Kejang Demam Sederhana
Rosalia Annamasbit Juliyanti P.K (102010312), Cristomi Thenager
(102011449), Prizilia Saimima (102012061), Adnan Firdaus
(102012105), Melisa Andriana (102012170), Ega Farhatu Jannah
(102012277), Steven Leonardo (102012326), Nyimas Amelia Pebrina
(102012406), Muhammad Zulhusni Ngali (102012495), Putri Primastuti
Handayani (102013477)B7Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat -
IndonesiaEmail: adnan.2012FK105HYPERLINK
"mailto:[email protected]/[email protected]"@civitas.ukrida.ac.id/[email protected]
PendahuluanKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan
neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada
golongan umur 6 bulan sampai 5 tahun. Hampir 3% daripada anak yang
berumur 5 tahun pernah menderitanya. Wegman (1939) dan Millichap
(1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan
kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
meningkat. Faktor herediter juga mempunyai peranan. Lennox Buchtal
(1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam
diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna.1Anamnesis2Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien,
yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang
tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang
disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk di dalam aloanamnesis adalah
semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan
semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh
karena bayi dan sebgian besar anak belum dapat memberikan
keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki
tempat yang jauh lebih penting daripada autoanamnesisPada seorang
pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data diperlukan
untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Bahkan dalam
keadaan tertentu, anamnesis merupakan cara yang tercepat dan
satu-satunya kunci menuju diagnosis, baik pada kasus-kasus dengan
latar belakang faktor biomedis, psikososial, ataupun keduanya.
Sebagai contoh, seorang anak yang dibawa ibunya dengan keluhan
utama demam, dan ibu mengatakan bahwa anaknya beberapa saat yang
lalu mengalami kejang, maka diagnosis kejang demam ditegakkan
semata-mata berdasarkan anamnesis, oleh karena pada saat diperiksa
anak sudah tidak dalam keadaan kejang. Hal yang serupa juga terjadi
pada anak dengan diare, kesulitran makan, sulit belajar, dan yang
lainnya.Salah satu sistematika yang lazim dilakukan dalam membuat
anamnesis adalah sebagai berikut mula-mula dipastikan identitas
pasien dengan lengkap. Kemudian ditanyakan keluhan utama, yang
dilanjutkan dengan perjalanan penyakit sekarang, yakni sejak pasien
menunjukkan gejala pertama sampai saat dilakukan anamnesis. Langkah
berikutnya adalah menanyakan riwayat penyakit terdahulu, baik yang
berkaitan langsung dengan penyakit sekarang maupun yang sama sekali
tidak ada kaitannya. Setelah hal-hal yang berkaitan dengan keadaan
sekarang ditanyakan, ditelliti riwayat pasien ketika ia dalam
kandungan ibu. Selanjutnya riwayat kelahiran pasien harus dirinci,
disusul dengan riwayat makanan, imunisasi, riwayat tumbuh kembang,
dan riwayat keluarga. Dengan cara tersebut dapat diperoleh gambaran
tentang pasien, tidak hanya yang berkaitan dengan keadaan
penyakitnya sekarang, tetapi juga status tumbuh kembang pasien
secara keseluruhan. Identitas pasienIdentitas pasien merupakan
bagian yang paling penting dalam anamnesis. Identitas yang
diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak
yang dimaksud, dan tidak keliru dengan anak lain. Kesalahan
identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis,
etika, maupun hukum.1. Nama2. Jenis kelamin3. Nama orang tua4.
