Top Banner
KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM A. Aqidah, syariah dan akhlak Secara garis besar, ajaran Agama Islam mengandung tiga hal pokok, yaitu aspek keyakinan (credial, credo), aspek ritual dan aspek perilaku (behavioral). Aspek ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan disebut aqidah atau keimanan, sedangkan aspek ritual, norma atau hukum disebut syariah. Adapun aspek yang berkaitan dengan perilaku disebut akhlak. Aspek keyakinan disebut ‘aqidah, yaitu suatu ikatan seseorang dengan Tuhan yang diyakininya. ‘Aqidah berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau sesuatu yang mengikat. Tiap agama memiliki aqidah masing-masing yang mengikat keyakinan umatnya, seperti Trinitas sebagai aqidah Kristen, yakni keyakinan terhadap Tuhan yang terdiri dari Tuhan Bapa, Anak dan Ruh Kudus. Aqidah Islam adalah tauhid, yakni meyakini keesaan Tuhan baik dalam Dzat maupun Sifat-Nya. Keesaan Allah dalam Islam didasarkan kepada firman Allah sendiri; bukan hasil pikiran manusia, sebagaimana firman Allah: Katakanlah (Muhammad): Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan Tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. QS.Al-Ikhlas: 1-3 Kata Tauhid berasal dari bahasa Arab, bentuk masdar dari kata wahhada yuwahhidu yang secara etimologis berarti keesaan. Yakni percaya bahwa Allah swt itu satu. Dengan demikian yang dimaksud tauhid di sini tidak lain adalah tauhidullah (mengesakan Allah swt).
47

Kerangka Dasar Ajaran Islam

Jan 19, 2016

Download

Documents

berrystrawbery

KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kerangka Dasar Ajaran Islam

KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM

A.      Aqidah, syariah dan akhlak

 

Secara garis besar, ajaran Agama Islam mengandung tiga hal pokok, yaitu aspek keyakinan (credial, credo), aspek ritual dan aspek perilaku (behavioral). Aspek ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan disebut aqidah atau keimanan, sedangkan aspek ritual, norma atau hukum disebut syariah. Adapun aspek yang berkaitan dengan perilaku disebut akhlak.

Aspek keyakinan disebut ‘aqidah, yaitu suatu ikatan seseorang dengan Tuhan yang diyakininya. ‘Aqidah berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau sesuatu yang mengikat. Tiap agama memiliki aqidah masing-masing yang mengikat keyakinan umatnya, seperti Trinitas sebagai aqidah Kristen, yakni keyakinan terhadap Tuhan yang terdiri dari Tuhan Bapa, Anak dan Ruh Kudus.

Aqidah Islam adalah tauhid, yakni meyakini keesaan Tuhan baik dalam Dzat maupun Sifat-Nya. Keesaan Allah dalam Islam didasarkan kepada firman Allah sendiri; bukan hasil pikiran manusia, sebagaimana firman Allah:

Katakanlah (Muhammad): Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan Tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.

QS.Al-Ikhlas: 1-3

Kata Tauhid berasal dari bahasa Arab, bentuk masdar dari kata wahhada yuwahhidu yang secara etimologis berarti keesaan. Yakni percaya bahwa Allah swt itu satu. Dengan demikian yang dimaksud tauhid di sini tidak lain adalah tauhidullah (mengesakan Allah swt).

Mempelajari tauhid menurut para ulama hukumnya wajib bagi setiap muslim. Rasulullah saw sendiri diperintahkan oleh Allah swt mengajak umat manusia kepada ajaran Tauhid sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam qur’an surat Al Ikhals di atas. Ajaran Tauhid ini oleh Allah swt bukan hanya diturunkan kepada Nabi Muhamad, melainkan juga kepada Nabi/Rasul terdahulu, mulai dari Nabi Adam as sampai Nabi Isa as, Ini disebutkan dalam semua kitab Injil. Seperti dalam Injil Yahya pasal 17 ayat 3 disebutkan secara gambling “Inilah hidup yang kekal yaitu agar mereka mengenal Engkau, Allah yang Esa dan benar dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu”

Ajaran Tauhid sangat positif bagi hidup dan kehidupan, sebab tauhid mengandung sifat-sifat sebagai berikut :

Page 2: Kerangka Dasar Ajaran Islam

1. Melepaskan jiwa manusia dari kekacauan dan kegoncangan hiudup yang dapat membawanya ke dalam kesesatan.

2. Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebijakan dan keutamaan

3. Membimbing umat manusia ke jalan yang benar dan mendorongnya mengajarkan ibadah penuh ikhlas.

4. Membawa manusia kepada keseimbangan dan kesempurnaan hidup lahir batin.

Aqidah Islam (Tauhid) sebagai fondamen agama Islam menjadi dasar bagi keislaman seseorang. Aqidah bukan hanya pengetahuan atau kepercayaan, tetapi keyakinan yang membawa konsekuensi membentuk tingkah laku atau sikap tertentu. Karena itu keyakinan atau iman ditampilkan dalam suatu keseluruhan tingkah laku, baik itikad dalam hati, ucapan mulut, maupun tingkah laku yang tampak. Iman didefinisikan sebagai berikut:

Mengikrarkan dengan mulut, membenarkan dengan hati, dan melaksanakan dengan seluruh anggota tubuh.

Syari’ah adalah aturan atau hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Hukum Islam terdiri dari wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram.

1. Wajib adalah sesuatu yang apabila dilakukan diberi pahala dan apabila ditinggalkan disiksa.

2. Sunnat adalah sesuatu yang apabila dilakukan diberi ganjaran dan apabila ditinggalkan tidak disiksa,namun rugi tida mendapat pahala sunnat.

3. Haram, yaitu apabila dilakukan disiksa, apabila ditinggal diberi pahala.

4. Makruh, apabila dilakukan tidak disiksa dan apabila ditinggalkan diberi ganjaran.

5. Mubah adalah apabila dilakukan atau ditinggalkan tidak diberi pahala maupun siksa.

Adapun akhlak adalah aspek perilaku yang tampak pada diri seseorang dalam hubungan dengan dirinya, sesama manusia, dan alam sekitarnya.

Aqidah, syariah dan akhlak merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Seseorang dikatakan beraqidah atau berimana manakala hidupnya telah melaksanakan syari’ah. Apabila syari’ah telah dilaksanakannya, ia akan tampil dengan perilaku yang baik disebut akhlak. Oleh karena itu, hubungan aqidah, syari’ah dan akhlak adalah hubungan yang saling terkait satu dengan yang lain. Aqidah adalah keyakinan yang mendorong seseorang melaksanakan syari’ah, apabila syari’ah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah, maka akan tampil perilaku yang disebut akhlak.

 

Page 3: Kerangka Dasar Ajaran Islam

B.      Agama Islam dan ilmu-ilmu keislaman

 

Agama Islam sebagai ajaran yang diturunkan oleh Allah kepada manusia tidak hanya dipandang sebagai suatu keyakinan saja, melainkan juga merupakan ajaran yang penuh dengan kandungan ilmu. Setiap aspek ajaran Islam berkembang membentuk ilmuilmu tersendiri antara lain:

1. Aspek aqidah melahirkan ilmu kalam (teologi) yang mempelajarai sifat-sifat Allah dan hubungan antara wahyu dan akal. Dalam kajian ini terdapat aliaranaliran (madzhab) antara lain Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah. Untu lebih jelasnya perhatikan penjelasan di bawah ini:

Khawarij adalah aliran dalam teologi Islam yang pertamakali muncul. Dan juga merupakan aliran teologi kaum yang terdiri para pengikut Ali Ibn. Abi Thalibyang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju terhadap sikap Ali Ibn Abi Thalib yang menerima Arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Muawiyah ibn Abu Sufyan. Sedangkan Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad al-Syahrastani dalam Abidin Nata (1993:29) menyebutkan bahwa yang disebut khawarij adalah setiap setiap orang yang keluar dari imama yang hak dan telah disepakati para jamaah, baik ia kelar pada masa sahabat Khulafaurrosyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik.

Murjiah adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam pristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhan lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mu’min yang melakukan dosa besar masih dianggap mumin di hadapan mereka. Jadi orang mukmin yang melakukan dosa besar masih tetap mukmin bukan kafir.

Qodariyah adalah sebagai aliran dalam ilmu kalam, adalah merupakakn nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan perbuatannya. Dalam paham ini manusia dipandang mempunyai kudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar ata qada Tuhan.

