Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan di Bali sudah barang tentu membutuhkan tanah yang luas. Luas tanah tidak akan pernah bertambah sehingga muncul suatu trend untuk membangun bangunan secara vertikal (keatas) seperti akomodasi pariwisata khususnya hotel. Berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM94/HK103/MPPT-87 tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan Hotel, yang dimaksud dengan Hotel adalah salah satu jenis akomodasi pariwisata yang dibangun secara vertikal yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil. 1 Salah satu objek pembangunan hotel yaitu dibangun diatas tanah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- 1 Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM94/HK103/MPPT-87 tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan Hotel. 1
112

kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Feb 16, 2016

Download

Documents

agung

pertanahan, notaris
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pesatnya pembangunan di Bali sudah barang tentu membutuhkan

tanah yang luas. Luas tanah tidak akan pernah bertambah sehingga

muncul suatu trend untuk membangun bangunan secara vertikal

(keatas) seperti akomodasi pariwisata khususnya hotel. Berdasarkan

Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor

KM94/HK103/MPPT-87 tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan

Hotel, yang dimaksud dengan Hotel adalah salah satu jenis akomodasi

pariwisata yang dibangun secara vertikal yang mempergunakan

sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan,

penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat

umum yang dikelola secara komersil.1

Salah satu objek pembangunan hotel yaitu dibangun diatas tanah

Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Hak Guna Bangunan adalah

hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas

tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu dan

luasan tanah tertentu. Mengenai pengaturan tentang jangka waktu

Hak Guna Bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah

1Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM94/HK103/MPPT-87 tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan Hotel.

1

Page 2: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

(selanjutnya disebut PP No. 40 Tahun 1996), yaitu maksimal 30 Tahun

dengan perpanjangan 20 tahun dan dibolehkan untuk diperbaharui.2

Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak Milik

sebagaimana dimaksud di dalam pasal 37 huruf b Undang – Undang

Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria

(selanjutnya disebut UUPA) menyebutkan:

“Hak Guna Bangunan terjadi mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut”.3

Ketentuan Pasal 37 UUPA diatas lebih lanjut diatur dalam Pasal 21

dan pasal 24 PP No. 40 Tahun 1996 yaitu ;

Pasal 21Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah:a. Tanah Negarab. Tanah Hak Pengelolaanc. Tanah Hak Milik

Pasal 24(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan

pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

(3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Ketentuan diatas menunjukkan bahwa Hak Guna Bangunan dapat

diberikan diatas tanah Hak Milik dan pemberian Hak Guna Bangunan

2 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, 2013, Kepemilikan Properti di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm.22

3 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Djmbatan, Jakarta, hlm.560

2

Page 3: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

atas tanah Hak milik dibuat dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(selanjutnya disebut Akta PPAT) bukan dengan Akta yang dibuat

dihadapan Notaris (selanjutnya disebut Akta Notariil), dimana nantinya

Akta PPAT tersebut akan didaftar pada Kantor Pertanahan. Namun

pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat difasilitasi

dengan Akta Notariil dalam bentuk Akta Perjanjian Pendahuluan

Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.

Dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4432) tentang Jabatan Notaris Jo.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang –

Undang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014 Nomor 3 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5491) (selanjutnya disebut UUJNP) disebutkan bahwa Notaris adalah

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya. Menurut pasal 15 ayat (1) UUJNP yang

menyebutkan :

“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”

Dengan kedudukannya sebagaimana tersebut diatas, seorang

Notaris dalam pandangan masyarakat dianggap sebagai seorang

pejabat, tempat seseorang memperoleh nasehat hukum yang boleh

3

Page 4: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

diandalkan, tempat pembuatan dokumen hukum yang kuat dalam

suatu proses hukum yang akan dilakukan khususnya dalam membuat

akta perjanjian untuk pembangunan hotel4. Dalam pembuatan akta

perjanjian tidak boleh terlepas dari pasal 1320 KUHPerdata, tentang

syarat sahnya perjanjian,antara lain :

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal;

Kondisi tersebut menjadikan jabatan Notaris memiliki kedudukan

penting dalam tatanan Negara hukum karena salah satu ciri Negara

hukum adalah legalitas dalam segala bentuknya dan Notaris dapat

membantu dalam memberikan legalitas5 tersebut yaitu dengan

membuat suatu produk hukum dalam bentuk akta notariil agar dapat

mengikat kedua belah pihak sehingga dapat memberikan jaminan dan

kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik

membahas mengenai ”Kedudukan Notaris Dalam membuat Akta

Notariil Dengan Objek Tanah Hak Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah

Hak Milik Untuk Pembangunan Hotel.”