Alamat5. Umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua6. Agama dan suku
bangsa
Keluhan utamaAnamnesis tentang penyakit pasien diawali dengan
keluhan utama, yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien
dibawa berobat. Perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu
merupakan keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien,
hal ini terutama pada orang tua yang pendidikannya rendah, yang
kurang dapat mengemukakan esensi masalah. Tidak jarang seorang ibu
sewaktu ditanya mengapa anaknya dibawa berobat akan menjawab anak
saya ini susah makan sudah 10 hari, padahal dalam anamnesis
selanjutnya terbukti bahwa anak tersebut menderita demam tinggi
sampai mengigau 10 hari, disertai dengan keluhan lain, termasuk
kurang nafsu makan. Demikian pula keluhan utama tidak harus sejalan
dengan diagnosis utama. Seorang anak yang dibawa berobat dengan
keluhan sudah berumur 20 bulan belum dapat berjalan, mungkin pada
anamnesis dan pemeriksaan yang lebih teliti ternyata menderita
tumor ginjal. Pada kasus diketahui bahwa pasien berusia 4 tahun
dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan kejang seluruh tubuhnya 30
menit yang lalu.Riwayat perjalanan penyakitPada riwayat perjalanan
penyakit ini disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum terdapat keluhan
sampai ia dibawa berobat. Bila pasien telah memperolah pengobatan
sebelumnya, hendaklah ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, serta
obat apa saja yang telah diberikan dan bagaimana hasil pengobatan
tersebut. Hendaklah memperoleh informasi yang lengkap tentang
waktu, dosis, serta hasil pengobatan termasuk adanya efek samping
dan kemungkinan alergi.Perlu ditanyakan perkembangan penyakit,
kemungkinan terjadinya komplikasi adanya gejala sisa, bahkan juga
kecacatan. Dari riwayat ini diharapkan dapat diperoleh gambaran ke
arah kemungkinan diagnosis dan diagnosis banding. Untuk itu, pada
saat yang tepat, pemeriksa hendaknya menanyakan hal-hal yang lebih
relevan yang lebih spesifik dan mengarah kepada diagnosis dan
diagnosis banding. Pada dugaan penyakit menular, misalnya perlu
ditanyakan apakah di sekitar tempat tinggal anak ada yang menderita
penyakit yang sama. Pada dugaan penyakit keturunan, misalnya asma,
perlu untuk ditanyakan apakah saudara sedarah ada yang mempunyai
stigmata alergi. Pada umumnya, hal-hal berikut perlu diketahui
mengenai keluhan atau gejala1. Lamanya keluhan berlangsung2.
Bagaimana sifat terjadinya gejala: apakah mendadak, perlahan-lahan,
terus-menerus, berupa bangkitan-bangkitan atau serangan, hilang
timbul,apakah berhubungan dengan waktu3. Untuk keluhan lokal harus
dirinci lokalisasi dan sifatnya4. Berat ringannya keluhan dan
perkembangannya5. Terdapat hal yang mendahului keluhan6. Apakah
keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan ataukah sudah pernah
sebelumnya, bila sudah pernah, dirinci apakah intensitasnya dan
karakterisktiknya sama atau berbeda, dan interval antara
keluhan-keluhan tersebut.7. Apakah terdapat saudara sedarah, orang
serumah, atau sekeliling pasien yang menderita keluhan yang sama8.
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.Berikut ini
diutarakan secara ringkas beberapa keluhan yang sering dijumpai dan
hal-hal yang baisanya perlu diketahui lebih lanjut tentang keluhan
tersebut1. DemamDemam adalah salah satu keluhan yang paling sering
dikemukakan, yang terdapat pada pelbagai penyakit baik infeksi
maupun non infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa
lama demam berlangsung. 2. BatukPerlu diketahui berapa lama batuk
berlangsung, juga apakah batuk sering berulang atau kambuh. Sifat
batuk juga diteliti, apakah batuk bersifat spasmodik, kering atau
produktif/banyak dahak. Keluhan lainnya yang menyertai batuk
penting diketahui: sesak napas, mengi, keringat malam, sianosis,
berat badan turun, apakah pasien memerlukan perubahan posisi
(ortopnea), muntah dan sebagainya. 3. Kejang Frekuensi dan lamanya
kejang sangat penting untuk diagnosis serta tata laksana kejang.
Ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama
kali atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali
dan waktu anak berumur berapa. Sifat kejang perlu ditanyakan,
apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Ditanya
pula lama serangan, interval antara dua serangan, kesadaran pada
waktu kejang dan paca kejang. Gejala yang menyertai diteliti,
termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran, atau
kemunduran kepandaian. Kejang demam sangat sering dijumpai pada
bayi dan anak. Perlu dibedakan apakah kejangn demam tersebut
merupakan kejang demam sederhana atau epilpesi yang dibangkitkan
serangannya oleh demam. Beberapa patokan berikut ini dapat
membedakan kedua keadaan tersebut, sebagian besar diantaranya
mengandalkan anamnesis: (1) kejang terjadi pada umur 6 bulan sampai
5 tahun, (2) kejang harus sudah terjadi dalam 16 jam setelah anak
mulai demam, (3) kejang bersifat umum, meskipun seringkali diawali
oleh kejang fokal, (4) frekuensi kejang tidak lebih dari 4 kali
dalam 1 tahun, (5) lama setiap kejang tidak lebih dari 15 menit,
(6) tidak terdapat kelainan neurologis sebelum dan setelah kejang,
dan (7) EEG normal (dibuat >1minggu setelah demam). Kejang demam
yang memenuhi kriteria tersebut dianggap sebagai kejang demam
sederhana, bila tidak, dianggap sebagai epilepsi yang dibangkitkan
oleh demam. Pada kasus diketahui bahwa pasien mengalami kejang
seluruh tubuhnya selama 5 menit dan terjadi 1 kali dengan mata
mendelik keatas. Kejang diawali dengan demam 40oC. pasien mempunyai
keluhan batuk dan pilek sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu diketahui,
karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit sekarang, atau
setidak-tidaknya memberikan informasi untuk membantu pembuatan
diagnosis dan tata laksana penyakitnya sekarang. Pada kasus
diketahui bahwa pasien mempunyai riwayat kejang saat usia 2
tahun,
Riwayat kehamilan ibuHal pertama yang perlu ditanyakan adalah
keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit,
serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut.
