Top Banner
Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada PROSIDING
149

Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

Apr 08, 2019

Download

Documents

VũMinh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

Pusat Perancangan Undang-UndangBadan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Pusat Perancangan Undang-UndangBadan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

PROSIDING

Pro

sidin

g Semin

ar Nasio

nal

ISBN 978-602-61813-3-6

9 786026 181336

Page 2: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

URGENSI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41

TAHUN 1999TENTANG KEHUTANAN

Pusat Perancangan Undang-UndangBadan Keahlian DPR RI

Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan,Jakarta Pusat 10270

Tahun 2017

Page 3: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

TIM PENYUSUN PROSIDING

Pengarah : K. Johnson Rajagukguk, S.H., M.Hum.Penanggung Jawab : DR. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum.Ketua : Arif Usman, S.H., M.H.Anggota : Akhmad Aulawi, S.H., M.H. Wiwin Sri Rahyani, S.H., M.H. Sri Nurhayati Qodriatun, S.Sos., M.Sc Teddy Prasetiawan, S.T., M.T. Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. Rina Sartika Pamela, S.T., M.H. Olsen Peranto, S.H. K. Zulfan Andriansyah, S.H. Noor Ridha Widiyani, S.H. Lucky Setyo Arybowo, S.H. Ir. Arnanto Nur Prabowo Ir. Ita Putri Pancaningtyas Sekretariat Pusat Perancangan Undang-Undang

Cetakan Pertama, Juni 2017ISBN: 978-602-61813-3-6

Diterbitkan Oleh:Pusat Perancangan Undang-UndangBadan Keahlian DPR RIJl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270Telp. (021) 5715679 Fax. (021)5715706email: [email protected]

Page 4: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI iii

KATA PENGANTAR

Proceeding Seminar Nasional bertema “Urgensi Perubahan” Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan” merupakan upaya untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada Anggota DPR-RI dalam penyusunan legislasi, khususnya dalam penyusunan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pengaturan pengelolaan hutan selama ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (UU Kehutanan). Namun UU Kehutanan tersebut dirasakan sudah tidak sesuai dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan serta tuntutan perkembangan keadaan pada saat ini. Dalam implementasi undang-undang tersebut, masih banyak terjadi permasalahan dalam pengurusan hutan, antara lain: berkurangnya luas kawasan hutan, alih fungsi kawasan hutan, kasus kebakaran hutan, perambahan hutan, perusakan hutan, dan konflik dengan masyarakat hukum adat masih menjadi persoalan sampai saat ini. Selain dari permasalahan tersebut UU tentang Kehutanan tersebut juga memiliki permasalahan lainnya, antara lain adanya disharmoninasi dengan undang-undang lainnya, serta adanya beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi yang perlu disesuaikan dengan keberlakuan UU tentang Kehutanan. Berdasarkan permasalahan tersebut menimbulkan kebutuhan untuk menjaring masukan dari berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan baik

Page 5: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

iv Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

dari akademisi maupun praktisi untuk memperkaya dalam penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang tentang Kehutanan.

Terimakasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah bekerja sama dalam menyusun dan menerbitkan proceeding ini serta menyukseskan pelaksanaan Seminar Nasional “Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan”. Semoga proceeding ini dapat bermanfaat dalam upaya menyiapkan produk undang-undang yang lebih baik dan berkualitas.

Jakarta, 12 April 2017Kepala Pusat Perancangan Undang-UndangBadan Keahlian Dewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia

Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum NIP: 19650710 199003 1 007

Page 6: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... v

1. SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADADR. BUDIADI, S.HUT., M.AGR.SC. ................................................1

2. SAMBUTAN KEPALA BADAN KEAHLIANDEWAN PERWAKILAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA K. JOHNSON RAJAGUKUK, S.H., M.HUM. ..................................5

3. KEYNOTE SPEECH KETUA KOMISI IVDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA EDHY PRABOWO, MM., MBA. .................................................... 10

MATERI SEMINAR, SLIDE PRESENTASI, DANSESI TANYA JAWAB

a) NASKAH AKADEMIK RUU PERUBAHANATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999TENTANG KEHUTANANK. Johnson Rajagukguk, S.H., M.Hum. ........................... 17

b) DRAF RUU PERUBAHAN ATASUNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANANDr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum. .............................. 49

c) POKOK-POKOK PIKIRAN UGM UNTUKREVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANANDr. Satyawan Pudyatmoko M.Sc. .................................... 81

Page 7: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

vi Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

d) PERUBAHAN/REVISI UNDANG-UNDANGNOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (UUK) : PARSIAL ATAU TOTALProf. Dr. Maria SW Sumardjono, SH., MCL., MPA. .... 98

e) UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DALAMPERSEPEKTIF APLIKASI ILMU KEHUTANANDr. Sofyan P. Warsito ..........................................................111

f) KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM DALAM PENGELOLAAN KEHUTANANDr. Muhammad Ali Imron ................................................123

REKOMENDASI SEMINAR ..................................................................131

DOKUMENTASI SEMINAR NASIONAL ..........................................132

Page 8: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 1

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS GADJAH MADADALAM SEMINAR NASIONAL

“URGENSI PERUBAHAN UNDANG-UNDANGNOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN”

Oleh:DR. BUDIADI, S.HUT., M.AGR.SC.

RABU, 12 APRIL 2017

Page 9: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

2 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Yang terhormat Bapak Ketua Komisi IV DPRRIKetua Badan Keahlian DPRRI beserta timDirektur, Kepala Devisi Regional Perum Perhutani beserta jajarannyaDirektur Eksekutif APHIKepala SKK MigasPimpinan GAPKIKepala-kepala UPT Kementrian Lingkungan Hidup dan KehutananPada Direktur LSMTim Panyusun RUU Kehutanan pada BK DPRPara Dekan di lingkungan UGMDekan Fakultas Kehutanan InstiperDekan Fakultas Kehutanan INTANTim Revisi UU Kehutanan UGMPara dosenPara mahasiswaPara tamu undangan, yang berbahagia

Assalaamu alaikum wrwb, selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan YME, sehingga pada pagi hari ini kita bisa bertemu untuk mendiskusikan permasalahan revisi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) di Fakultas Kehutanan UGM. Terima kasih kepada Badan Keahlian DPR yang menjadi partner utama penyelenggaraan acara ini, berdasarkan atas keinginan bersama untuk memperbaiki tata kelola hutan Indonesia. Kami mengucapkan selamat datang dan selamat mengikuti seminar ini. Seminar ini diharapkan akan menghasilkan landasan filosofis tentang pentingnya revisi UU Kehutanan yang berlaku saat ini, dan mengembalikan fungsi hutan kepada khittohnya.

Page 10: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 3

Hadirin yang berbahagia, kita sudah paham dan yakin bahwa hutan adalah sistem penyangga kehidupan, fungsi pokok hutan adalah penjaga keseimbangan ekosistem, tidak bisa dipecah-pecah menjadi fungsi produksi, konservasi dan lindung. Fungsi hutan mestinya ketiga-tiganya, tidak dipisah-pisahkan menjadi kelas-kelas hutan. Di dalam UU Kehutanan, pemisahan fungsi hutan ini menyebabkan berbagai masalah tata kelola yang kurang sesuai dengan filosofi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan. Pemisahan fungsi produksi, konservasi dan lindung telah menyebabkan hutan terkotak-kotak. Padahal semua hutan dengan segala kondisinya, memiliki fungsi yang sama, yang kompleks, sebagai sistem penyangga kehidupan

Turunan dari UU Kehutanan tersebut adalah adanya pembagian hutan berdasarkan fungsinya yakni Hutan Produksi, Hutan Konservasi, Hutan Lindung, sehingga menyebabkan perbedaan pengelompokan kelas hutan. Implikasinya juga terhadap masalah keorganisasian, tingkat pusat hingga daerah, UPT dan Pemda, serta tumpang tindihnya tupoksi. Hal ini juga mempengaruhi concern perguruan tinggi untuk mengembangkan kurikulum pendidikannya. Untungnya, Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi, sehingga lulusan sarjana memiliki pemikiran yang komprehensif, tidak terkotak-kotak berdasarkan minatnya. Kita men-declare lulusan sarjana sebagai general forester. Namun tentu saja ini tidak cukup, karena dunia kerja bidang kehutanan masih belum berubah.

Pada awal-awal berlakunya UU Kehutanan, para akademisi Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan advokasi dengan cara yang halus hingga keras, namun tidak membawa hasil. Setelah 18 tahun, kita baru berpikir kembali tentang revisi, namun sumber daya hutan kita sudah terlanjur rusak. Dengan

Page 11: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

4 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

sangat menyesal, hutan kita menjadi sumber bencana, dan kantong-kantong kemiskinan.

Melalui pembahasan seminar ini, kita harapkan akan ada paradigma baru, meskipun kesadaran hal tersebut sudah lama, tentang pengelolaan hutan, dan kita dorong bersama-sama sebagai wujud keprihatinan akan masa depan sumber daya hutan kita. Bisa jadi yang akan kita dorong adalah UU yang sama sekali berubah dan berbeda dari UU Kehutanan, mengapa tidak? Tentu saja implikasinya akan banyak, menyangkut sistem pengelolaan hutan, kelembagaan kehutanan hingga kurikulum pendidikan tinggi kehutanan, namun harus kita hadapi dan tuntaskan bersama.

Selamat berseminar, wassalaamu alaikum wrwb.

Page 12: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 5

SAMBUTAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RIDALAM PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL“URGENSI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN”

Oleh:K. JOHNSON RAJAGUKUK, S.H., M.HUM.

RABU, 12 APRIL 2017

Yang saya hormati, • Ketua Komisi IV DPR RI, Bapak Edhy Prabowo, M.M.,

M.B.A.• Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Dr.

Budiardi, S.Hut, M. Agr.Sc., beserta dengan jajarannya, atau yang mewakili.

Page 13: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

6 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

• Tim pakar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada yang diketuai oleh Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut., M.Sc.

• Guru Besar, Dosen, dan seluruh civitas akademika Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

• Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI.

• Tim Penyusun NA dan RUU Kehutanan Badan Keahlian DPR RI.

• Hadirin yang saya hormati,

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera bagi kita semua,

Pertama-tama perkenankan saya mengucap puji syukur kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita bisa bertemu dalam seminar nasional dengan tema “Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan”.

Bapak, Ibu, dan Hadirin yang terhormat, Seminar Nasional ini diselenggarakan oleh Badan

Keahlian DPR RI dalam rangka mendapatkan masukan terkait Perubahan UU No. 41 tentang Kehutanan. Kerjasama antara Badan Keahlian DPR RI dengan perguruan tinggi merupakan upaya DPR RI untuk melibatkan akademisi secara lebih intensif dalam proses legislasi di DPR RI. Ke depan, kerjasama seperti ini akan terus dikembangkan dan ditingkatkan guna menghasilkan undang-undang yang memenuhi kaidah akademis dengan tidak lupa pula menyeimbangkannya dengan kaidah praktis.

Page 14: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 7

Bapak, Ibu, dan Hadirin yang terhormat,Pengaturan pengelolaan hutan selama ini mengacu pada

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (atau selanjutnya disingkat UU Kehutanan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang.

Dalam perjalanannya, UU Kehutanan telah melalui berbagai dinamika. Pertama, masih banyak permasalahan dalam pengurusan hutan, antara lain dalam hal: alih fungsi kawasan hutan, pengukuhan kawasan hutan, kasus kebakaran hutan, perambahan hutan, perusakan hutan, dan konflik dengan masyarakat hukum adat.

Kedua, UU Kehutanan telah mengalami beberapa uji materiil. Setidaknya ada 8 (delapan) perkara di Mahkamah Konstitusi yang menggugat berbagai pasal dalam UU Kehutanan dengan menghasilkan 4 (empat) Putusan MK. UU Kehutanan tentu perlu disesuaikan dengan beberapa Putusan MK tersebut, yaitu Putusan MK Nomor 34/PUU-IX/2011, untuk perkara pengujian Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3), Putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011, untuk perkara pengujian Pasal 1 ayat (3), Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012, untuk perkara perkara pengujian Pasal 1 angka 6, Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 67 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta Putusan Nomor 95/PUU-XII/2014, untuk perkara pengujian UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Page 15: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

8 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Ketiga, UU Kehutanan perlu diharmoninasi dengan undang-undang lain yang lahir setelah UU Kehutanan ditetapkan, antara lain: UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan terutama UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengalami perubahan mendasar dalam hal kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengurusan hutan.

Dinamika tersebut disikapi oleh DPR RI dengan memasukan perubahan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) untuk Periode Tahun 2015-2019 pada nomor urut 66 dari 169 Rancangan Undang-Undang.

Bapak, Ibu, dan Hadirin yang terhormat,Akhirnya, melalui kesempatan ini saya mengucapkan

terima kasih kepada Ketua Komisi IV DPR RI dan tim pakar Fakultas Kehutanan UGM yang sudah berkenan menyumbangkan ide dan pemikirannya. Begitu pula saya mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta beserta jajarannya yang telah mendukung dan memfasilitasi terselenggaranya acara seminar nasional ini.

Selanjutnya, sehubungan dengan keterlambatan Ketua Komisi IV DPR RI, Bapak Edhy Prabowo, M.M., M.B.A. maka saya atas nama Beliau akan membuka seminar nasional ini. Dengan ini Seminar URGENSI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN, dengan ini SAYA NYATAKAN DIBUKA.

Page 16: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 9

Akhir kata, saya ucapkan selamat berdiskusi dan berdialog kepada seluruh peserta seminar nasional, kiranya kegiatan ini dapat bermanfaat dan menghasilkan sesuatu yang kita harapkan bersama.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Salam Sejahtera bagi kita semua.

Page 17: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

10 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

KEYNOTE SPEECHKETUA KOMISI IV DPR RI

EDHY PRABOWO, MM., MBA.DALAM SEMINAR NASIONAL

‘‘URGENSI PERUBAHAN UNDANG-UNDANGNOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN”

RABU, 12 APRIL 2017

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,Salam sejahtera bagi kita semua.