Jabariah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa. Posisi manusia dalam paham ini tidak memiliki kebebsan dan inisiatif sendiri, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu aliran jabariah menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Dalam paham ini manusia betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.

Mu’tazilah adalah aliran yang mempunyai pandangan bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar, tidak mengatakan sebagai orang kafir dan mukmin, tetapi berada di antara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.

Page 4: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Asyariyah berpendapat bahwa kemauan dan daya untuk berbuat adalah kemauan dan daya Tuhan dan perbuatan itu sendiri, ditegaskan oleh Asy’ari, adalah perbuatan Tuhan bukan perbuatan manusia.

2. Aspek ibadah melahirkan ilmu fiqih dan ushul fiqih. Dalam bidang ini terdapat aliran-aliran Malikiyah, Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanbaliyah.

3. Aspek mu’amalah atau hubungan manusia dengan manusia lahir ilmu-ilmu fiqh mu’amalah. Dalam bidang ini terdapat aliran-aliran Malikiyah, Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanbaliyah.

4. Aspek akhlak, etika, dan tata cara mendekatkan diri kepada Allah lahir ilmu tasawuf. Dalam bidang ini terdapat aliran Sunni dan syi’ah.

5. Aspek filsafat yang membahas hakekat manusia, alam dan Tuhan melahirkan filsafat Islam. Dalam bidang ini terdapat aliran tradisional dan liberal.

Semua ilmu tersebut di atas pada dasarnya adalah hasil kajian yang mendalam yang semuanya merujuk kepada Alquran dan As-sunnah sebagai landasannya. Kendatipun terdapat berbagai pandangan (aliran) yang berbeda, tetapi tujuannya tetap satu, yaitu mencari keridhaan Allah Swt.

C.     Filsafat, tasawuf, dan pembaharuan dalam Islam

 

 1. Filsafat

Filsafat atau falsafah (bahasa Arab) berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Philosophia. Philo atau philein berarti cinta (loving) dan sophos berarti pengetahuan, kebjaksanaan (hikmat). Philosophia artinya cinta kebijaksanaan. Orang yang cinta kepada kebijaksanaan atau pengetahuan disebut philosophos atau dalam bahasa Arab failasuf. Pencinta pengetahuan atau kebenaran adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya atau orang yang mengabdikan dirinya kepada pengetahuan dan kebenaran.

Dalam bahasa Arab terdapat kata yang mirip dengan arti falsafah, yaitu hikmat. Hikmat sendiri asal maknanya adalah tali kendali (untuk kuda guna mengekang dari perilaku liarnya). Dari sini diambil kata hikmat itu dalam arti pengetahuan atau kebijaksanaan karena hikmat itu menghalangi orang yang memilikinya dari perbuatan rendah.

Istilah filsafat (philosophos) pertama kali digunakan oleh Phythagoras (abad VI SM), tetapi populer dan lazim dipakai pada masa Socrates dan Plato (Abad V SM). Pengertian filsafat secara terminologis banyak diungkapkan para ahli dalam berbagai formulasi karena itu sangat sulit untuk menemukan definisi yang tepat dan lengkap. Tetapi pada umumnya para ahli mengaitkan filsafat dengan berpikir yang mendalam, pengetahuan yang mendasar dan sebagainya yang bersifat prinsip dan berpikir. Dari berbagai pengertian tentang filsafat, dalam buku ini diambil salah satu definisi sebagai alternatif, yaitu definisi filasafat yang diungkapkan oleh Harun Nasution, yaitu berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalamdalanya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.

Page 5: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Dalam sejarahnya filsafat dengan ilmu pengetahuan itu satu dan merupakan sinonim. Semua pengetahuan termasuk bidang filsafat, tetapi lama kelamaan ilmu pengetahuan itu satu persatu memisahkan diri dari filsafat dan berdiri sendiri sebagai cabang ilmu pengetahuan, seperti masalah materi (fisika) yang merupakan salah satu bagian filsafat, kemudian berdiri menjadi ilmu fisika. Masalah jiwa yang mulanya lapangan filsafat berkembang menjadi ilmu jiwa (psikologi). Akhirnya tinggal dua bidang yang tetap melekat pada filsafat, yaitu apakah yang dapat aku ketahui, dan apakah yang harus aku kerjakan. Dua pertanyaan mendasar ini yang menjadi persoalan pokok filsafat. Semua persoalan kefilsafatan sekarang ini ternyata dapat dikembalikan kepada kedua persoalan itu, yang sebenarnya mempersoalkan hakekat dari realitas-realitas yang dihadapi dan dijumpai manusia yang dikatagorikan kepada tiga bagian, yaitu hakekat Tuhan, hakekat alam, dan hakekat manusia. Ketiga hakekat tersebut menjadi obyek material filsafat.

Pertemuan Islam dengan filsafat dimulai pada  abad VIII M atau abad II H ketika Islam berhasil mengembangkan sayapnya menjangkau daerah-daerah baru yang memiliki adat istiadat dan kebudayaan baru. Filsafat merupakan kebudayaan asing yang ditemui Islam dalam perjalanan sejarahnya. Sehingga pada abad pertengahan filsafat sudah diambil alih oleh umat Islam dengan menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Gairah untuk mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan pada saat itu sangat besar karena pemerintah mendorong dan mempeloporinya. Karena itu tidak heran kalu dua imperium Islam waktu itu, Abbasiyah dengan ibu kotanya Baghdad di Timur dan Umayyah dengan ibu kotanya Cordova di Barat menjadi pusat peradaban dan menghasilkan para cendekiawan yang menjadi pelopor ilmu pengetahuan di dunia, seperti Alkindi (185-260 H/801-873 M), Alfaraby (258-339 H/870-950M), Alrazy (251-313 H/865-925 M), Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M) dan lain-lain.

Sejarah menunjukkan bahwa dalam Islam filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat tempat yang layak dan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan sebaliknya, Alquran secara tegas member kemungkinan bagi pemikliran filsafat itu. Ayat-ayat Alquran yang menyuruh manusia menggunakan pikirannya dengan menjadikan alam semesta (alkaununiversum) sebagai obyek pikirannya, di samping mendorong timbulnya ilmu pengetahuan yang amat berguna untuk kemakmuran hidup manusia, juga meransang munculnya pemikiran-pemikiran filosofis dalam Islam.

Filsafat sebagai proses berpikir dan mencari hakekat dari segala sesuatu, maka mungkinkah manusia memperoleh kebenaran yang hakiki?. Masalah ini telah lama menjadi perdebatan di kalangan kaum muslimin sejak mereka mengenal filsafat Yunani.

Alquran mengajarkan bahwa kebenaran yang hakiki (alhaq) itu hanya datang dari Allah:

Kebenaran (alhaq) itu datangnya dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Ali Imran, 3:60)

Page 6: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) maka biarlah dia kafir. (QS. Alkahfi,18:29)

Berdasarkan penjelasan ayat-ayat diatas, maka kebenaran yang hakiki hanya bersumber dari Tuhan, karena itu segala sesuatu yang berasal dari Tuhan memiliki kebenaran yang bersifat mutlak (pasti); tidak perlu diragukan lagi. Islam mengakui disamping kebenaran hakiki, masih ada kebenaran yang bersifat nisbi, yaitu kebenaran yang dicapai oleh hasil usaha akal manusia. Akal adalah anugerah Allah, maka sewajarnya kalau mampu menghasilkan kebenaran, kendatipun kebenarannya itu bersifat relatif. Oleh karena itu jika kebenaran yang nisbi itu tidak bertentangan dengan isi ajaran Islam (Alquran dan hadis), maka kebenaran itu dapat saja dipergunakan dalam kehidupan. Firman Allah:

 

 

Dan orang-orang yang menjauhi thagut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira, sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku. Yang mendengarkan perkataan (ide, pendapat) lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orangorang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS.Al-zumar, 39:17)

Kebenaran filsafat bersifat spekulatif, karena ia berbicara abstrak dan kebenarannya tidak bisa diuji dan diriset. Sedangkan ilmu pengetahuan memiliki kebenaran positif, karena hasilnya bisa diuji dan diteliti secara empiris. Baik filsafat maupun ilmu pengetahuan memiliki kebenaran yang bersifat relatif atau nisbi, sedangkan kebenaran wahyu bersifat mutlak atau pasti.

