KEPEMIMPINAN PEDAGOGIK DIREKTUR TERBIYATUL MU’ALLIMIN AL ISLAMIYAH PONDOK PESANTREN RAFAH KABUPATEN BOGOR Tesis DISUSUN OLEH: ABD. RAHMAN 21160181000022 MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018/1439 H
136
Embed
KEPEMIMPINAN PEDAGOGIK DIREKTUR TERBIYATUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42638/2/ABD... · Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEPEMIMPINAN PEDAGOGIK
DIREKTUR TERBIYATUL MU’ALLIMIN AL ISLAMIYAH
PONDOK PESANTREN RAFAH
KABUPATEN BOGOR
Tesis
DISUSUN OLEH:
ABD. RAHMAN
21160181000022
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
i
PEDOMAN TRANSLITERASI
Di dalam naskah tesis ini akan dijumpai ayat Al-Quran yang otomatis
ditulis dengan huruf Arab. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk
penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
ARAB LATIN
Kons. Nama Kons. Nama
Alif Tidak dilambangkan ا
Ba b Be ب
Ta t Te خ
Tsa st Es (dengan titik di atas) ز
Jim j Je ض
Cha H Ha (dengan titik di bawah) غ
Kha kh Ka dan ha خ
Dal d De د
Dzal dh De dan ha ر
Ra r Er س
Za z Zet ص
Sin s Es س
Syin sy Es dan ha ش
Shad s Es (dengan titik di bawah) ص
Dlat d De (dengan titik di bawah) ض
Tha t Te (dengan titik di bawah) ط
Dha z Zet (dengan titik di bawah) ظ
Ain „ Koma terbalik di atas„ ع
Ghain gh Ge dan ha غ
Fa f Ef ف
Qaf q Qi ق
Kaf k Ka ن
Lam l El ي
Mim m Em
Nun n En
Wawu w We و
Ha h Ha هـ
Hamzah ‟ Apostrof ء
Ya y Ye ي
ii
1. Vokal rangkap atau diftong bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dengan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan
dengan gabungan huruf sebagai berikut:
a. Vokal rangkap ( أو ) dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya: al-yawm.
b. Vokal rangkap ( أي ) dilambangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya:
al-bayt.
2. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat dan
huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf dan
tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnya ( فاذحح ) ,( - = ا
عى ح ) um ) dan - = ا .( = ل
3. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid,
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama
dengan huruf yang bertanda syaddah itu, misalnya ( حذ = ), ( سذ =
saddun ), ( طة = tayyib ).
4. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam,
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “al”, terpisah
dari kata yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( د ث ) ,( al-bayt = ا
.( - =اسآء
5. ah mati atau yang dibaca seperti ber-h transliterasinya
dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”, sedangkan
yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya ( هاليسؤ ا ح = -
atau ).
6. Tanda apostrof (‟) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk yang
terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya ( ح = فمهاء ) ,( = سؤ
).
iii
iv
v
vi
vii
ABSTRAK
Kepemimpinan Pedagogik Direktur Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah
Pondok Pesatren Rafah Kabupaten Bogor
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepemimpinan Pedagogik Direktur Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah Pondok Pesantren Rafah Kabupaten
Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
dan dianalisa dengan pendekatan analisis deskriptif. Adapun teknik pengumpulan
data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumen.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pelaksanaan kepemimpinan
pedagogik Direktur Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah Pondok Pesantren Rafah
sudah berjalan dengan baik.
Dari penelitian ini, peneliti menemukan bahwa pelaksanaan kepemimpinan
pedagogik direktur ini mampu melakukan perubahan-perubahan yang besar
terhadap pesantren, hal ini dibuktikan dengan kemampuan direktur mengubah
kurikulum, mulai dari kurikulum Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMP
IT) dan Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMA IT) ke kurikulum Madrasah
Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA), kemudian melakukan perubahan
ke kurikulum pesantren yang di sebut Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah atau
kurikulum pesantren dan di Mu‟adalahkan (disetarakan) oleh Kementrian Agama
secara resmi. Kepemimpinan pedagogik direktur TMI juga memberikan dampak
kepada kapasitas dan keilmuan santri dan juga membangun profesionalitas guru-
guru yang ada di Pondok Pesantren Rafah.
Kata kunci : kepemimpinan pedagogik, kurikulum pesantren, kepala sekolah
viii
ABSTRACT
Pedagogical Leadership Director Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah Pondok
Pesantren Rafah Bogor Regency
This study aims to describe the Implementation of Pedagogical Leadership
Director Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah Pondok Pesantren Rafah Bogor Regency. The method used in this research is qualitative research, and analyzed by
descriptive analysis approach. The techniques of data collection using observation,
interviews, and document studies.
The results of this study revealed that the pedagogic leadership director
tarbiyatul muallimin al Islamiyah pondok pesantren rafah is running well.
From this research, the researcher found that the implementation of
pedagogical leadership of this director is able to make big changes to pesantren,
this is proved by the ability of director to change the curriculum, starting from
starting from the curriculum of Islamic Integrated High School and Integrated
Islamic Senior High School to the curriculum of Madrasah Tsanawiyah (Secondary
School and Madrasah Aliyah (High School), then make changes to curriculum of
pesantren which is called Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah or curriculum of
pesantren and in Mu‟adalah (equalized) by Ministry of Religious Affairs Officially.
The pedagogical leadership of the TMI director also has an impact on the capacity
and scholarship of the students and also builds the professionalism of the teachers
in the Rafah Pesantren.
Keywords: pedagogical leadership, curriculum of pesantren, principal
Alhamdulillah, puja dan puji seraya dipanjatkan kepada Dzat Yang Maha
Tinggi, Allah Robbul „izzati berkat rahmat dan karunia-Nya, saya diberi kesehatan
dan kekuatan untuk menyelesaikan Tesis yang berjudul “Kepemimpinan Pedagogik Direktur Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah Pondok Pesantren Rafah Kabupaten
Bogor” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Manajemen
Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
benderang akan ilmu, iman dan pengajaran.
Penyelesaian Tesis ini tidak lepas dari motivasi, dukungan dan do‟a dari
berbagai pihak, oleh sebab itu izinkan pada kesempatan kali ini izinkan penulis
untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Jejen Musfah, M.A. selaku Ketua program studi magister
Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Zaenul Arifin Yusuf, M.Pd. yang telah memberikan banyak ilmu
pengetahuan, nasihat, bimbingan, dan motivasi bagi penulis serta kesabaran
selama bimbingan menyelesaikan tesis.
5. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Alm. Nur Hayati, Allahummaghfir laha warhamha wa „aafihi wa‟fu „anha, Ibu
tercinta yang telah memperjuangkan hidupnya untuk kesuksesan anak-anaknya.
Semoga Ibunda berada dalam Rahamat-Nya di alam sana.
7. Bapak Abbas Adam, Ayah terhebat sedunia, karena motivasi dan doa dari
beliaulah yang menjadikan penulis selalu terinspirasi untuk berjuang gigih,
tidak menyerah akan keadaan yang terkadang menyulitkan. sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan tanpa suatu halangan apapun.
xi
8. Dompet Dhuafa Republika sebagai penyandang dana biaya pendidikan yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang
pendidikan.
9. Keluarga besar Dompet Dhuafa Pendidikan: SMART Ekselensia Indonesia,
Makmal Pendidikan, Pusat Sumber Belajar, Beastudi Indonesia.
10. Keluarga besar Dompet Dhuafa University dan Sekolah Guru Indonesia yang
telah memfaslitasi seluruh program pendidikan di Sekolah Guru Indonesia dan
kerjasama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan melihat penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa objek dari
pedagogik adalah manusia itu sendiri dengan seluruh kehidupan mereka.
C. KEPEMIMPINAN PEDAGOGIK
1. Pengertian Kepemimpinan Pedagogik
Pengertian kepemimpinan pedagogik dari beberapa pakar adalah:
a. MacNeill, Cavanagh, dan Silcox mendefinisikan pedagogical
leadership sebagai “Pedagogic leadership is therefore an act that
motivates others, thus facilitating culturally and morally aware learning
in a second party” Definisi di atas dapat dipahami bahwa pedagogical
leadership adalah tindakan untuk memotivasi orang lain, juga
memfasilitasi sadar belajar pada anak secara budaya dan moral
(MacNeill, 2005:3)
b. Menurut Coughlin dan Baird kepemimpinan pedagogik adalah
pembimbing studi proses belajar mengajar (Coughlin dan Baird, 2013:1).
c. Taipale (2004:72) mendefenisikan kepemimpinan pedagogik adalah
kemampuan yang luar biasa dalam membimbing bawahan menuju tujuan
bersama, membuat visi dan tujuan yang spesifik terlihat dan mengajari
orang untuk mengerti dan menafsirkannya, serta membahas dan
mengelola interaksi dengan cara saling ketergantungan dan keterbukaan
positif.
d. Menurut Alameen, Male dan Palaiologou (2015:4) Kepemimpinan
pedagogik adalah sesuatu yang lebih dari pada mendukung proses
pengajaran dan pembelajaran, dan karir dengan expektasi bahwa
tindakan seharusnya tidak ditentukan sebelumnya, namun relevan
dengan situasi dan kondisi.
e. Menurut Sergiovanni (1998) yang dijelaskan oleh Okoth (2016:18)
mengatakan bahwa kepemimpinan yang mengembangkan kapasitas
dengan mengembangkan modal sosial dan akademik bagi siswa dan
20
modal intelektual dan profesional bagi para guru untuk memberikan
kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan level pembelajaran dan
pengembangan siswa.
