Top Banner

of 34

kerangka teori

Jul 17, 2015

Download

Documents

Hidayatun Nimah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB II KERANGKA TEORI

I.

KOMUNIKASI POLITIK DAN KOMUNIKATOR POLITIKA. KOMUNIKASI POLITIK

Dalam pembahasan tentang komunikasi politik, terlebih dahulu penulis akan membahas tentang pengertian komunikasi dan pengertian politik. Karena untuk memahami apa itu komunikasi politik, terlebih dahulu kita harus mengerti dengan jelas tentang apa komunikasi dan apa politik itu sendiri. Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, di mana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain, jadi yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia. Karena itu komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah komunikasi manusia atau Human Communication, yang seringkali disebut sebagai komunikasi sosial atau Social Communication. (Effendy, 2008:4) Sedangkan politik secara etimologis, politik berasal dari bahasa yunani, yaitu polis yang berarti atau komunitas secara keseluruhan. Pengertian politik menurut Laswell (1963) adalah who gets what, when and how (siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana caranya). Sedangkan

menurut William Robson (dalam Political Science, 1954) mendefinisikan ilmu politik sebagai ilmu yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan. Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.

(http://adiprakosa.blogspot.com,diunduh pada tanggal 5 mei 2011 pukul 10.09) Selanjutnya menurut Dye (dalam Muhtadi, 2008:29) politik didefinisikan sebagai The Management of Conflict hal itu berdasarkan anggapan bahwa salah satu tujuan pokok pemerintahan adalah untuk mengatur konflik. Untuk bisa mengatur konflik tentu dibutuhkan pentingnya kekuasaan dan otoritas formal. Penguasa yang tidak memiliki kekuasaan tidak akan pernah mampu mengatasi masalah-masalah atau konflik yang dapat sewaktu-waktu muncul dalam kehidupan masyarakatnya. Sebagaimana telah disampaikan di atas, bahwa upaya untuk memahami tentang komunikasi politik, terlebih dahulu kita memahami tentang komunikasi dan politik. Akan tetapi mendefinisikan komunikasi politik tidak cukup hanya menggabungkan dua pengertian komunikasi dan politik tersebut. Komunikasi politik mempunyai konsep tersendiri yang meskipun secara sederhana merupakan gabungan dari dua pengertian tersebut.

16

Menurut cangara (2009) komunikasi politik adalah suatu bidang atau disiplin keilmuan yang menelaah perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau mempengaruhi tehadap perilaku politik. Komunikasi Politik adalah salah satu bidang kajian dalam Ilmu Komunikasi yang berkenaan dengan politik. Dalam hal ini, aktivitas komunikasi mempengaruhi kegiatan politik,dan sebaliknya. Sebagai turunan dari Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi, bidang Komunikasi Politik berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan, penerimaan, dan dampakdampak informasi berkonteks politik, baik melalui interaksi media massa maupun antar manusia. Di dalam Komunikasi Politik terdapat studi tentang media massa, analisis pidato-pidato atau pernyataan para politisi dan orangorang yang berusaha mempengaruhi proses politik, perkembangan isu-isu politik di tengah masyarakat, dan sebagainya. (http://www.anneahira.com, diunduh pada tanggal 3 mei 2011, pukul 17.25) Komunikasi politik menurut McQuail (1992) adalah semua proses penyampaian informasi termasuk fakta-, pendapat-pendapat, keyakinankeyakinan, dan seterusnya pertukaran dan pencarian tentang itu semua yang dilakukan oleh para partisipan dalam konteks kegiatan politik yang lebih bersifat melembaga. Pandangan ini membersitkan beberapa hal penting, yaitu komunikasi politik menandai keberadaan dan aktualisasi lembagalembaga politik, komunikasi politik merupakan fungsi dari sistem politik,

17

dan komunikasi politik berlangsung dalam suatu sistem politik tertentu. (dalam Pawito, 2009:2) Suatu komunikasi dapat dikatakan sebagai komunikasi politik tergantung pada karakter pesan dan dampaknya terhadap sistem politik. Semakin jelas pesan komunikasi berkaitan dengan politik dan semakin kuat dampaknya terhadap sistem politik, maka semakin signifikan pula komunikasi tersebut dikatakan komunikasi politik. (Pawito, 2009:4) Akan tetapi komunikasi politik bukan danya sekedar proses penyampaian suatu pesan mengenai politik oleh seseorang kepada orang lain. Bukan pula merupakan pengertian komunikasi plus pengertian politik. Pengertian komunikasi politik harus dikaji tidak secara atomistic dengan memilah-milah setiap komponen yang terlibat, tetapi harus ditelaah secara holistic paradigmatic, dengan melihat kaitan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain secara fungsional, di mana terdapat tujuan yang jelas yang akan dicapai. Faktor pentingnya aspek tujuan dalam komunikasi politik itu tampak jelas dikemukakan oleh Lord Windlesham dalam karyanya yaitu What is Political Communication : Political communication is the deliberate passing of a political message by a sender to a receiver with the intention of making the receiver behave in a way that might not otherwise have done (Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikan berperilaku tertentu).

