-
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DIREKTQRAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
nr*i
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
NOMOR : KP 151 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR 172 -
01)PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,
Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri PerhubunganNomor KM
49 Tahun 2012 tentang PeraturanKeselamatan Penerbangan Sipil Bagian
172 (CivilAviation Safety Regulation Part 172)
tentangPenyelenggaraan Pelayanan Lalu LintasPenerbangan Sipil (Air
Traffic Service Provider) diaturmengenai ketentuan pelayanan lalu
lintaspenerbangan;
b. bahwa dalam rangka peningkatan keselamatanpenerbangan, perlu
diatur mengenai prosedurpelayanan lalu lintas penerbangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam
huruf a dan b, perlu menetapkanStandar Teknis dan Operasi (Manual
of StandardCASR 172-01) Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan,dengan
Peraturan Direktur Jenderal PerhubunganUdara;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
tentangPenerbangan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009
Nomor 1, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor
4956);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentangPerusahaan
Umum (Perum) Lembaga PenyelenggaraPelayanan Navigasi Penerbangan
Indonesia(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012Nomor
176);
*
-
3. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentangOrganisasi
Kementerian Negara (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2015
Nomor 5);
4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentangKementerian
Perhubungan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2015 Nomor
75);
5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun2009 tentang
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipil Bagian 170 (Civil Aviation
Safety Regulation Part170) tentang Peraturan lalu Lintas Udara [Air
TrafficRules);
6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun2011 tentang
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipil Bagian 172 (Civil Aviation
Safety Regulation Part172) tentang Penyelenggara Pelayanan Lalu
LintasPenerbangan Sipil (Air Traffic Service Provider);
7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 57 Tahun2011 tentang
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipil Bagian 171 (Civil Aviation
Safety Regulation Part171) tentang Penyelenggara
PelayananTelekomunikasi Penerbangan (AeronauticalTelecommunication
Service Provider) sebagaimanatelah diubah terakhir dengan Peraturan
MenteriPerhubungan Nomor PM 38 Tahun 2014;
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun2015 tentang
Tentang Peraturan KeselamatanPenerbangan Sipil Bagian 174 (Civil
Aviation SafetyRegulations Part 174) tentang Pelayanan
InformasiMeteorologi Penerbangan (Aeronautical
MeteorologicalInformation Services) sebagaimana telah
diubahterakhir dengan Peraturan Menteri PerhubunganNomor PM 138
Tahun 2015;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 44 Tahun2015 tentang
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipil Bagian 173 (Civil Aviation
Safety Regulations Part173) tentang Perancangan Prosedur
Penerbangan(Flight Procedure Design);
\
-
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun2015 tentang
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipil Bagian 139 (Civil Aviation
Safety Regulations Part139) tentang Bandar Udara (Aerodrome);
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 60 Tahun2015 tentang
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipil Bagian 175 (Civil Aviation
Safety Regulation Part175) tentang Pelayanan Informasi
Aeronautika(Aeronautical Information Service);
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 94 Tahun2015 tentang
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipil Bagian 91 (Civil Aviation
Safety Regulation Part91) Tentang Pengoperasian Pesawat Udara
(GeneralOperating And Flight Rules);
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun2015 tentang
Peraturan Keselamatan Penerbangan
Sipil Bagian 121 (Civil Aviation Safety Regulation Part121)
Tentang Prosedur Sertifikasi Untuk Produk danBagian-Bagiannya
(Certification Procedures ForProduct And Parts);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN
UDARA TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI
(MANUAL OF STANDARD CASR 172-01) PELAYANAN
LALU LINTAS PENERBANGAN.
Pasal 1
Memberlakukan ketentuan-ketentuan Standar Teknis Dan
Operasi (Manual of Standard CASR 172-01) Pelayanan LaluLintas
Penerbangan sebagaimana tercantum dalam
lampiran dan merupakan bagian tidak terpisahkan dariPeraturan
ini.
Pasal 2
Direktur Navigasi Penerbangan mengawasi pelaksanaanPeraturan
ini.
A
-
Pasal 3
Peraturan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di JAKARTAPada tanggal 25 APRIL 2016
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
ttd
SUPRASETYO
SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :1. Menteri
Perhubungan;2. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal dan Para
Kepala Badan di
lingkungan Kementerian Perhubungan;3. Para Direktur di
Lingkungan Ditjen Perhubungan Udara;4. Para Kepala Kantor Otoritas
Bandar Udara di Lingkungan Ditjen
Perhubungan Udara;5. Para Kepala Bandar Udara di Lingkungan
Ditjen Perhubungan Udara;6. Direktur Utama Perum LPPNPI.
Salinan sesuai lengan aslinya*SfcraN HUKUM
MTJEftDCftAl*
RICHAHDO.SH, MH
Pembina Tk I / (IV/b)NIP. 19670118 199403 1 001
-
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
NOMOR : KP 151 TAHUN 2016TANGGAL : 25 APRIL 2016
STANDARD TEKNIS DAN OPERASI
(MANUAL OF STANDARD CASR 172-01)
PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN
REPUBLIC OF INDONESIA - MINISTRY OF TRANSPORTATIONDIRECTORATE
GENERAL OF CIVIL AVIATION
JAKARTA - INDONESIA
4
-
NO. Tanggal
ditetapkan
REKAMAN AMANDEMEN
AMANDEMEN
Tanggal dimasukan Entry By
\
-
DAFTAR ISI
BAB I UMUM
1.1. Penerapan 51.2. Definisi 51.3. Penyelenggaraan pelayanan
lalu lintas penerbangan diwilayah ruang 7
udara Indonesia
1.4. Tujuan Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan 71.5. Jenis
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan 71.6. Pembagian Ruang Udara 81.7.
Spesifikasi Ruang Udara 91.8. Klasifikasi Ruang Udara 91.9. Unit
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan 121.10. Identifikasi Unit
Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
dan Ruang Udara 131.11. Identifikasi dan pembentukan Jalur
Penerbangan, Significant Point
dan change-over point 131. Pembentukan dan Identifikasi Jalur
penerbangan 132. Pembentukan dan identifikasi significant points
133. Pembentukan change-over point 13
1.12. Identifikasi dan Pembentukan Kawasan Udara Terlarang,
Kawasan 14Udara Terbatas dan Kawasan Udara Berbahaya
1.13. Penggunaan Waktu pada Pelayanan Lalu Lintas penerbangan
151.14. Ketentuan Kemampuan Berbahasa 151.15. Ketentuan Minimum
Flight Altitude 151.16. Ketentuan Pengoperasian Performance Based
Navigation (PBN) 161.17. Required communication performance (RCP)
161.18. Sistem Referensi umum untuk Navigasi Penerbangan
(Common
Reference System) 161.19. Ketentuan Terkait Kewajiban Pesawat
udara untuk Membawa dan 16
Mengoperasikan Pressure Altitude Reporting Transponder1.20. Data
Aeronautika 161.21. Pembentukan dan identifikasi untuk jalur
standart pesawat udara 16
yang sedang taxi1.22. ATS Safety Management _/61.23. Contingency
arrangements J7
BAB II PROSEDUR KOORDINASI, PENANGANAN KONDISI EMERGENCYDAN
CONTINGENCY
2.1. Koordinasi antara Unit pelayanan lalu lintas penerbangan
denganUnit pelayanan lalu lintas penerbangan terkait 18
2.2. Koordinasi antara Unit pelayanan lalu lintas penerbangan
denganStasiun Meteorologi 13
2.3. Koordinasi antara Unit pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
denganunit pelayanan Informasi Aeronautika Bandar Udara 18
2.4. Koordinasi antara Unit Pelayanan lalu Lintas Penerbangan
denganUnit penyelenggara bandar udara 19
2.5. Koordinasi antara Unit Pelayanan lalu lintas Penerbangan
dengan unitpenyelenggara telekomunikasi penerbangan 19
2.6. Koordinasi antara Unit pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
dengan 19operator penerbangan
2.7. Koordinasi antara Unit pelayanan lalu lintas penerbangan
denganpihak militer oq
2.8. Koordinasi aktifitas yang berpotensi membahayakan pesawat
udarasipil 20
4
-
2.9. Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan pada kondisi gawat
darurat 212.10. Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan In-flight
contingency 21
BAB IIIPELAYANAN PEMANDUAN LALU LINTAS PENERBANGAN
3.1 Penerapan 233.2 Pemberian Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas
Penerbangan 233.3 Operasi Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan 233.4
Separasi Minima 253.5 Tanggung Jawab Pengendalian 263.6 Penyerahan
Tanggung Jawab Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan 263.7 Air Traffic
Control Clearance 293.8 Air Traffic Flow Management (ATFM) 313.9
Pengendalian orang dan kendaraan di bandara 313.10 Pemberian
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan menggunakan Radar
dan ADSB 323.11 Penggunaan Surface Movement Radar (SMR) 32
BAB IV PELAYANAN INFORMASI PENERBANGAN (FLIGHT
INFORMATIONSERVICES)
4.1 Penggunaan 334.2 Cakupan dari pelayanan informasi
penerbangan 334.3 Penyiaran Operasional Pelayanan Informasi
Penerbangan (OFIS) 344.4 Penyiaran Volmet dan D - Pelayanan Volmet
42
BAB V PELAYANAN KESIAGAAN (ALERTING SERVICES)5.1 Penggunaan
435.2 Pemberitahuan kepada Rescue Coordination Centre 435.3
Penggunaan fasilitas komunikasi 445.4 Plotting pesawat yang berada
dalam kondisi emergency 455.5 Informasi kepada Operator Pesawat
Udara 455.6 Informasi kepada pesawat yang berada di sekitar pesawat
yang
mengalami emergency 45
BAB VI PERSYARATAN KOMUNIKASI PADA UNIT PELAYANAN LALU
LINTASPENERBANGAN
6.1 Ketentuan Umum 456.2 Aeronautical Mobile Service (Air-
ground Communicationn) 466.3 Aeronautical Fixed Service (Ground -
ground Communication) 466.4 Pelayanan Pergerakan di Darat 496.5
Aeronautical radio navigation services 49
BAB VII FASILITAS PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN7.1 Ketentuan
umum 50
BAB VIII PELAPORAN DAN INVESTIGASI8.1 Ketentuan 51
\
-
BAB I
UMUM
1.1. PenerapanDalam peraturan ini mengatur ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :a. Pelayanan Pemanduan Lalu lintas Penerbangan;b.
Pelayanan informasi Penerbangan;c. Pelayanan kesiagaan (alerting
services);d. Prosedur Koordinasi penanganan kondisi emergency dan
contingency;e. Persyaratan komunikasi pada unit pelayanan lalu
lintas penerbangan;f. Pelaporan dan investigasi keselamatan
penerbangan.
1.2. De finis i
Aerodrome adalah kawasan di daratan dan/atau perairan
denganbatas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagai tempat
pesawatudara mendarat dan lepas landas
Air traffic advisory service. Adalah pelayanan saran lalu
lintaspenerbangan yang diberikan pada ruang udara advisory
untukmemastikan terjadinya pemisahan pesawat yang beroperasi sesuai
jenispenerbangan IFR.
Air traffic control clearance (ATC Clearance). Adalah
persetujuanpersonel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pesawat
udara untuksuatu pergerakan pesawat yang dibutuhkan.
Air-ground communication. Adalah komunikasi 2 arah antarapesawat
udara dengan stasiun yang ada di darat.
Aeronautical telecommunication station. Adalah sebuah
stasiundalam aeronautical telecommunication service.
Aeronautical telecommunication service. adalah
pelayanantelekomunikasi penerbangan.