Umat Islam mempelajaran filsafat bukanlah untuk dipertentangkan dengan wahyu, tetapi agar dapat mengambil manfaat dari akal pikiran yang bermacammacam itu untuk meningkatkan kualitas berpikir umat Islam. Dengan mempelajari filsafat, umat Islam dapat mengenal dan memahami dengan baik keunggulankeunggulan ajaran Islam itu sendiri dan dapat berpikir secara mendalam dan kritis, karena berpikir merupakan bagian dari pelaksanaan tugas kekhalifahan manusia.

Bagi umat Islam mempelajari filsafat tidak keluar dari pelaksanaan tugasnya untuk berpikir (tafakur) terhadap kekuasaan Allah Yang Maha Besar yang tidak terlepas dari mengingat

Page 7: Kerangka Dasar Ajaran Islam

(dzikir)-Nya. Dua hal ini merupakan upaya mengembangkan kualitas manusia dalam bentuk penguasaan ilmu pengetahuan yang didasari oleh keimanan yang kuat dan kokoh.

 

2. Tasawuf

 Tasawuf berasal adari kata suf yang berarti kain yang dibuat dari bulu binatang atau wool kasar, karena para pengamal tasauf (sufi) pada waktu lalu hanya mau menggunakan kain wool yang menggambarkan kesederhanaan.

Tasawuf dalam arti mistisisme ternyata tidak hanya terdapat dalam agama Islam, tetapi juga dalam berbagai agama. Dalam agama Budha dikenal dengan konsep nirwana yang dapat dicapai dengan cara meninggalkan dunia memasuki hidup kontemplasi. Hinduisme mengajarkan agar manusia meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman. Demikian pula konsep celibaat dalam agama Nasrani yang menjauhkan diri dari mencintai lawan jenis, demi kedekatan pada Tuhan. Kendatipun ajaran-ajaran tersebut mirip dengan perilaku sufisme di kalangan umat Islam, tetapi sampai sekarang sulit dibuktikan hubungannya antara tasawuf di kalangan umat Islam dengan kebiasaan-kebiasaan hidup yang berkembang pada agama-agama sebelumnya. Tetapi dengan atau tanpa pengaruh dari agama lain, sufisme bisa datang dari ajaran Islam sendiri.

Dalam Alquran, terdapat ayat-ayat yang menyatakan manusia dekat sekali dengan Tuhan:

 

Jika hambak-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan yang memanggil jika Aku dipanggil. QS.Albaqarah,2:186

Timur dan Barat adalah kepunyaan Tuhan, ke mana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan.QS.Albaqarah,2:115

Dalam hadis ditemukan:

Orang yang mengetahui dirinya, itulah orang yang mengetahui Tuhan.

Melihat ayat-ayat dan hadis di atas, dapatlah dipahami adanya sufisme di kalangan umat Islam, apabila sufisme dipandang sebagai ajaran-ajaran tentang berada dekat dengan Tuhan. Jalan untuk

Page 8: Kerangka Dasar Ajaran Islam

dekat dengan Tuhan ditempuh oleh para sufi dengan berbagai cara (thariqahtarekat), mereka harus melalui stasion-stasion tertentu yang disebut maqamat.

Maqamat-maqamat yang biasa dilalui para sufi ternyata berbeda-beda diantara para ahli sufi. Abu Bakar Muhammad Al Kalabdi menyebutkan maqamat yang harus dilalui seorang sufi adalah: tobat, zuhd, shabar, faqr, tawadhu, taqwa, tawakkal, ridha, mahabbah, dan ma’rifah. Sedangkan Abu Nashr Al-Siraj Al-Thusi menyebutkan susunan maqamatnya sebagai berikut:

taubah, wara, zuhd, faqr, shabar, tawakkal, dan ridha. Sementara Al-Ghazali: faqr, zuhd, tawakkal, mahabbah, ma’rifat, dan ridha.

Dari susunan yang beragam itu, pada umumnya para sufi melewati maqam tobat, zuhd, sabar, tawakkal, dan ridha. Di atas stasion-stasion itu terdapat lagi mahabbah, ma’rifat, fana, baqa, dan ittihad. Ittihad dapat mengambil bentuk al hulul atau wahdatul wujud.

Untuk mencapai stasion-stasion itu, para sufi mengalaminya dengan tidak mudah, ia memerlukan latihan (riyadhah) terus menerus dan memakan waktu yang panjang hingga bertahun-tahun dan tidak sedikit yang tinggal bertahun-tahun pada stasion yang sama. Stasion-stasion itu dicapai melalui perjalanan spiritual yang tidak bisa dijelaskan kecuali oleh orang yang mengalaminya.

Istilah-istilah dalam tasawuf dan arti stasion-stasion itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. TobatTobat adalah meminta ampun yang tidak membawa kembali kepada dosa lagi. Langkah pertama adalah tobat dari dosa kecil dan dosa besar. Tobat yang sebenarnya dalam tasawuf adalah lupa kepada segala hal kecuali kepada Allah. Tobat adalah mencintai Allah dan orang yang mencintai Allah akan senantiasa mengadakan hubungan dan kontemplasi tentang Allah.

2. ZuhdUntuk memantapkan tobat, calon sufi memasuki stasion zuhd, yaitu meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Zuhd merupakan langkah awal dalam perjalanan menuju kehidupan seorang sufi. Dalam sejarahnya, zuhd ini ada di kalangan umat Islam sebelum tasawuf itu sendiri, karena lingkungan masyarakat pada abad ke-1 dan ke-2 hijrah, sebagai reaksi terhadap kehidupan mewah yang melanda masyarakat pada saat itu, terutama di kalngan keluarga kerajaan dan kaum bangsawan, akibat kekayaan yang diperoleh setelah kedaulatan Islam memasuki Siria, Mesir, Mesopotamia, dan Persia. Sebagian umat Islam membandingkan kehidupan pada masa itu dengan kehidupan Rasulullah yang sederhana dan bersahaja. Melihat keadaan yang demikian itu , mereka ingin kembali menghayati dan mempertahankan kesederhanaan seperti Rasul dan para sahabatnya, kemudian mereka mengasingkan diri dari tengah-tengah kehidupan.Ajaran zuhd pada dasarnya tidak dapat dikatakan sebagai meninggalkan dunia secara mutlak, tetapi sikap jiwa yang tidak meletakan kehidupan sebagai tujuan, karena itu tidak menghalangi atau mengganggu penghayatan keagamaan seseorang. Dunia dipandang sebagai alat untuk merealisasikan tujuan yang hakiki, yaitu taqarrub kepada Allah.

3. Wara’Setelah selesai stasion zuhd, seorang sufi memasuki stasion wara’, yaitu meninggalkan

Page 9: Kerangka Dasar Ajaran Islam

segala sesuatu yang di dalamnya terdapat subhat (keraguraguan hukum) tentang halalnya sesuatu. Dalam dunia tasawuf, kalau seseorang telah mencapai wara, maka tangannya tak bisa diulurkan untuk mengambil yang di dalamnya terdapat subhat.

4. FaqrSetelah melewati wara, seorang sufi akan memasuki stasion faqr. Kefakiran dalam istilah sufi adalah tidak meminta lebih daripada apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban, bahkan tidak meminta kendati pun tak ada pada diri kita. Kalau diberi diterima; tidak meminta tetapi tidak menolak.

5. SabarSetelah itu seorang sufi memasuki stasion sabar. Sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam menjauhi larangan-larangan-Nya dan menerima segala musibah, percobaan dan ujian yang ditimpakan-Nya seraya menunggu datangnya pertolongan Allah.

6. TawakalSetelah melewati stasion sabar, seorang sufi akan memasuki stasion tawakal. Tawakal adalah menyerah kepada qadha dan qadar Allah. Selamanya berada dalam keadaan tentram, jika mendapat pemberian berterima kasih, jika tak mendapat apa-apa bersikap sabar dan menyerah kepada qadha dan qadar Allah. Tidak memikirkan hari esok, cukup dengan apa yang ada untuk hari ini.

7. RidhaRidha adalah tidak menentang terhadap qadha dan qadar Allah, melainkan menerima dengan senang hati, karena itu seorang yang telah mencapai tahap ini akan merasa senang dan nikmat ketika mereka menerima malapetaka sebagaimana mereka menerima nikmat.Seorang sufi tidak meminta surga dari allah dan tidak pula meminta dijauhkan dari neraka. Tidak berusaha sebelum turunnya qadha dan qadar, dan cinta kepada-Nya bergelora di waktu turunnya cobaan.

