN BERLOGO
......................................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
......................................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
..........................................................................
iii
MOTTO
................................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN
................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR
........................................................................................
viii
ABSTRAK
..........................................................................................................
..xi
DAFTAR ISI
......................................................................................................
..xii
BAB I PENDAHULUAN
.......................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah
..............................................................................
1
B. Rumusan Masalah
........................................................................................
6
C. Tujuan Penelitian
.........................................................................................
6
D. Manfaat
Penelitian.......................................................................................
7
E. Sistematika Penulisan
...................................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
.................................................................................
9
A. Kajian Pustaka
..............................................................................................
9
B. Landasan Teori
...........................................................................................
13
C. Kerangka Teori
...........................................................................................
17
D. Hipotesis Penelitian
....................................................................................
30
BAB III METODE PENELITIAN
....................................................................
31
A. Jenis
Penelitian............................................................................................
31
B. Lokasi Penelitian
.........................................................................................
33
C. Sumber
Data................................................................................................
33
D. Teknik Pengumpulan
.................................................................................
35
E. Analisis Data
...............................................................................................
35
F. Pengecekan Keabsahan Data
.....................................................................
37
G. Tahap-Tahap Penelitian
.............................................................................
38
ricky%20fik%20skrip%20munaqosah.rtf#_Toc5400322ricky%20fik%20skrip%20munaqosah.rtf#_Toc5400322
-
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
................................ 4040
A. Hasil Penelitian
...........................................................................................
40
1.Wujud Kesantunan Berbahasa
..............................................................
41
2). Maksim Kedermawanan
.......................................................................
44
3). Maksim Pujian
.......................................................................................
46
4). Maksim Kerendahatian
........................................................................
48
5). Maksim Kesepakatan
............................................................................
49
6). Maksim Kesimpatian
............................................................................
51
B. Penyebab Ketidak Santunan Berbahasa
.................................................. 53
1). Sengaja Menuduh Lawan Tutur
.......................................................... 53
2). Tidak Memberikan Rasa Simpati
........................................................ 54
3). Protektif Terhadap Pendapat
..............................................................
54
4). Dorongan Rasa Emosi Penutur
............................................................ 54
5). Kritik secara Langsung dengan Kata-kata Kasar
............................. 54
6). Mengejek
................................................................................................
55
BAB V PENUTUP
................................................................................................
56
A. Kesimpulan
..................................................................................................
56
B. Saran
............................................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................
58
HASIL PENELITIAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki perbedaan yang jelas
dan
memiliki kelebihan yang jauh dibanding dengan makhluk lainnya.
Salah satu yang
membedakannya adalah bahasa yang dimiliki manusia. Bahasa
memiliki peran
penting dalam kehidupan. Tanpa disadari dan dipahami, jarang
sekali manusia
memperhatikan bahasa yang digunakan di dalam kesehariannya
sebagai alat
komunikasi yang utama. Bahasa,masyarakat,dan budaya adalah tiga
entitas yang
erat terpadu. Ketiadaan satu menyebabkan ketiadaan yang lain.
Budaya dan
masyarakat adalah dua hal yang juga tidak dapat saling terpisah.
Dimana ada
masyarakat disitu ada budaya,demikian sebaliknya.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dwi bahasa. Bahasa
pertama
adalah bahasa daerah sedangkan bahasa keduanya adalah bahasa
Indonesia.
Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting
dalam
berinteraksi. Bahasa dapat digunakan untuk menyatakan ide,
gagasan, keinginan,
perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Dengan bahasa
semua manusia
dapat mengenal dirinya, mengenal sesama manusia, alam sekitar,
ilmu
pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa
bahasa merupakan suatu sistem yang mampu menjembatani perasaan
dan pikiran
manusia serta menjadi pengantar setiap kepentingan dan kebutuhan
manusia satu
dengan yang lainnya.
-
2
Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi
(Chaer dam
Agustina, 2004: 11). Melalui kegiatan berkomunikasi, setiap
penutur hendak
menyampaikan tujuan dan atau maksud tertentu kepada mitra tutur.
Komunikasi
yang terjadi harus berlangsung secara efektif dan efisien,
sehingga pesan yang
disampaikan dapat dipahami dengan jelas oleh mitra tutur yang
terlibat dalam
proses komunikasi. Proses komunikasi yang efektif dan efisien
tidak akan terjadi
dengan baik, apabila bahasa yang digunakan oleh pnutur tidak
mampu dipahami
oleh mitra tutur. Dengan demikian, untuk mempermudah proses
komunikasi,
bahasa yang digunakan oleh penutur harus bahasa yang mudah
dipahami oleh
mitra tutur.
Wujud konkret fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa
dipakai untuk
berinteraksi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Sekolah
merupakan
wilayah sosial pemakaian bahasa yang mempunyai corak tersendiri.
Ia merupakan
masyarakat tutur yang berbeda dengan masyarakat tutur yang lain,
lengkap
dengan perbedaan penutur dan perbendaharaan tuturnya (Suwito,
1992:99).
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan oleh
guru
untuk menyampaikan materi, tugas atau memberi reaksi terhadap
kontribusi yang
dilakukan oleh siswa, meskipun bahasa sehari-hari yang digunakan
oleh siswa dan
guru adalah bahasa daerah. Tindakan yang dilakukan guru
sebenarnya memiliki
tujuan untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Indonesia saat
berada di
dalam lingkup sekolah. Selain itu, tindakan tersebut dapat
digunakan untuk
mendukung kelancaran belajar siswa di sekolah-sekolah
selanjutnya. Penggunaan
bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar
kadangkala
-
3
masih mendapat pengaruh dari kosa kata daerah siswa dan guru.
Pengaruh
tersebut dapat dimaklumi karena kadang kala siswa belum
seluruhnya memahami
kosakata tertentu dalam bahasa Indonesia.
Salah satu bentuk tuturan yang dimanfaatkan oleh para guru
untuk
pengaturan serta pemberian tanggapan terhadap tindakan dari
siswa adalah bentuk
tuturan yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif
dalam bahasa
Indonesia. Pemanfaatan itu berkisar antara imperatif yang
memiliki kadar tuturan
paling lembut sampai imperatif yang memiliki kadar tuturan yang
keras.
Perbedaan bentuk serta kadar tuturan ini sangat dipengaruhi oleh
konteks situasi.
Dominannya pemanfaatan imperatif bahasa Indonesia dalam proses
pembelajaran
di sekolah dasar sangat dipengaruhi usia. Mereka masih
membutuhkan lebih
banyak kontrol serta pengawasan dalam bentuk perintah dari
gurunya.
Selama proses belajar mengajar sedang berlangsung tidak setiap
saat guru
menggunakan bentuk imperatif langsung. Adakalanya mereka
menggunakan
bentuk imperatif tidak langsung yaitu, kontruksi deklaratif dan
interogatif. Kedua
kontruksi ini digunakan sebagai bentuk penghalusan. Penafsiran
terhadap makna
atau maksud penggunaan bentuk imperatif tidak langsung harus
memperhatikan
konteks yang melengkapi tuturan itu. Meskipun guru menggunakan
kedua bentuk
tersebut, tetapisiswa memerlukan “alat bantu” tertentu sehingga
mereka dapat
menafsirkan makna di balik kedua bentuk tersebut. Alat bantu
tersebut adalah
munculnya isyarat pada linguistik tertentu yang menyertai guru
saat menuturkan
kedua bentuk tersebut.
-
4
Melihat gaya tuturan dalam proses kegiata, belajar mengajar di
sekolah yang
kompleks dan perlunya konteks situasi dalam memahami tuturan,
maka perlu
meninjau secara pragmatik. Ditinjau secara pragmatik, melihat
makna secara
keseluruhan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah sangatlah
penting. “Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya ujaran”
(Asim
Gunarwan, 1994:84). Pragmatik tidak hanya mengkaji bahasa yang
dituturkan
tetapi juga mungkin makna dan maksud yang terkandung dalam
tuturan tersebut
tergantung seberapa besar kekuatan tuturan/ujaran tersebut.