Dengan beberapa defenisi di atas maka dapat dikatakan bahwa
kepemimpinan pedagogik adalah kemampuan seorang dalam mengembangkan kapasitas dan moral seseorang maupun organisasi sehingga meningkatkan
profesionalitas dalam mencapai tujuan bersama yang telah disepakati bersama.
Dengan begitu, ketika kepemimpinan pedagogik diaplikasikan dalam
kepemimpinan pendidikan maka dapat diartikan bahwa kemampuan kepala
sekolah dalam mengelola sekolah, dan meningakatkan kapasitas organisasi
sekolah dan menciptakan pembelajaran yang profesional dalam mencapai visi
dan tujuan sekolah.
2. Prinsip Pelaksanaan Kepemimpinan Pedagogik
Prinsip pelaksanaan kepemimpinan pedagogik ada 4 sebagaimana yang
telah disebutkan oleh Education Review Office (2012:14) sebuah lembaga
pemerintahan independen New Zealand yang mengawasi kinerja sekolah-
sekolah di New Zealand, yaitu sebagai berikut:
a. Memiliki staf dengan kredibilitas dan profesional
Pemimpin pedagogis yang efektif membawa berbagai keterampilan
pribadi dan profesional ke pekerjaan mereka dan mereka bekerjasama
dengan para guru dan siswa. Mereka membentuk hubungan kerja yang
baik sehingga para guru juga memiliki keterampilan. Membagi tugas
sesuai bidang guru untuk mendukung guru dalam memperbaiki praktik
mengajar mereka. Sehingga dapat diidentifikasi empat aspek yang
berkontribusi terhadap kredibilitas dan keahlian para pemimpin
pedagogis:
1) Latar belakang dan pengalaman yang relevan.
2) Kemampuan untuk membangun hubungan kerja yang efektif.
3) Pengetahuan teori dan praktik pendidikan yang luas.
4) Pengetahuan tentang bagaimana meningkatkan hasil pendidikan
b. Membangun nilai, kreatif, strategis dan fokus pada perbaikan dan
peningkatan.
Kepemimpinan pedagogik yang memiliki corak ini mendukung
untuk meningkatkan hasil akademik, sosial dan tujuan pelajaran. Pada
aspek ini kepemimpinan pedagogik yang dibahas adalah:
1) Mengembangkan praktek inovatif
2) Penekanan pada hasil siswa
3) Kepemimpinan kreatif, fleksibel dan gigih
4) Nilai-nilai etika dan tindakan
21
5) Penggunaan strategis dari data untuk menginformasikan
perubahan.
c. Menggunakan proses pembelajaran dan pengembangan profesional yang
efektif.
Proses pengembangan dan dukungan profesional yang efektif diperlukan untuk pemimpin pedagogis untuk mendukung perbaikan terus-menerus
untuk guru dan sekolah. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:
1) Fokus pada hasil siswa, dengan cara menghubungkan antara
kegiatan di kelas dengan tujuan yang di inginkan.
2) Menggunakan instrumen penilaian tentang kinerja guru dan siswa
untuk menentukan perbedaan di dalam kelas.
3) Menyediakan berbagai macam bentuk kegiatan bagi guru untuk
belajar dan menerapkan ilmu baru yang di peroleh di dalam kelas
ketika mengajar.
4) Bekerja sama dan memberikan tantangan kepada guru untuk
belajar.
d. Ikut terlibat aktif dalam kegiatan di sekolah.
Keempat prinsip kepemimpinan pedagogik ini menunjukkan bahwa dalam
pelaksanaan tugas pemimpin pedagogik maka pemimpin memastikan bahwa
dia terhubung dengan semua aspek organisasi dan mampu melaksanakan tugas
masing-masing dengan baik.
3. Aspek Aspek Kepemimpinan Pedagogik
Ada beberapa aspek kepemimpinan pedagogik, aspek kepemimpinan
pedagogik ini dapat dilihat dari perbandingan instructional leadership dan
pedagogical leadership yang dikaji oleh MacNeill, Cavanagh, dan Silcox
(2005:5) berikut ini. Perbandingan antara kepemimpinan instruksional dan
kepemimpinan pedagogic adalah:
Instruksional Leadership Pedagogic Leadership
Fokus pada instruksi guru Fokus pada pembelajaran
siswa
Didorong oleh kurikulum
yang diamanatkan
Ditentukan berdasarkan minat
dan bakat
Kelas oriented Terhubung pada contoh
kontekstual
Hasil tes dilihat sebagai
tujuan
Hasil pengujian terlihat adanya
satu aspek pembelajaran dan
informatif tingkat pemahaman
siswa terhadap konsep yang
dieksplorasi
22
Mengacu pada pengajaran
sebagai keahlian
Mengacu pada pengajaran
sebagai profesional
Bersifat Hierarki Kepemimpinan terdistribusi
Lebih jauh menekankan pada
manajemen sekolah
Lebih menekankan pada
membangun komunitas belajar
profesional
Kepala sekolah sebagai
instruktur guru
Kepala sekolah sebagai
pemimpin pembelajaran
profesional guru
Bersifat pragmatis Bersifat Moral dan fasilitatif
Dengan perbedaan tersebut, maka beberapa aspek kepemimpinan
pedagogik adalah:
a. Memfokuskan perhatian dan usahanya untuk perbaikan dan peningkatan
belajar peserta didik;
b. Mengupayakan guru-guru, laboran, pustakawan, teknisi, dan tenaga
administrasi sekolah (TAS) untuk melihat kebutuhan dan minat peserta
didik (bukan ditentukan oleh terlaksana kurikulum) dalam memberikan
layanan kepada peserta didik;
c. Menjamin pembelajaran yang dialami oleh peserta didik selalu dikaitkan
dengan kejadian-kejadian nyata/kehidupan keseharian anak;
d. Menjadikan tes sebagai bagian dari proses pembelajaran dan menjadi
informasi berharga bagi capaian peserta didik dalam belajarnya;
e. Menstimulus guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk menjalani
pekerjaanya sebagai profesi yang dicirikan oleh pengabdian, bukan
hanya keahlian.
f. Memberikan kepercayaan kepada guru-guru dan tenaga kependidikan
lainnya untuk menjadi pemimpin di sekolah.
g. Memimpin sekolah dengan orientasi pada membangun komunitas
pembelajar, bukan pada manajerial sekolah semata;
h. Memposisikan diri sebagai pemimpin pembelajar professional bukan
sebagai pengajar bagi guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya;
i. Mendasarkan tindakan dalam mengelola sekolah secara moral dan
fasilitator bukan untuk kepentingan praktis.
4. Ciri-Ciri Kepemimpinan Pedagogik
Ciri-ciri dari kepemimpinan pedagogik dapat dilihat dari beberapa hal
yaitu:
a. Menstimulus Guru dan Tenaga Kependidikan Menjadi Tim Profesional.
23
Kajian Mac Evoy (1987) yang dijelaskan oleh Supardi (2013:54)
mengatakan mengenai cara yang dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk
meningkatkan profesionalisme guru yaitu dengan cara:
1) Menjelaskan kepada guru peluang peluang yang berkaitan dengan
profesi mereka. 2) Menyampaikan informasi terkini berkaitan dengan profesionalisme dan
kurikulum kepada guru guru.
3) Menarik perhatian guru tentang pengajaran dan pembelajaran.
4) Mendapatkan pandangan guru tentang pengajaran dan pembelajaran
yang dapat meningkatkan profesionalisme dikalangan guru.
5) Menganjurkan guru melakukan percobaan atau penelitian baru dan
memberi pencerahan baru kepada keberhasilan guru.
Priansa (2017:60-61) memiliki pandangan yang berbeda terhadap peran
kepala sekolah dalam membangun profesionalisme guru, yaitu:
1) Menciptakan iklim kelembagaan yang kondusif.
Kepala sekolah berperan menciptakan iklim kelembagaan yang kondusif
dan efektif bagi pencapaian tujuan yang menunjukkan adanya kedekatan
dan keterbukaan antara guru dan kepala sekolah, terciptanya lingkungan
belajar yang kondusif, aman dan nyaman, serta mengoptimalkan
kesejahteraan guru. Peran kepala sekolah disini sebagai jembatan untuk
melakukan proses supervisi yang humanis dalam proses pengelolaan
iklim agar mendukung efektivitas tujuan pendidikan.
2) Menciptakan peluang dan kesempatan bagi optimalisasi potensi guru.
Kepala sekolah harus melibatkan guru tanpa diskriminatif, untuk terlibat
dalam kegiatan yang akan menunjang kegiatan profesionalisme guru.
Kepala sekolah memberikan peluang dan kesempatan kepada guru untuk
berkreasi dan berinovasi sehingga guru tersebut dapat
mengaktualisasikan dirinya. Hal tersebut dapat menciptakan budaya
yang kreatif di lingkungan sekolah, yang berdampak pada kematangan
guru dalam menjelaskan tugas secara profesional.