8. MahabbahMahabbah adalah cinta kepada allah yang ditampilkan dalam bentuk kepatuhan tanpa batas,  penyerahan diri secara total, dan pengosongan hati dari segala sesuatu yang dikasihi kecuali kepada Allah. Hati yang mahabbah adalah hati yang dipenuhi cinta, sehingga tidak sempat untuk benci kepada siapapun. Ia mencintai Tuhan dan semua makhluknya.

9. Ma’rifahSetelah melalui stasion mahabbah, seorang sufi akan bergerak dan masuk ke dalam stasion makrifah. Makrifah adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati dapat melihat tuhan. Di stasion ini sufi telah dekat sekali dengan Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan, ia ingin lebih dekat lagi dan bersatu dengan Tuhan. Pengetahuan tentang Tuhan dalam pandangan kaum sufi terdiri dari:

1. Pengetahuan awam, yaitu Tuhan satu dengan perantaraan syahadat

2. Pengetahuan ulama, yaitu Tuhan satu dengan perantaraan akal

Page 10: Kerangka Dasar Ajaran Islam

3. Pengetahuan sufi, yaitu Tuhan satu dengan perantaraan hati sanubari

Para sufi makrifah diperoleh dengan alat yang disebut sir, yaitu alat untuk melihat Tuhan. Alat yang dimiliki manusia dalam hubungannya dengan Tuhan adalah qalb untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, ruh untuk mencintai Tuhan, dan sir untuk melihat Tuhan.

10. Alfana wal baqaKendatipun pada stasion makrifah, seorang sufi telah sangat dekat dengan Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan, ingin lebih dekat lagi untuk bersatu dengan Tuhan. Sebelum seorang sufi bersatu dengan Tuhan, terlebih dahulu ia harus menghancurkan dirinya. Selama ia belum dapat menghancurkan dirinya, ia tidak akan bersatu dengan Tuhan. Penghancuran ini disebut fana, penghancuran dalam istilah sufi selalu diiringi dengan baqa. Fana sebagai penghancuran diri kaum sufi adalah hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Kalau sufi telah mencapai fana al nafs, yaitu kalau wujud jasmaninya tidak ada lagi (dalam arti tidak disadarinya lagi), maka yang akan tinggal adalah wujud rohaninya dan ketika itu ia dapatlah bersatu dengan Tuhan.

11. IttihadHancurnya kesadaran diri seorang sufi meninggalkan kesadaran tentang Tuhan, ia pun sampai ke tingkat ittihad, yaitu satu tingkatan tasawuf di mana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan; suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu sehingga salah satu dari mereka memanggil yang lainnya dengan kata-kata; Wahai aku!.Dalam ittihad yang dapat dilihat hanya satu wujud, tetapi sebenarnya ada dua wujud yang terpisah. Karena yang dilihat dan dirasakannya hanya satu wujud, maka dalam ittihad terjadi pertukaran peran antara yang mencintai dengan yang dicintai atau antara seorang sufi dengan Tuhan. Karena itu tidak mengherankan suatu ungkapan seorang sufi menyatakan:

Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku

Melalui diri-Nya aku berkata : Hai Aku

Di sinilah sufi mencapai tujuan akhirnya, sampai kepada Tuhan bahkan menyatu dengan Tuhan.

Sekarang ini, orang mulai tertarik kembali untuk memahami dan melakukan kegiatan sufistik ini karena perkembangan masyarakat yang semakin cepat yang membawa pengaruh kepada kondisi kejiwaan seseorang. Kekecewaan dan ketidak puasan seringkali membawa dampak psikologis. Di sini orang biasanya membutuhkan ketenangan dan kesejukan yang akhirnya menemukan jawaban melalui tasawuf.

Pelaksanaan tasawuf sekarang ini tentu saja berbeda dengan apa yang dilakukan para sufi masa lalu. Zuhd tidak lagi menafikan dunia dan menyengsarakan diri, tetapi diambil makna esensialnya, yaitu tidak menjadikan dunia sebagai tujuan melainkan alat untuk hidup. Sikap

Page 11: Kerangka Dasar Ajaran Islam

terhadap dunia tersebut akan melahirkan perilaku tertentu yang membawa orang kepada ketenangan jiwa.

 3.      Pembaharuan dalam Islam

Pembaharuan dalam bahasa Arab disebut tajdid atau ishalah, dalam bahasa Inggris modernization atau reformation, secara etimologis berarti al-I’adah wal alihya (kembali dan hidup). Dengan demikian, pembaharuan atau tajdid atau islah berarti mengembalikan atau menghidupkan. Secara terminologis, para ulama tidak selalu sepakat dalammendefinisikan tajdid tersebut. Ulama salaf, umpamanya, mendefinisikan pembaharuan itu sebagai menerangkan Sunnah sehingga jelas perbedaannya dengan bid’ah; memperbanyak ilmu dan memuliakannya. Sementara Bustani Said mengartikannya: mengembalikan ajaran agama sebagaimana keadaan pada masa salaf pertama. Abu Hasan Ali al-Nadwi mengatakan bahwa yang dimaksud pembaharuan itu ialah suatu usaha untuk menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan kontemporer dengan cara menta’wilkan atau menafsirkan ajaran agama termaksud dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa , di satu sisi tajdid itu harus mempertahankan ajaran dasar, yaitu Alquran dan Assunnah, dan di sisi lainnya perlu mengembangkan ijtihad, yaitu usaha maksimal intelektual untuk memahami Alquran dan As-Sunnah tersebut secara rasional, dan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembaharuan terjadi ketika kontak antara Islam dan dunia Barat pada penghujung akhir abad ke-18, Barat memperkenalkan modernisasi disertai ide-ide barunya, timbullah di dunia Islam, pikiran dan gerakan untuk berupaya mengimbangi kemajuan dan perkembangan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut.

Esensi pembaharuan di dunia Islam adalah mengembalikan ajaran pokok agama Islam kepada sumber aslinya yang bersifat qath’iyyah dan sekaligus mengembangkan pemahaman baru terhadap ayat-ayat Alquran dan sunah yang dzanniyah al-dilalah secara rasional, sehingga sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian nampaklah kepada kita bahwa sebenarnya proses pembaharuan itu berawal dari cara memahami ayat-ayat Alquran sebagai sumber pokok dalam sistem din al Islam. Bila pengertian pembaharuan yang didefinisikan di atas disepakati, atau setidaktidaknya dijadikan suatu definisi operasional, maka dapatlah dinyatakan bahwa Muhammad Abduh adalah mufassir pertama di awal abad ke 19 yang mencoba memahami Alquran secara rasional seiring dengan perkembangan kebudayaan manusia.

Ketika Abduh ditanya, mengapa perlu ada pembaharuan dalam cara memahami Alquran?. Ia menjawab bahwa tafsir yang ada belum terlepas dari subyektifitas pengarangnya. Oleh karena itu, tidak sedikit tafsir yang penafsirnya terpengaruh oleh faham yang menjadi anutan mufassirnya. Paling tidak tafsir tersebut terbawa ilustrasi keahlian si mufasirnya. Tafsir salaf dinilai Abduh sebagai konservatif. Sementara tafsir khalaf dinilai progresif. Tafsir mistis (sufi) dinilai penuh dengan isyarat dan lambang. Tafsir syi’ah dinilai bersifat ekstrim dan mengandung unsur kebatinan. Demikian pula tafsir tarikhi tidak dapat melepaskan diri dari infiltrasi israiliyat dan mitos.

Page 12: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Apabila dzahir ayat nampak bertentangan dengan akal, maka haruslah dicari interpretasi yang membawa ayat itu sesuai dengan akal, yakni melalui cara ta’wil. Sungguh pun demikian, Abduh tidak menafikan peran tafsir bil ma’tsur, yakni cara menafsirkan Alquran dengan Alquran, Alquran dengan hadis, atau Alquran dengan pendapat sahabat. Hanya saja ia menerapkan cara penafsiran serupa ini dengan kriteria yang amat ketat, yakni ia mensyaratkan penerimaan tafsir bi riwayah manakal riwayat tersebut dapat teruji kesahihannya melalui penelitian sanad dan matan dan disampaikan melalui orang banyak. Dengan demikian, Abduh hanya mau menerima hadis manakala hadis itu berkualitas qath’iy. Itulah sebabnya, dalam beberapa hal, seperti hadis tentang tersihirnya Nabi oleh Ubad bin ‘Asham, Abduh tidak mau menerima hadis tersebut sungguh pun hadis itu dinilai sahih oleh jumhur ulama.