Dirinci pula berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan
kepada siapa kunjungan antental dilakukan (dukun, perawat, bidan,
dokter umum, dokter spesialis).
Riwayat kehamilan
Ikhwal kelahiran pasien harus ditanyakan dengan teliti, termasuk
tanggal dan tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara kelahiran,
adanya kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir, dan
morbiditas pada hari-hari pertama setelah lahir. Masa kehamilan
juga perlu ditanyakan, apakah cukup bulan, kurang bulan, ataukah
lewat bulan. Morbiditas yang berhubungan dengan kelahiran selama
masa neonatus perlu ditanyakan termasuk afiksia, trauma lahir,
infeksi intrapartum, ikterus dan sebagainya yang mungkin
berhubungan dengan masalah yang dihadapi sekarang.
Riwayat keluarga
Data keluarga pasien perlu diketahui dengan akurat untuk
memperoleh gambaran keadaan sosial ekonomi budaya dan kesehatan
keluarga pasien. Banyak penyebab kesakitan maupun kematian yang
berlatar belakang pada keadaan sosial ekonomi keluarga, misalnya
malnutrisi, atau tuberkulosis. Pelbagai jenis penyakit bawaan dan
penyakit keturunan juga mempunyai latar belakang sosial budaya
ataupun mempunyai kecenderungan familial. Pada kasus diketahui
bahwa ayah pasien mempunyai riwayat kejang saat usia 4
tahun.Pemeriksaan fisik Pemeriksaan tanda vital: suhu, frekuensi
nafas, nadi, tekanan darah, dan kesadaran. InspeksiKejang harus
dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosisi. Pada
setiap kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau tonik),
bagian tubuh yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang
berlangsung, frekuensinya, selang atau interval atau serangan,
keadaan saat kejang dan setelah kejang (post-iktal), apakah demam
disertai kejang atau tidak dan apakah pernah kejang sebelumnya.
Keadaan grandma ditandai oleh kejang umum tonik-klonik yang
disertai dengan hilangnya kesadaran. Pada kejang pertimal terjadi
kehilangan kesadaran 5-15 detik, akibat kelainan lepas muatan
listrik yang abnormal pada otak. Kejang psikomotor ditandai oleh
perubahan kesadaran serta aktivitas motorik abnormal, sedangkan
pada kejang autonomic terjadi kelainan visceral yang bervariasi.
SuhuSuhu rectum diukur dengan termometer rektal, sebelum dipakai
harus diolesi dengan vaselin terlebih dahulu. Bayi diletakan dalam
posisi tidur miring dengan lutut sedikit dibengkokkan, kemudian
masukan termomerter kedalam anus dengan arah sejajar dengan columna
vertebralis, sampai reservoir air raksa berada dibelakang sfingter.
Setelah itu lipatan bokong dirapatkan. Jaganlah mengukur shu rectum
degan bayi dalam posisi terlentang. Karena dapat menyebabkan
thermometer pecah atau menembus dinding rectum. Pengukuran
dilakukan selama 3 menit. Pemeriksaan NeurologisKesadaran,
penilaian kesadaran dinyatakan sebagai : Komposmentis : pasien
sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat terhadap semua
stimulus yang diberikan Apatis : pasien dalam keadaan sadar, tetapi
acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, ia akan member respons
yang adekuat bila diberikan stimulus Somnolen : yakni tingkat
kesadaran yang lebih rendah daripada apatis, pasien tampak
mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsive terhadap
stimulus ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus
yang agak keras, kemudian tertidur lagi Sopor : pada keadaan ini
pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi masih
member sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks pupil
terhadap cahaya masih positif Delirium : keadaan kesadaran yang
menurun serta kacau, biasanya disertai disorientasi, iritatif, dan
salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering terjadi
halusinasi.1 Koma : pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus
apapun, refleks pupil terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat
kesadaran yang paling rendah. Reflek BabinskiUntuk membangkitkan
refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan
tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap
pada tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau
benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan
sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab hal ini akan menimbulkan
refleks menarik kaki(flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak
kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika
reaksi (+) , kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang
dapat disertai gerak mekar lainnya.2 Tanda Rangsang Meningeal2a.