3) Optimalisasi peran kepemimpinan.
Kepala sekolah harus mampu mengoptimalkan peran kepemimpinan
yang tersebar di dalam hierarkis organisasi sekolah. Peran kepemimpinan
sangat berpengaruh terhadap kematangan profesional guru, yaitu kepala
sekolah sebagai konduktor, motivator dan koordinator perlu memiliki
peran kepemimpinan yang jelas. Kepala sekolah bertugas memimpin
guru untuk membina kerja sama yang harmonis antar guru sehingga
membangkitkan semangat serta motivasi kerja.
4) Pelaksanaan supervisi klinis.
Pelaksanaan supervisi klinis merupakan salah satu upaya kepala sekolah
dalam mematangkan profesionalisme guru. Supervisi klinis bertujuan
24
meningkatkan kemampuan dasar guru yang berkaitan dengan kompetensi
mengajarnya. Sebagai supervisor kepala sekolah harus mengetahui
aspek-aspek didaktik metodik, yang notabene nya merupakan prasyarat
utama tugas guru.
Dengan beberapa cara untuk menstimulus guru menjadi tenaga
kependidikan yang profesional, maka peran peran kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan lebih banyak ke memfasilitasi dan menstimulus guru
sehingga mulai terbangun kesadaran dari dalam dirinya.
b. Fokus Pada Perbaikan dan Peningkatan Belajar Peserta Didik
Dalam melakukan perbaikan dan peningkatan peserta didik tentu tidak
lepas dari kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas. Salah
satu upaya kepala sekolah dalam perbaikan dan peningkatan belajar siswa
adalah dengan meningkatkan keterampilan mengajar guru. Seperti yang
disampaikan Priansa (2017:178) bahwa guru yang paripurna adalah guru yang
menguasai keterampilan dasar dalam mengajar secara baik. Dengan kata lain
ketika mengadakan pelatihan guru, ataupun observasi ke kelas secara tidak
langsung kepala sekolah sedang berusaha meningkatkan proses belajar siswa.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Rosyada (2013:110) bahwa guru
harus memenuhi dua kategori yaitu capability dan loyality, capability disini
adalah guru harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang
diajarkannya, memiliki kemampuan teoritis tentang mengajar yang baik, dari
perencanaan, implementasi sampai evaluasi. Guru juga harus memenuhi
kategori loyality, loyality di sini adalah loyalitas keguruan, yaitu loyalitas
terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di dalam kelas, tetapi
sebelum dan sesudah kelas.
Ketika guru memenuhi kategori tersebut maka tugas-tugas guru dalam
meningkatkan kemampuan siswa akan dilaksanakan dan mencari solusi yang
tepat terhadap berbagai permasalahan di kelasnya karena mereka paham akan
tugas dan kewajiban mereka. Selain dua kategori tersebut dalam meningkatkan
kemampuan siswa guru harus memiliki kecakapan dalam melakukan
komunikasi kepada siswa agar materi yang disampaikan diserap dengan
maksimal oleh siswa. Moore (2001:156) seperti yang dijelaskan oleh Rosyada
(2013:148-145) membagi komunikasi verbal dalam pembelajaran menjadi dua
yaitu, verbal learning dan vocal learning. Vocal learning adalah proses
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan memahami apa yang
disampaikan guru melalui kata-kata yang diucapkannya. Oleh sebab itu tingkat
pemahaman siswa sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
25
1) Pengorganisasian bahan ajar, semakin baik bahan-bahan uraian
terorganisasikan, maka akan semakin baik tingkat pemahaman siswa
terhadap bahan-bahan pelajaran tersebut.
2) Kejelasan kata, yaitu menggunakan kata-kata yang jelas dan bermakna
pasti hanya satu makna, lebih baik daripada menggunakan kata-kata bermakna ganda, sehingga pemahaman siswa sesuai dengan maksud
yang diucapkan oleh gurunya. Namun tidak boleh untuk memaksakan
penggunaan kata-kata yang jelas dengan mengabaikan inti pesan.
3) Untuk mempermudah pemahaman, sebaiknya informasi diperjelas
dengan contoh-contoh dua arah, arah yang dimaksud dan arah yang tidak
dimaksud, atau contoh yang salah supaya siswa memahami dengan baik
maksud pesan yang disampaikan.
Sedangkan vocal learning adalah proses pembelajaran yang dilakukan
siswa dengan memahami pesan-pesan yang diucapkan guru dengan tempo
yang sedang, tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat, tinggi rendah
nada suara diatur, dan intonasinya sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Penggunaan vocal yang baik, intonasi yang pas, tempo yang sedang dan ritme
yang sesuai dengan alur pesan akan membantu efektivitas penyampaian pesan
dalam proses pembelajaran, dan membantu pemahaman siswa terhadap pesan-
pesan yang dibawakan guru tersebut (Moore, 2001:158).
Dengan memahami cara komunikasi yang baik dan kemampuan mengatur
pembelajaran maka guru mampu meningkatkan proses belajar siswa, dan
bukan hanya meningkatkan hasil belajar namun menciptakan suasana nyaman
dalam belajar.
c. Kepemimpinan Distributif.
Mustonen (2003) dalam Alava Dkk (2012:24) mengemukakan bahwa
walaupun tanggung jawab utama tetap berada pada pemimpin, Pemimpin
mensosialisasikan kepemimpinan mereka sendiri dengan berbagi tanggung
jawab dan bekerja sama dengan guru. Memimpin sebuah sekolah untuk
mencapai tujuan bersama-sama merupakan tantangan yang besar bagi
seorang kepala sekolah, memerlukan chemistry antara seluruh tim kerja yang
ada di sekolah. Sebagai pemimpin sekolah kepala sekolah diberikan tugas
dan tanggung jawab yang sangat banyak, berkaitan dengan keuangan,
administrasi, sumber daya manusia sekolah, implementasi pendidikan,
integrasi kebutuhan siswa, dan secara keseluruhan perkembangan sekolah itu
sendiri (Alava, Halttunen, Risku, 2012:24). Dengan tugas yang banyak ini
kepala sekolah harus menyadari ketidakmampuannya untuk menjalankan
semua tugasnya seorang diri. Sementara keberlangsungan pendidikan bukan
hanya sekedar jangka pendek, tapi kepala sekolah juga harus memikirkan
26
keberlangsungan sekolah dalam jangka panjang. Maka salah satu pilihan
seorang kepala sekolah adalah berbagi kepemimpinan.
Kepala sekolah juga dituntut mampu membagi dan mendelegasikan
setiap jenis tugas secara efektif kepada orang yang tepat. Karena itu kepala sekolah perlu memahami secara benar setiap detail pekerjaan yang diberikan
kepada orang lain, sehingga kalaupun pekerjaan dikerjakan oleh orang lain,
hasilnya sama dengan yang diharapkan oleh kepala sekolah (Ambarita,
2015:92)
Mendistribusikan kepemimpinan keseluruh sekolah serta mempersiapkan
suksesi kepemimpinan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam sekolah
(Hargreaves dan Fink 2003 dalam Stronge, 2011:6). Berbagi kepemimpinan
juga berarti memberikan bimbingan dan dukungan yang berfokus pada
masing-masing pihak secara individu dan untuk memastikannya bahwa
sumber kepemimpinan terdistribusi yang terdiri dari berbagai pihak
membentuk sebuah kesatuan keseluruhan dalam hal operasi sekolah (Alava,
Halttunen, Risku, 2012:24). Dengan berbagi kepemimpinan maka kepala
sekolah tidak terjebak dengan berbagai masalah administrasi di sekolah
karena memiliki tim yang mampu mengerjakan tugas sesuai tugas masing
masing yang telah dipercayakan dan kepala sekolah juga karus meluangkan
waktu untuk memantau kelas untuk memastikan pembelajaran berlangsung
sesuai dengan yang diharapkan dan juga mempersiapkan pemimpin
pemimpin sekolah dimasa yang akan datang.
Salah satu contoh yang nyata distribusi kepemimpinan kepala sekolah
adalah berbicara langsung dengan para guru, memfasilitasi para staf sekolah,
dan mendukung pembelajaran jangka panjang khususnya yang berkaitan
dengan pembelajaran (Blase dan Blase 1999 dalam Stronge, 2011:6) dengan
kata lain para guru diberikan kesempatan kepada guru untuk bekerja sama
dan saling berbagi praktek pengajaran antara guru di sekolah dalam bentuk
observasi, begitu juga dengan para staf sekolah diberikan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuannya. Hal ini lebih terkenal dengan istilah
kolaborasi.
d. Membangun Komunitas Pembelajaran
Komunitas belajar profesional adalah kelompok individu yang berkumpul
bersama waktu dengan minat dan hasrat bersama untuk terlibat dalam proses
kolektif dan kolaboratif belajar (Coughlin, 2013:3)
Sebagai pemimpin sekolah, kepala sekolah juga harus menjadi contoh
atau teladan bagi seluruh warga sekolah, baik guru, staf, maupun siswa untuk
27
pembelajaran. Menurut Stonger (2011:8) sekolah diorganisasikan dalam dua
fungsi kunci, yaitu Pembelajaran dan Organisasi Pembelajaran.
