Top Banner
KEPENDUDUKAN DAN BELUARGA BERENCANA
72

KEPENDUDUKAN DAN BELUARGA · Web viewDalam tahun 1987/88 telah pula diberikan latihan teknik perencanaan kependudukan dengan pendekatan rumah tangga kepa-da pusat-pusat studi kependudukan.

Dec 08, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

KEPENDUDUKAN DAN BELUARGA

KEPENDUDUKAN DAN BELUARGABERENCANA

BAB XIX

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

A. PENDAHULUAN

Salah satu modal dasar pembangunan nasional yang dimi-liki oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar. Jumlah Penduduk yang besar tersebut jika dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang. Untuk itu GBHN 1983 mengamanatkan kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh yang dituangkan dalam program-program kependudukan dan keluarga berencana yang terpadu untuk menunjang peningkatan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan lainnya.

Penduduk Indonesia pada tahun 1985 diperkirakan sebesar 164,0 juta dengan pertumbuhan per tahun antara 1980 - 1985 sebesar 2,1%. Dari jumlah penduduk tersebut sekitar 60,9% tinggal di pulau Jawa yang mempunyai luas 6,9% dari luas negara Indonesia. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi sementara persebaran antar daerah kurang merata.

Sehubungan dengan keadaan penduduk Indonesia tersebut, perlu terus ditingkatkan $paya pengendalian pertumbuhan dan persebaran penduduk serta peningkatan kualitas penduduk melalui usaha-usaha antara lain di bidang pendidikan dan latihan, kesehatan, perbaikan gizi serta penyediaan lapangan kerja.

XIX/3

Dengan demikian, penduduk tidak hanya merupakan obyek pembangunan, tetapi juga berperan sebagai subyek pembangunan sehingga dapat menunjang laju pembangunan sosial ekonomi yang dilaksanakan.

Pengendalian pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui usaha menurunkan tingkat kelahiran dan tingkat kematian, khususnya kematian bayi dan anak. Usaha yang dapat memberikan dampak langsung menurunkan tingkat kelahiran serta memper-cepat laju penurunannya dilakukan melalui program keluarga berencana. Untuk itu pelaksanaan keluarga berencana diusahakan diperluas ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakat, termasuk daerah pemukiman baru dan daerah transmigrasi. Penerangan, penyuluhan dan pendidikan mengenai kependudukan termasuk keluarga berencana makin ditingkatkan agar menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan makin menyadari betapa mendesaknya masalah kependudukan serta pentingnya keluarga kecil sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab. Sejalan dengan itu, kelestarian peserta keluarga berencana yang telah ada tetap dibina. Usaha ini didukung dengan peningkatan mutu pelayanan keluarga berencana serta penyediaan sarana dan prasarana yang merata serta terjangkau oleh masyarakat luas. Program ini secara langsung juga dapat meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.

Upaya untuk menurunkan tingkat kematian, terutama kematian bayi dan anak, diusahakan melalui peningkatan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyara kat dengan mudah dan murah. Usaha-usaha lain yang dilakukan adalah perbaikan mutu gizi penduduk yang akan meningkatkan kesehatan anak dan selanju.tnya menurunkan tingkat kematian bayi dan anak. Penurunan tingkat kematian bayi dan anak tersebut akan mengurangi keinginan penduduk untuk mempunyai banyak anak. Hal ini berarti memberikan dampak menurunkan tingkat kelahiran.

Upaya untuk mengatasi persebaran penduduk yang kurang merata dilakukan melalui program transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya. Program transmigrasi, termasuk transmigrasi apontan, dimaksudkan pula untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan menyerasikan pembangunan antar daerah. Melalui program ini, daerah yang semula kekurangan tenaga kerja akan mendapatkan tambahan tenaga kerja sehingga daerah tersebut akan dapat lebih memanfaatkan sumber alam yang ada untuk pembangunan daerah. Di samping itu, diusahakan pula perpindahan penduduk

XIX/4

ke kota-kota yang lebih kecil untuk mencegah mengalirnya penduduk ke kota-kota besar tertentu, sehingga persebaran penduduk menjadi lebih serasi dan seimbang.

Peningkatan kualitas penduduk ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil, mandiri dan memiliki rasa kesetiakawanan, suka bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Untuk itu diusahakan peningkatan jumlah sekolah mulai Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Tingkat Atas. Sementara itu, untuk mempercepat peningkatan pendidik-an,. maka motivasi masyarakat untuk menyekolahkan anak telah ditingkatkan, dan program wajib belajar bagi penduduk umur 7 - 12 tahun telah diberlakukan. Usaha lain untuk meningkatkan kualitas penduduk dilakukan pula melalui peningkatan mutu kesehatan dan gizi serta dengan memasyarakatkan olah raga.

B. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH

1. Kependudukan

Kebijaksanaan di bidang kependudukan diarahkan pada pengembangan penduduk sebagai sumber daya manusia agar menjadi kekuatan pembangunan bangsa yang efektif dan bermutu, dan dimaksudkan pula untuk mewujudkan peningkatan mutu kehidupan masyarakat. Untuk itu terus ditingkatkan upaya pengendalian pertumbuhan dan persebaran penduduk, peningkatan kualitas penduduk, di samping peningkatan pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah dan penciptaan lapangan kerja. Sejalan dengan hal tersebut, partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap masalah kependudukan terus ditingkatkan, sehingga mereka akan ikut berperanserta secara optimal untuk memecahkan masalah tersebut.

Dalam rangka menunjang usaha tersebut telah diusahakan untuk memasukkan pendidikan kependudukan ke dalam pendidikan formal melalui sekolah dan pendidikan di luar sekolah. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan juga terus ditingkatkan sehingga produktivitas dan kualitas penduduk juga akan me-ningkat, baik dari segi fisik maupun dari segi non fisik.

Tingginya tingkat kematian penduduk terutama disebabkan oleh masih tingginya tingkat kematian bayi dan anak. Oleh karena itu terus diusahakan penurunan tingkat kematian bayi dan anak melalui perbaikan keadaan sosial ekonomi penduduk

XIX/5

pada umumnya dan usaha perbaikan kesehatan penduduk pada khususnya. Keberhasilan pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu gizi penduduk merupakan prasyarat penting untuk mempercepat penurunan tingkat kematian bayi, yang selanjutnya akan meningkatkan angka harapan hidup.

Upaya peningkatan derajat kesehatan dan mutu gizi penduduk tersebut juga akan memberikan dampak meningkatkan kualitas fisik penduduk. Upaya lain untuk meningkatkan kualitas fisik penduduk dilakukan dengan memasyarakatkan olah raga. Sementara itu untuk meningkatkan kualitas non-fisik penduduk, terus diusahakan peningkatan pendidikan dan keterampilan.

Berbagai kebijaksanaan dan langkah-langkah telah ditempuh untuk lebih menyeimbangkan persebaran penduduk yang kurang merata antara lain melalui program transmigrasi. Program transmigrasi di samping sebagai upaya untuk menyerasikan pembangunan antar daerah, dimaksudkan pula untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui peningkatan produktifitas te-naga kerja pertanian. Dalam rangka mengusahakan perpindahan penduduk ke kota-kota yang lebih kecil, untuk mengurangi laju perpindahan penduduk ke kota-kota besar, telah dilaksanakan berbagai program pembangunan kota-kota kecil dan sedang.

2. Keluarga Berencana

Kebijaksanaan pembangunan juga diarahkan untuk menurunkan tingkat kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, telah dirumuskan kebijaksanaan ke-luarga berencana untuk mempercepat penurunan tingkat kelahir-an, sekaligus juga diarahkan untuk mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab. Kebijaksanaan tersebut selanjutnya telah dipadukan dengan kebijaksanaan pembangunan sektor-sektor yang langsung maupun tidak lang-sung berpengaruh terhadap penurunan tingkat kelahiran.

Pada tahun 1987/88 kebijaksanaan dan program keluarga berencana diarahkan pada langkah-langkah antara, lain sebagai berikut:

a.Meningkatkan penerangan dan motivasi keluarga berencana. untuk mendorong tumbuhnya kesadaran akan kebutuhan terhadap keluarga berencana sebagai bagian dari kebutuhan kehidupan mereka.

