KERAJAAN SAMUDERA PASAI LETAK KERAAJAAN Kerajaan samudera pasai adalah kerajaan pertama di Indonesian yang menganut agama Islam. Secara geografis, Kerajaan Smaudera Pasai terletak di daerah pantai timur pulau Sumatera bagian utara yang berdekatan dengan jalur perdagangan internasional pada masa itu, yakni Selat Malaka. Dengan posisi yang sangat strategis seperti ini, Kerajaan Saudera Pasai berrmbang menjadi kerajaan Islam ang cukup kuat pada masa itu. Perkembangan ini juga di dukung dengan hasil bumi dari kerajaan samuder pasai seperti lada. Di piha lain, bandar-bandar dari pihak kerajaan samudera pasai juga dijadikan bandar penghubung (Bandar transito) anatar para pedagang islam yang datang dari arah barat denga pedagang islam yang datang dari arah timur. Keadaan seperti ini lah yang mengakibatkan kerajaan samudera pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, social, dan budaya. MATA PENCAHARIAN Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka. Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan- pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batutah. Menurut cerita Ibnu Batutah, perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan bertambah maju karena didukung oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai. Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapur barus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (Dirham). Selain perdagangan, sumber pendapatan utama dari kerajaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
LETAK KERAAJAAN
Kerajaan samudera pasai adalah kerajaan pertama di Indonesian yang menganut agama Islam.
Secara geografis, Kerajaan Smaudera Pasai terletak di daerah pantai timur pulau Sumatera bagian
utara yang berdekatan dengan jalur perdagangan internasional pada masa itu, yakni Selat Malaka.
Dengan posisi yang sangat strategis seperti ini, Kerajaan Saudera Pasai berrmbang menjadi
kerajaan Islam ang cukup kuat pada masa itu. Perkembangan ini juga di dukung dengan hasil bumi
dari kerajaan samuder pasai seperti lada. Di piha lain, bandar-bandar dari pihak kerajaan samudera
pasai juga dijadikan bandar penghubung (Bandar transito) anatar para pedagang islam yang datang
dari arah barat denga pedagang islam yang datang dari arah timur.
Keadaan seperti ini lah yang mengakibatkan kerajaan samudera pasai mengalami
perkembangan yang cukup pesat pada masa itu, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, social, dan
budaya.
MATA PENCAHARIAN
Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim,
dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat
Malaka. Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting
di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan
Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batutah. Menurut cerita Ibnu Batutah,
perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan bertambah maju karena didukung oleh armada
laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapur barus dan emas. Dan untuk
kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan
Deureuham (Dirham). Selain perdagangan, sumber pendapatan utama dari kerajaan Samudera Pasai
adalah pajak yang dikenakan pada kapal-kapal dagang yang melintasi kerajaan samudera Pasai.
SISTEM PERALATAN
Sebagai Negara perdagangan, untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat
tukar alat tukar Yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (Dirham).
ILMU PENGETAHUAN
Sebagai pusat dakwah dan pendidikan Islam bukan hanya di Nusantara tetapi untuk Asia
Tenggara. Pada masa pemerintahan Sultan Zaenal Abidin Bahiyan Syah pernah mengantar dua orang
pendakwah ke Jawa yaitu : Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak.
KEORGAISASIAN
Komposisi masyarakat yang menjadi warga Kesultanan Samudera Pasai menunjukkan sifat
yang berlapis-lapis. Menurut Ayatrohaedi, lapisan itu terdiri atas Sultan dan Orang-Orang Besar
kerajaan pada lapisan atas sampai dengan hamba sahaya pada lapisan yang paling bawah
(Ayatrohaedi, 1992). Pada lapisan kelompok birokrasi terlihat adanya kelompok Orang-Orang Besar,
perdana menteri, menteri, tentara, pegawai, dan kaum bangsawan kerajaan yang lainnya.
KEPERCAYAAN
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Samudera Pasai terutama kalangan istana kerajaan
adalah Islam Ahlul Sunah wal Jama’ah : Yang dibuktikan dengan kegiatan sultan yang mengikuti
upacara Syafi’I, rakyat disekitar negeri masih banyak yang belum menganut Islam
KESENIAN
Kesenian yang sudah nampak pada masa itu terutama pada seni pahat kaligrafi dan syair-syair
seperti yang terdapat pada batu nisan makam raja-raja kerajaan Samudera Pasai. Seperti yang
terdapat pada makam Sultan Malik Al Saleh dan makam Sultan Malik Az Zahir.
BAHASA
Bahasa yang digunakan pada masa itu antara lain : bahasa Melayu, bahasa Arab dan bahasa
Sansekerta yang dibuktikan dengn tulisan-tulisan yang ada pada batu nisan seperi batu nisan yang
ditemukan pada makam yang ditemukan di Menyetujuh Pasei yang menggunakan tiga bahasa diatas.