1) Kepala Sekolah Sebagai Pembelajar
Kepala sekolah yang efektif menjadikan kesuksesan siswanya
sebagai titik pusat pekerjaannya, dan karenanya mereka memberikan perhatian dan berkomunikasi mengenai pengajaran, kurikulum dan
mengenai penguasaan siswa terhadap objek-objek pembelajaran yang
mudah ditemui di sekolahnya. Proses pembelajaran harus terjadi di
seluruh organisasi sekolah, dimana kepala sekolah harus menjadi
partisipan dalam proses pembelajaran tersebut dengan tujuan membentuk
dan mendorong implementasi model pembelajaran yang efektif di
sekolahnya (Stronger, 2011:8) kepala sekolah merupakan contoh yang
paling sering diperhatikan karena dari segi jabatan kepala sekolah
merupakan pemimpin tertinggi di sekolah, sehingga semua bentuk
kegiatan yang dilakukan kepala sekolah menjadi profil bagi seluruh
peserta didik di sekolah.
Kepala sekolah dalam mengelola sekolah sebagai teladan di sekolah
dipengaruhi oleh beberapa faktor di sekolah yang terlibat aktif
menyumbangkan masalah. Yaitu:
a) Komponen penyelenggara sekolah, pada sekolah negeri
penyelenggara sekolah adalah pemerintah yang dibantu oleh
masyarakat, selama ini sering dijumpai kebijakan pemerintah yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
b) Komponen pelaksana sekolah yaitu kepala sekolah itu sendiri, guru
dan staf, masalah yang muncul umumnya masalah profesionalisme.
c) Komponen siswa yang menyangkut motivasi, sikap, kreativitas,
hasil belajar dan sebagainya.
d) Komponen masyarakat yang berkaitan dengan peran mereka
terhadap sekolah (Rawita, 2011, 6-7)
Dengan beberapa masalah yang sering muncul dalam dinamika
sekolah inilah seorang kepala sekolah menjadi pembelajar di sekolah dan
apapun yang dilakukan akan menjadi bentuk yang akan di lihat dan
dicontoh oleh warga sekolah, baik dalam pola pikir dan pengambilan
keputusan dan kebijakan sekolah.
2) Kepala Sekolah sebagai Organisasi Pembelajaran
Kepala sekolah harus mampu secara berkelanjutan mengambil
bagian dalam berbagai program pengembangan dan pelatihan, baik yang
berasal dari sekolah tempat ia mengabdi maupun diluar sekolah. Kepala
sekolah harus mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif,
sehingga mampu mempelajari situasi. Kepala sekolah harus mampu
mengejar peluang untuk bekerja sama dan mengambil bagian dalam
28
proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan
berpikir, dan mengembangkan imajinasi (Priansa, 2017:111).
Dengan kemampuan kepala sekolah dalam membangun relasi dan
kerja sama maka dalam mengembangkan komunitas pembelajaran di
sekolah dapat dilakukan dengan mudah dan akan memberikan wawasan yang luas bagi para guru sebagai anggota komunitas pembelajaran. Di
samping mendapatkan pemahaman para guru juga bisa mengambil
peluang lain dalam komunitas. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan
tim, keberhasilan bersama, dan bukan keberhasilan kepala sekolah
sendiri (Ambarita, 2015:91)
e. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajar Profesional (Memposisikan
diri sebagai pemimpin pembelajar professional bukan sebagai pengajar
bagi guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya)
Peran penting kepemimpinan pembelajaran dalam membina
profesionalisme guru seharusnya memiliki implikasi bahwa kepemimpinan
sekolah perlu mengalihkan perhatian dari sekedar melakukan pembinaan
administratif menjadi pembinaan profesional dengan pusat perhatian pada
peningkatan kinerja pembelajaran di sekolah (Kusmintarjo, 2014: 203).
Aktivitas utama perilaku kepemimpinan pengajaran di sekolah menurut
Blase, J (2001) dalam Supardi (2011:47) adalah berdiskusi dengan guru,
mengadakan pengembangan profesional dikalangan guru, memupuk refleksi
dikalangan guru.
Portin (2003) dalam stronge (2013:5) mengatakan bahwa semua sekolah
memerlukan kepala sekolah yang dapat melaksanakan perannya sebagai
pemimpin dalam pengajaran dan mampu memastikan kualitas pengajaran.
Maka seorang kepala sekolah tidak hanya akan melakukan tugas sebagai
manajer tapi harus meluangkan waktu berkunjung ke kelas untuk
memperhatikan proses pembelajaran yang berlangsung atau mengobservasi
guru demi memastikan jalannya proses pembelajaran. Di samping itu kepala
sekolah menyeimbangkan kebutuhan lain seperti keamanan siswa, dan
hubungan dengan orang tua siswa maupun stakeholder sekolah. Jika dilihat
dari peran kepala sekolah ini maka kepala sekolah memiliki peran ganda, dan
untuk melaksanakan tanggungjawab ganda ini, kepala sekolah harus memiliki
kemampuan untuk menunjukkan kecenderungan atau perkembangan sekolah
dimasa yang akan datang, dan memastikan sekolah tidak kehilangan visi, misi,
dan tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
29
f. Membangun Nilai Moral di Sekolah
Kepala sekolah bisa saja mengerjakan aspek-aspek lain dengan benar,
namun kegagalan dalam aspek perilaku berakibat kepala sekolah tidak dapat
mengerjakan tugas-tugas dengan baik, atau dalam beberapa kasus kepala
sekolah bahkan tidak dapat melanjutkan pekerjaannya (Stronge, 2013:122).
Pola pikir kepala sekolah yang efektif menempatkan sekolah sebagai
lahan belajar baik bagi dirinya, guru, pegawai, dan terutama bagi siswa
siswanya. Berdasarkan pola pikir ini, kepala sekolah akan berusaha
mengkondisikan dan memanfaatkan berbagai aspek di sekolah sebagai wahana
pembelajaran. Kepala sekolah yang efektif tidak hanya berfokus pada kegiatan
pembelajaran di kelas tetapi juga mengelola sikap dan perilaku guru dan
pegawai agar dapat dijadikan teladan bagi siswa dan lingkungan sekolah agar
memiliki nilai edukatif dan menjadi sumber belajar bagi civitas akademika
(Ambarita, 2015:89).
Menurut Edgar H. Schein (2004) yang dikutip oleh Baedowi (2015:39)
mengatakan bahwa ada 3 lapis budaya organisasi yaitu artefak dan perilaku,
nilai-nilai dan asumsi. Ketiga lapisan inilah yang membedakan antara budaya
satu organisasi dari organisasi lainnya jika dijelaskan secara terperinci adalah:
1) Artefak, adalah elemen-elemen apa saja yang terlihat secara kasat mata
pada sebuah organisasi, seperti arsitektur, furnitur, seragam kerja, atau
ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam berkomunikasi.
2) Nilai-nilai bentukan, (espoused values) nilai nilai dan aturan apa saja
yang dibuat dan digunakan oleh organisasi secara resmi. Nilai-nilai ini
diekspresikan dalam filosofi resmi organisasi dan dalam setiap
pernyataan publik. Ia bisa berupa visi, misi, dan tujuan organisasi atau
proyeksi dan prinsip-prinsip profesionalisme.
3) Asumsi-asumsi yang hidup, (shared basic assumptions) dalam organisasi
dapat dilihat pada perilaku perilaku anggota organisasi, yang cenderung
tidak disadari atau diungkapkan namun merupakan inti dari budaya
organisasi. Asumsi-asumsi ini terintegrasi dalam dinamika organisasi
sehingga sulit dikenali oleh „orang dalam‟ organisasi sendiri.
Kultur menempatkan perbedaan keberadaan orang dalam hubungannya
dengan perasaan, perilaku, dasar kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan
pendapat. Kultur dipelajari bersama oleh suatu anggota masyarakat dan
memiliki daya paksa mempengaruhi perilaku mereka (Fathurrohman dan
Suryana, 2012:90).
30
g. Membangun dan Menjaga Visi Sekolah
Kepala Sekolah yang memiliki gambaran yang jelas terhadap sekolah
yang dipimpinnya, baik visi, tujuan, akan membantu kepala sekolah terhindar
pekerjaan-pekerjaan administratif yang tidak diperlukan dan terlalu memakan
waktu (Stronge, Richard, Catano, 2013:4) hal ini terjadi karena dengan adanya visi yang jelas memudahkan kepala sekolah dalam memetakan tugas yang
akan dikerjakan, baik oleh staf sekolah, guru dan seluruh warga sekolah.
Sehingga peran peran kepala sekolah bisa dilaksanakan dengan maksimal.
Rawita (2012:4) mengungkapkan kalau strategi-strategi baru yang
inovatif harus dikembangkan untuk memastikan bahwa lembaga pendidikan
akan melaksanakan tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
mendatang. Maka dilihat bahwa seorang kepala sekolah harus terus berpikir
untuk melakukan karya-karya inovasi dalam melakukan pengembangan
sekolahnya, baik untuk mencapai visi yang telah ditentukan maupun dalam
melaksanakan tujuan pendidikan, baik tujuan nasional pendidikan maupun
tujuan sekolah itu sendiri.
