KEKERASAN PADA ISTRI DALAM RUMAH TANGGA BERDAMPAK TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI OLEH : KEUMALAHAYATI KATA PENGANTAR Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT bahwa saya telah menyelesaikan artikel yang berjudul: Kekerasan pada istri dalam rumah tangga Berdampak Terhadap Kesehatan reproduksi. Walaupun masih jauh dari kesempurnaan, namun saya bersyukur dapat selesai tepat waktu dan untuk itu kami mengharapkan saran yang bersifat mem-bangun untuk perbaikan artikel ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Rr. Tutik Sri Hariyati, SKp. MARS selaku koordinator mata ajar Sistem Keperawatan dan pembimbing
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEKERASAN PADA ISTRI DALAM RUMAH TANGGA
BERDAMPAK TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI
OLEH : KEUMALAHAYATI
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT bahwa saya telah menyelesaikan
artikel yang berjudul: Kekerasan pada istri dalam rumah tangga Berdampak Terhadap
Kesehatan reproduksi. Walaupun masih jauh dari kesempurnaan, namun saya bersyukur
dapat selesai tepat waktu dan untuk itu kami mengharapkan saran yang bersifat mem-
bangun untuk perbaikan artikel ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rr. Tutik Sri Hariyati, SKp. MARS selaku koordinator mata ajar Sistem
Keperawatan dan pembimbing Informasi Manajemen yang telah memberi
kesempatan kami belajar dalam pembuatan artikel.
2. Tim Dosen yang telah memperluas wawasan kami.
Dengan segala kerendahan hati kami berharap artikel ini berguna dan bermanfaat bagi
yang memerlukannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................. 5
II. PEMBAHASAN................................................................................................. 6
A. Kekerasan Terhadap Perempuan........................................................................... 6
B. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan.................................................. 7
C. Faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan pada istri dalam
Rumah tangga...................................................................................................... 9
D. Dampak Kekerasan Terhadap Kesehatan Reproduksi.......................................... 10
E. Issu tentang kekerasan dalam rumah tangga.......................................................... 12
F. Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga......................................... 17
III. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 18
A. Kesimpulan .................................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................................. 18
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan
yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam
rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga
di dalam rumah tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik
dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan
didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial,
tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius,
akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum
karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak
kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan
terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga
(sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak
suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri
dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto, 1996)
Perspektif gender beranggapan tindak kekerasan terhadap istri dapat dipahami melalui
konteks sosial. Menurut Berger (1990), perilaku individu sesungguhnya merupakan
produk sosial, dengan demikian nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat turut
membentuk prilaku individu artinya apabila nilai yang dianut suatu masyarakat bersifat
patriakal yang muncul adalah superioritas laki-laki dihadapan perempuan, manifestasi
nilai tersebut dalam kehidupan keluarga adalah dominasi suami atas istri.
Mave Cormack dan Stathern (1990) menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas
perempuan ditinjau dari teori nature and culture. Dalam proses transformasi dari nature
ke culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki sebagai culture mempunyai wewenang
menaklukan dan memaksakan kehendak kepada perempuan (nature). Secara kultural
laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu memiliki
legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan. Dari dua teori ini menunjukkan
gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social structure yang kondusif bagi
dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku individu dalam
kehidupan berkeluarga.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan
yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada
istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon
masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan. Istri
memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan
semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami dominan terhadap istri. Rumah
tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat otonom,
sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari jangkauan kekuasaan publik.
Campur tangan terhadap kepentingan masing-masing rumah tangga merupakan
perbuatan yang tidak pantas, sehingga timbul sikap pembiaran (permissiveness)
berlangsungnya kekerasan di dalam rumah tangga. Menurut Murray A. Strause (1996),
bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan moralitas pribadi dalam rangka
mengatur dan menegakkan rumah tangga sehingga terbebas dari jangkauan kekuasaan
publik.
Di Indonesia data tentang kekerasan terhadap perempuan tidak dikumpulkan secara
sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis perempuan,
menunjukkan adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan,. Menurut
Komisi Perempuan (2005) mengindikasikan 72% dari perempuan melaporkan tindak
kekerasan sudah menikah dan pelakunya selalu suami mereka. Mitra Perempuan (2005)
80% dari perempuan yang melapor pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar
laki-laki, kerabat atau orang tua, 4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah
18 tahun. Pusat Krisis Perempuan di Jakarta (2005); 9 dari 10 perempuan yang
memanfaatkan pelayanan mengalami lebih dari satu jenis kekerasan (fisik, fisiologi,
seksual, kekerasan ekonomi, dan pengabaian), hampir 17% kasus tersebut berpengaruh
terhadap kesehatan reproduksi perempuan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rifka Annisa Womsis Crisis Centre (RAWCC,
1995) tentang kekerasan dalam rumah tangga terhadap 262 responden (istri)
menunjukan 48% perempuan (istri) mengalami kekerasan verbal, dan 2% mengalami
kekerasan fisik. Tingkat pendidikan dan pekerjaan suami (pelaku) menyebar dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi (S2); pekerjaan dari wiraswasta, PNS, BUMN,
ABRI. Korban (istri) yang bekerja dan tidak bekerja mengalami kekerasan termasuk
penghasilan istri yang lebih besar dari suami (RAWCC, 1995).