Kaku kuduk (nuchal rigidity)Pasien dalam posisi terlentang, bila
lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif.
Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar
atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai
hiperektensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus. Di
samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku
kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses
peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbale dan arthritis
rheumatoid.b. Brudzinski ILetakkan satu tangan pemeriksa di bawah
kepala pasien yang terlentang dan tangan lain diletakkan di dada
pasien untuk mencegak agar badan tidak terangkat, kemudian kepala
pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila rangsang positif maka
kedua tungkai bawah bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut.c. Brudzinski IIPada pasien yang terlentang, fleksi pasif
tungkai atas pada sendi panggul akan diikuti oleh fleksi tungkai
lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasilnya lebih jelas
bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensid.
KernigPemeriksaan Kernig ini ada bermacam-macam cara, yang biasa
dipergunakan adalah pasien dapam posisi terlentang dilakukan fleksi
tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat
membentuk sudut lebih dari 135o terhadap tungkai atas. Pada iritasi
meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan
rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan
pada bayi dibawah 6 bulan.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan
laboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin
pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan, misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.5Pungsi lumbalPemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis. Pada bayi
kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:1. Bayi (kurang dari 12
bulan) dangat dianjurkan dilakukan2. Bayi 12 18 nulan dianjurkan3.
Anak umur > 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis
secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.5ElektroensefalografiElektroensefalogram (EEG) merekam
aktivitas listrik yang dihasilkan oleh korterks serebri. Irama EEG
mengalami maturasi sepanjang masa kanak-kanak. Ada tiga komponen
kunci irama dasar, simetri, dan ada tidaknya aktivitas
epileptiform. Irama dasar bervariasi menurut umur, namun secara
umum harus terlihat simetri irama dasar kedua hemisfer tanpa adanya
daerah terlokalisasi yang memiliki amplitudo lebih tinggi atau
frekuensi lebih lambat (perlambatan fokal).4Pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien
kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.5PencitraanPencitraan otak dan medula
spinalis dapat dilakukan dengan seperti compute tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI). CT dapat dilakukan
dengan cepat dan sesuai dengan keperluan emergensi. MRI memberikan
detail yang halus dan dengan sekuens yang berbeda-beda,
memungkinkan deteksi kelainan otak yang samar, anomali vaskular,
tumor low grade, dan perubahan iskemik. Pada anak dengan cedera
kepala atau sakit kepala mendadak, CT kepala merupakan pemeriksaan
terpilih. Pada anak dengan awitan baru kejang parsial kompleks, MRI
merupakan pemeriksaan terpilih. MRI juga dapat memberikan gambaran
yang baik dari seluruh medula spinalis. Ultrasonografi kepala
adalah prosedur pemeriksaan bedside noninvasif yang dapat
memvisualisasikan otak dan ventrikel pada bayi dan anak kecil
dengan fontanel yang terbuka.4Pada pasien kejang demam foto X-ray
kepala dan pencitraan seperti compute tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin, dan hanya atas indikasi, seperti:51. Kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)2. Paresis nervus VI3.
Papiledema Diagnosis kerja6Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat hingga
lebih dari 38oC dan kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh proses
ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa demam harus terjadi
mendahului kejang. Umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5
tahun, puncaknya pada usia 14-18 bulan. Kejang demam merupakan
penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat
baik. Kejang disertai demam juga terjadi pada diagnosis banding
lain yang berbahaya seperti infeksi sistem saraf pusat. Oleh karena
itu, diagnosis selain kejang demam harus diperkirakan bila
ditemukan1. Kecurigaan atau bukti proses intracranial, baik
infeksi, radang, massa, dan proses lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang2. Terdapat gangguan
elektrolit3. Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya4. Terjadi pada
bayi 38,50C. Pemberian obat rumatPemberian obat fenobarbital atau
asam valproat setiap hari efektif dapat menurunkan resiko
berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam
tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumah hanya diberikan terhadap kasus selektif dan
dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian
kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis dan fenobarbital 3-4
mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Lama pengobatan selama 1 tahun bebas
kejang kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan.Indikasi pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang
demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):1. Kejang lama
> 15 menit2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrosefalus.3. Kejang fokalPengobatan rumat
dipertimbangkan bila:1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam
24 jam2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan3.
