BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air bersih merupakan hal yang paling dibutuhkan seluruh makhluk hidup untuk bertahan hidup, tidak terkecuali manusia yang setiap hari harus mengkonsumsi air untuk berbagai hal. Di dunia yang semakin maju, dimana banyak lahan telah dibangun untuk berbagai keperluan manusia, air bersih semakin sulit untuk dicari. Pada masa dahulu kala, ketika manusia membutuhkan air mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan air bersih karena jumlah air bersih yang tersedia masih banyak. Tetapi saat ini, untuk setiap liter air bersih, ada biaya yang harus dibayar untuk mendapatkannya. Jakarta merupakan kota padat penduduk dimana tingkat pembangunan di kota tersebut sangat tinggi. Namun, pembangunan dan tingkat penduduk yang sulit terkendali justru menimbulkan masalah-masalah baru, salah satunya adalah masalah air bersih. Jakarta sendiri tidak mempunyai pasokan air bersih yang cukup. Kebutuhan air bersih setiap tahunnya selalu meningkat. Sebagian besar pemenuhan air bagi warga Jakarta diambil dari luar Jakarta. Itulah fenomena yang terjadi, masyarakat Jakarta terlalu banyak sehingga berdampak pada tingginya tingkat kebutuhan air. Selain itu, banyak proyek-proyek pembangunan mengesampingkan aspek-aspek penting seperti air bersih. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air bersih merupakan hal yang paling dibutuhkan seluruh makhluk hidup
untuk bertahan hidup, tidak terkecuali manusia yang setiap hari harus
mengkonsumsi air untuk berbagai hal. Di dunia yang semakin maju, dimana
banyak lahan telah dibangun untuk berbagai keperluan manusia, air bersih
semakin sulit untuk dicari. Pada masa dahulu kala, ketika manusia
membutuhkan air mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan
air bersih karena jumlah air bersih yang tersedia masih banyak. Tetapi saat ini,
untuk setiap liter air bersih, ada biaya yang harus dibayar untuk
mendapatkannya.
Jakarta merupakan kota padat penduduk dimana tingkat pembangunan
di kota tersebut sangat tinggi. Namun, pembangunan dan tingkat penduduk
yang sulit terkendali justru menimbulkan masalah-masalah baru, salah satunya
adalah masalah air bersih. Jakarta sendiri tidak mempunyai pasokan air bersih
yang cukup. Kebutuhan air bersih setiap tahunnya selalu meningkat. Sebagian
besar pemenuhan air bagi warga Jakarta diambil dari luar Jakarta. Itulah
fenomena yang terjadi, masyarakat Jakarta terlalu banyak sehingga berdampak
pada tingginya tingkat kebutuhan air. Selain itu, banyak proyek-proyek
pembangunan mengesampingkan aspek-aspek penting seperti air bersih.
Ketika kota Jakarta, Bekasi dan beberapa wilayah di Kabupaten
Tangerang sedang dilanda hujan yang amat deras dan menimbulkan banjir
besar pada bulan Februari yang lalu, pada saat yang sama hampir semua
waduk di Pulau Jawa sedang mengalami defisit air. Waduk Jatiluhur yang
hanya berjarak sekitar 100 km dari Kota Jakarta misalnya, ketinggian air pernah
hanya mencapai +83.00m (padahal muka air menurut pola operasi normal
seharusnya minimal +92.00m). Hal tersebut memang sangat ironis.
Kekeringan dan banjir adalah peristiwa alam yang merupakan bagian
dari siklus kehidupan ekosistem bumi. Hampir setiap tahun peristiwa kekeringan
dan banjir datang silih berganti. Kekeringan dan banjir berperilaku linier
1
dependent. Semakin parah banjir yang terjadi, maka semakin dahsyat pula
kekeringan yang akan menyusul. Berdasarkan kenyataan tersebut, yang
terpenting bagi kita adalah memahami fenomena tersebut serta menyikapi
kenyataan itu agar air selalu tersedia untuk mencukupi dinamika berbagai
keperluan di saat curah hujan berkurang. Sebaliknya, air tidak menimbulkan
persoalan di saat curah hujan sedang meningkat. Untuk itu diperlukan sistem
pengelolaan air yang baik dan terpadu. Hal ini dikarenakan air merupakan
kebutuhan yang mutlak diperlukan semua daerah.