Yth. Rektor Universitas Gadjah Mada atau yang mewakili, beserta jajarannya;

Yth. Dekan Fakutas Kehutanan UGM sebagai Tuan Rumah, beserta jajarannya, terima kasih atas waktu dan tempatnya;

Yth. Kepala Badan Keahlian DPR RI, Sdr. Johnson Rajagukguk dan Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Sdr. Inosentius Samsul, beserta jajarannya;

Page 18: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 11

Yth. Para Pakar, Nara Sumber dan seluruh Civitas Akademika Fakultas Kehutanan UGM; serta

Yth. Lembaga Swadaya Masyarakat, Media Pemberitaan dan Insan Pers yang hadir pada pagi ini;

Bapak Ibu Hadirin yang Kami Hormati.Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur

kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya pada kesempatan yang baik ini kita dapat melaksanakan Seminar Kehutanan dalam keadaan sehat wal afiat.

Pada Seminar hari ini, kita akan membahas Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Untuk itu saya akan menyampaikan latar belakang dan gambaran umum mengenai Kehutanan Indonesia dalam perkembangannya di Indonesia.

Bapak Ibu Hadirin yang Terhormat,Republik Indonesia adalah salah satu negara di Asia

yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau. Dengan populasi lebih dari 258 juta jiwa pada tahun 2016, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia.

Luas hutan di bumi saat ini mencapa 4 milyar hektar, Indonesia menempati urutan 7 negara di dunia sebagi pemilik hutan, berturut turut setelah negara Rusia, Brazilia, Kanada, Amerika Serikat, China dan Republik Demokratik Konggo. Namun sebagai negara tropis, Indonesia merupakan pemangku hutan tropis terbesar ke 3 dunia setelah negara Brazil dan Konggo, dengan luasan 120 juta hektar.

Page 19: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

12 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Meskipun demikian, Indonesia termasuk sebagai salah satu negara yang paling cepat kerusakan hutannya di dunia. Setiap tahun Indonesia kehilangan hutan seluas 300-400 ribu hektar. Kerusakan yang terjadi di daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) juga turut merusak kawasan di daerah hilir (pesisir). Menurut catatan Down The Earth, proyek Asian Development Bank (ADB) di sektor kehutanan Indonesia telah memicu terjadinya alih fungsi secara besar-besaran kawasan hutan menjadi kebun sawit dan tambang dan juga hutan bakau menjadi kawasan pertambakan di wilayah pesisir. Perusakan hutan akibat perambahan dan illegal logging terutama di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung telah mengakibatkan hilangnya sumber daya genetika/plasma nutfah hutan tropis yang tak ternilai harganya.

Sistem pengelolaan hutan di Indonesia telah melalui beberapa tahapan perkembangan, diantaranya:1. Timber extraction, masa dimana kita hanya menebang

kayu log untuk diolah dan atau langsung diekspor ke luar negeri;

2. Forest Resourch Managament, dimana kita mulai mengelola hutan beserta sumber daya hayati lainya;

3. Forest Ecosytem Managament, pada tahun 1990-an, dimana pengelolaan hutan dilaksanakan dengan prinsip ecolabelling; dan

4. Social Forestry, dimana saat ini pengelolaan hutan sudah wajib melibatkan masyarakat, terutama masyarakat adat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.

Bapak Ibu yang Kami Hormati,Sejak berlakunya UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

sampai saat ini, belum semua amanatnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah dibuat, hal ini tentunya menjadi salah

Page 20: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 13

satu kendala operasional teknis dalam pengelolaan hutan.Dan selama itu juga tercatat telah terjadi perubahan-

perubahan dalam UU ini, diantaranya :1. Terbitnya Perpu Nomor 1 Tahun 2004 tertanggal 11 Maret

2004, yang memberikan izin tambang bagi 13 perusahaan yang memiliki kotrak karya untuk melanjutkan kegiatan produksinya secara terbuka di kawasan hutan lindung, termasuk PT. Freeport di Papua.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011 mengenai Penetapan Kawasan Hutan.

3. Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat, yang menetapkan bahwa Hutan Adat bukan lagi merupakan Hutan Negara.

Beberapa konvensi dan protokol internasional juga telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, hal ini penting untuk diperhatikan dalam penyusunan revisi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tercatat diantaranya :1. Protokol Nagoya tentang kses pada Sumber Daya Genetik

dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati.

2. Protokol Cartagena tentang Kesepakatan antara Berbagai Pihak yang Mengatur Tata Cara Gerakan Lintas Batas Negara secara Sengaja terhadap Suatu Organisme Hidup dari Satu Negara ke Negara lain.

3. Ratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) oleh Indonesia.

4. Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC), dimana Komisi IV DPR RI bersama Pemerintah sempat diundang dalam COP 21 di Paris tahun 2015 dan COP 22 di Marrakesh Maroko tahun 2016.

Page 21: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

14 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Bapak Ibu yang Kami Hormati,Dalam revisi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

ini juga perlu dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi atas UU sektoral lainnya yang telah berlaku, diantaranya UU tentang Pemerintahan Daerah, UU tentang Penataan Ruang, UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU tentang Pesisir dan Pulau Kecil serta UU sektoral lainnya yang terkait dengan Kehutanan.

Sebagai informasi bahwa saat ini Komisi IV DPR RI berinisiatif melakukan perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, UU tentang Sistem Budidaya Tanaman Pertanian, dan Revisi atas UU Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, dimana saat ini pembahasan sedang berlangsung di Panitia Kerja Komisi IV DPR RI, dan target selesai pada tahun 2017.

Ada beberapa hal yang menurut kami merupakan faktor penting dari kondisi negara Indonesia pada saat ini, sehingga perlu menjadi perhatian dan pemikiran kita semua terkait revisi UU Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan ini, diantaranya:1. Kondisi keuangan negara yang terbatas, dimana alokasi

APBN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan setiap tahunnya hanya sebesar rata-rata Rp.6-7 Triliun atau hanya sekitar rata-rata Rp.50.000,-/ha/tahun untuk mengelola kawasan hutan (sangat minim).

2. Masih rendahnya PDB Indonesia sekitar $3.300 perkapita/tahun. Akibat kondisi kesenjangan ekonomi dalam negeri yang tinggi, diimana sebagian besar penduduk Indonesia masih memiliki PDB dibawah $3.300 perkapita/tahun. Sebagai perbandingan saat ini PDB Malaysia sudah mencapi sekitar $9.000 perkapita/tahun, sementara PDB negara-negara Eropa Barat dan Amerika sudah mencapai diatas

Page 22: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 15

$90.000 perkapita/tahun, hal ini tentu menjadi beban berat bagi sektor kehutanan, karena tekanan atau eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam Indonesia akan terjadi.

3. Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan pada tahun 2050 mencapai 300 juta jiwa, tentunya memerlukan lebih banyak lahan untuk kebutuhan hidup, dimana hal ini akan berdampak terhadap laju deforestasi.

Dari beberapa hal tersebut diatas, maka dirasa perlu bagi kami untuk melakukan revisi terhadap UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kami berharap dari hasil kajian dan masukan para pihak, termasuk para pakar dalam seminar di Fakultas Kehutanan UGM ini dapat menghasilkan sebuah UU tentang Kehutanan yang bisa menjadi pedoman bagi terwujudnya sistem tata kelola kehutanan nasional yang tepat, sehingga dapat tercapai pengelolaan hutan yang lestari dimana kepentingan ekologi, sosial dan ekonomi dapat terpenuhi, dan tentu ujungnya adalah bermuara untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia (bukan hanya untuk segelintir pengusaha atau kepentingan asing saja).

Bapak Ibu Hadirin yang Terhormat,Sebelum menutup pengantar ini, saya ingin menyampaikan

sikap kita terkait isu Deforestasi dan Resolusi Parlemen Eropa terhadap produk sawit Indonesia. Bahwa resolusi Parlemen Eropa yang mengkaitkan masalah deforestasi, pengembangan kebun sawit dengan isu pelanggaran HAM dan korupsi merupakan hal yang mengada-ada. Sebagaimana kita ketahui kebun sawit nasional saat ini 40% dimiliki oleh rakyat, dan komoditas sawit menopang pendapatan Negara nomor 4. Sawit sebagai bahan baku biofuel juga menjadi subtitusi bahan

Page 23: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

16 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

bakar fosil (migas, batubara dan nuklir), yang mengurangi efek rumah kaca sebagai penyebab pemanasan global.

Namun demikian kami Komisi IV DPR RI tetap tegas meminta Pemerintah untuk menindak tegas para perusak kawasan hutan untuk menghentikan laju deforestasi yang masih massif terjadi di negeri ini, dengan menegakkan amanat UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sekali lagi kami menolak segala bentuk intervensi kepentingan asing yang mengganggu kedaulatan NKRI. Adapun, tugas kita saat ini adalah bagaimana kita perkuat diplomasi Indonesia agar resolusi Parlemen Eropa tersebut tidak mengganggu perekonomian nasional.

Demikian pengantar singkat saya, selanjutnya saya mengucapkan selamat berseminar, semoga kegiatan ini menjadi manfaat dan ibadah bagi kita semua. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada Badan Keahlian DPR RI yang telah bersinergi dengan Fakultas Kehutanan UGM dalam penyusunan Draf Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Terima kasih.Billahittaufik walhidayah, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Page 24: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 17

NASKAH AKADEMIKRUU TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

Oleh:K. Johnson Rajagukguk, S.H., M.Hum

(Kepala Badan Keahlian DPR RI)

Page 25: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

18 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Latar belakangnya adalah adanya permintaan dari Komisi IV untuk menyusun NA dan draft RUU revisi UU Kehutanan. Meskipun dalam prolegnas tahunan tahun 2017, revisi UU Kehutanan ini belum dimasukkan, akan tetapi rencana revisi UU Kehutanan masuk dalam long list Prolegnas 2015 -2019.

Naskah Akademik RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terdiri dari 7 Bab, yaitu: A. Pendahuluan1. Latar belakang

Hutan merupakan bagian dari sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Dalam pengelolaannya tidak lepas dari ideologi penguasaan sumber daya alam yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, Berdasarkan ketentuan tersebut negara menguasai kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, namun penguasaan ini terbatas, yaitu harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pengaturan tentang kehutanan selama ini dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahu 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU Kehutanan).UU Kehutanan tersebut saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, serta perkembangan keadaan saat ini. Dalam implementasi undang-undang tersebut, masih banyak terjadi permasalahan seperti berkurangnya luas kawasan hutan, alih fungsi

Page 26: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 19

kawasan hutan, kasus kebakaran hutan, perambahan hutan, perusakan hutan, dan konflik dengan masyarakat hukum adat, yang masih menjadi persoalan sampai saat ini. Selain dari pada itu, adanya disharmonisasi dengan undang-undang lain serta adanya beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU Kehutanan, sehingga perlu disesuaikan dengan keberlakuan UU Kehutanan.

2. PermasalahanBerdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka

permasalahan yang diangkat dalam Naskah Akademik RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah:a. Bagaimana teori-teori dan pemikiran yang berkembang

saat ini terkait dengan penyelenggaraan kehutanan dan bagaimana praktik empiris yang menggambarkan permasalahan yang dihadapi dan terjadi dalam penyelenggaraan kehutanan yang selama ini dijalankan berdasarkan UU Kehutanan?

b. Bagaimana ketentuan yang ada saat ini, baik dalam UU Kehutanan itu sendiri maupun undang-undang lainnya yang terkait?Apakah yang menjadi dasar pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999?

c. Apakah sasaran yang ingin diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999?

Page 27: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

20 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

B. Kajian Teoritis dan Praktik Empiris1. Kajian Teoritisa. Definisi dan Pengertian Hutan dan Kawasan Hutan

Definisi hutan (forest) dalam Merriam Webster Dictionary adalah “ a thick growth of trees and bushes that covers a large area” (sekumpulan pohon dan semak-semak yang tumbuh dengan lebat menutupi area yang luas). Namun pengertiannya tidak sesederhana itu, karena definisi hutan dapat berbeda-beda tergantung tipe, komposisi spesiesnya, jasa yang disediakannya, dan lain-lain. Dari sudut pandang orang ekonom, hutan merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk hak pengusahaan hutan. Dari sudut pandang ilmuwan, seperti ahli silvika, hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sementara dari sudut ahli ekologi, hutan merupakan suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan. Pendefinisian hutan sangat diperlukan untuk berbagai kepentingan. Seperti untuk keperluan legal (guna membedakan antara hutan dengan lahan untuk penggunaan lain); untuk menilai tutupan hutan dari ekosistem tertentu atau dari suatu negara; untuk klasifikasi hutan berdasarkan tipe, bentuk, komposisi, lintangnya, ketinggiannya, dll; untuk mengelola jasa yang dapat disediakan oleh hutan; untuk melindungi dan mengkonservasi hutan beserta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya; untuk mengatur praktik pengelolaan hutan lestari; untuk memperhitungkan kapasitas serap

Page 28: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 21

hutan atas karbon; untuk memperhitungkan emisi CO2 dari degradasi atau deforestasi; untuk mendorong investasi di sektor kehutanan; ataupun untuk membantu negara dalam menyusun kebijakan dan perencanaan dalam pengelolaan sumber daya hutan.Kondisi hutan di Indonesia saat ini banyak yang tidak memenuhi kriteria hutan sesuai dengan definisi hutan dalam UU Nomor 41 Tshun 1999. Oleh karena itu perlu ada pendefinisian ulang terhadap hutan dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Selain itu, dengan adanya Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011 terkait definisi kawasan hutan yang menjadi “wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”, menjadikan definisi hutan di UU Nomor 41 Tahun 1999 kurang tepat. Putusan ini berpotensi memiliki implikasi yang mendalam dalam beberapa hal, yaitu:• Cakupan dan status hukum kawasan hutan yang

berlaku sekarang;• Kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan di masa depan untuk menjalankan otoritas pengelolaan pada kawasan hutan; dan

• Perubahan-perubahan pada keseimbangan kewenangan formal dan informal antara otoritas pemerintah pusat dan daerah dalam menentukan alokasi lahan yang digunakan untuk tujuan-tujuan kehutanan dan non-kehutanan dalam rencara tata ruang provinsi.

