1 PEMBIAYAAN INVESTASI SEBAGAI UPAYA MEMPERCEPAT PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN Oleh: Emma Sri Martini, S.T. Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Pembiayaan Investasi Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta Oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Sebagai Institusi Pembiayaan Non Bank Komersial Di Indonesia Untuk mencapai target menjadi negara maju dan menjadi salah satu kekuatan dunia pada tahun 2030, Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan berdaya saing. Guna merealisasikan hal tersebut salah satu prasyarat yang diperlukan adalah dukungan infrastruktur yang baik. Mempertimbangkan kondisi infrastruktur yang ada saat ini, percepatan pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan. Ketersediaan infrastruktur yang baik akan mempercepat gerak pembangunan ekonomi dan meningkatkan daya saing. Saat ini investasi untuk pembangunan infrastruktur sangat besar yaitu Rp1.786 Triliun. Alokasi anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur sangatlah terbatas. Gap yang masih harus diisi sangat significant yaitu sebesar Rp1.457 Triliun. Guna mengisi gap tersebut, Pemerintah mengajak pihak swasta untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan mengembangkan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Dalam upaya mempercepat pembangunan infrastruktur dengan skema KPS, diperlukan persiapan proyek yang memadai, pendanaan yang sesuai dengan karakteristik investasi proyek infrastruktur, serta dukungan dan jaminan Pemerintah. Saat ini lembaga pembiayaan yang ada, seperti perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank, belum secara optimal memberikan kontribusinya terhadap pendanaan proyek-proyek infrastruktur. Oleh karena itu diperlukan lembaga keuangan yang bisa memfasilitasi pembiayaan infrastruktur dengan memberikan tenor pembiayaan jangka panjang dan suku bunga tetap. Hal ini sangat diperlukan mengingat proyek- proyek infrastruktur memerlukan tingkat pengembalian investasi dalam jangka waktu yang cukup panjang. Hingga saat ini sumber-sumber dana jangka panjang seperti Dana Pensiun, Asuransi, dan Reksadana masih diinvestasikan pada instrumen pasar modal yang tidak terkait langsung dengan pembiayaan infrastruktur. Dengan kehadiran lembaga pembiayaan yang khusus menangani pembiayaan infrastruktur, diharapkan akan terjadi memobilisasi sumber dana jangka panjang untuk mendorong investasi dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Peran lembaga pembiayaan infrastruktur sangat krusial karena akan menjadi katalis yang menjembatani sumber dana jangka panjang dengan investasi dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Salah satu misi yang ingin dicapai Pemerintah di dalam membentuk lembaga pembiayaan infrastruktur seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) adalah menjadi katalis percepatan pembangunan infrastruktur nasional dengan menarik dana-dana swasta baik dari dalam maupun luar negeri untuk membantu pembangunan infrastruktur Indonesia.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PEMBIAYAAN INVESTASI SEBAGAI UPAYA MEMPERCEPAT PENYELENGGARAAN
INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN
Oleh:
Emma Sri Martini, S.T.
Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
Pembiayaan Investasi Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta Oleh PT Sarana Multi
Infrastruktur (Persero) Sebagai Institusi Pembiayaan Non Bank Komersial Di Indonesia
Untuk mencapai target menjadi negara maju dan menjadi salah satu kekuatan dunia pada
tahun 2030, Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan
berdaya saing. Guna merealisasikan hal tersebut salah satu prasyarat yang diperlukan adalah
dukungan infrastruktur yang baik. Mempertimbangkan kondisi infrastruktur yang ada saat ini,
percepatan pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan. Ketersediaan infrastruktur yang
baik akan mempercepat gerak pembangunan ekonomi dan meningkatkan daya saing.
Saat ini investasi untuk pembangunan infrastruktur sangat besar yaitu Rp1.786 Triliun. Alokasi
anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur sangatlah terbatas. Gap yang masih
harus diisi sangat significant yaitu sebesar Rp1.457 Triliun.
Guna mengisi gap tersebut, Pemerintah mengajak pihak swasta untuk turut berpartisipasi
dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan mengembangkan skema Kerjasama
Pemerintah Swasta (KPS).
Dalam upaya mempercepat pembangunan infrastruktur dengan skema KPS, diperlukan
persiapan proyek yang memadai, pendanaan yang sesuai dengan karakteristik investasi proyek
infrastruktur, serta dukungan dan jaminan Pemerintah. Saat ini lembaga pembiayaan yang ada,
seperti perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank, belum secara optimal memberikan
kontribusinya terhadap pendanaan proyek-proyek infrastruktur. Oleh karena itu diperlukan
lembaga keuangan yang bisa memfasilitasi pembiayaan infrastruktur dengan memberikan tenor
pembiayaan jangka panjang dan suku bunga tetap. Hal ini sangat diperlukan mengingat proyek-
proyek infrastruktur memerlukan tingkat pengembalian investasi dalam jangka waktu yang
cukup panjang.
Hingga saat ini sumber-sumber dana jangka panjang seperti Dana Pensiun, Asuransi, dan
Reksadana masih diinvestasikan pada instrumen pasar modal yang tidak terkait langsung
dengan pembiayaan infrastruktur. Dengan kehadiran lembaga pembiayaan yang khusus
menangani pembiayaan infrastruktur, diharapkan akan terjadi memobilisasi sumber dana
jangka panjang untuk mendorong investasi dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Peran lembaga pembiayaan infrastruktur sangat krusial karena akan menjadi katalis yang
menjembatani sumber dana jangka panjang dengan investasi dalam proyek-proyek
infrastruktur di Indonesia.