Pemakaian bahasa
selalu terikat pada konteks dan situasi yang melingkupinya.
Demikian halnya
dengan pemakaian bahasa Indonesia di sekolah khususnya pada
kegiatan belajar
mengajar yang tidak terlepas dari fungsi dan tujuan bahasa.
Al-Quraan menjelaskan tentang kesantuan berbahasa Qaulan
layyinan atau
berbicara dengan lembut. Perkataan ini terdapat pada surat Thaha
ayat 44 berikut.
Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua (Musa dan Harun)
kepadanya
(Fir’aun) dengan kata-kata yanglemah lembut, mudah-mudahan ia
ingat atau
takut.” (Departemen Agama RI, (1971:480).
Sesuai dengan konteksnya, perkataan yang demikian disampaikan
kepada
orang yang diharapkan bisa berubah dari keangkuhan dan
kesombongannya.
Fir‟aun merupakan raja yang hebat, oleh karena itu diperintahkan
oleh Allah
untuk menggunakan perkataan yang lemah lembut. Di jelaskan juga
pada Qur‟an
Surat An-Nahl Ayat 125 yang berbunyi.
-
5
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-
Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
(Departemen Agama RI, (1971:421).
Ini merupakan petunjuk bagi manusia manapun yang ingin
menaklukkan
orang yang sombong dan arogan. Tentu bahasa yang lemah lembut
bukanlah satu-
satunya pilihan, sebab terkadang orang sombong bisa takluk kalau
dihadapi
dengan sombong juga.
Sauri (2003),ada enam macam perkataan digunakan namun sangat
baik
kalau diterapkan dalam banyak situasi, termasuk di dalam
berdakwah dan dalam
pendidikan. Sauri (2003) menamakan keenam macam perkataan itu
dengan enam
prinsip komunikasi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa
perkataan-perkataan
tersebut menuntun seseorang untuk berkata yang santun. Perkataan
yang santun
adalah perkataan yang memiliki nilai (1)kebenaran, (2)kejujuran,
(3)keadilan,
(4)kebaikan, (5)lurus, (6)halus, (7)sopan, (8)pantas,
(9)penghargaan, (10)khidmat,
(11)optimisme, (12)indah, (13)menyenangkan, (14)logis,
(15)fasih, (16)terang,
(17)tepat, (18)menyentuh hati, (19)selaras, (20)mengesankan,
(21)tenang,
(22)efektif, (23)lunak, (24)lemah-lembut, (25)rendah. Para orang
tua, para
pendidik, para juru dakwah, dan tokoh masyarakat memiliki
peranan yang
strategis untuk menyampaikannya. Mereka jugalah yang sangat
diharapkan
-
6
memasyarakatkan perkataan-perkatan santun tersebut kepada
generasi muda dan
seluruh lapisan masyarakat. Perkataan yang santun ini harus
diimbangi dengan
prilaku yang santun pula.
Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik
untuk mengkaji
pemakaian imperatif bahasa Indonesia dalam proses belajar
mengajar dengan
Skripsi berjudul, “Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran
Bahasa
Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Siswa Kelas V di MI
Miftahun
Najjihin Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini tidak melebar dan menyimpang dari tujuan
penelitian,
maka perlu adanya perumusan masalah yang jelas. Adapun rumusan
masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana wujud Kesantunan pragmatik imperatif bahasa
Indonesia yang
dituturkan oleh guru kepada siswa dalam proses belajar
mengajar?
2. Apakah penyebab ketidak santunan berbahasa anak dalam
kajian
pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang dituturkan oleh siswa
saat
berintraksi dalam proses belajar mengajar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wujud kesantunan
pragmatik
imperatif bebahasa anak saat proses belajar mengajar di MI
Miftahun Najjihin
Desa Kauman Lor tahun 2018. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai
berikut:
-
7
1. Untuk mengetahui wujud kesantunan pragmatik imperatif
bahasa
Indonesia yang dituturkan oleh guru dan siswa dalam proses
belajar
mengajar.
2. Untuk mengrtahui wujud kesantunan pragmatik imperatif
bahasa
Indonesia yang dituturkan oleh siswa dalam proses Intraksi
sesama siswa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat
teoritis
maupun manfaat praktis. Edi Subroto (1992: 91) menyatakan
“Perumusan
manfaat penelitian sering diperlukan dan biasanya juga dikaitkan
dengan masalah
yang lebih bersifat praktis”. Hal ini dimaksudkan agar
penelitian dapat memberi
pemecahan masalah yang bersifat praktis selain memberi sumbangan
ke arah
pengembangan ilmu.
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
penambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk
mengetahui
Kalimat pragmatik kesantunan imperatif yang terjadi saat proses
belajar
mengajar di sekolah.
2. Manfaat Praktis
Pada sisi lain, penelitian ini akan bermanfaat pula untuk
memecahkan masalah-masalah praktis. Penelitian ini diharapkan
menjadi
sumber informasi bagi penelitian-penelitian lain mengenai
kebahasaan yang
digunakan dalam berkomunikasi.
-
8
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat pula di
implikasikan
kepada siswa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan
lancar,
sehingga pembelajaran dapat dicapai maksimal.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penguraian di dalam suatu penelitian maka
diperlukan
sistematika penulisan. Sistematika dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori, yang terdiri dari imperatif, fungsi
bahasa, pragmatik,
tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur, teori kesantunan bahasa,
dan teori
praanggapan, implikatur, entailment.
Bab III Metode penelitian. Metode dalam penelitian ini terdiri
dari jenis
penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, sumber data,
teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyajian
data.
Bab IV Analisis data, berisi serangkaian proses pengolahan data
yang
menjabarkan data-data yang sudah terkumpul, dikelompokkan sesuai
dengan
kepentingan dan dianalisis untuk mendapatkan jawaban dari
masalah yang
muncul sebelumnya.
Bab V Penutup, merupakan penutup dari semua masalah-masalah yang
telah
dibicarakan dan berisi tentang simpulan dan saran.
Pada bagian akhir skripsi ini dilengkapi dengan daftar pustaka
dan lampiran
-
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini merupakan
landasan
teori yang dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas
penelitian.
Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, kajian pustaka
yang diuraikan
dari judul penelitian Kesantunan Berbahasa Anak Dalam
Pembelajaran Bahasa
Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Kelas V MI Miftahun
Najjihin Desa
Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ialah sebagai
berikut.
1. Pragmatik
Istilah pragmatik, pertama kali dikemukakan oleh filsuf
terkenal
bernama Charles Morris pada tahun 1938. Morris (dalam
Rahardi,
2005:47) mengemukakan semiotika (semiotics) dalam kaitannya
dengan
ilmu bahasa yang memiliki tiga cabang, yakni sintaksis (studi
relasi formal
tanda-tanda), semantik (studi relasi tanda-tanda dengan
objeknya), dan
pragmatik (studi relasi tanda-tanda dengan penafsirnya. Tanda
yang
dimaksud ialah tanda-tanda bahasa.
Leech (1993:8) menegaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang
makna
dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech
situations). Makna
dalam kajian pragmatik yang dimaksudkan sebagai suatu hubungan
yang
melibatkan tiga segi (triadic), yakni antara penutur, petutur,
dan situasi-
situasi yang melatarbelakangi peristiwa tutur. Kridalaksana
(2008:198)
-
10
mengatakan bahwa pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian bahasa
atau
konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna
ujaran.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijana dan Rohmadi,
(2009:3-4)
menerangkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa
yang
mempelajari struktur bahasa secara ekstenal, yaitu bagaimana
satuan
kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Sedangkan Yule
(2014:5)
menjelaskan bahwa pragmatik merupakan sebuah studi tentang
hubungan
antara bentuk-bentuk dalam linguistik selain sintaksis dan
semantik. Di
antara ketiga ilmu linguistik tersebut, hanya pragmatik yang
memungkinkan orang dapat menganalisis sebuah tuturan. Manfaat
dalam
mempelajari bahasa melalui pragmatik ialah seseorang dapat
bertutur
tentang makna yang dimaksudkan, asumsi mereka, maksud atau
tujuan
mereka, dan jenis-jenis tindakan yang mereka tampakkan saat
mereka
sedang berbicara.