18

Menurut Krans dan Davis (dalam Susanto, 2009: 4), Komunikasi Politik sebagai proses komunikasi massa termasuk komunikasi antar pribadi dan elemen-elemen di dalamnya yang mungkin mempunyai dampak terhadap perilaku politik. Tidaklah mudah menentukan definisi Komunikasi Politik, sebagaimana disampaikan Denton dan Woodward dalam Political Communication in America, faktor penting dalam melakukan kegiatan komunikasi yang politis bukanlah sumber pesan, melainkan isi dan tujuannya. Menurut Brian McNair, Komunikasi Politik adalah aktivitas komunikasi tentang politik yang sarat tujuan. Aktivitas yang dimaksud tidak hanya berbentuk komunikasi lisan dan tulisan, tetapi juga melibatkan simbol-simbol nonverbal seperti pakaian, rias wajah, gaya rambut, desain logo, dan sebagainya. Dengan kata lain, identitas atau citra politik turut berperan dalam Komunikasi Politik. Studi Komunikasi Politik adalah multidisipliner, karena

menyinggung aspek-aspek dalam banyak ilmu pengetahuan, di antaranya ilmu sosial, jurnalisme, dan psikologi. Sedangkan menurut pakar ilmu politik Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.

19

Akan tetapi berbeda dengan ilmuwan politik yang lebih membahas komunikasi politik berkenaan dengan sistem politiknya, yaitu proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan otoritatif. Ilmuwan komunikasi membahas komunikasi politik berkenaan dengan unsur-unsur

komunikasinya sebagai upaya merumuskan suatu komunikasi politik yang efektif . Ada pula yang berpendapat bahwa komunikasi Politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai

komunikasi antara yang memerintah dan yang diperintah. Sementara menurut Damsar (2010:207) ilmuwan sosiologi

komunikasi politik merupakan proses pengalihan pesan, suatu maksud atau arti, dari pengirim kepada penerima yang melibatkan proses pemaknaan terhadap kekuasaan (power), kewenangan (authority), kehidupan public (public life), pemerintahan (government), Negara (state), konflik dan resolusi konflik (conflict and conflict resolution), kebijakan (policy), pengambilan keputusan (decision making), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya.

20

Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR (http://www.romeltea.com, diunduh pada tanggal 29 april 2011, pukul 15.03)

B. KOMUNIKATOR POLITIK Komponen yang paling menentukan dalam setiap bentuk kegiatan komunikasi yaitu komunikator dan komunikan. Karena tanpa kedua komponen tersebut tidak akan terjadi komunikasi. Komunikator politik dapat dikenali dari ciri-ciri komunikator pada umumnya yaitu: a) Pihak yang pertamatama mempunyai inisiatif. b) Pihak yang mempunyai ide atau gagasan; yang akan disebarluaskan. c) Pihak yang mula pertama mengajak berkomunikasi. d) Pihak yang bermaksud mempengaruhi, mengubah dan membentuk sikap, pendapat dan tingkah laku orang lebih baik secara perorangan maupun kelompok.

21

Dari ciri-ciri tersebut di atas, Drs. Soemarno, Ap. S.M. dalam bukunya Dimensi-dimensi politik mengatakan yang menjadi komunikator politik adalah pemerintah, karena ia sebagai pemegang inisiatif untuk mengadakan perubahan dan pembaharuan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Kemudian dijelaskan lebih lanjut, yang menjadi komunikan komunikasi politik ialah keseluruhan lapisan masyarakat, baik yang berdiri sendiri maupun yang tergabung dalam bentuk asosiasi, perkumpulan atau kelompok-kelompok tertentu. Komunikator politik, dibandingkan dengan warga negara pada umumnya, lebih ditanggapi dengan sungguh-sungguh bila mereka berbicara atau berbuat. Sehubungan dengan itu, Dan Nimmo mengidentifikasi Komunikator Politik menjadi tiga kategori : (1) politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, (2) komunikator profesional dalam politik, dan (3) aktivis atau komunikator paruh waktu ( part-time ). 1) Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah harus dan memang berkomunikasi tentang politik: tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Meskipun politikus melayani beraneka ragam tujuan dengan berkomunikasi, ada dua hal yang menonjol. Daniel Katz menunjukkan bahwa pemimpin politik mengarahkan pengaruhnya ke dua arah: 1)mempengaruhi alokasi ganjaran, 2) mengubah struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan. Dalam hal yang pertama, politikus itu