KEHIDUPAN POLITIK
Berdirinya kerajaan samudera pasai tidak dapat diketahui dengan pasti. Akan tetapai para ahli
berhasik menemukan bukti tentang erkembangan kekuasaan kerajaan samudera pasai. Raja-raja yang
ernah memerintah kerajaan samudera pasai adalah :
1. Nazimuddin al-Kamil
2. Sultan Malikul Saleh
3. Sultan Malikul Thahir
KERAJAAN MALAKA
LETAK KERAJAAN
Pada masa kejayaannya, Kerajaan Malaka merupakan pusat perdagangan dan penyebaran islam
di Asia Tenggara.perkembangan Kerajaan Malaka di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya
tidak dapat dipisahkan dengan posisi dan letaknya yang strategis dalam aktivitas pelayaran dan
perdagangan pada masa itu.
KEHIDUPAN POLITIK
ISKANDAR SYAH, pada awal abad ke-15M, terjadi perang saudara di kerajaan Majapahit.
Perang itu dikenal dengan sebutan Perang Paregreg. Dalam perang tersebut, seorang pangeran
Kerajaan Majapahit yang bernama Paramisora diiringi para pengikutnya melarikan diri dari daerah
Blambangan ke Tumasik (Singapura).
Daerah Tumasik dianggap kurang aman dan kurang sesuai untuk mendirikan kerajaan. Daerah
tersebut menjadi sarang dan tempat persembunyian para bajak laut. Karena itu, Paramisora beserta
pengikutnya melanjutkan perjalanannyake arah utara sampai di Semenanjung Malaya. Di daerah itu,
Paramisora membangun sebuah kampung bersama pengikutnya dengan dibantu oleh para petani dan
para nelayan setempat. Perkampungan itu diberi nama Malaka. Daerah perkampungan yang baru
dibangun itu mengalami perkembangan yang cukup pesat karena letaknya yang strategis, yaitu di tepi
jalur pelayaran dan perdagangan Selat Malaka.
Dalam dunia perdagangan, malaka berkembang sebagai penghubung antara Dunia Barat dan
Dunia Timur. Perkembangan yang sangat pesat itu mendorong Pamisora untuk membangun sebuah
kerajaan yang bernama Kerajaan Malaka dan ia langsung menjadi rajanya.
Aktivitas perdagangan di Selat Malaka pada waktu itu didominasi oleh pedagang islam.Mereka
hanya melakukan aktivitas perdagangan pada bandar-bandar perdagangan islam. Untuk itu,
Paramisora memutuskan untuk menganut Agama Islam. Ia mengganti namanya menjadi Iskandar
Syah dan menjadikan Kerajaan Malaka sebagai Kerajaan Islam. Untuk menjaga keamanan Kerajaan
Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar Cina dengan menyatakan takluk kepadanya
pada tahun 1405 M.
Iskandar Syah berhasil meletakan dasar-dasar Kerajaan Malaka. Ia mengembangkan Malaka
menjadi kerajaan penting di Selat Malaka. Ia memerintah Malaka dari tahun 1396-1414M.
MUHAMMAD ISKANDAR SYAH,setelah Iskandar Syah meninggal tahta kerajaan Malaka
dipegang oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar Syah. Ia memerintah malaka dari tahun
1414-1424 M. Dibawah pemerintahannya wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas hingga
mencapai seluruh wilayah Semenanjung Malaya.
Untuk memajukan perekonomian, Muhammad Iskandar Syah berupaya menjadikan Kerajaan
Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Malaka. Untuk
mencapai usaha itu, ia harus dapat menguasai Kerajaan Samudra Pasai merupakan hal yang tidak
mungkan dilakukan, mengingat pasukan perang Kerajaan Samudra Pasai jauh lebih kuat di
bandingkan Kerajaan Malaka. Oleh karena itu, Muhammad Iskandar Syah memilih jalan melalui
perkawinan politik dengan cara menikahi putri Kerajaan Samudra Pasai.
Melaliui perkawinannya dengan putri Kerajaan Samudra Pasai ini, Muhammad Iskandar Syah
berhasil mencapai citi-citanya menguasai Selat Malaka. Di bawah pemerintahannya, pelayaran dan
perdagangan Selat Malaka semakin ramai. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
Kerajaan Malakadalam aktivitas perdagangan.
MUDZAFAT SYAH,setelah Mudzafat Syah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar
Syah dari tahta Kerajaan Malaka,ia langsung naik tahta menjadi raja Malaka dengan galar Sultan
sehingga Mudzafat Syah merupakan Raja pertama dari Kerajaan Malaka yang memakai gelar Sultan.
