Kerajaan Gowa dan Tallo
Pada abad ke-15 di Sulawesi Selatan telah berdiri beberapa
kerajaan. Dari suku bangsa Makassar, yaitu Gowa dan Tallo.
Raja-raja suku bangsa Makassar bergelar Karaeng. Kerajaan Gowa
semula terdiri atas Sembilan negeri kecil, yaitu Tombolo, Lakiung,
Parang-parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalli.
Ketika Gowa diperintah Tumaparisi-Kallona, Gowa disatukan dengan
kerajaan Tallo yang diperintah Tunipasuruk pada pertengahan abad
ke-15. Kedua kerajaan saling melengkapi kelebihan masing-masing
untuk membesarkan kerajaan. Gowa memberikan andil dengan kehebatan
militernya, sedangkan Tallo memberikan sumbangan penguasaan
administrasi pemerintahan dan kemampuan berhubungan dengan
pedagang-pedagang asing. Kedua kerajaan itu kemudian memilih
Sombaopu sebagai ibu kotanya.
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan
Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara
geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena
dekat dengan jalur pelayaran perdagangan nusantara. Bahkan daerah
Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang
berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang
berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti
ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan
besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian melancarkan politik ekspansi ke
wilayah sekitarnya. Akibat ekspansi itu, Kerajaan Siang, Bone,
Suppa, Sawitto, dan lain-lain dapat ditundukkan. Namun, Kerajaan
Bone bangkit kembali dan menentang kekuasaan Gowa-Tallo. Pada tahun
1528, Bone membuat persekutuan bersama kerajaan Wajo dan Soppeng
dengan nama Tellumpocco (tiga kekuasaan) yang diikrarkan di Desa
Bunne. Dalam persekutuan itu, Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo
saudara tengah, dan Soppeng saudara bungsu. Tujuan pembentukan
Tellumpoco yakni untuk menghadang usaha perluasan kekuasaan yang
dilakukan kerajaan Gowa-Tallo.
Sejak abad ke-16, para pedagang muslim telah berdatangan ke
Sulawesi Selatan. Beberapa ulama Sumatera Barat, seperti Datok ri
Bandang, Datok Sulaeman, dan Datok ri Tiro tiba juga di Sulawesi
Selatan untuk menyebarkan agama Islam. Pada tahun 1605, penguasa
Gowa-Tallo memeluk agama Islam. Setelah menganut Islam, Daeng
Manrabbia (Raja Gowa) mendapat gelar Sultan Alauddin, sedangkan
Karaeng Matoaya (Raja Tallo yang merangkap Mangkubumi Gowa)
memperoleh gelar Sultan Abdullah Awalul Islam. Dalam perkembangan
selanjutnya, Kerajaan Gowa dan Tallo berusaha menyebarkan agama
Islam ke kerajaan-kerajaan lain.
Upaya kerajaan Gowa dan Tallo ternyata ditentang oleh
persekutuan Tellumpocco. Persekutuan ini semula amat efektif dalam
merintangi cita-cita Gowa dan Tallo meluaskan pengaruh Islam.
Soppeng tunduk pada tahun 1609, Wajo pada tahun 1610, dan Bone pada
tahun 1611. Kerajaan-kerajaan suku Bugis itu kemudian menganut
Islam. Walaupun ketiga kerajaan itu telah dikalahkan, tetapi
kerajaan Gowa dan Tallo memberi keleluasaan kepada mereka untuk
tetap mempertahankan keberadaan persekutuan Tellumpocco.
Setelah mengalahkan tellumpocco, Kerajaan Gowa dan Tallo
memperoleh kemajuan yang pesat, terutama di bidang perdagangan.
Kemajuan bidang perdagangan tersebut disebabkan hal berikut.a.
Banyak pedagang yang hijrah ke Makassar setelah Malaka jatuh ke
tangan bangsa Portugis pada tahun 1511.
b. Orang-orang Makassar dan Bugis terkenal sebagai pelaut ulung
yang dapat mengamankan wilayah lautnya.
c. Tersedianya rempah-rempah yang banyak didatangkan dari
Maluku.