Hasil penelitian kekerasan pada istri di Aceh yang dilakukan oleh Flower (1998)
mengidentifikasi dari 100 responden tersebut ada 76 orang merespon dan hasilnya 37
orang mengatakan pernah mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan
berupa psikologis (32 orang), kekerasan seksual (11 orang), kekerasan ekonomi (19
orang), kekerasan fisik (11 orang). Temuan lain sebagian responden tidak hanya
mengalami satu kekerasan saja. Dari 37 responden, 20 responden mengalami labih dari
satu kekerasan, biasanya dimulai dengan perbedaan pendapat antara istri (korban)
dengan suami lalu muncul pernyataan-pernyataan yang menyakitkan korban, bila situasi
semakin panas maka suami melakukan kekerasan fisik.
Dari penelitian ini terungkap bahwa sebagai suami yang melakukan tindak kekerasan
kepada istri meyakini kebenaran tindakannya itu, karena prilaku istri dianggap tidak
menurut kepada suami, melalaikan pekerjaan rumah tangga, cemburu, pergi tanpa
pamit. Hal ini diyakini oleh pihak istri, sehingga mereka mengalami kekerasan dari
suaminya dan cenderung diam tidak membantah.
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak pada
kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan secara
psikologi tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan gangguan
emosi, kecemasan, depresi yang secara konsekuensi logis dapat mempengaruhi
kesehatan reproduksinya. Menurut model Dixon-Mudler (1993) tentang kaitan antara
kerangka seksualitas atau gender dengan kesehatan reproduksi; pemaksaan hubungan
seksual atau tindak kekerasan terhadap istri mempengaruhi kesehatan seksual istri. Jadi
tindak kekerasan dalam konteks kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan yang
mengancam kesehatan seksual istri, karena hal tersebut menganggu psikologi istri baik
pada saat melakukan hubungan seksual maupun tidak.
Dari latar belakang ini, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai tindakan
kekerasan pada istri dalam rumah tangga berdampak terhadap kesehatan reproduksi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum: mampu memahami secara menyeluruh tentang tindak kekerasan pada
istri dalam rumah tangga dan dampaknya terhadap kesehatan
reproduksi perempuan serta implikasi keperawatan yang dapat
diberikan.
2. Tujuan Khusus:
a. Dapat mengidentifikasi bentuk tindakan kekerasan dan kategori pada istri dalam
rumah tangga.
b. Dapat menjelaskan faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam
rumah tangga.
c. Memperoleh persepsi istri terhadap tindakan kekerasan yang dialaminya.
d. Dapat menjelaskan dampak tindak kekerasan pada istri terhadap kesehatan repro-
duksinya.
e. Dapat mengetahui adanya issu tentang kekerasan dalam rumah tangga
f. Dapat mengimplikasikan peran perawat dalam melakukan pendampingan korban
tindak kekerasan dalam rumah tangga
II. PEMBAHASAN
A. Kekerasan Terhadap Perempuan
Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah
segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau
kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun
psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan
remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-
kungkung kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis
dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-
rampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Tindakan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk
kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu tertutup.
Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik fisik maupun psikis yang
dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat.
Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini
bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana
laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk
menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi.
Di samping itu, terdapat interpretasi yang keliru terhadap stereotipi jender yang
tersosialisasi amat lama dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki,
umumnya lebih kuat. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997;
Suara APIK,1997, bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan
manifestasi dari sifat superior laki-laki terhadap perempuan.
Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor
dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan
bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi
pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri
mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada
tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh
ikut campur (http://kompas.com).
Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam rumah tangga disetujui
tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan suami istri
tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan
mengawasi bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga (http://kompas.com).
__________. (2006). Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Diambil pada tanggal 26 Oktober 2006 dari http://www.depkes.co.id.
Hasbianto, Elli N. (1996). Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Potret Muram Kehidupan
Perempuan Dalam Perkawinan, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Perlindungan Perempuan dari pelecehan dan Kekerasan seksual. UGM Yogyakarta, 6 November.
Komnas Perempuan (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia. Jakarta: Ameepro.
Kompas. (2006). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dipengaruhi Faktor Idiologi. Diambil pada tanggal 26 oktober 2006 dari http://kompas.com.
Kompas. (2007). Kekerasan Rumah Tangga Bukan Lagi Urusan Suami Istri. Diambil pada tanggal 25 Maret 2007 dari http://kompas.com.
Monemi Kajsa Asling et.al. (2003). Violence Againts Women Increases The Risk Of Infant and Child Mortality: a case-referent Study in Niceragua. The International Journal of Public Health, 81, (1), 10-18.
Rahman, Anita. (2006). Pemberdayaan PerempuanDikaitkan Dengan 12 Area of Concerns (Issue Beijing, 1995). Tidak diterbitkan, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Sciortino, Rosalia dan Ine Smyth. (1997). Harmoni: Pengingkaran Kekerasan Domestik di Jawa. Jurnal Perempuan, Edisi: 3, Mei-Juni.
WHO. (2006). Menggunakan Hak Asasi Manusia Untuk Kesehatan Maternal dan Neunatal: Alat untuk Memantapkan Hukum, Kebijakan, dan Standar Pelayanan. Jakarta: Dep. Kes. RI.
____ . (2007). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. Diambil pada tanggal 25 Maret 2007 dari www.depkes.go.id.