Mudzafat Syah, memerintah Malaka dari tahun 1424-1458 M. Pada masa pemerintahannya,
terjadi serangan dari kerajaan Siam. Serangan dilakukan dari darat maupun dari laut. Namun, semua
semua serangan itu dapat digagalkan. Keberhasilan dari menggagalkan serangan dari kerajaan Siam
itu menambah pentingnya Kerajaan Malaka di Selat Malaka. Bahkan dibawah pemerintahan Sultan
Mudzafat Syah, Kerajaan Malaka terus mengadakan perluasan ke daerah- daerah yang berada
disekitar kerajaan Malaka seperti Pahang,Indragiri, dan Kampar. Setelah Sultan Mdzafat Syah
meninggal dunia, tahta Kerajaan Malaka diwariskan kepada putranya yang bergelar Sultan Mansyur
Syah.
SULTAN MANSYUR SYAH, memerintah Malaka dari tahun 1458-1477 M. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Malaka mengalami kemajuan yang sangat pesat dan bahkan mencapai
masa kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan pusatpenyebaran agama Islam di Asia Tenggara.
Kejayaan yang dialami Kerajaan Malaka ini adalah berkat usaha dari Sultan Mansyur Syah.
Dengan melanjutkan ppolitik ayahnya, yaitu memperluas wilayah kekuasaannya, baik di
Semenanjung Malaya maupun di wilayah Sumatera tengah.
Walaupun kerajaan Malaka semakin bertambah maju, tetapi kerajaan Samudra Pasaai tidak
diserangnya. Jambi dan Palembang yang dilindungi oleh kerajaan Majapahit, terpaksa dihormati oleh
Kerajaan Malaka. Kerajaan Batak, Aru (Haru) tetap sebagai kerajaan merdeka dan menjalin
hubungan baik dengan Kerajaan Malaka.
Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, hidup seorang laksamana yang terkenal dalam
membantu sultan dalam mengembangkan kerajaannya. Laksamana itu bernama Hang Tuah., yang
berjasa besar dalam mengembangkan Kerajaan Malaka. Informasi ini didapat melaluisebuah cerita
rakyat yang dikenal dengan nama Hikayat Hang Tuah. Kebesaran Hang Tuah sering disamakan
dengan patih gajah mada dari kerajaan majapahit.
SULTAN ALUDIN SYAH, yang menggantikan Sultan Mansyur Syah. Ia memerintah Malaka
dari tahun 1477-1488 M,dan mewarisi wilayah kekuasaaan Kerajaan Malaka yang cukup luas.
Perkembangan ekonomikerajaan tetap stabil pada awal masa pemerintahannya. Namun, karena
Sultan Alaudin Syah tidak secakap Sultan Mansyur Syah (ayahnya),maka kekuasaan Kerajaan
Malaka mulai mengalami kemerosotan. Daerah-daerah yang dullu ditaklukkan oleh Mansyur Syah,
satu per satu melepaskan diri dari Kerajaan Malaka. Setelah ia meninggal, tahta kerajaan Malaka
digantikan oleh putra yang bergelar Sultan Mahmud Syah.
SULTAN MAHMUD SYAH, yang memerintah malaka dari tahun 1488-1511 M. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah. Daerah kekuasaannya
meliputi sebagaian kecil Semenanjung Malaya. Keadaan ini menambah suram Kerajaan Malaka.
Pada masa kekuasaannya muncul ekpedisi bangsa Portugis dibawah pimpinan Alfonso
d’Albuquerque dan berusaha merebut Kerajaan Malaka. Akhirnya, pada tahun 1511 Kerajaan Malaka
jatuh ketangan bangsa Portugis.
KEHIDUPAN EKONOMI
Peranan Kerajaan malaka sebagai penguasa perdagangan di Asia Tenggara terlihat dari
ramainya perdagangan yang berpusat di ibukota kerajaan tersebut. Kapal-kapal dari Indonesia bagian
timur membongkar saug di pelabuhan Malaka., demikian juga kapal-kapal dari negeri Cina.
Sedangkan kapal-kapal dari India maupun negara Arab datang dari arah utara untuk membeli dan
mengangkut barang dagang ke negerinyaatau diteruskan ke Eropa melalui pelabuhan Vanesia.
Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai barang-barang yang keluar dan masuk, yang banyak
memasukan uang ke khas Negara. Sementara itu raja maupun pejabat-pejabatpentinh memperoleh
upeti atau persembahan dari pedagang yang menjadikan mereka sangat kaya.
Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undangan- undangan laut yang
berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan. Dalam undangan-undangan itu
ditentukan syarat-syarat sebuah kapal yang berlayar, nama-nama jabatan serta tanggung jawab
masing-masing saat berlabuhnya suatu kapal untuk berlayar dan sebagainya. Untuk mempermudah
terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa melayu dijadikan sebagai bahasa perantara
(bahasa Melayu disebut juga sebagai bahasa Kwu-lun)
KEHIDUPAN SOSIAL
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh Faktor letak, keadaan alam dan
lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat yang hidup di dinia maritim, sudah jelas hubungan
sosial masyarakatnya sangat kurang dan bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat-sifat
individualisme. Kelompok- kelompok dalam masyarakat pun bermunculan seperti adanya golongan
buruh dan majikan. Perbedaan kedua golongan ini sangat nyata dalam masyarakat, karena golongan
majikan dapat melaksanakan perintah sesuai dengan kehendaknya.
KEHIDUPAN BUDAYA
Kehidupan budaya di Kerajaan Malaka tidak banyak di ketahui. Namun, dari perkembangan
seni sastra Melayu muncul beberapa hasil karya sastra yang menggambarkan kepahlawanan dan
keperkasaan tokoh-tokoh pendamping Kerajaan Malaka dalam melaksanakan roda pemerintahannya.
Tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pahlawan dari Kerajaan Malaka pada masa kejayaannya adalah
Hang Tuah, Hang Lekir, dan Hang Jebat.
SEJARAH
Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam
sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan
Pasai terus mengalami kemunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan
Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan
pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) . Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil
menaklukkan Pasai, dan sejak saat itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar
di kawasan tersebut. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan Aceh ini merupakan kelanjutan dari
Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali kegemilangan kebudayaan Aceh yang
pernah dicapai sebelumnya.
Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang
dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia
berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk
menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di
Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh
Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis.
Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis,
kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya.
Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas,
hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi
Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan
lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan.
Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa
mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng
Portugis di Pasai.
Kemenangan yang berturut-turut ini membawa keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek
persenjataan. Portugis yang kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan
persenjataan, karena memang tidak sempat mereka bawa dalam gerak mundur pasukan. Senjata-
senjata inilah yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat untuk menggempur Portugis.
Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun, Mughayat Syah
tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak kemudian juga diserang, sehingga
Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya
Portugis mundur ke Malaka. Dengan kekuatan besar, Aceh kemudian melanjutkan serangan untuk
mengejar Portugis ke Malaka dan Malaka berhasil direbut. Portugis melarikan diri ke Goa, India.
Seiring dengan itu, Aceh melanjutkan ekspansinya dengan menaklukkan Johor, Pahang dan Pattani.
Dengan keberhasilan serangan ini, wilayah kerajaan Aceh Darussalam mencakup hampir separuh
wilayah pulau Sumatera, sebagian Semenanjung Malaya hingga Pattani.
Demikianlah, walaupun masa kepemimpinan Mughayat Syah relatif singkat, hanya sampai
tahun 1528 M, namun ia berhasil membangun kerajaan Aceh yang besar dan kokoh. Ali Mughayat
Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri kerajaan Aceh Darussalam, yaitu: (1)
mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar; (2) menjalin persahabatan
yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara; (3) bersikap waspada terhadap negara
kolonial Barat; (4) menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar; (5) menjalankan dakwah Islam ke
seluruh kawasan nusantara. Sepeninggal Mughayat Syah, dasar-dasar kebijakan politik ini tetap
dijalankan oleh penggantinya.
Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan Iskandar Muda
Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa itu, Aceh merupakan salah satu pusat
perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki
hubungan diplomatik dengan dinasti Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar
Muda, Aceh pernah mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini
diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam dan
penasehat militer untuk membantu memperkuat angkatan perang Aceh.
Hubungan dengan Perancis juga terjalin dengan baik. Pada masa itu, Perancis pernah mengirim
utusannya ke Aceh dengan membawa hadiah sebuah cermin yang sangat berharga. Namun, cermin
ini ternyata pecah dalam perjalanan menuju Aceh. Hadiah cermin ini tampaknya berkaitan dengan
kegemaran Sultan Iskandar Muda pada benda-benda berharga. Saat itu, Iskandar Muda merupakan
satu-satunya raja Melayu yang memiliki Balee Ceureumeen (Aula Kaca) di istananya yang megah,
Istana Dalam Darud Dunya. Konon, menurut utusan Perancis tersebut, luas istana Aceh saat itu tak
kurang dari dua kilometer. Di dalam istana tersebut, juga terdapat ruang besar yang disebut Medan
Khayali dan Medan Khaerani yang mampu menampung 300 ekor pasukan gajah, dan aliran sungai
Krueng yang telah dipindahkan dari lokasi asal alirannya.