1.2 Rumusan Masalah

4 Sumardika, I Nyoman dkk, 2013, Penegakan Hukum Dalam Pelaksanaan Jabatan Notaris,Majalah Ilmu Hukum Kertha Wicaksana,Volume 19 Nomor 1 Januari,Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar,hal.71

5 Ibid.

4

Page 5: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam penelitian

ini, antara lain:

1. Bagaimanakah kedudukan Notaris dalam membuat akta notariil

dengan objek tanah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

untuk pembangunan hotel?

2. Bagaimanakah eksistensi Akta Notariil dalam pemberian Hak

Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik untuk pembangunan hotel?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pada pokok permasalahan yang diteliti, maka tujuan

yang ingin dicapai dari peneltian ini dapat dibedakan atas tujuan

teoritis dan tujuan praktis. Adapun kedua tujuan yang dimaksudkan

adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Mengenai tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini

pada hakikatnya adalah untuk mengkaji dan menganalisis produk

hukum yang dibuat oleh Notaris dalam rangka menjamin perlindungan

dan kepastian hukum bagi masyarakat pada umumnya dan para pihak

khususnya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Sesuai permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka

adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis kedudukan

Notaris dalam membuat Akta Notariil dengan objek tanah Hak

5

Page 6: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak Milik untuk

pembangunan hotel.

2. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis eksistensi Akta

Notariil yang dibuat dihadapan Notaris dalam pemberian Hak

Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik untuk pembangunan hotel.

1.4 TINJAUAN PUSTAKA

1.4.1 Kedudukan Notaris

Istilah notaris pada dasarnya berasal dari perkataan “notaris”

(Latin), yakni nama yang diberikan pada orang-orang Romawi dimana

tugasnya menjalankan pekerjaan menulis pada masa itu. Ada juga

pendapat mengatakan bahwa nama notaris itu berkata dari perkataan

“nota literaria”, berarti tanda (letter merk atau karakter) yang

menyatakan sesuatu perkataan.6 Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, notaris mempunyai arti orang yang mendapat kuasa dari

pemerintah berdasarkan penunjukan (dalam hal ini adalah

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia) untuk mengesahkan dan

menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta, dan

sebagainya.7 Seorang notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu:

“Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga

sekarang jabatan seorang notaris masih disegani. Seorang notaris

biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat

6 R. Soegondo, Notodisoerjo, 1982, Hukum Notariat di Indonesia suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, hlm 13.

7 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990 Balai Pustaka, Jakarta , Cetakan ke‐3, hlm 667

6

Page 7: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang

ditulis serta ditetapkan (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuatan

dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.8 ” Menurut

Gandasubrata, notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh

pemerintah termasuk unsur penegak hukum yang memberikan

pelayanan kepada masyarakat.9

Pasal 1 ayat (1) UUJN disebutkan bahwa notaris adalah: “pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang - undang ini.”

Memperhatikan uraian Pasal 1 ayat (1) UUJN, dapat dijelaskan bahwa

notaris adalah:

a. Pejabat umum

b. Berwenang membuat akta

c. Autentik

d. Ditentukan oleh Undang-undang

Istilah pejabat umum merupakan terjemahan dari istilah

Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan

Notaris (yang selanjutnya disingkat PJN) dan Pasal 1868 KUHPerdata.

Pasal 1 PJN menyebutkan bahwa: Notaris adalah pejabat umum yang

satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh

suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki

untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian

8 Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat dan Serba‐Serbi Praktek Notaris, Buku I, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm 157

9 H.R. Purwoto S. Gandasubrata, 1998, Renungan Hukum, IKAHI Cabang Mahkamah Agung RI, Jakarta, hlm 484

7

Page 8: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

tanggalnya, menyimpan aktanya dan membuat grosse, salinan dan

kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu

peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada

pejabat atau orang lain.