22

berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok, pesan-pesan politik itu mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik; artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompok. Sebaliknya,

politikus yang bertindak sebagai ideolog tidak begitu terpusat perhatiannya untuk mendesakkan tuntutan seseorang anggota kelompok; ia lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahakan reformasi, dan bahkan mendukung perubahan revolusioner. Jadi ideolog itu terutama berkomunikasi untuk

membelokkan mereka kepada suatu tujuan tertentu, bukan mewakili kepentingan mereka dalam gelanggang tawar-menawar dan mencari kompromi. Politikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan politik pemerintah suatu Negara/Daerah. Yang pertama adalah para pejabat pemerintah, baik yang dipilih maupun yang diangkat, yang secara tetap berkomunikasi mengenai sejumlah besar masalah, subyek, dan materi politik yang beraneka ragam. Mereka yang termasuk dalam kategori ini ialah para pejabat eksekutif, legislator dan para pejabat yudikatif. Yang kedua adalah para politikus tingkat nasional yang secara tetap berkomunikasi tentang sejumlah terbatas masalah yang ralatif sempit, yang oleh James Rosenau disebut pembuat opini nasional. Diantara kelompok ini antara lain: Sekretaris Jendral, Direktur Jendral berbagai departemen dan sejenisnya. Ketiga adalah politikus yang tidak memegang jabatan dalam pemerintahan; mereka

23

pun komunikator politik mengenai masalah-masalah yang memiliki ruang lingkup nasional dan non nasional, masalah jangkauannya luas dan sempit. Jika ditarik kesimpulan, banyak jenis politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, sama banyaknya dengan politikus dan dapat kita klasifikasikan mereka sebagai (1) di dalam atau di luar jabatan pemerintah, (2) berpandangan nasional atau subnasional dan (3) beurusan dengan masalah ganda atau masalah tunggal.2) Profesional sebagai Komunikator politik. Komunikator profesional

mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, apakah ia di dalam atau di luar politik. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya dua dimensi utama: (a) munculnya media massa yang melintasi batasbatas rasial, etnis, pekerjaan, wilayah dan kelas untuk meningkatkan kesadaran identitas nasional; dan (b) perkembangan serta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Menurut James Carey, komunikator profesional adalah seorang makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan dan minat suatu komunitas yang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional menghubungkan golongan elit

24

dalam organisasi atau komunitas manapun dengan khalayak umum. Komunikator profesional adalah manipulator dan makelar simbol yang menghubungkan para pemimpin satu sama lain dan dengan para pengikut. Perangkat profesional mencakup: 1)Jurnalis meliputi reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi atau siapapun yang berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan, penyajian dan penyerahan laporan peristiwa. 2) Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu, seperti agen publisitas, PRO pada instansi pemerintah maupun swasta, personel periklanan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat politik,spesialis teknis (kameramen, produser, sutradara film, pelatih pidato, dsb) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik.3) Aktivitas sebagai komunikator Politik. Mereka yang termasuk ke dalam

golongan ini: Pertama, terdapat juru bicara bagi kepentingan yang terorganisir. Pada umumnya orang ini tidak memegang atau mencitacitakan jabatan pada pemerintahan. Jubir biasanya bukan profesional dalam komunikasi, namun ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi, sehingga bisa disebut aktivis politik dan semi profesional dalam komunikasi politik. Ia berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi dan merupakan peran politikus yang menjadi wakil partisan, yakni mewakili tuntutan anggota suatu organisasi dan tawar menawar untuk hal-hal yang menguntungkan. Sebagaimana politikus

25

dan profesional, juru bicara kepentingan yang terorganisasi beroperasi pada tingkat nasional dan subnasional serta menangani masalah-masalah berganda maupun tunggal. Kedua, jaringan interpersonal mencakup komunikator politik utama, yaitu pemuka pendapat (opinion leader); yaitu orang yang suka dimintai petunjuk dan informasi tentang sesuatu hal oleh anggota masyarakat serta senantiasa dihormati. Mereka senantiasa tampil dalam dua hal: (1) Mereka sangat mempengaruhi keputusan orang lain, artinya mereka meyakinkan orang lain dalam cara berpikir, (2) Mereka meneruskan informasi politik dari mass-media kepada masyarakat umum, dengan istilah lain disebut komunikasi dua tahap. Artinya pemuka pendapat memperoleh informasi dari mass-media (radio, TV, film, media cetak) lalu mereka meneruskan informasi tsb. kepada penduduk yang kurang aktif.