Sebelum Iskandar Muda berkuasa, sebenarnya juga telah terjalin hubungan baik dengan Ratu
Elizabeth I dan penggantinya, Raja James dari Inggris. Bahkan, Ratu Elizabeth pernah mengirim
utusannya, Sir James Lancaster dengan membawa seperangkat perhiasan bernilai tinggi dan surat
untuk meminta izin agar Inggris diperbolehkan berlabuh dan berdagang di Aceh. Sultan Aceh
menjawab positif permintaan itu dan membalasnya dengan mengirim seperangkat hadiah, disertai
surat yang ditulis dengan tinta emas. Sir James Lancaster sebagai pembawa pesan juga dianugerahi
gelar Orang Kaya Putih sebagai penghormatan. Berikut ini cuplikan surat Sulta Aceh pada Ratu
Inggris bertarikh 1585 M:
I am the mighty ruler of the Regions below the wind, who holds sway over the land of Aceh and
over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh, which stretch from the sunrise to
the sunset.
(Hambalah Sang Penguasa Perkasa Negeri-negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas tanah
Aceh, tanah Sumatera dan seluruh wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk
matahari terbit hingga matahari terbenam).
Ketika Raja James berkuasa di Inggris, ia pernah mengirim sebuah meriam sebagai hadiah
kepada sultan Aceh. Hubungan ini memburuk pada abad ke 18, karena nafsu imperialisme Inggris
untuk menguasai kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Aceh juga pernah mengirim utusan yang
dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid ke Belanda, di masa kekuasaan Pangeran Maurits, pendiri
dinasti Oranye. Dalam kunjungan tersebut, Abdul Hamid meninggal dunia dan dimakamkan di
pekarangan sebuah gereja dengan penuh penghormatan, dihadiri oleh para pembesar Belanda. Saat
ini, di makam tersebut terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Pangeran Bernhard, suami Ratu
Juliana.
Ketika Iskandar Muda meninggal dunia tahun 1636 M, yang naik sebagai penggantinya adalah
Sultan Iskandar Thani Ala‘ al-Din Mughayat Syah (1636-1641M). Di masa kekuasaan Iskandar
Thani, Aceh masih berhasil mempertahankan masa kejayaannya. Penerus berikutnya adalah Sri Ratu
Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675 M), putri Iskandar Muda dan permaisuri Iskandar Thani. Hingga
tahun 1699 M, Aceh secara berturut-turut dipimpin oleh empat orang ratu. Di masa ini, kerajaan
Aceh sudah mulai memasuki era kemundurannya. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya konflik
internal di Aceh, yang disebabkan penolakan para ulama Wujudiyah terhadap pemimpin perempuan.
Para ulama Wujudiyah saat itu berpandangan bahwa, hukum Islam tidak membolehkan seorang
perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki. Kemudian terjadi konspirasi antara para hartawan dan
uleebalang, dan dijustifikasi oleh pendapat para ulama yang akhirnya berhasil memakzulkan Ratu
Kamalat Syah. Sejak saat itu, berakhirlah era sultanah di Aceh.
Memasuki paruh kedua abad ke-18, Aceh mulai terlibat konflik dengan Belanda dan Inggris
yang memuncak pada abad ke-19. Pada akhir abad ke-18 tersebut, wilayah kekuasaan Aceh di
Semenanjung Malaya, yaitu Kedah dan Pulau Pinang dirampas oleh Inggris. Pada tahun 1871 M,
Belanda mulai mengancam Aceh atas restu dari Inggris, dan pada 26 Maret 1873 M, Belanda secara
resmi menyatakan perang terhadap Aceh. Dalam perang tersebut, Belanda gagal menaklukkan Aceh.
Pada tahun 1883, 1892 dan 1893 M, perang kembali meletus, namun, lagi-lagi Belanda gagal
merebaut Aceh. Pada saat itu, Belanda sebenarnya telah putus asa untuk merebut Aceh, hingga
akhirnya, Snouck Hurgronye, seorang sarjana dari Universitas Leiden, menyarankan kepada
pemerintahnya agar mengubah fokus serangan, dari sultan ke ulama. Menurutnya, tulang punggung
perlawanan rakyat Aceh adalah para ulama, bukan sultan. Oleh sebab itu, untuk melumpuhkan
perlawanan rakyat Aceh, maka serangan harus diarahkan kepada para ulama. Saran ini kemudian
diikuti oleh pemerintah Belanda dengan menyerang basis-basis para ulama, sehingga banyak masjid
dan madrasah yang dibakar Belanda.
Saran Snouck Hurgronye membuahkan hasil: Belanda akhirnya sukses menaklukkan Aceh. J.B.
van Heutsz, sang panglima militer, kemudian diangkat sebagai gubernur Aceh. Pada tahun 1903,
kerajaan Aceh berakhir seiring dengan menyerahnya Sultan M. Dawud kepada Belanda. Pada tahun
1904, hampir seluruh Aceh telah direbut oleh Belanda. Walaupun demikian, sebenarnya Aceh tidak
pernah tunduk sepenuhnya pada Belanda. Perlawanan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat
tetap berlangsung. Sebagai catatan, selama perang Aceh, Belanda telah kehilangan empat orang
jenderalnya yaitu: Mayor Jenderal J.H.R Kohler, Mayor Jenderal J.L.J.H. Pel, Demmeni dan Jenderal
J.J.K. De Moulin.