Air traffic flow management (ATFM) adalah suatu pelayanan
lalulintas yang aman, teratur, cepat dan efisien dengan
memastikankapasitas pengatur lalu-lintas dan kapasitas bandar udara
yangdigunakan semaksimum/semaksimal mungkin, dan jumlah lalu
lintassesuai dengan kapasitas yang dideklarasikan oleh otoritas
ATS
Air traffic service. Adalah sebuah istilah umum yang berarti
pelayananlalu lintas penerbangan yang terdiri dari flight
information service,alerting service, air traffic advisory service,
air traffic control service (areacontrol service, approach control
service atau aerodrome control service
Air traffic services unit.Adalah sebuah istilah umum yang
berarti unitpenyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan yang
terdiri dari unitpemanduan lalu lintas penerbangan (ATC unit),
flight information centreatau air traffic services reporting
office.
Approach control service.Adalah pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbangan untuk kedatangan atau keberangkatan pada
penerbanganyang dikendalikan.
H
-
Approach control unit. Sebuah unit yang dibentuk untuk
memberikanpelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan pada pesawat
udarayang datang (arriving aircraft) ataupada pesawat udara yang
berangkat(departing aircraft) di satu aerodrome atau lebih.
Area control centre, dalah unit yang dibentuk untuk
memberikanpelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk
penerbangan yangberada didalam dcontrol area yang menjadi
tanggungjawabnya
Area control service. Adalah pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbangan untuk penerbangan yang berada dalam control
area.
Automatic dependent surveillance — contract (ADS-C)
merupakanteknologi pengamatan yang menggunakan pemancaran informasi
posisioleh pesawat sebagai dasar pengamatan.
ADS yang fungsinya similar dengan ADS-B hanya penggunaannya
yangberdasarkan kontrak.
Change-over point.Point yang dijadikan referensi bagi pesawat
udarauntuk merubah referensi fasilitas navigasi VOR dari VOR
titiksebelumnya ke fasilitas navigasi lainnya yang ada di
depan.
Control area.Adalah bagian dari ruang udara dikendalikan
denganbatas vertikal dan lateral tertantu dimana didalamnya
diberikanpelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk
penerbangan IFR
Controlled aerodrome. Adalah sebuah aerodrome dimana
pelayananpemanduan lalu lintas penerbangan diberikan kepada
aerodrome traffic.
Controlled airspace. Adalah sebuah ruang udara dimana
pelayananpemanduan lalu lintas penerbangan diberikan sesuai dengan
klasifikasiruang udara.
Control zone.Adalah bagian dari ruang udara dikendalikan
denganwilayah kewenangannya dari permukaan tana hingga batas atas
yangditentukan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan
Udara.
Manoeuvring area. Bagian dari aerodrome yang digunakan
pesawatuntuk take off / lepas landas, mendarat dan taxi, tidak
termasuk apron.
Performance Based Navigation (PBN) adalah area navigasi
denganpersyaratan kinerja bagi pesawat udara yang beroperasi
sepanjang ATSRoute, prosedur pendekatan instrumen atau di dalam
ruang udara yangditentukan.
Penyelenggara Pelayanan adalah badan hukum yang diberi izin
olehDirektur Jenderal untuk memberikan pelayanan lalu lintas
penerbangan
Navigasi Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak
pesawatudara dari satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan
lancar untukmenghindari bahaya dan/ atau rintangan penerbangan.
\
-
Strayed Aircraft. Adalah sebuah pesawat yang telah
menyimpangsecara signifikan dari track yang dimaksudkan.
1.3. Penyelenggaraan pelayanan lalu lintas penerbangan diwilayah
ruangudara Indonesia
1. Direktur Jenderal bertanggung jawab dalam pembinaan
pelayanannavigasi penerbangan di wilayah ruang udara Indonesia.
2. Pelayanan lalu lintas penerbangan terhadap pesawat udara
yangberoperasi di wilayah ruang udara yang dilayani,
diselenggarakanoleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi
penerbangan.
3. Dalam menyelenggarakan pelayanan lalu lintas
penerbangan,lembaga penyelenggara wajib memiliki sertifikat
penyelenggarapelayanan lalu lintas penerbangan sesuai peraturan
perundang-undangan.
4. Ruang udara yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam butir
2meliputi:a. Wilayah udara Republik Indonesia, selain wilayah udara
yang
pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada
negaralain berdasarkan perjanjian kerjasama;
b. Ruang udara negara lain yang pelayanan navigasipenerbangannya
didelegasikan kepada Republik Indonesia; dan
c. Ruang udara yang pelayanan navigasi
penerbangannyadidelegasikan oleh Organisasi Penerbangan Sipil
Internasionalkepada Republik Indonesia.
5. pendelegasian pelayanan navigasi penerbangan pada wilayah
udarasebagaimana dimaksud butir 4 huruf (a) semata-mata
berdasarkanalasan teknis operasional dan tidak terkait dengan
kedaulatan ataswilayah udara Indonesia serta hanya bersifat
sementara.
6. Pelayanan lalu lintas penerbangan yang diberikan pada ruang
udarayang dilayani wajib dipublikasikan melalui publikasi
InformasiAeronautika sesuai ketentuan perundang-undangan.
1.4. Tujuan Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
Pelayanan lalu lintas penerbangan memiliki tujuan :1. Mencegah
terjadinya tabrakan antar pesawat udara di udara ;2. Mencegah
terjadinya tabrakan antar pesawat udara atau pesawat
udara dengan halangan (obstruction) di manoeuvring area;3.
Memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas
penerbangan;4. Memberikan petunjuk dan informasi yang berguna
untuk
keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan5. Memberikan
notifikasi (informasi) kepada organisasi terkait untuk
bantuan pencarian dan pertolongan (search and rescue)
danmembantu organisasi tersebut bila diperlukan.
1.5. Jenis Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
1. Pelayanan lalu lintas penerbangan terdiri dari :a. Pelayanan
pemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic control
service), Pelayanan yang diberikan dalam rangka memenuhitujuan
pelayanan lalu lintas penerbangan sebagaimanadimaksud pada butir
1.4 huruf 1,2 dan 3.
b. Pelayanan informasi penerbangan (flight information
service),pelayanan yang diberikan dalam rangka memenuhi tujuan
\
-
pelayanan lalu lintas penerbangan sebagaimana dimaksud padabutir
1.4 huruf 4.
c. Pelayanan saran lalu lintas penerbangan (advisory
service)pelayanan yang diberikan dalam rangka memenuhi
tujuanpelayanan lalu lintas penerbangan sebagaimana dimaksud
padabutir 1.4 huruf 4
d. Pelayanan kesiagaan (alerting service), pelayanan yang
diberikandalam rangka memenuhi tujuan pelayanan lalu
lintaspenerbangan sebagaimana dimaksud pada butir 1.4 huruf 5
2. Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan (Air Traffic
controlservices) dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu ;a. Area
control service yaitu pelayanan pemanduan lalu lintas
penerbangan yang diberikan kepada controlled flight di
Areapenerbangan jelajah.
b. Approach Control Service yaitu pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbangan yang diberikan kepada controlled flight
untukpesawat udara yang datang (arriving aircrft) dan pesawat
udarayang berangkat (departing aircraft)
c. Aerodrome Control Service yaitu Pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbangan yang diberikan kepada aerodrome control
traffic.
3. Pelayanan lalu lintas penerbangan ditetapkan
denganmempertimbangkan paling sedikit:a. jenis lalu lintas
penerbangan;b. kepadatan arus lalu lintas penerbangan;c. kondisi
meteorologi;d. kondisi sistem teknologi dan topografi; sertae.
fasilitas dan kelengkapan navigasi penerbangan dipesawat udara.
1.6. Pembagian Ruang Udara1. Ruang udara yang dilayani diberikan
pelayanan lalu lintas
penerbangan sesuai dengan jenis ruang udara terdiri dari:a.
controlled airspace; danb. uncontrolled airspace.
2. Controlled airspace sebagaimana dimaksud dalam butir (1)
huruf adiberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa
pelayananpemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic control
service),pelayanan informasi penerbangan (flight information
service) danpelayanan kesiagaan (alerting service) dan terbagi atas
:
a. Control Area yang merupakan bagian dari ruang udara
dimanadidalamnya diberikan pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbangan untuk penerbangan IFR;
b. Control zone yang merupakan bagian dari ruang udara
dimanadidalamnya diberikan pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbangan untuk penerbangan IFR;
c. Aerodrome Traffic Zone yang merupakan aerodrome
dimanadidalamnya diberikan pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbagan untuk aerodrome traffic.
3. Uncontrolled airspace sebagaimana dimaksud dalam butir (1)
huruf bdiberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa
pelayananinformasi penerbangan (flight information service),
pelayanankesiagaan (alerting service) dan pelayanan saran lalu
lintas
\
-
penerbangan (air traffic advisory service) yang teridentifikasi
sebagaiFIR (Flight Information Regions) atau Flight Information
Zone (FIZ)
4. Untuk control area dan control zone sebagaimana dimaksud
padabutir 2 huruf a dan b, jika pelayanan pemanduan lalu
lintaspenerbangan juga diberikan untuk pesawat VFR maka ruang
udaratersebut harus diklasifikasikan sebagai ruang udara kelas B, C
atauD
1.7. Spesifikasi Ruang Udara
1. Controlled airspace sebagaimana dimaksud dalam sub bagian
1.6butir 1 huruf (a), terdiri dari:a. Control Area (CTA),
yaitu:
1) memiliki batas vertikal dengan batas atas FL 600 dan
batasbawah FL 245;
2) memiliki batas lateral sesuai dengan FIR.b. Terminal Control
Area (TMA), yaitu:
1) memiliki batas vertikal dengan batas atas FL 245 dan
batasbawah FL 100;
2) memiliki batas lateral disesuaikan denganmempertimbangkan
kemampuan fasilitas telekomunikasipenerbangan dan kebutuhan
operasional.
c. Control Zone (CTR),yaitu:1) memiliki batas vertikal dengan
batas atas FL 100 dan batas
bawah ground/water;2) memiliki batas lateral disesuaikan
dengan
mempertimbangkan kemampuan fasilitas telekomunikasipenerbangan
dan kebutuhan operasional.
d. Aerodrome Traffic Zone (ATZ), yaitu:1) memiliki batas
vertikal dengan batas atas 2500 Ft (Above
Ground Level) dan batas bawah ground/water;2) memiliki batas
lateral 5 NM atau vicinity of aerodrome.
2. Uncontrolled airspace sebagaimana dimaksud dalam sub bagian
1.6butir 1 huruf (a) merupakan Flight Information Centre (FIC)
denganbatas vertikal yaitu batas FL 245 dan batas bawah
ground/water.
1.8. Klasifikasi Ruang Udara
1. Klasifikasi ruang udara disusun dengan mempertimbangkan:a.
kaidah penerbangan;b. pemberian separasi;c. pelayanan yang
disediakan:d. pembatasan kecepatan:e. komunikasi radio; dan/atauf.
persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan (Air
Traffic Control Clearance).
2. Klasifikasi Ruang Udara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)terdiri atas:
a. Kelas A;b. Kelas B;
\
-
c. Kelas C;
d. Kelas D;
e. Kelas E;
f. Kelas F;dan
g- Kelas G.
3. Klasifikasi ruang udara kelas A sebagaimana dimaksud
dalambutir 2 huruf a, memiliki kriteria sebagai berikut:a. hanya
digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen;b. diberikan separasi
kepada semua pesawat udara;c. diberikan pelayanan pemanduan lalu
lintas penerbangan;d. tidak ada pembatasan kecepatan;e. memerlukan
komunikasi radio dua arah (Direct Control Pilot
Communication); danf. persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangan kepada pilot
(Air Traffic Control Clearance).
4. Klasifikasi ruang udara kelas B, sebagaimana dimaksud
dalambutir 2 huruf b, memiliki kriteria sebagai berikut:a.
digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual;b.
diberikan separasi kepada semua pesawat udara;c. diberikan
pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;d. tidak ada pembatasan
kecepatan;e. memerlukan komunikasi radio dua arahfDirect Control
Pilot
Communication); danf. persetujuan personel pemandu lalu lintas
penerbangan
kepada pilot.