C. EFEKTIVITAS KOMUNIKATOR POLITIK1

Dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas komunikasi. Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang mempengaruhi

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion:1

Sebagaimana dikutip dalam http://gudangilmublooddy.blogspot.com/2010/11/komunikator-politik.html, diunduh pada tanggal 29 April 2011, pukul 21.02

26

Classic and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunikator politik, yaitu

communicator credibility, communicator attractiveness, communicator similarity dan communicator power. 1. Kredibilitas Kredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber dipandang memiliki keahlian dan dipercaya. Semakin ahli dan dipercaya sumber informasi, semakin efektif pesan yang disampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source expertise) dan kepercayaan sumber (source trustworthiness).

Keahlian sumber adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap subjek di mana ia berkomunikasi. Sementara kepercayaan sumber adalah sejauh mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Para peneliti telah menemukan bahwa keahlian dan kepercayaan memberikan kontribusi independen terhadap efektivitas sumber. Dibuktikan oleh Petty bahwa, expertise was therefore important in inducing attitude change, especially when that advocated position was quite different from the recipients initial attitude. Karena sumber yang sangat kredibel

menghalangi pengembangan argumen tandingan, maka sumber yang kredibel menjadi lebih persuasif dibanding sumber yang

27

kurang kredibel. Sebagaimana dikemukakan Lorge dari hasil penelitiannya, bahwa a high credibility source was more persuasive than a low credibility source if attitudes were measured immediately after the message . aspek kepercayaan itu sendiri memiliki indikator-indikator antara lain tidak memihak, jujur, memiliki integritas, mampu, bijaksana, mempunyai kesungguhan dan simpatik. 2. Daya tarik Daya tarik seorang komunikator bisa terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban, kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya. Sebagaimana dikemukakan Petty Two communicators may be trusted experts on some issue, but one may be more liked or more physicallyattractive than the other in part because of his physical appearance, style of speaking and mannerism, the attractiveness is due to the performance, communication skills, self evaluation by verbal and by the behavioral measure.

Daya tarik fisik sumber (source physical attractiveness) merupakan syarat kepribadian. Daya tarik fisik komunikator yang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidak menarik dalam mengubah kepercayaan. Beberapa item yang menggambarkan daya tarik seseorang adalah tampan atau cantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira, dan lain-lain.

28

3.

Kesamaan Sumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata audience maka sumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan (source likability), yang maksudnya adalah perasaan positif yang dimiliki konsumen (audience) terhadap sumber informasi. Mendefinisikan menyenangkan memang agak sulit karena sangat bervariasi antara satu orang dan orang lain. Namun secara umum, sumber yang menyenangkan mengacu pada sejauh mana sumber tersebut dilihat berperilaku sesuai dengan hasrat mereka yang karena mengobservasi. mereka Jadi, sumber dapat

menyenangkan

bertindak

atau

mendukung

kepercayaan yang hampir sama dengan komunikan. Sumber yang menyenangkan (sesuai kebutuhan, harapan, perasaan komunikan) akan mengkontribusi efektivitas komunikasi, bahkan lebih memberikan dampak pada perubahan perilaku. Bila itu terjadi, sumber tersebut akan menjadi penuh arti bagi penerima, artinya adalah bahwa sumber tersebut mampu mentransfer arti ke produk atau jasa yang mereka komunikasikan. 4. Power Power, menurut Petty adalah the extent to which the source can administer rewards or punishment. Sumber yang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efektif dalam penyampaian pesan

29

dan penerimaannya daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Pada dasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkin penghargaan dan menghindari hukuman. Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman bahwa, people simply report more agreement with the powerful source to maximize their rewards and minimize their punishment. Jadi pada dasarnya harus ada tiga syarat untuk menjadi seorang powerful communicator, yaitu: (1) the recipients of the communication must believe that the source can indeed administer rewards or punishments to them; (2) recipients must decide that the source will use theses rewards or punishments to bring about their compliance; (3) the recipients must believe that the source will find out whether or not they comply. Dengan dihasilkan dan terpeliharanya kepatuhan, artinya komunikator dapat mempengaruhi atau mempersuasi perilaku komunikan. Dalam upayanya

mempersuasi komunikan, biasanya ada dua faktor penunjang yang harus diperhatikan pula oleh komunikator. Dua faktor tersebut adalah keterlibatan sumber dan kepentingan isu bagi penerima. Keterlibatan yang tinggi menghasilkan efektivitas pesan yang tinggi pula, dan isu yang semakin dekat dengan kepentingan penerima biasanya akan lebih mendorong efektivitas pesan.