Salah satu misi yang ingin dicapai Pemerintah di dalam membentuk lembaga pembiayaan
infrastruktur seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) dan PT Indonesia
Infrastructure Finance (IIF) adalah menjadi katalis percepatan pembangunan infrastruktur
nasional dengan menarik dana-dana swasta baik dari dalam maupun luar negeri untuk
membantu pembangunan infrastruktur Indonesia.
2
Lingkup Dan Pengembangan Layanan PT SMI
1) Kerangka Kerja
Sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan pembangunan
infrastruktur di Indonesia, maka Perseroan memiliki peranan sebagai fasilitator dan
katalisator bagi Pemilik Proyek dan Pemberi Dana/Investor dengan kerangka kerja
sebagaimana dimuat dalam bagan di bawah ini:
Gambar 1. Peran Perseroan
Terkait dengan perannya selaku fasilitator dan katalisator, maka Perseroan akan
bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti regulator, pemilik proyek dan investor
untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan pembangunan infrastruktur sebagaimana bagan
di bawah ini:
Gambar 2. Kerangka Kerja Perseroan
3
Peran sebagai fasilitator dan katalisator ini dapat dipenuhi apabila Perseroan memperoleh
dukungan dari Pemerintah, adanya kesamaan tujuan dari para stakeholders,
penyesuaian/dukungan regulasi yang kondusif bagi pemilik proyek maupun investor untuk
mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, kesiapan proyek-proyek yang layak
untuk dibiayai serta adanya koordinasi antar instansi terkait.
2) Model Bisnis
Dalam menjalankan fungsinya sebagai katalis pembiayaan infrastruktur di Indonesia
Perseroan mengembangkan skema-skema kerja sama dengan pihak-pihak pemberi dana
lainnya dari dalam maupun luar negeri seperti Pemerintah Pusat dan Daerah, investor
swasta, sektor perbankan, dana investasi, dan institusi pendanaan internasional. Ada tiga
skema model kerjasama bisnis (business model) yang telah dikembangkan seperti tergambar
dan diuraikan sebagai berikut:
Gambar 3. Model Bisnis Perseroan
a. Business Model A
Perseroan secara bersama-sama dengan co-investor/financier melakukan co-
investment/financing langsung kepada proyek infrastruktur. Model bisnis ini secara
umum akan cocok untuk ditawarkan kepada calon co-investor/financier lokal dan untuk
nilai pembiayaan yang relatif kecil. Karena fleksibilitas dan kesederhanaan struktur
pembiayaannya, model ini juga cocok digunakan untuk melayani kebutuhan
pembiayaan yang relatif cepat. Tipe pengembalian tergantung pada tipe pembiayaan
yang diberikan (pinjaman atau penyertaan modal).
b. Business Model B
Perseroan secara bersama-sama dengan co-investor/financier melakukan co-
investment/financing kepada proyek infrastruktur secara tidak langsung. Sebelum
membiayai proyek Perseroan dan co-investor/financier membentuk sebuah Joint
Venture Company (JV) dengan menyetujui penyertaan modal yang akan diberikan
kepada JV tersebut. Selanjutnya JV tersebut dapat melakukan pembiayaan secara
langsung kepada proyek infrastruktur. Model ini dikembangkan terutama untuk
melayani permintaan calon-calon co-investor/financier asing maupun untuk melayani
kebutuhan pembiayaan proyek yang relatif besar. Menimbang kompleksitas proses
untuk mencapai pembiayaan kepada proyek sehingga membutuhkan persiapan dan
4
waktu yang relatif lama, oleh karena itu model ini lebih cocok untuk digunakan sebagai
media pembiayaan yang sifatnya berulang atau multi project. Tipe pengembalian
kepada JV tergantung pada tipe pembiayaan yang diberikan (pinjaman atau penyertaan
modal).
c. Business Model C
Selain kedua model di atas, Perseroan juga mengembangkan model ketiga untuk
mengakomodasi penyaluran hutang (loan channeling) untuk membiayai proyek melalui
Perseroan. Model ini banyak digunakan oleh lembaga publik asing maupun multilateral
yang mempunyai skema pembiayaan bunga rendah namun khusus untuk kegiatan
tertentu (misalnya suatu sektor infrastruktur tertentu). Tipe pengembalian kepada
Perseroan tergantung pada tipe pembiayaan yang diberikan (pinjaman atau penyertaan
modal).
Selain ketiga business model di atas, Perseroan menawarkan kesempatan kepada calon
investor untuk mendiskusikan bentuk kerjasama lain yang paling sesuai bagi calon investor
tersebut.
3) Jenis Pembiayaan
Perseroan mempunyai beberapa jenis pembiayaan yang dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan:
a. Pinjaman Senior:
Pinjaman kepada proyek-proyek infrastruktur di mana Perseroan bertindak sebagai
pemberi pinjaman utama (senior) terhadap proyek
b. Pinjaman Subordinasi/Mezzanine:
Pinjaman kepada proyek-proyek infrastruktur di mana Perseroan bertindak sebagai
pemberi pinjaman yunior terhadap proyek.
c. Pinjaman Convertible:
Skema pembiayaan dengan skenario konversi menjadi saham pada saat jatuh tempo.
d. Investasi Ekuitas:
Investasi langsung ke proyek-proyek infrastruktur melalui kepemilikan saham
e. Pembiayaan Kontrak:
Pinjaman modal kerja kepada para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek
infrastruktur. Pembayaran pinjaman berdasarkan kontrak dari pemilik proyek.
f. Pembiayaan Invoice:
Pinjaman modal kerja kepada para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek
infrastruktur. Pembayaran pinjaman berdasarkan piutang proyek.
4) Sinergi di Dalam Kerjasama Pemerintah Swasta
Unsur-unsur di dalam KPS akan bersinergi di dalam pelaksanaannya sebagaimana terlihat di
dalam bagan berikut:
5
*)PII= PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)