• Hingga 21 Februari 2012 kawasan hutan yang sudah ditetapkan secara formal baru 14,2 juta hektar atau 10% dari yang kawasan hutan yang ditunjuk. Oleh karena itu, dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, juga

Page 29: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

22 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

dilakukan pendefinisian ulang tentang kawasan hutan sesuai hasil keputusan MK No. 45/PUU-IX/2011.

b. Fungsi Strategis Sumber Daya Hutan dalam Pembangunan Keberadaan hutan sebagai sumber daya sangat strategis baik secara sosial budaya, maupun ekonomi, dan lingkungan, sehingga apapun yang terjadi pada hutan sebagai sumber daya harus menjadi perhatian dari seluruh pihak. Ada banyak fungsi strategis dari sumber daya hutan. Baik dari fungsi ekologis, ekonomis, maupun sosial-budaya. Secara ekologis, hutan berfungsi antara lain: (a) menampung, melepas, dan mengatur aliran air ke sungai, sawah-sawah dan perkotaan; (b) membantu mengontrol erosi tanah, banjir dan sedimentasi ke sungai, danau, dan bendungan; (c) berperan dalam siklus oksigen dan karbon global; (d) menyediakan habitat bagi banyak spesies dan menjadi gudangnya keragaman hayati; (e) proteksi sumber daya genetik dan plasma nutfah, mempertahankan keberagaman hayati, flora dan fauna serta seluruh spesies yang ada di dalamya, menjamin kelanggengan dan perkembangan sumber daya genetik yang tersedia; (f) menjaga keseimbangan alamiah yang berkualitas. Secara ekonomi dan komersial, hutan berfungsi antara lain: (a) sumber kayu bangunan dan kayu bakar; (b) sumber pulp (bahan kertas); (c) sumber obat-obatan; (d) pertambangan; (e) penggembalaan ternak; (f) rekreasi dan pariwisata; (g) riset dan pendidikan; (h) kesempatan kerja; (i) keuntungan dari perlakuan atau kepentingan khusus, dan (j) beragam hasil hutan lainnya. Secara sosial, budaya – religius, hutan berfungsi antara lain merupakan tempat meditasi dan praktik spiritual, preservasi nilai budaya dan tradisional, nilai kebanggaan dan warisan regional, dan nilai sosial budaya masyarakat

Page 30: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 23

sekitar hutan lainnya.Keberadaan ketiga fungsi hutan tersebut menjadikan hutan sebagai sumber daya tidak ternilai harganya sehingga konsep pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management) dengan mengintegrasikan dimensi ekonomi, sosial-budaya, dan kelestarian lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya hutan diperlukan.

c. Penguasaan atas Hutan sebagai Sumber DayaDengan mempertimbangkan fungsi hutan bagi kehidupan dan memperhatikan kelebihan dan kekurangan rezim kepemilikan hutan, serta agar pengelolaan sumber daya hutan dapat dilaksanakan secara maksimal dengan berlandaskan asas kemanfaatan dan kelestarian, maka pengelolaan sumber daya hutan seharusnya diselenggarakan oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pihak swasta diberikan hak pengusahaan hutan dengan memberikan kewajiban menjaga fungsi hutan dan melindunginya. Prinsip yang dipegang dalam mengeksploitasi hutan adalah menggunakan biaya yang seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang tertentu tanpa merusak kelestariannya (Maximum Sustainable Yield – MSY).

d. Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Hutan AdatKeberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam penyelenggaraan kehutanan mengacu pada Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 yang berisi bahwa hutan adat bukan lagi bagian dari hutan negara, dan hutan adat merupakan hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Sehingga status hutan adat berdiri sejajar dengan hutan negara dan hutan hak. Implikasi dari Putusan MK, tidak hanya mengubah status hutan adat, tetapi juga mengangkat perlunya pengaturan lebih lanjut tentang Masyarakat Hukum Adat.

Page 31: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

24 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Untuk itu RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu mendefinisikan tentang Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat. Ada beberapa definisi tentang Masyarakat Hukum Adat, antara lain dari:• AMAN, yang menggunakan istilah “masyarakat adat”,

dan didefinisikan sebagai “komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, serta kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat”.

• ILO mendefinisikan “masyarakat adat adalah Suku-suku asli yang mempunyai kondisi sosial budaya dan ekonomi yang berbeda dari kelompok masyarakat lain di sebuah negara, dan yang statusnya sebagian atau seluruhnya diatur oleh adat kebiasaan atau tradisi atau oleh hukum atau aturan mereka sendiri yang khusus”.

• Beberapa daerah di Indonesia telah mengakui keberadaan terhadap Masyarakat Hukum Adat, adengan menetapkannya dalam Perda, seperti di Kabupaten Merangin (Perda Kabupaten Merangin No. 8 Tahun 2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Marga Serampas), Kabupaten Lebak (Perda Lebak No. 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan atas Hak Ulayat Baduy), Papua (Perdasus Provinsi Papua No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perseorangan Warga Masyarakat atas Tanah).

Page 32: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 25

2. Kajian Asas terkait dengan Penyusunan NormaMengacu UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan asas hukum dalam pengelolaan sumber daya alam (TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam), maka asas penyelenggaraan dan pengelolaan hutan adalah menciptakan penyelenggaraan dan pengelolaan hutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk itu asas dalam pengenyelenggaraan dan pengelolaan hutan dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kebermanfaatan, keberlanjutan, kelestarian, kerakyatan dan keadilan, kebersamaan, keterbukaan, keterpaduan, kearifan lokal, dan ekoregion.

3. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang ada serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat• Pengukuhan kawasan hutan

Masih luasnya kawasan hutan yang belum selesai proses penetapannya, merupakan salah satu penyebab konflik/sengketa hak atas lahan serta hak pengelolaan kawasan hutan. Selain itu banyaknya kawasan hutan yang ditunjuk berdasarkan UU Kehutanan pada kenyataannya tidak berjalan dengan baik. Batas wilayah kawasan hutan pun masih banyak yang belum jelas sehingga memunculkan konflik antara warga sekitar hutan dengan pemerintah daerah atau dengan perusahaan yang mendapat izin kelola atas kawasan hutan.

• AnggaranKeberpihakan anggaran di sektor kehutanan sangat rendah sehingga tidak mencukupi untuk melakukan

Page 33: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

26 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

pengawasan dan pelindungan terhadap kawasan hutan sehingga banyak kawasan hutan yang dirambah, terbakar, dan rusak.

• PengawasanPetugas pengamanan hutan yang dimiliki Kementerian Kehutanan ataupun SKPD kehutanan di daerah sangat terbatas. Akibatnya beban pengamanan terhadap setiap petugas pengamanan hutan sangat tinggi. Setiap satu orang petugas harus mengawasi 5.000 – 8.000 hektare kawasan hutan. Idealnya satu petugas mengawasi kawasan hutan seluas 400 – 500 hektare. Kondisi ini diperparah dengan masih minimnya fasilitas pengamanan yang dimiliki dan dengan gaji yang tidak memadai.

• Penegakan hukumDalam penegakan hukum dihadapkan pada kondisi masih lemahnya struktur badan penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum berdasar UU Kehutanan. Akibatnya banyak kasus kehutanan yang lolos dari jerat hukum.

4. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam UU terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara.• Perubahan terhadap definisi hutan adat berimplikasi

perlu adanya pemetaan bersama wilayah hutan adat di seluruh wilayah NKRI. Dalam pengukuhan hutan adat memerlukan anggaran yang cukup besar dari APBN , terutama dalam proses pemetaan dan penataan batas.

• Perubahan kewenangan kehutanan dari kabupaten yang kemudian ditarik ke provinsi berimplikasi

Page 34: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 27

terjadinya pengurangan overhead cost sebagai dampak otonomi daerah.

• Penambahan bab Data dan Informasi sebagai implikasi dari amanat UU Keterbukaan Informasi publik yang diharapkan adanya keterbukaan data dan informasi di bidang kehutanan. Pembangunan sistem data dan informasi ini membutuhkan sumber daya manusia dan infrastruktur, yang nantinya akan dibebankan pada APBN sebagai pos biaya pembangunan pemerintah pusat.

C. Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan TerkaitBeberapa peraturan terkait yang dievaluasi dan analisis

dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu:• UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan• UU No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air• UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah• UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa • UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan• UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum• UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup• UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang• UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya• UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria

Page 35: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

28 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

• Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan

• Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Penelitian Dan Pengembangan, Serta Pendidikan Dan Pelatihan Kehutanan

• Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

• Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan

• Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota

D. Landasan Filososfis, Sosiologis, dan Yuridis• Landasan filosofisnya adalah hutan sebagai karunia dan

amanah Tuhan Yang Maha Esa merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu keberadaannya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Filosofi pengelolaan kehutanan adalah Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Page 36: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 29

• Landasan sosiologisnya adalah dalam penyelenggaraan kehutanan di Indonesia terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain dalam pembagian status dan fungsi hutan, pengurusan hutan, perencanaan kehutanan, hubungan pusat dan daerah, dan masyarakat hukum adat.

• Landasan yuridisnya adalah dengan dilakukannya harmonisasi dengan berbagai peraturan perundangan terkait (seperti UU Perkebunan, UU Pemerintahan Daerah, UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU Konservasi Tanah dan Air, UU Desa, UU Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum, UU Penataan Ruang, UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan UU Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria), dan putasan MK atas UU Kehutanan (Putusan MK No. 34/PUU-IX/2011, perkara pengujian Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999; Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011, perkara pengujian Pasal 1 ayat (3), UU Nomor 41 Tahun 1999; Putusan MK No. 35/PUU-X/2012, perkara perkara pengujian Pasal 1 angka 6, pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 67 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), UU Nomor 41 Tahun 1999; dan Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014, perkara pengujian UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

E. Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang KehutananAdapun jangkauan dan arah dari pengaturan RUU

tentang Perubahan Kedua atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan meliputi penataan UU tentang Kehutanan

Page 37: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

30 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

untuk mencapai penyelenggaraan kehutanan yang lestari dan berkelanjutan dengan melakukan perubahan terhadap beberapa pasal dalam UU tentang Kehutanan yaitu adanya perubahan terhadap status hutan menjadi 3 (hutan negara, hutan hak, dan hutan adat), penambahan dalam materi fungsi hutan, perubahan dalam pengelolaan hutan khususnya hutan adat, serta penambahan substansi baru mengenai sistem data dan informasi kehutanan yang teringtegrasi.

Sasaran yang ingin diwujudkan dari RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan antara lain lebih menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional, mengoptimalkan aneka fungsi hutan untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari.

Ruang lingkup materi muatan RUU dengan berdasarkan kajian NA, maka perubahan dari UU Kehutanan adalah:• Ketentuan umum (perubahan pasal 1, pada definisi

tentang hutan, kawasan hutan, hutan adat)• Asas (perubahan pasal 2, dengan penambahan asas

keberlanjutan, kearifan lokal, dan ekoregion)• Status hutan (perubahan pasal 5, dengan penambahan

status hutan)• Perencanaan kehutanan (perubahan pasal 17 dengan

melakukan penyesuaian dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah)

• Pengelolaan hutan (perubahan pasal 26 dengan menambahkan 1 ayat mengenai ketentuan pemanfaatan hutan lindung)

• Pengawasan (perubahan pasal 60 dengan menambahkan 1 ayat mengenai perlindungan saksi, pelapor, dan informa dalam pengawasan terhadap kehutanan)

Page 38: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 31

• Masyarakat hukum adat (perubahan pasal 67 dengan menambahkan 2 ayat yang mengatur mengenai unsur yang harus dipenuhi atas keberadaan masyarakat hukum adat dan proses tahapan dalam penyusunan Perda tentang pengakuan masyarakat hukum adat)

• Data dan Informasi (menyisipkan 1 bab mengenai data dan informasi)

• Gugatan perwakitan (memperbaiki konsep pasal 71)• Penyidikan (perubahan pasal 77 dengan menambahkan

kewenangan PPNS kehutanan)• Sanksi administratif (penambahan 1 bab mengenai sanksi

administratif)• Ketentuan pidana (penyempurnaan pasal 78 dengan

menambahkan 1 ayat mengenai pidana yang dikenakan kepada korporasi), dan

• Ketentuan peralihan (penyesuaian ketentuan peralihan mengenai inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, dan perda tentang masyarakat hukum adat).

F. PenutupSimpulan:

1. Beberapa ketentuan dalam UU tentang Kehutanan sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, serta perkembangan dinamika legislasi terkait dengan pengaturan di bidang kehutanan sehingga perlu dilakukan penyempurnaan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang dimaksud;

2. Dalam Naskah Rancangan Undang-Undang ini telah diakomodasi berbagai ketentuan mengenai penyelenggaraan kehutanan baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan; dan

Page 39: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

32 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

3. Perubahan atau penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap UU tentang Kehutanan terkait dengan penyelenggaraan kehutanan.

Saran:Perubahan UU tentang Kehutanan sangat diperlukan sebagai jawaban dari perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum yang terjadi terkait dengan penyelenggaraan kehutanan.

SLIDE PRESENTASI:

Page 40: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 33

Page 41: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

34 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 42: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 35

Page 43: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

36 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 44: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 37

Page 45: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

38 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 46: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 39

Page 47: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

40 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 48: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 41

Page 49: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

42 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 50: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 43

SESI TANYA JAWAB1. M. Gunawan Wibisono (Fakultas Kehutanan UGM):Pertanyaan dan tanggapan:

Apakah dalam penyusunan RUU Perubahan UU Kehutanan ini sudah dilakukan berdasarkan kajian akademis tentang UU Kehutanan, yang berisikan:• peraturan yang sedang atau sudah ada terkait

kehutanan, sejauhmana peraturan tersebut sudah diimplementasikan, dan halangan/kekurangan apa yang belum bisa diimplementasikan;

• sebab-sebab apa peraturan tersebut tidak bisa diimplementasikan di lapangan. Apakah karena mentalitas dari pelaksananya, ataukah karena definisi dari peraturan tersebut? Jika peraturan dalam implementasinya baik, maka perlu dipertahankan. Namun jika aturan tersebut

Page 51: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

44 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

tidak dapat diimplementasikan, karena ketidakjelasan aturannya, maka perlu ada perubahan.

• Solusi apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?

Beberapa hal tersebut disusun dalam suatu matrik sehingga dapat terlihat apa permasalahannya dan bagaimana solusinya.