1.2. Permasalahan
Indonesia memang tercatat mempunyai sumber daya air 3,22 triliun
meter kubik per tahun, setara ketersediaan air per kapita sebesar 16.800 meter
kubik per tahun. Ketika musim penghujan tiba misalnya air “meluap sampai
jauh”. Persoalannya, negeri ini kurang pintar mengelola air. Tidak menghargai
apalagi berupaya mengkonservasi tiap tetes air. Jadi, tidak mengherankan bila
tiap tahun, di berbagai media muncul berita mengenai persoalan-persoalan
kekeringan. Selain buruknya pengelolaan air di tiap wilayah, dengan alasan
otonomi daerah, ego kedaerahan juga kerap menjadi kendala untuk
melaksanakan kerja sama antar daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.
Derasnya pembangunan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara,
menyebabkan terjadinya peluapan (spillover) perkembangan kota ke wilayah di
sekitarnya, sehingga terjadilah berbagai alih fungsi peruntukan di kota-kota
sekitar Jakarta. Sementara itu, belum ada perencanaan terpadu di kawasan
sekitar Jakarta, yang didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem yang saling
mempengaruhi. Sehingga, diperlukan pemahaman untuk mengelola bersama
dalam kerangka kerja sama antar daerah yang telah ditetapkan mekanisme dan
sistemnya oleh peraturan yang berlaku.
Di ranah air, Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) dan
Ditjen Cipta Karya memposisikan diri dengan baik. Pihak pertama (pusat)
mengelola air dari hulu, membaginya untuk irigasi, air baku untuk air minum,
dan kepentingan lainnya. Pihak kedua menunggunya di hilir untuk mengatur
dan memfasilitasi pemanfaatan air baku untuk pemenuhan kebutuhan air
2
minum di daerah. Dua sinergi ini hendaknya dapat meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat jika semua pihak berkomitmen mewujudkannya dan
bersama-sama mewujudkan akselerasi positif. Namun, jika masih menonjolkan
ego masing-masing maka yang terjadi adalah pembiaran ketimpangan sumber
air antara daerah yang kaya sumber dengan yang tidak.
Jakarta sesungguhnya kota yang kaya akan air. Tapi, kekayaan ini telah
menjadi musibah bagi penduduknya karena salah urus dan menjelma menjadi
banjir serta sarang ideal bagi nyamuk anofeles, sang penyebar maut malaria,
kemudian demam berdarah. Selain itu, ironis bahwa Jakarta terlalu sering
mengalami krisis air.
Para sejarawan menyimpulkan krisis air pula yang menjadi salah satu
penyebab utama pemindahan ibu kota kemaharajaan kolonial Belanda. Pada
akhir abad ke-18, Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten memulai
proses meninggalkan Oud Batavia secara bergelombang menuju tempat baru,
Nieuw Batavia, di sekitar Gambir, dan dinamakan Weltevreden atau sangat
memuaskan.
Hal yang ironi lainnya adalah sementara di permukiman orang kaya
dapat pelayanan air bersih dan hanya membayar Rp 9.000, di beberapa tempat
warga miskin dipaksa membeli air dengan harga sangat mahal karena tidak
terlayani jaringan pipa air bersih. Warga miskin di kelurahan yang tidak terlayani
jaringan pipa harus membeli air bersih yang dijual eceran Rp 125 ribu per meter
kubik. Padahal harga rata-rata air bersih dari PAM Jaya hanya Rp 7.500 per
meter kubik. Di Jakarta air jadi yang termahal di dunia justru untuk rakyat
miskin.
Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Permasalahan Sumber Daya Air :
a) Kondisi Sumber Daya Air;
b) Pertambahan jumlah penduduk;
c) Ketersediaan dan kinerja prasarana dan sarana;
d) Kelembagaan pemerintah yang menangani pengelolaan SDA;
e) Perilaku masyarakat pengguna sumber daya air;
f) Kondisi dan penggunaan ruang di daerah aliran sungai;
3
g) Ketersediaan perundang-undangan dan pedoman.
Sementara itu, permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan air minum
bagi masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Daya dukung lingkungan semakin terbebani oleh pertumbuhan penduduk
dan Urbanisasi.
2. Interpretasi UU No. 22 tahun 2004 tidak mendorong pengembangan dan
Kerjasama antar daerah dalam penyediaan air minum.
3. Kebijakan yang memihak kepada masyarakat miskin masih belum
berkembang.
4. PDAM tidak dikelola dengan prinsip kepengusahaan.
5. Kualitas air belum memenuhi syarat air minum.
6. Keterbatasan pembiayaan mengakibatkan rendahnya investasi dalam
penyediaan air minum.
7. Kelembagaan pengelolaan air minum yang ada sudah tidak memadai
lagi dengan perkembangan saat ini.
8. Kemitraan pemerintah dan swasta dalam penyediaan air minum kurang
berkembang.
9. Kemitraan pemerintah dan masyarakat dalam penyediaan air minum
kurang berkembang.
10.Pemahaman masyarakat tentang air minum tidak mendukung
pengembangan air minum.
Kelemahan utama Indonesia terletak pada tidak efektifnya pasokan air
baku. Tidak adanya jaminan tegas terhadap ketersediaan air baku, tergambar
dari minimnya jumlah bendungan besar di Indonesia. Belum ada upaya-upaya
non-teknis di luar pembangunan infrastruktur yang diharapkan berperan besar
dalam membentuk sikap dan tindakan masyarakat untuk lebih peduli
permasalahan sumber daya air. Di Swedia misalnya, hukum yang ketat, pada
akhirnya membuat masyarakat ikut mengkonservasi sumber air. Sampai saat ini
belum ada kerja sama antar daerah dengan titik berat pada penyediaan air
bersih bagi masyarakatnya di wilayah Jabodetabek.
4
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Kebijakan Publik
Tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat seperti yang
diamanatkan dalam UUD 1945 adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum”.
Tugas ini terbilang cukup luas cakupannya karena mengandung pengertian
bahwa masyarakat harus terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar hidupnya. Air
bersih sebagai kebutuhan dasar masyarakat memiliki peranan penting dalam
menentukan derajat kesehatan masyarakat yang juga merupakan salah satu
tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah.
Masalah air bersih adalah masalah yang menyangkut kepentingan orang
banyak dan membutuhkan campur tangan pemerintah. Dalam bidang ekonomi,
masalah-masalah yang menuntut adanya intervensi pemerintah ini biasanya
berhubungan dengan barang-barang publik (Said Zainal, 2012:77).
Persoalan yang sering muncul dalam melakukan kajian terhadap
masalah-masalah publik adalah bahwa tidak semua masalah mendapat
tanggapan yang memadai oleh para pembuat kebijakan. Hanya masalah-
masalah tertentu saja yang mendapat tanggapan. Pada tahap inilah kemudian
timbul pertanyaan, mengapa hal ini terjadi? Menurut Thomas R. Dye, kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan (Said Zainal, 2012:5-6). Sifat kebijakan publik dapat dipahami secara
lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, seperti tuntutan-
5) Belum jelasnya jenis atau jenjang peraturan perundang-undangan yang
tepat untuk mewadahi kerjasama antar daerah.
Dalam perkembangannya sekarang, beberapa daerah sudah mulai
berinisiatif melepaskan diri dari “belenggu” ketidakjelasan pengaturan
kerjasama antar daerah dari pemerintah pusat. Hal ini didasari oleh kesadaran
9
bahwa kerjasama antar daerah memang diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan yang memiliki
keterkaitan erat atau tingkat ketergantungan dengan daerah-daerah sekitarnya.