5. Klasifikasi ruang udara kelas C, sebagaimana dimaksud
dalambutir 2 huruf c, memiliki kriteria sebagai berikut:a. untuk
kaidah penerbangan instrumen:
1) diberikan separasi kepada:a) antarkaidah penerbangan
instrumen; danb) antara kaidah penerbangan instrumen dengan
kaidah
penerbangan visual.2) pelayanan yang diberikan berupa:
a) layanan pemanduan lalu lintas penerbangan untukpemberian
separasi dengan kaidah penerbanganinstrumen; dan
b) layanan informasi lalu lintas penerbangan
antarkaidahpenerbangan visual.
3) tidak ada pembatasan kecepatan;4) memerlukan komunikasi radio
dua arahfDirect Control
Pilot Communication); dan5) persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangankepada
pilot.
b. Untuk kaidah penerbangan visual :1) Diberikan separasi antara
penerbangan visual dan
penerbangan instrumen;2) Pelayanan pemanduan lalu lintas
penerbangan;3) Kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian
dibawah
10.000 kaki di atas permukaan laut;4) Memerlukan komunikasi
radio dua arah (Direct Control
Pilot Communication); dan
10
\
-
5) Persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan pilot.
6. Klasifikasi ruang udara Kelas D, sebagaimana dimaksud butir
2huruf d, memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Untuk kaidah penerbangan instrumen:1) separasi diberikan
antar kaidah penerbangan instrumen;2) diberikan layanan pemanduan
lalu lintas penerbangan
dan informasi tentang lalu lintas penerbangan visual;3)
kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di
bawah 10.000 kaki di atas permukaan laut;4) memerlukan
komunikasi radio dua arah (Direct Control
Pilot Communication); dan5) persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangan kepada
pilot.b. Untuk kaidah penerbangan visual:
1) tidak diberikan separasi;2) diberikan informasi lalu lintas
penerbangan instrumen
kepada penerbangan visual dan antar penerbangan visual;3)
pembatasan kecepatan sebesar 250 knot dibawah
lO.OOOkaki di atas permukaan laut;4) memerlukan komunikasi radio
dua arah (Direct Control
Pilot Communication);5) persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangan kepada
pilot.
7. Klasifikasi ruang udara Kelas E, sebagaimana dimaksud
dalambutir 2 huruf e memiliki kriteria sebagai berikut:a. Untuk
kaidah penerbangan instrumen:
1) diberikan separasi antar kaidah penerbangan instrumen;2)
diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan
sepanjang dapat dilaksanakan atau informasi lalu
lintaspenerbangan untuk penerbangan visual;
3) pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000kaki di
atas permukaan laut;
4) memerlukan komunikasi radio dua arah (Direct ControlPilot
Communication); dan
5) persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepadapilot.
b. untuk kaidah penerbangan visual:1) tidak diberikan
separasi;2) diberikan informasi lalu lintas penerbangan
sepanjang
dapat dilaksanakan;3) pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di
bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;4) tidak diperlukan komunikasi
radio;5) tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangan kepada pilot.
8. Klasifikasi ruang udara Kelas F, sebagaimana dimaksud
dalambutir 2 huruf f, memiliki kriteria sebagai berikut:a. untuk
kaidah penerbangan instrumen:
11
*
-
1) diberikan separasi antar kaidah penerbangan
instrumensepanjang dapat dilaksanakan;
2) diberikan bantuan layanan pemanduan lalu lintaspenerbangan
atau layanan informasi lalu lintaspenerbangan;
3) pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000kaki di
atas permukaan laut;
4) memerlukan komunikasi radio dua arah (Direct ControlPilot
Communication); dan
5) tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintaspenerbangan
kepada pilot.
b. untuk kaidah penerbangan visual:1) tidak diberikan
separasi;2) diberikan layanan informasi penerbangan;3) pembatasan
kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;4) tidak diperlukan komunikasi
radio; dan5) tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangan kepada pilot.
9. Klasifikasi ruang udara Kelas G, sebagaimana dimaksud
dalambutir 2 huruf g, memiliki kriteria sebagai berikut:a. untuk
kaidah penerbangan instrumen:
1) tidak diberikan separasi;2) diberikan layanan informasi
penerbangan;3) pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah
10.000
kaki di atas permukaan laut;4) memerlukan komunikasi radio dua
arah; dan5) tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangan kepada pilot.b. untuk kaidah penerbangan visual:
1) tidak diberikan separasi;2) diberikan layanan informasi
penerbangan;3) pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah
10.000
kaki di atas permukaan laut;4) tidak diperlukan komunikasi
radio; dan5) tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas
penerbangan kepada pilot.
1.9. Unit Pelayanan Lalu Lintas PenerbanganUntuk memberikan
Pelayanan lalu lintas penerbangan (air trafficservices) sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.2 huruf b dibentuk unitlalu lintas
penerbangan (air traffic services) yang terdiri dari:a. Unit
pelayanan lalu lintas penerbangan di aerodrome yang terdiri ;
1) Aerodrome Control Tower (TWR);2) Aerodrome Flight Information
Services (AFIS);3) Aeronautical Station.
b. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan pada fase jelajah
sampai fasependekatan yang terdiri dari :1) Approach Control Unit
(APP); dan2) Terminal Control Area.
c. Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah:1) Unit pelayanan
navigasi penerbangan jelajah dengan pemanduan
lalu lintas penerbangan (Area Control Centre/ACQ;
12 \
-
2) Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah dengan
pemanduankomunikadi penerbangan (Flight Information Centre/ FIC
danFlight Service Station (FSS).
1.10. Identifikasi Unit Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas
PenerbanganDan Ruang Udara
Identifikasi unit penyelenggara pelayanan lalu lintas
penerbangan danRuang Udara di wilayah Indonesia harus memenuhi
ketentuan sebagaiberikut :
1. Area Control Center atau Approach control Unit atau Flight
InformationCenter diidentifikasikan dengan nama Kota terdekat atau
cirigeografis wilayah setempat.
2. Aerodrome Control tower diidentifikasikan dengan nama
aerodromedimana unit tersebut berada.
3. AFIS Unit diidentifikasikan dengan nama aerodrome dimana
unittersebut berada
4. Aeronautical Station Unit di identifikasikan dengan nama
Kotaterdekat atau ciri geografis wilayah setempat
5. Control zone, Control area atau Flight information
regiondiidentifikasikan dengan nama unit yang memiliki kewenangan
padaarea tersebut.
1.11. Identifikasi dan pembentukan Jalur Penerbangan,
Significant Pointdan change-over point
1. Pembentukan dan Identifikasi Jalur penerbangan
a. Pada saat pembentukan jalur penerbangan harus
disediakanproteksi ruang udara disepanjang jalur penerbangan
tersebutserta jarak aman dengan jalur penerbangan lainnya
sesuaidengan ketentuan yang berlaku.
b. Karena alasan kepadatan, kompleksitas atau sifat
pergerakanlalu lintas penerbangan termassuk pengoperasian
helicopterdari dan menuju helideck dilepas pantai, dapat dibentuk
jalurpenerbangan khusus untuk traffic dengan ketinggian rendah.
c. Ketika menetapkan jarak lateral antar jalur
penerbangansebagaimana dimaksud pada huruf bmaka
harusdiperhitungkan alat navigasi yang tersedia dan
peralatannavigasi yang terdapatpada pesawat udara yang
beroperasi.
d. Jalur penerbangan diidentifikasikan dengan designator.
2. Pembentukan dan identifikasi significant points
a. Untuk tujuan penentuan jalur penerbangan dan /atau
dalamkaitannya dengan kebutuhan informasi mengenai posisi
pesawatudara untuk pelayanan lalu lintas penerbangan
dibentuksignificant points.
b. Significant points diidentifikasikan dengan designators
3. Pembentukan change-over point
a. Untuk membantu akurasi navigasi sepanjang segmen rutedapat
dibentuk change-over point dengan mengacu pada VOR(very high
frequency omni-directional radio ranges)
13 \
-
b Pembentukan change-over point sebagaimana dimaksud padabutir a
dibatasi pada segmen rute yang memiliki panjang lebihdari 110 km
(60 NM) kecuali jika terdapat kompleksitas padajalur penerbangan,
kepadatan alat bantu navigasi atau alasanteknis dan operasional
lainnya sehingga diperlukanpembentukan change-over point pada
segmen jalur penerbanganyang lebih pendek.
c Kecuali dibentuk berdasarkan kinerja alat bantu navigasi
ataukriteria proteksi frequency, change-over point dibentuk
denganketentuan:i. Pada segmen jalur penerbangan yang lurus
change-over
point dibuat pada titik tengah antara fasilitas;ii. Pada segmen
jalur penerbangan yang berbelok maka
change-over points dibuat pada titik perpotongan radialantar
fasilitas.
1.12. Identifikasi dan Pembentukan Kawasan Udara Terlarang,
KawasanUdara Terbatas dan Kawasan Udara Berbahaya
1. Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab pengaturan
ruangudara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian
nasional,pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya serta
lingkunganudara ditetapkan:
a. kawasan udara terlarang(prohz'bited area);b. kawasan udara
terbatas(restricted area);c. kawasan identifikasi pertahanan udara
(Air Defence
Identification Zone/ADIZ);
2. Dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan didalam
ruangudara yang dilayani ditetapkan kawasan udara berbahaya
(dangerarea).
3. Dalam rangka pemenuhan sumber daya manusia, pendidikan
danpelatihan dibidang penerbangan ditetapkan kawasan
pelatihanterbang (training area).
4. Setiap kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas
ataudaerah berbahaya harus diberi identifikasi;
5. Identifikasi sebagaimana dimaksud pada butir 4 (empat),
terdiri darikumpulan huruf dan gambar sebagai berikut :a. Dua
karakter pertama dalam bentuk huruf yang mengidentifikasi
wilayah Indonesia seperti WI atau WA;b. karakter ketiga dalam
bentuk huruf yang mengidentifikasi simbil,
huruf P (prohibited) untuk kawasan terlarang, R (restricted)
untukkawasan terbatas, dan D (Danger) untuk kawasan berbahaya;
c. Karakter keempat dalam bentuk angka, tidak boleh sama satu
danlainnya dalam wilayah Indonesia.
14 \
-
6 Bila ada penghapusan identifikasi maka identifikasi lama
tidakboleh digunakan kembali untuk kurun waktu paling tidak
satutahun setelah waktu penghapusan.
7 Tata cara dan prosedur pembentukan kawasan udara
terlarang,kawasan udara terbatas dan kawasan udara berbahaya
diatursesuai ketentuan yang perundang-undangan.
1.13. Penggunaan Waktu pada Pelayanan Lalu Lintas
penerbangan
1 Waktu yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan lalu
lintaspenerbangan harus berdasarkan pada Coordinated Universal
Time(UTC). , , ..
2 Penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan dalam
memberikanpelayanan lalu lintas penerbangan harus dilengkapi
denganpenunjuk waktu yang dapat menunjukan waktu dalam jam,
menitdan detik dalam format 24 jam serta dapat terlihat dari setiap
posisioperasional di unit terkait.
3. Penunjuk waktu yang digunakan pada unit pelayanan lalu
lintaspenerbangan dan penunjuk waktu yang digunakan untuk
keperluanperalatan perekaman harus diperiksa untuk menjamin
keakuratanwaktu kurang lebih 30 detik dari waktu UTC.
4. Ketika komunikasi datalink digunakan dalam pelayanan lalu
lintaspenerbangan, penunjuk waktu yang digunakan pada unit
pelayananlalu lintas penerbangan dan penunjuk waktu yang digunakan
untukkeperluan peralatan perekaman harus diperiksa untuk
menjaminkeakuratan waktu kurang lebih 1 detik dari waktu UTC.