Abduh melihat teks Alquran merupakan kesatuan yang utuh, saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Dalam tafsirnya, ia tidak menjadikan ayat-ayat Alquran berupa kepingan-kepingan yang bersifat parsial. Ia menyuguhkan secara utuh dan menjelaskan maksud dan tujuannya secara universal. Ia tidak banyak mempersoalkan bahsa (nahwu, saraf, balaghah), melainkan lebih mengutamakan maknanya. Ia pun tidak terperosok ke dalam masalah detail (mubhamat), atau soal-soal yang bersifat parsial (juziyyat), tetapi langsung memasuki pembahasan yang bersifat universal serta mengutarakan maknanya secara umum. Ia menyelidiki sebab-sebab dan faktor-faktor yang dapat menggabungkan ajaran Alquran dengan kehidupan sosial politik. Kecuali itu, sebagai argument pembuktian, ia menyajikan pendapat para filsuf dan pakar pada zamannya. Ia berusaha mendapatkan titik temu antara ajaran Alquran dengan ilmu pengetahuan.

Demikian ide pembaharuan yang dimulai dari Abduh terus berkembang seiring dengan perkembangan pemikiran umat Islam dalam berbagai segi kehidupan mereka dari waktu ke waktu.

kerangka dasar ajaran islam

KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM

Islam pada hakikatnya adalah aturan atau undang – undang Allah yang terdapat dalam kitab

Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah dan larangan serta petunjuk supaya menjadi

pedoman hidup dan kehidupan umat manusia guna kebahagiaannya di dunia dan akhirat.

Secara umum aturan itu dibagi menjadi 3 hal pokok, yaitu Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.

Page 13: Kerangka Dasar Ajaran Islam

1. Aqidah

Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas muslim. Ajaran Islam berisikan

tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani oleh setiap muslim. Karena agama Islam

bersumber kepada kepercayaan dan keimanan kepada Allah swt, maka aqidah merupakan sistem

kepercayaaan yang mengikat manusia kepada Islam. Seorang manusia disebut muslim jika dengan

penuh kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam. Karena itu, aqidah

merupakan ikatan dan simpul dasar dalam Islam yang pertama dan utama.

Aqidah dibangun atas 6 dasar keimanan yang lazim disebut Rukun Iman. Rukun iman meliputi :

iman kepada Allah swt, para malaikat, kitab – kitab, para Rasul, hari akhir, dan Qodlo dan Qodar. Allah

berfirman dalam QS.An-Nisa’, ayat 136 yang artinya “ Wahai orang yang beriman, tetaplah beriman

kepaada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang

diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari

Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh- jauhnya”.

Berdasarkan 6 fondasi tersebut, maka keterikatan setiap muslim yang semestinya ada pada jiwa

setiap muslim adalah :

a. Meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir, mengandung syariat yang menyempurnakan

syariat – syariat yang diturunkan Allah sebelumnya.

b. Meyakini bahwa Islam adalah satu- satunya agama yang benar di sisi Allah. Islam dating dengan

membawa kebenarana yang bersifat absolute guna menjadi pedoman hidup dan kehidupan

manusia selaras dengan fitrahnya.

c. Meyakini bahwa Islam adalah agama yang universal serta berlaku untuk semua manusioa dalam

segala lapisan masyarakat dan sesuai dengasn tuntutan budaya manusia.

2. Syari’ah

Komponen Islam yang kedua adalah syari’ah yang berisi peraturan dan perundang- undangan

yang mengatur aktifitas yang seharusnya dikerjakan manusia. Syari’at adalah sistem nilai yang

merupakan inti ajaran Islam. Syari’ah aatau sistem nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam

kaitan ini, Allah disebut Syaari atau pencipta hukum.

Page 14: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Sistem nilai Islam secara umum meliputi 2 bidang :

a. Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah (ibadah mahdah /

khusus). Disebut ibadah mahdah karena sifatnya yang khas dan sudah ditentukan secara pasti

oleh Allah dan dicontohkan secara rinci oleh Allah. Dalam konteks ini, syari’at berisikan

ketentuan tentang tata cara peribadatan manusia kepada Allah, seperti kewajiban shalat, puasa,

zakat, haji.

b. Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara horizontal dengan sesama dan makhluk

lainnya ( mu’amalah ). Mu’amalah meliputi ketentuan perundang- undangan yang mengatur

segala aktivitas hidup manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan alam sekitarnya.

Adanya sistem mu’amalah ini membuktikan bahwa Islam tidak meninggalkan urusan dunia, bahkan tidak

pula melakukan pemisahan terhadap persoalan dunia maupuu akhirat. Bagi Islam, ibadah yang

diwajibkan Allah atas hambanya bukan sekedar bersifat formal belaka, melainkan disuruhnya agar

semua aktivitas hidup dijalankan manusia hendaknya bernilai ibadah. Ajaran ini sesuai dengan ajaran

Islam tentang tujuan diciptakannya manusia supaya beribadah. Allah berfirman dalam QS. Az-Zarariyat,

ayat 56

“ Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya beribadah kepada- Ku “

Hubungan horizontal ini disebut pula dengan ibadah gairu mahdah / umum karena sifatnya umum, di

mana Allah atau Rasul-Nya tidak memerinci macam dan jenis perilakunya, tetapi hanya memberikan

prinsip dasarnya saja.

3. Akhlaq

Akhlaq merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang perilaku atau

sopan santun. Akhlaq maupun syari’ah pada dasarnya membahas perilaku manusia, tetapi yang berbeda

di antaranya adalah obyek materia. Syari’ah melihat perbuatan manusia darin segi hukum yaitu : wajib,

sunah, mubah, makruh, dan haram. Sedangkan aklaq melihat perbuatan manusia dari segi nilai / etika,

yaitu perbuatan baik ataupun buruk.

Page 15: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Akhlaq merupakan sistematika Islam, sebagai sistem, akhlaq memiliki spektrum yang luas, mulai

sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta terhadap Allah SWT.

4. Keterkaitan antara Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq

Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. ketiga

unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.

Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen – elemen dasar keyakinan,

menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syari’ah sebagai sistem nilai berisi

peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sdangkan akhlaq sebagai sistem etika menggambarkan

arah dan tujuan yuang hendak dicapai agama. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut seyogyanya

terintegrasi dalam diri seorang muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran Islam ibarat

sebuah pohon. Akarnya adalah aqidah, sementar batang, dahan, dan daunnya adalah syari’ah,

sedangkan buahnya adalah aqidah. Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus

dan kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan syari’ah yang hanya ditujukan kepada Allah

sehingga tergambar akhlaq yang terpuji.

Atas dasar hubungan itu, maka :

Seseorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah , maka orang itu

termasuk dalam kategori kafir.

Seseorang yang mengaku beraqidah, tetapi tidak mau melaksanakan syari’ah, maka orang itu disebut

fasik.

Seseorang yang mengaku beraqidah dan melaksanakan syari’ah, tetapi dengan landasan aqidah yang

tidak lurus, maka orang itu disebut munafik.

Seseorang yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka perbuatannya hanya

dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan nilai- nilai

kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang benar menurut Allah.

Page 16: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Perbuatan baik yang didorong oleh keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syari’ah disebut

sebagai amal sholeh. Oleh karena itu, dala Al-Qur’an kata amal sholeh selalu diawali dengan kata iman,

antar lain dalam QS. An-Nur, ayat 55

“ Allah menjanjikan bagi orang – orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal sholeh

menjadi pemimpin di bumi sebagaimana Ia telah menjadikan orang- orang dari sebelum mereka (kaum

muslimin terdahulu) sebagai pemimpin ; dan mengokohkan bagi mereka agama mereka yang Ia ridhoi

bagi mereka ; dan menggantikan mereka dari rasa takut mereka ( dengan rasa ) tenang. Mereka

menyembah ( hanya ) kepada-Ku, mereka tidak menserikatkan Aku dengan sesuatu apapun. Dan barang

siapa ingkar setelah itu, maka mereka itu adalah orang – orang yang fasik “.

A. RUANG LINGKUP AKIDAH

1. Pengertian Akidah

Akidah berasal dari kata yang berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh

dan kuat. Setelah terbentuk menjadi berarti kepercayaan atau keyakinan. Kaitan

antara dengan adalah bahwa keyakinan itu tersimpul dan tertambat dengan kokoh

dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Makna aqidah secara etimologis ini akan

lebih jelas apabila dikaitkan dengan pengertian terminologisnya, seperti diungkapkan oleh Hasan Al-

Banna dalam Majmu’ar-Rasaail :

Page 17: Kerangka Dasar Ajaran Islam

“ Aqaid (bentuk jamak dari’aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh

hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan

keragu-raguan”.