Berdasarkan para ahli mengenai pragmatik, dapat disimpulkan
bahwa pragmatik adalah kajian bahasa antara penutur dan mitra
tutur yang
melibatkan peristiwa tutur. Jadi, makna dalam pragmatik tidak
hanya
sebatas apa yang diujarkan oleh penutur, tetapi mengkaji makna
di luar
konteks bahasa tersebut sehingga penutur dan mitra tutur
dalam
hubungannya dengan peristiwa tutur tidak dapat dipisah.
2. Kesantunan Berbahasa
Kata “kesantunan” berasal dari kata dasar “santun” yang
berarti:
halus dan baik budi bahasanya, tingkah lakunya; sopan, sabar,
dan tenang;
-
11
mengasihani, mearuh belas kasihan; menolong, menyokong,
meringankan
kesusahan orang; memperhatikan kepentingan umum. Kemudian
kata
dasar “santun” mendapatkan konfiks “ke-an” yang membentuk kata
benda
“kesantunan” sehingga mempunyai makna hal-hal yang berkaitan
dengan
kehalusan dan kebaikan; baik tingkah laku yang sopan, tutur kata
baik
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Berkomunikasi tidak semata-mata menyampaikan informasi.
Berkomunikasi juga merupakan bentuk interaksi yang harus
mengindahkan nilai-nilai kesantunan. Seorang penutur bahasa yang
hanya
mementingkan nilai informasi dan mengabaikan nilai-nilai
kesantunan
pasti akan menemui banyak masalah dalam berinteraksi. Nilai
kesantunan
dalam berkomunikasi sama pentingnya dengan informasi itu
sendiri.
Kesantunan adalah suatu sistem hubungan interpersonal yang
dirancang
untuk mempermudah interaksi dengan memperkecil potensi
terjadinya
konflik dan konfrontasi yang selalu ada dalam semua
pergaulan
(interchange) manusia (Lakoff dalam Saputra, 2014:8). 14
Keraf (dalam Sardiana, 2006:18) mengemukakan bahwa
kesantunan
berbahasa adalah memberikan penghargaan kepada orang yang
diajak
bicara, khususnya pendengar dan pembicara yang
dimanifestasikan
melalui kejelasan dan kesingkatan.
Parera (dalam Sardiana, 2006:18) mengemukakan bahwa
kesantunan
berbahasa adalah perilaku berbahasa yang sesuai dengan
konteks
-
12
pembicaraan atau percakapan dengan memperhatikan status, umur,
jenis
kelamin, jabatan, dan etnik pembicaraan dan lawan bicara.
Kesantunan (politeness) merupakan perilaku yang diekspresikan
dengan
cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan fenomena
kultural,
sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin
tidak
demikian halnya dengan kultur yang lain (Zamsani dkk.,
2011:35).
Faktor penentu kesantunan berbahasa adalah segala hal yang
dapat
mempengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun.
Faktor
penentu itu dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu (1) aspek
kebahasaan,
seperti intonasi, pilihan kata, gerak-gerik tubuh, kerlingan
mata, gelengan
kepala, acungan jempol, kepalan tangan, tangan berkacak
pinggang,
panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa,
dan
sebagainya dan (2) aspek nonkebahasaan, berupa pranata sosial
budaya
masyarakat dan pranata adat (Saudah, 2014:71).
Masinambouw (dalam Silalahi, 2012:3) mengatakan bahwa Etika
berbahasa atau disebut juga kesantunan berbahasa merupakan
aturan
perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu
masyarakat
tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang
disepakati
oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, contoh etika berbahasa
yang
dimaksud disini ialah:
a) Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu
kepada
seorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan
budaya
dalam masyarakat itu;
b) Ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam
situasi
sosiolinguistik dan budaya tertentu;
-
13
c) Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita,
dan
menyela pembicaraan orang lain;
d) Kapan kita harus diam;
e) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam
berbicara itu.
Seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa kalau dia
menguasai tata
cara atau etika berbahasa itu.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli mengenai kesantunan
berbahasa, dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa
merupakan
kegiatan menggunakan bahasa secara halus, baik, tenang, atau
dengan kata
lain bahwa kesantunan berbahasa merupakan kegiatan bertutur kata
baik
secara dengan norma yang berlaku di masyarakat.
B. Landasan Teori
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dimyati (2006: 7) Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa
yang
kompleks. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk
memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai
hasil
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Adapun
pembelajaran yaitu bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana
membuat
siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya
sendiri
untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum
sebagai
kebutuhan peserta didik.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun secara tertulis,
serta
-
14
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia
(Depdiknas, 2006: 124).
Depdiknas (2006: 125), tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di
Sekolah
Dasar (SD/MI) adalah:
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika
yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa
persatuan dan bahasa negara.
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat
dan
kreatif untuk berbagai tujuan.
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual serta kematangan emosional dan sosial.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan,
memperluas budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan
berbahasa.
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai
khasanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
2. Pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia
Rahardi (2006: 71-74) menyatakan bahwa aneka kalimat dalam
bahasa
Indonesia dibedakan berdasarkan bentuk dan nilai komunikatifnya.
Berdasarkan
bentuknya, kalimat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1)
kalimat tunggal dan
2) kalimat majemuk. Sedangkan berdasarkan nilai komunikatifnya,
kalimat dalam
bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: 1) kalimat
berita
-
15
(deklaratif), 2) kalimat perintah (imperatif), 3) kalimat tanya
(interogatif), 4)
kalimat seruan (eksklamatif), dan 5) kalimat penegas
(empatik).
Kalimat imperatif bermaksud memerintah atau meminta agar mitra
tutur
melakukan sesuatu sebagaimana seperti yang diinginkan si
penutur. Kalimat
imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan
yang sangat keras
atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau
santun. Kalimat
imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan
seesuatu sampai
dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, dapat
dikatakan
bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan
banyak
variasinya. Secara singkat, kalimat imperatif bahasa Indonesia
dapat
diklasifikasikan secara formal menjadi lima macam, yaitu: 1)
kalimat imperatif
biasa, 2) kalimat imperatif permintaan, 3) kalimat imperatif
permintaan izin, 4)
kalimat imperatif ajakan, dan 5) kalimat imperatif suruhan.
(Rahardi, 2006: 79).
Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa
Indonesia
apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang
melatarbelakanginya. Makna
pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat ditentukan
oleh konteksnya.
Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat
pula bersifat
intralinguistik.
3. Kesantunan Berbahasa
Ujaran tertentu bisa dikatkan santun di dalam suatu kelompok
masyarakat
tertentu, akan tetapi di kelompok masyarakat lain bisa dikatakan
tidak santun.
Menurut Zamzani, dkk (2010: 2), kesantunan merupakan perilaku
yang
diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Kesantunan
merupakan
-
16
fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu
kultur mungkin
tidak demikian halnya dengan kultur yang lain. Tujuan
kesantunan, termasuk
kesantunan berbahasa adalah membuat suasana berinteraksi
menyenangkan, tidak
mengancam muka dan efektif.
Menurut Rahardi (2005: 35) penelitian kesantunan mengkaji
penggunaan
bahasa dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur
yang dimaksud
adalah masyarakat dengan aneka latar belakang situasi sosial dan
budaya yang
mewadahinya. Adapun yang dikaji di dalam penelitian kesantunan
adalah segi
maksud dan fungsi tuturan.
Frase menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat empat pandangan yang
dapat
digunakan untuk mengkaji masalah kesantunan dalam bertutur,
yaitu:
a. Pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma
sosial. Dalam
pandangan ini, kesantunan dalam bertutur ditentukan berdasarkan
norma-
norma sosial dan kultural yang ada dan berlaku di dalam
masyarakat bahasa
itu. Santun dalam bertutur ini disejajarkan dengan etiket
berbahasa.
b. Pandangan yang melihat kesantunan sebagai sebuah maksim
percakapan
dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka. Pandangan
kesantunan
sebagai maksim percakapan menganggap prinsip kesantunan,
hanyalah
sebagai pelengkap prinsip kerja sama.
c. Pandangan ini melihat kesantunan sebagai tindakan untuk
memenuhi
persyaratan terpenuhinya sebuah kontrak percakapan. Jadi,
bertindak santun
itu sejajar dengan bertutur yang penuh pertimbangan etiket
berbahasa.