XIX/6

XIX/7

b. Meningkatkan upaya pelembagaan keluarga berencana mela-lui keikutsertaan masyarakat secara kreatif dan aktif dalam program kependudukan dan keluarga berencana untuk mendorong kesiapan masyarakat untuk mengambil alih peran pengelolaan program.

c. Membina dan mengembangkan pengertian, kesadaran dan perubahan sikap serta tingkah laku yang bertanggungjawab dan rasional terhadap masalah kependudukan dan keluarga berencana bagi generasi muda baik yang berada di bangku sekolah maupun yang tidak.

d. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis operasional para pengelola dan pelaksanaan program keluarga berencana.

e. Memantapkan kesertaan dalam program KB dengan mendorong pemakaian alat kontrasepsi yang lebih efektif dengan tingkat perlindungan terhadap kehamilan yang lebih tinggi.

f. Memantapkan pemakaian alat kontrasepsi terutama bagi mereka yang tinggal di daerah yang sukar dijangkau dan daerah transmigrasi.

g. Meningkatkan keterpaduan dengan program pembangunan lainnya baik dalam bentuk keterpaduan program maupun keterpaduan struktural untuk memelihara kesertaan serta meningkatkan kesejahteraan peserta keluarga berencana.

C. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN

1. Kependudukan

a. Pertumbuhan Penduduk, Kelahiran dan Kematian

Menurut hasil Survai Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1985 diperkirakan sebe-sar 164,0 juta orang. Jika dibandingkan dengan jumlah pendu-duk pada tahun 1980 sebesar 147,5 juta, terdapat rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,1% per tahun antara 1980 - 1985. Sementara itu rata-rata laju pertumbuhan penduduk untuk kurun waktu 1971 - 1980 adalah 2,3% per tahun., Dengan demikian, telah terjadi percepatan laju penurunan pertumbuhan penduduk antara kurun waktu 1971 - 1980 dan 1980 - 1985. Namun, rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama 1980 - 1985

XIX/8

yang sebesar 2,1% per tahun tersebut dirasakan masih cukup tinggi. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mempercepat penurunan laju pertumbuhan penduduk masih perlu terus ditingkat-kan melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Usaha ini antara lain dilakukan melalui program keluarga berencana dan integrasi program keluarga berencana dan kependudukan dengan pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang lainnya.

Sasaran jangka panjang program kependudukan adalah menurunkan angka kelahiran sebesar setengah dari angka kelahiran pada tahun 1971 yaitu sebesar 44,0 kelahiran per seribu penduduk. Pada tahun 1983 yaitu awal Repelita IV angka kelahiran kasar diperkirakan sebesar 33,5 kelahiran per seribu penduduk. Berdasarkan hasil SUPAS 1985, diperkirakan angka kelahiran kasar pada tahun 1987 adalah sebesar 29,2 kelahiran per seribu penduduk. Data ini menunjukkan adanya penurunan angka kelahiran sebesar 12,8% selama kurun waktu 1983 - 1987. Jika dibandingkan dengan sasaran Repelita IV yang menentukan angka kelahiran kasar diturunkan menjadi 31,0 kelahiran per seribu penduduk, maka data tersebut juga menunjukkan bahwa sasaran tingkat kelahiran pada akhir Repelita IV telah dapat dicapai pada tahun 1987. S mentara itu, angka fertilitas juga mengalami penurunan sebesar 37,5% yang ditunjukkan dengan menurunnya rata-rata jumlah anak yang dilahirkan per wanita umur 15 - 49 tahun dari rata-rata sebesar 5,6 anak pada tahun 1971 menjadi 3,5 anak pada tahun 1987.

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa perbaikan sosial ekonomi dan pelaksanaan program kependudukan dan keluarga berencana selama empat tahun pertama Repelita IV telah mampu mempercepat penurunan tingkat kelahiran kasar maupun tingkat fertilitas. Oleh karena itu, perlu diteruskan usaha untuk memacu penurunan tingkat kelahiran tersebut guna memantapkan keadaan kependudukan dalam Repelita V.

Usaha untuk menurunkan tingkat kematian dilakukan melalui perbaikan keadaan sosial ekonomi penduduk pada umumnya dan usaha perbaikan kesehatan penduduk pada khususnya. Dari data yang ada, terlihat adanya penurunan angka kematian kasar dari 11,7 pada tahun 1983 menjadi 8,3 orang per seribu pendu-duk pada tahun 1987, atau turun sebesar 29,1% selama periode 1983 - 1987. Di samping penurunan angka kematian kasar, ting-kat kematian bayi juga mengalami penurunan dari 90,3 pada akhir Repelita III menjadi sekitar 70,0 per seribu kelahiran pada tahun 1987. Keberhasilan pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu gizi penduduk merupakan langkah penting untuk mem

XIX/9

percepat penurunan tingkat kematian bayi, yang selanjutnya akan meningkatkan angka harapan hidup. Data yang ada menunjukkan adanya peningkatan angka harapan hidup dari 46 tahun pada tahun 1971 menjadi 53 tahun pada tahun 1983 dan naik lagi menjadi 59 tahun pada tahun 1985. Dengan demikian, se-lama periode 1971 - 1985 telah terjadi peningkatan angka harapan hidup sebesar 28,3%.

Dengan tersedianya data kependudukan hasil Survai Penduduk Antar Senaus 1985, serta data-data lain sebelumnya, maka dalam tahun 1987/88 telah dapat dilakukan proyekai penduduk yang dirinci menurut propinsi, jenis kelamin, kelompok umur, dan sebagainya yang berguna sebagai bahan masukan bagi penyusunan rencana dan kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah dalam kurun waktu selanjutnya.

b. Penundaan Umur Perkawinan

Sebagai akibat tingginya tingkat kelahiran di masa lalu, jumlah penduduk Indonesia yang berumur muda secara relatif masih besar. Misalnya pada tahun 1980,,persentase penduduk wanita berumur 15 - 29 adalah sebesar 14,0%. Persentase tersebut pada tahun 1985 adalah 14,3%. Dengan jumlah penduduk muda yang banyak tersebut maka usaha untuk mempercepat penurunan angka kelahiran harus didukung oleh usaha peningkatan umur perkawinan. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini melalui program kependudukan dan KB dilakukan penerangan kepada generasi muda untuk melakukan penundaan usia perkawinan, misalnya minimal 20 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria. Tujuan penundaan perkawinan, di samping sebagai upaya penurunan tingkat kelahiran, juga untuk mengurangi baik bahaya terhadap kesehatan ibu pada saat melahirkan maupun bahaya untuk kesehatan anak yang dilahirkan serta perawatan anak. Sementara itu, data yang ada menunjukkan adanya kenaikan rata-rata umur perkawinan pertama untuk wanita dari 20,1 tahun pada tahun 1980 menjadi 21,2 tahun pada tahun 1985. Rata-rata umur perkawinan pertama pada tahun 1987 diperkirakan 22,1 tahun.

c. Peningkatan Tingkat Pendidikan

Dengan jumlah penduduk yang besar serta pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi, maka kualitas penduduk yang mempunyai produktivitas dan kualitas yang memadai, baik dari segi fisik maupun dari segi non fisik, bagi Indonesia menjadi masalah yang makin penting demi dapat didayagunakannya bagi

pembangunan. Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivi-tas dan kualitas penduduk adalah meningkatkan pendidikan. Oleh karena itu, program pembangunan di bidang pendidikan terus ditingkatkan. Peningkatan pendidikan penduduk tersebut selanjutnya juga akan mendorong kesediaan untuk. menerima tatanan hidup baru termasuk keluarga berencana, melakukan perencanaan keluarga maupun melangsungkan perkawinan pada usia yang lebih tua.

Kebijaksanaan wajib belajar bagi penduduk usia sekolah telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Data yang ada menunjukkan, bahwa angka partisipasi sekolah pada Sekolah Dasar telah naik dari 97,2% pada akhir Repelita III menjadi 99,6% pada tahun 1987/88. Sementara itu, peningkatan yang cukup menggembirakan ditunjukkan pada tingkat SMTP dan SMTA. Dalam kurun waktu yang sama terdapat kenaikan angka partisipasi untuk tingkat SMTP dan SMTA masing-masing sebesar 13,6% dan 7,9%.

d. Peningkatan peranan lembaga swadaya masyarakat

Masalah kependudukan merupakan masalah jangka panjang sehingga pemecahannya memerlukan peranserta seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, sejak tahun 1986/87 telah dirintis peningkatan peranserta lembaga swadaya masyarakat di bidang kependudukan. Pada tahun 1987/88 telah diberikan penataran kepada 60 orang wakil-wakil lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kependudukan mengenai masalah kependudukan, pengelolaan lembaga serta cara-cara partisipasi aktif lembaga swadaya masyarakat dalam penanggulangan masalah kependudukan.

Dengan tambahan pengetahuan tersebut, lembaga swadaya masyarakat dapat aecara aktif melakukan penerangan mengenai masalah kependudukan kepada anggotanya serta masyarakat sekelilingnya. Dengan demikian, kesadaran mengenai masalah kependudukan akan tumbuh secara luas di masyarakat sehingga penanganan masalahnya dapat dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan.

e. Peningkatan pusat studi kependudukan

Permasalahan kependudukan di Indonesia memerlukan pemantauan secara berkesinambungan. Oleh karena itu berbagai usaha telah dirintis dan dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan pusat studi kependudukan yang melakukan penelitian di bidang

XIX/10

XIX/11

kependudukan. Pada tahap pertama telah diberikan peralatan komputer mikro kepada 30 pusat studi kependudukan untuk meningkatkan kemampuan pengolahan dan analisis data. Dalam tahun 1987/88, telah pula diberikan bantuan pelaksanaan pene-litian serta buku-buku untuk perpustakaan serta pemberian tugas belajar jangka panjang kepada 11 orang peneliti untuk memperdalam pengetahuan mereka di bidang kependudukan.

Di samping penelitian lokal yang dilakukan sendiri oleh pusat studi kependudukan, beberapa pusat studi kependudukan juga telah diikutsertakan dalam penelitian yang lebih besar. Masalah penelitian yang dilakukan antara lain mengenai Proses Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan, Umur Perkawinan di Jawa Barat, Masalah Kependudukan di Pulau Batam, Analisis Tingkat Fertilitas dan Mortalitas, serta Analisis Migrasi Penduduk.

Dalam tahun 1987/88 telah pula diberikan latihan teknik perencanaan kependudukan dengan pendekatan rumah tangga kepa-da pusat-pusat studi kependudukan. Latihan ini juga diikuti oleh petugas kependudukan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

f. Program Terpadu Kependudukan dan Keluarga Berencana

Untuk mewujudkan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS), maka pelaksanaan program keluarga berencana dipadukan dengan program pembangunan lainnya baik dalam bentuk keterpaduan program maupun keterpaduan struktural. Mengingat adanya saling keterkaitan antara program keluarga berencana dengan program pembangunan lainnya seperti keterkaitan ekonomi, sosial dan budaya, maka diperlukan adanya ke-terpaduan struktural. Sejalan dengan hal tersebut, dibentuk forum komunikasi mulai dari tingkat pusat hingga tingkat desa. Di tingkat pusat terbentuk Forum Konsultasi Unit Pelaksana (FKU), di Propinsi, Kabupaten/Kecamatan berupa Kelompok Kerja Fungsional (Pokjanal), di Kecamatan berupa Tim Operasional Keluarga Berencana (Top KB) sedangkan di tingkat Desa berupa Tim Pembina LKMD. Dengan adanya forum komunikasi tersebut berbagai pihak dapat secara langsung mengutarakan masalah yang terjadi serta mencari penyelesaian secara bersama.

Untuk lebih memantapkan koordinasi dan pengelolaan kegiatan keterpaduan program KB-Kesehatan, maka dibentuk Tim Kerja yang bertugas mengkoordinasikan rencana dan menyelenggarakan Program Integrasi KB dan Kesehatan. Untuk itu, di berbagai daerah telah dilakukan langkah-langkah sebagai pen-

XIX/12

dukung pelakaanaan kegiatan keterpaduan tersebut. Di Jawa Tengah dilaksanakan penyusunan rencana dan pengembangan pola manajemen operasional program terpadu KB-Kesehatan. Di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat dilakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan kegiatan program terpadu KB-Kesehatan. Dan di Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat telah diadakan penelaahan mengenai kegiatan program KB Terpadu.

Selain dilakukan kegiatan program terpadu KB-Kesehatan, juga dilakukan Program Integrasi KB-Gizi dalam bentuk Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Sejak tahun 1984 pelaksanaan program itu didukung dengan kebijaksanaan baru untuk lebih mempertajam tugas dan fungai lembaga-lembaga yang terkait. Sejalan dengan hal tersebut telah dilakukan perubahan kurikulum latihan dasar UPGK bagi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Dengan adanya kurikulum yang baru tersebut, maka tugas dan fungsi PLKB lebih difokuskan pada bidang pencatatan laporan, edukasi, komunikasi dan informasi.

Sementara itu telah dikembangkan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) dalam rangka menunjang pencapaian tujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kepada kelompok-kelompok peserta keluarga berencana diberikan modal untuk berbagai jenis usaha tanpa dikenakan bunga. Dalam jang-ka waktu 2 - 3 tahun, modal tersebut harus dikembalikan dan selanjutnya akan diberikan kepada kelompok yang lain. Dengan demikian, terjadi penanaman modal secara berkeainambungan antar kelompok akseptor. Hingga tahun 1987/88 jumlah akseptor KB yang tercatat sebagai anggota kelompok UPPKA adalah sekitar 816.000 orang yang terbagi dalam 22.765 kelompok dengan jumlah modal Rp 2,3 milyar dan jumlah uang beredar Rp. 3,9 milyar.

Untuk meningkatkan liputan kegiatan UPPKA ini telah dilakukan kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia. Untuk tahapan pertama telah dilakukan uji coba pemberian kredit bagi tiga kelompok Peserta KB masing-masing di propinsi DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.

Hal lain dari peningkatan kesejahteraan keluarga yang dipadukan dalam program keluarga berencana adalah peningkatan kecerdasan anak balita. Program ini dipadukan dengan program peningkatan peranan wanita dan perpaduannya disebut program Bina Keluarga dan Balita (BKB). Jika pada tahun 1986/87 program ini baru meliput 251 desa di 18 propinsi maka pada tahun 1987/88 telah meliput 438 desa di 27 propinsi.

Kegiatan yang dilakukan dalam program tersebut antara lain adalah melatih instruktur program BKB tingkat Propinsi dan Kabupaten, orientasi.pemuka masyarakat dari tingkat Propinsi hingga Desa, latihan kader BKB tingkat Propinsi, pengadaan Alat Peraga Edukatif (APE), penentuan kelompok kerja (Pokja) BKB tingkat pusat dan daerah, penyuluhan-penyuluhan, pembuatan pedoman pelaporan BKB dan latihan pembuatan APE bagi para lulusan STM Pertukangan setempat. Dengan demikian, program terpadu BKB ini tidak hanya bermanfaat bagi program keluarga berencana tetapi juga membantu memperluas lapangan kerja bagi tenaga terampil setempat.

Usaha lain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan peserta keluarga berencana adalah pemberian kelapa hibrida. Dalam tahun 1987/88 telah diberikan 1,2 juta benih kelapa hibrida kepada 420 ribu peserta KB di 25 propinsi. Pemberian kelapa hibrida ini bertujuan untuk meluaskan areal penanaman kelapa di lahan pekarangan dalam rangka meningkatkan produksi kelapa dan meningkatkan gizi dan meningkatkan pendapatan masyarakat pada umumnya, di samping merangsang masyarakat untuk tetap menjadi peserta keluarga berencana.

Dalam rangka peningkatan program keluarga berencana di lingkungan perusahaan, dilakukan kerjasama dengan instansi dan organisasi yang berkepentingan. Dengan demikian perusaha-an dapat mengembangkan program keluarga berencana di lingkungan kerjanya secara profesional dan terpadu dengan kegiatan-kegiatan kesejahteraan lainnya. Program KB di perusahaan ini dilaksanakan dengan memanfaatkan sarana yang ada. Untuk perusahaan-perusahaan yang tidak mempunyai klinik, pelayanan KB dilakukan melalui sistem rujukan atau Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK).

Pelaksanaan program terpadu KB-Transmigrasi dimaksudkan untuk membina keikutsertaan peserta keluarga berencana yang turut program transmigrasi, sehingga mereka dapat merupakan tenaga produktif bagi daerah penerima. Program ini dirintis di 5 propinsi, yaitu Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. Pada tahun 1987/88 telah dilakukan lokakarya Perumusan Pola-pola Pelaksanaan Program KB di lingkungan masyarakat transmigrasi dan penyusunan kurikulum dan buku petunjuk untuk katagori latihan bagi pengelola, pelak-sana dan kader di lingkungan rasyarakat transmigrasi.

g. Keserasian Kependudukan dan Lingkungan Hidup

Pelaksanaan kebijaksanaan kependudukan dalam kaitannya

XIX/13

XIX/14

dengan lingkungan hidup berpegang pada prinsip keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Kemampuan penduduk perlu ditingkatkan guna memanfaatkan alam dan lingkungan untuk pembangunan, sedangkan pemeliharaan dan peningkatan lingkungan hidup diperlukan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di antara berbagai segi dari masalah kaitan antara kependudukan dan lingkungan hidup ini dalam empat tahun pertama Repelita IV telah dirintis penanganan beberapa segi penting, yaitu lingkungan hidup sosial, kualitas penduduk dan wawasan serta kesadaran masyarakat.

Kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup sosial diawali dengan penjabaran konsepnya yang dilakukan dalam tahun 1984/85. Selanjutnya, untuk memantapkan konsep tersebut telah dilakukan penelitian mengenai masalah keserasian soaial, termasuk uji coba metode pengkajian analisa dampak soaial, di 7 daerah.

Rumusan konsep kualitas non fisik penduduk telah dijabarkan dalam beberapa perangkat, meliputi kualitas pribadi, kualitas bermasyarakat, kualitas spiritual dan kualitas kekaryaan. Perangkat ini telah diujicobakan melalui penelitian di 15 propinsi.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keserasian antara kependudukan dan lingkungan hidup telah pula dilakukan penerangan baik melalui media cetak maupun media elektronik. Hal ini antara lain dilaksanakan dengan penerbitan berkala kependudukan dan lingkungan hidup "Serasi". Di samping itu, telah pula dilakukan pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup untuk 1.088 orang pada tahun 1986/87 dan 1.172 orang pada tahun 1987/88. Pendidikan sejenis juga dilakukan untuk 3.313 pegawai negeri sipil melalui integrasi dengan program Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan (SEPALA) dan Madya (SEPADYA) serta Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi (SESPA).

Sebagai perangkat untuk melakukan pemantauan keserasian kependudukan dan lingkungan hidup telah pula dikembangkan konsep Neraca Kependudukan dan Lingkungan hidup Daerah (NKLD). NLKD ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk menilai keserasian hubungan antara Kependudukan dan lingkungan hidup dan daerah. Pada tahun 1985/86, NKLD dilaksanakan di 7 propinsi sedangkan pada tahun 1987/88 telah dilakukan di 21 propinsi.

XIX/15

2. Keluarga Berencana

a. Penerangan dan Motivasi

Peningkatan kesadaran masyarakat dan sikap positif terhadap keluarga berencana dilaksanakan melalui pemberian penerangan dan motivasi. Dalam tahun 1987/88, pesan-pesan penerangan diarahkan untuk mengajak.penduduk memakai alat kontra-sepsi yang lebih mantap. Sementara itu, penerangan dan motivasi keluarga berencana untuk suami/bapak sejak tahun 1986/87 terus ditingkatkan dan digalakkan mengingat dari seluruh pe-serta keluarga berencana baru 5% yang pria. Penerimaan KB oleh suami juga akan mendorong pemakaian kontrasepsi oleh isteri.

Penerangan secara massal melalui media elektronik dilakukan melalui kerja sama dengan TVRI. Dalam tahun 1987/88 telah dapat diselesaikan 38 buah episoda drama mengenai KB dan kehidupan berkeluarga berencana. Jumlah keseluruhan yang akan diproduksikan ada 52 buah. Dalam tahun 1987/88 dari 38 buah tersebut telah ditayangkan setiap dua minggu sekali se-banyak 26 buah.

Di samping penerangan secara massal melalui media cetak dan elektronika, penggarapan penerangan dan motivasi juga dilakukan secara khusus dengan meningkatkan peranserta para ulama dan pesantren. Kepada generasi muda dan remaja melalui organisasi pemuda, karang taruna, pramuka dan sebagainya, diberikan penerangan tentang masalah kependudukan serta usahausaha pemecahannya.

Pendekatan perorangan juga terus ditingkatkan pelaksanaannya guna menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan kebutuhan berkeluarga berencana. Dalam melaksanakan pendekatan per-orangan ini, telah disiagakan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang jumlahnya terus ditingkatkan. Pada tahun 1983/84 jumlah PLKH ada sebanyak 12.307 orang. Jumlah itu telah meningkat menjadi 15.525 orang pada tahun 1987/88, termasuk 1.000 orang PLKB yang mempunyai keterampilan sebagai perawat.

Dengan makin meningkatnya pengetahuan penduduk mengenai keluarga berencana maka di.tingkatkan pula penerangan medis yang dilakukan di rumah sakit. Di sini diberikan penerangan mengenai cara-cara pemakaian alat kontrasepsi serta keuntungannya. Dengan demikian, para calon peserta keluarga berencana

XIX/16

akan dapat melakukan pemilihan alat kontrasepsi yang akan dipakai secara lebih mantap.

Untuk meliput dan memperluas cakupan wilayah pelaksanaan program keluarga berencana, maka perhatian juga diberikan kepada daerah-daerah terpencil dengan menggunakan Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK) dan Unit Penerangan Keliling. TKBK mempunyai tugas ganda, yaitu penerangan dan pelayanan kontrasepsi. Seorang petugas lapangan dapat mendatangi tempat/lokasi calon peserta keluarga berencana dan melaksanakan kedua hal tersebut.

b. Pelembagaan program

Tujuan akhir dari Penerangan dan motivasi keluarga berencana pada dasarnya adalah pelembagaan program keluarga berencana, yaitu tumbuhnya keikutsertaan masyarakat secara aktif dan kreatif. Dengan demikian masyarakat pada waktunya akan dapat mengambil alih peran pengelolaan dan pelaksanaan program keluarga berencana secara mandiri dan penuh rasa tanggung jawab.

Hasil yang menggembirakan dari usaha pelembagaan program keluarga berencana ini ditandai dengan semakin tumbuhnya kelompok dan paguyuban peserta keluarga berencane dalam bentuk Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan Sub-Pem-bantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub-PPKBD) yang diben-tuk secara sukarela. Jumlah PPKBD dan Sub-PPKBD dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1986/87 jumlahnya adalah 273.387 buah dan pada tahun 1987/88 meningkat menjadi 287.375 buah. Ini berarti telah terjadi kenaikan sebanyak 13.988 kelompok dalam satu tahun (Tabel XIX-1). Jika diban-dingkan dengan keadaan pada akhir Repelita III maka jumlah PPKBD dan Sub-PPKBD telah naik sebanyak 103.184 kelompok atau sekitar 56,0%.

Peranan PPKBD dan Sub-PPKBD juga ditingkatkan. Jika sebelum adanya PPKBD dan Sub-PPKBD penyaluran alat kontrasepsi pil dan kondom dilakukan melalui pusat-pusat pelayanan atau PLKB yang ada, maka penyaluran tersebut kini dilakukan oleh PPKBD dan Sub-PPKBD. Dengan demikian, peserta keluarga berencana memperoleh kemudahan dalam mendapatkan alat-alat kontra-sepsi.

Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan PPKBD dan Sub-PPKBD menunjukkan bahwa peserta keluarga berencana tidak hanya me-

TABEL XIX - 1

JUMLAH PEMBANTU PEMBINA KELUARGA BERENCANA DESA,1983/84 - 1987/88(buah)

Jenis kelompok

Peserta KB

1983/84

Repelita

IV

1984/85

1985/86

1986/87

1987/88

Pembantu PembinaKB Desa (PPKBD)

57.440

65.559

69.858

71.958

74.941

Sub-PembantuPembina KB Desa(Sub-PPKBD)

126.751

185.416

193.715

201.429

212.434

Jumlah

184.191

250.975

263.573

273.387

287.375

XIX/17

rasakan dirinya sebagai sasaran program keluarga berencana, tetapi juga telah merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab atas perluasan dan kelestarian program keluarga berencana. Dengan demikian, dapat diharapkan mereka akan secara sukarela menjadi motivator dan pengelola program kependudukan dan keluarga berencana di daerah sekitarnya. Keadaan ini merupakan tahapan penting dalam rangka alih peran program keluarga berencana kepada masyarakat yang selanjutnya merupakan langkah awal dari penggalakan KB Mandiri.

Usaha lain dalam rangka pelembagaan program keluarga berencana dilakukan melalui perusahaan swasta dan organisasi profesi. Langkah-langkah yang telah dilakukan aritara lain adalah peningkatan jumlah dokter dan bidan praktek untuk memberikan pelayanan keluarga berencana, peningkatan klinik keluarga berencana di perusahaan-perusahaan, peningkatan kesejahteraan peserta keluarga berencana serta pemberian potongan harga dan pemasangan iklan yang menarik perhatian umum oleh berbagai usaha kepada para peserta keluarga. berencana.

c. Pendidikan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Tujuan pendidikan kependudukan dan keluarga berencana adalah untuk menumbuhkan serta mengembangkan pengertian, kesadaran dan perubahan sikap serta tingkah laku yang bertanggungjawab dan rasional terhadap masalah kependudukan dan keluarga berencana. Mengingat bahwa jumlah penduduk muda usia masih sangat besar maka pendidikan kependudukan dan keluarga berencana ini terutama diarahkan bagi generasi muda baik yang berada di bangku sekolah maupun yang tidak. Dengan demikian, setelah tiba masanya mereka diharapkan bersedia melakaanakan keluarga berencana.

Langkah awal yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan pendidikan kependudukan dilakukan melalui penataran guru-guru pendidikan agama Islam, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, bahasa Indonesia dan pendidikan moral Pancasila. Selanjutnya, sejak tahun 1985/86 dalam rangka peningkatan efisiensi pelaksanaan pendidikan kependudukan ini, penataran ditujukan kepada kepala sekolah, penilik sekolah dan pengawas sekolah. Untuk menunjang penataran tersebut telah pula disusun bahan pengajaran, kurikulum, pedoman pelaksanaan pendidikan dan pengadaan buku bacaan serta alat-alat peraga pendidikan kependudukan dan keluarga berencana. Pada tahun 1983/84, tahun terakhir Repelita III, telah dididik sebanyak 16.642 orang guru pendidikan kependudukan untuk berbagai jenis ting-

XIX/18

XIX/19

katan pendidikan. Pada tahun 1987/88 jumlah tersebut telah meningkat menjadi 86.073 orang (Tabel XIX-2). Dari jumlah tersebut, jumlah kepala sekolah, pengawas dan penilik sekolah yang mendapatkan pendidikan kependudukan dan keluarga berencana makin diperbesar dan pada tahun 1987/88 mencapai 4.634 orang. Di samping itu pada tahun 1987/88 juga diadakan pendidikan kependudukan kepada sekitar 375 dosen Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan serta Fakultas Pendidikan dari universitas negeri dan swasta.

Usaha menumbuhkan kesadaran akan masalah kependudukan dan KB bagi penduduk yang akan memasuki usia subur (Pra-PUS) dilakukan dengan memberikan pendidikan KB. Oleh karena itu, pendidikan keluarga berencana selain dilakukan melalui jalur pendidikan formal juga dilakukan di luar jalur sekolah. Usaha ini secara efektif telah dimulai sejak tahun 1986/87 dengan melatih lebih dari 12.481 orang, sedangkan pada tahun 1987/88 telah diberikan latihan kepada 73.540 orang. Kepada mereka diberikan pengetahuan mengenai masalah kependudukan baik ma-salah jangka pendek maupun masalah jangka panjang termasuk pengetahuan mengenai reproduksi. Dengan demikian, mereka sudah mempunyai kesadaran tinggi mengenai masalah kependuduk-an pada saat mereka mulai berumah tangga dan mereka akan bersedia melaksanakan KB pada saat membutuhkan.

d. Pendidikan dan Latihan Tenaga Program

Peningkatan keterampilan tenaga program merupakan salah satu kegiatan penting dalam program keluarga berencana. Dengan peningkatan keterampilan tersebut diharapkan adanya peningkatan kemampuan petugas operasional dalam memberikan pelayanan maupun pengelolaan program. Selama tahun 1987/88 telah dilakukan pendidikan dan latihan bagi 75.322 orang tenaga program keluarga berencana (Tabel XIX-3). Dari jumlah tersebut, 30.457 orang diantaranya adalah kader Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK), sedangkan 36.541 orang adalah pe-muka masyarakat. Di samping itu, dalam tahun 1987/88 telah pula dilakukan pendidikan dan latihan keluarga berencana kepada sekitar 1.000 orang perawat yang selanjutnya ditugaskan sebagai Petugas Lapangan Keluarga Berencana. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1986/87, maka jumlah tenaga program yang mendapatkan pendidikan dan latihan keluarga berencana tersebut telah mencapai lebih dari satu setengah kali lipat.

Upaya lain yang dilakukan untuk lebih mengembangkan pe-ngetahuan tenaga program KB adalah dengan memberikan pendi-

TABEL XIX - 2

JUMLAH TENAGA GURU YANG MENDAPATKANLATIHAN PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN,1983/84 - 1987/88(orang)

1) Sejak tahun 1986/87, jumlah guru termasuk kepala sekolah,penilik dan pengawas sekolah.

2) Angka diperbaiki

TABEL XIX – 3

JUMLAH TENAGA PROGRAM KB YANG MENDAPATKAN

PENDIDIKAN DAN LATIHAN KELUARGA BERENCANA,

1983/84 – 1987/88

(orang)

XIX/20

XIX/21

dikan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selama lima tahun terakhir ini telah diberikan tugas belajar bagi lebih dari 138 orang untuk pendidikan jangka pendek di luar negeri, sedangkan untuk pendidikan jangka panjang di dalam atau di luar negeri telah ditugaskan kepada 254 orang. Di antara jumlah tersebut termasuk yang ditugaskan pada tahun 1987/88 untuk mendapatkan pendidikan jangka pendek sebanyak 50 orang di luar negeri dan 37 orang di dalam negeri.

e. Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan keluarga berencana secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu pelayanan pendistribusian alat kontrasepsi oral (yaitu pil dan kondom) dan pelayanan medis keluarga berencana. Pada awal pelaksanaan program keluarga berencana, kedua jenis pelayanan tersebut dilakukan melalui klinik keluarga berencana. Dengan makin luasnya jangkauan program, maka sarana pelayanan secara bertahap telah ditingkatkan melalui rumah sakit dan Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK) terutama untuk daerah terpencil yang sukar dijangkau. Sementara itu, pos keluarga berencana, PPKBD dan Sub-PPKBD dipakai sebagai sarana pelayanan alat kontrasepsi kondom dan pil. Perkembangan pengadaan klinik keluarga berencaria selama periode 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat pada Tabel XIX-4 dan Grafik XIX-1. Jumlah klinik keluarga berencana pada tahun 1983/84 adalah sebanyak 7.064 buah. Jumlah ini telah diusahakan meningkat terus setiap tahun sehingga pada tahun 1987/88 telah mencapai 8.880 buah. Kenaikan jumlah kli-nik yang terbesar ternyata terdapat pada klinik keluarga berencana swasta yang naik dari 556 buah pada tahun 1983/84 menjadi 910 buah pada tahun 1987/88 atau sekitar 63,7% selama lima tahun. Hal ini tidak hanya menunjukkan tambahan pengada-an sarana pelayanan tetapi sekaligus menunjukkan peningkatan partisipasi pihak swasta dalam mensukseskan program keluarga berencana.

Dengan adanya kebijaksanaan bahwa semua rumah sakit diharuskan memberikan pelayanan keluarga berencana maka pengadaan sarana pelayanan keluarga berencana melalui rumah sakit juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1983/84 jumlah rumah sakit yang memberikan pelayanan keluarga berencana ada sebanyak 433 buah. Jumlah ini meningkat menjadi 954 buah pada tahun 1987/88, yang terdiri dari 137 rumah sakit milik swasta dan 817 rumah sakit milik Pemerintah. Di samping itu, sejak tahun 1986/87 secara bertahap telah dilakukan renovasi tempat pelayanan keluarga berencana di rumah sakit tipe B, agar dapat meningkatkan pelayanan kontrasepsi dengan lebih mantap.

TABEL XIX - 4

JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA MENURUT STATUS,1983/84 - 1987/88( buah )

Repelita IV

Status Klinik

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/48

Departemen Kesehatan

5.790

6.135

6.537

6.820

7.112

A B R I

479

482

518

523

518

Instansi Pemerintah lainnya

239

261

281

319

340

Swasta

556

631

737

802

910

Jumlah

7.064

7.509

8.073

8.464

8.880

XIX/22

GRAFIK XIX - 1

JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA MENURUT STATUS,

1983/84 - 1987/88

XIX/23

XIX/24

Untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dilakukan pelayanan keliling atau Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK) yang juga mempunyai fungsi memberikan penerangan dan motivasi. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pelayanan ganda secara keliling ini sangat efektif dalam usaha pembinaan peser-ta KB. Oleh karena itu frekuensi TKBK ditingkatkan terus dari tahun ke tahun (Tabel XIX-5). Pada tahun 1983/84 jumlah kegi-atan TKBK mencapai 391.714 kali; sejak itu terus meningkat sehingga mencapai frekuensi sebanyak 1.501.494 kali pada tahun 1987/88, yang berarti hampir empat kali lipat jumlahnya jika dibandingkan tahun 1983/84.

Sejalan dengan peningkatan jumlah klinik keluarga berencana, maka jumlah personil di klinik KB juga ditingkatkan. Jumlah tenaga program pada klinik keluarga berencana selama tahun 1983/84 hingga tahun 1987/88 disajikan dalam Tabel XIX-6 dan Grafik XIX-2. Pada tahun 1983/84 terdapat 20.953 orang tenaga program dan telah naik menjadi 32.715 orang pada tahun 1987/88 dengan perincian dokter 7.797 orang, bidan 10.175 orang, pembantu bidan 7.727 orang dan 7.016 orang tenaga administrasi yang mempunyai tugas utama untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan KB melalui klinik. Jika di-perhatikan angka-angka dalam Tabel XIX-6 tersebut, terlihat adanya kenaikan jumlah tenaga program untuk setiap kelompok. Di samping tenaga-tenaga tersebut, terdapat pula sekitar 6.000 orang tenaga Pekarya Kesehatan yang membantu pelayanan program keluarga berencana melalui klinik KB.

f. Pencapaian Peserta KB Baru

Salah satu sasaran keluarga berencana adalah meningkatkan jumlah peserta KB baru, yaitu dengan mengajak pasangan usia subur untuk berkeluarga berencana. Pencapaian sasaran tersebut selama empat tahun pertama Repelita IV dan keadaan pada akhir Repelita III disajikan dalam Tabel XIX-7. Pada tahun 1983/84 dapat diajak sebanyak 5,2 juta pasangan usia subur untuk menjadi peserta keluarga berencana yang terdiri dari 3,9 juta pasangan usia subur di Jawa-Bali, dan 1,3 juta pasangan usia subur di Luar Jawa-Bali. Dibandingkan dengan sasaran Repelita, pencapaian peserta KB baru tersebut untuk seluruh Indonesia adalah sebesar 185,6%, sedangkan untuk Jawa-Bali terdapat pencapaian sebesar 194,7%.

Pasangan usia subur yang berhasil diajak menjadi peserta KB baru pada tahun 1987/88 adalah sebanyak 5,2 juta. Sementara itu, sasaran Repelitanya adalah 5,3 juta sehingga ter-

TABEL XIX - 5

JUMLAH KEGIATAN TIM KB KELILING (TKBK),1983/84 - 1987/88( buah )

TABEL XIX – 6

JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA,

1983/84 – 1987/88

(orang)

XIX/25

GRAFIK XIX - 2

JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA,1983/84 - 1987/88

XIX/26

TABEL XIX - 7

PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB BARU,1983/84 - 1987/88(ribu orang)

XIX/27

dapat pencapaian sekitar 97,9%. Kurangnya pencapaian peserta KB baru tersebut disebabkan oleh sedikitnya pasangan usia subur yang berhasil diajak berkeluarga berencana di wilayah Jawa-Bali yaitu hanya 95,4% dari sasaran Repelita IV. Sedang-kan untuk wilayah luar Jawa-Bali pencapaiannya masih dapat melampaui sasaran Repelita IV sebesar 3,7%.

Tabel XIX-8 dan Grafik XIX-3 menunjukkan persentase peserta KB baru menurut jenis alat kontrasepsi yang dipilih. Terlihat bahwa 44,1% peserta KB baru pada tahun 1983/84 mema-kai alat kontrasepsi pil. Persentase tersebut turun menjadi 41,9% pada tahun 1984/85 dan selanjutnya turun terus sehingga pada tahun 1987/88 tercatat 36,0%. Keadaan sebaliknya terlihat pada alat kontrasepsi suntikan. Pada tahun 1983/84 tercatat hanya 23,4% peserta KB baru yang memilih alat kontrasep-si suntikan. Persentase tersebut naik terus sampai 36,7% pada tahun 1986/87 dan selanjutnya sedikit menurun pada tahun 1987/88 menjadi 33,7%. Kenaikan yang terus terjadi sampai de-ngan tahun 1987/88 ditunjukkan untuk kontrasepsi mantap yang diklasifikasikan sebagai "Lain-lain" dan "Norplant". Pada tahun 1983/84 persentasenya baru mencapai 2,1% sedangkan pada tahun 1987/88 telah mencapai 5,0%.

Data dalam Tabel XIX-8 menunjukkan gejala yang menggembirakan. Peserta KB baru cenderung untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih efektif sehingga perlindungan terhadap risi-ko kehamilan menjadi lebih terjamin. Data dalam tabel tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemakaian alat kontrasepsi norplant yang mempunyai perlindungan terhadap kehamilan selama 5 tahun. Oleh karena itu, pelayanan kepada peserta KB yang memakai norplant hanya diperlukan lima tahun sekali. Harga norplant cukup mahal, tetapi jika dibandingkan dengan harga alat dan biaya pelayanan selama 5 tahun untuk jenis kontrasepsi lain maka akan ternyata bahwa penggunaan norplant lebih menguntungkan.

Sebagian besar penduduk Indonesia tergolong penduduk muda yang disebabkan tingginya tingkat kelahiran di masa lalu. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengajak mereka (PUS Muda) berkeluarga berencana. Hasil usaha ini ditunjukkan oleh data dalam Tabel XIX-9 dan Grafik XIX-4. Per-sentase peserta KB baru yang berumur dibawah 30 tahun pada tahun 1983/84 adalah 69,8%. Persentase tersebut pada tahun 1987/88 naik menjadi 70,2%. Sementara itu, jika dilihat dari pekerjaan peserta KB baru, terlihat adanya peningkatan peser-ta dengan kategori pekerja swasta (Tabel XIX-10 dan Grafik XIX-5).

XIX/28

TABEL XIX - 8

JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA BARUMENURUT METODE KONTRASEPSI,1983/84 - 1987/88(ribu orang)

Repelita

IV

Metode Kontrasepsi

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/88

P i 1

2.316.2

1.708,0

2.054,5

1.887,8

1.869,1

(44,1%)

(41,9%)

(40,6%)

(38,3%)

(36.0%)

I U D

1.424,5

979,9

1.131,4

905,5

1.136,4

(27,2%)

(24,1%)

(22,3%)

(18,4%)

(21,9%)

Kondom

169,5

136,6

163,4

196,5

174,1

(3,2%)

(3,4%)

(3,2%)

(4,0%)

(3.4%)

Suntikan

1.226,0

1.157,3

1.609,5

1.809,6

1.749.1

(23,4%)

(28,4%)

01,8%)

(36,7%)

(33,7%)

Lain-lain

110,0

91,0

97,1

91,7

117,7

(2,1%)

(2,2%)

(1,9%)

(1,9%)

(2,3%)

Horplant

1)

1)

11,8

37,9

139,3

(0,2%)

(0,7%)

(2,7K)

Jumlah

5.246,2

4.072,8

5.067,7

4.929,0

5.185,7

(l00,0%)

(100.0%)

(100,0%)

(100,0%)

(100,0%)

1) Belum dilaksanakan

XIX/29

GRAFIK XIX – 3

JUMLAH PESERTA KB BARU MENURUT METODE KONTRASEPSI,1983/84 - 1987/88

XIX/30

TABEL XIX – 9

PERSENTASE PESERTA KELUARGA BERENCANA BARUMENURUT KELOMPOK UMUR,1983/84 - 1987/88(%)

1) Angka sementara (sampai dengan bulan Desember 1987)

XIX/31

GRAFIK XIX- 4

PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT KELOMPOK UMUR,1983/84 - 1987/88

XIX/32

TABEL XIX - 10

PERSENTASE PESERTA KELUARGA BERENCANA BARUMENURUT PEKERJAAN SUAMI PESERTA KB,1983/84 - 1987/88(%)

Repelita IV

Pekerjaan Suami

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/88 1)

Pegawai Negeri

8,4

8,8

7,7

5,5

6,9

Pegawai Sxasta

8,3

11,7

10,7

9,7

10,4

A B R I

1,3

2,0

1,8

1,2

1,3

Pedagang

5,7

5,7

5,6

4,9

4,9

P e t a n i

59,0

53,8

58,0

60,9

61,3

Pekerjaan lainnya

17,3

18,0

16,2

17,8

15,2

Jumlah

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

1) Angka sementara (sampai dengan bulan Desember 1987)

XIX/33

GRAFIK XIX - 5

PERSENTASE PESERTA KELUARGA BERENCANA BARUMENURUT PEKERJAAN SUAMI PESERTA KB.1983/84 - 1987/88

XIX/34

g. Pencapaian Peserta KB Aktif

Usaha yang dilakukan agar peserta keluarga berencana te-tap memakai alat kontrasepsi adalah melalui pembinaan peserta keluarga berencana. Cara pembinaan yang pertama dilakukan dengan memberikan pelayanan media bagi peserta yang mendapat gangguan atau komplfkasi sebagai akibat pemakaian alat kontrasepsi. Sedang cara yang kedua adalah dengan meningkatkan kesejahteraan peserta keluarga berencana dan keluarganya sehingga kesertaan mereka menjadi peserta keluarga berencana memberikan hikmah bagi kehidupan keluarga mereka.

Yang dimaksud dengan peserta KB aktif adalah jumlah kumulatif peserta KB baru yang tetap aktif tercatat dalam program keluarga berencana atau mereka yang pernah berpartisipasi dalam program KB. Dengan demikian, jumlah ini menunjukkan tingkat partisipasi penduduk dalam program keluarga berencana. Dalam Tabel XIX-11 disajikan perkembangan jumlah peserta KB aktif selama empat tahun pertama Repelita IV dan keadaan pada akhir Repelita III. Secara nasional terlihat, bahwa pada tahun 1983/84 terdapat peserta KB aktif sebanyak 14.,4 juta pasangan usia subur, sedangkan pada tahun 1987/88 jumlahnya 18,3 juta. Jadi selama empat tahun pertama Repelita IV jumlah peserta KB aktif telah naik dengan 3,9 juta pasang-an usia subur. Kenaikan di daerah Jawa-Bali sebesar 1,7 juta sedangkan di luar Jawa-Bali I dan II masing-masing sebanyak 1,4 juta dan 0,8 juta. Kenaikan jumlah peserta. keluarga berencana ini menunjukkan adanya kebutuhan akan pembinaan peserta keluarga berencana yang lebih efektif, terutama untuk daerah-daerah yang mempunyai tingkat partisipasi tinggi.

Pencapaian sasaran Repelita pada tahun 1983/84 adalah sebesar 151,8%, sedang pada tahun 1987/88 sebesar 111,2%. Terlihat bahwa tingkat pencapaian antar daerah berbeda. Jumlah peserta KB aktif di luar Jawa-Bali II masih terus naik dengan persentase yang cukup besar sejak akhir Repelita III. Sedangkan, untuk Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali I, pencapaian peserta KB aktif tahun 1985/86 aedikit lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian tahun 1984/85. Hal ini menunjukkan, bahwa pembinaan untuk daerah yang tingkat kesertaan keluarga berencananya telah tinggi lebih sukar dibandingkan dengan daerah yang tingkat partisipasinya masih rendah. Untuk menjaga agar keadaan ini tidak makin meluas maka pola penggarap-an program keluarga berencana pada tahun 1987/88 dilakukan dengan pendekatan wilayah paripurna, yaitu pembinaan dan pengayoman bagi peserta KB aktif dengan memperhatikaa situasi dan kondisi daerah. Usaha ini memberikan hasil yang cukup

XIX/35

TABEL XIX - 11

PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB AKTIF,1983/84 - 1987/88(ribu orang)

Repelita IV

W i l a y a h

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/88

Jawa - Bali

Sasaran Repelita

8.000,0

10.266,0

10.817r0

11.030,0

1l.281,9

Pencapaian

10.776,2

11.425.5

10.896.7

11.488,6

12.510,1

Persentase

(134.7%)

(111,3%)

(100,7%)

(l04,2%)

(110,9%)

Luar Jawa-Bali I

Sasaran Repelita

1.200,0

3.106,0

3.309,0

3.780,0

4.084,6

Pencapaian

3.137.2

3.637,8

3.578,6

4.123.9

4.498,1

Pereentase

(261,4%)

(117,1%)

(108,1%)

(109,1%)

(110,1%)

Luar Jawa-Bali II

Sasaran Repelita

300,0

648,0

712,0

844,0

1.1Q3,5

Pencapaian

509,1

631,5

843.9

1.067.9

1.301,4

Persentase

(169,7%)

(97,5%)

(118,5%)

(126,5%)

(117,9%)

Indonesia

Sasaran Repelita

9.500,0

14.020.0

14.838.0

15.654,0

16.470,0

Pencapaian

14.422,5

15.694,8

15.319,2

16.680,4

18.309,6

Persentase

(151,8%)

(111,9%)

(103,2%)

(106.6%)

(111,2%).

XIX/36

menggembirakan dengan kenaikan jumlah peserta KB aktif sebe-sar 11,2% diatas sasaran Repelita pada tahun 1987/89.

Ukuran hasil pelaksanaan program keluarga berencana yang mempunyai dampak langsung terhadap tingkat kelahiran adalah jumlah peserta KB yang secara terus-menerus memakai alat kon-trasepsi. Ukuran ini disebut sebagai tingkat prevalensi atau tingkat kesertaan. Menurut hasil SUPAS 1985, jumlah peserta KB ini sebesar 38,5% dari jumlah wanita umur 15 - 49 tahun dan berstatus kawin atau Pasangan Usia Subur (PUS). Sementara itu, hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional 1987 menunjukkan persentase 41,5%.

Pencapaian sasaran kuantitatif dari program keluarga berencana selain ditunjukkan dari jumlah peserta KB aktif, juga dapat dilihat dari jenis alat kontrasepsi yang dipakai oleh peserta keluarga berencana. Data mengenai peserta KB aktif menurut jenis alat kontrasepsi yang dipakai, disajikan dalam Tabel XIX-12. Persentase peserta keluarga berencana yang memakai alat kontrasepsi pil turun dari 55,4% pada tahun 1983/84 menjadi 50,0% pada tahun 1987/88. Hal yang sama juga terjadi pada pemakaian kondom yang turun dari 4,9% pada tahun 1983/84 menjadi 3,9% pada tahun 1987/88. Penurunan persentase tersebut antara lain disebabkan sebagian peserta mengganti pilihan dengan alat kontrasepsi yang lebih efektif.

Untuk alat kontrasepsi yang lebih mantap, data dalam Ta-bel XIX-12 dan Grafik XIX-6 menunjukkan adanya kenaikan dari tahun ke tahun kecuali IUD. Data tersebut bahkan menunjukkan persentase kenaikan yang cukup besar untuk pemakaian alat kon-trasepsi suntikan. Pada tahun 1983/84 pemakaian alat kontrasepsi suntikan baru mencapai 9,6% dari seluruh alat kontrasep-si yang dipakai. Persentase ini telah naik menjadi 19,0% pada tahun 1986/ 87, tetapi sedikit turun menjadi 18,8% pada tahun 1987/88.

Data dalam Tabel XIX-12 dan Grafik XIX-6 menunjukkan adanya kenaikan persentase peserta KB aktif yang menggunakan obat dan alat kontrasepsi yang lebih efektif. Hal ini selanjutnya menunjukkan, bahwa keberhasilan program keluarga beren-cana tidak hanya dari segi kuantitas kesertaannya tetapi juga kualitasnya. Dengan meningkatkan pembinaan terhadap peserta KB aktif maka hasil ini akan membantu usaha percepatan penurunan tingkat fertilitas di Indonesia.

h. Prasarana dan Sarana

Sarana utama dalam program keluarga berencana adalah

XIX/37

TABEL XIX - 12

JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA AKTIFMENURUT METODE KONTRASEPSI,1983/84 - 1987/88(ribu orang)

Repelita IV

Metode Kontrasepsi

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/88

P i l

7.983,2

8.453,4

7.345,4

8.091,0

9.159,0

(55,4%)

(53,9%)

(48,0%)

(48,5%)

(50,0%)

I U D

3.898,8

4.350,6

4.266,2

4.024,3

4.114,2

(27,o%)

(27,7%)

(27,9%)

(24,1%)

(22,5%)

K o n d o m

708,8

686,8

641,0

734,0

720,4

(4,9%)

(4,4%)

(4,2%)

(4,4%)

(3,9%)

Suntikan

1.387,6

1.751,2

2.501,8

3.167,0

3.432,4

(9,6%)

(11,1%)

(16,3%)

(19,0%)

(18,8%)

Lain-lain

444,1

452,8

526,7

582,5

660,3

(3,1%)

(2,9%)

(3,4%)

(3,5%)

(3,6%)

Norplant

1)

1)

38,1

81,6

223,3

(0,2%)

(0,5%)

(1,2%)

Jumlah

14.422,5

15.694,8

15.319,2

16.680,4

18.309,6

(100,0%)

(100,0%)

(100,0%)

(100,0%)

(100,0%)

1) Belum dilaksanakan

XIX/38

GRAFIK XIX - 6

JUMLAH PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI,1983/84 - 1987/88

XIX/39

tersedianya alat kontrasepsi. Dengan meningkatnya wilayah sasaran program keluarga berencana, maka di samping kebutuhan alat-alat kontrasepsi menjadi makin besar, penanganan pengadaan dan penyaluran pun perlu lebih baik agar kebutuhan di lapangan selalu dapat dilayani tepat pada waktunya.

Pada tahun 1987/88 telah dilakukan pengadaan alat kon-trasepsi pil kurang lebih sebanyak 21,6 juta siklus, 1,5 juta buah IUD, 249,1 ribu gross kondom, 8,1 juta vial suntikan serta 151 ribu set norplant. Pengadaan alat kontrasepsi pil setiap tahun makin menurun (Tabel XIX-13). Menurunnya pengadaan alat kontrasepsi pil ini, selain disebabkan oleh banyaknya persediaan pil KB dari tahun-tahun sebelumnya, juga disebabkan peserta pil secara bertahap diberikan motivasi untuk memakai alat kontrasepsi yang lebih mantap sehingga kebutuhan pil juga menurun.

Berbeda dengan pengadaan pil KB, pengadaan alat kontrasepsi lainnya, kecuali kondom, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah pengadaan suntikan untuk tahun 1987/88, misalnya, ada sekitar satu setengah kali lipat pengadaan pada tahun 1983/84. Kenaikan jumlah pengadaan ini berkaitan dengan meningkatnya jumlah kebutuhan peserta keluarga berencana. Sejalan dengan minat yang makin besar dari penduduk untuk pemakaian alat kontrasepsi norplant, maka pengadaan alat kontrasepsi ini setiap tahun ditingkatkan.

Sebagaimana telah dijelaskan, meningkatnya kebutuhan alat kontrasepsi disebabkan karena meluasnya jangkauan program keluarga berencana. Sesuai dengan perkembangan itu, maka selain telah dilakukan pembangunan pabrik pil KB dan perakit-an IUD oleh PT Kimia Farma selama Repelita III, pada tahun 1986/87 telah pula selesai dibangun pabrik kondom dengan kapasitas produksi yang cukup tinggi, yaitu 600 ribu gross per tahun. Dengan pembangunan pabrik alat dan obat kontrasepsi ini sekaligus diperoleh dua manfaat, yaitu program keluarga berencana akan mencapai swasembada dan membantu meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor alat kontrasepsi.

Di samping pengadaan alat kontrasepsi, selama lima tahun terakhir ini program keluarga berencana juga telah meningkatkan prasarana fisik lainnya sebagai penunjang kegiatan program. Telah diusahakan pengadaan alat penerangan umum di se-tiap kecamatan sehingga pelaksanaan penerangan masaa dapat dilakukan secara lebih efektif. Hal ini memungkinkan pelaksanaan penerangan dan motivasi kepada peserta keluarga beren

XIX/40

TABEL XIX - 13

PENYEDIAAN ALAT KONTRASEPSI PADA KLINIK KB,1983/84 - 1987/88(ribu)

Repelita IV

Alat - alat

Satuan

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/88 1)

P 1 1

Siklua

148.604,7

91.947,6

58.245,9

59.456,7

21.649,1

I U D

Buah

3.390,8

1.170,6

1.522,0

1.567,9

1.485,8

K o n d o m

Grosa

373,5

218,7

60,0

110,0

249.1

Suntikan

Vial

5.218,5

5.461,9

7.830,0

8.675.9

8.115,3

Norplant

set

-

35,3

16,5

48,9

151,0

1) Angka diperbaiki

XIX/41

cana dan pemuka masyarakat setempat menjadi lebih efektif dan memungkinkaa perluasan jangkauan program secara efisien. Di samping itu telah pula diusahakan peralatan produksi media penerangan di setiap propinsi melalui kerjasama dengan program penerangan.

Untuk lebih memperlancar pengelolaannya, maka selama lima tahun terakhir ini program keluarga berencana telah diperlengkapi dengan kantor untuk setiap propinsi di daerah Luar Jawa-Bali II, sedangkan untuk tingkat Kabupaten sebagian diusahakan pengadaannya pada tahun 1987/88 dan sebagian pada tahun 1988/89.

i. Pelaporan dan Penelitian

Program keluarga berencana yang telah menjangkau seluruh propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa program keluarga berencana telah menjadi program yang besar baik dalam pengerti-an wilayah jangkauannya maupun dalam pengertian aktivitasnya. Agar tetap dapat dilaksanakan sebaik-baiknya diperlukan pemantauan data yang tepat, baik dalam arti kebenarannya maupun dalam arti waktu penyediaannya agar dapat diperoleh hasil yang tepatguna. Sejalan dengan hal tersebut, sejak tahun 1985/86 mulai dikembangkan sistem pelaporan data yang tepat waktu dan tepatguna dengan maksud untuk menyederhanakan laporan, mengurangi tumpang tindih laporan serta mempercepat pengolahan laporan. Sistem pelaporan yang telah disempurnakan tersebut telah mulai dilaksanakan secara menyeluruh pada tahun 1987/88. Untuk itu telah dilakukan pengadaan komputer mikro di setiap propinsi serta dilakukan uji coba pemasangan jaringan pengolahan data di Jawa Barat. Peningkatan sistem pelaporan ini juga diikuti dengan peningkatan pemantauan proyek-proyek pembangunan guna meningkatkan efisiensi penggunaan dana-dana proyek yang ada.

Di samping usaha pengembangan sistem pelaporan, juga dikembangkan sistem penilaian keberhasilan program. Dalam hal ini, keberhasilan program selain dinilai melalui banyaknya peserta KB aktif, juga dinilai atas dasar semua masukan dan proses selama pelaksanaan program keluarga berencana.

Data penelitian dipergunakan untuk memperkuat data laporan. Sesuai dengan penggunaan itu prioritas penelitian diberikan kepada penelitian yang dapat menunjang pengamtiilan kebijaksanaan dan keputusan. Jenis penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah penelitian kegiatan integrasi pro

XIX/42

gram KB dengan program lainnya seperti UPPKA, UPGK, KB-Kesehatan, KB-Kelapa Hibrida dan lain-lain, penelitian peran Tokoh Agama dalam program KB, penelitian tentang remaja dan KB, pengamatan alih peran program KB oleh masyarakat, penelitian prevalensi, penelitian kelangsungan pemakaian kontrasepsi, evaluasi program insentif masyarakat, penelitian nilai anak, penelitian peranan PKK, penelitian komunikasi radio, penelitian efisiensi pelaksanaan program KB, evaluasi atas pelaksanaan dan minat akan alat kontrasepsi norplant, pengaruh pemakaian alat kontrasepsi, perbandingan jenis-jenis IUD dan penelitian mengenai efektifitas buku rujukan. Sementara itu, dalam tahun 1987/88 telah pula dilakukan Survai Prevalensi Indonesia. Hasil survai ini dapat memberikan data baku untuk perencanaan Repelita V di bidang keluarga berencana.

XIX/43