TUGAS ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI SOSIAL
ADVOKASI KESEHATAN DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAKDisusun oleh:
Kelompok 1 / KELAS A- 20131. Febrianto P. Simanullang
250101131200152. Rani Christrina P. Saragih
250101131200163. Laila Fitriana
25010113120019
4. Marya Yenita Sitohang
250101131200225. Putri Desriani
25010113120023
6. Sarah Nurulita Fathanah Sukma
250101131200257. Ulsla Arsil Majidah
250101131200458. Uswatun Khasanah
250101131200499. Chandra Manik
2501011312005910. Nurlaila
2501011312006211. Hana Fitria Azizah
2501011312006512. Gayuh Mustika Prabandari
2501011312006913. Nenti Dyah K.P
2501011312007114. Nurlita Putri Apriliani
25010113120076FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang
Kondisi kesehatan ibu dan anak di Indonesia saat ini masih perlu
mendapat perhatian khusus. Hal ini secara keseluruhan disebabkan
latar belakang dan penyebab kematian ibu dan anak yang kompleks,
yang menyangkut aspek medis yaitu penyebab kematian ibu terbesar
secara berurutan disebabkan terjadinya pendarahan, eklamsia,
infeksi, persalinan lama dan keguguran dan harus ditangani oleh
tenaga kesehatan. Sedangkan penyebab non medis merupakan penyebab
mendasar seperti status perempuan, keberadaan anak, sosial budaya,
pendidikan, ekonomi, geografis, transportasi dan sebagainya yang
memerlukan keterlibatan lintas sektor dalam penanganannya. Ini
artinya bahwa setiap program kesehatan yang telah ada misalnya
upaya kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan dan lain
sebagainya sangat perlu ditunjang serta didukung oleh adanya
promosi kesehatan. Promosi kesehatan bukanlah hanya proses
penyadaran masyarakat atau pemberiandan peningkatan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi didalamnya
terdapat usaha untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan
perilaku masyarakat.Dalam rangka mencapai keberhasilan visi
tersebut, terdapat beberapa misi promosi kesehatan sebagai upaya
untuk merealisasikannya, salah satunya itu adalah melakukan
advokasi.Advokasi di sini ditujukan kepada para pengambil keputusan
atau pembuat kebijakan.Advokasi merupakan perangkat kegiatan yang
terencana yang ditujukan kepada parapenentu kebijakan dalam rangka
mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Dalam hal ini kegiatan
advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi para pembuat
keputusan (decission maker) agar dapat mempercayai dan meyakini
bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan
melalui kebijakan atau keputusan-keputusan.B. Rumusan Masalah1.
Pengertian advokasi dan advokasi kesehatan2. Prinsip advokasi
kesehatan3. Indikator hasil advokasi kesehatan dalam bidang KIAC.
Tujuan1. Untuk mengetahui pengertian advokasi dan advokasi
kesehatan2. Untuk memahami prinsip advokasi kesehatan3. Untuk
mengetahui indikator advokasi kesehatan dalam bidang KIAD.
Manfaat
Dengan adanya makalah ini, maka dapat memberikan manfaat serta
pengetahuan yang berguna bagi mahasiswa, khusunya mahasiswa
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro dalam memahami
tentang strategi advokasi dalam bidang KIA.BAB IIISIA. Pengertian
Advokasi
Pengertian Advokasi(Insist Pers, 2002) Pengertian advokasi
adalah aksi aksi sosial, politik dan budaya yang dilakukan secara
terencana, terstruktur, dan dilakukan secara terkumpul (kolektif),
mengikutsertakan berbagai taktik termasuk lobby, kampanye
(campaign), mendirikan koalisi, memberikan tekanan aksi massa,
serta riset yang digunakan untuk mengubak kebijakan.Zastrow pada
tahun 1982 mengatakan advokasi sebagai aktivitas memberikan
pertolongan terhadap klien untuk mencapai layanan (service) yang
mereka telah ditolak sebelumnya dan memberikan ekspansi terdapap
layanan tersebut agar banyak orang yang terwadahiPengertian
Advokasi menurut Sheila Espine Vilaluz ialah aksi strategis dan
terpadu yang dilakukan oleh indivudu maupun kelompok untuk memberi
masukan isu ataupun masalh kedalam rancangan dan rencana kebijakan.
Serta advokasi dapat berarti membangun suatu basis pendukung
terhadap kebijakan publik yang diambil guna menyelesaikan persoalan
yang ada.Kaminski dan Walmsley pada tahun 1995 berpendapat bahwa
pengertian advokasi: "Merupakan suatu pekerjaan yang memberikan
petunjuk atas keunggulan pekerjaan sosial dibandingkan profesi yang
lain. Selain itu "advokasi" diartikan sebagai aksi dalam mengubah
kebijakan.Scheneider menerangkan bahwa pengertian advokasi tidak
lengkap tanpa tercapainya kriteria kejelasan (clarify), measurable
(dapat diukur), dapat dibatasi (limited), tindakan terarah
(action-oriented), fokus terhadap aktivitas.Dia juga memberikan
arti advokasi sebagai pekerjaan sosial yang bersifat eksklusif dan
menguntungkan klien yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi sistem
pembuatan keputusan yang terkadang tidak adil dan tidak
responsif.