Jawaban:Secara teknik perundang-undangan, beberapa hal seperti

yang dikemukakan pak Gunawan sudah kami lakukan dan menjadi bahan dalam Naskah Akademis. Kajian empirik ini yang menjadi rujukan atas penyusunan RUU tentang Perubahan Kedua UU No. 41/1999 tentang Kehutanan. Matrik biasanya kami gunakan ketika kami presentasi di depan komisi untuk membantu memperjelas mengapa perlu dilakukan penyusunan suatu ruu. Isinya tentang bagaimana kondisioning dari peraturan yang akan diubah tersebut, apa masalahnya, dan urgensinya mengapa perlu disusun RUU tersebut. Sementara yang kami sajikan disini sifatnya naratif bagaimana pembentukan atau penyusunan sebuah naskah akademik.

2. Wahyudi (Fakultas Kehutanan UGM):Pertanyaan dan tanggapan: a. Terlepas dari perubahan uu 41/1999 secara parsial, maka

memasukkan pengaturan tentang MHA perlu. Namun dikaitkan dengan konteks pengukuhan kawasan hutan yang tidak hanya sebatas ditunjuk, tetapi dipetakan, ditetapkan. Sebelum putusan MK pengukuhan kawasan hutan baru sebatas 12 %, tetapi setelah adanya putusan MK, kawasan hutan yang dikukuhkan meningkat tajam (sekitar 70%-80%). Perlu dikaji lebih mendalam, karena

Page 52: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 45

menjadi terkesan menghalangi pengukuhan hutan adat. Seperti ketika hutan adat ada di kawasan konservasi, maka pengukuhan hutan adat menjadi sulit. Juga ketika hutan adat ada di kawasan hutan yang sudah ada konsesinya, pengukuhan hutan adat juga menjadi sulit. Ini perlu dikaji lebih mendalam dalam penyusunan RUUnya (dalam bentuk perubahan ataukah penggantian).

b. Fungsi hutan selama tidak mengganggu ekosistem dan ekologinya, tidak masalah. Dalam konteks masyarakat adat atau masyarakat, misalnya memungut kayu, sepanjang tidak mengganggu ekosistem dan ekologisnya hutan, dan tidak mengurangi luasan 30% kawasan hutannya dengan kondisi baik, maka seharusnya tidak menjadi masalah. Konteks ini harus dielaborasi dalam membangun definisi-definisi dalam RUU.

Jawaban:Tentang Masyarakat Hukum Adat dan hutan adat akan

kami kembali perbaiki sesuai apa yang sudah disampaikan dalam seminar ini, termasuk apa yang sudah disampaikan oleh Prof. Maria.

3. Dewi (IRE Yogyakarta)Pertanyaan dan tanggapan

Menurut Presiden Jokowi, membangun dari pinggiran. KLHK mengalokasikan 12,7 juta ha dan dialokasikan di perhutanan sosial. Kemudian di UU Desa dinyatakan bahwa desa bisa membuat BUM Desa. Apakah bisa apa yang sudah diatur dalam UU Desa diselaraskan dalam perubahan UU kehutanan ini?

Jawaban:Masukan akan kami perhatikan dan akan menjadi materi

perbaikan NA dan draft RUU nantinya.

Page 53: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

46 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

4. Totok Dwi Diantoro (Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum UGM)

Pertanyaan dan tanggapana. Sepakat gagasan untuk memperbaiki tata kelola kehutanan

ini tidak parsial, tetapi penggantian UU Kehutanan. Karena ada perbedaan paradigma dalam pengelolaan hutan yang perlu diluruskan kembali dalam pengelolaan hutan.

b. Bagaimana mengatur kepastian hukum bagi yang ada sebelum kawasan hutan ditetapkan. Sudah ada penyesuaian peraturan perundang-undangan sesuai putusan MK, namun rekognisi pengakuan masyarakat adat dalam kawasan (kaitannya dengan HAM) terhadap hal ini perlu dimasukkan dalam perubahan UU kehutanan.

c. Gugatan perwakilan di RUU (Pasal 71) berbeda dengan konsep class action dan konsep legal standing. Di RUU masih rancu. Perlu kejelasan mau diarahkan kemana mengenai gugatan perwakilan ini. Di UU Pengelolaan Sampah ada mengatur tentang gugatan oleh masyarakat sipil, apakah di RUU ini akan menggunakan konsep tersebut. Jika itu dilakukan, maka hal ini dikhawatirkan akan mempersempit ruang gugat masyarakat sipil terhadap tata kelola kehutanan.

Jawaban: Seperti yang sudah dikemukakan oleh Bapak Edi Prabowo

(pimpinan Komisi IV), jika memang revisi UU Kehutanan ini tidak lagi perubahan tetapi penggantian, maka kami setuju dan kami akan kembali memperbaikinya kembali, dengan memperhatikan masukan-masukan, terutama dari pembicara. Karena filosofinya sangat berbeda, maka penggantian memang diperlukan.

Mengenai gugatan perwakilan, memang ada dua sistem yaitu class action dan citizen lawsuit. Nanti kami akan melihat

Page 54: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 47

hak-hak apa saja yang bisa digunakan masyarakat dalam gugatan terhadap tata kelola kehutanan.

5. Sadino (GAPKI)Pertanyaan dan tanggapan:a. Hutan rusak karena tidak ada kepastian hukum.

Seharusnya dengan adanya putusan MK terkait definisi kawasan hutan, maka kementerian kehutanan harusnya segera melakukan pengukuhan. Meski dinyatakan sudah 75 % kawasan hutan sudah dikukuhkan, tetapi di lapangannya mungkin baru 25 %.

b. Konsep revisi uu kehutanan harus berbeda dengan UU 41/1999. Terjadinya kerusakan hutan karena konsep UU 41/1999 tidak pas. Aspek sosialnya lebih besar dalam tata kelola hutan, dan itu harus diperhatikan dalam revisi UU Kehutanan.

Jawaban:Tentang kondisi hutan yang rusak ini, maka revisi UU

Kehutanan perlu dilakukan sehingga pengelolaan hutan ini seperti yang diharapkan, yaitu dengan melihat aspek ekosistemnya. Ini menjadi hal yang penting yang akan dituangkan dalam revisi UU Kehutanan nantinya, sehingga hutan dapat mensejahterakan masyarakat.

6. Rubianto (Pusat Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Pertanyaan dan tanggapanUrgensi dari revisi UU kehutanan. Perlu ada penguatan

alasan secara akademis yang berisikan seperti tentang:a. benturan-benturan terhadap aturan-aturan tersebut

sehingga terlihat bahwa urgensi perubahan UU kehutanan ini memang pas.

Page 55: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

48 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

b. Penguatan penegakan sanksi administrasi dalam RUU. Setuju menggunakan wacana ultimum remidium dalam pidana.

c. Dapatkah PPNS LH juga dapat menjadi PPNS Kehutanan? Ini jadi bagian dari urgensi dari perlunya perubahan UU Kehutanan.

d. Dapat juga tentang ditariknya kewenangan kehutanan yang di kabupaten/kota ditarik ke provinsi, menjadi urgensi dari Perubahan UU Kehutanan.

Jawaban:Masukan substansial tidak akan kami tanggapin, namun

akan kami gunakan sebagai perbaikan dalam Naskah Akademis dan RUU yang sesuai apa yang disampaikan pembicara-pembicara dan juga dari pimpinan Komisi IV (Edi Prabowo) bahwa nantinya revisi UU Kehutanan ini bukan lagi perubahan tetapi penggantian.

Page 56: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 49

RUU TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG

KEHUTANAN

Oleh:Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum.

(Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI)

Page 57: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

50 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

PendahuluanHutan adalah sumber daya alam yang merupakan karunia

Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikelola dengan baik sehingga kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia dapat tercapai sebagaimana tertuang dalam alenia IV pembukaan UUD NRI tahun 1945. Dengan mengacu pada Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, maka draft RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disusun.

Adapun pokok-pokok perubahan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu: 1) Ketentuan umum2) Asas3) Status hukum4) Perencanaan kehutanan5) Pengelolaan hutan6) Pengawasan 7) Masyarakat hukum adat8) Data dan informasi9) Gugatan perwakilan10) Penyidikan11) Ketentuan saksi administratif dan pidana12) Ketentuan peralihan

Materi Perubahan:1) Ketentuan UmumDalam pasal 1 Ketentuan umum ada beberapa perubahan definisi tentang kawasan hutan dan hutan adat. Perubahan definisi ini dilakukan sebagai implikasi dari adanya Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011 dan No. 35/PUU-X/2012. Adapun rumusan kedua definisi tersebut sebagai berikut:

Page 58: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 51

2) DefinisiUntuk definisi kawasan hutan, pada UU Kehutanan mulanya didefinisikan sebagai:

“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”

Definisinya kemudian berubah menjadi:“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”.

Untuk definisi hutan adat, pada UU Kehutanan pada mulanya didefinisikan sebagai:

“Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.

Definisinya kemudian berubah menjadi:“Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.

3) Asas Penyelenggaraan KehutananDalam Pasal 2 yang berbicara mengenai asas dalam penyelenggaraan kehutanan, ada penambahan beberapa asas. Pada mulanya asas dalam penyelenggaraan kehutanan rumusannya adalah:

“Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan”.

Kemudian rumusan berubah menjadi:“Penyelenggaraan kehutanan dilaksanakan dengan berdasarkan asas:a. Kelestarian;b. Keberlanjutan;c. Kebermanfaatan;d. Kerakyatan dan keadilan;

Page 59: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

52 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

e. Keterbukaan;f. Keterpaduan;g. Kearifan lokal; danh. Ekoregion”

4) Status hutanAda perubahan dalam pasal 5 mengenai status hutan. Status hutan yang pada mulanya hanya hutan negara dan hutan hak, dalam RUU tentang Perubahan Kedua UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diubah menjadi tiga, dan aturan lainnya terkait hutan adat menyesuaikan dengan mempertimbangkan putusan MK No. 35/PUU-X/2012, sehingga pengaturan pada pasal 5 menjadi berbunyi:Pasal 5(1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari

a. Hutan negara;b. Hutan hak; dan c. Hutan adat.

(2) Dihapus(3) Pemerintah Pusat meneetapkan status hutan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).(3a) Pemerintah Pusat menetapkan status hutan adat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sepanjang kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.

(4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) sudah tidak ada lagi, hak pengelolaan hutan adat dikembalikan kepada Pemerintah Pusat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 60: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 53

5) Perencanaan Kehutanana. Menghapus penjelasan pasal 12, sebagai implikasi adanya

putusan MK No. 45/PUU-IX/2011. Bunyi penjelasan pasal 12 yang dihapus adalah:“Dalam pelaksanaan di lapangan, kegiatan pengukuhan kawasan hutan tidak selalu harus mendahului kegiatan penatagunaan hutan, karena pengukuhan kawasan hutan yang luas akan memerlukan waktu lama. Agar diperoleh kejelasan fungsi hutan pada salah satu bagian tertentu, maka kegiatan penatagunaan hutan dapat dilaksanakan setidak-tidaknya setelah ada penunjukan.”

b. Merubah ketentuan pasal 17 sebagai penyesuaian atas adanya perubahan kewenangan di bidang kehutanan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga bunyi pasal 17 menjadi:“Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat:a. Provinsib. Unit pengelolaan”

6) Pengelolaan HutanMengubah pasal 26 terkait pemanfaatan di hutan lindung, pasal 28 terkait pemanfaatan hutan produksi, pasal 41 terkait rehabilitasi hutan. Pemanfaaran di hutan lindung dibatasi kegiatannya untuk mengurangi kerusakan hutan. Sehingga bunyi pasal 26, pasal 28, dan pasal 41 menjadi:Pasal 26(1) Pemanfaatan hutan lindung dilakuka dengan ketentuan:

a. Tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi hutan lindung;

b. Pengolahan tanah terbatas;c. Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik

dan sosial ekonomi;

Page 61: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

54 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

d. Tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; e. Tidak membangun sarana dan prasarana yang

mengubah bentang alam dan/atauf. Tidak merusak keseimbangan unsur-unsur lingkungan

(2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib digunakan oleh pemegang izin sesuai dengan peruntukkannya.

(5) Izin sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dievaluasi secara berkala oleh Menteri paling sedikit setiap 1 (satu) tahun sebagai dasar kelangsungan izin.

Pasal 28(1) Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan

kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

(2) Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan hayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib digunakan oleh pemegang izin sesuai dengan peruntukkannya.

Page 62: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 55

(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dievaluasi secara berkala oleh Menteri paling sedikit setiap 1 (satu) tahun sebagai dasar kelangsungan izin.

Pasal 41 (1) Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui

kegiatan:a. reboisasi;b. penghijauan; c. pemeliharaan;d. pengayaan tanaman; ataue. penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif

dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. (2) Kegiatan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan.

7) Pengawasan HutanPerubahan pada pasal 60 mengenai pengawasan hutan

dengan menambahkan 1 ayat, sehingga bunyi pasal 60 menjadi:Pasal 60 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya wajib melakukan pengawasan kehutanan.(2) Masyarakat dan/atau perorangan berperan serta dalam

pengawasan kehutanan.(3) Dalam hal masyarakat dan/atau perorangan melakukan

pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), masyarakat dan/atau perorangan mendapatkan perlindungan saksi, pelapor, dan informan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8) Masyarakat Hukum AdatMengenai Masyarakat Hukum Adat ditambahkan

ketentuan mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi

Page 63: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

56 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

tentang keberadaan masyarakat hukum adat dan mekanisme tahapan penyusunan Perda pengukuhan masyarakat hukum adat. Sehingga pasal 67 berbunyi:Pasal 671) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya

masih ada dan diakui keberadaannya berhak:a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari;b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan

hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan

c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.

(1a) Masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi unsur antara lain:

a. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;

b. ada wilayah hukum adat yang jelas;c. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya

peradilan adat yang masih ditaati; d. masih mengadakan pemungutan hasil hutan

di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari;

e. mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya atau sebagian;

f. mempunyai garis keturunan yang sama, yang berasal dari penduduk asli daerah tersebut;

g. mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama, sistem suku, pakaian, tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-hari, termasuk untuk mencari nafkah; dan

h. mempunyai bahasa sendiri.

Page 64: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 57

9) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(2a) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun melalui tahapan:

j. identifikasi masyarakat hukum adat;k. verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat; danl. penetapan masyarakat hukum adat.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengukuhan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1a), ayat (2), dan ayat (2a) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

9) Data dan InformasiPenambahan satu bab mengenai data dan informasi,

dengan bunyi pasalnya sebagai berikut: BAB IXA

DATA DAN INFORMASIPasal 67A(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya berkewajiban membangun, menyusun, mengembangkan, dan menyediakan sistem data dan informasi Kehutanan secara terintegrasi.