-
17
d. Pandangan kesantunan yang keempat berkaitan dengan
penelitian
sosiolinguistik. Dalam pandangan ini, kesantunan dipandang
sebagai sebuah
indeks sosial. Indeks sosial yang demikian terdapat dalam
bentuk-bentuk
referensi sosial, honorifik, dan gaya bicara. (Rahardi, 2005:
40)
C. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kemampuan seseorang peneliti dalam
mengaplikasikan pola berpikirnya dalam menyusun secara
sistematis teori-teori
yang mendukung permasalahan penelitian. Menurut Kerlinger, teori
adalah
himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang
mengemukakan
pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi
antara variabel,
untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:
6). Teori
berguna menjadi titik tolak atau landasan berpikir dalam
memecahkan atau
menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah untuk
menerangkan, meramalkan,
memprediksi, dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada
secara sistematis
(Effendy, 2004: 224).
Pada penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa kerangka
teori yang
berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang digunakan
adalah:
1. Wujud pragmatik imperatif bahasa Indonesia
Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam
bahasa
Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang
melatar
belakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian
itu
sangat ditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud
dapat
bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat
intralinguistik. Dari
-
18
penelitian yang dilakukan Rahardi (2006: 93-116), ditemukan
tujuh belas
macam wujud pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia.
Ketujuh
belas wujud pragmatik imperatif dijabarkan sebagai berikut.
a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif
Perintah
Tuturan yang diujarkan penutur mengandung perintah. Tuturan
pada bentuk ini bisa disampaikan dengan tuturan yang
nonimperatif.
Bentuk demikian disebut imperatif tidak langsung dengan
memperhatikan kontek yang melingkupinya
b. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Suruhan
Dalam tuturan ini, ada kata penanda yang menunjukkan bahwa
tuturan tersebut merupakan suruhan yaitu kata coba. Tuturan ini
dapat
diungkapakan dengan tuturan deklaratif (pertanyaan) dan
interogatif
(pernyataan).
c. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permintaan
Bentuk permintaan yang disampaikan penutur biasanya
menggunakan kata tolong atau frase lain yang bermakna minta.
Selain
itu, kata mohon juga menandakan makna imperatif suruhan
untuk bentuk penyampaian yang lebih halus. Tuturan ini dapat
diungkapkan dengan tuturan deklaratif (pertanayaan) dan
interogatif
(pernyataan).
d. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permohonan
Seperti makna sebelumnya, pada makna pragmatik imperatif
permohonan menggunakan kata mohon dalam tuturannya. Selain
itu
digunakan pula partikel– lah sebagai penghalus kadar
tuntutan
-
19
imperatif dalam tuturan. Berdasarkan konteks, tuturan ini
bisa
disampaikan dengan tuturan nonimperatif.
e. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Desakan
Bentuk ini biasanya menggunakan kata ayo atau mari sebagai
wujud
desakan. Apabila dimaksudkan ada penekanan dalam sebuah
tuturan
imperatif tersebut, maka penggunaan kata harap atau harus
bisa
untuk digunakan. Selain itu, tuturan bukan imperatif juga
bisa digunakan dalam penyampaian makna pragmatik imperatif
desakan ini.
f. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Bujukan
Tuturan yang diujarkan biasanya menggunakan kata ayo atau
mari.
Selain itu, kata lain yang digunakan untuk memperhalus
tuturan
adalah tolong. Tuturan deklaratif dan interogatif dapat
digunakan
untuk mengungkapkan makna pragmatik imperatif bujukan.
g. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Imbauan
Partikel – lah lazim digunakan dalam tuturan makna pragmatik
imperatif imbauan. Kata yang sering digunakan adalah harap
dan
mohon Tuturan non imperatif pun turut mendukung pengujaran
yang
bermakna pragmatik imperatif imbauan.
h. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Persilaan
Kata yang lazim digunakan dalam tuturan ini adalah silahkan
atau
bentuk pasif dipersilahkan. Selain itu,bentuk tuturan deklaratif
atau
-
20
tuturan interogatif juga dapat diujarkan untuk mendukung
penyampaian tuturan bermakna pragmatik imperatif persilaan.
i. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Ajakan
Seperti tuturan bermakna pragmatik imperatif bujukan, kata
ayo
atau mari juga bisa digunakan dalam tuturan bermakna ajakan.
Tuturan nonimperatif pun dapat digunakan sebagai cara untuk
menyampaikan tuturan yang bermakna ajakan ini.
j. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permintaan Izin
Tuturan ini biasanya menggunakan kata mari dan boleh untuk
makna meminta izin. Secara pragmatik tuturan ini dapat
disampaikan
dengan tuturan non imperatif.
k. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Mengizinkan
Kata silahkan lazim digunakan dalam tuturan ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, ditemukan tuturan non imperatif
untuk
menyatakan makna ini.
l. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Larangan
Kata jangan lazim digunakan dalam tuturan bermakna larangan.
Bentuk tuturan bermakna larangan banyak ditemukan dalam
penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Bentuk-bentuk yang
ditemukan tersebut tidak selalu dalam tuturan imperatif, tetapi
juga
dalam tuturan non imperatif.
-
21
m. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Harapan
Tuturan ini biasanya ditunjukkan dengan kata harap dan
semoga. Makna harapan ini pun bisa digunakan dengan tuturan
non
imperatif.
n. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Umpatan
Dalam bahasa Indonesia, tuturan ini banyak ditemukan tidak
hanya dalam tuturan imperatif, melainkan juga dalam tuturan
non
imperatif.
o. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Pemberian Ucapan
Selamat
Ucapan selamat dalam tuturan bahasa Indonesia merupakan
bagian
dari tuturan bermakna pragmatik imperatif. Tuturan ini
ditemukan
dalam komunikasi sehari-hari bahasa Indonesia. Tuturan ini pun
dapat
diujarkan dengan tuturan non imperatif.
p. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Anjuran
Kata hendaknya dan sebaiknya mengandung makna anjuran. Makna
ini dapat diwujudkan dengan tuturan imperatif, tuturan
deklaratif, dan
tuturan interogatif. Tuturan-tuturan tersebut juga dapat
ditemukan
dalam komunikasi sehari-hari.
q. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif ”Ngelulu”
Kita “ngelulu” berasal dari bahas jawa. Makna dari kata ini
adalah
menyuruh mitra tutur untuk melakukan sesuatu, tetapi
sebenarnya
yang dimaksud oleh penutur adalah melarang melakukan
sesuatu.
-
22
Meskipun bermakna larangan, dalam tuturan tidak menggunakan
kata jangan.
2. Kesantunan pragmatik imperatif bahasa Indonesia
a. Kesantunan
Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan
disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga
kesantunan
sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku
sosial. Oleh
karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama” (Sibarani,
2004:170).
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi
lewat tanda
verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita
tunduk pada
norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang
kita
pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur
budaya yang
ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu
bahasa
dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak
sesuai
dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai
negatif,
misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh,
egois,
tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Sibarani, 2004:170).
Keraf (2006: 114) mengatakan yang dimaksud sopan santun
adalah
memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak
bicara,
khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak
berarti
memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui
kata-kata,
atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi
dalam
pergaulan masyarakat beradab. Rasa hormat dan gaya bahasa
-
23
dimanisfestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Hal
tersebut
menunjukkan bahwa menyampaikan sesuatu secara jelas berarti
tidak
membuat mitra tutur memeras keringat untuk mencari tahu apa yang
ditulis
atau dikatakan penutur. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha
untuk
mempergunakan kata-kata secara efisien. Hal tersebut menunjukkan
bahwa
guru dalam proses pembelajaran tuturan yang disampaikan kepada
siswa
jangan berbelit-belit dan panjang lebar, sehingga akan
membinggungkan
siswa dan akan mempersulit siswa dalam menangkap pelajaran.