10
BAB III
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Kompleksitas permasalahan Sumber Daya Alam (SDA) membutuhkan
upaya pemecahan dan antisipasi yang tidak mungkin hanya dapat dilakukan
oleh pemerintah saja tetapi harus mendapat respon semua pihak. Kebijakan
dan strategi pengelolaan sumber daya alam (natural resources) hanya dapat
terlaksana secara efektif dan mencapai hasil yang optimal apabila dalam
perencanaannya senantiasa berpatokan pada tiga pertimbangan yaitu: (i) sifat
dan ciri khas kodrati SDA itu sendiri, (ii) disiplin teknologi di bidang SDA, dan
(iii) society khususnya yang berkaitan dengan acceptance (bisa diterima atau
tidaknya oleh masyarakat). Keberadaan sumber daya air mengikuti siklus yang
tidak pernah berhenti. Siklus tersebut kemudian dinamai siklus hidrologi.
Berdasarkan fakta tersebut, maka teknologi pengelolaannya tidak terlepas dari
sifat kodrati SDA. Karena itu lingkup wilayah pengelolaan sumber daya air
harus berdasarkan wilayah hidrografis yang kemudian dikenal dengan sebutan
Daerah Aliran Sungai (DAS). Keberadaan sebuah DAS ada yang sepenuhnya
berada dalam satu wilayah kabupaten/ kota, bisa juga lintas kabupaten/ kota
ataupun lintas provinsi dan lintas negara. Pandangan tentang wilayah
pengelolaan sumber daya air berdasarkan satu DAS ternyata tidak bisa begitu
saja diterima oleh lingkungan sosial karena potensi sumber daya air dalam
sebuah DAS belum tentu bisa mencukupi kebutuhan masyarakat yang tinggal di
dalam DAS yang bersangkutan.
Perpres Nomor 54 Tahun 2008, secara jelas mengatur dan mendorong
keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai satu
kesatuan wilayah perencanaan. Selanjutnya untuk mengkoordinasikan
kebijakan kerjasama antar daerah serta melaksanakan pembinaan yang terkait
dengan kepentingan lintas Provinsi/Kabupaten/Kota di kawasan
Jabodetabekpunjur dilakukan dan/ atau difasilitasi oleh badan kerjasama antar
daerah.
11
Untuk membuat keterpaduan pemanfaatan ruang yang optimal di
kawasan Jabodetabekjur, pemerintah daerah perlu melakukan kerjasama
dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan serta pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki. Agar
para pelaku pembangunan memiliki sudut pandang yang sama terhadap
permasalahan yang ada dan menetapkan skala prioritas pembangunan yang
setara.
Di dalam isi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, Cianjur yang mewakili Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten
dan Provinsi Jawa Barat mengatur bahwa rencana struktur ruang terdiri atas
sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana, sistem pusat
permukiman yang merupakan hierarki pusat permukiman sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sistem jaringan prasarana meliputi :
sistem transportasi darat, sistem transportasi laut, sistem transportasi udara,
sistem penyediaan air baku, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun, sistem drainase dan pengendalian
banjir, sistem pengelolaan persampahan, sistem jaringan tenaga listrik, dan
sistem jaringan telekomunikasi. Sistem jaringan prasarana direncanakan secara
terpadu antar daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat, serta
memperhatikan fungsi dan arah pengembangan pusat-pusat permukiman.
Di kawasan resapan air sebaiknya ada pelarangan untuk
menyelenggarakan kegiatan yang mengurangi daya serap tanah terhadap air.
Di kawasan dengan kemiringan di atas 40% (empat puluh persen) dilarang
menyelenggarakan, penebangan tanaman, kegiatan mendirikan bangunan,
kecuali bangunan yang dimaksudkan bagi upaya peningkatan fungsi lindung,
dan/ atau kegiatan penggalian yang berakibat terganggunya fungsi lindung
kawasan.
Di sempadan sungai dilarang menyelenggarakan pemanfaatan ruang
yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah,
fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian
fungsi lingkungan hidup, pemanfaatan hasil tegakan, dan/ atau kegiatan yang
12
merusak kualitas air sungai, kondisi fisik tepi sungai dan dasar sungai, serta
mengganggu aliran air.