(2) Sistem data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk keperluan:a. perencanaan kehutanan;b. pengelolaan hutan;c. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan

latihan, serta penyuluhan kehutanan; dand. pengawasan.

Pasal 67B(1) Sistem data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 67A, meliputi:

Page 65: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

58 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

a. basis data;b. jejaring sumber informasi; danc. sumber daya manusia untuk manajemen sistem

informasi.(2) Basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

diperoleh melalui kegiatan inventarisasi Kehutanan.(3) Basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling

sedikit memuat informasi mengenai:a. Kawasan hutan;b. Perubahan kawasan hutan dan penggunaan kawasan

hutan;c. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan;d. Pelindungan hutan dan konservasi alam;e. Flora dan fauna; danf. Keamanan hutan dan kebakaran hutan.

(4) Basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diperbaharui oleh Menteri beserta menteri terkait lainnya atau lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan kewenangannya.

(5) Basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diperbaharui setiap 1 (satu) tahun.

Pasal 67CKetentuan lebih lanjut mengenai data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67A dan Pasal 67B diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10) Gugatan perwakilanMerubah pasal 71 mengenai gugatan perwakilan menjadi

sebagai berikut:Pasal 71(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan

kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau

Page 66: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 59

kepentingan masyarakat terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan terhadap pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

(4) Hak gugat perwakilan kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

11) PenyidikanPerubahannya pada menambah kewenangan dari PPNS,

sesuai yang ada di UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sehingga bunyi pasal 77 pada ayat (2) menjadi:(2) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), berwenang untuk: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan

atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana perusakan hutan;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana perusakan hutan;

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak perusakan hutan;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan,dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana perusakan hutan;

Page 67: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

60 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana perusakan hutan;

f. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana perusakan hutan;

h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat bukti tentang adanya tindakan perusakan hutan;

i. memanggil orang untuk didengar dan diperiksasebagai tersangka atau saksi;

j. membuat dan menandatangani berita acara dansurat-surat lain yang menyangkut penyidikanperkara perusakan hutan; dan

k. memotret dan/atau merekam melalui alat potretdan/atau alat perekam terhadap orang, barang,sarana pengangkut, atau apa saja yang dapatdijadikan bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.

12) Sanksi AdministratifPenambahan satu ketentuan mengenai sanksi

administratif. Untuk itu disisipkan satu bab mengenai Sanksi Administratif yang bunyi pasalnya sebagai berikut:

BAB XIIIASANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 77A(1) Setiap pemegang izin usaha yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), Pasal 28 ayat (3), dan Pasal 35 ayat (2) dikenai sanksi administratif.

Page 68: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 61

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis;b. paksaan;c. pembekuan izin; dan/ataud. pencabutan izin.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diawali dengan teguran tertulis.

(4) Jika dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah teguran tertulis diterima tidak dilakukan perbaikan, ditetapkan paksaan pemerintah.

(5) Paksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:a. penghentian sementara kegiatan produksi;b. pemindahan sarana produksi;c. pembongkaran;d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi

menimbulkan pelanggaran;e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atauf. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan

pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi hutan.(6) Jika dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah ditetapkan

paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terdapat perbaikan, dilakukan pembekuan izin.

(7) Jika dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah dilakukan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak terdapat perbaikan, dilakukan pencabutan izin dan pengenaan denda.

(8) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai ayat (7) tidak membebaskan pemegang izin dari sanksi pidana dan ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada Negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.

Page 69: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

62 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai ayat (8) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

13) Ketentuan PidanaAda pengaturan baru mengenai ketentuan pidana, dengan

melakukan perubahan-perubahan sebagai berikut:1) Perubahan mengenai ketentuan pidana dalam RUU

menyesuaikan pasal atau ayat yang dicabut oleh UU No. 13 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H)

2) Penyempurnaan kegiatan pidana yang belum diatur dalam UU P3H yaitu Pasal 50 ayat (3) huruf a, f, dan g.

3) Perubahan mengenai besaran pidana minimal dan maksimal serta penyesuaian terhadap besaran pidana denda.

4) Penambahan pidana untuk korporasi5) Sehingga bunyi pasal 78 dan Pasal 78A sebagai berikut:

Pasal 78(1) Setiap Orang yang dengan sengaja merambah kawasan

hutan, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan: a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri

kanan sungai di daerah rawa; c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;d. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak

sungai;e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi

dan pasang terendah dari tepi pantai.sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf b atau huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta

Page 70: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 63

pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(2) Setiap Orang dengan sengaja membakar hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, dipidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

(3) Setiap Orang karena kelalaiannya membakar hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(4) Setiap Orang dengan sengaja menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(5) Setiap Orang dengan sengaja menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf f dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima

Page 71: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

64 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(6) Setiap Orang karena kelalaiannya menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf f dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(7) Setiap Orang dengan sengaja melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka pada kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

(8) Setiap Orang dengan sengaja melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(9) Setiap Orang dengan sengaja menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i,

Page 72: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 65

dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(10) Setiap Orang dengan sengaja membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l, dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(11) Setiap Orang mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m, dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 78A(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat

(1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan/atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenai pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.

(2) Semua hasil hutan dari hasil tindak pidana dan/atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk

Page 73: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

66 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.

14) Ketentuan PeralihanAdanya beberapa perubahan ketentuan dalam

penyelenggaraan kehutanan, maka perlu ada proses tahapan penyesuaian. Selain untuk mempercepat proses dalam penyelenggaraan kehutanan. Untuk itu pada ketentuan peralihan ini, sehingga pada ketentuan peralihan ini berbunyi:1. Inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 wajib diselesaikan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

2. Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib diselesaikan paling lama 8 (delapan) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

3. Peraturan daerah tentang pengukuhan keberadaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) wajib diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

4. Izin usaha pemanfaatan yang telah ada tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

5. Penjelasan Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

6. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Page 74: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 67

PenutupBerbagai perubahan yang diajukan dalam draft RUU

tentang Perubahan Kedua UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ini tentunya belum final menjadi draft RUU, karena pada saat ini masih dalam proses penyusunan. Melalui Seminar Nasional ini diharapkan akan didapatkan masukan-masukan yang berharga yang dapat menjadi pertimbangan kembali untuk melakukan perbaikan draft RUU.

SLIDE PRESENTASI:

Page 75: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

68 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 76: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 69

Page 77: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

70 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 78: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 71

Page 79: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

72 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 80: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 73

Page 81: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

74 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 82: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 75

Page 83: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

76 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 84: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 77

Page 85: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

78 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

SESI TANYA JAWAB1. M. Gunawan Wibisono (Fakultas Kehutanan UGM)Pertanyaan dan tanggapan:

Apakah dalam penyusunan RUU Perubahan UU Kehutanan ini sudah dilakukan berdasarkan kajian akademis tentang UU Kehutanan, yang berisikan:• peraturan yang sedang atau sudah ada terkait

kehutanan, sejauh mana peraturan tersebut sudah diimplementasikan, dan halangan/kekurangan apa yang belum bisa diimplementasikan;

• sebab-sebab apa peraturan tersebut tidak bisa diimplementasikan di lapangan. Apakah karena mentalitas dari pelaksananya, ataukah karena definisi dari peraturan tersebut? Jika peraturan dalam implementasinya baik, maka perlu dipertahankan. Namun jika aturan tersebut tidak dapat diimplementasikan, karena ketidakjelasan aturannya, maka perlu ada perubahan;

• solusi apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?

• beberapa hal tersebut disusun dalam suatu matrik sehingga dapat terlihat apa permasalahannya dan bagaimana solusinya.

2. Suwito (Kemitraan Indonesia)Pertanyaan dan tanggapan:a. Konsep penguasaan hutan di UU 41/1999 sudah benar,

hanya saja pengaturan lebih lanjut sepertinya kawasan hutan dianggap sebagai hutan negara. Padahal bisa saja kawasan hutan itu tidak selalu hutan negara. Apakah mungkin ke depan kawasan hutan ada juga di hutan hak atau di hutan adat? Dalam Permenhut tentang hutan hak, disitu disebutkan bahwa kawasan hutan bisa ada di hutan

Page 86: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 79

hak ataupun hutan adat. Namun fungsi dari kawasan hutan itu harus tetap sesuai fungsinya. Sehingga tidak perlu khawatir jika ketika hutan negara menjadi hutan hak dan hutan adat tidak akan berubah menjadi APL (areal penggunaan lain).

b. Kemakmuran rakyat belum diterjemahkan dalam pasal-pasal RUU. Dapat saja diatur dalam satu bab berjudul Social Forestry.

3. Totok Dwi Diantoro (Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum UGM)

Pertanyaan dan tanggapanGugatan perwakilan di RUU (Pasal 71) berbeda dengan

konsep class action dan konsep legal standing. Di RUU masih rancu. Perlu kejelasan mau diarahkan kemana mengenai gugatan perwakilan ini. Di UU Pengelolaan Sampah ada mengatur tentang gugatan oleh masyarakat sipil, apakah di RUU ini akan menggunakan konsep tersebut. Jika itu dilakukan, maka hal ini dikhawatirkan akan mempersempit ruang gugat masyarakat sipil terhadap tata kelola kehutanan.

4. Jawaban untuk ketiga pertanyaan diatas:• Ini merupakan tradisi baru dalam pembentukan undang-

undang, dimana proses legislasi harus juga berdasarkan academic based legislation. Sehingga apa yang Badan Keahlian sampaikan dalam seminar ini seperti tentang gugatan perwakilan, sanksi, dan lain sebagainya, dimaksudkan agar mendapatkan banyak masukan dalam rangka perbaikan draft RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kedepan proses penyusunan UU harus melalui proses semacam ini, seminar selama proses penyusunan, untuk menghindari

Page 87: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

80 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

terjadinya gugatan atas UU yang dihasilkan DPR di Mahkamah Konstitusi.

• Cara kerja Badan Keahlian dalam penyusunan RUU memang melalui proses kajian, ada logical framework yang di dalamya ada existing regulation, problem, what the reason, solution dalam penyusunan Naskah Akademik. Untuk itu kami bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi untuk mengisi kekurangan-kekurangan kami dalam penyusunan Naskah Akademis ataupun draft RUU.

• Masukan-masukan tadi menjadi masukan bagi kami untuk memperbaiki kembali NA dan draft RUU ini.

Page 88: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 81

POKOK-POKOK PIKIRAN UGM UNTUK REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999

TENTANG KEHUTANAN

Oleh:Dr. Satyawan Pudyatmoko, M.Sc.

(Dosen Fakultas Kehutanan UGM)

Page 89: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

82 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

A. PendahuluanParadigma pengelolaan hutan Indonesia memerlukan

perubahan yang sangat mendasar. Fakta-fakta deforestasi dan degradasi hutan selama beberapa dekade terakhir menunjukkan kegagalan cita-cita pengelolaan hutan lestari dan pengawetan biodiversitas (Hansen et al., 2013; Margono et al., 2014; Myers et al., 2000; Tsujino et al., 2016). Beberapa penulis bahkan menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara bencana deforestasi. Akhir-akhir ini, penelitian membuktikan bahwa kesalahan pengelolaan hutan tidak hanya berakhir pada hilangnya tutupan hutan belaka, akan tetapi telah mengubah kondisi atmosfer dan iklim global serta proses biogeokimia (Coomes et al.,2014) yang pada akhirnya sangat memengaruhi tingginya intensitas bencana hidrometereologi, resiliensi ekosistem hutan dan produktivitas primer bumi. Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerus akan membahayakan tidak hanya semua mahkluk hidup termasuk manusia.

Telah disadari tiga dari sembilan indikator yang menunjukkan batas-batas keamanan bumi untuk dihuni manusia telah terlampaui. Ketiga parameter tersebut adalah hilangnya biodiversitas, perubahan iklim dan siklus nitrogen (Rockström et al., 2009), dua kriteria pertama sangat terkait dengan kerusakan hutan, terutama hutan tropika. Akar permasalahan dari semua ketidakberesan pengelolaan hutan di Indonesia adalah cara pandang terhadap hutan yang bersifat parsial, tidak komprehensif dan berorientasi pada keuntungan jangka pendek yang makin diperparah dengan tidak transparannya pengelolaan hutan dan pengawasan yang lemah yang menyebabkan terbukanya celah-celah penyelewengan dalam urusan perijinan sektor kehutanan. Dominasi paradigma pembangunan yang eksploitatif terhadap alam dan kemanusiaan semakin menjauhkan masyarakat dari cita cita kemerdekaan NKRI.

Page 90: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 83

Tidak komprehensifnya cara pandang terhadap nilai dan fungsi hutan tercermin dalam pengelolaan ekosistem melalui kebijakan tata ruang mengikuti prinsip land sparring (pemisahan secara spasial fungsi produksi, lindung dan konservasi) dan bukan land sharing. Hakikat mendasar hutan adalah ekosistem, dengan keseluruhan fungsinya. Memang sebagian produk final hutan seperti kayu, serat, bahan pangan dan lain-lain., dapat disubstitusi dengan produk lain bahkan dengan kemajuan teknologi peran produk-produk tersebut makin berkurang. Akan tetapi peran ekosistem hutan (supporting, regulating, cultural dan provisioning services) tidak akan tergantikan meskipun teknologi berkembang pesat dan tidak tergantikan oleh bentuk ekosistem yang lain (Bouma dan Beukering, 2015; Kareiva et al., 2011; ). Selain itu, karena kesesatan berpikir yang sangat mendasar terhadap hakikat hutan, pemaksaan pembagian hutan yang tidak sesuai dengan kodratnya adalah kelemahan pemerintah yang terlalu mengadopsi kepentingan komersial (pemodal besar) dengan mengorbankan kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat. Pola tara ruang (land sparring/segregation concept) ini telah menjadi spirit UU 41/1999 tentang Kehutanan sehingga momentum revisi UU ini harus digunakan UGM untuk kembali kepada konstitusi.