Rumusan prinsip kesantunan yang sampai dengan saat ini dianggap
paling
lengkap dan paling komprahensif adalah rumusan Leech (1983).
Prinsip
kesantunan ini dituangkan dalam enam maksim. Maksim merupakan
kaidah
kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang
mengatur
tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya
terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim
juga
disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama
dan
prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar
kita
mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan
meng-hindari
ujaran yang tidak sopan. Maksim-maksim ini dimasukkan ke dalam
kategori
prinsip kesopanan. Dari prinsip-pinsip tersebut, terdapat empat
maksim
yang melibatkan skala-skala berkutub dua, yakni skala
untung-rugi dan
skala puji-kecaman. Keempat maksim tersebut adalah maksim
kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, dan
maksim
kearifan. Sedangkan dua maksim lainya (maksim mufakat dan
maksim
-
24
simpatisan) melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya,
yaitu skala
kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala yang satu
dengan
yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan jelas,
karena setiap
maksim mengacu pada sebuah skala penilaian yang berbeda dengan
skala
penilaian maksim-maksim lainnya.
1) Maksim Kebijaksanaan
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah
keuntungan
orang lain sebesar mungkin (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993:
27).
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan
adalah
bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip
untuk
selalu mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan
memaksimalkan
keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur
yang
berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat
dikatakan
sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang
teguh
pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap
dengki, iri
hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra
tutur. Rasa
sakit hati dalam sebuah pertuturan juga dapat diminimalisir
dengan maksim
ini.
2) Maksim Kedermawanan
Maksim Kedermawanan atau Kemurahan atau Penerimaan kurangi
keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri
sendiri.(Leech
diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
-
25
Jika setiap orang melaksanakan inti pokok maksim
kedermawanan
dalam ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari, maka
kedengakian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar.
Dengan
maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta
pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain.
Penghormatan
terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat
mengurangi
keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan
bagi
pihak lain. Maksim kedermawanan ini harusnya dapat kita
tanamkan
pada diri kita di era sekarang ini, karena di era sekarang ini
banyak
orang begitu mementingkan diri sendiri tak memikirkan orang
lain.
3) Maksim Penghargaan
Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada orang
lain. (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27). Di dalam
maksim
penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap
santun
apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan
penghargaan
kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para
perserta
pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau
saling
merendahkan pihak lain. Perserta tutur yang sering mengejek
peserta
tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai
orang yang
tidak sopan. Dikatakan demikian karena tin dakan mengejek
merupakan
tidakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan
perbuatan
tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan
sesungguhnya. Maksim penghargaan ini biasa kita gunakan
untuk
-
26
saling menghargai atas kemampuan orang lain apapun bentuknya
tapi
tetap harus meluruskan jika kurang pas.
4) Maksim Permufakatan
Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang
lain.
Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
(Leech
diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim
kecocokan (Wijana, 1996: 59). Di dalam maksim ini, ditekankan
agar
para pererta tutur dapat saling membina kecocokan atau
kemufakatan
di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan
atau
kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan
bertutur,
masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap
santun.
5) Maksim Kesimpatian
Kurangi antipasti antara diri sendiri dengan orang lain.
Perbesar
simpati antara diri sendiri dengan orang lain (Leech
diterjemahkan
oleh Oka, 1993: 27).Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan
agar
para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara
pihak
yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipasti terhadap
salah
seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak
santun.
Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa
kesimpatisan terhadap orang lain ini di dalam komunikasi
kesehariannya. Orang yang bersikap antipasi terhadap orang
lain,
-
27
apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan
dianggap
sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam
masyarakat.
6) Maksim Kearifan
Maksim kearifan mengatur sebuah tuturan agar tidak
memberatkan lawantutur dan terasa lebih halus. Seseorang
dalam
menghasilkan sebuah tuturan harus bersikap arif.
Penyimpangan
terhadap maksim kearifan dapat ditandai denganpenutur
menggunakan diksi yang kasar atau vulgar, memerintah secara
langsung,menegur secara langsung, memberi saran secara
langsung,
menolak dengan nadatinggi, dan menolak dengan kasar.
Di atas, terdapat empat maksim yang melibatkan skala-skala
berkutub dua, yakni skala untung-rugi dan skala
puji-kecaman.
Keempat maksim tersebut adalah maksim kebijaksanaan, maksim
kedermawanan, maksim penghargaan, dan maksim kearifan.
Sedangkan dua maksim lainya (maksim mufakat dan maksim
simpatisan) melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya,
yaitu
skala kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala
yang
satu dengan yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda
dengan
jelas, karena setiap maksim mengacu pada sebuah skala
penilaian
yang berbeda dengan skala penilaian maksim-maksim lainnya.
b. Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal
pada
masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang
silam, ilmu
-
28
ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli
bahasa. Hal ini
dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk
menguak
hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa
didasari
pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu
digunakan
dalam komunikasi (Leech, 1993: 1). Leech (1993: 8) juga
mengartikan
pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan
situasi-
situasi ujar (speech situasions).
Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan di
Indonesia
dewasa ini, paling tidak dapat diedakan atas dua hal, yaitu (1)
pragmatik
sebagai sesuatu yang diajarkan, (2) pragmatik sebagai suatu yang
mewarnai
tindakan mengajar. Bagian pertama masih dibagi lagi atas dua
hal, yaitu (a)
pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan (b) pragmatik
sebagai salah
satu segi di dalam bahasa atau disebut „fungsi komunikatif‟
(Purwo,
1990:2).
Pragmatik ialah berkenaan dengan syarat-syarat yang
mengakibatkan serasi
tidaknya bahasa dalam komunikasi (KBBI, 1993: 177). Menurut
Levinson
(1983: 9), ilmu pragmatik didefinisikan sebagai berikut:
1) “Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan
konteks yang
mendasari penjelasan pengertian bahasa”. Di sini,
“pengertian/pemahaman
bahasa” merunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu
ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna
kata dan
hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks
pemakaiannya.
-
29
2) “Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa
mengaitkan
kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi
kalimat-kalimat
itu”. (Nababan, 1987: 2)
Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang
mengakibatkan serasi-
tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek
pemakaian
bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada
makna
ujaran (Kridalaksana, 1993: 177). Menurut Verhaar (1996: 14),
pragmatik
merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa
yang
termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur
dan
pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada
hal-hal
“ekstralingual” yang dibicarakan.
Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah
mengenai
makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat
konteks.
Sedangkan memperlakukan bahasa secara prag-matik ialah
memperlakukan
bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya
pada
peristiwa komunikasi (Purwo, 1990: 31).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang
batasan
pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai
bagaimana
caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan
kalimat atau
menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.
c. Imperatif
Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk
mengungkapkan
perintah, keharusan atau larangan melaksanakan perbuatan
(Kridalaksana,
-
30
2001:81). Perintah tidak hanya diartikan sebagai perintah untuk
melakukan
sesuatu, tetapi juga sebagai perintah untuk tidak melakukan
sesuatu yang
disebut larangan.
Wujud pragmatik imperatif berbeda,dalam bahasa Indonesia tak
selalu
berupa konstruksi imperatif. Dengan perkataan lain, wujud
pragmatik
imperatif dapat berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat
berupa
konstruksi Imperatif dan dapat pula berupa konstruksi
nonimperatif.
Adapun yang dimaksud wujud pragmatik adalah realisasi maksud
imperatif dalam bahasa indonesia apabila dikaitkan dengan
konteks situasi
tutur yang melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif
tuturan yang
demikian itu sangat di tentukan oleh konteksnya. Konteks yang
dimaksud
dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat
intralinguistik.
Dalam sebuah intraksi kita harus mengunakan kesantunan
berbahasa
pragmatik imperatif yang banyak harus di pahami situasi kondisi
yang
terjadi,gunakan maksim-maksim kesantunan berbahasa agar
terciptanya
intraksi yang baik tanpa menyakiti, mengucilkan bahkan
menindas.