Pasal 1868 KUHAPerdata menyebutkan: Suatu akta autentik

ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-

undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu

di tempat akta itu dibuat. Pasal 1 angka (1) UUJN menyebutkan :

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta

autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, notaris dikualifikasikan

sebagai pejabat umum, tapi kualifikasi notaries sebagai pejabat umum,

tidak hanya untuk notaris saja. Karena sekarang ini seperti Pejabat

Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat PPAT) juga diberi kulifikasi

sebagai pejabat umum dan pejabat lelang. P emberian kualifikasi

sebagi pejabat umum kepada pejabat lain selain kepada notaris,

bertolak belakang dari makna pejabat umum itu sendiri, karena seperti

PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja yang berkaitan dengan

pertanahan dengan jenis akta yang sudah ditentukan, dan pejabat

lelang hanya untuk lelang saja.10

Dengan demikian notaris berperan melaksankan sebagian tugas

negara dalam bidang hukum keperdataan, dan kepada notaris

dikualifikasikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk

10 Habib Adji, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.13

8

Page 9: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

membuat akta autentik, dan akta merupakan formulasi keinginan atau

kehendak para pihak yang dituangkan dalam akta notaris yang dibuat

dihadapan atau oleh notaris, dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15

ayat (1) UUJN.

Dalam Pasal 1 angka 1 UUJN, notaris didefinisikan sebagai

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Definisi yang

diberikan oleh UUJN ini merujuk pada tugas dan wewenang yang

dijalankan oleh notaris. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat

umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta

kewenangan lainnya yang diatur oleh UUJN.11 Pasal 1 UUJN tidak

memberikan uraian yang lengkap mengenai tugas notaris. Menurut

Setiawan, inti dari tugas notaris selaku pejabat umum ialah mengatur

secara tertulis dan autentik hubungan hukum antara pihak yang secara

manfaat meminta jasa notaris yang pada dasarnya adalah sama

dengan tugas hakim yang memberikan keadilan diantara para pihak

yang bersengketa.12

Istilah akta berasal dari bahasa Belanda yaitu Acte. Dalam

mengartikan akta ini ada dua pendapat yaitu. Pendapat pertama

mengartikan akta sebagai surat dan pendapat kedua mengartikan akta

sebagai perbuatan hukum. Beberapa sarjana yang menganut pendapat

11 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm 13‐14

12 Setiawan Wawwan, 1995, Hak Ingkar dari Notaris dan Hubungannya dengan KUHAP (suatu kajian uraian yang disajikan dalam konggress INI di Jakarta), hlm 2

9

Page 10: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

pertama yang mengartikan akta sebagai surat antara lain Pitlo

mengartikan akta sebagai berikut: “surat yang ditandatangani,

diperbuat untuk dipahami sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh

orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat”.13

Sudikno Mertokusumo berpendapat, akta adalah surat yang

dasar dari suatu hak atau perkataan yang dibuat sejak semula dengan

sengaja untuk pembuatan.14 Pendapat yang mengartikan akta sebagai

perbuatan hukum adalah pendapat Subekti yang mengartikan Pasal

108 KUHPerdata bukanlah berarti surat melainkan harus diartikan

perbuatan hukum.15 Menguatkan pendapat yang kedua Acte atau akta

dalam arti luas merupakan perbuatan hukum (recht handeling), suatu

tulisan yang dibuat untuk dipahami sebagai bukti perbuatan hukum.16

Terlihat bahwa notaris tidak memihak, akan tetapi mandiri dan bukan

sebagai bagian dari salah satu pihak. Ia tidak memihak kepada mereka

yang berkepentingan. Itulah sebabnya dalam menjalankan tugas dan

jabatannya selaku pejabat umum terdapat ketentuan undang-undang

yang berlaku bagi orang tertentu, tidak diperbolehkan sebagai saksi

atau sebagai pihak berkepentingan pada akta yang dibuat

dihadapannya.

J. M. Polak dalam Roesnastiti Prayitno pernah menyatakan dalam

salah satu pidatonya, bahwa fungsi notaris ada 4, yaitu:

1. Selaku “pejabat” ia membuat akta-akta autentik;

13 Pitlo, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa, Internusa, Jakarta, hlm 5214 Sudikno Mertokusumo, 1979, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar,

Liberty, Yogyakarta, hlm 10615 Subekti, 1980, Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramitra, Jakarta,

hlm 2916 Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm 25

10

Page 11: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

2. Selaku “hakim” ia memberi perantara dalam menyelesaikan waris

diantara para ahli waris;

3. Selaku “penyuluh hukum” dan “pemberi bantuan hukum” ia

memberikan penerangan agar para pihak menyadari hak-hak dan

kewajibannya masing-masing berdasarkan;

4. Selaku “entrepreneur” atau “pengusaha” ia mempertahankan

kliennya agar supaya dapat membiayai usahanya.17

Tugas pokok dari notaris ialah membuat akta-akta autentik.

Adapun akta autentik itu menurut Pasal 1870 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya

suatu pembuktian sempurna. Di sinilah letak arti penting bagi seorang

notaris, bahwa notaris karena undang-undang diberi wewenang

membuat suatu alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian

bahwa apa yang tersebut dalam akta autentik itu pada pokoknya

dianggap benar sepanjang tidak ada pembuktian sebaliknya.