Sejak awal, pada tahap pembahasan UU 41/1999 sampai dengan disahkan dan diundangkan, akademisi Fakultas Kehutanan UGM menentang keras konsep ekosistem hutan yang telah direduksi dalam fungsi yang terpisah-pisah. Disinyalir, berbagai praktek pengelolaan hutan yang bersifat eksploitatif tersebut telah dimungkinkan oleh adanya berbagai konsep yang (secara disengaja?) keliru di dalam isi UU 41/1999 yang menekankan adanya fungsi produksi kayu dan non kayu (produk final) dengan mengabaikan fungsi utama sebuah hutan dalam bentuk ekosistem sebagai

Page 91: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

84 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

sistem penyangga kehidupan. Dalam sejarahnya, UU tersebut sebenarnya telah ditolak oleh para akademisi Fak Kehutanan UGM pada waktu tahapan sebelum diundangkan. Berbagai upaya untuk merevisi UU tersebut belum pernah dilakukan hingga tiba momentum saat ini, ketika berbagai dampak kerusakan hutan dan lingkungan telah terjadi pada tahapan yang makin serius dan menyengsarakan manusia dan mahluk hidup lainnya di Indonesia.

Kekhawatiran yang sama terjadi ketika rencana revisi UU 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya akan dilakukan dengan menghilangkan kata “ekosistem”. Hal ini akan mengakibatkan pengelolaan sumber daya alam yang semakin melenceng dan berakibat pada kerusakan yang makin parah. Akademisi UGM mendesak agar revisi UU 41/1999 dilandasi oleh spirit dan filosofi serta sosiologi yang jelas terkait pengelolaan sumber daya alam terutama hutan. Pergantian mindset yang keliru dalam mengelola ekosistem hutan sangat urgent untuk segera dicerahkan (enlightnment) agar mampu membentuk modal sosial bangsa menuju peradaban yang mampu melestarikan ekosistem. Hutan tropis adalah identitas bangsa Indonesia, pasang-surut bangsa serta hancur atau lestarinya kebudayaan Indonesia akan sangat ditentukan kemampuan bangsa ini dalam mengelola hutannya. Sejarah dunia menunjukkan hancurnya peradaban-peradaban besar karena kegagalan mengelola hutan. Semoga Indonesia terhindar dari hal ini.

Pendekatan parsial sifatnya jangka pendek, sedangkan pendekatan total sifatnya menyeluruh. Pendekatan total dilakukan dengan merumuskan pokok pikiran terlebih dahulu baru operasional. Pendekatan parsial dilakukan dengan merumuskan hanya pasal-pasal yang akan dilakukan perubahan (menambah pasal atau mengubah).

Page 92: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 85

B. Pengelolaan Hutan Berbasis EkosistemParadigma pengelolaan hutan harus beralih dari sustained

yield (yang berfokus hanya pada satu produk) ke sustainable human-forest ecosystem sebagai paradigma pengelolaan hutan yang bertujuan untuk menyelaraskan kebutuhan manusia dengan kelestarian alam. Dalam hal ini ekonomi adalah sub sistem dari sistem ekologi, bukan sebaliknya. Paradigma ini dilandasi kesadaran keterbatasan carrying capacity bumi serta keterbatasan teknologi yang tidak akan mampu menggantikan sistem ekologis yang sehat dan ekosistem yang resilience. Davis et al. (2005) memaparkan evolusi perkembangan paradigma perubahan pengelolaan hutan lestari pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Evolution of Viewpoints on Sustainable Forests

Sustainable Forest View

Common name

Sustained yield

Multiple used sustained yield

Naturally functioning forest ecosystem

Sustainable human-forest ecosystem

Relationship of human to nature

Humans dominate nature

Humans dominate nature

Humans largely ignored

Humans and nature co-exist

Human population consideration in planning

Not explicit; some in demand for timber

Not explicit; some in demand for goods and services

no Human desires considered in the context of a baseline level of environmental protection

Page 93: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

86 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Sustainable Forest View

Common name

Sustained yield

Multiple used sustained yield

Naturally functioning forest ecosystem

Sustainable human-forest ecosystem

Principle forest conditions and outcomes of concern

Commercial timber

Timber, water, forage, recreation, wildlife

Forest compositions, structures, and processes; native species

All of the preceeding

Menurut perspektif ekologi, ekosistem hutan adalah interaksi antara komunitas makhluk hidup yang didominasi pepohonan dengan komponen abiotik membentuk suatu sistem. Dominasi pepohonan menjadikan ekosistem hutan secara ekologis berfungsi dasar sebagai pengikat karbon, penyedia biomassa-energi dan oksigen melalui proses fotosintesis, penyerap air hujan, pengikat tanah, dan pelindung makhluk hidup yang lain. Fungsi tersebut terjadi melalui proses yang melibatkan aliran materi dan energi yang bersiklus dan menyatukan komponen ekosistem tersebut. Semakin tertutup siklus tersebut, semakin lama eksistensi ekosistem hutan.

Fungsi ekologis ekosistem hutan tersebut sebagian dimanfaatkan manusia sebagai jasa ekosistem: perlindungan sistem penyangga kehidupan (supporting service), penyedia materi dan energi (provisioning service), penjaga keseimbangan ekosistem (regulating service), dan budaya (cultural service). Pengelolaan hutan bertujuan akhir untuk mendapatkan jasa ekosistem tersebut dalam waktu yang tak terbatas (lestari). Kelestarian jasa tersebut dicapai dengan menjaga eksistensi ekosistem hutan dengan cara menjaga keberadaan struktur

Page 94: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 87

ekosistem hutan (yang dominasi pepohonan) dan interaksinya (aliran materi dan energi) dalam siklus yang se-tertutup mungkin.

Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi produksi, lindung dan konservasi adalah tidak tepat dengan alasan (1) fungsi tersebut diatas adalah turunan (bukan merupakan fungsi dasar) ekosistem hutan, (2) pembagian kawasan tersebut berpotensi menyebabkan gangguan aliran materi dan energi dalam siklus ekosistem hutan (sebagai perbandingan lihat Dressler et al., 2016).

C. Pokok-Pokok Pikiran1. Spirit Revisi

Spirit revisi UU 41 harus mengacu pada penyelesaian permasalahan serius terkait pengelolaan hutan yang sedang dihadapi bangsa dan telah dan/atau sedang mengancam ketahanan nasional, sebagai berikut:a. Mengatasi bencana akibat kerusakan hutan

Kerugian ekonomi dan penderitaan manusia secara nasional makin parah akibat peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam hidrometeorologi (banjir, longsor, kekeringan, kebakaran yaitu kurang lebih 95% dari bencana alam nasional) serta penurunan produktifitas sektor pertanian-perkebunan-peternakan yang mengancam ketahanan pangan dan perolehan devisa nasional akibat kerusakan hutan yang makin meluas. Kondisi ini makin diperburuk oleh dampak perubahan iklim. Hal ini merupakan konsekuensi adanya pengarusutamaan fungsi hutan lebih sebagai penghasil komoditas dan bukan sebagai life supporting system demi kesinambungan perikehidupan bangsa. Fungsi utama sebuah hutan harus dinilai dari kontribusi supporting system tersebut sehingga keberadaan (luasan dan konfigurasi

Page 95: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

88 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

spasialnya) serta kualitas tegakan hutan (terutama hutan alam atau yang mendekati) pada sebuah bentang alam harus mampu memberi kepastian adanya fungsi perlindungan terhadap bencana hidrometeorologi. Perubahan paradigma pengelolaan hutan ini diharapkan akan mampu memberikan kepastian adanya status (hutan tetap) dalam hal tataruang sekaligus mengantarkan sektor kehutanan menjadi kuat dan disegani (leading sector dalam pembangunan). Mandat ini mengamanatkan adanya program penataan ulang bentang alam dan penerapan restorasi ekosistem sebagai instrumen utama dalam membangun bentang alam yang memiliki resilience tinggi terhadap bencana alam.

b. Perubahan rejim pengelolaan hutanRejim pengelolaan hutan masih merupakan agenda besar

kaum elit sehingga terlalu berpihak pada target penerimaan devisa negara dan telah melahirkan sistem yang bertumpu kepada pelaku usaha korporasi dengan daya saing rendah terkait dengan berbagai praktek tatakelola yang buruk yang berdampak langsung terhadap kerusakan hutan dalam skala masif. Sistem tersebut telah melembaga pada berbagai peraturan. Agenda elit ini juga terkait penguasaan sumberdaya alam yang kebetulan berada pada kawasan hutan (tambang minerba dan migas, land banking untuk sawit dan lain-lain) yang juga terkait langsung pada skenario hegemoni sektor perbankan. Dominasi akses hutan oleh korporasi telah mengakibatkan ketimpangan akses terhadap sumberdaya hutan dan telah memicu lahirnya kemiskinan masyarakat desa hutan serta konflik agraria yang makin merebak yang juga mengakibatkan makin rendahnya keamanan investasi dalam sektor kehutanan. Pada saat akses yang tidak adil dan dukungan kelembagaan demokrasi ekonomi belum tersedia, kemiskinan masyarakat desa hutan telah menjadi

Page 96: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 89

fenomena seperti mati di lumbung padi. Sebaliknya, berbagai ketidakpastian mengenai akses SDA telah mendorong adanya perambahan hutan oleh masyarakat baik sendiri maupun terorganisir. Upaya penyejahteraan ini terkendala oleh tidak adanya kelembagaan yang mendorong adanya demokrasi ekonomi dan pelabelan ilegal pada berbagai inisiatif masyarakat, karena memang tidak comply terhadap aturan yang tidak memihak.

c. Penguatan daya saingPrinsip pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu

hanya diperbolehkan jika telah dikelola secara lestari, namun hingga saat ini kekayaan-keragaman hasil hutan yang telah dimanfaatkan masih didominasi oleh produk mentah/setengah jadi/produk jadi miskin inovasi teknologi dan pemasaran sehingga masih bernilai rendah sehingga belum mampu menggerakkan ekonomi berdaya saing tinggi yang berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan yang lebih luas. Inovasi dalam pemanfaatan hasil hutan ini perlu digalakkan agar mampu berperan menjadi salah satu penopang utama ekonomi kreatif dan ekonomi masa depan bangsa dalam bidang biomaterial, pangan, energi, farmasi, ekowisata dan lain-lain dengan dukungan program iptek, SDM dan skema penguatan ekonomi strategis.

d. Memperkuat komoditas di pasar globalFenomena global adanya peningkatan konsentrasi gas

rumah kaca beserta dampak perubahan iklim dan musnahnya sumber daya alam hayati telah menempatkan negara yang memiliki tingkat deforestasi tinggi seperti Indonesia sebagai pihak utama yang harus bertanggung jawab sehingga telah mendapat tekanan pasar global yang berdampak terhadap turunnya daya saing perdagangan komoditas berbasis lahan. Oleh karena itu perlindungan dan restorasi harus diutamakan

Page 97: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

90 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

pada kawasan hutan yang memiliki tipologi penyimpan karbon dan biodiversitas tertinggi yang akan merupakan aset global dan juga dapat digunakan sebagai bahan advokasi dan diplomasi global guna kepentingan bangsa dan kemanusiaan.

2. Dasar-Dasar Filosofi Undang-Undang Pokok Kehutanan

a. Hutan adalah satuan hamparan sumberdaya alam yang merupakan persekutuan (interaksi) antara unsur-unsur hayati dan non-hayati, yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan ekosistem.

b. Fungsi hutan yang paling utama (necessary condition) adalah sebagai salah satu ekosistem dan lingkungan, yang oleh karena itu fungsi hutan adalah sebagai supporting system bagi seluruh sektor kegiatan manusia. Fungsi fungsi lainnya seperti fungsi produksi merupakan fungsi sekunder saja (sufficiency condition) yang bisa diberikan hutan apabila hutan yang bersangkutan bisa dikelola dengan baik mampu menghasilkan produk kayu secara lestari.

c. Berbeda dengan SDA lainnya (tambang, kebun, sawah) hutan memberikan dua kelompok fungsi baik sebagai stock maupun flow. Sebagai stock ia berperanan sebagai komponen ekosistem dengan fungsi-fungsi supporting, regulating dan cultural services. Sedangkan dalam bentuk flow ia memberikan produk hasil hutan (provisioning service) seperti kayu, air, udara dan lain-lain. Fungsi flow sangat bergantung pada stock. Apabila stock hancur tidak saja flow yang rusak tetapi fungsi-fungsi yang lain juga akan hilang. Fungsi stock paling optimum dalam hutan alam. Penilaian hutan hanya berdasarkan flow-saja (itupun terbatas kayu) sangat merendahkan nilai hutan. Sebab kerusakan hutan

Page 98: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 91

dan alih fungsi adalah kesalahan persepsi yang sangat mendasar tentang nilai penting hutan.

d. Dikarenakan fungsi utama hutan adalah seperti tersebut di muka, hutan memberikan peranan vital bagi manusia yang antara lain bahwa apabila terjadi kerusakan ekosistem bisa menimbulkan bencana ekosistem yang bisa mengancam kehidupan manusia termasuk kehancuran perekonomian masyarakat. Dalam hal inilah hutan ikut menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (rakyat terbebas dari resiko bencana ekosistem/losses avoidance).

e. Ditinjau dari fungsi utama hutan, maka penilaian terhadap hasil produksi kayu bukanlah diukur dalam kemampuan hutan untuk menghasilkan kayu, melainkan diukur dari kemampuan hutan untuk menghasilkan “sumber daya kayu” yakni adalah tegakan pohon yang beranekaragam berdiri hidup (timber standing stock), sebab jika hanya pohon-pohon yang beragam tersebut tumbuh dengan produktif dan sehat (struktur dan fungsi ekosistem baik) maka fungsi hutan akan optimum.

f. Tegakan pohon berdiri adalah unsur tegakan hutan yang sangat vital, karena hutan yang tidak ditumbuhi pohon adalah semak bukan hutan. Hasil kayu yang diperoleh dengan menebang pohon adalah merupakan hasil kegiatan lanjutan (logging) pengelolaan hutan.

g. Dikarenakan fungsi hutan yang utama adalah ekosistem dan lingkungan, maka adalah logis bahwa ada hutan-hutan yang dimiliki dan dikuasai negara atas nama publik yang disebut sebagai hutan negara. Hutan non Hutan Negara meskipun tidak dimiliki negara tetap dikuasai negara.

h. Pengelolaan hutan lestari harus menjauhkan semua ancaman terhadap eksistensi ekosistem hutan (over harvesting, forest loss, forest fragmentation, dan lain-lain.).