Kekuasaan Belanda berlangsung hampir setengah abad, dan berakhir seiring dengan masuknya
Jepang ke Aceh pada 9 Februari 1942. Saat itu, kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong
Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat
umum. Hubungan baik dengan Jepang tidak berlangsung lama. Ketika Jepang mulai melakukan
pelecehan terhadap perempuan Aceh dan memaksa masyarakat untuk membungkuk pada matahari
terbit, maka, saat itu pula mulai timbul perlawanan. Di antara tokoh yang dikenal gigih melawan
Jepang adalah Teungku Abdul Jalil. Kekuasaan para penjajah berakhir ketika Indonesia merdeka dan
Aceh bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
SILSILAH
Berikut ini daftar para sultan yang pernah berkuasa di kerajaan Aceh Darussalam:
1. Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M)
2. Sultan Salahuddin (1528-1537).
3. Sultan Ala‘ al-Din al-Kahhar (1537-1568).
4. Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575)
5. Sultan Muda (1575)
6. Sultan Sri Alam (1575-1576).
7. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).
8. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
9. Sultan Buyong (1589-1596)
10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).
11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)
12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
13. Iskandar Thani (1636-1641).
14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).
15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)
16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)
18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)
23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)
24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)
25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)
26. Sultan Badr al-Din (1781-1785)
27. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
28. Alauddin Muhammad Daud Syah.
29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)
32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)
33. Sultan Mansur Syah (1857-1870)
34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)
35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
Catatan: Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (sultan ke-29) berkuasa pada dua periode yang
berbeda, diselingi oleh periode Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818).
Periode Pemerintahan
Kerajaan Aceh Darussalam berdiri sejak akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-20 M. Dalam
rentang masa empat abad tersebut, telah berkuasa 35 orang sultan dan sultanah.
Wilayah kekuasaan
Di masa kejayaannya, wilayah kerajaan Aceh Darussalam mencakup sebagian pulau Sumatera,
sebagian Semenanjung Malaya dan Pattani.
Struktur pemerintahan
Pada masa Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589) berkuasa, kerajaan Aceh sudah
memiliki undang-undang yang terangkum dalam kitab Kanun Syarak Kerajaan Aceh. Undang-
undang ini berbasis pada al-Quran dan hadits yang mengikat seluruh rakyat dan bangsa Aceh. Di
dalamnya, terkandung berbagai aturan mengenai kehidupan bangsa Aceh, termasuk syarat-syarat
pemilihan pegawai kerajaan. Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa, walaupun Aceh telah
memiliki undang-undang, ternyata belum cukup untuk menjadikannya sebagai sebuah kerajaan
konstitusional.
Dalam struktur pemerintahan Aceh, sultan merupakan penguasa tertinggi yang membawahi
jabatan struktural lainnya. Di antara jabatan struktural lainnya adalah uleebalang yang mengepalai
unit pemerintahan nanggroe (negeri), panglima sagoe (panglima sagi) yang memimpin unit
pemerintahan Sagi, Kepala Mukim yang menjadi pimpinan unit pemerintahan mukim yang terdiri
dari beberapa gampong, dan keuchiek atau geuchiek yang menjadi pimpinan pada unit pemerintahan
gampong (kampung). Jabatan struktural ini mengurus masalah keduniaan (sekuler). Sedangkan
pemimpin yang mengurus masalah keagamaan adalah tengku meunasah, imam mukim, kadli dan
para teungku.
Kehidupan Sosial Budaya
a. agama
Dalam sejarah nasional Indonesia, Aceh sering disebut sebagai Negeri Serambi Mekah, karena
Islam masuk pertama kali ke Indonesia melalui kawasan paling barat pulau Sumatera ini. Sesuai
dengan namanya, Serambi Mekah, orang Aceh mayoritas beragama Islam dan kehidupan mereka
sehari-hari sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam ini. Oleh sebab itu, para ulama merupakan salah satu
sendi kehidupan masyarakat Aceh. Selain dalam keluarga, pusat penyebaran dan pendidikan agama
Islam berlangsung di dayah dan rangkang (sekolah agama). Guru yang memimpin pendidikan dan
pengajaran di dayah disebut dengan teungku. Jika ilmunya sudah cukup dalam, maka para teungku
tersebut mendapat gelar baru sebagai Teungku Chiek. Di kampung-kampung, urusan keagamaan
masyarakat dipimpin oleh seseorang yang disebut dengan tengku meunasah.