5. Keakuratan waktu (correct time) harus diperoleh dari stasiun
waktustandard (Standard Time Station) atau jika tidak memungkinkan
dariunit lain yang telah memperoleh waktu dari stasiun
tersebut.
6. Aerodrome Control Tower harus memberikan correct time
padapenerbang (pilot) sebelum pesawat udara taxi untuk take off,
kecualiapabila telah terdapat sumber lain yang dapat digunakan oleh
Pilot.
7. Correct time dapat juga diberikan apabila terdapat permintaan
dariPilot.
1.14. Ketentuan Kemampuan Berbahasa
1. Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus
memastikanbahwa personel pelayanan lalu lintas penerbangan dapat
mengertidan berbicara menggunakan bahasa yang digunakan
untukradiotelephony communications sesuai ketentuan peraturan
yangberlaku.
2. Koordinasi antar unit pemanduan lalu lintas
penerbanganmenggunakan standard phraseology sebagaimana diatur
padaperaturan perundangan.
1.15. Ketentuan Minimum Flight Altitude
1. Penyelenggara Pelayanan lalu lintas penerbangan
mengusulkanMinimum Flight Altitude pada setiap jalur penerbangan
dan controlarea kepada Direktur Jenderal untuk selanjutnya
divalidasi dandipublikasikan dalam Publikasi Informasi
Aeronautika.
2. Minimum Flight Altitude harus mempertimbangkan
ketinggianminimum diatas obstacle yang ada diwilayah yang
akanditetapkan.
15
\
-
3. Tata cara penentuan, penetapan, dan publikasi Minimum
FlightAltitude diatur dalam peraturan perundangan.
1.16. Ketentuan Pengoperasian Performance Based Navigation
(PBN)
Direktur Jenderal menetapkan pengoperasian PBN pada ruang
udaratertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1.17. Required communication performance (RCP)
Direktur Jenderal menetapkan tipe RCP yang digunakan pada
ruangudara tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1.18. Sistem Referensi umum untuk Navigasi Penerbangan
(CommonReference System)
Sistem referensi umum untuk navigasi penerbangan (Common
ReferenceSystem) diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
1.19. Ketentuan Terkait Kewajiban Pesawat udara untuk Membawa
danMengoperasikan Pressure Altitude Reporting Transponder
1. Untuk alasan keselamatan penerbangan Direktur Jenderal
dapatmenetapkan ruang udara dimana pesawat udara diwajibkan
untukmembawa dan mengoperasikan pressure altitude
reportingtransponder.
2. Ruang Udara sebagaimana dimaksud butir 1 (satu) ditetapkan
dalamperaturan perundangan dan dipublikasikan melalui
PublikasiInformasi Aeronautika.
1.20. Data Aeronautika
Penentuan dan pelaporan data aeronautika terkait pelayanan lalu
lintaspenerbangan diatur sesuai peraturan perundang-undangan.
1.21. Pembentukan dan identifikasi untuk jalur standart pesawat
udarayang sedang taxi
1. Jika diperlukan, pada suatu aerodrome dapat dibuat jalur
standaruntuk pesawat udara melakukan taxi menuju atau dari runway,
aprondan area pemeliharaan pesawat udara.
2. Jalur standar sebagaimana dimaksud butir 1 (satu) harus
sederhana,dengan jarak terdekat dan jika memungkinkan dirancang
untukmenghindari konflik traffic.
3. Jalur standar sebagaimana yang dimaksud pada butir 1 (satu)
harusdiidentifikasikan dengan designators yang berbeda dengan
designatorsuntuk runways dan jalur penerbangan.
1.22. ATS Safety Management
1. Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan wajib
memilikisistem manajemen keselamatan untuk mencapai Acceptable
level ofsafety yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Sistem manajemen keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat
1(satu), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalamPKPS bagian 172.
16 V
-
3 Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan
wajibmelaksanakan safety assesment pada setiap perubahan yang
terkaitdengan sistem pelayanan lalu lintas penerbangan
termasukimplementasi pengurangan separasi minima atau
penggunaanprosedur baru serta baru serta pemasangan peralatan baru
yangberhubungan dengan operasional pelayanan lalu lintas
penerbangandan hal lain yang berhubungan dengan keselamatan
penerbangan
4. Safety Asessment sebagaimana dimaksud butir 3 (tiga)
disampaikankepada Direktur Jenderal untuk proses verifikasi.
5 Perubahan sebagaimana dimaksud butir 3 (tiga) hanya dapat
diimplementasikan apabila verifikasi menunjukan bahwa
Acceptablelevel of safety dapat terpenuhi dan telah dikoordinasikan
denganpengguna.
6. Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan
harusmelaksanakan post-implementation monitoring terhadap
perubahansebagaimana dimaksud pada butir 5 (lima) untuk
menjaminterjaganya tingkat keselamatan dan melaporkan kepada
DirekturJenderal.
7. Tata cara dan Prosedur pelaksanaan Safety Asessment dan
post-implementation monitoring diatur dalam peraturan
perundangan.
1.23. Contingency arrangements
1. Penyelenggara Pelayanan lalu lintas penerbangan
menyusuncontingency plan dan emergency plan untuk digunakan ketika
terjadigangguan atau potensi gangguan.
2. Contigency plan dan emergency plan sebagaimana dimaksud
padabutir 1 (satu) disampaikan kepada Direktur Jenderal
untukmemperoleh pengesahan.
3. Tata cara dan Prosedur pembuatan contingency plan diatur
dalamperaturan perundangan-undangan.
17
\
-
BAB II
PROSEDUR KOORDINASI, PENANGANAN KONDISI EMERGENCY
DANCONTINGENCY
2.1. Koordinasi antara Unit pelayanan lalu lintas penerbangan
dengan Unitpelayanan lalu lintas penerbangan terkait
Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus
membuatLetter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dengan
Unitpenyelenggara pelayanan lalu lintas yang berdekatan dan terkait
lain yangmencakup prosedur koordinasi dan transfer of control
pesawat udara darisatu unit ke unit lainnya.
2.2. Koordinasi antara Unit pelayanan lalu lintas penerbangan
dengan StasiunMeteorologi
1. Untuk memastikan pesawat udara memperoleh informasi
meteorologiyang terkini, unit penyelenggara pelayanan lalu lintas
penerbanganharus membuat Letter of Operational Coordination
Agreement (LOCA)dengan stasiun meteorologi yang mencakup :a.
Mekanisme penyediaan Informasi meteorologi;b. Mekanisme pelaporan
pada stasiun meteorologi setempat jika
terdapat laporan dari pilot atau observasi personel pemandu
lalulintas penerbangan jika terjadi perubahan cuaca signifikan
yangtidak termsuk dalam laporan meteorologi;
c. Mekanisme pelaporan jika terjadi pre-erupsi, aktifitas
gunungberapi, erupsi dan awan abu vulkanik gunung berapi.
2. Informasi meteorologi yang harus disediakan stasiun
meteorologisetempat kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan
sesuaidengan ketentuan yang tercantum pada PKPS bagian 174;
3. Untuk menjamin konsistensi informasi tentang abu vulkanik
yangterdapat dalam NOTAM dan SIGMET, penyelenggara pelayanan
lalulintas penerbangan harus menjalin koordinasi yang baik
denganmeteorological watch offices.
2.3. Koordinasi antara Unit pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
dengan unitpelayanan Informasi Aeronautika Bandar Udara
1. Untuk memastikan pesawat udara memperoleh informasi
terbaruterkait perubahan data informasi, maka Unit pelayanan lalu
lintaspenerbangan harus memiliki Letter of Operational
CoordinationAgreement (LOCA) dengan Unit pelayanan Informasi
aeronautikabandar udara yang memungkinkan unit pelayanan
Informasiaeronautika Bandar Udara memperoleh Informasi
untukmemperbaharui preflight Information dan memenuhi kebutuhan
InflightInformation sehingga penyelenggara lalu lintas penerbangan
dapatsegera hal berikut:a. Informasi mengenai Kondisi Aerodrome;b.
Status Operational peralatan yang digunakan, pelayanan dan alat
bantu navigasi di wilayah tanggungjawabnya;c. Terjadinya
aktifitas gunung berapi yang telihat oleh personel
pelayanan lalu lintas penerbangan atau berdasarkan
laporanpenerbang (pilot);
d. Informasi lain yang memiliki dampak signifikan secara
operasional.
18
V
-
2. Sebelum melaksanakan perubahan terhadap sistem
penyelenggaraanpelayanan lalu lintas penerbangan, unit
penyelenggara pelayanan lalulintas penerbangan yang bertanggung
jawab terhadap perubahantersebut harus memperhitungkan waktu yang
dibutuhkan oleh unitpelayanan Informasi Aeronautika untuk
mempersiapkan,memproduksi, dan menerbitkan informasi terhadap
perubahan yangdilakukan untuk disebarluaskan.
3. Apabila terjadi perubahan informasi aeronautika yang
berdampak padapeta penerbangan dan/atau computer-based navigation
systems yangmemerlukan publikasi melalui sistem Aeronautical
InformationRegulation and Control (AIRAC) system, maka unit
pelayanan lalu lintaspenerbangan harus memperhatikan jadwal tanggal
berlaku AIRACpada saat penyerahan raw data kepada unit pelayanan
Informasiaeronautika sesuai ketentuan yang tercantum dalam PKPS
bagian 175.
2.4. Koordinasi antara Unit Pelayanan lalu Lintas Penerbangan
dengan Unitpenyelenggara bandar udara
1. Unit Pelayanan lalu Lintas Penerbangan wajib memiliki Letter
ofOperational Coordination Agreement (LOCA) dengan unit
penyelenggarabandar udara untuk menjamin Aerodrome Control Tower
dan ApproachControl Unit memperoleh informasi yang terkini tentang
kondisisignifikan yang terjadi di movement area termasuk adanya
temporaryhazards, serta kondisi status operasional dari fasilitas
yang ada diaerodrome.
2. Unit Pelayanan lalu Lintas Penerbangan wajib memiliki Letter
ofOperational Coordination Agreement (LOCA) dengan unit
penyelenggarabandar udara dalam hal menetapkan isolated parking
area yang akandigunakan dalam kondisi emergency yang mengharuskan
suatupesawat udara dijauhkan dari pesawat lainnya dan/atau dari
gedungterminal dan instalasi vital bandar udara yang akan
terdampak.
3. Dalam menetapkan isolated parking area juga ditetapkan
jalurmenuju isolated parking area dimaksud sehingga tidak
akanmengganggu dan membahayakan keselamatan pesawat lainnya
sertagedung terminal dan insalasi vital bandar udara.
4. Dalam hal tidak terdapat area yang memadai untuk
ditetapkansebagai isolated parking area maka unit penyelenggara
bandar udaramenetapkan suatu lokasi yang dianggap paling terhadap
pesawatlainnya dan /atau gedung terminal serta instalasi vital
bandar udara.
2.5. Koordinasi antara Unit Pelayanan lalu lintas Penerbangan
dengan unitpenyelenggara telekomunikasi penerbangan
Unit pelayanan lalu lintas penerbangan wajib memiliki Letter of
OperationalCoordination Agreement (LOCA) dengan unit penyelenggara
telekomunikasipenerbangan untuk menjamin Unit pelayanan lalu lintas
penerbanganmemperoleh informasi status operasional alat bantu
navigasi dan alatbantu visual yang penting untuk prosedur take off,
departure, approach danlanding serta untuk pergerakan di darat.
2.6. Koordinasi antara Unit pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
denganoperator penerbangan
1. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan wajib memiliki Letter
ofOperational Coordination Agreement (LOCA) dengan Operator
yangberoperasi diwilayahnya untuk menjamin pertukaran informasi
terkait
19
h
-
pelaporan posisi pesawat udara dan pengoperasian pesawat udara
dapatterjalin secara cepat dan tepat sesuai prosedur yang
disepakati.