Di sempadan pantai dilarang menyelenggarakan pemanfaatan ruang
yang mengganggu bentang alam, kecuali yang dimaksudkan bagi kepentingan
umum yang terkait langsung dengan ekosistem laut, pemanfaatan ruang yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai, dan/ atau pemanfaatan ruang yang
mengganggu akses terhadap kawasan sempadan pantai.
Di kawasan sekitar danau, waduk, dan situ dilarang menyelenggarakan
pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan
dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna,
serta kelestarian fungsi lingkungan hidup, pemanfaatan hasil tegakan, dan/ atau
kegiatan yang menyebabkan penurunan kualitas air danau, waduk, dan situ,
menyebabkan penurunan kondisi fisik kawasan sekitar danau, waduk, dan situ,
serta mengganggu debit air.
Di kawasan sekitar mata air dilarang menyelenggarakan pemanfaatan
ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan
tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi
lingkungan hidup, pemanfaatan hasil tegakan, dan/ atau kegiatan yang merusak
kualitas air, kondisi fisik kawasan sekitarnya, dan daerah tangkapan air
kawasan yang bersangkutan.
Di rawa dilarang menyelenggarakan reklamasi dan/ atau pemanfaatan
ruang lainnya tanpa disertai rekayasa teknis untuk mempertahankan fungsi
rawa sebagai sumber air dan daerah retensi air. Di kawasan pantai hutan bakau
dilarang melakukan perusakan hutan bakau dan/atau menyelenggarakan
pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi hutan bakau sebagai pembentuk
ekosistem hutan bakau dan/ atau tempat berkembang biaknya berbagai biota
laut di samping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung
usaha budi daya di sekitarnya.
Kerjasama bisa meningkat atau lebih efektif dalam pelaksanaaannya
apabila ada external support (misalnya dalam hal pendanaan) dan demand
public atau permintaan dan dukungan dari masyarakat. Meskipun dua hal
tersebut penting, akan tetapi hal utama yang harus mendasari kerjasama
13
tersebut adalah adanya komitmen dari masing-masing Pemerintahan Daerah
yang terkait.
A. PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR YANG BERKELANJUTAN
Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia
a. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif
ruang dan waktu.
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber
daya air, baik air permukaan maupun air tanah.
c. Menurunnya kemampuan penyediaan air.
d. Meningkatnya potensi konflik air.
e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi.
f. Makin meluasnya abrasi pantai.
g. Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan.
h. Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi.
Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu
tindakan penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan,
dan konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan
beberapa kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan dengan prinsip-prinsip
IWRM (Integrated Water Resources Management – IWRM). Undang-undang ini
bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh,
berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan
bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi
dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
terpadu.
14
Pelaksanaan Pengelolaan Irigasi
Pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-
undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Peraturan Pemerintah
tentang irigasi tersebut mendorong Pembangunan dan Pengelolaan Sistem
Irigasi Partisipatif (PPSIP) sebagai pelaksanaan irigasi berbasis partisipasi
petani mulai dari perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan
kegiatan pada tahap pembangunan, peningkatan, operasi dan pemeliharaan,
serta rehabilitasi untuk menjaga pemanfaatan air dalam bidang pertanian
berdasarkan prinsip partisipatif, kesetaraan, kesejahteraan umum, keadilan,
otonomi, transparansi dan akuntabilitas, serta berwawasan lingkungan.
Pengelolaan sistem irigasi partisipatif melibatkan semua pihak yang
berkepentingan dengan mengedepankan kepentingan dan peran serta petani.
Pelaksanaannnya difasilitasi oleh Pemerintah tingkat Pusat, Provinsi, maupun
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dan memberikan bantuan
sesuasi dengan yang dibutuhkan oleh P3A dengan tetap memperhatikan prinsip
kemandirian.
B. KEBIJAKANPENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
Arah Kebijakan
1. Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar wilayah, antar sektor, dan
antar generasi dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional, persatuan,
dan kesatuan bangsa.
2. Mendorong proses pengelolaan sumber daya air yang terpadu antar sektor
dan antar wilayah yang terkait di pusat, propinsi, kabupaten/kota dan wilayah
sungai.
3. Menyeimbangkan upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air
agar terwujud kemanfaatan air yang berkelanjutan bagi kesejahteraan
seluruh rakyat baik pada generasi sekarang maupun akan datang.
15
4. Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu akan air dan pendayagunaan
air sebagai sumber daya ekonomi yang memberikan nilai tambah optimal
dengan memperhatikan biaya pelestarian dan pemeliharaannya.
5. Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara bijaksana agar
pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan seimbang dan terpadu.
6. Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang
mempertimbangkan prinsip cost recovery dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
7. Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang
membuka akses partisipasi masyarakat serta mewujudkan pemisahan fungsi
pengatur (regulator) dan fungsi pengelola (operator).
C. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR YANG
BERKELANJUTAN
Krisis air bersih terjadi di DKI Jakarta dan Banten karena belum ada
manajemen sistem pengolahan air terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Manajemen sistem pengolahan air terintegrasi harus segera dilakukan sehingga
krisis air bisa teratasi. Khusus terkait air baku pemerintah perlu mencari dan
menambah sumber air baku baru. Salinasi air laut atau penerapan teknologi
tepat guna lainnya yang memungkinkan menghasilkan air baku ataupun air
bersih siap konsumsi bisa menjadi alternatif pilihan.
Pembangunan berkelanjutan hendaknya memperhatikan optimalisasi
manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara
menyelaraskan aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk
menopangnya. Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah
tercapainya standar kesejahteraan hidup manusia yang layak, sehngga tercapai
taraf kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Taraf kesejahteraan ini
diusahakan untuk dapat dicapai dengan menjaga kelestarian lingkungan alam
serta tetap tersediannya sumber daya yang diperlukan. Salah satu konsep
16
terkait dengan pembangunan yang memperhatikan dampak terkecil dari
kerusakan lingkungan tetapi menghasilkan manfaat yang optimal adalah kosep
Eco-Efficiency.
Konsep Eco- Efficiency
Eco-efficiency memperhatikan dampak lingkungan meliputi pertimbangan
ekologi dan ekonomi yang merupakan strategi untuk mengurangi dampak
lingkungan dan meningkatkan nilai produksi. Dengan mempertimbangkan hal-
hal tersebut maka akan terdapat upaya untuk mengurangi dampak lingkungan
namun dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun hal yang penting
untuk dicatat adalah terjadinya hubungan yang memberikan peluang untuk
saling berubah secara posistif antara satu dengan yang lainnya.
Keterkaitan Eco-Efficiency dengan Infrastruktur Sumber Daya Air
Eco-efficient dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air
merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang
disebabkan oleh kegiatan konstruksi. Dalam hal ini adalah konstruksi
infrastruktur sumber daya air yang memiliki dampak signifikan terhadap
lingkungan sekitarnya. Pemanfaatan bahan bangunan dan teknologi ramah
lingkungan perlu disosialisasikan dan dilaksanakan secara optimal untuk
mengurangi dampak kerusakan ekologis dalam pembangunan infrastruktur
sumber daya air, serta operasi dan pemeliharaannya.
Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya
Air
Dalam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan
infrastruktur sumber daya air, Pemerintah di Indonesia perlu untuk melakukan
berbagai upaya yang dijelaskan di bawah ini:
17
1. Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi air tanah adalah upaya untuk melindungi dan memelihara
keadaan, kondisi, dan lingkungan air tanah guna mempertahankan kelestarian
serta kesinambungan ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai. Upaya konservasi air tanah ini ini terangkum diantaranya pelestarian,
perlindungan, pemeliharaan, pengawetan, pengendalian, pemulihan, dan
pemantauan. Langkah-langkah kecilnya bisa dimulai dengan meningkatkan
pemantauan dan pengendalian pengeboran dan pengambilan air tanah,
menyusun pedoman konservasi kawasan lindung/ resapan air tanah dan
Pemetaan Zonasi Air tanah (Zona aman, rawan, rusak, kritis), dukungan payung
hukum.
Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia
dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:
• Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang;
• Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan untuk
digunakan pada musim kemarau;
• Meningkatkan ketersediaan air tanah;
• Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil;
• Kebijakan Pemerintah Indonesia: peningkatan embung yang dikelola oleh
petani di perdesaan dan daerah pertanian.
Diperlukannya bendungan, atau embung, empang terutama disebabkan karena
perbandingan fluktuasi debit air sungai cukup tinggi antara musim kemarau dan
musim hujan.
Teknologi Konservasi Air Tanah
1. Pengisian Alami (Natural Recharge). Pengisian alami dapat terjadi pada
Ruang-ruang Terbuka Hijau (RTH), terutama pada lahan yang mempunyai
jenis tanah yang porus.
18
2. Pengisian Buatan (Artificial Recharge). Berbagai teknologi dalam upaya
pembuatan pengisian buatan telah banyak dilakukan, beberapa contoh
adalah danau buatan dan sumur resapan (recharge well/ injection well).
3. Lubang Resapan Biopori. Biopori adalah lubang silindris yang dibuat
secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman
sekitar 100 cm. Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu
terbentuknya biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang
(terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar
tanaman.
4. Sumur Resapan. Dilakukan dengan cara menggali sumur dengan bentuk
segi empat atau lingkaran dengan kedalaman tertentu. Sumur resapan
difungsikan untuk menampung dan meresapkan air hujan yang jatuh di
atas permukaan tanah baik melalui atap bangunan, jalan ataupun halaman
agar dapat meresap kedalam tanah.
Pemerintah Indonesia saat ini mencoba untuk meminimalkan dampak
pembangunan infrastruktur sumber daya air melalui pembangunan skala mikro
yang meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung konsep ramah
lingkungan. Dengan partisipasi masyarakat, biaya operasi dan pemeliharaan
dapat lebih efisien dan anggaran dapat dikurangi. Perbandingan dalam
pembangunan infrastruktur sumber daya air ditampilkan dalam tabel berikut.
Tabel 1: Perbandingan Bendungan dan Embung
Kriteria BendunganField Reservoir(Embung)
Fungsi Jangka Panjang Jangka PendekInvestasi Tinggi Rendah/ModeratPartisipasi Masyarakat Rendah TinggiDampak Sosial Tinggi Rendah/ModeratKapasitas Besar Kecil/MediumDampak Lingkungan Resiko Tinggi Ramah Lingkungan
Sebagai tambahan pengembangan waduk dan embung, pemerintah juga
mendorong konservasi sumber daya air lainnya yang memberikan lebih banyak
pada peningkatan air tanah dan pengurangan limpasan air permukaan.
19
Konservasi sumber daya air yang diperkenalkan oleh Handojo (2008) dapat
dibagi menjadi konservasi di hulu, tengah dan hilir sungai wilayah.
A. Daerah Hulu (Parit resapan)
1. Parit resapan merupakan penampungan air sementara untuk menampung
limpasan air permukaan supaya terserap ke dalam tanah.
2. Fungsi dari parit resapan tersebut adalah untuk mengurangi air limpasan,
menyaring polutan, dan meningkatkan pengisian ulang air tanah.
3. Parit resapan dibuat dengan kedalaman kurang dari 1 m dan lebar 80 cm.
Parit dapat diisi dengan kerikil atau dikominasikan dengan pipa.
Gambar 1: Parit Resapan di Daerah Hulu
B. Daerah Tengah (Embung resapan)
1. Membuat embung resapan: efektif dengan pendekatan keteknikan yang
ringan, berdasarkan pada proses alami untuk mengantisipasi banjir dan
kekeringan.
2. Menyediakan waktu untuk air dapat terserap.
3. Menampung air hujan yang dapat digunakan saat musim kemarau.