II. PEMIMPIN POLITIK SEBAGAI KOMUNIKATOR POLITIK

30

A. KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN

Gagasan tradisional tentang kekuasaan difokuskan kepada individu dan pelaksanaan kekuasaannya. Kekuasaan adalah sesuatu yang dipegang dan ditangani manusia berdasarkan sumber-sumber kekuasaan tertentu. Sedangkan pandangan mutakhir menyadari bahwa kekuasaan tidak terletak pada manusia semata-mata, tetapi dalam struktur sosial yang

memungkinkan mereka bertindak (Lukes, 1977, dalam Pace, 2006:253). Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, mangatur atau mengendalikan dan merupakan bagian yang melekat pada proses organisasi. Kekuasaan tidak hanya terletak pada manusia dan sumberdaya, tetapi juga dalam struktur sosial itu sendiri. Komunikasi adalah kekuasaan karena kemampuannya untuk menentukan hasil-hasil pengetahuan, keyakinan dan tindakan (Pace, 2006: 258) Menurut Sumarno (2006:27), kewenangan dan kekuasaan yang melekat pada diri pemimpin, dapat menetukan nasib berjuta manusia. Karena itu kekuasaan adalah hakikat kepemiminan yang mampu menggunakan kekuasaan tersebut. Kekuasaan yang melekat pada pimpinan dapat diperhatikan dari latar belakang yang melandasinya, yaitu:a. Expert Power, kekuasaan yang berlandaskan pada suatu persepsi bahwa

pemimpin harus memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu

31

b. Referent Power, kekuasaan yang berlandaskan pada kesenangan,

kekaguman pengikut sehingga mengidentifikasikan diri mereka terhadap pemimpin,c. Reward Power, kekuasaan yang berandaskan pada keahlian dalam

menggunakan masyarakatnya,

metode

penghargaan

terhadap

pengikut

dan

d. Legitimasi Power, kekuasaan yang berlandaskan pada suatu persepsi

pengikutnya bahwa pemimpin memiliki legalitas atau kewenangan untuk melaksanakan pengaruh-pengaruh atas mereka,e. Coercive Power, kekuasaan yang berlandaskan pada rasa takut dari para

pengikutnya yang tidak mengindahkan keinginan pimpinan yang selalu disertai hukuman. (Soesanto, dalam Sumarno, 2006:27) Organisasi dalam usahanya untuk bertahan hidup memerlukan adanya seorang administrator yang mengembangkan suatu sistem manajemen, yaitu untuk mengelola sumber-sumberdaya yang ada dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat dalam sebuah organisasi (Siagian, 1984:6) Pemimpin dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yakni: a) Pemimpin Organisasi.

32

Bagi komunikator politik, untuk menjadi pemimpin politik ia harus berperilaku sebagaimana yang diharapkan dari seorang pemimpin. Pengikut mengaitkan kepemimpinan dengan orang yang sesuai dengan pengertian mereka tentang apa pemimpin itu. Beberapa komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka di dalam struktur sosial atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas. Komunikator seperti itu kita sebut pemimpin organisasi.

b)

Pemimpin Simbolik. Komunikator Politik yang merupakan pemimpin karena arti yang

ditemukan orang d dalam dirinya sebagai manusia kepribadian, tokoh yang ternama, dsb. Diberi nama pemimpin simbolik. Dari komunikator politik utama yang telah dilukiskan lebih dahulu, hanya pemuka pendapat (opinion leader) yang bekerja melalui keakraban yang disediakan oleh jaringan komunikasi interpersonal berada terutama di luar struktur organisasi yang diformalkan. Karakteristik sosial pemimpin politik yang membedakan dari populasi umum antara lain : tingkat keterlibatan politik, kepercayaan

politik, nilai dan pengharapan serta pengaruhnya terhadap pembuatan kebijakan.

33

Komunikator politik yang menjadi pemimpin organisasi pemerintah tidak dipilih secara acak dari populasi umum. Mereka direkrut dari pengelompokkan yang lebih kecil lagi; yang memenuhi syarat, yang mampu, partisipan, konsisten, dll. Pemimpin simbolik muncul jika komunikator melakukan tindakan yang dramatik, secara selektif mengumpulkan kesan dari tanggapan khalayak, kemudian menyesuaikan diri dan atau berusaha keras untuk berbuat sesuai dengan kesan rakyat. Setiap pemimpin simbolik membina beberapa reputasi keistimewaan yang memungkinkannya menyimpang dari yang biasa pada suatu tingkat komunikasi. Menurut Keith Davis (1985:198) Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin (directs), membimbing (guides), mempengaruhi (influences) atau mengontrol (controls) pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain. Sedangkan menurut Robbins (1996:39) kepemimpinan merupakan suatu kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Jadi kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orangorang untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan hal yang paling penting pada suatu

organisasi dalam mencapai tujuannya. Berhasil atau tidaknya suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan pada organisasi tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari peran kepemimpinan antara lain