Advokasi secara harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan
terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan istilah advokasi
dalam bidang hukum tersebut dijadikan sebagai penasehatnya dan
memperoleh keadilan yang sungguh-sungguhnya, maka advokasi dalam
bidang kesehatan diartikan upaya untuk memperoleh pembelaan,
bantuan atau dukungan terhadap program kesehatan.Menurut Webster
Encyclopedia advokasi adalah Act of pleading for supporting or
recomending active espousal atau tindakan pembelaan, dukungan atau
rekomendasi.Menurut ahli retorika (Foss and fose, et al : 1980)
advokasi diartikan sebagai upaya persuasi yang mencakup kegiatan
penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi rindak
lanjut mengenai sesuatu hal. Menurut John Hopkins (1990) Advokasi
adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan melalui bermacam-macam
bentuk komunikasi persuasif, dengan menggunakan informasi yang
akurat dan tepat.Advokasi adalah strategi untuk mempengaruhi para
pengambil keputusan khususnya pada saat mereka menetapkan
peraturan, mengatur sumber daya dan mengambil keputusan-keputusan
yang menyangkut khalayak masyarakat. Mengadvokasikan hak anak
berarti menyuarakan kepedulian Anda untuk anak - agar setiap anak
dapat tumbuh sehat, aman dan memiliki kesempatan dan harapan akan
masa depan yang lebih baik. Sebagai advokator, Anda menjadi
pencentus perubahan tersebut.Advokasi adalah alat yang ampuh. Di
dalam negara demokratis seperti Indonesia, masyarakat dan para
wakilnya membutuhkan individu-individu yang memiliki pengetahuan,
komitmen dan kepedulian untuk mengangkat isu-isu yang ada agar
keputusan yang diambil tepat sasaran. Hanya dengan menyuarakan
kepedulian Anda, baik secara perorangan maupun secara kolektif,
Anda dapat mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut
anak-anak di negeri ini. Suara Anda dapat memperbaiki kehidupan
keluarga dan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan,
menghilangkan diskriminasi dan mencegah kematian dan kesengsaraan
yang tidak seharusnya terjadi.
Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan
secara sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau
pelaksanaannya (Meuthia Ganier).Advokasi adalah membangun
organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para
penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan
serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu
bekerja.Upaya terorganisir maupun aksi yang menggunakan
sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan
undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan merata (Institut Advokasi Washington
DC).Advokasi merupakan segenap aktifitas pengerahan sumber daya
yang ada untuk membela, memajukan, bahkan merubah tatanan untuk
mencapai tujuan yang lebih baik sesuai keadaan yang diharapkan.
Advokasi dapat berupa upaya hukum formal (litigasi) maupun di luar
jalur hukum formal (nonlitigasi).Menurut Mansour Faqih, Alm., dkk,
advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk
mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan
publik secara bertahap-maju (incremental).
Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian
tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk
mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah
kebijakan publik.B. Prinsip Advokasi Kesehatan
1. Tujuan Advokasi
a. Political Comitment (Komitmen Politik)
Komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di
tingkat dan di sektor mana pun sangat diperlukan terhadap
permasalahan kesehatan. Pembangunan nasional tidak terlepas dari
pengaruh kekuasaan politik yang sedang berjalan. Oleh sebab itu
pembangunan di sektor kesehatan juga tidak terlepas dari kondisi
dan situasi politik pada saat ini. Baik kekuasaan ekskutif maupun
legislatif di negara mana pun ditentukan oleh proses politik,
terutama hasil pemeliharaan umum pada waktu yang lampau. Seberapa
jauh komitmen politik para ekskutif dan legislatif terhadap masalah
kesehatan masyarakat, ditentukan oleh pemahaman mereka terhadap
masalah masalah kesehatan.Demikian pula seberapa jauh mereka
mengalokasikan anggaran pembangunan nasional bagi pembangunan
sektor kesehatan, juga tergantunga pada cara pandang dan kepedulian
mereka terhadap kesehatan dalam konteks pembangunan nasional. Oleh
sebab itu untuk meningkatkan komitmen para ekskutif dan legislative
terhadap kesehatan perlu advokasi kepada mereka. Komitmen ini dapat
diwujudkan antara lain dengan pernyataan pernyataan, baik secara
lisan maupun tulisan, dari para pejabat ekskutif maupun legislatif,
mengenai dukungan atau persetujuan terhadap isu isu
kesehatan.Misalnya pembahasan tentang naiknya anggaran untuk sektor
kesehatan, pembahasan rencana undang undang lingkungan oleh
parlemen. Contoh konkret di Indonesia antara lain : pencanangan
Pekan Imunisasi Nasional oleh presiden, pencanangan atau
penandatanganan deklarasi Indonesia Sehat 2010 oleh Presiden, bisa
juga peresmian MDGs oleh ketua bappenas RI. Hal ini semua merupakan
keputusan poliyik yang harus didukung oleh semua pejabat lintas
sektoral di semua administrasi pemerintahan.b. Policy Support
(Dukungan Kebijakan)
Dukungan konkret yang diberikan oleh para pimpinan institusi di
semua tingkat dan di semua sektor yang terkait dalam rangka
mewujudkan pembangunan di sektor kesehatan. Dukungan politik tidak
akan berarti tanpa dikeluarkannya kebijakan yang konkret dari para
pembuat keputusan tersebut. Oleh sebab itu, setelah adanya komitmen
politik dari para ekskutif maka perlu ditindaklanjuti dengan
advokasi lagi agar dikeluarkan kebijakan untuk mendukung program
yang telah memperoleh komitmen politik tersebut. Dukungan kebijakan
ini dapat berupa undang undang, peraturan pemerintah atau peraturan
daerah, surat keputusan pimpinan institusi baik pemerintah maupun
swasta, instruksi atau surat edaran dari pimpinan lembaga atau
institusi, dan sebagainya. Misalnya kasus di Indonesia, dengan
adanya komitmen politik tentang Indonesia Sehat 2010, maka jajaran
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial harus menindaklanjuti
dengan upaya memperoleh dukungan kebijakan dengan adanya PP,
Kepres, termasuk juga kebijakan alokasi anggaran kesehatan yang
memadai, dan sebagainya.c. Social Acceptance (Dukungan
Masyarrakat)
Dukungan masyarakat berarti diterimanya suatu program oleh
masyarakat. Suatu program kesehatan apa pun hendaknya mendapat
dukungan sasaran utama program tersebut yakni masyarakat, terutama
tokoh masyarakat. Oleh sebab itu apabila suatu program kesehatan
telah memperolehkomitmen dan dukungan kebijakan, maka langkah
selanjutnya adalah mensosialisasikan program tersebut untuk
memperoleh dukungan masyarakat. Untuk sosialisasi program ini para
petugas tingkat operasional atau local, misalnya petugas dinas
kesehatan kabupaten dan puskesmas, mempunyai peranan yang sangat
penting. Oleh sebab itu, para petugas tersebut juga memerlukan
kemampuan advokasi. Untuk petugas kesehatan tingkat distrik,
sasaran advokais adalah kepala distrik atau bupati, parlemen
distrik, pejabat lintas sektoral di tingkat distrik, dan
sebagainya. Sedangkan sasaran advokasi petugas puskesmas adalah
kepala wilayah kecamatan, pejabat lintas sektoral tingkat
subdistrik atau kecamatan, para tokoh masyarakat setempat, dan
sebagainya. d. System Support (Dukungan Sistem)
Agar suatu program atau kegiatan berjalan dengan baik, perlu
adanya system, mekanisme, atau prosedur kerja yang jelas yang
mendukungnya. Oleh sebab itu system kerja atau organisasi kerja
yang melibatkan kesehatan perlu dikembangkan. Mengingat bahwa
masalah kesehatan merupakan dampakdari berbagai sector, maka
program untuk pemecahannya atau penanggulangannya pun harus bersama
sama dengan sector lain.