Dan dikemukakan pula oleh Abu Bakar Al-Jazairi dalam kitap ‘Aqidh al-Mukmin :

“ Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia secara mudah

berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak

segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.”

Dari dua pengertian tersebut ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam

memahami aqidah secara lebih tepat dan jelas.

1. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran dengan potensi yang dimilikinya.

Indra dan akal digunakan untuk mencari dan menguji kebenaran, sedangkan wahyu manjadi pedoman

untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam beraqidah hendaknya manusia

menempatkan fungsi masing-masing alat tersebut pada posisi yang sebenarnya. Sejalan dengan hal ini

Allah swt. berfirman :

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia

memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (An-Nahl, 16:78)

Dan firman-Nya :

Page 18: Kerangka Dasar Ajaran Islam

“…sesungguhnya telah daaing kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab

itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan

kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang

benderang dengan seizing-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al-Maidah, 5:15-16)

2. Keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan kesamaran dan keraguan. Oleh

karena itu, untuk sampai kepada keyakinan, manusia harus memiliki ilmu sehingga ia dapat menerima

kebenaran dengan sepenuh hati setelah mengetahui dalil-dalilnya.

Allah berfirman :

“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwasanya Alquran itulah yang hak dari

Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah

Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”. (Al-Haj, 22:54)

3. Aqidah harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang meyakininya.

Untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan lahiriyah dan batiniah. Pertentangan antara

dua hal tersebut akan melahirkan kemunafikan. Sikap munafik ini akan mendatangkan kegelisahan.

Alllah swt berfirman :

Page 19: Kerangka Dasar Ajaran Islam

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan

apabila mereka berdiri untuk sholatmereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan

shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali. Mereka

dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir); tidak masuk dalam golongan ini

(orang-orang beriman) dan tidak pula kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang

disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”

(An-Nisaa’, 4:142-143)

4. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, maka konsekuensinya ia harus sanggup

membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya itu.

2. Istilah Akidah Dalam Alquran

Tidak ada satu ayat pun di dalam Alquran yang secara literal menunjuk pada istilah aqidah. Namun

demikian kita dapat menjumpai istilah tersebut dalam kata yang sama ( ) yaitu , kata ini

tercantum pada ayat:

Page 20: Kerangka Dasar Ajaran Islam

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami

jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orng-orang yang telah kamu bersumpah setia dengan

mereka, maka berikanlah pada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”.

(An-Nisaa’, 4:33)

3. Ruang Lingkup Pembahasan Akidah

Menurut Hasan Al-Bana ruang lingkup pembahasan aqidak meliputi:

a. Ilahiah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan), seperti

wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan (afa’l) Allah, dan lain-lain.

b. Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul,

termasuk pembicaraan tentang kitab-kitab Allah, mukjizat, dan sebagainya.

c. Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti

malaikat, jin, iblis, setan, dan ruh.

d. Sam’iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sami, yakni dalil

naqli berupa Alquran dan As-Sunnah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur dan sebagainya.

Disamping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman

(rukun iman), yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk

rohani seperti jin, iblis, dan setan), iman kepada hari akhir dan iman kepada qada dan qadar Allah.

B. IMAN KEPADA ALLAH SWT

Keyakinan kepada Allah YME (tauhid) merupakan titik pusat keimanan, karena itu setiap aktivitas

seorang muslim senantiasa dipertautkan secara vertikal kepada Allah swt. Pekerjaan seorang muslim

yang dilandasi keimanan dan dimulai dengan niat karena Allah akan mempunyai nilai ibadah di sisi Allah.

Sebaliknya pekerjaan yang tidak diniati karena Allah tidak memiliki nilai apa-apa. Islam mengajarkan

bahwa iman kepada Allah harus bersih dan murni; menutup setiap celah yang memungkinkan masuknya

Page 21: Kerangka Dasar Ajaran Islam

syirik (mempersekutukan Allah). Masuknya paham-paham yang merusak tauhid menyebabkan orang

terjatuh pada syirik. Syirik merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni Allah swt.

Tauhid adalah mengiktikadkan bahwa Allah itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Iktikad ini harus

dihayati, baik dalam niat, amal, maupun dalam maksud dan tujuan. Tauhid mencakup tujuh macam

sikap:

a) Tauhid Zat

Tauhid zat artinya mengiktikadkan bahwa zat Allah itu Esa, tidak berbilang. Zat Allah itu hanya

dimilki oleh Allah saja, yang selain-Nya tidak ada yang memilikinya. Manusia yang terdiri dari atom dan

molekul tidak diberi pengetahuan tentang zat Allah

b) Tauhid Sifat

Tauhid sifat adalah mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah, dan

hanya Allah saja yang memiliki sifat kesempurnaan.

c) Tauhid Wujud

Tauhid wujud adalah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang wajib ada. Adanya Allah tidak

membutuhkan kepada yang mengadakan.

d) Tauhid Af’al

Tauhid Af’al adalah mengiktikadkan bahwa Allah sendiri yang mencipta dan memelihara alam

semesta. Atas kehendaknya pula sesuatu itu hidup dan mati, kemuliaan dan kehinaan, serta kelapangan

dan kesempitab rizki. Allah sendiri yang menetapkan apa yang akan terjadi dan apa yang tidak. Dia pula

yang memegang rahasia kapan saat kehancuran alam semesta akan tiba. Maka Allah-lah tempat segala

bergantung dan kepada-Nya tempay menyerahkan segala urusan.

e) Tauhid Ibadah

Tauhid wuibadah adalah mengiktikadkan bahwa hanya Allah saja yang berhak dipuja dan dipuji.

Memuja dan memuji selain Allah serta sikap ingin dipuji maupun dipuja, baik yang terang-terangan

maupun yang sembunyi-sembunyi (dalam hati) adalah bentuk perbuatan syirik.

f) Tauhid Qasdi

Page 22: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Tauhid Qasdi adalah mengiktikadkan bahwa hanya kepada Allah-lah segala amal ditujukan. Setiap

amal dilakukan secara langsung tanpa perantara dan ditujukan hanya untuk memperoleh keridaannya.

g) Tauhid Tasyri

Tauhid Tasyri adalah mengiktikadkan bahwa hanya Allah-lah pembuat peraturan (hukum) yang

paling sempurna bagi makhluk-Nya. Allah-lah sumber segala hukum.

C. IMAN KEPADA MALAIKAT

           Allah telah menciptakan sejenis mahluk gaib,yaitu malaikat disamping mahluk lainnya.malaikat

diberi tugas-rugas khusus yang ada hubungannya dengan wahyu, rasul, manusia, alam semesta, akhirat

disamping malaikat yang diberi tugas untuk melakukan sujud kepada allah.malaikat mempunyai sifat-

sifat yang berbeda dengan mahluk lainnya.bahkan menjelma ke alam materi.Hal tersebut  

  

“ sesungguhnya telah dating utusan-utusan kami kepda Ibrahim dengan membawa kabar gembira

sambil berkata’selamatlah’ia mnenjawab’selamat.maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan

anak sapi yang dipanggang.maka tatkala dilihatnya mereka tidak menjamahnya,Ibrahim memandang

aneh perbuatan mereka dan merasa tkut kepada mereka.malaikat berkata:”jangan lah kamu takut…

sesungguhnya kami adalah malikat-malikat yang diutus kepada kaum lut”.