Page 99: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

92 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Kawasan hutan harus dikelola sebagai satu kesatuan ekosistem untuk menjamin eksistensi dan fungsi dasar ekologisnya, namun memungkinkan dimanipulasi (dengan teknik land sharing-sparing) untuk meningkatkan fungsi turunannya (jasa ekosistem) dengan tidak menggangu fungsi dasar tersebut diatas.

SLIDE PRESENTASI

Page 100: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 93

Page 101: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

94 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 102: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 95

Page 103: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

96 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 104: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 97

SESI TANYA JAWAB1. Suwito (Kemitraan Indonesia)Pertanyaan dan Tanggapan:a. Konsep Penguasaan hutan, sudah jadul, warisn jaman

colonial Belanda serta banyak inkonsistensi mengenai pengertian kawasan hutan.

b. Permen 32/2016 tentang Hutan Hak, bukan hutan negara, fungsinya tetap sebagai hutan.

c. 30% kawasan hutan di Indonesia, dikuasai oleh 25 konglomerat besar.

d. Masukkan Hutan Masyarakat, Hutan Desa, HTR, Kemitraan Kehutanan, Hutan adat. Sekaligus diatur mengenai PERHUTANAN SOSIAL.

Jawaban:30% asalnya dari mana?

a. Di Jerman, 30%, di Belanda tidak sampai 30%Seharusnya 30% dari wilayah kesatuan ekosistem (biasanya ada batas alam : DAS), bukan 30% dari wilayah kesatuan admisnitrasi.

b. Untuk penentuan luas hutan dalam suatu wilayah kesatuan ekosistem, harus diperhatikan hujan rata-rata yang terkumpul dalam 1 musim (musim hujan), sehingga hutan mampu menjalankan fungsinya.

c. Tujuan fungsi hutan harus dikedepankan, dibandingkan dengan fungsi produktif. Untuk itu harus dirubah pemilihan pola silvikutur dalam manajemen hutan di Perum Perhutani.

Page 105: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

98 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

PERUBAHAN/REVISIUNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999

TENTANG KEHUTANAN: PARSIAL ATAU TOTAL

Oleh:Prof. Dr. Maria SW Sumardjono, SH., MCL., MPA.

(Dosen Fakultas Hukum UGM)

Page 106: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 99

Pendekatan parsial sifatnya jangka pendek, sedangkan pendekatan total sifatnya menyeluruh. Pendekatan total dilakukan dengan merumuskan pokok pikiran terlebih dahulu baru operasional. Pendekatan parsial dilakukan dengan merumuskan hanya pasal-pasal yang akan dilakukan perubahan (menambah pasal atau mengubah).

A. Pendekatan/Model Penyusunan Revisi UU Secara ParsialPendekatan/model penyusunan revisi Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU tentang Kehutanan) parsial dengan asumsi bahwa paradigma hutan sebagai kesatuan ekosistem dalam UU tentang Kehutanan masih relevan. Terutama dengan pasal yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang sifatnya final dan binding.

Langkah atau cara kerja yang dilakukan yaitu:1. Melakukan perubahan secara parsial, terutama terhadap

pasal-pasal yang dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi melalui Putusan MK.a. Putusan Nomor 34/PUU-IX/2011, untuk perkara

pengujian Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999.

b. Putusan Nomor 45/PUU-IX/2011, untuk perkara pengujian Pasal 1 ayat (3), UU Nomor 41 Tahun 1999.

c. Putusan Nomor 95/PUU-XII/2014, untuk perkara pengujian UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

d. Putusan Nomor 95/PUU-XII/2014, untuk perkara pengujian UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Page 107: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

100 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

2. Penyusunan Naskah Akademik tidak selalu menjadi jiwa dan arah penyusunan perubahan UU. Hasil dari pendekatan parsial adalah dengan penambahan pasal dan atau ayat dan/atau perubahan pasal. Karakteristik dari pendekatan parsial yaitu praktis-pragmatis, bersifat reaktif, parsial-inkremental (hanya bagian-bagian tertentu), dan jangkauannya adalah jangka pendek-menengah. Paling bagus jangkauannya menengah.Beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materiil UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu:a. Putusan Nomor 34/PUU-IX/2011, untuk perkara

pengujian Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999. Isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut antara lain penguasaan hutan oleh negara harus memperhatikan dan menghormati hak hak atas tanah masyarakat.

b. Putusan Nomor 45/PUU-IX/2011, untuk perkara pengujian Pasal 1 ayat (3), UU Nomor 41 Tahun 1999. Isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut antara lain pengukuhan kawasan hutan harus segera dituntaskan untuk menghasilkan kawasan hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan. Sebelumnya hanya penunjukan tanpa melalui penetapan. Ada sekitar 40% belum ditetapkan. Untuk menjamin adanya kepastian hukum perlu adanya penetapan definitif dengan batas-batasnya.

c. Putusan Nomor 95/PUU-XII/2014, untuk perkara pengujian UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut antara

Page 108: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 101

lain hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat hukum adat (MHA).

d. Putusan Nomor 95/PUU-XII/2014, untuk perkara pengujian UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.Isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut antara lain ketentuan pidana dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e dan huruf i tidak berlaku pada masyarakat yang hidup turun temurun dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.

Contoh model/pendekatan perubahan undang-undang secara parsial yaitu UU Nomor 1 Tahun 2014 yang merupakan perubahan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil (PWP3K). Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 menyatakan bahwa Pasal 1 angka 18, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 50, Pasal 51, Pasal 60 ayat (1), Pasal 71, dan Pasal 75 bertentangan dengan Konstitusi.

Hasil perubahan pada UU Nomor 1 Tahun 2014 yaitu di luar perubahan dalam ketentuan umum (Pasal 1) terkait, terdapat perubahan sebagai berikut:1. Kelompok perencanaan: Pasal 14 tidak eksplisit

dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tetapi secara implisit menyiratkan bertentangan dengan Konstitusi.

2. Kelompok perizinan: Hak Pengusahaan Kawasan Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil (HP-3) dirubah menjadi izin, yakni izin Lokasi dan izin pengelolaan.

3. Kelompok kewenangan: mempertegas pembagian kewenangan antara Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota terkait jenis/ macam izin dan ruang lingkupnya.

Page 109: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

102 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

4. Kelompok Hak dan Kewajiban: merubah dan mempertegas hak dan kewajiban masyarakat, termasuk masyarakat hukum adat, masyarakat lokal, dan tradisional.

5. Kelompok sanksi: perubahan pengaturan tentang sanksi administratif dan pidana.

B. Pendekatan/Model Penyusunan Revisi Secara Total/MenyeluruhPendekatan/model penyusunan revisi Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU tentang Kehutanan) total dengan asumsi bahwa:1. Paradigma hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem

berikut filosofi/ konsep, prinsip, dan operasionalisasinya dalam UUK sudah harus dirubah/diluruskan kembali karena sudah bergeser dari maknanya yang hakiki disebabkan karena berbagai pertimbangan kepentingan praktikal (ekonomi, politik, dan lain-lain) dengan segala dampaknya baik dari segi normatif maupun empiris .

2. Pergeseran makna terkait semangat konstitusi telah berakibat terhadap dibatalkanya berbagai pasal UU tentang Kehutanan melalui setidaknya 4 putusan Mahkamah Konstitusi.

3. UUK tumpang tindih dengn UU sektoral lain (antara lain: UUPA, UU tentang penataan ruang/UUPR) dengan dampak antara lain: 1) ketimpangan dan ketidakadilan dalam struktur penguasaan, kepemilikan , penggunaan dan pemanfaatan sumber daya hutan (SDH); 2) timbul dan berlangsungnya berbagai sengketa / konflik dalam berbagai skala dan intensitasnya; 3) penurunan kualitas lingkungan dalam berbagai bentuk.

4. Makna “Negara menguasai “ atas hutan menurut UUK sudah harus dirubah sesuai Putusan MK No. 001/PUU-I/2003 dan Pts 021-022/PUU-I/2003.

Page 110: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 103

Lima bentuk kewenangan negara adalah sebagai berikut:1. pengaturan (regeleendaad) yaitu dalam pengaturan

kehutanan harus memperhatikan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Pengaturan kehutanan juga harus partisipatif dan memperhatikan penataan ruang.

2. pengelolaan (beheersdaad)3. kebijakan (beleid) 4. pengurusan (bestuursdaad)5. pengawasan (toezichthoundensdaad) yaitu perlunya

pembinaan dan penegakan hukum kehutanan.

Tolok ukur “sebesar - besar kemakmuran rakyat “ sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 adalah:1. adanya kemanfaatan SDA bagi rakyat.2. tingkat pemerataan manfaat SDA bagi rakyat3. Tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat

SDA; dan 4. penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun

dalam memanfaatkan SDA.

Prinsip-prinsip pengelolaan SDA dalam UUK perlu ditinjau ulang. Dengan terbitnya TAP MPR RI No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, maka semua pembentukan peraturan perundang-undangan terkait SDA harus sesuai dengan prinsip - prinsip sebagaimana dirumuskan dalam TAP MPR RI No IX/MPR/2001 tersebut.

Langkah/cara kerja dalam pendekatan total yaitu:1. Diperlukan kesamaan cara pandang dari berbagai

stakeholder terkait, yang memuat antara lain: a. paradigma hutan sebagai kesatuan ekosistem (konsep

hutan, ekosistem, fungsi penyangga kehidupan, pembagian hutan, kelestarian, prinsip pengelolaan)

Page 111: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

104 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

b. peran hutan sebagaimana dimuat dalam UUK dan permasalahan yang terjadi

c. nilai-nilai pengelolaan SDH dan ekosistem dalam memperkuat modal sosial-budaya dalam pelestarian

d. prinsip - prinsip pengelolaan SDH dan ekosisteme. sifat dan arah pembentukan RUU dan penegakannya

(politik hukum pengelolaan SDH)f. Penyusunan Pokok-pokok Pikiran tentang perubahan

RUUKg. Perlu adanya konsultasi publik Pokok-pokok Pikiran

tentang perubahan RUUKh. Penyusunan NA dan RUU. Setelah pokok pikiran

disepakati.i. Konsultasi publik NA dan RUUj. Penyempurnaan RUUk. Penyerahan RUU. Diserahkan kepada Komisi IV

2. Hasil dari pendekatan total adalah UU baru yang komprehensif dan partisipatif.

3. Karakteristik pendekatan total yaitu konseptual-operasional, komprehensif, cara berfikir yang reflektif, dan jangkauan UU adalah jangka panjang.

Page 112: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 105

SLIDE PRESENTASI:

Page 113: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

106 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 114: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 107

Page 115: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

108 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 116: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 109

SESI TANYA JAWAB1. Sadino (GAPKI)Pertanyaan dan Tanggapan:a. Penggunaan frasa “dan/atau” kawasan hutan dalam uji

materiil dihapuskan Mahkamah Konstitusi yaitu dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45. Kawasan hutan ditetapkan bukan hanya ditunjuk. Dengan ada putusan MK, diharapkan pengukuhan kawasan hutan menjadi prioritas.

b. Mengenai hak pihak ketiga, suku badui dikatakan masuk ke kawasan hutan, padahal sudah ada lebih dulu dibandingkan kawasan hutannya.

Jawaban:Dalam Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 mengenai

adat diatur dalam beberapa undang-undang di setiap sektor.

Page 117: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

110 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Saat ini telah ada RUU ttg perlindungan masyarakat hukum adat. UU Nomor 1 Tahun 2016 mengatur mengenai definisi yang kriterianya mengikuti ketentuan dalam Pasal 18B.

Saat ini telah ada Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 mengenai adat. Dalam Putusan MK Nomor 35 diputuskan bahwa hutan adat yaitu hutan yag berada di kawasan hukum adat.

2. M. Gunawan Wibisono (Fakultas Kehutanan UGM)Pertanyaan dan tanggapan:

Perlu adanya kajian terhadap peraturan yang sudah diundangkan dan evaluasi pelaksanaannya.

Jawaban:Naskah Akademik dan RUU yang dihasilkan oleh

Badan Keahlian DPR RI akan dijadikan bahan. Masukan dan tanggapan akan digunakan untuk menyempurnakan pokok-pokok pikiran sehingga diperlukan matriks, yang berisi undnag-undangnya seperti apa, perubahan dan solusimya.

3. Rubianto (Pusat Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Pertanyaan dan Tanggapan:Perlu dilakukan penyisiran terhadap peraturan

perundang-undangan terkait dengan UU tentang Kehutanan.

Jawaban:Harus dilakukan penyisiran terhadap peraturan

perundang-undangan terkait dengan UU tentang Kehutanan termasuk terhadap beberapa Peraturan Menteri Kehutanan yang diterbitkan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi dijamin tidak bertentangan dengan sektor lain.

Page 118: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 111

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DALAM PERSEPEKTIF

APLIKASI ILMU KEHUTANAN

Oleh:Dr. Sofyan P. Warsito

(Dosen Fakultas Kehutanan UGM)

1. Dampak UU 41/1999 terhadap Situasi Kehutanan IndonesiaParadigma pembangunan yg eksploitatif terhadap

alam dan kemanusiaan semakin menjauhkan masyarakat dari cita cita kemerdekaan NKRI, yang dalam UUD Pasal 33

Page 119: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

112 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

ayat (3) disebutkan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Pembangunan yang eksploitatif kurang menimbang keberlangsungan ekosistem sehingga mengancam keberadaan hutan di masa yang akan datang.

Pengelolaan ekosistem melalui kebijakan tata ruang saat ini masih mengikuti prinsip land sparring dan bukan land sharing. Selain itu, kebijakan saat ini dinilai terlalu mengadopsi kepentingan komersial (pemodal besar) dengan mengorbankan kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan Hutan lebih menekankan adanya fungsi produksi kayu dan non kayu. Pembedaan berdasarkan jenis ini mengurangi nilai produksi non kayu yang sebenarnya menyumbang pendapatan yang lebih tinggi ketimbang nilai produksi kayu. Selain itu, produksi non kayu dinilai lebih berkelanjutan karena tidak mengurangi tegakan/pohon yang menjadi komponen utama hutan.

Pembagian fungsi hutan sebagai hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi mengurangi makna bahwa hutan memiliki fungsi dasar sebagai sistem penyangga kehidupan. Implementasinya, hutan produksi tidak memiliki fungsi konservasi, padahal hutan produksi tetaplah hutan yang memiliki fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan.