Dengan kata lain, semua sector pembangunan yang mempunyai dampak
terhadap kesehatan, harus memasukkan atau mempunyai unit atau
system yang menangani masalah kesehatan di dalam struktur
organisasinya. Unit ini secara internal menangani masalah masalah
kesehatan yang di hadapi olehkaryawannya, dans ecara eksternal
mengatasi dampak institusi tersebut terhadap kesehatan masyarakat.
Misalnya suatu industry harus mempunyai poliklinik atau K3
(Kesehatan Keselamatan Kerja), dan mempunyai unit Amdal (Analisis
Dampak Lingkungan).
Dalam mengembangkan organisasi atau system kerja, suatu
institusi terutama yang mempunyai dampak terhadap kesehatan perlu
mempertimbangkan adanya unit kesehatan tersebut. Terwuwjudnya unit
kesehatan di dalam suatu organisasi kerja di industry industry atau
institusi kerja tersebut memerlukan pendekatan advokasi oleh sector
kesehatan semua tingkat. 2. Kegiatan AdvokasiSeperti yang telah
diketahui bahwa tujuan adanya advokasi adalah untuk meperoleh
komitmen dan dukungan kebijakan para penentu kebijakan atau pembuat
keputusan di segala tingkat. Komitmen dan dukungan kebijakan
tersebut dapat terwujud dalam dua hal pokok yakni bentuk software
dan hardware. Komitmen dan dukungan dalam bentuk software misalnya
: undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, keputusan
presiden, surat keputusan dari institusi dan sebagainya yang
mendukung terhadap program kesehatan. Sedangkan komitmen dalam
bentuk hardware antara lain meningkatnya anggaran untuk kesehatan
atau dilengkapinya sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan.
Cara atau bentuk-bentuk kegiatan dalam advokasi untuk mencapai
tujuan itu ada bermacam-macam, antara lain :
a. Lobi Politik
Lobi adalah berbincang-bincang secara informal dengan para
pejabat untuk menginformasikan dan membahas masalah program
kesehatan yang akan dilaksanakan. Tahap pertama lobi ini adalah :
petugas kesehatan menyampaikan keseriusan masalah kesehatan yang
dihadapi di wilayah kerjanya, dan dampaknya terhadap keshidupan
masyarakat. Kemudian disampaikan alternatif terbaik utnuk
memecahkan atau menanggulangi masalah tersebut. Dalam lobi ini
perlu dibawa atau ditunjukkan data yang akurat (evidence based)
tentang masalah kesehatan tersebut kepada pejabat yang
bersangkutan.
Contohnya saja DPRD yang berperan sebagai stakeholder, meskipun
DPRD tidak terikat langsung dengan program penurunan angka kematian
ibu dan anak namun, DPRD disini memiliki kekuatan besar untuk
keberlangsungan program KIBBLA, mereka dapat berfungsi sebagai
legislator (membentuk peraturan bersama kepala daerah) dan fungsi
pengawasan. Mengingat pentinganya penurunan angka kematian Ibu dan
bayi seperti yang diamanahkan pada MDGs poin 4 dan 5 yaitu harus
turun 2/3 (75%) pada tahun 2015 dari tahun 1990. Maka DPRD bersama
eksekutif dapat membuta regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah
dalam pelayanan KIA terutama masyarakat miskin yang dapat mengikat
semua pihak/stakeholder untuk mengupayakan pencapaian AKI dan AKB
tersebut. b. Seminar dan atau Presentasi
Seminar atau presentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas
program dan lintas sektoral. Petugas kesehatan menyajikan masalah
kesehatan di wilayah kerjanya, lengkap dengan data dan ilustrasi
yang menarik, serta rencana program pemecahannya. Kemudian masalah
tersebut dibahas bersama-sama, yang akhirnya diharapkan akan
diperoleh komitmen dan dukungan terhadap program yang akan
dilaksanakan tersebut.Contoh Pada akhir tahun 2005, bersamaan
dengan sosialisasi perpanjangan waktu Proyek DHS sampai dengan
tahun 2008, diadakan pertemuan dengan seluruh kepala dinas
kesehatan dan kepala Bappeda kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu,
serta beberapa pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemerintah
Provinsi Bengkulu. Upaya advokasi pun berlanjut di tingkat
kabupaten. Banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan oleh dinas
kesehatan melalui dana DHS dan dana dekon dalam rangka sosialisasi
dan advokasi program yang bertujuan untuk menggalang dukungan dari
para stakeholder lokal. Kegiatan pertemuan dalam rangka sosialisasi
dan advokasi yang dilaksanakan secara formal dan
pelatihan-pelatihan mulai dari tingkat provinsi, kabupaten hingga
kecamatan, tidak sedikit biaya yang telah dihabiskan. Waktu yang
seharusnya lebih banyak digunakan oleh tenaga kesehatan seperti
bidan dan yang lainnya untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, habis untuk mengikuti satu pertemuan ke pertemuan lain,
dari satu pelatihan ke pelatihan lain.