2. Untuk pesawat udara yang mengalami tindakan melawan
hukum,prosedur koordinasi harus sesuai dengan ketentuan
sebagaimanatercantum pada ketentuan penanganan kondisi darurat.
2.7. Koordinasi antara Unit pelayanan lalu lintas penerbangan
dengan pihakmiliter
1. Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan melalui
koordinasidengan Direktur Jenderal harus menjalin kerjasama dengan
pihakmiliter yang bertanggung jawab terhadap aktifitas yang
dapatmemberikan dampak membahayakan penerbangan sipil dalam
bentukLetter of Operational Coordination Agreement (LOCA).
2. Koordinasi mengenai aktifitas militer yang dapat
membahayakanpenerbangan sipil dilakukan sesuai ketentuan
sebagaimana tercantumdalam 2.7.
3. Perjanjian antara penyelenggara pelayanan lalu lintas
penerbangandengan pihak militer terkait harus disusun untuk
memastikanterjadinya pertukaran informasi mengenai hal-hal yang
terkait dengankeselamatan dan kelancaran penerbangan sipil.
4. Penyelenggara lalu lintas penerbangan baik secara rutin
atauberdasarkan permintaan harus menyampaikan data mengenai
flightplans dan data lainnya terkait penerbangan sipil kepada pihak
militerterkait sesuai dengan bentuk Letter of Operational
CoordinationAgreement (LOCA) yang disepakati.
5. Prosedur Khusus dapat dibuat untuk memastikan bahwa :a. ATS
unit mendapatkan informasi apabila unit militer mengamati
adanya sebuah pesawat udara yang mendekati atau memasukiwilayah
dimana terdapat kemungkinan dilakukan penyergapan.
b. ATS Unit melakukan segala usaha untuk mengkonfirmasi
identitaspesawat udara sehingga dapat diberikan panduan navigasi
yangdiperlukan untuk menghindari penyergapan
2.8. Koordinasi aktifitas yang berpotensi membahayakan pesawat
udara sipil
1. Aktivitas yang berpotensi membahayakan pesawat udara
harusdikoordinasikan sedini mungkin dengan unit pelayanan lalu
lintaspenerbangan terkait sehingga informasi terhadap aktivitas
tersebutdapat disebarluaskan sesuai dengan ketentuan PKPS bagian
175.
2. Koordinasi dengan unit pelayanan lalu lintas penerbangan
dilakukanuntuk menghindari bahaya bagi pesawat udara sipil dan
mengurangigangguan pada pesawat udara yang beroperasi normal.
3. Dalam membuat pengaturan aktifitas yang berpotensi
membahayakanpesawat udara sipil, perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut :a. Lokasi, area, waktu dan durasi aktifitas yang akan
dilaksanakan
untuk menghindari adanya deviasi ATS route yang ada, tidak
dapatdigunakannya ketinggian terbang ekonomis, atau terjadinya
delayterhadap pesawat udara berjadwal, kecuali tidak ada pilihan
lain.
b. Dalam hal aktivitas yang berpotensi membahayakan pesawat
udarasipil memerlukan suatu ruang udara, maka dalam
menetapkanUkuran ruang udara yang akan digunakan untuk
pelaksanaanaktivitas harus dibuat sekecil mungkin.
c. Tersedianya komunikasi langsung antara unit pelayanan lalu
lintaspenerbangan dengan organisasi atau unit yang
melaksanakanaktivitas yang dapat digunakan pada saat terjadinya
emergency
20
\
-
pesawat udara sipil atau kondisi lain yang dapat
mengakibatkanaktifitas tersebut dihentikan.
4. Jenis aktifitas yang dapat membahayakan penerbangan
sipildiantaranya :a. pengoperasian balon udara bebas tanpa awak;b.
pesawat udara tanpa awak; danc. pelepasan bahan radioaktif ke
atmosfir yang dapat menggangu
ruang udara yang digunakan pesawat udara.
2.9. Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan pada kondisi gawat
darurat
1. Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus
memberikanperhatian lebih, bantuan serta prioritas untuk pesawat
udara yangdiketahui atau diyakinkan sedang mengalami kondisi gawat
termasukkemungkinan terjadinya unlawful interference.
2. Pesawat udara yang mengalami kondisi emergency dan
unlawfulinterfence, dapat diidentifikasi apabila pesawat
udaramengoperasikan/menghidupkan peralatan antara lain ;a. Pada
Mode A, kode 7700 untuk pesawat udara yang diidentifikasi
mengalami emergencyb. Pada Mode A, Kode 7500 untuk pesawat udara
yang diidentifikasi
Unlawful interferencec. Aktifasi emergency dan/atau urgency kode
yang ada di ADSB atau
ADS-C
d. Mengirimkan appropriate emergency message melalui CPDLC3.
Apabila diketahui atau diyakini terdapat pesawat udara yang
sedang
mengalami unlawful interference, penyelenggara pelayanan lalu
lintaspenerbangan harus merespon dengan cepat permintaan dari
pesawatudara dan memastikan semua informasi yang dibutuhkan
untukpenerbangan yang aman dapat diberikan serta memberikan
informasikepada operator maupun unit yang berwenang terkait sesuai
ketentuanyang berlaku
2.10. Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan In-flight
contingency
1. Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus
memberikanbantuan apabila diketahui atau diyakinkan terdapat
pesawat yangkehilangan posisi (Strayed aircraft), pesawat yang
tidak teridentifikasi(unidentified aircraft) dan memberikan
informasi kepada unit terkaitsesuai prosedur yang berlaku apabila
terdapat pesawat sipil yangdiperintahkan untuk keluar dari ruang
udara yang dilayani (interceptionof civil aircraft).
2. Prosedur penanganan Strayed aircraft sebagai berikut ;a.
Apabila posisi pesawat udara tidak diketahui, unit pelayanan
lalu
lintas penerbangan harus :1) Memastikan terjalinnya komunikasi
dua arah dengan pesawat
udara termasuk menggunakan frequency 121.5 MHz,
kecualikomunikasi telah terjalin sebelumnya.
2) Menggunakan berbagai macam upaya/cara
untukmengidentifikasikan posisi pesawat udara;
3) Menginformasikan ATS unit terkait ;4) Menginformasikan pihak
militer terkait dan memberikan informasi
sesuai prosedur local;5) Meminta bantuan ATS unit Terkait, pihak
militer maupun pesawat
udara lain yang sedang terbang untuk dapat berkomunikasi
danmenginformasikan posisi Strayed aircraft
21 \
-
b. Apabila posisi pesawat udara dapat diketahui, unit pelayanan
lalulintas penerbangan harus :1) Memberikan saran kepada pesawat
udara tentang posisi dan
corrective action yang harus dilakukan2) Jika diperlukan,
memberikan informasi yang berhubungan
dengan Strayed aircraft dan saran yang telah diberikan kepadaATS
Unit dan pihak militer terkait.
3. Prosedur yang harus dilakukan unit pelayanan lalu lintas
penerbangandalam penanganan unidentified aircraft sebagai berikut
:a. Memastikan terjalinnya komunikasi dua arah dengan pesawat
udara udara termasuk menggunakan frequency 121.5 MHz,
kecualikomunikasi telah terjalin sebelumnya;
b. Berkoordinasi dengan Unit penyelenggara pelayanan Lalu
LintasPenerbangan lain didalam FIR yang sama tentang penerbangandan
meminta bantuan Unit penyelenggara pelayanan lalu lintaspenerbangan
tersebut untuk melakukan komunikasi dua arahdengan pesawat
udara;
c. Berkoordinasi dengan Unit penyelenggara pelayanan lalu
lintaspenerbangan lain pada FIR berdekatan tentang penerbangan
terkaidan meminta bantuan Unit penyelenggara pelayanan lalu
lintaspenerbangan tersebut untuk melakukan komunikasi dua
arahdengan pesawat udara;
d. Menginformasikan pihak militer terkait dan memberikan
informasisesuai Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA)
yangdisepakati.
4. Prosedur yang harus dilakukan Unit penyelenggara pelayanan
LaluLintas Penerbangan dalam penanganan pesawat sipil yang sedang
diperintahkan untuk keluar dari ruang udara yang dilayani
(interceptionof civil aircraft) adalah sebagai berikut :a.
Memastikan terjalinnya komunikasi dua arah dengan pesawat
melalui bebagai cara termasuk menggunakan frequency 121.5
MHz,kecuali komunikasi telah terjalin sebelumnya.
b. Menginformasikan kepada pesawat yang di perintahkan
untukkeluar dari ruang udara yang dilayani terkait rencana
penyergapan.
c. Melakukan komunikasi dengan pihak militer yang
melaksanakanpenyergapan.
d. Menyampaikan kembali pesan yang dikirimkan oleh pesawat
yangmelaksanakan penyergapan kepada pesawat yang
sedangdiperintahkan untuk keluar dari ruang udara yang
dilayani.
e. Melakukan koordinasi dengan pihak militer yang
melaksanakanpenyergapan untuk memastikan keamanan pesawat yang
disergap.
f. Menginformasikan unit pelayanan lalu lintas penerbangan di
FIRtetangga jika pesawat yang diperintahkan untuk keluar dari
ruangudara yang dilayani berasal dari FIR tetangga.
22
\
-
BAB III
PELAYANAN PEMANDUAN LALU LINTAS PENERBANGAN
3.1 Penerapan
Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan wajib diberikan
untuk:
1. Semua IFR Flight di ruang udara kelas A, B, C, Ddan E.
2. Semua VFR Flight di ruang udara kelas B, C dan D
3. Semua Special VFR Flight.
4. Semua pesawat yang terbang di wilayah controlled
aerodrome.
3.2 Pemberian Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan
Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan sebagimana
dimaksudpada butir 1.2 huruf b diberikan oleh unit sebagai
berikut:
1. Area Control Service diberikan oleh :
a. Area Control Centre; atau
b. Oleh unit yang menyediakan pelayanan pendekatan (approach
controlservice) di wilayah control zone atau control area
yangpembentukannya diperuntukkan memberikan approach controlservice
dan tidak ada area control centre yang dibentuk
diwilayahtersebut.
2. Approach Control Service diberikan oleh:
a. Aerodrome Control Tower atau Area Control Centre jika
diperlukandapat dilakukan penggabungan pelayanan antara approach
controlservices dengan aerodrome control service atau area control
servicedibawah tanggung jawab salah satu unit.
b. Approach Control Unit jika diperlukan unit secara
terpisah
3. Aerodrome Control service diberikan hanya oleh Aerodrome
Control Tower
3.3 Operasi Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan
1. Didalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan,
unitpenyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus :a.
Memiliki informasi yang berkaitan dengan pergerakan setiap
pesawat, atau perubahan pergerakan, dan informasi terkini
terkaitperkembangan posisi pesawat udara.
b. Menetapkan posisi pesawat udara terhadap pesawat udara
lainnyaberdasarkan informasi yang diperoleh.
c. Menyampaikan clearance dan informasi untuk tujuan
mencegahtabrakan antar pesawat yang sedang dikendalikan
danmempercepat serta mempertahankan keteraturan arus lalu
lintaspenerbangan
23 *
-
d Melakukan koordinasi terkait clearance yang diberikan dengan
unit
lPpada saat dimungkinkan pesawat akan mengalami konflikdengan
pesawat lain yang dipandu oleh unit pemanduan lalulintas
penerbangan lainnya.
2) Sebelum pemindahan tanggung jawab pengendalian pesawatkepada
unit pemanduan lalu lintas penerbangan lainnya.
2 Informasi pergerakan pesawat termasuk catatan ATC Clearancej
yangsudah diberikan kepada beberapa pesawat harus ditampilkan
sehinggadapat dianalisis untuk menjaga efisiensi arus lalu lintas
penerbangandengan tetap menjaga jarak aman antar pesawat.