Ada 3 faktor yang dipandang menjadi indikasi keberhasilan kepala
sekolah efektif menurut Blumberg dan Greefiel (1980) dalam Supardi
(2013:80) yaitu:
1) Keinginan dan harapan untuk menjadikan sekolah yang dipimpin lebih
dari sekolah sekolah lain, dan mampu menstrukturisasi waktu dan
harapannya sedemikian rupa sehingga memungkinkan kepala sekolah
yang bersangkutan mencapai tujuan pribadinya sebagai kepala sekolah.
2) Kecenderungan berinisiatif dan memulai tindakan proaktif terhadap
situasi kerjanya.
3) Memiliki kemampuan untuk tidak ditenggelamkan oleh lembaganya,
kepala sekolah tidak dapat mengabaikan tuntutan sekolahnya tetapi dapat
dikatakan mampu memuaskan dengan menggunakan sedikit porsi waktu
dan energi atau memanfaatkan personel lain untuk memenuhi tuntutan
organisasi sekolahnya.
Melihat beberapa faktor tersebut kepala sekolah yang baik adalah kepala
sekolah yang mampu melaksanakan tugasnya bersama dengan seluruh warga
sekolah secara bersama sama dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai
visi sekolah itu sendiri dan juga terus menjaga visi tersebut ketika sudah
tercapai dengan melakukan pengembangan pengembangan dalam proses
pembelajaran. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Stronge (2011:5)
bahwa kepala sekolah terus memberikan hubungan emosional terhadap guru
dan staf sekolah dan memandang mereka memiliki kemampuan untuk
menciptakan hubungan interpersonal yang positif. Proses pengembangan visi
sekolah dapat dilihat dari sekolah sekolah yang berekspektasi tinggi dimana
31
seluruh siswa dan guru mampu mencapai ekspektasi tersebut dan memiliki
rasa tanggung jawab untuk kesuksesan sekolahnya sebagai pemimpin
D. KEPALA SEKOLAH
1. Pengertian Kepala Sekolah
Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa: “Kepala sekolah adalah
seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana
terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang
menerima pelajaran”.
Sementara Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala
sekolah adalah seorang guru (Jabatan fungsional) yang diangkat untuk
menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah.
Melihat beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala
sekolah adalah seorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin
dan memberdayakan segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah
sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mencapai tujuan
bersama.
Berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah A. Tabrani Rusyan
(2000) menyatakan bahwa:
Kepemimpinan kepala sekolah memberikan motivasi kerja bagi
peningkatan produktivitas kerja guru dan hasil belajar siswa.
Kepemimpinan kepala sekolah harus benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan, karena tanggung jawab kepala sekolah sangat
penting dan menentukan tinggi rendahnya hasil belajar para siswa, juga
produktivitas dan semangat kerja guru tergantung kepala sekolah dalam
arti sampai sejauh mana kepala sekolah mampu menciptakan kegairahan
kerja dan sejauh mana kepala sekolah mampu mendorong bawahannya
untuk bekerja sesuai dengan kebijaksanaan dan program yang telah
digariskan sehingga produktivitas kerja guru tinggi dan hasil belajar
siswa meningkat.”
Sebenarnya dalam mencapai tujuan bersama, pemimpin dan anggotanya
mempunyai ketergantungan satu dengan yang lainnya. Setiap anggota
organisasi mempunyai hak untuk memberikan sumbangan demi tercapainya
tujuan organisasi. Oleh sebab itu, perlu adanya kebersamaan. Rasa
kebersamaan dan rasa memiliki pada diri setiap anggota mampu
menimbulkan suasana organisasi yang baik.
32
2. Kompetensi Kepala Sekolah
Kompetensi kepala sekolah ada lima seperti yang telah di atur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 13 Tahun
2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Kompetensi tersebut
adalah:
No Dimensi Kompetensi Kompetensi
1
Kepribadian
1. Berakhlak mulia,
mengembangkan budaya dan
tradisi akhlak mulia, dan menjadi
teladan akhlak mulia bagi
komunitas di sekolah/madrasah.
2. Memiliki integritas kepribadian
sebagai pemimpin.
3. Memiliki keinginan yang kuat
dalam pengembangan diri
sebagai kepala sekolah/madrasah.
4. Bersikap terbuka dan
melaksanakan tugas pokok dan
fungsi.
5. Mengendalikan diri dalam
menghadapi masalah dalam
pekerjaan sebagai kepala
sekolah/madrasah.
6. Memiliki bakat dan minat jabatan
sebagai pemimpin pendidikan.
2
Manajerial
1. Menyusun perencanaan
sekolah/madrasah untuk berbagai
tingkatan perencanaan.
2. Mengembangkan organisasi
sekolah/madrasah sesuai
kebutuhan.
3. Memimpin sekolah/madrasah
dalam rangka pendayagunaan
sumber daya sekolah/madrasah
secara optimal.
4. Mengelola perubahan dan
pengembangan sekolah/madrasah
menuju organisasi pembelajar
yang efektif.
5. Menciptakan budaya dan iklim
sekolah/madrasah yang kondusif
dan inovatif bagi pembelajaran
peserta didik.
6. Mengelola guru dan staf dalam
33
No Dimensi Kompetensi Kompetensi
rangka pendayagunaan sumber
daya manusia secara optimal.
7. Mengelola sarana dan prasarana
sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
8. Mengelola hubungan
sekolah/madrasah dan
masyarakat dalam rangka
pencarian dukungan ide, sumber
belajar, dan pembiayaan
sekolah/madrasah.
9. Mengelola peserta didik dalam
rangka penerimaan peserta didik
baru, dan penempatan dan
pengembangan kapasitas peserta
didik.
10. Mengelola pengembangan
kurikulum dan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan arah
dan tujuan pendidikan nasional.
11. Mengelola keuangan
sekolah/madrasah sesuai dengan
prinsip pengelolaan yang
akutabel, transparan dan efisien.
12. Mengelola ketatausahaan
sekolah/madrasah dalam
mendukung pencapaian tujuan
sekolah/madrasah.
13. Mengelola unit layanan khusus
sekolah/madrasah dalam
mendukung kegiatan
pembelajaran dan kegiatan
peserta didik di
sekolah/madrasah.
14. Mengelola sistem informasi
sekolah/madrasah dalam
mendukung penyusunan program
dan pengambilan keputusan.
15. Memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi bagi
peningkatan pembelajaran dan
manajemen sekolah/madrasah.
16. Melakukan monitoring, evaluasi
34
No Dimensi Kompetensi Kompetensi
dan pelaporan pelaksanaan
program kegiatan
sekolah/madrasah dengan
prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
3
Kewirausahaan
1. Menciptakan inovasi yang
berguna bagi pengembangan
sekolah/madrasah.
2. Bekerja keras untuk mencapai
keberhasilan sekolah/madrasah
sebagai organisasi pembelajar
yang efektif.
3. Memiliki motivasi yang kuat
untuk sukses dalam
melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai pemimpin
sekolah/madrasah.
4. Pantang menyerah dan selalu
mencari solusi terbaik dalam
menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah/madrasah.
5. Memiliki naluri kewirausahaan
dalam mengelola kegiatan
produksi/jasa sekolah/madrasah
sebagai sumber belajar peserta
didik.
4 Supervisi 1. Merencanakan program supervisi
akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme
guru.
2. Melaksanakan supervisi
akademik terhadap guru dengan
menggunakan pendekatan dan
teknik supervisi yang tepat.
3. Menindaklanjuti hasil supervisi
akademik terhadap guru dalam
rangka peningkatan
profesionalisme guru.
5
Sosial
1. Bekejasama dengan pihak lain
untuk kepentingan
sekolah/madrasah.
2. Berpartisipasi dalam kegiatan
35
No Dimensi Kompetensi Kompetensi
sosial kemasyarakatan.
3. Memiliki kepekaan sosial
terhadap orang/kelompok lain.
Kompetensi inilah yang membedakan guru dan kepala sekolah, dengan
kelima kompetensi tersebut maka kepala sekolah dituntut untuk lebih
berwawasan dan memiliki pengalaman serta kemampuan dalam
memimpin sebuah instasi.
3. Fungsi dan tugas Kepala sekolah
Fungsi kepala sekolah merupakan akibat dari perannya sebagai kepala
sekolah. Menurut Crowther (2009) dalam Suharsaputra (2016:163) terdapat 5
fungsi dari kepala sekolah yaitu:
a. Meginspirasi
b. Memadukan unsur kelembagaan yang penting dalam menjalankan peran
kepemimpinannya di sekolah,
c. Mendorong dan mengembang kepemimpinan guru menjadi fungsi kepala
sekolah, sehingga konstribusi guru terhadap pengembangan sekolah
terhadap secara keseluruhan mendapat dukungan kuat dengan
keterlibaatan guru dalam kepemimpinan pada tingkat organisasi sekolah.
d. Membangun aliansi strategis dengan berbagai pihak yang dapat
membantu, mendorong bagi perkembangan organisasi sekolah.
e. Membangun budaya dan memunculkan identitas menjadi fungsi lainnya
dari sekolah.
Sementara menurut Mulyasa, kepala sekolah harus melakukan perannya
sebagai pimpinan sebagai fungsi:
a. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
b. Kepala sekolah sebagai manajer
c. Kepala sekolah sebagai administrator
d. Kepala sekolah sebagai supervisor
e. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
f. Kepala sekolah sebagai inovator
g. Kepala sekolah sebagai motivator (Mulyasa, 2009:98).