Kegiatan-kegiatan tersebut tidak sebanding dengan biaya yang
telah dikeluarkan, artinya upaya advokasi yang dilakukan di daerah
tidak begitu efektif dan efisien seperti yang dilakukan oleh
agen-agen internasional, kelompok-kelompok kepentingan, dan lembaga
donor dalam mempengaruhi kebijakan di tingkat pusat.c. Media
Advokasi media (media advocacy) adalah melakukan kegiatan
advokasi dengan menggunakan media, khususnya media massa. Seperti
yang kita ketahui bahwa media massa mempunyai kemampuan yang kuat
untuk membentuk opini publik (public opinion), yang dapat
mempengaruhi bahkan merupakan tekanan (pressure) terhadap para
penentu kebijakan dan para pengambil keputusan. Contoh pada gambar
di media massa tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung
merupakan kegiatan dalam advokasi dimana stakeholder menyampaikan
pendapatnya mengenai program untuk menekan angka kematian ibu dan
anak.
d. Perkumpulan (asosiasi) peminat
Asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang mempunyai minta dan
keterkaitan terhadap masalah tertentu atau perkumpulan profesi
adalah juga merupakan bentuk advokasi. Contoh Ikatan Bidan
Indonesia atau Indonesian Midwives Assosiation adalah kumpulan
orang-orang dengan profesi yang sama yaitu bidan dan mereka sangat
peduli ankan tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi.
Kegiatan-kegiatan ini, di samping ikut berpartisipasi dalam
penanggulangan masalah tersebut, juga memberikan dampak terhadap
kebijakan-kebijakan yang diambil para birokrasi di bidang kesehatan
dan para pejabat lain untuk peduli terhadap Tingginya kasus
kematian Ibu dan Bayi. 3. Argumentasi dalam Advokasi
a. Advokasi
Menurut Foss dan Foss et al. (1980); Toulmin, (1981), advokasi
adalah upaya persuasif yang mencakup kegiatan penyadaran,
rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut mengenai
sesuatu (Hadi Pratomo dalam Notoatmodjo, 2005).
Secara sederhana advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan para
penentu kebijakan atau para pembuat keputusan sehingga mereka
memberikan dukungan, baik kebijakan, fasilitas maupun dana terhadap
program yang ditawarkan. Meyakinkan para pejabat terhadap
pentingnya program kesehatan tidaklah mudah, tetapi memerlukan
argumentasi - argumentasi yang kuat.
Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya advokasi dipengaruhi
oleh kuat atau tidaknya kita menyiapkan argumentasi. Di bawah ini
ada beberapa hal yang dapat memperkuat argumentasi dalam melakukan
kegiatan advokasi. Meyakinkan (Credible)
Program yang kita tawarkan atau ajukan harus dapat meyakinkan
para penentu kebijakan atau pembuat keputusan dengan didukung data
dan sumber yang dapat dipercaya. Program yang diajukan harus harus
didasari dengan permasalahan yang utama dan faktual, artinya
masalah tersebut memang ditemukan di lapangan dan penting untuk
segera ditangani sehingga tidak memberikan dampak yang lebih besar
bagi masyarakat.
Sebelum program diajukan sebaiknya dilakukan kajian lapangan,
jangan hanya berdasarkan data atau laporan yang tersedia, yang
kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Layak
(Feasible)
Program yang diajukan tersebut, baik secara teknik, politik,
maupun ekonomi, memungkinkan atau layak. Layak secara secara teknik
(feasible) artinya program tersebut dapat dilaksanakan, petugas
mempunyai kemampuan yang cukup, sarana dan prasarana pendukung
tersedia.
Layak secara politik artinya program tersebut tidak akan membawa
dampak politik pada masyarakat. Sedangkan layak secara ekonomi
artinya didukung oleh dana yang cukup, dan apabila program tersebut
adalah program pelayanan, masyarakat mampu membayarnya.
Relevan (Relevant)
Program yang diajukan minimal harus mencakup dua kriteria,
yakni: memenuhi kebutuhan masyarakat dan benar-benar dapat
memecahkan masalah yang dirasakan masyarakat.
Penting (Urgent)
Program yang diajukan harus mempunyai urgensi yang tinggi dan
harus segera dilaksanakan, apabila tidak akan menimbulkan masalah
yang lebih besar lagi.
Prioritas Tinggi (High priority)
Agar para pembuat keputusan atau penentu kebijakan menilai
program tersebut mempunyai prioritas tinggi, diperlukan analisis
yang cermat, baik terhadap masalahnya sendiri, maupun terhadap
alternatif pemecahan masalah atau program yang diajukan. b.
Komunikasi
Advokasi di sektor kesehatan adalah komunikasi antara para
pejabat atau petugas kesehatan di semua tingkat dan tatanan dengan
para penentu kebijakan di tingkat atau tatanan tersebut. Sasaran
komunikasi atau komunikannya secara struktural lebih tinggi
daripada komunikator, atau paling tidak setingkat. Sehingga arah
komunikasinya adalah vertikal dan horisontal. Dengan demikian
bentuk komunikasinya lebih berat pada komunikasi interpersonal
(interpersonal communication).