Pengaruh Islam yang sangat kuat juga tampak dalam aspek bahasa dan sastra Aceh. Manuskrip-
manuskrip terkenal peninggalan Islam di Nusantara banyak di antaranya yang berasal dari Aceh,
seperti Bustanussalatin dan Tibyan fi Ma‘rifatil Adyan karangan Nuruddin ar-Raniri pada awal abad
ke-17; kitab Tarjuman al-Mustafid yang merupakan tafsir Al Quran Melayu pertama karya Shaikh
Abdurrauf Singkel tahun 1670-an; dan Tajussalatin karya Hamzah Fansuri. Peninggalan manuskrip
tersebut merupakan bukti bahwa, Aceh sangat berperan dalam pembentukan tradisi intelektual Islam
di Nusantara. Karya sastra lainnya, seperti Hikayat Prang Sabi, Hikayat Malem Diwa, Syair Hamzah
Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, merupakan bukti lain kuatnya pengaruh Islam
dalam kehidupan masyarakat Aceh.
b. Struktur sosial
Lapisan sosial masyarakat Aceh berbasis pada jabatan struktural, kualitas keagamaan dan
kepemilikan harta benda. Mereka yang menduduki jabatan struktural di kerajaan menduduki lapisan
sosial tersendiri, lapisan teratasnya adalah sultan, dibawahnya ada para penguasa daerah. Sedangkan
lapisan berbasis keagamaan merupakan lapisan yang merujuk pada status dan peran yang dimainkan
oleh seseorang dalam kehidupan keagamaan. Dalam lapisan ini, juga terdapat kelompok yang
mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad. Mereka ini menempati posisi istimewa dalam
kehidupan sehari-hari, yang laki-laki bergelar Sayyed, dan yang perempuan bergelar Syarifah.
Lapisan sosial lainnya dan memegang peranan sangat penting adalah para orang kaya yang
menguasai perdagangan, saat itu komoditasnya adalah rempah-rempah, dan yang terpenting adalah
lada.
c. Kehidupan sehari-hari
Sebagai tempat tinggal sehari-hari, orang Aceh membangun rumah yang sering disebut juga
dengan rumoh Aceh. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, mereka bercocok tanam di lahan yang
memang tersedia luas di Aceh. Bagi yang tinggal di kawasan kota pesisir, banyak juga yang
berprofesi sebagai pedagang. Senjata tradisional orang Aceh yang paling terkenal adalah rencong,
bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat dari dekat menyerupai tulisan kaligrafi bismillah.
Senjata khas lainnya adalah Sikin Panyang, Klewang dan Peudeung oon Teubee.
PENYEBAB KEMUNDURAN KERAJAAN ACEH
Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1636 tidak ada raja-raja besar yang mampu
mengendalikan daerah Aceh yang demikian luas. Di bawah Sultan Iskandar Thani (1637-1641
M), kemunduran itu mulai terasa dan terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar
Thani.
Timbulnya pertikaian yang terus-menerus di Aceh antara golongan bangsawan (teuku) dengan
golongan ulama (teungku) yang mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh.
Daerah-daerah kekuasaannya banyak yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perak,
Minangkabau dan Siak.
KERAJAAN DEMAK
LETAK KERAJAAN
Kerajaan Demak merupakan kerjaan Islam pertama di Pulau Jawa. Secara geografis kerajaan Demak
terletak di kabupaten Demak propinsi Jawa Tengah. Pada awalnya daerah Demak dikenal dengan
sebutan Bintoro atau disebut juga Glagah Wangi, yang merupakan kerajaan bawahan Majapahit.
KEHIDUPAN POLITIK
Kerajaan Islam Demak didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1475-1518 M. Di Bintoro
Demak. Pada saat itu kerajaan Majapahit sedang mengalami kemunduran, sehingga mudah bagi
Raden Patah untuk mendirikan kerajaan sendiri lepas dari kerajaan Majapahit. Berdirinya kerajaan
Demak mendapat dukungan penuh dari para Wali Songo, yang memiliki pengaruh sangat kuat dalam
masyarakat. Dalam waktu singkat Demak berhasil menjadi kerajaan besar. Adapun faktor-faktor yang
mendorong Demak cepat menjadi kerajaan besar antara lain :
Letaknya strategis karena di tengah-tengah jalur pelayaran nasional dan dekat dengan muara sungai
Demak merupakan produsen beras terbesar di Pulau Jawa pada saat itu.
Mundurnya Kerajaan Majapahit
RAJA – RAJA YANG MEMERINTAH DI KERAJAAN DEMAK ANTARA LAIN :
1. Raden Patah ( 1500 – 1518 )
Nama kecilnya terkenal dengan sebutan Pangeran Jimbun, dan setelah menjadi raja bergelar
Sultan Alam Akbar al Fatah. Pada masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak menjadi
kerajaan besar dan menjadi pusat penyebaran agama Islam yang penting. Untuk itu, dibangunlah
Masjid Agung Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, di satu sisi membuat kedudukan Demak semakin penting
arti dan peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam. Namun, di sisi lain hal itu juga
merupakan ancaman bagi kekuasaan Demak. Oleh karena itu, pada tahun 1513, Demak mengirim
armadanya untuk menyerang Portugis di Malaka dibawah pimpinan Pati Unus, putra Raden Patah.
Serangan yang dibantu oleh Aceh dan Palembang itu gagal karena kualitas persenjataan yang kurang
memadai.
2. Pemerintahan Pati Unus ( 1518 – 1521 )
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus
terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap
Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. Ia
juga mengirim Katir untuk mengadakan blokade terhadap Portugis di Malaka, sehingga
mengakibatkan Portugis kekurangan bahan makan.
3. Pemerintahan Sultan Trenggono ( 1521 – 1546 )
Pati Unus tidak memiliki putra. Ketika wafat , tahta kerajaan diganti oleh adiknya yang
bernama Raden Trenggono. Di bawah pemerintahan Sultan Trenggono, Demak mencapai masa
kejayaan. Ia dikenal sebagai raja yang bijaksana dan gagah berani. Wilayah kekuasaannya sangat luas
yaitu meliputi Jawa Timur dan Jawa Barat.
Musuh utama Demak adalah Portugis yang mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat dan
merencanakan mendirikan benteng Sunda Kelapa. Pada tahun 1522 Sultan Trenggono mengirim
tentaranya ke Sunda kelapa dibawah pimpinan Fatahillah. Pengiriman pasukan Demak ke Jawa Barat
bertujuan untuk mengusir bangsa Portugis. Tahun 1527 Fatahillah beserta para pengikutnya berhasil
mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Sejak itulah, Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta
yang artinya kemenangan yang sempurna ( kini dikenal dengan Jakarta )
Sultan Trenggono bercita-cita menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaan Demak. Untuk
mewujudkan cita-cita tersebut Sultan Trenggono mengambil langkah sebagai berikut :
menyerang Jawa Barat ( Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon ) dipimpin Fatahillah
menyerang daerah Pasuruan di Jawa Timur ( kerajaan Hindu Supit Urang ) dipimpin Sultan
Trenggono sendiri, serangan ke Pasuruan tidak membawa hasil karena Sultan Trenggono meninggal
mengadakan perkawinan politik. Misalnya :
Fatahillah dijodohkan dengan adiknya
Pangeran Hadiri dijodohkan dengan puterinya ( adipati Jepara )
Joko Tingkir dijodohkan dengan puterinya ( adipati Pajang )
Pangeran Pasarehan dijodohkan dengan puterinya ( menjadi Raja Cirebon ).
KEHIDUPAN EKONOMI
Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi
pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang.
Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan
baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi
andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
KEHIDUPAN KEAGAMAAN
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan
dakwah Islam. Oleh karena itu tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada
dibawah pengaruh asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah
pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak
di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang
utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam raja-
raja Demak.
KERUNTUHAN KERAJAAN
Sepeninggal Sultan Trenggono, di Demak terjadi pertikaian antar keluarga. Pangeran Sekar
Sedo Lepen yang seharusnya menggantikan Sultan Trenggono dibunuh oleh Sunan Prawoto dengan
harapan ia dapat mewarisi tahta kerajaan. Putra Pangeran Sedo Lepen yang bernama Arya
Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan beberapa pendukungnya. Naiknya Arya
Penangsang ke tahta kerajaan tidak disenangi oleh Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir , menantu
Sultan Trenggono. Arya Penangsang dapat dikalahkan oleh Jaoko Tingkir yang selanjutnya
memindahkan pusat kerajaan ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Demak
pada tahun 1568.
KESULTANAN BANTEN
Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten,
Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan
pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya
sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, seorang putera Sunan Gunung Jati, mendirikan benteng pertahanan yang
dinamakan Surosowan dan kemudian menjadi pusat pemerintahan, setelah Banten menjadi kerajaan
sendiri.
PEMBENTUKAN AWAL
Penyerangan dan penaklukan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527 oleh Kerajaan Demak, yang
waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda dipicu oleh adanya kerjasama
Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik. Hal ini dianggap dapat membahayakan
kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513.
Maulana Hasanuddin yang telah berada di Banten ikut serta dalam penaklukan tersebut, kemudian
melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam
penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja
Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura) dan dianugerahi keris oleh raja tersebut (Sultan
Munawar Syah).
Pada awalnya kawasan Banten masih menjadi vassal dari Kerajaan Demak, seiring dengan
kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten mulai melepaskan diri
menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin melanjutkan ekspansi
Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran di tahun 1579.
Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun
1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun
gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.
Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau
Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud
Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi
dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja
Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I.