3 Unit pemanduan lalu lintas penerbangan harus dilengkapi dengan
alatyang dapat merekam komunikasi dan kondisi suara
dihngkunganruangan pemanduan lalu lintas penerbangan dan rekaman
dapatdisimpan sekurang - kurangnya selama 24 jam .
4. Clearance yang diberikan oleh unit pemanduan lalu
lintaspenerbangan harus memberikan pemisahan/separasi antar :a.
semua penerbangan diruang udara kelas Adan Bb. penerbangan IFR
diruang udara kelas C, D dan Ec. penerbangan IFR dan VFR di Ruang
Udara Kelas Cd. penerbangan IFR dan penerbangan special VFR.e.
antara penerbangan special VFR.
Terkecuali, jika diminta oleh pesawat, untuk kondisi sebagaimana
dimaksud pada butir 4 huruf b diatas, untuk ruang udara kelas Ddan
Esebuah penerbangan dapat diberikan clearance tanpa adanya
separasiyang diberikan pada sebagian segmen penerbangannya yang
dilakukanpada kondisi visual meteorological condition (VMC).
5. Separasi yang diberikan oleh unit pemanduan lalu lintas
penerbangandiperoleh melaui salah satu metode sebagai berikut :
a. Separasi vertikal, diperoleh dengan menetapkan ketinggian
yangberbeda berdasarkan :
1) Ketinggian pada saat jelajah (cruising) yang
sesuai,sebagaimana tercantum pada ketentuan PKPS bagian 91;atau
2) Ketinggian yang dimodifikasi, seperti dijelaskan
padaketentuan PKPS bagian 91 untuk ketinggian diatas FL 410.
b. Separasi Horizontal, diberikan dengan cara :
1) Separasi longitudinal, dengan menjaga jarak antar pesawatyang
beroperasi pada lintasan yang sama (same track),lintasan yang akan
betemu pada satu titik tertentu(converging track), dan lintasan
yang saling berlawanan(reciprocal track), diberikan dengan
menggunakan satuanwaktu atau jarak;
24
{
-
2) Separasi lateral, yaitu dengan cara mempertahankanpesawat
pada jalur yang berbeda atau pada letak geografisyang berbeda.
c Separasi campuran (composite), yaitu dengan caramengkombinasi
antara separasi vertikal dengan separasilainnya sebagaimana pada
butir b diatas, denganmenggunakan separasi kurang dari minima akan
tetapi tidaklebih dari setengah dari separasi minima untuk masing
-masing jenis separasi. Separasi campuran hanya dapatdilaksanakan
berdasarkan perjanjian antar ATS unit terkait.
6 Untuk ruang udara dimana pengurangan jarak minima secara
vertical(Reduced Vertical Separation Minima (RVSM)) 300 m (1000
feet)diterapkan antara FL 290 sampai dengan FL 410 inclusive, maka
:
a Pelayanan lalu lintas penerbangan untuk pengurangan
jarakminima secara vertical (Reduced Vertical Separation
Minima(RVSM)) 300 m (1000 feet) pada ketinggian FL 290 sampai
denganFL 410 inclusive harus sesuai dengan program regional,
b. Ketentuan lebih lanjut terhadap Pelayanan lalu listas
penerbanganuntuk RVSM lebih lanjut diatur dalam peraturan
perundangan.
c. Terkait dengan monitoring terhadap height-keeping
performancepesawat yang beroperasi pada ketinggian tersebut guna
menjaminbahwa pelaksanan RVSM memenuhi ketentuan keselamatan,maka
lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbanganwajib
memberikan laporan dan informasi terkait denganpenyimpangan yang
terjadi (Large Height Deviation /LHD) dancontoh data lalu lintas
penerbangan (Traffic sample data/TSD)kepada agen pemantau
(monitoring agent) yang ditunjuk.
d. monitoring terhadap height-keeping performance pesawat
yangberoperasi pada ketinggian RVSM diatur sesuai
peraturanperundangan.
3.4 Separasi Minima
1. Pemilihan separasi minima untuk digunakan pada suatu
ruangudara harus sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Separasi minima harus dipilih sesuai dengan ketentuan
yangberlaku dan Prosedur Regional Tambahan (regionalsupplementary
procedures) yang berlaku, kecuali ketika terdapatpenggunaan jenis
peralatan yang belum diatur dalamketetapan-ketetapan ICAO, separasi
minima akan diterapkandengan ketentuan :
1) Ditetapkan oleh Direktur Jenderal melalui konsultasidengan
penyelenggara pelayanan dan operator penerbanganuntuk penerapan
separasi pada rute atau ruang udaradiwilayah kedaulatan negara
Indonesia;
2) Ditetapkan oleh melalui mekanisme regional air
navigationagreement untuk penerapan separasi pada rute atau
ruangudara yang berada pada wilayah laut lepas atau wilayahudara
tidak bertuan.
25
\
-
b Pemilihan separasi minima harus melalui koordinasi
denganpengelola ruang udara yang berdekatan (neighbouring
airspace)pada kondisi sebagai berikut :1) Pesawat akan melewati
dari satu wilayah ruang udara ke
wilayah ruang udara lainnya;
2) Jarak rute lebih dekat dengan batas wilayah ruang
udaratetangga daripada jarak separasi minima yang digunakan.
c Penjelasan mengenai separasi minima yang digunakan dan
areadimana separasi tersebut digunakan harus diinformasikankepada
:
1) Unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang
bersangkutan,dan
2) Pilot dan operator melalui aeronautical
informationpublication, jika separasi yang digunakan berdasarkan
padaalat bantu navigasi yang berada di pesawat atau
berdasarkanteknik navigasi tertentu.
3.5 Tanggung Jawab Pengendalian
1. Tanggung jawab untuk pemanduan individual flight
Pemanduan terhadap controlled flight hanya dilakukan oleh
satuunit pemandu lalu lintas penerbangan pada satu waktu.
2. Tanggung jawab pemanduan pada sebuah sektor ruang udara
Tanggung jawab untuk pemanduan semua pesawat yangberoperasi pada
suatu sektor ruang udara harus berada dalampemanduan satu unit
pemanduan lalu lintas penerbangan. Akantetapi, pengendalian sebuah
pesawat atau beberapa pesawat bisadilimpahkan pada unit pemanduan
lalu lintas penerbangan lainnyadengan adanya jaminan bahwa semua
unit pemanduan lalu lintaspenerbangan telah melakukan
koordinasi.
3.6 Penyerahan Tanggung Jawab Pemanduan Lalu Lintas
Penerbangan
1. Tempat atau waktu penyerahan
Penyerahan tanggung jawab untuk pemanduan terhadap sebuahpesawat
harus diserahkan dari satu unit pemanduan lalu lintaspenerbangan ke
unit yang lain harus memperhatikan ketentuansebagai berikut :
a. Antara dua unit yang memberikan area control
service.Penyerahan tanggung jawab yang memberikan area
controlservice dari satu unit ACC ke unit ACC lainnya dilakukan
padawaktu dimana pesawat diperkirakan melintasi boundary ataupada
titik atau waktu tertentu yang telah disepakati bersamadalam Letter
of Operational Coordination Agreement (LOCA).
b. Antara unit yang menyediakan area control service dengan
unityang menyediakan approach control service.
26
i
-
Tanggung jawab pemanduan sebuah pesawat dan unit yangmenyediakan
area control service kepada unit yang memberikanApproach control
service, dan sebaliknya harus dis.rahkan padatitik atau waktu yang
telah disetujui antar kedua unit dandituangkan dalam Letter of
Operational Coordination Agreement(LOCA).
c. Antara unit yang menyediakan approach control service
danaerodrome control tower.
1) Pesawat datang (arriving aircraft)Tanggung jawab pemanduan
untuk pesawat yang datangharus diserahkan dari unit yang
menyediakan approachcontrol service kepada aerodrome control tower,
ketikapesawat:
a) pada wilayah sekitar bandar udara (vicinity ofaerodrome), dan
:
i. dipertimbangkan bahwa pendekatan danpendaratan pesawat akan
dilaksanakan secaravisual sampai ke permukaan tanah;
ii. berada pada posisi dimana cuaca VMC sudah tidakakan
terganggu lagi.
b) pada titik atau ketinggian yang telah ditetapkan,sesuai yang
dijelaskan dalam Letter of OperationalCoordination Agreement (LOCA)
atau sesuai instruksidari unit pelayanan lalu lintas penerbangan;
atau
c) pesawat telah mendarat.
d) Pada kondisi tertentu, meskipun terdapat approachcontrol
unit, area control center dapat mengalihkantanggung jawab pemanduan
pesawat secara langsungkepada unit aerodrome control tower dan
begitu jugasebaliknya melalui koordinasi terlebih dahulu antarunit
terkait dalam hal approach control servicediberikan oleh area
control center atau aerodromecontrol tower
2) Pesawat Berangkat.Tanggung jawab pemanduan untuk pesawat
yangberangkat harus diserahkan dari aerodrome control towerkepada
unit yang memberikan approach control service;
a) Kondisi VMC di sekitar bandara:
i. Sebelum pasawat meninggalkan wilayah sekitarbandar udara
(vicinity of aerodrome), atau
ii. Sebelum pesawat memasuki kondisi IMC, atauiii. pada titik
atau ketinggian yang telah ditentukan
sesuai yang dijelaskan pada Letter of Operational
27
\
-
Coordination Agreement (LOCA) atau sesuaiinstruksi unit
pemanduan lalu lintas penerbangan;
b) Ketika wilayah sekitar bandar udara dalam kondisiIMC:
Segera setelah pesawat berangkat, atauPada titik atau ketinggian
sesuai yang dijelaskanpada Letter of Operational Coordination
Agreement(LOCA) atau sesuai instruksi dari unit pelayananlalu
lintas udara.
d Antar sektor pemanduan atau posisi dalam unit pelayanan
lalulintas penerbangan yang sama. Tanggung jawab pemanduanpesawat
harus diserahkan dari satu sector atau posisi ke sectoratau posisi
yang lain dalam unit pemanduan lalu lintaspenerbangan yang sama
pada titik, ketinggian atau waktu,sesuai dengan ketentuan yang
tercantum pada instruksiinternal unit pemanduan lalu lintas
penerbangan.
2. Koordinasi dan penyerahan tanggung jawab
a. Tanggung jawab pemanduan pesawat tidak boleh ditransfer
darisatu unit pemanduan lalu lintas penerbangan ke unit lam
tanpapersetujuan dari unit penerima, dan harus sesuai
denganketentuan butir b dan c dibawah.
b. Unit yang memberikan tanggung jawab pemanduan
harusberkomunikasi dengan unit penerima tentang hal-hal yang
adapada flight plan dan informasi apapun yang berkaitan
denganpenyerahan tanggungjawab pemanduan.
1) Ketika penyerahan pemanduan menggunakan radar ataudata ADS-B,
informasi pemanduan yang berkaitan denganpenyerahan pemanduan harus
termasuk didalamnyainformasi mengenai posisi dan jika dibutuhkan,
jalur dankecepatan pesawat, sesuai yang terpantau oleh radar
atauADS-B sesegera mungkin pada saat pengalihan tanggungjawab.
2) Ketika penyerahan pemanduan menggunakan data ADS-C,informasi
pemanduan yang berkaitan dengan pengalihanpemanduan harus termasuk
didalamnya posisi empatdimensi dan informasi lainnya yang
diperlukan.
c. Unit penerima harus :
1) Menunjukkan kemampuannya dalam menerima pemanduanpesawat yang
disampaikan oleh unit yang menyerahkan,kecuali dengan adanya
perjanjian antara dua unit yangbersangkutan, yang menyatakan bahwa
ketidak sanggupanunit penerima dalam hal - hal tertentu dapat
diterima olehkedua belah pihak; dan
2) Menyiapkan informasi atau clearance berikutnya yangdibutuhkan
oleh pesawat pada saat pesawat tersebut dialihkan kepada unit
penerima.
1.
ii.