Kejang demam 4 kali pertahunKomplikasi1. Kejang demam
berulangSekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman
berulangnya kejang demam sejak kejang demam pertama. Faktor risiko
kejang demam berulang antara lain sebagai berikut: Usia muda pada
saat kejang demam pertama Relatif rendah demam pada saat kejang
pertama Keluarga riwayat kejang demam Durasi singkat antara onset
demam dan kejang awal Beberapa kejang demam awal selama episode
yang samaPasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari
70% kemungkinan kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko
memiliki kurang dari 20% kemungkinan kekambuhan. 82. EpilepsiAda
beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari: Kejang
demam kompleks Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status
neurologi sebelum kejang demam pertama (misal: serebral palsy atau
retardasi mental) Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan
Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau saudara
kandungBila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di
atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa
demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama
sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya
2%-3% saja. 8Prognosis6Anak dengan kejang demam memiliki
kemungkinan 30-50% mengalami kejang demam berulang, dan 75%nya
terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang pertama. Resiko
rekurensi bertambah bila:1. Kejang demam terjadi 1 tahun, resiko
berulang adalah 28%2. Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsi3.
Cepatnya kejang setelah demam4. Kejang yang terjadi pada suhu tidak
terlalu tinggi (38oC)Adanya keempat faktor tersebut meningkatkan
resiko kejang demam berulang hingga 80%. Namun bila tidak satupun
faktor diatas ditemukan kemungkinan berulang 10-15%. Anak yang
mengalami kejang demam simpleks tidak memiliki resiko resiko lebih
tinggi mengidap epilepsi dibandingkan populasi normal. Resiko
epilepsi di kemudian hari akan meningkat apabila terdapat:1. Kejang
demam kompleks2. Riwayat keluarga epilepsi3. Kejang demam sebekum
usia 9 bulan4. Adanya perkembangan yang terlambat atau terdapatnya
kelianan neurologis sebelumnya.Adanya satu faktor resiko
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 4-6% sementara bila
terdapat beberapa faktor resiko sekaligus kemungkinannya naik
hingga 10-49%. Pemberian profilaksis terus menerus tidak dapat
menurunkan rsiko kejadian epilepsi. Kematian setelah kejang demam
adalah hal yang sangat jarang terjadi, bahkan pada anak resiko
tinggi sekalipun.PencegahanPencegahan berulangnya kejang demam
perlu dilakukan karena menakutkan dan bilasering berulang
menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis,
yaitu:
1. Profilaksis intermittent pada waktu demamAntikonvulsan hanya
diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien
atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien.
Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk
pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien
dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu
38,50 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis
0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien
demam.9
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari
(rumatan)Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan
otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari.
Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4-5 mg/kg
BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.1 Antikonvulsan terus
menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus
dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria ( termasuk poin 1 atau 2)
yaitu:1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologis atau perkembangan2. Kejang demam lebih lama dari 15
menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis sementara atau
menetap.3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau
saudara kandung.4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur
kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu
episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan
pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermittent
yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8
jam disamping antipiretik.9
KesimpulanKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium dan faktor herediter juga mempunyai
peranan. Pada kejang demam, ditemukan perkembangan dan neurologis
yang normal. Tidak ditemukan tanda-tanda meningitis dan ensefalitis
( misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran). Pengobatan dengan
cepat memiliki prognosis yang baik.
Daftar Pustaka1. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan
anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2005.h.847-55.2.
Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J,
Abdoerrachman MH, et al. Diagnosis fisik pada anak. Edisi 2.
Jakarta: PT Agung Seto; 2000.h.1-32,139-144.3. Macdante KJ,
Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi 6. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indoneisa;
2014.h.729-43.4. Hidayat AA. Asuhan neonatus, bayi, dan balita.
Jakarta: EGC; 2008.h.53.5. Gunardi H, Tahuteru ES, Kurniati N,
Advani N, Selyanto DB, wulandari HF, et al. Kumpulan tips pediatri.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.h.193-203.6. Lilihata
G, Handriastuti S. Kejang demam. Dalam: Kapita selekta kedokteran.
Edisi VI. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.102-5.7. Lilihata G,
Handriastuti S. Epilepsi. Dalam: Kapita selekta kedokteran. Edisi
1V. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.98-102.8. Mansjoer A,
Suprohaita, Wardhan WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran.
Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI;
2006.h.434-7.9. Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik
dan mental. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2010. h. 7-146
21