Berbagai dampak kerusakan hutan dan lingkungan telah terjadi pada tahapan yang makin serius dan ditengarai karena salah konsep di dalam UU tsb yang kemudian telah diikuti oleh berbagai peraturan perundangan di bawahnya. Sehingga momentum revisi Undang undang 41/1999 harus digunakan untuk kembali kepada amanat konstitusi.

Page 120: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 113

2. Prinsip-Prinsip Perubahan yang Harus Muncul dalam Revisi UU KehutananRevisi UU Kehutanan harus memiliki spirit perbaikan

kondisi hutan yang telah terlanjur rusak. Perlu dicermati bahwa latar belakang penyusunan UU Kehutanan dan atmosfer politik, ekonomi, dan politik ekologi, serta proses dan discourse yg berlangsung pada saat penyusunan dan pengundangannya.

Landasan Filosofis revisi UU Kehutanan perlu lebih jelas menggarisbawahi konsep hutan, ekosistem, fungsi penyangga kehidupan, pembagian hutan, kelestarian hutan, serta prinsip pengelolaan yg harus dilakukan.

Landasan Sosio-antropologis revisi UU Kehutanan perlu memahami peran hutan dalam jatuh bangunnya peradaban dunia, sejarah kritis pengelolaan sumberdaya hutan di daerah tropis dan bioma lainnya, akar permasalahan perusakan sumberdaya hutan dan merebaknya bencana akibat perusakan SDH dan ekosistem, serta bagaimana peran UU dalam berkontribusi menyelesaikan masalah tersebut.

Nilai-nilai pengelolaan sumberdaya hutan dan ekosistem yang perlu diangkat dalam konstitusi nasional adalah memperkuat modal sosial (kebudayaan) dalam pelestarian. Prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya hutan dan ekosistem perlu mengadopsi kearifan lokal, selain ilmu pengetahuan.

3. Dasar-Dasar FilosofisHutan adalah satuan hamparan sumberdaya alam yang

merupakan persekutuan (interaksi) antara unsur-unsur hayati dan non-hayati yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan ekosistem. Fungsi hutan yang paling utama (necessary condition) adalah sebagai salah satu komponen ekosistem dan lingkungan, yaitu sebagai supporting system bagi seluruh sektor kegiatan manusia. Fungsi-fungsi lainnya,

Page 121: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

114 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

seperti fungsi produksi, merupakan fungsi sekunder saja (sufficiency condition) yang bisa diberikan hutan apabila hutan yang bersangkutan bisa dikelola dengan baik mampu menghasilkan produk kayu secara lestari.

Berlainan dengan sumber daya alam lainnya, misalnya tambang, hutan memberikan dua kelompok fungsi baik sebagai stock maupun flow-nya. Sebagai stock ia berperanan sebagai komponen ekosistem. Sedangkan dalam bentuk flow ia memberikan produk hasil hutan, seperti kayu dan lainnya.

Hutan memiliki peranan vital bagi manusia yang bila tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan kerusakan ekosistem yang memicu terjadinya bencana ekosistem yang dapat mengancam kehidupan manusia, termasuk kehancuran perekonomian masyarakat. Dalam hal, hutan ikut menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menghindarkan manusia dari resiko bencana ekosistem (losses avoided).

Ditinjau dari fungsi utama hutan, maka penilaian terhadap hasil produksi kayu bukanlah diukur dalam kemampuan hutan untuk menghasilkan kayu, melainkan diukur dari kemampuan hutan untuk menghasilkan “sumber daya kayu”, yakni tegakan pohon yang berdiri hidup (timber standing stock). Tegakan pohon berdiri adalah unsur tegakan hutan yang sangat vital karena hutan yang tidak ditumbuhi pohon adalah semak, bukan hutan. Hasil kayu yang diperoleh dengan menebang pohon adalah merupakan hasil kegiatan lanjutan (logging) pengelolaan hutan. Oleh sebab fungsi utama hutan adalah terhadap ekosistem dan lingkungan, maka adalah logis bahwa ada hutan-hutan yang dimiliki dan dikuasai negara atas nama publik yang disebut sebagai Hutan Negara. Sementara hutan non-Hutan Negara meskipun tidak dimiliki negara tetap dikuasai negara.

Page 122: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 115

Beberapa pengertian lain yang ada pada Ketentuan Umum UU Kehutanan perlu disesuaikan kembali, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:1. Perencanaan hutan adalah rangkaian upaya

mendayagunakan fungsi hutan dengan menciptakan kegiatan yang dapat mempengaruhi proses yang sedang berjalan atau merencanakan proses baru agar hutan dapat member! sumbangan maksimal untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Pengelolaan hutan adalah penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam usaha mempoeroleh manfaat hutan secara lestari.

3. Unit pengelolaan hutan adalah satu kesatuan pengelolaan kawasan hutan yang dikelola secara berkelanjutan.

4. Hutan Milik adalah kawasan hutan yang yang berada di atas tanah hak milik perorangan dan/atau hak milik sekelompok masyarakat tertentu (misalnya hutan adat).

5. Hutan Adat adalah kawasan hutan yang berada dalam wilayah adat.

6. Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang tinggal dalam kawasan tertentu berdasarkan kesamaan wilayah dan/atau hubungan darah, yang memiliki wilayah adat dan pranata-pranata adat sendiri.

7. Hak Pengelolaan Hutan adalah hak untuk memperoleh kesempatan usaha pngelolaan hutan untuk memperoleh manfaat finansial pengelolaan hutan hutan secara lestari.

Page 123: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

116 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

SLIDE PRESENTASI

Page 124: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 117

Page 125: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

118 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 126: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 119

Page 127: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

120 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 128: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 121

Page 129: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

122 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

SESI TANYA JAWAB1. Wahyudi (Fakultas Kehutanan UGM):Pertanyaan dan tanggapan:

Terkait dengan fungsi hutan, apakah memungut kayu (yang dikatakan sebagai sampah) itu tidak boleh sepanjang fungsi hutan berbasis ekosistem.

Jawaban:Kayu dapat dikatakan sebagai produk samping dari hutan.

Hutan masih berfungsi utama terhadap penjaga lingkungan (ekosistem) dan kayu merupakan by productnya. Konsepnya sepanjang fungsi hutan utama itu ekosistem maka seharusnya hutan itu tidak dapat diganti-ganti lokasi dan peruntukkannya. Kemudian persepsi kemakmuran jangan ditafsirkan sebagai hutan menghasilkan uang yang banyak saja, karena uang banyak tapi bencana sering datang maka tidak bisa juga disebut sebagai kemakmuran. Persepsinya harus diubah menjadi hutan dilestarikan agar tidak mendatangkan bencanalah (lost avoidance) yang menjadi persepsi kemakmuran rakyat tersebut.

Page 130: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 123

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATIDAN EKOSISTEM DALAM

PENGELOLAAN KEHUTANAN

Oleh:Dr. Muhammad Ali Imron

(Dosen Fakultas Kehutanan UGM)

a. Kondisi keragaman hayati di hutan Indonesia:

1) Indonesia merupakan negara Mega-biodiversity dengan kekayaan hayati yang tinggi di dunia.

2) Kekayaan hayati yang tinggi ada di dalam ekosistem hutan

3) Pengelolaan Hutan yang saat ini berorientasi dalam produksi kayu membawa konsekuensi bagi hilangnya berbagai keragaman hayati di dalamnya

4) Proses melalui habitat destruction, habitat fragmentation

Page 131: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

124 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

5) Paradigma pengelolaan hutan Indonesia memerlukan perubahan yang sangat mendasar.

6) Fakta-fakta deforestasi dan degradasi hutan selama beberapa dekade terakhir menunjukkan kegagalan cita-cita pengelolaan hutan lestari dan pengawetan biodiversitas.

7) kesalahan pengelolaan hutan tidak hanya berakhir pada hilangnya tutupan hutan belaka,

8) akan tetapi telah mengubah kondisi atmosfer dan iklim global serta proses biogeokimia (Coomes et al.,2014)

9) yang pada akhirnya sangat memengaruhi tingginya intensitas bencana hidrometereologi, resiliensi ekosistem hutan dan produktivitas primer bumi.

b. Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem:1) Paradigma pengelolaan hutan harus beralih dari

sustained yield (yang berfokus hanya pada satu produk) ke sustainable human-forest ecosystem

2) bertujuan untuk menyelaraskan kebutuhan manusia dengan kelestarian alam.

3) Paradigma ini dilandasi kesadaran keterbatasan carrying capacity bumi serta keterbatasan teknologi yang tidak akan mampu menggantikan sistem ekologis yang sehat dan ekosistem yang resilience.

c. Spirit perubahan UU 41/ 1999:1) Mengatasi Berbagai Bencana terkait dengan

kerusakan hutan yang makin menyengsarakan akibat paradigm yang sesat dalam pengelolaan hutan

2) Membalik Berbagai Ketimpangan, Kemiskinan dan Korupsi akibat Pengelolaan Hutan yang telah menjadi agenda bagi elit semata dalam rangka eksploitasi sumber daya alam.

Page 132: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 125

3) Penguatan daya saing dalam pemanfaatan hasil hutan karena hanya bertumpu pada sistem produktivitas rendah serta terpaku pada pemanfaatan komoditas bernilai rendah.

4) Upaya memperkuat pasar komoditas yang sedang mendapatkan tekanan pasar global akibat pengelolaan hutan yang tidak merespon isu global.

5) Upaya memperkuat pasar komoditas yang sedang mendapatkan tekanan pasar global akibat pengelolaan hutan yang tidak merespon isu global.

6) Upaya memperkuat pasar komoditas yang sedang mendapatkan tekanan pasar global akibat pengelolaan hutan yang tidak merespon isu global.

d. Peta Jalan Pelestarian Sumber Daya Hutan untuk Kesejahteraan yang Berkeadilan:1) Pelembagaan: keadilan akses dan dukungan thd

terselenggaranya faktor pemungkin bagi keberhasilan pengelolaan yang lebih bersifat grass root dalam sebuah satuan kelola yang berwarna demokratis baik secara politik maupun ekonomi.

2) Pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan berbasis kearifan lokal dalam pengelolaan yang berdaya saing namun lestari, rehabilitasi dan restorasi

3) Penguatan warna kelestarian dlm Tataruang: mendudukkan peran pasar, mata pencaharian dalam konteks pembangunan yang mampu pelestarian SDH dan ekosistem dlm tatakelola baik.

4) Efisiensi ruang kelola dan Pengarus utamaan isu kelestarian dalam model pengusahaan berbasis korporasi dengan tatakelola yg diperbaiki

5) Penguatan warna kelestarian dalam tataruang: mendudukkan peran pasar, mata pencaharian dalam

Page 133: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

126 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

konteks pembangunan yang mampu pelestarian SDH dan ekosistem dalam tatakelola baik.

6) Efisiensi ruang kelola dan pengarusutamaan isu kelestarian dalam model pengusahaan berbasis korporasi dengan tatakelola yang diperbaiki.

SLIDE PRESENTASI:

Page 134: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 127

Page 135: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

128 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 136: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 129

Page 137: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

130 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Page 138: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 131

REKOMENDASI SEMINAR1. Berdasarkan hasil diskusi seminar, revisi UU No. 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan tidak dalam bentuk perubahan tetapi penggantian. Dengan pertimbangan paradigma pembangunan kehutanan ke depan tidak lagi dapat didasarkan pada UU No. 41 Tahun 1999. UU Kehutanan ke depan diharapkan bermuara untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

2. Penyusunan revisi UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan harus didasarkan pada kajian akademik, yang didalamnya berisikan peraturan yang sedang atau sudah ada dan implementasinya, sebab-sebab peraturan tidak dapat diimplementasikan, dan solusi untuk mengatasi permasalahan.

Page 139: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

132 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

DOKUMENTASI SEMINAR NASIONAL

Persiapan Ruang Seminar Nasional

Page 140: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 133

Proses Registrasi Peserta

Menyanyikan Lagu Indonesia Raya

Page 141: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

134 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

SambutanDekan Fakultas Kehutanan

Universitas Gajahmada(Dr. Budiadi, S.Hut., M.Agr.Sc.)

SambutanKepala Badan Keahlian DPR RI

(K. Johnson Rajaguguk,S.H., M.Hum.)

Page 142: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 135

Keynote Speecholeh

Ketua Komisi IV DPR RI(Edhy Prabowo, MM., MBA)

Moderator

Page 143: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

136 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Sesi Pemaparan Materi oleh Pembicara

Pembicara PertamaKepala Badan Keahlian DPR RI

(K. Johnson Rajaguguk,S.H., M.Hum.)

Pembicara KeduaKepala Pusat PUU

(DR. Inosentius Samsul,S.H., M.Hum.)

Page 144: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 137

Pembicara KetigaDr. Satyawan

Pudyatmoko M.Sc.

Pembicara KeempatProf. Dr. Maria SW Sumardjono,

SH., MCL., MPA.

Page 145: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

138 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Pembicara KelimaDr. Sofyan P. Warsito

Pembicara KeenamDr. Muhammad Ali Imron

Penyerahan Plakat Dari Kepala Badan Keahlian DPR RI kepada Ketua Komisi IV DPR RI

Page 146: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 139

Penyerahan Plakat Dari Dekan Fakultas Kehutanan UGM kepada Kepala Badan Keahlian DPR RI

Penyerahan Plakat Dari Kepala Badan Keahlian DPR RI kepadaProf. Dr. Maria SW Sumardjono, SH., MCL., MPA.

Page 147: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

140 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Penyerahan Plakat Dari Ketua Komisi IV DPR RI kepadaDr. Sofyan P. Warsito

Penyerahan Plakat Dari Kepada Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI kepadaDr. Satyawan Pudyatmoko M.Sc.

Page 148: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017Prosiding Seminar Nasional

Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI 141

Penyerahan Plakat Dari Kepada Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI kepada Moderator

Foto Bersama Pembicara Seminar Nasional

Page 149: Prberkas.dpr.go.id/pusatpuu/proceeding/public-file/...Fakultas Kehutanan UGM telah menyadari hal tersebut, sehingga sejak tahun 2010 kita telah merevisi kurikulum dan menyatukan kompetensi,

12 April 2017 Prosiding Seminar Nasional

142 Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Foto Bersama Panitia Penyelenggara Seminar Nasional