Selain fungsi fungsi tersebut kepala sekolah juga harus menjalankan
tugasnya sebagai pemimpin organisasi atau dalam mengelola pendidikan yaitu:
a. Mengelola seluruh sumber daya manusia, fasilitas dan dana.
b. Membuat keputusan.
c. Menjadi teladan.
d. Menyelenggarakan tugas-tugas administrasi.
36
e. Melakukan inovasi.
f. Melakukan tugas sebagai supervisor atau penyelia.
g. Melaksanakan tugas sebagai pencipta kondisi yang kondusif untuk
belajar.
h. Melakukan tugas selaku pembimbing guru, staf administrasi dan siswa (Danim, 2009:28).
Dalam Permendiknas No 19 tahun 2007 dijelaskan beberapa tugas seorang
kepala sekolah yaitu:
a. Menjabarkan visi kedalam misi target mutu.
b. Merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai.
c. Menganalisis tantangan, peluang, kekuatan dan kelemahan
sekolah/madrasah.
d. Membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk
melaksanakan peningkatan mutu.
e. Bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran
sekolah/madrasah.
f. Melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting
sekolah/madrasah.
g. Berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua
peserta didik dan masyarakat.
h. Menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga
kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan dan
sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan kode etik.
i. Menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi peserta didik.
j. Bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif mengenai pelaksanaan
kurikulum.
k. Melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan
hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah.
l. Meningkatkan mutu pendidikan.
m. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
n. Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan dan pelaksanaan visi
pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh
komunitas sekolah/madrasah.
o. Membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan
sekolah/madrasah dan program pembelajaran yang kondusif bagi proses
belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga
kependidikan.
p. Menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya
sekolah/madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman,
sehat, efisien dan efektif
37
q. Menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dan
komite sekolah menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang
beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat (Suharsaputra,
2016:163-164).
Kepala sekolah yang mampu menjalankan fungsi-fungsi dan tugas di
atas dengan baik dapat dikatakan kepala sekolah memiliki kemampuan
memimpin yang baik.
Dari beberapa fungsi kepala sekolah yang dipaparkan oleh Crowther,
dapat dilihat petapa pentingnya posisi kepala sekolah untuk mengatur dan
mengelola segala potensi yang ada di sebuah organisasi sekolah agar terjadi
peningkatan kualitas pendidikan. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya,
kepala sekolah harus memiliki pengetahuan yang besar terhadap tugasnya
sebagai kepala sekolah.
Menurut Rich (1981) ada 5 rana pengetahuan yang harus dimiliki oleh
kepala sekolah, yaitu:
1. Pengetahuan praktis, digunakan untuk bidang pekerjaan yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan.
2. Pengetahuan intelektual, digunakan untuk menjawab keingintahuan
dalam bidang intelektual seperti ekonomi, hukum dan budaya.
3. Small talk, digunakan untuk menjawab keingintahuan yang tidak
intelektual seperti tentang gosip, berita, kriminal dan ceria.
4. Pengetahuan spiritual, digunakan untuk meningkatkan hubungan
manusia dengan tuhan atau agama.
5. Pengetahuan yang tidak diketahui (unwanted Knowladge) yang
berhubungan dengan suatu yang diluar perhatian seseorang atau sesuatu
yang tidak disengaja.
E. PENELITIAN YANG RELEVAN
Dalam penelitian ini ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki
topik yang hampir sama dengan penelitian ini yaitu:
1. Saifudin, tesis dengan judul “Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah
Tsanawiyah Negeri Gondowulung Bantul (Studi Kasus di MTsN
Gondowulung Bantul)”. Hasil dari penelitian ini adalah:
a. Gaya kepemimpinan kepala MTsN Gondowulung Bantul adalah
gaya kepemimpinan demokratis-partisipatif, yaitu gaya
kepemimpinan yang menerapkan unsur-unsur demokrasi dalam
memberikan instruksi dan koordinasi kepada para anggotanya
sekaligus melibatkan diri secara langsung pada prakteknya di
lapangan. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan gaya
kepemimpinan yang menekankan pada nilai-nilai kebebasan,
38
demokrasi dan peran partisipasi aktif dari seorang kepala
madrasah. Kepala madrasah menerapkan gaya kepemimpinan
demokratis-partisipatif dengan menggunakan beberapa pola yang
sangat kentara yaitu pola komunikasi, pola kultural dan pola
struktural. Pola komunikasi yang dimaksud disini bertujuan untuk melancarkan kegiatan-kegiatan yang telah diagendakan, baik itu
bersifat kedinasan formal maupun kedinasan nonformal.
Kemudian pola kultural yaitu budaya yang biasa diterapkan di
MTsN Gondowulung secara dinas berupa pembinaan seminggu
sekali dan pengajian dua bulan sekali secara bergilir untuk
membangun semangat kekeluargaan diantara guru dan karyawan
beserta keluarganya. Pola struktural yaitu struktur kepengurusan
madrasah yang profesional dan proporsional. Dalam struktur
kepemimpinan mardasah, profesionalitas sangat menekankan
tercapainya tujuan madrasah dan keinginan bersama.
b. Mengenai sifat-sifat kepemimpinan yang diterapkan kepela
madrasah di MTsN Gondowulung Bantul, kepala madrasah
berusaha menerapkan sifat sifat Nabi Muhammad SAW. Seperti
shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Namun kepala sekolah
masih memiliki beberapa kekurangan dalam menerapkan sifat-
sifat kepemimpinan yang ideal seperti kurangnya inovasi dan
kreativitas untuk mengembangkan kualitas madrasah.
c. Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah kondisi geografis,
tenaga pendidik (guru), sarana prasarana, dukungan warga dan
masyarakat. Sedangkan faktor penghambat dalam penerapan gaya
kepemimpinan Kepala Madrasah di MTsN Gondowulung Bantul
adalah senioritas, berkelompok antar guru, dan minimnya
motivasi kerja.
Persamaan dari penelitian ini adalah, sama sama menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif dan meneliti pemimpin sekolah yaitu
kepala Madrasah. Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Saifuddin adalah studi kasus yang menemukan bentuk
dan pola kepemimpinan dari kepala Madrasah sedang dalam
penelitian ini adalah penelitian yang berfokus pada satu tipe
kepemimpinan pemimpin pendidikan yaitu kepemimpinan pedagogik
Kepela sekolah.
2. Choirul Anwar, Kepemimpinan Kepala Madrasah (Studi Tentang
Peningkatan profesionalitas Guru Madrasah Aliyah Al-Wathoniyah
Semarang). Hasil penelitian yang telah dilakukan Anwar adalah:
a. Kepemimpinan yang dikembangkan di Madrasah Aliyah Al-
Wathoniyah Semarang adalah kepemimpinan humanistik dengan
gaya kharismatik. Kepemimpinan humanis ini didasarkan pada
39
pola interaksi antara pimpinan dan bawahan, yang tidak saklek
dan men-judgement apabila melakukan kesalahan. Namun kepala
madrasah kurang tegas dalam memberikan sanksi kepada pihak-
pihak yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Kepala
madrasah juga memiliki karisma dalam memimpin, namun lemah dalam penataan aktifitas yang membutuhkan dukungan
administratif.
b. Faktor pendukung kepemimpinan kepala madrasah dalam
upayanya meningkatkan profesionalitas guru di MA Al-
Wathoniyah antara lain keberadaan yayasan, dedikasi dan
loyalitas yang tinggi dari guru serta stuktur organisasi yang
membagi tugas dan tanggungjawab secara jelas.
c. Faktor penghambat kepemimpinan kepala madrasah dalam
peningkatan profesionalitas guru adalah ketidak tegasan dalam
punishment dan reward, belum tercapainya dan terpenuhi standar
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas
dan kurangnya pembiayaan pendidikan yang secara khusus
dialokasikan untuk peningkatan mutu pendidikan serta
profesionalitas guru.
Dari penelitian tersebut ada beberapa persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini yaitu: dari segi persamaan penelitian ini juga
menggunakan metode kualitatif, meneliti aspek kepemimpinan
pemimpin pendidikan. Perbedaan penelitian ini adalah penelitian ini
terfokus kepada dampak kepemimpinan kepada peningkatan kualitas
guru,
3. Agustina, penelitian yang berjudul pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah, iklim sekolah, dan kinerja guru terhadap mutu pendidikan di
SMP Negeri Kecamatan Terbagi Besar Kabupaten Lampung Tengah,
penelitian ini mengungkap beberapa hal penting melalui penelitian
kuantitatif yaitu secara parsial kepemimpinan kepala sekolah
berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja guru. Secara parsial iklim
sekolah berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru, dan ada
hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah.
Dari hasil penelitian ini baik secara parsial maupun secara bersama-
sama mempunyai pengaruh yang meyakinkan terhadap mutu
pendidikan, hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan mutu
pendidikan dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemimpinan
kepala sekolah, iklim sekolah dan kinerja guru.