28
t
-
d Unit penerima harus memberitahu unit yang menyerahkanpemanduan
ketika telah terjadi komunikasi dua arah dan ataudengan komunikasi
datalink dengan pesawat yang diserahkan,kecuali hal tersebut telah
diatur lain melalui perjanjian antarkedua unit.
e Prosedur koordinasi yang digunakan, termasuk titik
penyerahanpemanduan, harus dijelaskan dalam Letter of
OperationalCoordination Agreement (LOCA) dan instruksi dan
unitpelayanan lalu lintas penerbangan terkait.
f Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyusunan Letter
ofOperational Coordination Agreement (LOCA) antar unitpemanduan
lalu lintas penerbangan diatur dalam peraturanperundangan
3.7 Air Traffic Control Clearance
Air traffic control clearances disusun berdasarkan kebutuhan
akanpelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan.
1. I si clearance
a. Air traffic control clearances harus menunjukkan :
1) Identifikasi pesawat, seperti yang tertera dalam Flight
Plan;2) Batas clearance;3) Jalur penerbangan;4) Ketinggian pesawat
udara untuk keseluruhan atau
sebagian jalur penerbangan dan perubahan ketinggian
jikadiperlukan.
5) Instruksi atau informasi lain yang diperlukan sepertimanouver
pendekatan atau keberangkatan, komunikasidan masa berlaku
clearance.
b. Jalur standar keberangkatan dan kedatangan dan
prosedurterkait lainnya jika diperlukan dapat disusun
untukmendapatkan :
1) Keselamatan, keteraturan dan kecepatan pergerakan lalulintas
penerbangan;
2) Penjelasan tentang jalur dan prosedur dalam air
trafficcontrol clearance.
2. Pengulangan (read-back) dari perijinan (clearance) dan
informasiterkait keselamatan :a. Unit pelayanan lalu lintas
penerbangan harus menjamin bahwa
flight crew mengulang (read-back) setiap bagian dari
ATCclearance dan instruksi yang diberikan melalui suara.
Hal-halyang harus di read-back adalah :
1) clearance jalur penerbangan;
29
\
-
2) clearance dan instruksi untuk memasuki, mendarat, take
offdari, berhenti pada posisi tertentu, melintas, atau
back-tracklandas pacu, dan
3) landas pacu yang digunakan, altimeter setting, kode
SSK,instruksi ketinggian, instruksi heading dan instruksikecepatan
baik yang disampaikan pemandu lalu lintaspenerbangan atau yang
terdapat pada siaran ATIS, leveltransisi.
b Unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin
bahwaClearence atau instruksi lain, termasuk clearance
kondisional,harus diulang (read-back) atau ditanggapi oleh
penerbang untukmenjamin bahwa mereka dapat mengerti serta
akanmelaksanakan clearance serta instruksi tersebut.
c Pemandu lalu lintas penerbangan harus menyimakpengulangan
(read-back) untuk meyakinkan bahwa clearancedan instruksi telah
ditanggapi dengan benar oleh penerbangdan harus segera mengambil
tindakan apabila terdapatperbedaan dalam read-back yang disampaikan
tersebut.
d. Pengulangan (read-back) dengan suara (voice) tidak
diperlukanuntuk pesan yang menggunakan CPDLC.
3. Koordinasi mengenai clearance
ATC clearance harus dikoordinasikan antara unit pemandu
lalulintas penerbangan untuk seluruh atau sebagian jalurpenerbangan
tertentu sebagai berikut :
a. Pesawat harus diberikan clearance untuk seluruh
jalurpenerbangan menuju bandara dimana pesawat tersebut
akanmendarat:
1) Jika memungkinkan, sebelum berangkat,mengkoordinasikan
clearance dengan semua unit dimanapesawat tersebut akan
melintas
2) Jika memungkinkan terdapat jaminan yang beralasanbahwa
koordinasi awal akan memberikan dampak antaraunit-unit dimana
pesawat tersebut selanjutnya akandipandu.
b. Jika koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 3.a
tidakdapat dilaksanakan, pesawat udara hanya boleh diijinkansampai
dengan titik dimana koordinasi dapat terjamin; sebelummencapai
titik tersebut, atau pada titik tersebut, pesawat udaraharus
mendapat clearance selanjutnya, perintah holding dapatdiberikan
sesuai keadaan.
1) Pesawat Udara harus menghubungi unit ATC berikutnyadengan
tujuan untuk mendapatkan clearance berikutnyasebelum memasuki point
transfer of control
a) Ketika pesawat tersebut memperoleh clearance lanjutan,pesawat
harus mempertahankan komunikasi dua arahdengan ATC unit yang saat
itu memandunya.
30
i
-
b) Clearance yang disampaikan sebagai clearance lanjutanharus
disampaikan secara jelas kepada pilot
c) Kecuali telah dikoordinasikan, clearance lanjutan tidakboleh
memberikan pengaruh terhadap profil terbangpesawat pada berbagai
ruang udara, selain itu pemandulalu lintas udara bertanggung jawab
dalam penyampaianclearance lanjutan.
d) Jika dapat dilakukan, dan jika komunikasi data linkdigunakan
untuk penyampaian clearance lanjutan,komunikasi dua arah antara
pilot dengan unit ATC yangmemberikan clearance lanjutan harus
tersedia.
c. Ketika pesawat udara akan berangkat dari sebuah bandarayang
terdapat pada control area untuk memasuki control arealain dalam
waktu 30 menit, atau pada waktu tertentu yang telahdisepakati
antara area control centre terkait, kooordinasidengan area control
berikutnya harus terjalin sebelumpemberian clearance
keberangkatan.
d. Ketika pesawat udara akan meninggalkan control area
untukpenerbangan di luar controlled airspace, dan selanjutnya
akanmemasuki kembali control area, clearance dari
titikkeberangkatan menuju bandara tujuan dapat diberikan.Clearance
atau revisi clearance hanya dapat diberikan padapesawat udara pada
controlled airspace.
3.8 Air Traffic Flow Management (ATFM)
ATFM diimplementasikan pada ruang udara dimana permintaan
lalulintas penerbangan melebihi kapasitas yang telah ditentukan
sesuaidengan ketentuan perundangan-undangan.
3.9 Pengendalian orang dan kendaraan di bandara
1. Pergerakan orang dan kendaraan termasuk pesawat yang ditarik
dimanoeuvring area pada sebuah bandara harus dipandu olehaerodrome
control tower untuk menghindari bahaya bagi merekaatau bagi pesawat
udara yang mendarat, taxi ataupun lepas landas
2. Kondisi dimana prosedur jarak pandang terbatas (low
visibility)digunakan :
a. Orang dan kendaraan yang bergerak di manoeuvring area
harusdibatasi seminimal mungkin, dan perhatian khusus
harusdiberikan untuk melindungi ILS/MLS sensitive area
ketikaprecision approach category II atau III digunakan.
b. Separasi minima antara kendaraan dengan pesawat yangsedang
taxi harus dijaga dengan memperhitungkan alat bantuyang
tersedia.
c. Ketika terdapat ILS dan MLS kategori II atau kategori
IIIdigunakan pada runway yang sama secara berkelanjutan, areakritis
dan sensitive dari ILSatau MLS harus dilindungi.
31
\
-
3. Kendaraan darurat yang akan memberikan bantuan kepadapesawat
darurat, harus diberikan pnontas utama dibandingkanpergerakan
didarat lainnya.
4. Terkait butir 3, kendaraan pada maneuvering area harus
mematuhiperaturan sebagai berikut :
a kendaraan dan kendaraan yang menarik pesawat harusmemberikan
jalan kepada pesawat yang mendarat, lepas landasatau taxi; , . ,
.
b. kendaraan harus memberikan jalan kepada kendaraan lainyang
menarik pesawat;
c. Kendaraan harus memberikan jalan kepada kendaraan lainseperti
instruksi unit ATC;
3.10 Pemberian Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan menggunakan
Radardan ADSB
Dalam penggunaan radar dan ADSB , penyelenggara pelayanan
lalulintas penerbangan harus menjamin tersedianya sistem penngatan
dankewaspadaan (alert and warning) termasuk didalamnya conflict
alert,conflict prediction, minimum safe altitude warning, dan
penngatanterjadinya duplikasi SSi? code yang tidak diinginkan.
3.11 Penggunaan Surface Movement Radar (SMR)
Pada kondisi dimana semua atau sebagian manoeuvring area tidak
dapatdilihat secara visual, SMR dapat digunakan sesuai yang
tercantum padaperaturan perundangan, atau peralatan penginderaan
lain yang sesuaiharus digunakan dengan tujuan untuk :
a. Memonitor pergerakan pesawat udara dan kendaraan
dimaneouvring area;
b. Memberikan informasi arah kepada pilot dan pengemudi
kendaraanjika diperlukan;
c. Memberikan saran dan bantuan untuk keselamatan dan
kelancaranpergerakan pesawat dan kendaraan di maneouvring area.
32
\
-
BAB IV
PELAYANAN INFORMASI PENERBANGAN (FLIGHT INFORMATION
SERVICES,
4.1 Penggunaan
1 Flight information service harus d.berikan kepada semua
pesawatyang dapat terpengaruh oleh informasi yang akan
disampaikanserta pesawat yang :
a. diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas udara;
b. pesawat lain yang menurut unit ATS yang bersangkutan.
2 Pada saat pemberian informasi penerbangan, keputusan
terakhirtentang pengoperasian pesawat tetap menjadi tanggung jawab
pilotin command ,
3 Pada kondisi dimana unit pelayanan lalu lintas
penerbanganmemberikan pelayanan informasi penerbangan maupun pe
ayananpemanduan lalu lintas penerbangan, pemberian
pelayananpemanduan lalu lintas penerbangan harus diutamakan
danpadapelayanan informasi penerbangan.
4.2 Cakupan dari pelayanan informasi penerbangan
1. Pelayanan informasi penerbangan memberikan informasi
yangmencakup hal - hal berikut:
a. Informasi SIGMET dan AIRMET;
b. Informasi mengenai aktivitas pre-erupsi vulkanik,
erupsivulkanik dan awan abu vulkanik.
c. Informasi terkait pelepasan bahan-bahan radio aktif ke
atmosfiratau bahan kimia beracun;
d. Informasi mengenai perubahan kemampuan alat navigasi;
e. Informasi mengenai perubahan kondisi aerodrome
danfasilitasnya, termasuk informasi mengenai movement area
yangterpengaruh akibat dari salju, es atau adanya kedalaman airyang
signifikan.
f. Informasi pada balon udara tanpa awak dan informasi
lainnyayang berakibat terhadap keselamatan.
2. Pelayanan informasi penerbangan yang diberikan
untukpenerbangan selain dari ketentuan butir 1 diatas, juga
harusmemberikan informasi mengenai antara lain:
a. kondisi cuaca yang dilaporkan atau di ramalkan pada
bandarakeberangkatan, tujuan dan alternative.
b. bahaya akan tabrakan, untuk pesawat udara yang beroperasipada
wilayah udara kelas C, D, E, F dan G.
33
\
-
c Untuk penerbangan diatas wilayah perairan jika
memungkinkanatau diminta oleh pilot informasi terkait lainnya
harusdisampaikan,seperti radio Call Sign, Posisi, jalur
yangdigunakan, kecepatan dll.
3 Pelayanan informasi penerbangan yang diberikan
kepadapenerbangan VFR harus memberikan informasi mengenai
trallic,dan kondisi cuaca sepanjang jalur penerbangan
dimanapengoperasiannya menggunakan VFR.