34

sebagai penentu arah (mengembangkan visi masa depan organisasi), mengarahkan karyawan, serta memberi motivasi dan inspirasi kepada bawahannya (Setyanto, 2004:30) Untuk berfungsi sebagai pemimpin, seseorang harus memiliki daya tarik emosional yang membangkitkan dalam diri orang lain hasrat untuk mengikuti mereka. Para pemimpin akan sanggup memimpin hanya jika mereka dapat mempengaruhi orang secara effektif melalui masa waktu yang panjang. Walaupun tanggung jawab utama para pemimpin ialah untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi, mereka tidak akan dapat berbuat demikian bila mereka tidak bias memenuhi kebutuhan pengikutpengikutnya (Kossen, 1986:182) Daniel Goleman (2003:20-42) menyatakan bahwa ada 6 gaya kepemimpinan, namun hanya 4 yang secara konsisten memberikan pengaruh yang positif terhadap suasana dan hasil kerja. Berikut penjelasan singkat mengenai 6 gaya kepemimpinan tersebut. A. Gaya Koersif Gaya kepemimpinan koersif diantaranya adalah selalu mengambil

keputusan sendiri tanpa melibatkan bawahan. Di dalam memimpin biasanya pemimpin dengan tipe ini menanamkan dorongan untuk mencapai tujuan organisasi, memiliki inisiatif dan control diri di dalam diri bawahannya. Namun gaya kepemimpinan ini jarang mau menerima ide-ide dari bawahannya, suka mengambil keputusan sendiri dan tidak

35

dapat mentoleransi laporan buruk dari bawahan. Kepemimpinan seperti ini mendapatkan hasil yang maksimal ketika menghadapi krisis untuk memulai suatu perubahan atau ketika menghadapi masalah dengan pegawai. B. Gaya Otoritatif Pada gaya ini pemimpin mempunyai visi dan memotivasi bawahan dengan menjelaskan kepada mereka bagaiman hasil kerja mereka juga turut andil dalam kemajuan organisasi. Kepemimpinan ini juga memaksimalkan komitmen menuju tujuan dan strategi organisasi sehingga orang-orang yang bekerja untuk pemimpin memahami apa yang mereka kerjakan dapat memberikan kegunaan dan mengapa demikian. Namun sulitnya penilaian kerja yang diberikan adalah pemimpin hanya melihat apakah kinerja bawahan memajukan visi perusahaan atau tidak. C. Gaya Afiliatif Pemimpin berjuan untuk menjaga agar karyawan bahagia dan untuk menciptakan harmoni di antara mereka. Ia mengatur organsasi dengan mencipktakan ikatan emosional yang kuat dan kemudian memperoleh keuntungan dari pendekatan semacam itu. Kekurangan dari gaya ini memungkinkan kinerja yang buruk menjadi tidak terkoreksi karena para pekerja mungkin akan memandang kinerja yang pas-pasan sebagai hal yang dapat ditoleransi.

36

D. Gaya Demokratis Gaya ini meluangkan waktu untuk mendengarkan pendapat orang lain. Pemimpin tipe ni membangun rasa percaya, hormat dan tanggung jawab. Dengan membiarkan bawahan menyampaikan pendapat mereka mengenai sebuah keputusan yang mempengaruhi tujuan mereka, dan bagaimana mereka melakukan tugas mereka. Dengan mendengarkan kekhawatiran para karyawan, pimpinan demokratis mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan semangat mereka. Dengan demikian bawahan mendapatkan kesempatan untuk turut menyumbangkan gagasan dalam penetapan tujuan dan standar merek sebagai pengevaluasian kesuksesan.

E. Gaya Pacesetting Pemimpin gaya ini menetapkan standar kinerja yang amat tinggi dan member contoh sendiri. Ia bersikap sangat obsesif mengenai melakukan segala macam hal dengan lebih cepat dan lebih baik, namun memintanya menyamaratakan semua orang yang ada di sekelilingnya. Gaya ini dapat erusak suasana kerja, banyak pekerja akan kewalahan dengan tuntutan kesempurnaan dari atasannya. F. Gaya Coaching