Kerajaan Makassar memiliki letak yang strategis di jalur lalu
lintas laut Malaka-Maluku. Untuk menjamin dan mengatur perdagangan
dan pelayaran di wilayahnya, Makassar mengeluarkan undang-undang
dan hokum perdagangan yang disebut Ade Allopiloping Bacanna
Pabalue. Undang-undang ini dimuat dalam buku Lontara Amanna Coppa.
Kejayaan Makassar dicapai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad
Said dan Sultan Hassanuddin. Kedua sultan ini telah membawa
Makassar menjadi daerah dagang yang maju pesat. Selain itu,
kekuasaan Makassar telah mencapai ke Pulau Solor di Nusa
Tenggara.
Perkembangan pesat Kerajaan Makassar tidak terlepas dari
raja-raja yang pernah memerintah seperti :
1. Raja Alauddin
Dalam abad ke-17, agama Islam berkembang cukup pesat di Sulawesi
Selatan. Raja Makassar yang pertama memeluk agama Islam bernama
Raja Alauddin yang memerintah dari tahun 1591-1638 M. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Makassar mulai terjun dalam dunia
pelayaran-perdagangan (dunia maritim). Perkembangan ini menyebabkan
meningkatnya kesejahteraan rakyat Kerajaan Makassar. Namun setelah
wafatnya raja Alauddin, keadaan pemerintahan kerajaan tidak dapat
diketahui dengan pasti.2. Sultan Hassanuddin
Pada masa pemerintahan Sultan Hassanuddin, Kerajaan Makassar
mencapai masa kejayaannya. Dalam waktu yang cukup singkat, Kerajaan
Makassar telah berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi
Selatan. Cita-cita Sultan Hassanuddin untuk menguasai sepenuhnya
jalur perdagangan Nusantara, mendorong perluasan kekuasaannya ke
kepulauan Nusa Tenggara, seperti Sumbawa dan sebagian Flores.
Dengan demikian, seluruh aktivitas pelayaran perdagangan yang
melalui Laut Flores harus singgah lebih dulu di ibukota Kerajaan
Makassar.
Keadaan seperti itu ditentang oleh Belanda yang memiliki daerah
kekuasaan di Maluku yang pusatnya Ambon. Hubungan Batavia dengan
Ambon terhalang oleh kekuasaan Kerajaan Makassar. Pertentangan
antara Makassar dan Belanda sering menimbulkan peperangan.
Keberanian Sultan Hassanuddin memimpin pasukan Kerajaan Makassar
untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku, mengakibatkan
Belanda semakin terdesak. Atas keberaniannya, Belanda memberi
julukan kepada Sultan Hassanuddin dengan sebutan Ayam Jantan dari
Timur.Dalam upaya menguasai Kerajaan Makassar, Belanda menjalin
hubungan dengan Kerajaan Bone, dengan rajanya Arung Palaka. Dengan
bantuan Arung Palaka, pasukan Belanda berhasil mendesak Kerajaan
Makassar dan menguasai ibukota kerajaan. Akhirnya dilanjutkan
dengan Perjanjian Bongaya (1667 M).
3. Mapasomba
Setelah Sultan Hassanuddin turun tahta, ia digantikan oleh
putranya yang bernama Mapasomba. Sultan Hassanuddin sangat berharap
agar Mapasomba dapat bekerja sama dengan Belanda. Tujuannya agar
Kerajaan Makassar tetap dapat bertahan. Ternyata Mapasomba jauh
lebih keras dari ayahnya sehingga Belanda mengerahkan pasukan
secara besar-besaran untuk menghadapi Mapasomba. Pasukan Mapasomba
berhasil dihancurkan dan ia tidak diketahui nasibnya. Dengan
kemenangan itu, akhirnya Belanda berkuasa atas Kerajaan
Makassar.Sumber :
Kurnia, A. dan Suryana, M. 2006. Kronik Sejarah. Jakarta :
Yudhistira. hal. 89-91.
Badrika, I. W. 2006. Sejarah. Jakarta : Erlangga. hal.
58-59Sultan Hassanuddin
Kerajaan Gowa dan Tallo