D. Hipotesis Penelitian
Penelitian terhadap objek hendaknya dilakukan dengan berpedoman
pada
suatu hipotesis sebagai pegangan atau jawaban sementara yang
masih harus
dibuktikan kebenarannya dalam kenyataan (empirical
verification), percobaan
(experimentation), atau praktek (implementation). Oleh karena
itu, hipotesis harus
dalam bentuk pertanyaan ilmiah atau proposisi, yaitu mengandung
hubungan dua
variabel atau lebih (Sudjana, 2000: 11).
-
31
Penelitian Analisis kesantunan bahasa pragmatik Imperatif pada
proses
belajar mengajar di dalam kelas V MI Miftahun Najihin, desa
Kaumanlor, Kec.
Pabelan, Kab. Semarang, penelitian ini menganalisis Penyimpangan
intraksi guru
kesiswa, siswa ke Guru dan antarsiswa dalam proses belajar
mengajar didalam
kelas.
Data berupa percakapan yang terjadi saat proses belajar mengajar
dalam
kelas, yang banyak melangar maksim-maksim kesantunan. Pengamatan
yang
dilakukan saat proses belajar mengajar kesantunan pragmatik
imperakti bahasa
indonesia dalam pelajaran bahasa indonesia di Mi Miftahun
Najihin di desa
KaumanLor, kec. Pabelan, Kab. Semarang.
Peneliti mengamati percakapan, sapaan, kalimat perintah, kalimat
ajakan,
kalimat ungkapan dan kalimat tanya saat proses belajar mengajar
pelajaran bahasa
indonesia. Melihat kemampuan siswa berbahasa indonesia saat
belajar bahasa
indonesia apakah masih menggunkan bahasa campuran atau bahasa
daerah.
-
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Neuman (1997) dalam buku Menulis Ilmiah Metodeu
Penelitian
Kualitatif, metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang
digunakan dalam
penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.(Santana, 2007:
15).
Menurut Sumanto (2014: 179) kegiatan penelitian deksriptif
melibatkan
mengumpulan data untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan
status atau
kondisi objek yang diteliti pada saat dilakukan penelitian.
Penelitian deskriptif
berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasi apa yang ada. Pada
penelitian
deskriptif, apabila masalah penelitian telah didefinisikan,
kajian pustaka dan
hipotesis telah dibuat, selanjutnya peneliti harus hati-hati
dalam memikirkan
pemilihan sampel dan pengumpulan data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
rancangan
deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
dilakukan semata-mata
hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang
secara
empiris hidup pada penuturnya dimaksudkan sebagai jenis
penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau
bentuk hitungan
lainnya (Arikunto, 2010:3).
Setiap penelitian memiliki pendekatan yang berbeda, tergantung
dengan
metode masing-masing. Pendekatan penelitian kualitatif
ditentukan oleh karakter
penelitian kualitatif, yang tentu berbeda dengan karakter
penelitian kuantitatif.
-
32
Menurut Creswel (2012) karakter utama dalam penelitian
kualitatif adalah:
Pertama, penelusuran problem dan pengembangannya secara detail
terpusat pada
satu fenomena tertentu. Kedua, literatur atau teori dan
peraturan yang digunakan
menjadi sandaran dalam merumuskan problem. Ketiga, dalam
merumuskan
masalah dan pertanyaan penelitian serta tercapainya tujuan
penelitian secara
umum, ditentukan oleh pengalaman langsung peneliti
berpartisipasi dalam sosial
setting pada studi pendahuluan hingga proses penelitian yang
dilaksanakan.
Keempat, pengumpulan data bertolak dari pilihan kata yang
sederhana atau
khusus hingga yang lebih luas atau lebih umum. Kelima, analisis
datayang
dideskripsikan dan tema-tema yang ditampilkan dalam analisis
diinterpretasikan
menjadi makna. Keenam, penulisan laporan penelitian, baik
menyangkut struktur
dan berbagai bentuk penyajian data sangat fleksibel dan
ditentukan oleh refleksi
subjektivitas peneliti (Mukhtar, 2013: 4).
Dilihat dari sudut kawasannya, penelitian kualitatif dibagi ke
dalam dua hal.
Pertama, penelitian kepustakaan (libraryresearch).Kedua,
penelitian lapangan
(fieldresearch). Penelitian kepustakaan mengandalkan
data-datanya hampir
sepenuhnya dari perpustakaan sehingga penelitian ini lebih
populer dikenal
dengan penelitian kualitatif deskriptif kepustakaan atau
penelitian bibliografis dan
ada juga yang mengistilahkan dengan penelitian non reaktif,
karena ia sepenuhnya
mengandalkan data-data yang bersifat teoritis dan dokumentasi
yang ada di
perpustakaan. Sedangkan penelitian lapangan mengandalkan
data-datanya di
lapangan (socialsetting) yang diperoleh melalui informan dan
data-data
dokumentasi yang berkaitan dengan subjek penelitian (Mukhtar,
2013: 6).
-
33
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MI Miftahun Najihin, Kecamatan
Pabelan,
Kabupaten Semarang yang tepatnya terletak di Desa Kauman Lor.
Pertimbangan
peneliti memilih sekolah tersebut karena lokasi strategis untuk
dijangkau jarak
dari rumah tidak terlalu jauh.
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2018.Peneliti
melakukan
wawancara, mengamati dan mengambil gambar sebagai dokumentasi
serta
lampiran untuk laporan.
C. Sumber Data
2. Data Primer
Data primer adalah data pokok atau utama.Dalam penelitian ini
yang
termasuk data utama adalah hasil dari observasi dan dokumentasi
di lapangan
yang berupa rekaman dan pengamatan.
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui
suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan
terhadap
keadaan atau perilaku objek sasaran. Orang yang melakukan
observasi
disebut pengobservasi (observer) dan pihak yang diobservasi
disebut
terobservasi (observe). Dalam penelitian ini, peneliti
mengobservasi
Kesantunan bahasa pragmatik imperatif anak yang ada di MI
Miftahun
Najihin Kauman Lor.
-
34
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk
menyediaan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat saat
proses
penelitian di dalam belajar mengajar.
c. Wawancara
Wawancara adalah sebuah cara untuk mendapatkan informasi
dari
seseorang dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang
jawabannya
kita butuhkan sebagai informasi. Peneliti melakukan wawancara
dengan
beberapa guru di MI Miftahun Najihin dan 3 siswa yang dijadikan
sebagai
perwakilan dari seluruh siswa MI Miftahun Najihin Kauman Lor
mengenai
kesantunan berbahasa imperatif di lingkungan MI Miftahun
Najihin
Kauman Lor.
3. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan. Dalam penelitian ini data
tambahan
yang digunakan yaitu literatur buku, jurnal, internet, dan
lain-lain yang
bersangkutan dengan tema penelitian.
a. Literatur buku
Literatur buku adalah bahan bacaan atau dasar yang bisa
dijadikan
rujukan dalam sebuah penulisan karya ilmiah.
b. Internet
Internet adalah jaringan komunikasi global yang terbuka dan
menghubungkan jutaan bahkan milyaran jaringan komputer
dengan
-
35
berbagai dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti
telepon,
satelit, dan lain sebagainya.
D. Teknik Pengumpulan
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Studi literatur, dengan meneliti sejumlah literatur yang
relevan berkaitan
dengan makna slogan di sekitar sekolah.
2. Observasi lapangan, melakukan pengamatan, dokumentasi dan
pencatatan secara langsung untuk mencari gejala atau fenomena
yang
diselidiki dan untuk memperoleh data yang valid.
3. Penelusuran data online, menelusuri data dari media online
seperti
internet, sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi
online
secepat dan semudah mungkin.
A. Analisis Data
Analisis dilakukan untuk menarik kesimpulan data. Untuk
menganalisis data
yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan
teknis analisis
data deskriptif kualitatif, yang digunakan untuk menganalisis
data, baik data dari
hasil observasi, wawancara, maupun dokumentasi, dengan cara
mendeskripsikan
atau menggambarkan data yang telah terkumpul.
1. Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah
pengolahan
data, dilakukan melalui tahap yaitu:
b. Editing (Pemeriksaan)
-
36
Editing pada penelitian kualitatif dilakukan dengan cara
meneliti
setiap jawaban yang sudah dijawab oleh responden. Editing
melingkupi
kelengkapan pertanyaan yang diajukan oleh responden.
c. Coding (Pemberian Kode)
Melakukan pemberian kode untuk memudahkan dalam
pengkategorian jawaban dari responden. Coding dilakukan dengan
jalan
menandai masing-masing jawaban dengan kode angka kemudian
dimasukan dalam kategori sesuai dengan jawaban responden.
d. Entry data (Memasukan data)
Entri data adalah memasukkan data ke dalam komputer.
e. Tabulating (Mengelompokan)
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
di masukkan dalam tabel yang sudah disiapkan.
2. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan studi kasus fenomenologi sebagai
dasar
teorinya. Dalam penelitian ini digunakan analisis data
kualitatif, yaitu proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori,
dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,
2006: 280).
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam analisis data
pada
penelitian ini, meliputi (Moleong, 2006: 288-289):
a. Membaca dan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang telah
dituliskan
-
37
dalam catatan lapangan, dokumentasi pribadi, dokumen resmi,
gambar
dan foto.
b. Reduksi Data, Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan data, pengabstrakan dari transformasi data besar
yang
muncul daricatatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi
data
dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi, yaitu usaha
membuat
rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu
dijaga
sehingga tetap berada dalam tema.
c. Menginterprestasikan atau menafsirkan data yang diperoleh
melalui
data yang diperoleh menjadi teori substantif.
d. Menarik kesimpulan dari interprestasi yang telah dilakukan,
berupa
jawaban atas masalah atau pertanyaan penelitian.
A. Pengecekan Keabsahan Data
Pada penelitian ini validitas data menggunakan triangulasi
penyelidik dan
triangulasi sumber (Moleong, 2006: 330-332), yaitu:
1. Triangulasi penyelidik adalah triangulasi dengan jalan
memanfaatkan peneliti
atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali
derajat
kepercayaan data.
2. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik
derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai
dengan jalan:
a. Membandingkan apa yang dikatan orang didepan umum dan apa
yang
dikatakannya secara pribadi.
-
38
a. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang
terkait.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
H. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan penulis dalam penelitian analisis
makna bahasa
dalam slogan ini, antara lain:
1. Mencari Topik yang Menarik.
Mencari topik yang menarik merupakan langkah awal yang
dilakukan
dalam penelitian.Dalam hal ini peneliti mencoba untuk
mengeksplorasi
topik yang dianggap menarik sehingga peneliti memutuskan
untuk
mengungkapkan kalimat pragmatik kesantunan imperatif.
2. Membangun Kerangka Konseptual
Salah satu komponen penting dalam dalam penelitian adalah
adanya
kerangka teoritis. Kerangka teoritis adalah kumpulan teori dari
literatur
yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu.
3. Merumuskan Masalah
Masalah dirumuskan berdasarkan sisi menarik topik yang akan
dikaji
oleh peneliti beserta dengan kehendak yang akan dicapai.
4. Merumuskan Manfaat
Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan, yakni
pandangan
teoritis dan praktis. Manfaat teoritis pada penelitian ini
diharapkan berguna
bagi pengembangan kesantunan bahasa imperatif.Sedangkan,
manfaat
praktis penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti
lain mengenai
kesantun bahasa imperatif yang terdapat pada lingkungan
sekolah.
-
39
5. Menentukan Metode Penelitian
Pada tahap ini penulis memutuskan metode yang sesuai dengan
fenomena yang akan dikaji. Pada penelitian ini penulis
menggunakan
metode penelitian Kualitatif.Dikarenakan tujuan dari penulis
adalah untuk
mengetahui Kesantunan kalimat Imperatif dilingkungan MI
Miftahun
Najihin Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.
6. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data melalui buku, dokumentasi,
dan
lain-lain.
7. Menganalisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara peneliti sebagai instrumen
riset
memberi makna pada data berdasarkan tingkat objektivitas dan
validitas
data menggunakan cara berfikir induktif yaitu cara berfikir yang
berangkat
dari hal-hal khusus (empiris) menuju hal-hal umum (tataran
konsep).
8. Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan dengan membuat laporan penelitian yang
sudah
dianalisis dan disusun sistematis.
-
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan teori kesantunan
pragmatik
imperatif dalam bahasa Indonesia yang dapat direalisasikan dalam
bermacam-
macam wujud. Penelitian ini akan menguraikan tuturan imperatif
dalam wujud
deklaratif (pernyataan) dan interogatif (pertanyaan) dalam
interaksi belajar
mengajar antara guru saat pembelajaran dan siswa Antar siswa di
kelas V MI
Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang,
hasil penelitian dipaparkan dalam bentuk tuturan dan
deskripsi
Dari data yang diperoleh dalam penelitian, ditemukan adanya
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi
belajar mengajar dan
saat Istirahat siswa siswi MI Miftahun Najihin Kauman lor.
Penyimpangan
tersebut, baik yang disengaja maupun tidak sengaja atau sebuah
kebiasaan dalam
berbahasa sehari hari. Keseluruhan data yang terkumpul
berdasarkan pengamatan
dan terjun langsung, ada beberapa bahasa menyimpang dari prinsip
kesantunan
berbahasa selama ±7 kali pertemuan. Dari sekian banyak
percakapan yang saya
dengar, terbagiatas penyimpangan maksim-maksim dalam prinsip
kesantunan
berbahasa.
Penyebab penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam
sebuah
tuturan pada saat interaksi belajar mengajar bahasa Indonesia
dan saat istirahat
siswa siswi kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor meliputi
penyimpangan
yang disebabkan sengaja menuduh lawan tutur, sengaja berbicara
tidak sesuai
-
41
konteks, tidak memberikan rasa simpati, protektif terhadap
pendapat, dorongan
rasa emosi penutur, kritik secara langsung dengan kata-kata
kasar, dan mengejek.
Berdasarkan keseluruhan data penelitian, diketahui bahwa jumlah
seluruh
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi
belajar mengajar
bahasa Indonesia di kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor.
Penyebab penutur
dan mitra tutur melakukan penyimpangan prinsip kesantunan
bermacam-macam.
Penyebab penyimpangan yang paling sering muncul yaitu dorongan
rasa emosi
penutur. Siswa dan guru dalam bertuturmasih dipengaruhi oleh
dorongan rasa
emosi yang berlebihan dan lingkungan sekitar sehingga tuturan
yang dihasilkan
menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa.
1. Wujud Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Proses Belajar
Mengajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V MI Miftahun Najihin Kauman
Lor
Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam
interaksi
belajar mengajar bahasa Indonesia siswa kelas V MI Miftahun
Najihin Kauman
Lor, akan dijabarkan pada bagian ini. Deskripsi penyimpangan
prinsip kesantunan
berbahasa akan dijabarkan berdasarkan maksim yang dilanggar.
a. Wujud Kesantunan
1) Maksim Kearifan
Maksim kearifan mengatur sebuah tuturan agar tidak
memberatkan
lawan tutur dan terasa lebih halus. Seseorang dalam menghasilkan
sebuah
tuturan harus bersikap arif. Penyimpangan terhadap maksim
kearifan dapat
ditandai dengan penutur menggunakan diksi yang kasar atau
vulgar,
memerintah secara langsung,menegur secara langsung, memberi
saran
-
42
secara langsung, menolak dengan nada tinggi, dan menolak dengan
kasar.
Penyimpangan maksim kearifan dapat dilihat pada percakapan
berikut
„‟Saat Pengoreksian Tugas Rumah‟‟
Guru : Tolong PR nya di tukarkan.
Walid : “Ayo ditukarke!”