Keberhasilan komunikasi interpersonal dalam advokasi sangat
ditentukan oleh efektivitas komunikasi para petugas kesehatan
dengan para pembuat atau penentu kebijakan tersebut. Untuk
menghasilkan komunikasi efektif diperlukan prakondisi antara lain
:
Atraksi InterpersonalAtraksi interpersonal adalah daya tarik
seseorang atau sikap positif pada seseorang yang memudahkan orang
lain untuk berhubungan atau berkomunikasi dengannya. Para petugas
kesehatan di semua tingkat dan tatanan dituntut mempunyai daya
atraksi interpersonal ini. atraksi interpersonal ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain :1. Daya tarik
Tiap orang mempunyai daya tarik yang berbeda satu sama lain.
Sangat ditentukan oleh sikap dan perilaku orang terhadap orang
lain.2. Percaya diri
Percaya diri bukan berarti sombong, melainkan suatu perasaan
bahwa ia mempunyai kemampuan atau menguasai ilmu atau pengalaman di
bidangnya. 3. Kemampuan
Hal ini berkaian dengan percaya diri, orang yang mampu melakukan
tugas-tugasnya, ia akan lebih percaya diri.4. Familiar
Petugas kesehatan yang sering muncul atau hadir dalam event
tertentu, misalnya rapat, pertemuan informal, seminar, dan
sebagainya akan lebih familiar. Oleh karena itu apabila akan
melakukan lobying atau sowan dalam rangka advokasi akan mudah
diterima dari pada pejabat yang jarang muncul.
5. Kedekatan
Menjalin hubungan baik atau kekeluargaan dengan para pejabat
atau keluarga pejabat adalah faktor yang penting untuk melakukan
advokasi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif apabila
dilakukan dengan orang-orang yang dekat dengan kita.
PerhatianUntuk memberikan komitmen dan dukungan terhadap sesuatu
pertama kali para stakeholder harus mempunyai perhatian terhadap
sesuatu tersebut. Berdasarkan teori psikologis ada dua faktor yang
mempengaruhi perhatian seseorang, yakni faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah yang berasal dari dalam diri
orang itu sendiri, terdiri dari faktor biologis,
sosio-psikologis(pengetahuan, sikap, motivasi, kebiasaan, kemauan,
kebutuhan, dll).
Oleh sebab itu apabila kita hendak melakukan advokasi atau
berkomunikasi dengan para pejabat tersebut maka kita harus
memulainya dengan hal-hal yang berkaitan dengan minat, kebiasaan,
atau kebutuhan mereka.
Intensitas KomunikasiAgar komunikasi advokasi efektif, maka
program yang ingin didukung oleh pejabat harus sering
dikomunikasikan melalui berbagai kesempatan atau pertemuan, baik
pertemuan formal maupun informal, melalui seminar, dan sebagainya.
Visualisasi
Di samping memiliki intensitas yang tinggi, informasi atau pesan
yang menarik perlu divisualisasikan dalam media, khususnya media
interpersonal. Media Interpersonal yang paling efektif dalam rangka
komunikasi adalah flip chart, booklet, slide atau video cassete.
Pesan tersebut didasari fakta-fakta yang diilustrasikan melalui
grafik, tabel, gambar, atau foto. (Soekidjo, 2012)C. Komunikasi
Dalam Komunikasi
Komunikasi advokasi adalah berkomunikasi dengan para pengambil
keputusan atau penentu kebijakkan. Oleh sebab itu advovokasi
disektor kesehatan adalah komunikasi antara para pejabat atau
petugas kesehatan disemua tingkat dan tatanan dengan para penentu
kebijakkan ditingkat atau tatanan tersebut. Dengan demikian makan
sasaran komunikasi atau komunikannya secara structural lebih tinggi
daripada komunikator, atau paling tidak yang setingkat. Maka dari
itu, bentuk komunikasi adalah lebih berat dalam komunikasi
interpersonal. Komunikasi dalam rangka advokasi kesehatan
memerlukan kiat khusus agar komunikasi tersebut efektif antara lain
sebagai berikut:a. Jelas (clear): pesan yang disampaikan kepada
sasaran harus disusun sedemikian rupa sehingga jelas, baik isinya
maupun bahasa yang digunakan.b. Benar (correct): apa yg disampaikan
(pesan) harus didasarkan kepada kebenaran. Pesan yang benar adalah
pesan yang disertai fakta atau data empiris.c. Kongkret (concrete):
apabila petugas kesehatan dalam advokasi mengajukan usulan program
yang dimintakan dukungan dari para pejabat terkait, maka harus
dirumuskan dalam bentuk yang kongkrit (bukan kira-kira) atau dalam
bentuk operasional.d. Lengkap (complete): timbulnya kesalahpahaman
atau mis komunikasi adalah karena belum lengkapnya pesan yang
disampaikan kepada orang lain.e. Ringkas (concise) : pesan
komunikasi harus lengkap, tetapi padat, tidak bertele-tele.f.