Malaikat ini memiliki ciri-ciri diantaranya:

1. Selalu takut dan patuh kepada allah

2. Tidak pernah berdosa atau bermaksiat

3. Tidak sombong dan selalu bertasbih

Adapun tugas –tugas malaikat yaitu:

1. Manurunkan wahyu (ditugaskan kepada jibril yang diberi gelar ruhul qudus atau ruhuk amin.sesuai

wahyu allah pada surat As–Syu’ra,26:193 dan An -Nahl,16:102

Page 23: Kerangka Dasar Ajaran Islam

2. Menrunkan wahtu pada abdi-abdi allah yang dikehendakinya.hal ini sesuai dengan firman allah pda

surat An -Nahl,,16:2

3. Meneguhkan hati mukmin atau rasul.seperti pada surat AnfaaL,8:10

4. Mendoakan kaum muslim,seperti pada surat Al- Mukmin,40:7

5. Penjaga orang mukmin c(Al- Anfaal,8:9);ali imran,3:125

6. Melaksanakan hukuman Allah bagi manusia.seperti pada surat Anfaal,8:50

7. Memohonkan ampunan bagi manusia.hal ini terdapat pada As- Syura,42:5

8. Membaca shalawat atas nabi Muhammad SAW seperti pada sirat Al-Ahzab,33:56

9. Mencatat amal manusia,seperti pada surat al infitar,82:10-12

10. Mencabut nyawa.tercantum pada surat al an’aam,6:61

11. Member salam dan keselamtan kepada ahli surge.hal ini terantum pada surat ar ra’ad,13:23-24

Selain malaikat allah juga menciptakan mahluk gaib lainnya yaitu jin dan setan.mereka ada yang

beriman dan ada pula yang kafir.hal ini tercantum dalam surat al Jin,72:14

Sedangkan setan adalah mahluk ayng allah yang durhaka dan selalu menjerumuskan manusia.dalam

laqiuran tercantum dalam surat shad,38:82;al hijr,15:39;taha,20:120;al israa,17:64;al a’raaf,7:16;an

nisa’,4:119.                           

Baik jin maupun setan tidak dapat berbuat sesuatu tanpa seizing allah serta kemauan

manusia.hal ini yercantun dalam srat irahim,14:22

D. IMAN KEPADA KITAB SUCI

Iman kepada kitab suci dalam islam merupakan kesatuan yang tak terpisahka dengan iman kepada

allah.jal ini tercantum dalam alqur’an syrat al baqarah,2:285

Page 24: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Semua kitab yang yang diturunakn allah dan rasulnyha memuat ajaran yang mengsahkan

allah.sedangkan syariatnya berbeda-beda.banyak kita suci yang mengalami perubahan kecuali kitab suci

alqur’an.karena alqur’an ini diturunkan untuk merevisi kitab-kitab lainnya.hal ini sesuai dengan firman

allah surat al maidah,5:48 dan an nahl,16:64.

Selain itu Al- Qur’an juga memberikan keterangan yang lengkap tentang pokok-pokok agama

yang belun jelas.selain itu alqur’an juga menjawab menjawab tantangan terhadap

Ayat-ayat laqr’am ini dibagi dua yaitu:

1. Ayat muhkamat

Jenis ini mengenai ayat yang jelas dan kokoh.seperti puasa.halal atau haram,dll

2. Aya mutasyabihat

Mengenai ayat yang samar

E. IMAN KEPADA PARA RASUL

Rasul adalah manusia pilihan yang menerima wahyu dari Allah untuk disampaikan kepada

umatnya dan sekaligus sebagai contoh konkret pribadi manusia yang baik. Rasul – rasul Allah itu ada

yang kisahnya disbutkan dalam Al – Qur’an ada pula yang tidak. Rasul yang disebutka namanya ada 25

orang.

Page 25: Kerangka Dasar Ajaran Islam

“ Dan (Kami) telah menguus rasul – rasul yang sungguh telah kami kisahkan tantang mereka kepadamu,

dan rasul – raul yang tidak yang kami kisahkan kepadamu tentang mereka. Dan Allah telah berbicara

kepada Musa dengan langsung”.(An-Nisaa’,4:164)

“Dan sesungguhnya telah Kami utu beberapa orang rasul sebelum kamu, diantara meeka ada yang Kami

ceritakan dan diantara mareka ada yang tidak Kami ceritakan kepdamu”.(Al-Mukmin,40:78)

Rasul Allah tidak hanya menyampaikan wahyu-wahyu Allah, tetapi juga menunjukkan bagaimana

cara mempraktekkan ahyu tersebut dalamkehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, rasul itu diangkat dari

salah seorang manusia. Firman Allah :

“Katakanlah: ‘Seungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan

kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” (Al-Kahfi, 18:110)

Perubahan dan perbaikan manusia hanya mungkin dilakukan dan diberi contoh oleh manusia

sendiri. Sebab, jika tidak,akan jauh dari realitas kemanusiaan.

Allah SWT. menyediakan bahan – bahan material untuk merawat jasmani manusia dan menyediakan

bahan – bahan rohaniah untuk merawat batin atau jiwa manusia. Bahan – bahan rohani itu berbentuk

ajaran yang diterunkan Allah sebagai wahyu malalui nabi dan rasul-Nya. Allah swt. mengutus nabi dan

rasul terdahulu untuk memperbaiki dan membimbing rohani manusia untuk tempat dan waktu tertentu.

Karena nabi – nabi dan rasul – rasul terdahulu itu hanya untuk tempat dan waktu tertentu saja,

maka ajaran yang dbawanya pun hanya sesuai dan berlaku untuk tempat dan waktu tertentu itu saja.

Page 26: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Meskipun hokum – hukum (syariah)nya berbeda – beda, akan tetapi aqidah yang dibawanya sama, yaitu

tauhid. Pengurusan nabi dan rasul untuk tiap – tiap umat itu disebutkan dalam Alquran diantaraya :

“Tidak ada satu umat un malainkan telah ada padanya seorang yang tidak ada diantara mereka dahulu

yang memberi peringatan.” (Faatir,35:24)

Setelah para nabi dan rasul membawa syariah yang berlaku setempat dan temporer, Allah

mengutus rasul terakhir yang membawa syariah bagi seluruh umat manusia dimanapun dan kapan pun

mereka berada.

Rasul terakhir itu ialah Muhammad saw. yang lahir tahun 53 sebelum Hijriah di Mekah dan wafat

tahun 10 H di Madinah. Hal itu dijelaskan oleh Allah dalam Alquran sebagai berikut :

“Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh umat manusia.” (Saba’,

34:28)

Ajaran atau agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw itu disebut dinul Islam

sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Allah dalam firman-Nya yang terakhir :

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat- Ku

dan telah Kuridai Islam sebagai agama bagimu.” (Al-Maidah, 5:3)

Page 27: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Fiman Allah tersebut menunjukkan bahwa agama Islam itu adalah agama yang sempurna yang

tidak perlu lagi penambahan atau pengurangan sehingga tidak perlu ada lagi rasul baru.

Islam meupakan agama yang terakhir yang berlaku bagi seluruh umat manusia sampai akhir

zaman. Firman Allah :

“Muhammad itu sekali – kali bukanlah bapak dari seorang laki – laki diantara kamu,tetapi dia adalah

Rasul Allah dan menutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.(Al-Ahzab,33:40)

F. IMAN KEPADA HARI KIAMAT

Page 28: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Hukum keserbateraturan dan hukum ketidakkekalan merupakan hukum dasar atau sunatullah

yang berlaku bagi setiap ciptaan Allah tana kecuali. Di dalam Alquran kedua hukum ini ditemukan pada

beberapa ayat yang mejelaskan tentang kejadian dan akhir manusia, bumi serta alam semesta.

Musnahnya kehidupan secara berangsur – angsur, berhentinya alam semesta mengembang dan

akan berkontraksi kembali ke titik awal kejadiannya mrupakan bukti nyata adanya hukum ketiakkekalan

yang berlaku bagi setiap ciptaan Allah. Bagi orang yang beriman dan beilmu, kejadian itu merupakan

bukti kamahakuasaan Allah dan kefanaan kehidupan duniawi.

Islam mengajarkan kepada penganutnya bahwa kehdupan yang abadi adalah kehidupan setelah

kehidupan setelah ini. Keterangan tentang ini disebutkan dalam firman Allah :

“Takutilah suatu hari yang pad hari itu kamu akan dikembalikan kepada Allah kemudian setiap orang

akan dibalasi dengan sempurna segala amal perbuatannya,sedangkan mereka sedikitpn tidak akan

dianiaya.” (Al-Baqarah, 2:281)

“Pada terjadinya kiamat (kesudahan manusia di alm semesta)di situ mereka akan berceraiberai. Adapun

orang – orang yang beriman dan beramal saleh maka akan tinggal di suatu tempat dalam keadaan

bersuka ria. Akan tetapi orang – orang yang kafir dan mendustakan ayat – ayat Kami dan tidak percaya

kepada Hari Akhir, maka mereka mendapatkan siksan.” (Ar-Ruum, 30:14-16)

Page 29: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Dengan memperhatikan firman Allah tersebut di atas, jelaslah bahwa Hari Kiamat itu pasti

datang. Kehidupan dunia ini akn dignti dengan kehidupan akhirat yang kekal abadi.