Persamaan dari penelitian ini adalah sama sama meneliti tentang
kepemimpinan kepala sekolah, baik interaksi kepala sekolah dengan
guru dan masyarakat sekolah termasuk menciptakan iklim yang baik
40
untuk proses peningkatan proses pembelajaran. Ada beberapa
perbedaan dari penelitian ini adalah pertama: penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan
sampel proporsional random sampling, sedangkan penelitian yang
akan saya teliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Kedua, penelitian ini
berfokus pada beberapa variabel sedang penelitian yang akan saya
lakukan berfokus pada kepemimpinan pedagogik kepala sekolah.
4. Trevor Male and Ioanna Palaiologou dengan judul penelitian
Learning-Centred Leadership or Pedagogical Leadership? An
Alternative Approach to Leadership in Education Contexts. Centre for
Educational Studies, University of Hull (International Journal Of
Leadership In Education. Volume 15, Nomor 1, 2012).
Penelitian ini menjelaskan bahwa:
a. Kepemimpinan pedagogik merupakan proses kolaborasi antara
guru, pelajar, dan anggota masyarakat dalam sebuah komunitas.
Hal ini terus berevolusi dari waktu ke waktu dan berusaha untuk
menghasilkan yang terbaik bagi pendidik dan peserta didik,
bekerja sama dengan institusi terkait untuk menyelesaikan
masalah-masalah dalam pendidikan seperti kebijakan, ras, jenis
kelamin, atau kelas, dan bekerja sama dengan masyarakat dalam
usaha secara kolektif untuk berkontribusi pada pertumbuhan
pengetahuan.
b. Kepemimpinan pedagogik tidak hanya memperhatikan
pembelajaran dan prestasi pelajar peserta didik, tapi juga
memperhatikan tim pendidik, dan masyarakat lingkungan
sekolah. Kepemimpinan pedagogik terlibat dengan semua
kegiatan dan perkembangan pendidikan untuk dapat memahami
arus dan membuat keputusan tentang arah masa depan sekolah
dan peserta didik.
c. Kepemimpinan pedagogik menyampaikan visi dan tujuan yang
jelas kepada orang-orang yang berkepentingan seperti bawahan
dan atasannya sehingga mereka terlibat aktif dan mengembangkan
keterikatan dan perasaan bertanggung jawab terhadap etika, nilai,
dan kepercayaan yang menjadi pusat standar sekolah.
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah sama-
sama meneliti tentang kepemimpinan pedagogik dalam dunia
pendidikan, dimana penelitian ini meneliti instansi pendidikan dengan
metode penelitian kualitatif.
Dalam berbagai metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian
dengan tema kepemimpinan kepala sekolah oleh beberapa peneliti
sebelumnya, terdapat beberapa variasi kesimpulan sebagai hasil dari
41
penelitian yang telah dilaksanakan. Maka penulis secara mandiri
melakukan penelitian pada waktu, situasi dan tempat yang berbeda.
F. KERANGKA KONSEPTUAL
Keberhasilan sebuah sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan
pemimpin di sekolah tersebut. Semakin baik kemampuan seorang pemimpin
maka akan berpengaruh pada semua unsur yang ada dalam sekolah, Dengan
tabel ini maka dapat dilihat bahwa kepemimpinan pedagogik memiliki
hubungan dengan berbagai aspek di sekolah yang secara bertahap akan
memberikan perubahan pada kemampuan warga sekolah. Diantaranya adalah
adnya staf dengan kredibilitas dan profesional , Membangun nilai, kreatif,
dan fokus pada perbaikan sekolah, juga melakukan pengembangan
profesionalisme masyarakat sekolah dan keterlibatan Direktur. Dengan adanya
pengaruh yang baik terhadap keempat unsur sekolah ini maka akan
menciptakan budaya sekolah yang baik sehingga proses pembelajaran terjadi
bukan hanya di dalam kelas saja namun di seluruh lingkungan sekolah. Dengan
adanya budaya-budaya sekolah yang baik.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif ini digunakan untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan dari suatu persoalan, peneliti harus
melihat kealamiahan atau naturalistik dari suatu peristiwa, mendalami
persoalan secara fenomenologis, interaksi simbolik, etnografi, studi kasus, dan
mendeskripsikan sifat-sifat kualitatif, yang kemungkinan dapat dikatakan
sebagai penelitian yang menggunakan pendekatan atau lebih singkat dikenal
dengan istilah penelitian kualitatif (Ulfatin, 2015:19)
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam,
suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data
yang pasti yang merupakan suatu nilai balik data yang tampak. Jenis penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu memaparkan semua
fenomena yang terjadi dalam setting penelitian ini. Penelitian deskriptif
dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, dan
analisis/pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan
utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan suatu objek secara
objektif dalam suatu deskripsi situasi (Ali, 1982:120). Alasan dipilihnya
pendekatan ini adalah karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
keadaan suatu fenomena yang terjadi, dan berusaha untuk memaparkan data
sebagaimana adanya atau alamiah. Istilah kasus menunjukkan topik atau unit
analisis yang dipilih untuk dipelajari. Topik atau unit yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah kepemimpinan pedagogik kepala sekolah.
B. Objek Dan Desain Penelitian
Objek penelitian ini adalah Kepemimpinan Direktur Tarbiyatul Mu‟allimin
Al Islamiyah Pondok Pesantren Rafah Kabupaten Bogor
Adapun desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tujuan
Penelitian
Metode Penelitian Teknik
Pengumpulan
Data
Unit Analisis Time
Horizone
T1 E DESKRIPTIF Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Kepala sekolah
Guru
Lingkungan Masyarakat
sekolah
42
43
PANDUAN PENGUMPULAN DATA
Komponen Sub Komponen Indikator
Teknik
Pengumpu
lan Data
Informan
W O D
Memiliki Staf
dengan
kredibilitas
dan
Profesional
1. Latar belakang
staf
2. Staf memiliki
kemampuan di
bidangnya
3. Memahami
cara
peningkatan
hasil
pendidikan
1. Profil Guru
2. Mampu
membangun
hubungan
kerja dengan
direktur
3. Mengetahui
teori dan
praktik
pendidikan
√
√
√
Direktur
Guru
Staf
Membangun
nilai, kreatif,
strategi dan
fokus pada
perbaikan dan
peningkatan
pesantren
1. mengembangk
an kreativitas
2. Mengembangk
an praktek
inovatif
3. Menekankan
pada hasil
siswa
4. Membangun
nilai di
pesantren
1. Memberikan
peluang
untuk
meningkatka
n
kemampuan
staf
2. Memberikan
kesempatan
kepada
pendidik
mengemban
gkan metode
pembelajara
n
3. Membuat
data
perkembang
an siswa
4. Terbangun
budaya di
√
√
√
√
√
√
Direktur
Guru
43
44
Komponen Sub Komponen Indikator
Teknik
Pengumpu
lan Data
Informan
W O D
pesantren
Proses
pembelajaran
dan
pengembangan
profesional
yang efektif
1. Fokus pada
hasil siswa
2. Menggunakan
instrumen
penilaian
kinerja
3. Menyediakan
fasilitas bagi
guru
4. Membarikan
tantangan bagi
guru
5. Distribusi
kepemimpinan
1. Menghubun
gkan antara
kegiatan di
kelas dengan
tujuan yang
di inginkan
2. Menentukan
progress dan
perkembang
an siswa di
kelas
3. Memberikan
ruang bagi
guru untuk
berinovasi di
kelas
4. Memberikan
penghargaan
(reward)
bagi guru
yang
berprestasi
5. Ada
pembagian
tugas yang
jelas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Direktur
Guru
Aktif dalam
kegiatan
pesantren
1. Membuat
agenda
pekanan
2. Melakukan
rapat guru
3. Hadir dalam
1. Terdapat
jadwal
Kegiatan
pesantren
2. Ada jadwal
tetap untuk
√
√
√
Direktur
Guru
45
Komponen Sub Komponen Indikator
Teknik
Pengumpu
lan Data
Informan
W O D
tiap kegiatan rapat
bersama
semua guru
3. Hadir dan
ikut andil
dalam
kegiatan di
pesantren
PANDUAN WAWANCARA
No Dimensi Indikator Butir pertanyaan
1 Memiliki Staf
dengan
kredibilitas dan
Profesional
1. Mampu
membangun
hubungan
kerja dengan
direktur
2. Mengetahui
teori dan
praktik
pendidikan
1. Bagaimana proses
perekrutan guru guru di
Pesantren Rafah
dilakukan?
2. Apakah guru pengabdian
melalui seleksi seperti
guru yang lain?
2
Membangun
nilai, kreatif,
strategi dan fokus
pada perbaikan
dan peningkatan
pesantren
1. Memberikan
peluang untuk
meningkatkan
kemampuan
staf
2. Memberikan
kesempatan
kepada
pendidik
mengembang
kan metode
1. Apakah guru di berikan
kesempatan belajar di luar
pesantren?
2. Apakah guru diberikan
kebebasan
mengembangkan metode
pembelajaran?
3. Apakah guru melakukan
penilaian harian?
4. Bagaimana budaya
terbangun di Pesantren?
46
pembelajaran
3. Membuat data
perkembanga
n siswa
4. Terbangun
budaya di
pesantren
5. Melakukan
supervisi
5. Apakah dilakukan
supervisi terhadap guru?