Meyakinkan ( convince) : agar komunikasi advokasi kita di terima
oleh para pejabat, maka harus meyakinkan, agar komunikasi advokasi
kita diterimag. Kontekstual ( contextual): advokasi kesehatan
hendaknya bersifat kontekstual. Artinya pesan atau program yang
akan diadvokasi harus diletakkan atau di kaitkan dengan masalah
pembangunan daerah bersangkutan. Pesan-pesan atau program-program
kesehatan apapun harus dikaitkan dengan upaya-upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat pemerintah setempat.h. Berani (courage):
seorang petugas kesehatan yang akan melakukan advokasi kepada para
pejabat, harus mempunyai keberanian berargumentasi dan berdiskusi
dengan para pejabat yang bersangkutan.i. Hati-hati ( contious):
meskipun berani, tetapi harus hati-hati dan tidak boleh keluar dari
etika berkomunikasi dengan para pejabat, hindari sikap "menggurui"
para pejabat yang bersangkutan.j. Sopan (courteous): disamping
hati-hati, advokator harus bersikap sopan, baik sopan dalam tutur
kata maupun penampilan fisik, termasuk cara berpakaian.Selanjutnya
untuk menghasilkan komunikasi yang efektif diperlukan prokondisi
antara lain sebagai berikut :1. Atraksi Interpersonal
Atraksi intrapersonal adalah daya tarik seseorang atau sikap
positif pada seseorang yang memudahkan orang lain untuk berhubungan
atau berkomunikasi dengannya. Atraksi interpersonal ini ditentukan
oleh beberapa factor, diantaranya:
Daya Tarik
Daya tarik ini sangat ditentukan sikap dan perilaku orang
terhadap orang lain. Oleh sebab itu daya tarik pun dapat dipelajari
misalnya, dengan membiasakan senyum terhadap setiap orang, berpikir
positif terhadap orang lain, dll. Percaya diri
Percaya diri bukan berarti menyombongkan diri, melainkan suatu
perasaan bahwa ia mempunyai kemampuan atau menguasi ilmu atau
pengalaman dibidangnya. Oleh sebab itu agar percaya diri harus
mendalami pengetahuan teoritis lapangan tentang bidangnya, terutama
program yang akan dikomunikasikannya.
Kemampuan
Hal ini berkaitan dengan percaya diri. Orang yang mau melakukan
tugas-tugasnya,ia akan lebih percaya diri. Familiarity
Petugas kesehatan yang sering muncul atau hadir dalam event
tertentu, misalnya rapat, pertemuan informal,seminar, dans
ebagainya, akan lebih familiar, termasuk dalam kalangan pemuda
setempat atau bupati. Oleh sebab itu apabila akan melakukan
lobbying atau sowan dalam rangka advokasi akan mudah diterima
daripada pejabat yang jarang muncul di setiap
pertemuan-pertemuan.
Kedekatan (proximity)
Artinya menjalin hubungan baik atau kekeluargaan dengan para
pejabat atau keluarga pejabat setempat adalah factor yang penting
untuk melakukan advokasi. Komunikasi interpersonal akan lebih
efektif bila dilakukan dengan orang-orang yang dekat dengan kita.
Jika dikaitkan dengan masalah KIA, maka atraksi interpersonal ini
sangat penting dimiliki oleh para petugas kesehatan. Dimana
faktor-faktor yang telah di sebutkan diatas memiliki nilai
tersendiri bagi para petugas kesehatan bilamana berinteraksi dengan
ibu atau bayi dan balita. Seperti contoh faktor daya tarik, petugas
kesehatan yang akan memberikan penyuluhan atau pemeriksaan
sebaiknya memberikan kesan yang baik terhadap target sasarannya
yaitu dengan memberikan senyum sehingga pasien yang diperiksa akan
merasa nyaman atas apa yang dilakukan petugas kesehatan tersebut,
di tambah lagi dengan memiliki rasa percaya diri yang baik maka
petugas kesehatan akan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya
dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak.
2. Perhatian
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2012), sasaran komunikasi
(komunikan) dalam advokasi adalah para pembuat keputusan atau
penentu kebijakan. Para pembuat atau penentu kebijakan di semua
tingkat dan tatanan, secara struktural lebih tinggi atau yang
sederajat dengan petugas/pejabat kesehatan pada lingkup atau
tatanan yang sama. Seperti telah disebutkan di atas tujuan utama
advokasi adalah memperoleh komitmen atau dukungan kebijakan dari
para pembuat keputusan. Untuk memberikan komitmen dan dukungan
terhadap sesuatu pertama kali ia harus mempunyai perhatian terhadap
sesuatu tersebut.
Berdasarkan teori psikologis ada dua faktor yang mempengaruhi
perhatian seseorang, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang terdiri dari faktor biologis
(biologis, seks) dan faktor sosio-psikologis (pengetahuan, sikap,
motivasi, kebiasaan, kemauan, kebutuhan, dan sebagainya). Oleh
sebab itu apabila kita akan melakukan advocacy atau berkomunikasi
dengan para pejabat tersebut kita harus melaluinya dengan hal-hal
yang berkaitan dengan minat, kebiasaan, atau kebutuhan mereka.
Kebutuhan seorang pejabat pada umumnya telah sampai pada taraf
kebutuhan yang paling tinggi, yakni aktualisasi diri (Abraham
Maslow). Maka dengan memberi dukungan terhadap sektor kesehatan,
yang akan berdampak terhadap prestasi atau keberhasilan pembangunan
di wilayahnya, dan akhirnya memperoleh penghargaan adalah merupakan
salah satu bentuk aktualisasi diri.
Pejabat yang berwenang di suatu wilayah, tanpa adanya prestasi
tidak akan terkenal begitu saja bahkan oleh masyarakat dianggap
tidak bekerja. Disinilah kesempatan para tenaga kesehatan dapat
berkomunikasi untuk memperoleh perhatian dari para pembuat
keputusan. Salah satu cara advokasi oleh para tenaga kesehatan
yaitu mengajak pejabat yang berwenang bersama-sama saling
bahu-membahumemperbaiki bidang kesehatan di wilayah kerjanya agar
lebih maju. Misalnya tenaga kesehatan membuat program untuk
mengurangi angka KIA dan dalam sosialisasinya pemerintah serius
dalam membantu. Jika dalam kurun waktu tertentu angka KIA semakin
turun maka bisa dikatakan wilayah tersebut dinilai memiliki
prestasi dan pejabat yang berwenang akan mendapat respon yang
bagus, baik dari pemerintah pusat maupun masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian pejabat yang berwenang terpenuhi kebutuhannya dan
program pun berjalan dengan baik.