37

Pemimpin

ini

bertindak

sebagai

penasehat

dengan

membagi

kekhawatiran dan harapannya dengan bawahan. Para pemimpin ini amat baik dalam mendelegasikan tugas, mereka memberikan para karyawan tugas yang menantang namun harus diselesaikan dengan cepat walaupun hasilnya kurang baik. Kekurangannya dari gaya ini adalah bawahan hanya akan terpusat pada pengembangan pribadi bukan pada kemampuan langsung untuk mengerjakan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan. Salah satu fungsi pimpinan adalah berkomunikasi secara effektif. Demikian pentingnya fungsi ini sehingga ada pendapat yang mengatakan bahwa timbulnya perselisihan, perbedaan paham atau bahkan konflik, disebabkan oleh tidak adanya komunikasi effektif antara pihak-pihak yang saling berhubungan, apakah itu melalui tulisan, lisan, atau dengan cara mendengarkan atau dengan cara-cara lain. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila pesan yang ingin disampaikan komunikator diterima dan diartikan oleh komunikan dalam bentuk, jiwa dan semangat yang persis sama seperti yang diinginkan dan dimaksudkan oleh komunikator (Siagian, 1988:55). Sementara pemilihan gaya komunikasi yang dipilih seorang pemimpin, bergantung pada jenis kepemimpinan yang digunakan. Macam gaya komunikasi tersebut menurut Smeltzer (1991:56-57) adalah:

38

-

Blaming atau aggressive styles, yaitu gaya yang menunjukkan selalu

menyalahkan orang lain saja dan dalam pelaksanaannya, orang ini menunjukkan kekuasaannya dan biasanya membuat bawahannya merasa takut;-

Placating atau nonassertive style, yaitu orang yang menggunakan

gaya ini selalu bersikap mengalah dan jarang menyetujui pendapat orang lain, bahkan untuk itu ia akan mengorbankan kepentingannya sendiri;-

Computing atau intellectual style, dalam gaya ini pemimpin akan

selalu melakukan perhitungan dalam berkomunikasi dan selalu menunjukkan penampilan yang tenang. Dalam penggunaan gaya ini, perasaan tidak boleh diperlihatkan, sehingga segala sesuatunya harus berdasarkan rasio;-

Distracting atau manipulative style, dengan gaya ini pemimpin akan

memanipulasi perasaan orang lain. Seringkali menggunakan kemarahan dan melukai perasaan orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuan;-

Leveling atau assertive style, pemimpin yang menggunakan gaya ini

bersikap jujur dan langsung dalam mengutarakan pemikiran, perasaan atau kebutuhannya dan ia akan menghargai bawahan dengan memberikan kesempatan untuk melakukan kompromi atau negosiasi.

39

Davis (1989, dalam Setyanto, 2004:34-35) merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu : a) Kecerdasan, hasil penelitian membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih inggi dibandingkan yang dipimpin; namun yang menarik adalah pemimpin tidak bias melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikut;b) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, pemimpin cenderung

menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan dihargai dan menghargai; c) Motivasi diri dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relative mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja untuk berusaha menapatkan penghargaan yang interistik dibandingkan eksteristik; d) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, pemimpin yang berhasil mengakui harga diri dan kehormatan para pengikut serta mampu berpihak pada mereka.

B. KEPEMIMPINAN OPINI DAN KREDIBILITASNYA

40

Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, di dalamnya selalu terdapat orangorang yang mampu mempengaruhi pendapat (opini) dan mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut. Orang-orang yang memiliki kemampuan membentuk opini dan mempengaruhi pendapat suatu masyarakat oleh Rogers dan Shoemaker (1986) disebut Pemimpin Opini (Opinion Leaders) atau sering juga disebut Tokoh Masyarakat. Para pemimpin opini dalam proses difusi adopsi inovasi memegang peranan penting baik dalam mempercepat proses difusi adopsi, maupun dalam proses menghambatnya kepemimpinan opini sebagai derajat kemampuan seseorang untuk mempengaruhi secara informal sikap-sikap atau tingkah laku terbuka orang lain ke arah yang dikehendaki (Everett M. Rogers & Floyd Shoemaker). Pemimpin opini memiliki 7 sifat sbb: 1) Pendidikan formal lebih tinggi ketimbang orang yang ada dilingkungannya 2) Status sosial dan kekayaan yang lebih tinggi 3) Mempunyai daya pembaharuan yang besar dalam menerima ide baru 4) Perhatiannya besar pada media massa 5) Kemampuan empati yang baik 6) Partisipasi aktif dalam masyarakat 7) Memiliki pengalaman yang luas

41

III. TEORI EMPATI DAN HOMIFILI Secara sederhana empati diartika sebagai kemempuan menempatkan diri pada situasi dan kondisi orang lain. Komunikasi politik akan sukses bila komunikator sukses memproyeksi diri ke dalam sudut pandang orang lain. Akan tetapi menempatkan diri sebagai orang lain tidaklah mudah. Kemampuan tersebut dapat dikembangkan oleh seorang komunikator politik melalui komunikasi sosial dan politik yang sering dilakukan. Empati dalam komunikasi politik ini erat kaitannya dengan citra diri sang komunikator politik untuk menyesuaikan suasana pikirannya dengan alam pikiran khalayak. Jadi empati ini dapat dinegosiasikan dan dimantapkan melalui komunikasi antar persona. Sementara homofili dimaksudkan sebagai kemampuan individu untuk menciptakan kebersamaan-kebersamaan, baik fisik maupun mental.