3
Proses
pembelajaran dan
pengembangan
profesional yang
efektif
1. Menghubung
kan antara
kegiatan di
kelas dengan
tujuan yang di
inginkan
2. Menentukan
progress dan
perkembanga
n siswa.
3. Memberikan
ruang bagi
guru untuk
berinovasi di
kelas
4. Memberikan
penghargaan
(reward) bagi
guru yang
berprestasi
5. Pembagian
tugas dala
kepemimpina
n
1. Bagaimana proses
pembelajaran dilakukan di
pesantren?
2. Apa saja pengembangan
kemampuan santri di
pesantren?
3. Apakah fasilitas
pembelajaran teresedia
bagi proses pembelajaran
di pesantren?
4. Bagaimana bentuk
penghargaan bagi guru
yang berprestasi di
pesantren?
5. Apakah ada pembagian
tugas dalam pengelolaan
pesantren?
4 Aktif dalam
kegiatan
pesantren
1. Ada jadwal
tetap untuk
rapat bersama
1. Apakah ada jadwal tetap
untuk rapat bersama para
guru?
47
semua guru
2. Hadir dan ikut
andil dalam
kegiatan di
pesantren
2. Apakah direktur
mengikuti setiap kegiatan
di pesantren?
C. Subjek Penelitian
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah Direktur Tarbiyatul
Mu’allimin Al Islamiyah Pondok Pesantren Rafah Kabupaten Bogor yang
beralamat di Jl. Kp. Sukajadi Desa Mekarsari Kecamatan Rancabungur
Kabupaten Bogor Jawa Barat. Untuk memaksimalkan data, peneliti
menambahkan informasi yang berkenaan dengan hal tersebut seperti para guru,
siswa, dan orang tua serta masyarakat setempat di Kp Sukajadi.
D. Data Yang Dikumpulkan
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti
sendiri dibantu oleh orang lain. Adapun data-data yang dikumpulkan peneliti
adalah sebagai berikut:
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini penelitian lakukan sendiri
dengan bantuan dari orang lain. Adapun data-data yang akan dikumpulkan
adalah sebagai berikut:
a. Informasi mengenai gambaran umum tentang kepemimpinan pedagogik
kepala sekolah khususnya kepemimpinan pedagogik Direktur Tarbiyatul
Mu’allimin Al Islamiyah Pondok Pesantren Rafah Kabupaten Bogor. Data
tersebut diperoleh dari dokumen yang berupa arsip dan foto serta hasil
wawancara dengan pihak terkait.
b. Informasi mengenai pelaksanaan kepemimpinan pedagogik kepala sekolah,
data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa guru dan
stakeholder yang terlibat dalam perkembangan sekolah.
E. Sumber Data
Adapun sumber/subjek dalam penelitian kualitatif adalah orang yang dapat
dijadikan sebagai, sumber informasi sebanyak-banyaknya kepada peneliti.
Sumber data di sini dibagi dua yaitu:
a. Data Primer
Sumber data primer yang dilakukan yaitu dengan mengolah informasi
yang diperoleh dari lapangan berupa catatan dan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan fokus penelitian.
48
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui
wawancara kepada guru-guru yang secara struktural aktif dalam kegiatan
ini. Selanjutnya peneliti memperoleh data dari hasil observasi tentang
kepemimpinan pedagogik kepala sekolah itu sendiri.
b. Data Sekunder
Sumber data skunder dalam penelitian ini diarahkan pada pencarian
data dari pihak sekolah baik tenaga usaha mengenai bukti kegiatan kegiatan
pengembangan yang dilakukan kepala sekolah maupun guru-guru yang
berpartisipasi. Pencarian data akan dimulai dari pengawas sebagai informan
kunci, informasi ditentukan berdasarkan atas petunjuk, kecukupan data
didasarkan pada kejenuhan data yaitu apabila dari data yang satu dan data
yang lainnya adalah sama.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumen
saling mendukung dan melengkapi dalam memenuhi data yang diperlukan
sebagaimana fokus penelitian ini.
a. Observasi
Pengumpulan data dengan menggunakan observasi berperan serta
untuk mengungkapkan makna suatu kejadian tertentu yang merupakan
perhatian esensial dalam penelitian kualitatif. Observasi berperan serta
dilakukan untuk mengamati objek penelitian, seperti khusus organisasi,
sekelompok orang dan beberapa aktivitas suatu sekolah.
Data informasi yang dikumpulkan dengan observasi dilakukan melalui
pengamatan langsung pada tempat penelitian baik secara terbuka maupun
tersembunyi.
b. Wawancara
Wawancara terhadap informan sebagai sumber data dan informasi
dilakukan dengan tujuan menggali informasi tentang fokus penelitian.
Wawancara adalah percakapan dua orang atau lebih, yang memiliki tujuan
dan diarahkan salah seorang dengan maksud memperoleh keterangan.
Sebelum mengumpulkan data di lapangan sebaiknya menyusun daftar
pertanyaan sebagai pedoman, namun pertanyaan bukanlah sesuatu yang
bersifat ketat, dapat mengalami perubahan sesuai situasi dan kondisi
dilokasi penelitian.
49
c. Studi Dokumen
Studi dokumen dalam menganalisis data penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan data yang berkaitan dengan fokus penelitian seperti
catatan tertulis dan dokumen-dokumen baik bersifat pribadi maupun tertulis
dan melakukan pengkajian berbagai hal yang didapat yang berhubungan dalam penelitian.
Berbagai dokumen yang diperoleh seperti catatan dan data sekolah,
foto dan profil sekolah, kegiatan belajar yang sedang berlangsung dan
dokumen lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
G. Teknik Pengolahan Data Proses analisis data dimulai dari menyusun dan menyajikan kemudian
menelaah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu wawancara
dan pengamatan observasi di lokasi penelitian. Penelitian melakukan
interpretasi hasil observasi dan menyimpulkannya, untuk kemudian dilakukan
analisa terhadap data tersebut.
Proses analisis data pada penelitian ini dilakukan dari sebelum ke lokasi
penelitian. Peneliti melakukan analisis terlebih dahulu terkait penelitian
sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Selanjutnya peneliti melakukan analisis saat di lokasi penelitian. Data yang
diperoleh dikumpulkan, kemudian di reduksi kembali. Pada proses reduksi ini,
peneliti memilih dan memilah data yang diperlukan dalam penelitian untuk
selanjutnya melakukan display data dan membuat kesimpulan.
H. Analisis Dan Interpretasi Data
Analisis dan interpretasi data dimaksudkan untuk memaknai data yang
berupa teks atau gambar. Usaha ini melibatkan segmentasi dan memilah-milah
data (misalnya menguliti kulit bawang) serta menyusun kembali (Creswell,
2014:260).
Peneliti menyusun langkah-langkah teknik analisa data dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Identifikasi Data
Data-data yang berhasil peneliti kumpulkan dari hasil wawancara, dan
dokumentasi kemudian diidentifikasi yang selanjutnya dikelompokkan
sesuai dengan permasalahannya. Dalam hal ini, peneliti melakukan
pengumpulan data baik hasil wawancara dengan dan juga data penunjang
berupa dokumentasi berupa file maupun hardcopy untuk mendukung hasil
penelitian.
50
2. Analisis Data
Data-data yang telah berhasil peneliti kelompokkan, kemudian di analisa
dengan cara cek silang (cross check), antar data dari hasil wawancara, dan
dokumentasi sehingga menghasilkan vasilitas data yang mendukung dan
saling menguatkan terhadap temuan.
3. Interpretasi Data
Data-data yang berhasil dianalisa kemudian diinterpretasikan dengan
menggunakan teknik deskriptif kualitatif sehingga diperoleh hasil
kesimpulan yang sebenarnya tentang kepemimpinan pedagogik yang sesuai
dengan Education Review Office.
I. Pengecekan Keabsahan Data
1. Validitas Internal
a. Memperpanjang masa observasi
Setelah memperoleh data yang diperlukan selama waktu penelitian,
peneliti akan menambah waktu keterlibatan peneliti dalam proses
kehidupan keseharian sampai dinyatakan bahwa data yang telah
diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.
b. Melakukan pengamatan secara terus menerus
Pengamatan terus menerus akan membantu peneliti menemukan
data yang perlu diamati dalam proses memperoleh data. Pengamatan
terus menerus juga mengarahkan peneliti untuk fokus pada pertanyaan
penelitian yang diajukan.
c. Triangulasi data
Untuk membandingkan hasil pengamatan pertama dengan
pengamatan berikutnya terkait data wawancara dengan informant dan
key informant. Apabila terdapat perbedaan dalam data, maka harus
diteliti lebih lanjut apa alasan dari terjadinya perbedaan itu sendiri.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) Triangulasi sumber, membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara:
membandingkan data hasil dokumentasi dengan hasil wawancara,
membandingkan apa yang dikatakan umum dengan ada yang
dikatakan secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yag dikatakan
sepanjang waktu, membandingkan keadaan dan perspektif orang
dengan berbagai pendapat dan pandangan seperti orang biasa,
orang yang berpendidikan tinggi, menengah dan pemerintahan
serta membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan. Dalam hal ini peneliti membandingkan data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan berbagai jenis informan
yang berbeda-beda. Diantaranya melalu data hasil wawancara
51
dengan Direktur Tarbiyatul Muallimin Al Islamiyah, guru, dan