3. Intensitas Komunikasi
Pesan atau informasi yang akan di sampaikan melalui proses
komunikasi advokasi adalah program-program kesehatan yang akan
dimintai komitmen dan dukungannya dari para pembuat keputusan
tersebut. Dalam komunikasi, pesan adalah faktor eksternal yang
menarik perhatian komunikan (penerima pesan). Pesan akan bersifat
menonjol dan lain daripada yang lain bila intensitasnya tinggi dan
diulang-ulang. Oleh sebab itu agar komunikasi advolasi efektif maka
harus sering dikomunikasikan melaui berbagai kesempatan atau
pertemuan, baik pertemuan formal atau informal, melalui seminar dan
sebagainya.
Advokasi kesehatan dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah
kesehatan di dalam masyarakat. Salah satunya masalah KIA. Untuk
mengurangi angka kematian ibu di Indonesia, perlu dilakukan usaha
advokasi yang lebih keras lagi dengan intensitas yang lebih tinggi.
Advokasi bisa dilakukan melalui penyuluhan dari tenaga kesehatan
secara rutin pada saat posyandu kepada wanita dan ibu hamil.
kegiatan advokasi tersebut diantaranya :
Advokasi wanita agar bersalin dengan aman. Jika ada ibu bersalin
yang lahir di dukun dan menggunakan peralatan yang tidak steril,
maka perlu dilakukan advokasi kepada pemerintah setempat agar
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun menggunakan
peralatan yang steril salah satu caranya adalah melakukan pembinaan
terhadap dukun bayi dan pemerintah memberikan sangsi jika ditemukan
dukun bayi di lapangan menggunakan alat-alat yang tidak steril.
Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
Membantu masyarakat untuk mengakses kesehatan yang relevan dan
informasi kesehatyan dan membertikan dukungan sosial.
Selain itu, perlu dilakukan advokasi kepada para pengambil
keputusan agar para pengambil keputusan tersebut meyakini atau
mempercayai bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu di dukung
melalui kebijakan atau keputusan politik dalam bentuk peraturan,
Undang-Undang, instruksi yang menguntungkan kesehatan publik dengan
sasaran yaitu pejabat legislatif dan eksekutif. Para pemimpin
pengusaha, organisasi politik dan organisasi masyarakat baik
tingkat pusat, propinsi, kabupaten, keccamatan desa kelurahan.
4. Visualisasi
Menurut Soekidjo Notoatmodjo, di samping pesan atau program
kesehatan yang kita tawarkan harus mempunyai intensitas yang
tinggi, informasi atau pesan yang menarik perlu divisualisasikan
dalam media, khususnya media interpersonal. Media interpersonal
yang palng efektifdalam rangka komunikasi advokasi adalah flip
chart, booklet, slide atau video cassete. Pesan tersebut didasari
fakta-fakta yang diilustrasikan melalui grafik, tabel, gambar, atau
foto. Misalnya program KIA, KB, Imunisasi, dan sebagainya.4.
Indikator Hasil AdvokasiAdvokasi adalah suatu kegiatan yang
diharapkan akan menghasilkan suatu produk, yakni adanya komitmen
politik dan dukungan kebijakan dari penentu kebijakan atau pembuat
keputusan. Advokasi sebagai suatu kegiatan, sudah barang tentu
mempunyai masukan (input)-proses-keluaran (output). Oleh karena itu
apabila kita akan menilai keberhasilan advokasi, maka kita harus
menilai tiga tersebut. Penilaian ketiga hal ini didasarkan pada
indikator-indikator yang jelas. Di bawah ini akan diuraikan tentang
evaluasi advokasi serta indikator-indikator evaluasi tentang tiga
komponen terrsebut.a. InputInput untuk kegiatan advokasi yang
paling utama adalah orang (man) yang akan melakukan advocacy
(advocator), dan bahan-bahan (material) yakni data atau informasi
yang membantu atau mendukung argument dalam advokasi. Indikator
untuk mengevaluasi kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan
advokasi sebagai input antara lain:
1. Beberapa kali petugas kesehatan, terutama para pejabat, telah
mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan
kemampuan hubungan antarmanusia (human relation). Pada tingkat
provinsi apakah kepala dinas, kepala subdinas, atau kepala seksi
telah memperoleh pelatihan tentang advokasi. Contohnya DPRD bersama
eksekutif dapat membuat regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah
terhadap pelayanan KIA terutama masyarakat miskin yang dapat
mengikat semua pihak/stakeholder untuk mengupayakan pencapaian AKI
dan AKB tersebut.
2. Sebagai institusi, dinas kesehatan baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten, juga mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi para
petugas kesehatan dangan kemampuan advokasi melalui
pelatihan-pelatihan. Oleh sebab itu pelatihan advokasi yang
diselenggarakan oleh pusat, dinas provinsi maupun dinas kabupaten
juga merupakan indicator input. Misalnya pemanfaatan kader yang
telah dilatih atau anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan di
bidang advokasi khususnya di bidang KIA.3. Di samping input sumber
daya manusia, evidence merupakan input yang sangat pentig.