1 Kiamat dan Hari Perhitungan

Peristiwa kiamat diterangkan dalam Alquran antara lain :

“Bahwasannya saat kiamat itu pasti datang, Aku rahasiakan untuk membri pembalasan kepada setiap

diri menurut apa yang diusahakanya.” (Taha, 20:15)

Gambaran Kiamat yang diberikan Allah dalam Alquran antara lain: bumi hacur,segalaisinya keluar,

gunung – gunung menjadi debu,orag tua tidak mempedulian anak – anaknya dan anak – anak tidak

mengenal orang tuanya. Firman Allah :

“Hai manusia, bertawakallah kepada Tuhannya, sesungguhnya goncangan pda hari kiamat itu adalah

suatu kejadian yang sangat dahsyat. Ingatlah pada hari (ketika) kiamat itu kamu melihat goncangan

itu,lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan

segala wanita yang hamil,dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk padahal sebenarnya mereka

tidak mabuk,tetapi zab Allah sangat kerasnya….” (Al-Hajj,22:1-2)

Page 30: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Masing –masing manusia mencari keselamatan dirinya sendri. Setelah alam semesta ini hancur,

kehidupan dunia berakhir dan dimulailah kehidupan yang kekal abadi dengan segala ketentuan Allah

yang berlaku padanya.

Apabila sur (sangkakala) telah ditiupkan mka semuaumat manusia mulai dari nabi Adam a.s

sampai manusia terakhir yang menempati ala mini akan berkumpul untuk diperhitunkan dan di

ertanggung jawabkan seluruh perbuatannya dihadapan Allah Yang Maha Adil.

“Dan ditiuplah sangkakala maka mtilah siapa yang aa di langit dan di bumi kecuali siapa yang

dikehendaki Allah. Kemudian sangkakala itusekali lagi mak tiba – tiba mereka berdiri meunggu

(putuannya masing - masing)”. (Az-Zumar,39:68)

Mahkamah Agung Tuhan ini berlangsung dengan seadil – adilnya sehingga tidak ada satupun

yang tidak diperlakukan tidak adil. Allah berfirman :

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada)hari yang pada hari itu kamu smua dikembalikan

kepada Allah,kemudian dari masing – masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang

telah dikerjakannya. Sedangkan mereka sedikitpun tidak dianiaya.” (Al-Baqarah, 2:281)

Page 31: Kerangka Dasar Ajaran Islam

“Pada hari itu Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan – tangan merekadan

memberi kesaksian kaki –kaki mereka terhadap apa yang mereka usahakan.” (Yaa-Siin, 36:65)

2 Siksa Neraka

Manusia yang mengingkari kebenaran Allah akan menjalani masa yang panjang dalam siksaan

yag tak terkiraan pedihya. Siksa itu diterimanya bukanlah karena Allah tidak sayang kepadanya,

melainkan karena ia sendirilah yang tidak sayang kepada dirinya. Gambaran tentang siksa itu telah

disampaikan Allah dalam Alquran, beberapa diantaranya :

“Pada hari ini tiap – tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakanya. Tidak ada yang dirugikan

ada hari ini. Sesungghnya Allah amat cepat hisabnya.” (Al-Mukmin, 40:17)

“….skali – kali tidak! Sesungguhnya dia benar – benar akan dilemparkan kedalm hutamah. Dan tahukah

kamu apa hutamah itu? (yaitu) api (yamh disediakan) Allah yang dinyalakan,yang membakar sampike

hati.” (Al-Humazah, 104:4-7)

Page 32: Kerangka Dasar Ajaran Islam

“Dalam siksaan angina yang sangat panas dan air yang panas mendidih, dan dalam naungan asap yang

hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.” (Al-waaqiah, 56:42-44)

3 Kenikmatan Surga

Kaum muslimin ahli surga digambarkan Allah sebagai “golongan kanan”,yang menikmati pahal

surga sebagai balasan ketakwannyaketika hidup di dunia. Allah berfirman :

“Dan golongan kanan,alangkah bahgianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidk

berduri, dan pohon yang tidak bersusun – susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air

yang tercurah, dan buah – buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang

mengambilnya,dan kasur – kasur yang empuk.” (Al – Waaqiah,56:27-34)

Lukisan tentang kenikmatan surga dan kepedihn siksa neraka berulang – ulang disampaikan oleh

Allah dalam Alquran maupun oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya. Orang – orag yang betul – betul

beriman kepada Hari Akhirat dengan pahala (surga) dan siksanya(neraka) pasti akan berlomba – lomba

untuk berbuat kebajkan dan sebaliknya akan berpikir seribu kali sebelum ia berbuat maksiat. Maka iman

kepada Hari Akhirat akan memberikan dampak positif kepada tata kehidupan manusia.

G. IMAN KEPADA QODHO DAN QODAR

Page 33: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Qada menurut bahasa berarti hukum, perintah, memberikan, menghendaki, menjadi. Sedang

qadar berarti batasan, menetapkan ukuran. Atau secara sederhana dapat diartikan bahwa qada adalah

ketetapan Allah yang telah ditetapkan (tetapi tidak diketahui), sedang qadar ialah ketetapan Allah yang

telah terbukti (diketahui sudah terjadi).

Dalam alquran kita dapatkan dua kelompok ayat yang seolah – olah bertentangan. Satu

kelompok menyatakan bahwa manusia itu pasif dan tidak perlu usaha, sebaliknya ada pula kelompok

ayat yang menunjukkan bahwa manusia itu kreatif dan wajib berikhtiar. Kedua kelompok ayat tersebut

bila dikaji lebih lanjut ternyata mempunyai titik temu, yaitu bahwa Allah SWT. Menjadikan alam semesta

beserta isinya ini dilengkapi dengan undang – undang yang disebut sunatullah, yang tetap tidak berubah

– ubah.

Setiap muslim wajib menyakini bahwa Allah SWT. Maha kuasa serta memiliki wewenang penuh

untuk menurunkan ketentuan apa saja bagi makhluk-Nya. Qada Allah telah berlaku, sejak manusia

masih berada dalam rahim ibunya.

Jadi, ada dua faktor yang menyertai manusia, yaitu qada dan qadar Allah. Keberhasilan amal

seseorang hanya mungkin bila yang diikhtiarkannya cocok dengan qada dan qadar Allah SWT.

H. MANFAAT BERIMAN

Sebagian manusia ada yang tidak percaya akan adanya sesuatu yang tidak dapat meraka indra.

Sebagian lagi ada yang berpendirian bahwa meraka hanya dapat menerima kebenaran sesuatu, bila hal

itu masuk akal. Orang – orang seperti ini hanya mempergunakan akalnya untuk menerima sesuatu.

Tanpa kepercayaan, hidup ini akan sangat sulit dan repot.

Dalam kehidupan dunia ini manusia selalu berhadapan dengan masalah. Untuk menghadapi

kehidupan tersebut, manusia memerlukan tempat berpijak berupa iman. Apabila iman sudah menjadi

landasan hidupnya, maka ia akan mampu menguasai keadaan yang dihadapinya, dan bujan keadaan

yang menguasainya. Manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia, yaitu :

1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda

Page 34: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Orang yang beriman hanya percaya kepada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak

memberikan pertolongannya, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Kepercayaan

dan keyakinan yang demikian menghilangkan sifat mendewakan manusia. Pegangan orang yang

beriman dalam hal ini, adalah firman Allah surat Al – fatihah, ayat 1 – 7.

2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut.

Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Orang yang beriman yakin

sepenuhnya mengenai soal hidup dan mati.

3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan

Rejeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Kadang –

kadang manusia nekat menjual diri demi kepentingan materi. Orang beriman harus yakin kepada Allah

SWT atas rejekinya.

4. Iman memberikan ketentraman jiwa

Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang

yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram, jiwanya tenang.

5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik ihayatan gayibah

Kehidupan manusia yang baik ialah kehidupan orang – orang yang selalu melakukan kebaikan,

mengerjakan akan perbuatan – perbuatan yang baik.

6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen

Iman memberikan pengaruh bagi seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih,

kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman akan senantiasa konsekuen dengan apa yang telah

diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya.

7. Iman memberikan keberuntungan

Page 35: Kerangka Dasar Ajaran Islam

Orang yang beriman akan selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah membimbing dan

mengarahkannya kepada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang

yang beruntung dalam hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi, dkk. 2002. Buku teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi. Jakarta:

Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen

Agama RI.