Komunikasi didasarkan oleh kesamaan (homofili) akan lebih efektif dan lancar ketimbang oleh ketidaksamaan (derajat, usia, ras, agama, ideologi, visi dan misi, simbol politik, doktrin politik, dsb). Teori ini dikembangkan oleh Berlo (1960), Daniel Lerner (1978), Everet M. Rogers & F Shoemaker (1971). Menurut Dan Nimmo, dalam Anwar Arifin (2003), ada beberapa prinsip homofili dalam komunikasi, yaitu:

42

(1)

Orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain, lebih sering

berkomunikasi daripada orang-orang yang tidak mempunyai persamaan sifat dan pandangan. (2) Komunikasi yang lebih efektif terjadi bila sumber dan penerima

adalh homofilistik , karena orang-orang yang mirip cenderung menemukan makna yang sama dan diakui bersama dalam pesan-pesan yang dipertukarkan oleh mereka. (3) Homofili dan komunikasi saling memeliharakarena makin banyak

komunikasi di antara mereka, makin cenderung dapat berbagi pandangan dan melanjutkan komunikasi. Aplikasi teori empati dan homofili dalam komunikasi politik dapat dilakukan dalam bentuk ideologi politik yang sama, doktrin politik yang sama, symbol yang sama, pakaian yang sama, dan keputusan politik yang bersama. Dengan adanya kebersamaan itu, setiap individu yang terlibat akan merasa dihargai dan diangkat harkatnya sebagai manusia (Arifin, 2003:56-57).

IV. OTONOMI DAN PEMBANGUNAN DAERAH Undang-undang No. 22 tahun 1999 memposisikan daerah

kabupaten/kota sebagai darah otonom yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Kebijakan dalam Undang-undang tersebut

43

merupakan strategi baru dalam memasuki era reformasi total dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Berdasar Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, disebutkan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan. Sedangkan daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yng mempunyai batasbatas wilayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kpentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Susanto, 2009:19-20). Sistem pemerintahan pemerintahan daerah. di daerah otonom diselenggarakan daerah adalah oleh

Pemerintahan

penyelenggaraan

pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Pemerintah daerah sendiri adalah kepaa daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah badan legislative daerah. Substansi pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan masyarakat, upaya menumbuhkan prakarsa dan kreativitas dan peningkatan peran serta masyarakat secara aktif di segala tingkatan dan dalam segala aspek. Hal ini tidak terlepas dari keinginan masyarakat untuk mendapat

44

kualitas kehidupan yang lebih baik dan merata, otonom dan terbuka, serta berkembangnya kelembagaan masyarakat yang berkelanjutan (Bratakusuma, dalam Abdul Muis, 2004:17) Dampak positif dari otonomi daerah adalah pemerintah daerah akan mendapat kesempatan untuk menampilkan identitas local yang ada di masyarakat tersebut. Berkurangnya kendali pemerintahan pusat tersebut mendapatkan respon tinggi dari pemerintahan daerah dalam menghadapi masalah yang ada di daerahnya. Termasuk masalah dana, dengan adanya otonomi daerah, dana yang didapatkan daerah lebih banyak dari pada yang diterima melalui birokrasi pemerintahan pusat. Selain itu, dengan diberlakukannya otonomi daerah, kebijakankebijakan yang diambil menjadi lebih tepat sasaran. Karena pemerintah daerah cenderung lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya. Dari pada pemerintah pusat. Hal ini tentu dapat mendorong pada pembangunan daerah yang lebih baik. Salah satu manfaat desentralisasi ini adalah percepatan pembangunan daerah yang merupakan kunci untuk peningkatan standar hidup di daerahdaerah. Penerapan desentralisasi berarti bahwa rencana pembangunan nasional Indonesia, beserta tujuan-tujuan pengentasan kemiskinan yang terdapat dalam rencana tersebut, bergantung pada perbaikan pertumbuhan ekonomi daerah dan perbaikan penyediaan layanan-layanan umum. Untuk

45

mencapai tujuan-tujuan tersebut, kesenjangan ekonomi dan sosial lintas daerah serta antara daerah perkotaan dan pedesaan perlu diatasi. Siagian memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Sedangkan Ginanjar Kartasasmita memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.

(http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/, diunduh pada tanggal 30 mei 2011, pukul 19.35) Menurut Deddy T. Tikson bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan

46

transformasi budaya sering dikaitkan,

antara lain, dengan bangkitnya

semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional. Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (community/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya dan kemajuan/perbaikan (progress), diversifikasi.

pertumbuhan

(http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/, diunduh pada tanggal 30 mei 2011, pukul 19.35)

47

48