Hasil-hasil studi, hasil surveillance atau laporan-laporan yang
mehasilkan data, diolah menjadi informasi, dan informasi dianalisis
menjadi evidence. Evidence inilah yang kemudian dikemas dalam media
yang digunakan untuk memperkuat argumentasi. Data-data demografi,
sosial ekonomi, dan epidemiologi mempunyai peran sentral. Karena
Perencanaan kesehatan tidak bisa berjalan dengan baik jika tidak
didukung dengan data kuantitatif dan kualitatif yang memadai.
b. ProsesProses advokasi adalah kegiatan untuk melakukan
advokasi. Oleh sebab itu evaluasi proses advokasi harus sesuai
dengan bentuk kegiatan advokasi tersebut. Proses advokasi dalam
kesehatan ibu dan anak sangat erat hubungannya dengan stakeholder
dalam pelayanan KIA. Dengan demikian maka indikator proses advokasi
antara lain.1. Berapa kali melakukan lobying dalam rangka
memperoleh komitmen dan dukungan kebijakan terhadap program yang
terkait dengan kesehatan. Dengan siapa saja lobying tersebut
dilakukan. Dalam proses advokasi kesehatan ibu dan anak, kita dapat
melakukan metode lobi terhadap dewan maupun kepala daerah terkait,
serta melakukan hearing atau dialog dengan dewan. Metode lobying
dan metode dialog ini merupakan metode yang paling banyak dilakukan
dalam advokasi program KIBBLA (Kesehatan Ibu Bayi Baru Lahir dan
Anak) khususnya. Metode lobi dipilih karena cara ini relatif lebih
mudah dan tidak terlalu banyak mengeluarkan sumber daya, namun
hasil dapat maksimal. Metode dialog dipilih karena tim advokasi
dapat memberikan penjelasan secara langsung dan detail yang menjadi
permasalahan terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
2. Metode seminar maupun workshop. Metode ini juga memiliki
banyak pengaruh dalam advokasi kesehatan ibu dan anak, walaupun
memerlukan tempat, waktu yang tepat namun metode ini dapat
memberikan justifikasi secara ilmiah dan tekanan politis yang besar
terhadap program kesehatan ibu dan anak.
3. Metode soasialisasi, kunjungan ke sasaran, media dengan
publikasi maupun journalist gathering, biasanya memberikan advokasi
kepada kelompok sasaran yang kurang atau tidak dalam kapasitasnya
untuk mengambil keputusan. Seperti media posisinya strategis dalam
memberikan pengaruh terhadap sebuah program atau permasalahan
kesehatan ibu bayi baru lahir dan anak.
Biasanya apapun permasalahannya yang terkait dengan kesehatan,
jika telah beredar di media massa, akan membuat gerah para kepala
daerah serta pihak terkait. Dengan demikian program tersebut akan
mendapat perhatian lebih.
c. OutputKeluaran atau output dari advokasi sektor kesehatan,
dapat diklasifikasikan dalam 2 bentuk yaitu perangkat lunak
(software) dan perangkat keras (hardware). Indikator output dalam
bentuk perangkat lunak adalah peraturan atau undang-undang sebagai
bentuk kebijakan atau perwujudan dari komitmen politik terhadap
program kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak (KIA),
misalnya:
a. Undang-undang
b. Peraturan Pemerintah
c. Keputusan Presiden
d. Keputusan Menteri atau Dirjen
e. Peraturan Daerah, Surat Keputusan Gubernur, Bupati atau
Camat.
Sedangkan indikator output dalam bentuk perangkat keras, antara
lain:a. Meningkatnya dana atau anggaran untuk pembangunan
kesehatan
b. Tersedianya atau dibangunnya kualitas atau sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan
sebagainya
c. Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasarana kesehatan
ibu dan anak (KIA) seperti stiker P4K, buku KIA, serta
posyandu.
d. Dilengkapinya peralatan kesehatan seperti laboratorium,
peralatan pemeriksaan fisik dan mobil ambulance untuk
penanggulangan rujukan ibu saat melahirkan.BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam program kesehatan masyarakat terkhusus pada Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA), pemanfaatan advokasi sangat diperlukan. Advokasi
pada bidang kesehatan ibu dan anak sangat berkaitan erat dengan
system pelaksanaan kegiatan guna mencapai target yang diinginkan.
Penyelesaian permasalahan kesehatan ibu dan anak membutuhkan suatu
teknik yang digunakan untuk mengambil keputusan-keputusan. Hal ini
bisa berkaitan pula dengan Angka Kematian Ibu dan Anak yang sudah
meningkat dari waktu ke waktu. Teknik pendekatan (lobbying)
contohnya dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam program
yang harus dicanangkan untuk menurunkan AKI dan AKB pada suatu
wilayah. Peran serta advokasi pada bidang KIA juga membutuhkan
Sosial Acceptanc. Sosial acceptance atau dukungan masyarakat sangat
dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah program kesehatan masyarakat dan
membutuhkan peran serta tokoh masyarakat agar dapat melanjutkan ke
langkah selanjutnya yaitu sosialisasi. B. Saran
Pada program KIA, pentingnya advokasi perlu diterapkan guna
mencapai tujuan yang diharapkan. Advokasi dalam promosi kesehatan
khususnya program kesehatan ibu dan anak ada baiknya digunakan
mencapai target sasaran seperti target sasaran (ibu dan anak) atau
target pendukung (tokoh masyarakat).DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, Dkk. Posisi Stakeholder Dan Strategi Advokasi Kibbla
Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro,
2010.Iswarno, Dkk. Analisis Untuk Penerapan Kebijakan: Analisis
Stakeholder Dalam Kebijakan Program Kesehatan Ibu Dan Anak Di
Kabupaten Kepahiang. Jurnal Kebijakan Kesehatan. Dinas Kesehatan
Kabupaten Kepahiang, Bengkulu Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
2013Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Promosi
Kesehatan. Rencana Operasional Promosi Kesehatan Ibu Dan Anak.
Jakarta: 2010.Maulana, Heri D.J. Promosi Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran Eg, 2009.Miller, Valerie; Covey, Jane.
Perencanaan Advokasi. Jakarta : Yoi, 2005.Notoatmodjo Soekidjo,
2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan . Jakarta. Pt. Rineka
CiptaNotoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2012.