Faris : Karo Sopo (Sama Siapa)
Alifia : “Ro ngarepeTho” (Ia Depanya lah)
Konteks:
Bahasa tersebut disampaikan Walid kepada siswa lainnya yang
bermaksud untuk mengajak menukar jawaban. Akan tetapi, siswa
Faris
malah bertanya sama siapa dan Alfiah menjawab, untuk
menukarkan
jawabannya dengan meja depannya. Alfiah menghasilkan tuturan
dengan
nada tinggi dan diksi vulgar. Penyimpangan maksim kearifan
terdapat pada
Alfiah kerena siswa Faris tidak bersikap arif dalam menghasilkan
sebuah
tuturan. Tuturan pada Alfiah menjadi tidak santun karena tuturan
Alfiah
yakni “Ro ngarepe Tho” terasa kasar karena penggunaan diksi
Tho
(gentho) yang merupakan diksi Keras. Tuturan dengan diksi Keras
termasuk
ke dalam tuturan yang tidak arif, sehingga tuturan siswa
tersebut
menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan.
„‟Bahasa guru saat mendiamkan siswa-siswanya di dalam kelas
saat
pelajaran dengan bahasa pelajaran‟‟.
Guru : “Kalian suka ya diberi tugas berbicara, sehingga sebelum
kalian
praktik, kalian sudah berbicarasendiri.”
-
43
Faris : Ora bu, (tidak bu)
Anisa : Ini lagi, pinjem tipex bu.
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru kepada
siswanya
sebagai bentuk teguran karena siswa terlalu ramai. Bahasa
menyimpang dari
maksim kearifan karena guru menegur siswa secara langsung dengan
bentuk
sindiran. Bahasa di atas menjadi tidak santun karena tuturan
guru “Kalian
suka ya diberi tugas berbicara, sehinggasebelum kalian praktik,
kalian sudah
berbicara sendiri” terlihat guru dengan dorongan rasa emosi
menegur siswa
secara langsung dan berbentuk sindiran, sehingga tuturan guru
tersebut
menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan.
Percakapan saat mau istrahat
Rizal : Ayo metu ndess! Sambil mukul pundak (ayo keluar)
Faris : “Bajigur, ora ngonokui.”( tidak begitu to )
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh rizal kepada farih pada saat
mau
istrahat menggunakan disksi vulgar. Penyimpangan maksim kearifan
pada
pecakapan diatas kerena siswa tidak bersikap arif dalam
menghasilkan
sebuah tuturan. Tuturan di atas menjadi tidak santun karena
tuturan siswa
yakni “Ayo, metu ndess” terasa kasar karena mengunkan diksi
ndess, dan
tanggapan, “Bajigur, ora ngonokui maine” terasa kasar karena
penggunaan
diksi Bajigur yang merupakan diksi vulgar. Tuturan tersebut
juga
merupakan perintah langsung. Tuturan dengan diksi vulgar dan
perintah
-
44
langsung termasuk ke dalam tuturan yang tidak arif, sehingga
tuturan siswa
tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan
2). Maksim Kedermawanan
Maksim kedermawanan menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan
rasa
tidak hormat kepada orang lain. Penyimpangan terhadap maksim
kedermawanan dapat ditandai dengan tidak menghormati lawan
tutur, tidak
memberikan kesempatan pada lawan tutur untuk berpendapat,
berprasangka
buruk kepadalawan tutur, dan mempermalukan lawan tutur.
Penyimpangan
maksim kedermawanan dapat dilihat pada beberapa percakapan
berikut.
Percakapan ini terjadi saat guru memberikan tugas
Indah : Bu, ini tugasnya bagaimana?
Guru : Tanya sama teman kelompok, kalau teman kelompok tidak
bisa,
tanya kelompok lain, kalau kelompok lain tidak bisa”
Rizal : “Tanya sama gurunya, hahahahaha.”
Guru : “Nanti kita bahas bersama.”
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang siswa ketika guru
sedang
menjelaskan, dalam artian siswa memotong pembicaraan guru.
Tuturan
pada percakapan diatas terlihat dengan jelas bahwa penutur
tidak
menghormati lawan tutur. Hal tersebut menunjukkan bahawa
tuturan
tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa maksim
kedermawanan. Penyimpangan maksim kedermawanan terdapat pada
-
45
percakapan diatas karena siswa memotong pembicaraan guru
yang
menandakan siswa tidak menghormati guru yang sedang berbicara.
Tuturan
siswa “Tanya sama gurunya, hahahaha” terlihat siswa tidak
menghormati
guru dan perbuatan siswa memotong pembicaraan orang lain
termasuk tidak
santun karena tidak menghormati lawan tutur yang sedang
berbicara.
Guru : “Kamu mainan apa mas?”
Hadi : “Gak mainan apa-apa bu.”
Guru : “mainan bola atau apa?”
Hadi : “Enggak bu.”
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru kepada
siswanya
dalam kegiatan interaksi belajar mengajar. Guru menanyakan
alasan siswa
mengapa siswa tidak fokus belajar. Menyimpang dari maksim
kedermawanan karena tuturan guru mengandung prasangka buruk
terhadap
siswanya. Tuturan guru menyimpang dari prinsip kesantunan karena
tuturan
“mainam bola atau apa?” terlihat guru berprasangka buruk kepada
siswa,
bahwa siswa tidak fokus belajar di sangka bermainan bola padahal
belum
tentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru berprasangka buruk
terhadap
siswa, sehingga tuturan tersebut menyimpang dari prinsip
kesantunan
berbahasa maksim kedermawanan.
Percakapan saat teman menanyakan tugas
Nabila : “lan Alan kowe wis garap pa?”
Alan : “uwis ya”
-
46
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang siswa kepada
temannya
yang juga seorang siswa dalam ruang kelas pada saat guru
menanyakan
tugas yang telah diberikannya.
Tuturan terlihat dengan jelas bahwa penutur berprasangka
buruk
terhadap lawan tutur. Hal tersebut menunjukkan bahawa tuturan
tersebut
menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa maksim
kedermawanan.
Penyimpangan maksim kedermawanan terdapat pada tuturan di atas
karena
Nabila bertanya kepada Alan dengan penuh kecurigaan terhadap
Alan.
Tuturan Nabila “Lan Alan kowe wis garap pa?” terlihat Nabila
mencurigai
Alan, bahwa Alan belum mengerjakan tugas dan tidak mau
mengakuinya.
Tuturan Nabila termasuk tidak santun karena Nabila berprasangka
buruk
terhadap Alan.
3). Maksim Pujian
Maksim pujian menuntut setiap peserta tindak tutur untuk
memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan
keuntungan
diri sendiri. Penyimpangan terhadap maksim pujian dapat ditandai
dengan
memberikan kritik yang menjatuhkan orang lain, berbicara yang
menyakiti
hati orang lain,tidak mengucapkan “terimakasih” ketika
mendapat
saran/kritikan dari orang lain,tidak menghargai orang lain,
dan
mementingkan kepentingan pribadi. Penyimpangan maksim pujin
dapat
dilihat pada beberapa data berikut.
Proses saat Pembelajaran, menanyakan tentang totonan tv
-
47
Guru : “Yang nonton TVRI?”
Farida : “Saya”
Rizal : “TVRI, hahahaha”
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh siswa dan guru pada saat
diskusi
kelas tentang tugas menonton berita televisi. Jawaban Farida
atas
pertanyaan gurunya, ditanggapi oleh Rizal dengan ejekan. Rizal
tidak
menghargai apa yang telah dikerjakan oleh Farida.
Tuturan di atas menyimpang dari maksim pujian karena tuturan
Rizal
tidak menghargai apa yang telah dilakukan oleh Farida. Tuturan
Rizal yakni
“TVRI, hahahaha” terasa tidak menghargai Farida, bahkan
terkesan
merendahkan orang lain sehingga tuturan tersebut menyimpang dari
maksim
pujian.
Proses pembelajaran tentang Teks Pidato
Guru :“Isinya apa kalau sambutan ketua panitia?”
Walid : “Gak tau bu, kan belum pernah jadi ketua panitia.”
Anisa : huss gx sopan!
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan