Page 1
KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF PADA TATA KELOLA RUANG RAWATDI RUMAH SAKIT GUNA MENDUKUNGPELAYANAN KESEHATAN PARIPURNA
Herry Setiawan1
1 Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran
Universitas Diponegoro Semarang
A. PENDAHULUAN
Masyarakat di era modernisasi dengan keterbukaan
dan arus globalisasi, pasar bebas dunia, peningkatan
pendapatan ekonomi per kapita, perubahan suhu politik
dalam maupun luar negeri, kemajuan informasi dan
teknologi, peningkatan akses terhadap media menyebabkan
masyarakat dapat memperluas wawasan dan persepsi mereka
tentang pelayanan kesehatan. Munculnya kebijakan-
kebijakan pembiayaan kesehatan dari Jaminan Kesehatan
Masyarakat, Jaminan Kesehatan Daerah bahkan Jaminan
Persalinan membuat kemampuan masyarakat untuk mengakses
fasilitas pelayanan kesehatan semakin meningkat. Tenaga
kesehatan merasakan tuntutan yang semakin besar
terhadap profesionalisme profesinya ketika masyarakat
menggunakan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan. Masyarakat umumnya menghendaki pelayanan
yang mereka terima adalah pelayanan kesehatan yang
paripurna.
Page 2
Menurut Azrul Azwar (1988), dalam upaya
mencapai pelayanan yang paripurna tersebut maka Rumah
Sakit perlu melakukan pembenahan secara internal,
antara lain: (1) mengembangkan struktur organisasi
sesuai dengan tuntutan perubahan dan kebutuhan yang
spesifik, (2) menerapkan manajemen strategis secara
konkrit, (3) mendayagunakan dan mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan tenaganya, termasuk tenaga
keperawatan dan (4) memanfaatkan pendapatan sendiri
untuk memperoleh kemandirian dan kesinambungan1.
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
yang dimaksud dengan Pelayanan Kesehatan Paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan
kesehatan yang paripurna bersifat komprehensif dan
holistik. Rumah sakit merupakan organisasi yang sangat
komplek dan merupakan komponen yang sangat penting
dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi
masyarakat. Salah satu fungsi rumah sakit adalah
menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan yang
merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dengan
tujuan memelihara kesehatan masyarakat seoptimal
mungkin2.
Masyarakat yang semakin teredukasi dengan baik
melalui media berpotensi memunculkan tuntutan hukum
apabila pelayanan kesehatan yang mereka harapkan tidak
1
2
Page 3
bisa memberikan kepuasan seperti yang menjadi harapan
dan tuntutan publik. Menanggapi dan mensikapi perubahan
wawasan, persepsi dan tuntutan masyarakat ketika
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan maka
pelayanan kesehatan harus berbenah untuk mengantisipasi
meningginya tuntutan serta harapan dari masyarakat
terkait dengan pelayanan kesehatan.
Menurut UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan,
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
Menurut Gilles (1994), keberadaan perawat dalam
pelayanan kesehatan merupakan posisi kunci, yang
dibuktikan oleh kenyataan bahwa 40-60 % pelayanan rumah
sakit merupakan pelayanan keperawatan dan hampir semua
pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
baik di rumah sakit maupun tatanan pelayanan kesehatan
lain dilakukan oleh perawat. Menurut Nursalam (2008),
keperawatan sebagai pelayanan yang professional
bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik,
dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berorientasi kepada kebutuhan obyektif klien, mengacu
pada standar profesional keperawatan dan menggunakan
etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Keperawatan
Page 4
profesional secara umum merupakan tanggung jawab
seorang perawat yang selalu mengabdi kepada manusia dan
kemanusiaan, sehingga dituntut untuk selalu
melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar (rasional)
dan baik (etikal)5.
Keperawatan di Indonesia di masa depan sampai saat
ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan
sebagai profesi, maka dari itu akan terjadi beberapa
perubahaan dalam aspek keperawatan yaitu: (1) penataan
pendidikan tinggi keperawatan, (2) pelayanan dan asuhan
keperawatan, (3) pembinaan dan kehidupan keprofesian,
(4) penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Pelayanan keperawatan melalui pelaksana fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan,
pengarahan, evaluasi dan pengendalian mutu keperawatan.
Pelayanan keperawatan selalu berusaha menciptakan
pelayanan asuhan keperawatan yang baik serta mampu
menghadapi berbagai macam perubahan serta tuntutan
masyarakat. Tuntutan dan harapan masyarakat akan
pelayanan yang paripurna memerlukan manajemen bangsal
yang baik dan terencana. Salah satu perencanaan
manajemen bangsal adalah dengan adanya penambahan
tenaga keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan. Namun, penambahan jumlah dari
tenaga keperawatan akan berbanding lurus dengan cost
yang harus dikeluarkan Rumah Sakit untuk anggaran
3
Page 5
kesejahteraan dan operasional pelaksanaan. Keadaan
seperti ini dibutuhkan keberadaan seorang pemimpin yang
mampu merespon perubahan dan tuntutan yang ada.
Pemimpin yang bisa menciptakan suasana manajemen
bangsal yang ideal dan efektif.
Pemimpin yang efektif diharapkan mampu mendorong
staf keperawatan untuk meningkatkan kapasitanya,
menciptakan kaderisasi kepemimpinan, menerapkan aspek-
aspek manajemen asuhan keperawatan dalam layanan
keperawatan. Kepemimpinan yang mampu mengarahkan
profesi keperawatan dalam menyesuaikan dirinya
ditengah-tengah perubahan dan pembaharuan sistem
pelayanan kesehatan. Kepemimpinan ini sekiranya yang
fleksible, accessible, dan dirasakan kehadirannya, serta
bersifat kontemporer. Transformasi yang kokoh dan
beberapa faktor mendasar telah teridentifikasi dalam
proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan
kesehatan. Proses ini pula telah memberikan peluang
kepada profesi keperawatan untuk bangkit dan
berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan sistem
ini.
Tantangan di atas dapat dijawab oleh
profesionalisme tenaga keperawatan dengan cara baik
atasan maupun bawahan perlu memahami tentang
pengelolaan kepemimpinan secara efektif. Kepemimpinan
yang efektif akan membentuk motivasi dan sikap
4
Page 6
kepemimpinan yang professional guna mendukung pelayanan
kesehatan paripurna.
B. KEPEMIMPINAN
Dari beberapa sumber kepemimpinan didefinisikan
berbeda-beda. Misalnya Chung dan Megginson (1981, 280)
mengatakan bahwa :
1. Kepemimpinan adalah suatu alat manajemen. Para
manajer melakukan kepemimpinan untuk mempengaruhi
para staf guna mencapai tujuan-tujuan organisasi
yang direncanakan sebelumnya.
2. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang-
orang lain dengan maksud mencapai tujuan-tujuan
tertentu.
3. Kepemimpinan adalah suatu fenomena sosial yang
komplek yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor
personal, interpersonal, dan organisasional yang
meliputi sifat-sifat personal pemimpin, perilaku
pemimpin, dan faktor-faktor situasional.
Ada beberapa istilah atau konsep yang perlu
digaris-bawahi dari definisi di atas yaitu: (1)
Kepemimpinan sebagai alat manajemen. Dalam konteks
organisasi, kepemimpinan dipandang sebagai alat yang
digunakan oleh para manajer, pemimpin, kepala, ketua,
direktur, dan pejabat yang bertanggungjawab mengelola
Page 7
suatu unit kerja atau satuan organisasi. Kepemimpinan
dimengerti sebagai alat untuk mempengaruhi orang-orang
lain atau stafnya. (2) Kepemimpinan sebagai kemampuan
yang dimiliki manajer. Kemampuan melakukan persuasi
atau pendekatan pada orang-orang lain untuk
mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan yang
dikehendaki. (3) Kepemimpinan sebagai kegiatan,
pekerjaan, proses yang dilakukan oleh manajer.
Kegiatan, pekerjaan, atau proses itu adalah proses
mempengaruhi orang-orang lain atau kegiatan melakukan
persuasi orang-orang lain. Jadi kepemimpinan adalah
alat, kemampuan, kegiatan melakukan persuasi dan
mempengaruhi orang lain yang dimaksudkan agar mereka
melakukan pekerjaan, tugas-tugas untuk mencapai tujuan-
tujuan organisasi.
C. MODEL-MODEL KEEFEKTIFAN ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA
BAGI PEMIMPIN
Hall dan Quinn (1991) menyebutkan lima model
keefektifan organisasi yaitu:
1. Menurut model sistem sumber daya, keefektifan
organisasi adalah kemampuan untuk mengeksploitasi
dan menggunakan sumber daya lingkungan untuk menjaga
kelangsungan fungsi organisasi (Seashore dan
Yuchtman, 1967). Pemimpin organisasi mempunyai
tanggungjawab mengeksploitasi dan menggunakan sumber
5
Page 8
daya lingkungan untuk menjaga kelangsungan fungsi
organisasinya. Pemimpin yang efektif seharusnya bisa
menunjukkan kemampuannya melakukan hal ini.
2. Menurut model tujuan, terdapat dua model tujuan
yaitu model sederhana dan komplek. Model sederhana
mendefinisikan keefektifan sebagai tingkat kemampuan
organisasi merealisasikan tujuannya (Etzioni, 1964).
Model komplek terjadi bilamana organisasi memiliki
tujuan yang banyak, beragam, dan berbeda-beda,
bahkan bertentangan. Pemimpin yang efektif, dapat
mencapai tujuan organisasi betapapun kompleknya
tujuan. Pemimpin juga dapat menunjukkan kemampuannya
untuk membuat yang komplek menjadi sederhana, dan
menentukan tujuan-tujuan yang bebas konflik.
3. Menurut model kepuasan partisipan, organisasi yang
efektif adalah organisasi yang dapat memenuhi
kebutuhan anggota organisasinya. Pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang mampu mengatur dan
mengusahakan sumber daya organisasi sehingga dapat
memenuhi kebutuhan anggotanya.
4. Menurut model fungsi sosial, suatu organisasi yang
efektif adalah organisasi yang dapat melakukan
sesuatu yang lebih bagi masyarakat. Tarcot Parsons
yang melihat organisasi sebagai sistem menyatakan
bahwa semua sistem sosial harus memecahkan empat
masalah dasar yaitu: (1) Organisasi bertanggungjawab
Page 9
melakukan adaptasi yaitu mengakomodasi tuntutan
lingkungan masyarakat dan alam pada organisasi. (2)
Organisasi harus berusaha menentukan tujuan,
membatasi tujuan, dan memobilisasi sumber daya untuk
mencapainya. (3) Organisasi harus melakukan
integrasi yaitu menetapkan, mengorganisasikan,
mengkoordinasikan, dan menyatukan hubungan-hubungan
di antara anggota organisasi sebagai satu entitas.
(4) Organisasi harus memperhatikan, memelihara hal
latensi atau keberlanjutan pola-pola kultural dan
motivasi sistem organisasi. Dari kacamata model
fungsi sosial ini, pemimpin yang efektif mampu
melakukan tanggungjawab sosial dengan memecahkan
permasalahan yang berkenaan dengan keempat masalah
dasar tersebut.
5. Menurut model kontradiksi yang dikemukakan oleh
John Rohrbaugh, organisasi memiliki atau menghadapi
lingkungan, tujuan, anggota dan pilihan waktu yang
bersifat plural dan mengandung potensi konflik.
Pemimpin yang efektif mempunyai kemampuan untuk
menghadapi dan mengatasi organisasi yang memiliki
unsur-unsur yang plural dan tidak bebas konflik itu.
Pluralitas di dalam organisasi harus dilihat sebagai
kekayaan, keindahan, dan oleh karena itu setiap
unsur yang ada di dalam organisasi harus dijaga dan
dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi. Setiap
6
Page 10
perbedaan dan konflik sangat mungkin terjadi tetapi
pemimpin yang efektif harus mampu mengelola
perbedaan, jangan sampai menjadi sumber konflik yang
menghancurkan organisasi.
D. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF
Melihat kelima model keefektifan organisasi
tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa setiap pemimpin
harus melakukan satu atau lebih hal, kegiatan untuk
menjaga dan mencapai predikat pemimpin dan organisasi
yang “efektif”. Berdasarkan kelima model tersebut maka
dapat dikatakan bahwa pemimpin dan organisasi yang
efektif memiliki ciri-ciri:
1. Mampu mengeksploitasi dan menggunakan sumber daya
lingkungan untuk menjaga kelangsungan fungsi
organisasi.
2. Mampu mencapai/merealisasikan tujuan organisasi yang
mungkin banyak, beragam, berbeda-beda dan bahkan
bertentangan.
3. Mampu memenuhi kebutuhan individu atau kelompok.
4. Mampu melakukan penyesuaian tuntutan lingkungan
5. Mampu merumuskan tujuan dan memobilisasi sumber daya
untuk mencapainya
6. Mampu melakukan integrasi (mengorganisir,
mengkoordinir, menyatukan) anggota-anggota yang
saling berhubungan
7
Page 11
7. Mampu memelihara dan menjaga keberlanjutan pola
kultural dan motivasi organisasi
8. Mampu menghadapi lingkungan, tujuan, anggota,
pilihan waktu yang bersifat plural dan berpotensi
konflik.
Harmon dan Mayer (1986, 40) mengatakan bahwa dalam
konteks organisasi, keefektifan
(efektivitas, effectiveness) mempunyai fokus pada dua hal,
yaitu mendapatkan suatu pekerjaan yang dilakukan, dan
pelaksanaan pekerjaan tersebut mempunyai dampak yang
sesuai bagi sasaran dan tujuan organisasi. Mendasarkan
pada pengertian ini, maka dapat dikatakan bahwa
keefektifan kepemimpinan mempunyai dua aspek yang tidak
dapat dipisahkan yaitu pelaksanaan pekerjaan dan
dampaknya pada sasaran atau tujuan organisasi.
Pemimpin suatu organisasi mempunyai tanggungjawab
untuk melaksanakan tugas kepemimpinan dan mencapai
sasaran atau tujuan organisasional. Kepemimpinan yang
efektif berkenaan dengan pelaksanaan tugas kepemimpinan
dan dampaknya pada sasaran atau tujuan organisasional.
Kepemimpinan yang efektif berarti pemimpin menunjukkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas
kepemimpinan sehingga orang-orang mau melaksanakan
pekerjaan yang mempunyai dampak baik pada sasaran dan
tujuan organisasi.
Page 12
E. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF PADA TATA KELOLA RUANG
PERAWATAN
Keefekifan kepemimpinan tergantung pada faktor
kesesuaian perilaku pemimpin dengan faktor situasional
yang terjadi di ruang perawatan. Perilaku pemimpin
dipengaruhi oleh sifat-sifat personal pemimpin.
Hubungan berbagai faktor tersebut disebut sebagai model
proses kepemimpinan yang integral “An Integrated Leadership
Process Model”.
Perilaku berarti cara menjalankan atau berbuat.
Perilaku kepemimpinan berarti cara pemimpin bertindak
mempengaruhi para stafnya untuk mencapai kepemimpinan
yang efektif. Dalam usaha mempengaruhi bawahannya,
pimpinan perlu menggunakan pola perilaku tertentu yang
dipandang sesuai dan dapat diterima oleh para stafnya.
Sesuai berarti cocok dengan situasi yang dihadapi
sehingga perilaku atau tindakannya tepat pada
sasaran yang dimaksudkan yaitu efektifnya kepemimpinan.
Jadi, dalam usaha mempengaruhi stafnya, pimpinan perlu
memperhatikan situasi yang dihadapi untuk menentukan
pola perilaku di dalam menjalankan kepemimpinannya agar
kepemimpinannya bisa efektif.
Pimpinan akan berhasil dalam kepemimpinannya jika
mampu berperilaku secara pantas, sesuai kondisi situasi
yang dihadapi. Misalnya apabila petunjuk dibutuhkan,
8
Page 13
pimpinan dapat memberi petunjuk. Jika kebebasan
partisipasi dipandang perlu pimpinan dapat memberi
kebebasan. Kegiatan pemberian intervensi keperawatan
oleh staf yang dirasa kurang tepat dapat diberikan
arahan serta petunjuk berupa kegiatan supervisi dari
seorang pemimpin ruangan dalam hal ini kepala ruang
atau supervisor ruangan. Kegiatan ini dapat berupa
supervisi langsung maupun supervisi tidak langsung
terhadap staf keperawatan di ruang perawatan.
Perilaku yang sesuai dengan kekuatan atau faktor
situasional akan mendatangkan keefektifan kepemimpinan.
Seperti dikatakan oleh Reddin (1970, 135) bahwa hasil
keefektifan manajerial berasal dari suatu kesesuaian
gaya dan situasi. Jadi perilaku pimpinan akan
mendatangkan keefektifan kepemimpinan apabila perilaku
yang digunakan dalam menjalankan kepemimpinannya sesuai
dengan faktor situasional. Berkaitan dengan pola
perilaku partisipatif misalnya pimpinan berperilaku
partisipatif secara efektif apabila situasi staf di
ruangan berpengalaman dan paham mengenai pekerjaan,
tugas, dan fungsinya; kelompok menunjukkan saling
bergantung, saling menerima, dan mempunyai keterkaitan
tugas dan fungsi; pekerjaan, tugas, dan fungsi
organisasi sedemikian besar dan bervariasi sehingga
butuh pendelegasian demi kesuksesan dalam pemberian
intervensi keperawatan; dan waktu untuk menyelesaikan
Page 14
atau melaksanakan pekerjaan yang bersangkutan dengan
tugas organisasi longgar sehingga pimpinan sendiri
lebih dapat bersikap fleksibel untuk melaksanakan dan
menyelesaikan pekerjaan pemberian asuhan keperawatan
yang efektif dan efisien.
Pimpinan dalam berperilaku perlu mempunyai
kemampuan, kecakapan membaca situasi yaitu kemampuan
untuk melihat baik-buruk situasi, yang kemudian
digunakan untuk memilih atau menentukan pola perilaku
yang sesuai dengan situasi agar terjadi kepemimpinan
yang efektif. Dalam kaitannya dengan tanggungjawab
pimpinan dalam tugas kepemimpinannya dapat dikatakan
bahwa pimpinan yang fleksibel dan tanggap terhadap
tuntutan situasi, akan lebih mampu menentukan perilaku,
cara bertindak yang sesuai dengan situasi yang ada
untuk mempengaruhi bawahannya, sehingga mencapai
kepemimpinan yang efektif.
Tata kelola staf keperawatan dalam pelaksanaan
tugas keperawatan dapat dilihat ketika banyak staf yang
mempunyai kemampuan dan keterampilan rendah dalam
pelaksanaaan tindakan pemberian asuhan keperawatan pada
pasien. Pemimpin secara aktif memberikan pengarahan
yang terstruktur dan terkesan ketat demi pelayanan yang
maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Chung dan
Megginson (1981), tentang perilaku pemimpin direktif
mempunyai ciri-ciri utama yaitu bahwa pemimpin
9
Page 15
menunjukkan susunan tugas pekerjaan para stafnya dan
membimbing mereka untuk mencapai sasaran. Perilaku ini
menunjukkan dominasi tindakan campur tangan pemimpin
yang ketat terhadap pekerjaan dan pelaksanaan kerja
staf, sehingga inisiatif para staf sendiri terkekang,
atau kurang. Perilaku staf telah diarahkan sedemikian
rupa dengan ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan
tanggungjawab yang jelas. Perilaku pemimpin direktif
akan efektif pada situasi seperti staf tidak kompeten,
dan tugas dalam situasi tidak terstruktur (tidak
teratur)6.
Perilaku pemimpin dukungan dapat dilihat dari
tindakan pemimpin yang mengutamakan keterbukaan dan
menggunakan cara-cara pendekatan yang halus kepada para
staf dengan tujuan untuk memelihara suasana yang
mendukung pelaksanaan kegiatan mencapai tujuan
organisasi. Pemimpin menunjukkan maksud kepentingan
secara pribadi kepada stafnya, ramah, bersahabat, mudah
didekati, memberi sarana konsultasi, memperjuangkan
keharmonisan kelompok, menggunakan hadiah sebagai
sarana menambah dukungan, dan mempergunakan hadiah yang
positif lebih daripada sanksi yang negatif. Perilaku
dukungan ini efektif dijalankan pada situasi misalnya
para staf bersifat terbuka, bermotivasi hubungan
interpersonal yang kuat.
10
Page 16
Perilaku partisipatif ditunjukkan dari pemimpin
yang membagikan tanggungjawab pelaksanaan pekerjaan dan
pemeliharaan fungsi-fungsi kepada para anggota kelompok
kerja misalnya staf keperawatan yang bekerja dalam
suatu unit yaitu tim keperawatan yang merawat
sekelompok pasien. Pemimpin partisipatif
mendistribusikan kekuasaan kepada staf keperawatan di
dalam proses pembuatan keputusan dan pelaksanaan
intervensi keperawatan. Jadi pemimpin partisipatif
memberikan kesempatan kepada staf keperawatan untuk
berpartisipasi di dalam proses pencapaian tujuan.
Perilaku partisipatif dapat efektif dalam situasi staf
menunjukkan kompetensi tinggi dan berpendidikan baik.
Perilaku pemimpin berorientasi penyelesaian tugas
menekankan rasa ikatan kelompok terhadap tujuan atau
sasaran tugas organisasi, mengharapkan staf keperawatan
melaksanakan pekerjaan secara maksimal, dan menunjukkan
kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan stafnya
untuk memikul tanggungjawab pelaksanaan tugas pemberian
intervensi keperawatan masing-masing. Perilaku
berorientasi penyelesaian tugas cocok dan efektif
dilakukan pada situasi pekerjaan yang
terstruktur/teratur, jelas, dan didukung sarana
prasarana, sistem dan prosedur kerja yang memadai.
Faktor situasional adalah kekuatan lingkungan yang
mempengaruhi perilaku pemimpin. Tannenbaum (dalam
Page 17
Huneryager & Heckman, 1967, 298-300) menyebutkan
beberapa kekuatan lingkungan yang berada di sekitar
pemimpin. Kekuatan-kekuatan itu berasal dari
organisasi, kelompok kerja, masalah tugas, dan waktu.
Organisasi mempunyai nilai-nilai dan tradisi yang tidak
dapat dielakkan mempengaruhi perilaku orang-orang yang
bekerja di dalamnya. Nilai dan tradisi ini menunjukkan
sesuatu yang diterima dan diberlakukan organisasi, yang
dikomunikasikan melalui berbagai cara seperti pada
deskripsi tugas, standar prosedur operasional (SPO),
kebijaksanaan dan peraturan. Kepada pimpinan misalnya
diberlakukan nilai bahwa pimpinan yang diharapkan ialah
seseorang yang dinamis, imajinatif, tegas dan pasti
dalam mengambil keputusan, persuasif, kooperatif, atau
mempunyai human relation skill. Apabila harapan ini
terpenuhi pimpinan dapat berperilaku atau bertindak
tertentu seperti yang diinginkan sehingga dapat
diterima, dan efektif kepemimpinannya. Pada staf
misalnya dipersyaratkan mempunyai pengalaman tertentu,
dan paham mengenai jabatan, pekerjaan yang bersangkutan
dengan tugas dan fungsinya agar mampu melaksanakan
tugas dan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan
mampu melaksanakan kegiatan sesuai rencana, sehingga
pimpinan pun dapat efektif berperilaku partisipatif,
mengikutsertakan staf dalam pembuatan keputusan, dan
11
Page 18
menyerahkan pengendalian atau kemajuan, kelancaran
tugas, fungsi, dan pelaksanaan pekerjaan.
Kelompok kerja sebagai unsur faktor situasi ikut
menentukan perilaku pemimpin. Sebelum menyerahkan
tanggungjawab pengambilan keputusan kepada stafnya,
pimpinan harus mempertimbangkan bagaimana anggota-
anggota stafnya bekerjasama secara efektif sebagai
suatu kelompok. Jika kelompok kerja efektif maka
pimpinan efektif menjalankan perilaku partisipatif.
Jika antar satuan kerja bawahan saling tergantung,
saling menerima, dan ada keterkaitan tugas untuk
terlaksananya pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya,
maka partisipasi atau keikutsertaan staf itu menentukan
kelancaran proses pencapaian tujuan organisasi. Didalam
situasi ini, pimpinan dapat efektif berperilaku
partisipatif.
Masalah, tugas dan fungsi organisasi yang ada juga
menentukan seberapa kewenangan untuk memecahkan atau
melaksanakan tugas akan didelegasikan oleh pimpinan
kepada stafnya. Masalah, tugas, dan fungsi yang besar
dan luas, atau terdiri bermacam-macam bidang menuntut
pimpinan agar berperilaku atau bertindak partisipatif
supaya pekerjaan dapat terlaksana dan dapat
diselesaikan dengan sukses. Waktu juga merupakan suatu
faktor situasi yang menentukan perilaku pemimpin. Jika
pimpinan butuh untuk mengambil keputusan atau tindakan
Page 19
yang bersifat segera, pemimpin bisa tidak melibatkan
orang-orang lain. Sebaliknya apabila waktu longgar,
maka menjadi sangat mungkin bagi pimpinan untuk
mengikutsertakan staf dalam proses pengambilan
keputusan dan dalam pelaksanaan/penyelesaian suatu
tugas. Pimpinan dapat berperilaku fleksibel menurut
kelonggaran waktu. Pimpinan dapat mengatur waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan, tugas, fungsi, dan masalah
organisasi.
Sifat personal pemimpin adalah kualitas, ciri-ciri
atau karakteristik yang secara kodrati dimiliki seorang
pemimpin, yang mempengaruhi segenap pikiran, tindakan,
ataupun perilakunya. Sifat personal pemimpin dapat
dilihat dari dimensi-dimensi sikap, motivasi, dan
kepribadiannya. Sikap merupakan suatu cara bereaksi
terhadap suatu rangsangan yang timbul dari seseorang
atau dari situasi. Dapat dikatakan bahwa sikap pemimpin
adalah cara bereaksi pemimpin terhadap rangsangan yang
datang dari orang-orang lain yang dipimpin ataupun dari
situasi lingkungan dimana pemimpin itu berkarya.
Diharapkan pemimpin bersikap luwes, suka membantu,
beremosi stabil, mempunyai kerelaan memberikan
pengaruhnya pada orang-orang yang dipimpin, dan
berinisiatif, kaya akan ide dan usaha untuk
melaksanakan tugas, sehingga staf merasa puas, dan
bergairah di dalam melaksanakan pekerjaan. Kaitannya
12
Page 20
dengan pelaksanaan tugas, kebesaran pribadi pemimpin
terletak pada kedalaman watak manusiawi mereka:
imajinasi, kehendak, ketabahan, keberanian, kecakapan,
dan kemauan untuk bekerja dan berhubungan dengan orang
lain, termasuk untuk menanggung risiko kegagalan.
Menurut Chung dan Megginson, berkenaan dengan
motivasinya, pemimpin dapat dibedakan menjadi dua:
pemimpin bermotivasi hubungan (relation-motivated leader), dan
pemimpin yang bermotivasi tugas (task-motivated leader). Bisa
jadi pemimpin memiliki satu atau kedua motivasi
tersebut sekaligus.
Pemimpin bermotivasi hubungan cenderung menaruh
perhatian terhadap pelaksanaan pekerjaan yang baik
dengan cara menekankan pada pemeliharaan hubungan antar
pribadi (interpersonal), karena harga dirinya sangat
tergantung pada bagaimana orang lain berhubungan
dengannya. Pemimpin ini sangat peka terhadap kebutuhan-
kebutuhan dan perasaan stafnya. Bahkan apabila terdapat
orang-orang yang tidak ingin bekerjasama dengan orang-
orang tertentu, pemimpin masih menaruh respek dan
perhatian terhadap mereka. Oleh karena kepekaannya itu
maka pemimpin bermotivasi hubungan menjadi efektif
dalam menerapkan perilaku partisipatif.
Pemimpin bermotivasi tugas, menaruh perhatian
utamanya pada kemampuan pelaksanaan pekerjaan, sehingga
harga dirinya diperoleh dari pencapaian tujuan yang
13
Page 21
dapat ditangani. Pemimpin menaruh tekanan sedemikian
besar pada penyelesaian tugas, sehingga mereka
cenderung untuk mengambil keputusan atau menilai orang-
orang atas dasar apakah mereka itu dapat atau tidak
dapat bekerjasama. Jika orang-orang itu dapat bekerja,
pemimpin akan menganggapnya sebagai orang-orang yang
baik. Apabila terdapat sesuatu tidak beres dibawah
kontrolnya, pemimpin akan cepat tanggap dan menaruh
perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan staf. Pada
situasi-situasi yang tidak mendukung, pemimpin
bermotivasi tugas dapat menjadi pemimpin direktif.
Pemimpin dapat efektif berperilaku penyelesaian tugas,
di dalam situasi yang baik ini.
Tentang kepribadian, Rice (1965) mengatakan bahwa
kepribadian seseorang terbentuk sejak lahir, merupakan
warisan keturunan, dan dari pengalaman-pengalaman yang
dilalui, terutama yang terjadi pada masa kanak-kanak
dan masa muda yang sulit sekali diubah setelah menjadi
dewasa. Kombinasi unsur-unsur keturunan seperti
kejiwaan, dorongan, nafsu, naluri dan unsur-unsur yang
berasal dari masyarakat seperti norma-norma dan nilai-
nilai kemasyarakatan membentuk keadaan kejiwaan yang
biasa disebut kepribadian itu.
Hubungan sifat personal pemimpin dengan perilaku
pemimpin dapat dikatakan sebagai berikut : bahwa sifat-
sifat personal pemimpin ikut menentukan pola
Page 22
perilakunya. Pemimpin mampu untuk berperilaku tertentu
apabila mempunyai sifat-sifat kecenderungan tertentu.
Misalnya pemimpin yang mempunyai sifat motivasi
hubungan yang kuat akan mampu secara efektif
berperilaku partisipatif. Sebab pemimpin cenderung
mampu menghimpun staf di dalam suatu kelompok, dan
menggerakkan mereka untuk ikut serta atau
berpartisipasi di dalam usaha mencapai kesuksesan tugas
organisasi.
Dampak manajemen bangsal tidak efektif ke depannya
akan menurunkan tingkat kepuasan masyarakat pengguna
jasa keperawatan. Manajemen bangsal yang tidak efektif
bisa terlihat dengan tumpang tindihnya pekerjaan sesama
staf keperawatan, pembagian tugas serta fungsi diantara
staf yang tidak merata, ada beberapa staf yang merasa
tugasnya overload sementara staf yang lain merasa
terlalu ringan. Hal ini juga juga menjadi salah satu
penyebab tingginya angka turn over pada staf keperawatan.
Keadaan manajemen bangsal yang tidak efektif masih
ditambah lagi dengan adanya persaingan antar rumah
sakit dan issue pelayanan prima. Hal ini apabila tidak
ditangani oleh seorang pemimpin yang mempunyai
kemampuan dan efektivitas dalam bekerja akan mengancam
keberlangsungan pelayanan. Masayarakat yang semakin
teredukasi pastinya mengharapkan dan mempunyai
ekspektasi yang tinggi terhadap pelayanan keperawatan.
14
Page 23
Sehingga kehadiran pemimpin yang efektif sebagai
jawaban atas segala tantangan yang ada.
Sebagai pemimpin yang efektif haruslah dapat
menjawab semua tantangan yang ada di depannya.
Kebijakan penambahan tenaga keperawatan dengan asumsi
akan menambah cots yang harus dikeluarkan atau
memaksimalkan kinerja staf keperawatan yang ada untuk
lebih mempunyai kompetensi dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Mengambil kebijakan dalam memaksimalkan
tenaga yang ada untuk kualitas yang lebih baik juga
membutuhkan beberapa langkah konkrit yang harus
diambil. Dimulai dari reformasi dalam hal tingkat
pengetahuan dan kompetensi, disini pemimpin harus mulai
merencanakan peningkatan status pendidikan stafnya,
secara bergiliran staf mulai diminta dan dimotivasi
untuk melanjutkan pendidikan dan menjalani pelatihan
yang terintegrasi dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Setelah tingkat pendidikan dan kompetensi dirasa sudah
cukup untuk menunjang peningkatan kualitas pelayanan
makan pemantapan bisa dilakukan dengan pemberian
insentif bagi staf yang menonjol dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien. Pemimpin harus mengerti
nilai dan titik penting dalam penyampaian suatu yang
bersifat emosional dan gaya kepemimpinan untuk
menguatkan staf dalam bekerja dan menyelesaikan tugas
mereka masing-masing15.
Page 24
Peluang dan tantangan hadir ketika UU No.38 Tahun
2014 tentang Keperawatan disahkan pada tahun 2014 ini.
Mengapa demikian, hal ini bisa terlihat akan jelasnya
posisi dan peran perawat di pelayanan kesehatan.
Tersedianya payung hukum yang menjamin praktik
keperawatan professional. Tingkatan pendidikan yang
telah didisain sedemikian baiknya sehingga perawat yang
dulunya sebagai tenaga vokasional dapat meningkatkan
pendidikan serta kompetensi masing-masing menjadi
perawat profesional bahkan sampai dengan tingkat
pendidikan doktoral. Dalam pendidikan Master
Keperawatan sekarang juga telah disisipkan kurikulum
Evidence Based Practice (EBP) yang menuntut agar tindakan
yang dilaksanakan berdasarkan bukti ilmiah16. Perlu
kecakapan pemimpin di ruangan dalam mengatur tenaga
keperawatannya untuk melanjutkan pendidikan tanpa
mengurangi kualitas pelayanan yang harus disediakan
kepada pengguna pelayanan keperawatan yaitu masyarakat.
Sebagai pemimpin yang efektif perlu adanya adaptasi
yang baik di setiap permasalah yang ada sehingga dapat
diselesaikan dengan cara yang baik17. Pemimpin yang
efektif juga diharapkan mempunyai kemampuan dalam
mengenal dirinya serta organisasi yang dipimpinnya
sangatlah penting. Pengenalan terhadap kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman merupakan titik yang
mendasar untuk memutuskan dibawa kemana suatu
15
Page 25
organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin yang efektif yang
menjadi harapan semua pihak tidak tercipta secara
instan, perlu adanya proses untuk membentuk seseorang
menjadi kuat dari segala tantangan didepannya.
Kepemimpinan yang efektif akan bisa dan mampu membawa
organisasi yang dipimpinnya dalam menjawab tuntutan
serta harapan masayarakat yang menginginkan pelayanan
keperawatan yang paripurna.
F. PENUTUP
Dari paparan dan penjelasan di atas dapat dikatakan
bahwa setiap pemimpin yang efektif perlu terus
berperilaku yang sesuai dengan faktor situasi yang
dihadapi, sambil perlu terus mengasah dan menambah
kualitas personalnya, agar mampu berperilaku efektif
dalam situasi yang dapat berubah. Sebagai penutup,
berikut kutipan dari Lowney (2005, 11), bahwa untuk
berhasil menjadi pemimpin, orang perlu membentuk
menjadi pemimpin yang memiliki (a) kesadaran diri,
yaitu memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, dan
pandangan hidup; (b) ingenuitas (kecerdikan dan
fleksibilitas) yaitu berinovasi dan beradaptasi dengan
yakin untuk merangkul seluruh dunia; (c) cinta kasih,
yaitu membangun kontak dengan orang lain dalam sikap
yang positif, penuh cinta kasih; dan (d) heroisme,
yaitu menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan
Page 26
ambisi-ambisi heroik, seperti pahlawan yang selalu siap
berjuang bahkan mengorbankan diri demi kehidupan orang
lain yang lebih baik. Semuanya ini tidak terlepas
sebagaimana keinginan agar ke depannya keperawatan
menjadi suatu profesi yang professional untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan demi
menjawab tuntutan dan harapan masayarakat yang semakin
meningkat.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Azrul Azwar. 1988. Pengantar AdministrasiKesehatan, Edisi kedua, PPT Bina Rupa Aksara.
2. UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
4. Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A SystemApproach, 3rd Edittion. USA: Saunders
5. Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasidalam prektik Keperawatan Profesional Edisi 2.Jakarta: Salemba Medika.
6. Chung, Kae H., Leon C. Megginson, OrganizationalBehavior, Developing Managerial Skills, Harper & RowPublishers, New York, 1981
7. Hall, Richard H., Robert E. Quinn, OrganizationalTheory and Public Policy, Sage Publications, BeverlyHills, California, USA, 1991
16
Page 27
8. Sullivan EJ. 2013. Effective Leadership andManagement in Nursing. Edition 8th. USA: PearsonEducation.
9. Marguiss, Huston. 2013. Kepemimpinan dan ManajemenKeperawatan: Teori dan Aplikasi, edisi 4. Jakarta:EGC.
10. Rigolosi ELM. 2013. Management and Leadership inNursing and Health Care : An Experiential Approach.Third Edition. New York: Springer PublishingCompany.
11. Harmon, Michael M., Richard T. Mayer, OrganizationTheory for Public Administration, Little, Brown AndCompany, Canada, 1986
12. Reddin, William J., Managerial Effectiveness, MacGraw Hill, Kogakhusha Ltd., 1970
13. Tannenbaum, Robbert & Warren H Schmidt, “How toChoose a Leadership Pattern”, dalam Huneryager &Heckman (Ed.), Human Relation In Management, South-Western Publishing Co., 1967
14. Rice, Learning for Leadership, Interpersonal andInter-Group Relations, The Tavistock Institute ofHuman Relations, 1965
15. Delmatoff, J. The Most Effective Leadership Stylefor the New Landscape of Healthcare. Journal ofHealthcare Management 59 (4) 2014.
16. Bradshau WG. Importance of Nursing Leadership inAdvancing Evidence – Based Nursing Practice. Journalof Neonatal Network. 29 (2), 2010.
Page 28
17. Corazzini, KN, Anderson RA. Adaptive Leadershipand Person-Centered Care: A New Approach to SolvingProblems. NC Medical Journal. 75 (5) 2014.
18. Lowney, Chris, Heroic Leadership, Terjemahan, PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF PADA TATA KELOLA DIRUANG RAWAT GUNA MENDUKUNG PELAYANAN KESEHATAN
PARIPURNA
Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester :
Page 29
Kepemimpinan dan Manajemen dalam KesehatanDosen: Dr. Tri Hartiti, SKM, M.Kep.
Agus Santoso, S.Kp., M.Kep.
Oleh :Herry Setiawan
NIM.22020114410007
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2014