4.3 Penyiaran Operasional Pelayanan Informasi Penerbangan
(OFIS)
1. Penggunaan
a informasi meteorologi dan informasi operasional menegenai
alatbantu navigasi dan aerodroms termasuk didalam FIS,
apabiladimungkinkan disediakan dalam sebuah bentuk.
b dimana pengoperasian FIS dikirimkan sebaiknya kepadapesawat
udara, dikirimkan dengan (isi/muatan) content, danselama fase
terbang.
c. Operasional FIS Broadcast, pada saat disediakan
sebaiknyaterdiri dari pesan-pesan yang berisi informasi
didalamnyamengenai operasional dan elemen-elemen meteorologi
yangberkaitan pada berbagai macam fase terbang. Pengiriman
misebaiknya terdiri dari 3 tipe misalnya HF, VHF dan ATIS.
d. menggunakan pesan OFIS pada request dan replay
transmisiketika diminta oleh penerbang, pesan-pesan OFIS
sebaiknyadikirimkan oleh unit ATS yang berkaitan.
2. HF OFIS Broadcast
a. HF OFIS Broadcast sebaiknya disediakan pada saat sudah
ditentukan oleh kesepakatan wilayah navigasi udara yang
dimanapersyaratan tersebut ada.
b. ketika terdapat HF OFIS Bradcast:
1) informasi sebaiknya berhubungan dengan poin 4.3.2.5,yang
sesuai dengan kesepakatan wilayah navigasi udara.
2) Aerodrome dimana laporan dan ramalan yang termasukdidalamnya
harus ditentukan kesepakatan wilayah navigasiudara.
3) Urutan waktu dari station-station yang tergabung
dalambroadcast atau pengiriman sebaiknya ditentukan olehkesepakatan
wilayah navigasi udara.
4) Pesan-pesan HV OFIS B sebaiknya diambil
berdasarkanpertimbangan operator. Pengiriman pesan sebaiknya
tidakmelebihi panjang dari waktu yang di alokasikanberdasarkan
kesepakatan wilayah navigasi udara, yang
34
f
-
harus diperhatikan adalah kemampuan pembacaan yangtidak
menganggu kecepatan dari pengiriman.
5) Masing-masing pesan aerodrome sebaiknya diidentifikasiatau
ditentukan dengan nama dari aerodrome dimanainformasi tersebut
dipergunakan.
6) Pada saat informasi tidak dapat diterima pada waktupenyiaran,
informasi terakhir yang dimungkinkansebaiknya dimasukkan bersamaan
dengan waktu danobservasi tersebut.
7) Pengiriman pesan secara penuh sebaiknya diulangi jika halitu
memungkinkan dengan catatan waktu yang diberikandari station yang
dikirimkan.
8) Pengiriman informasi atau penyiaran sebaiknyaditingkatkan
secepatnya jika terjadi perubahan yangsignificant dan.
9) Pesan HF OFIS sebaiknya disiapkan dan disebarkan olehsebagian
besar unit2 yang terkait pada masing2 negara.
c. Perkembangan yang dinantikan dan mengadopsi bentuk yanglebih
cocok terhadap kemampuan berbicara yang digunakandiseluruh dunia
terdapat dalam komunikasi AeronauticalRadiotelephony, Penyiaran HF
OFIS yang mengenai aerodromeyang ditunjuk untuk digunakan pelayanan
udara internasionalsebaiknya menggunakan bahasa Inggris.
d. HF OFIS B dapat digunakan lebih dari l(satu) bahasa,
sebuahsaluran yang berbeda sebaiknya digunakan untuk masing-masing
bahasa.
e. Pesan-pesan HF OFIS B sebaiknya terdiri dari
informasi-informasi dibawah ini, seperti yang ditentukan
kesepakatanwilayah navigasi udara, yaitu :1) Informasi cuaca pada
saat en-route sebaiknya terdapat
dalam bentuk yang tertera pada SIGMET seperti yang dijelaskan
pada PKPS 174
2) Yang termasuk informasi aerodrome adalah:
a) nama aerodrome;
b) waktu observasi;
c) informasi operasional yang penting;
d) arah angin dan kecepatan; jika dimungkinkan kecepatanmaksimum
angin;
e) jarak pandang; dan jika memungkinkan Jarak PandangRunway
(RVR);
f) kondisi cuaca pada saat itu;
35
t
-
g) awan dibawah 1500m atau 5000 feet atau dibawahMinimum sector
altitude yang lebih tinggi, yang manalebih besar; comulusnimbus;
jika langit dalam keadaangelap, jarak pandang vertikal dapat
digunakan;
h) perkiraan cuaca Bandar Udara.
3. VHF operational fight information service (OFIS)
Broadcast
a. VHF OFIS Broadcast sebaiknya disediakan seperti
yangditentukan oleh kesepakatan wilayah navigasi udara.
b. Bilamana penyiaran seperti itu akan dilengkapi:
1) bandara yang mana pelaporan dan ramalannya telahditentukan
oleh kesepakatan wilayah navigasi udara
2) tiap pesan bandara agar dapat diidentifikasikan
denganmenggunakan nama dari bandara yang mengirimkan
pesantersebut.
3) Apabila informasi belum dapat diterima pada waktunyauntuk
disiarkan, informasi terakhir yang tersedia sebaiknyatermasuk
bersama dengan waktu observasi tersebut;
4) penyiaran sebaiknya terus menerus dan berulang;
5) Pesan penyiaran VHF OFIS sebaiknya diambil
berdasarkanpertimbangan operator. Pengiriman pesan
sebaiknya,apabila dapat dilaksanakan, tidak lebih dari 5 (lima)
menit,yang harus diperhatikan adalah kemampuan pembacaanyang tidak
menganggu kecepatan dari pengiriman;
6) penyiaran pesan sebaiknya diperbaharui berdasarkanjadwal yang
telah ditentukan oleh kesepakatan wilayahnavigasi udara sebagai
tambahan sebaiknya dapatdiperbaharui langsung secara cepat apabila
terjadiperubahan yang signifikan;
7) pesan VHF OFIS sebaiknya dapat dipersiapkan dandisebarkan
oleh unit-unit yang paling pantas yangditunjuk ditiap negara.
c. Perkembangan yang dinantikan dan mengadopsi bentuk yanglebih
cocok terhadap kemampuan berbicara yang digunakandiseluruh dunia
terdapat dalam komunikasi AeronauticalRadiotelephony, Penyiaran VHF
OFIS yang mengenai aerodromeyang ditunjuk untuk digunakan pelayanan
udara internasionalsebaiknya menggunakan bahasa Inggris.
d. dimana VHF OFIS B dapat digunakan lebih dari 1 bahasa,
makasaluran yang berlainan sebaiknya digunakan untuk
tiap-tiapbahasa.
36
t
-
e. Pesan - pesan penyiaran VHF OFIS sebaiknya terdiri
dariinformasi- informasi dibawah ini:
1) nama bandara;
2) waktu observasi;
3) landasan mendarat;
4) kondisi permukaan landasan yang signifikan dan,
jikamemungkinkan, aksi pengereman;
5) perubahan dalam negara pengopersian peralatan
navigasi,apabila dimungkinkan;
6) penundaan holding, jika dimungkinkan;
7) arah permukaan angin dan kecepatan jika dimungkinkankecepatan
maksimum angin
8) jarak pandang; dan jika memungkinkan Jarak PandangRunway
(RVR);
9) kondisi cuaca pada saat itu;
10) awan dibawah 1500m atau 5000 feet atau dibawah MSAyang lebih
tinggi, yang mana lebih besar; comulusmmbus;jika langit dalam
keadaan gelap, jarak pandang vertikaldapat digunakan
11) temperatur udara;
12) temperatur titik embun (dew point);
13) QNH Altimeter Setting;
14) informasi tambahan dalam kondisi cuaca yang terbarupada
opersi yang signifikan, dimana diperlukan, windshear,
15) ramalan kecenderungan, apabila dapat digunakan; dan
16) memberitahukan pesan-pesan SIGMET yang terbaru.
4. Penyiaran Voice ATIS
a. penyiaran Voice ATIS sebaiknya diberikan kepada bandaradimana
terdapatnya permintaan untuk mengurangi bebankomunikasi pada
saluran komunikasi ATS VHF diudara dandidarat. Apabila diperlukan,
hal tersebut terdiri dari:
1) satu alat penyiaran pada pesawat datang, atau;
2) satu alat penyiaran pada pesawat berangkat, atau;
37
-
3) satu alat penyiaran baik pada pesawat yang datingmaupun yang
akan berangkat; atau
4) dua peralatan penyiaran pada pesawat yang datang danyang
berangkat secara berurut-urut pada bandara tersebutdimana jarak
dari peralatan broadcast baik pada saatpesawat datang dan berangkat
akan sering menjadipanjang.
b. Siaran ATIS sebaiknya menggunakan frekuensi VHF, jika
tidaktersedia boleh juga ditransmisikan disaluran suara di
tempatyang paling tepat di terminal alat bantu navigasi, lebih
tepatbiasanya adalah VOR, menyediakan jarak dan jangkauan yangsama
dengan pancaran navigasi dan ini tersiar secara terusmenerus dan
bergantian dengan pancaran VOR sehingga tidaksaling mendahului.
c. Suara siaran ATIS jangan dipancarkan menggunakan
pancaranILS.
d. Ketika ATIS tersedia suaranya harus bersambung dan tidakboleh
putus-putus.
e. Informasi yang terdapat didalamnya harus sesering
mungkindiketahui oleh ATS unit, berkaitan dengan informasi
untukpendekatan, mendarat dan tinggal landas, apalagi jika
yangdiinformasikan tersebut bukan dibuat oleh unit terkait.
f. Suara ATIS sebaiknya menggunakan bahasa inggris.
g. Jika suara ATIS tersedia dalam berbagai bahasa
sebaiknyadipilih salah satu.
h. Siaran suara ATIS sebaiknya praktis, tidak lebih cepat dari
30detik dan juga tidak disamakan dengan pancaran alat
bantunavigasi, siaran ATIS harus juga memperhatikan
performamanusia.
5. D -ATIS (Data link ATIS)
a. Ketika ATIS disiarkan formatnya harus sama dengan formatATIS
yang disiarkan sebelumnya.
1) Ketika informasi cuaca terkini dimasukan dan adaparameter
yang berubah, maka disampaikan denganmenggunakan format yang
sama.
b. Ketika ATIS dan D-ATIS isinya dirubah maka harus
dirubahsecara bersamaan.
6. ATIS (suara/ voice dan atau data link)
a. apabila Voice - ATIS dan/atau D- ATIS disajikan:
1) Komunikasi informasi harus terkait dengan satu bandara.
38
\
-
2) Informasi harus diperbaharui secepatnya ketika adaperubahan
yang dirasa penting untuk disampaikan.
3) persiapan dan penyampaian pesan ATIS harus menjaditanggung
jawab ATS unit.
4) Identitas pesan ATIS harus menggunakan pengucapanurutan abjad
(alphabet) format ICAO, dan diberlakukankonsekutif terhadap siaran
ATIS dengan menggunakanformat ICAO.
5) pesawat sebaiknya memberitahu informasi yang diterimadari
ATIS ketika telah terjalin komunikasi dengan Approachdan Tower.
6) ATS unit ketika menjawab pesan butir e) diatas dalamkerangka
pesawat datang alangkah baiknya ATS unitmenyediakan informasi
tentang pengesetan alat ketinggian.
7) informasi meteorologi harus dikumpulkan dari kantormeteo
setempat secara rutin.
b. Ketika terjadi perubahan kondisi meteo, masukan
kedalaminformasi kondisi cuaca di siaran ATIS, pesan ATIS
harusmengindikasikan kondisi cuaca yang relevan dengan
kondisisebenarnya dan juga harus diberikan kontak awal oleh
ATSunit.
c. informasi yang terkandung dalam ATIS, ditujukan langsung
kepesawat,dengan tidak terkecuali penyampaian alat
settingketinggian,seperti butir 170.046.6a.7 dan juga harus
seringdiperbaharui.
c. isi ATIS sebaiknya seperti memberi briefing, informasi
tambahanseperti pada point 170.046.7 dan 9, untuk contoh informasi
yangsudah te