Tugas notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara

para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga

merupakan suatu akta autentik. Ia adalah pembuat dokumen yang

kuat dalam suatu proses hukum.18 Menurut Than Thong Kie, para

notaris mempunyai persamaan dalam pekerjaan dengan para advokat,

persamaan yang dimaksud adalah: “keduanya menuangkan suatu

kejadian di bidang ekonomi dalam suatu bentuk hukum, memberi

17 Roesnantiti Prayitno, 1989, Tugas dan Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Media Notariat INI, Jakarta, hlm 179

18 Tan Thong Kie, Op. Cit., hlm. 159

11

Page 12: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

nasihat kepada pelanggan dan mengharapkan mendapat kepercayaan

dari mereka. Tetapi ada perbedaan prinsip, yaitu:

1. Seorang notaris memberikan pelayanan kepada semua pihak,

advokad kepada satu pihak. Seorang notaris harus berusaha

menyelesaikan suatu persoalan, sehingga semua pihak puas;

advokad hanya berusaha memuaskan satu pihak. Kalaupun dalam

hal ini tercapai suatu consensus, pada dasarnya ia hanya

memperhatikan kepentingan pelanggannya.

2. Pekerjaan seorang notaris adalah untuk mencegah terjadinya suatu

persoalan antara pihak-pihak, sedangkan seorang advokat

menyelesaikan suatu persoalan yang sudah terjadi”.19

Wewenang (atau sering pula ditulis dengan istilah kewenangan)

merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada

suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Dengan demikian

setiap wewenang ada batasannya sebagaimana yang tercantum dalam

peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Wewenang Notaris

terbatas sebagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur

jabatan pejabat yang bersangkutan. Wewenang yang diperoleh suatu

jabatan mempunyai sumber asalnya. Dalam hukum administrasi

wewenang bisa diperoleh secara Atribusi, Delegasi atau Mandat.20

Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru

kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-

undangan atau aturan hukum. Wewenang secara Delegasi merupakan

19 Ibid, hlm 16920 Habib Adji, Hukum Notaris Indonesia, Op. Cit., hlm 77

12

Page 13: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

pemindahan/pengalihan wewenang yang ada berdasarkan suatu

peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Dan Mandat

sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang, tapi

karena yang berkompeten berhalangan.21

Berdasarkan UUJN, maka notaris sebagai pejabat umum

memperoleh wewenang secara Atribusi. Karena wewenang tersebut

diciptakan dan diberikan oleh UUJN sendiri. Jadi wewenang yang

diperoleh notaris bukan berasal dari suatu lembaga. Kewenangan

notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan (3) UUJN,

yang dapat dibagi menjadi:

a) Kewenangan Umum Notaris;

b) Kewenangan Khusus Notaris;

c) Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian.

Kewenangan umum notaris menurut undang-undang ini diatur

dalam Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Notaris berwenang

membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan

ketetapan yang diharuskan oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak

juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain

yang ditetapkan oleh undang-undang”. Sehubungan dengan

kewenangan notaris dalam membuat akta sebagaimana dimaksud

21 Ibid, hlm 77‐78

13

Page 14: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, maka dalam Pasal 15 ayat (2) dijelaskan

bahwa notaris berwenang pula:

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus;

c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam

surat yang bersangkutan;

d) Melakukan pengesahan kecocokan foto copy dengan surat aslinya;

e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau

g) Membuat akta risalah lelang.

Jabatan notaris juga memiliki larangan didalam menjalankan

jabatannya. Larangan notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang

dilakukan oleh notaris, jika larangan ini dilanggar oleh notaris, maka

kepada notaris yang melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana

tersebut dalam Pasal 85 UUJN. Pasal 17 UUJN menyebutkan, notaris

dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alas an yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;

d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

14

Page 15: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha

milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta;

g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar

wilayah jabatan notaris;

h. menjadi notaris pengganti; atau

i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan

dan martabat jabatan notaris.

1.4.2 Akta Notariil

Suatu perjanjian merupakan perbuatan di mana seseorang

berjanji kepada seorang lainnya atau di mana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian merupakan

rangkaian kata-kata yang mengandung janji atau kesanggupan yang

ditulis atau diucapkan. Pengertian tersebut sesuai dengan bunyi Pasal

1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bunyi Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata adalah :

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Pengertian kata ‘perbuatan” merupakan perbuatan atau tindakan

hukum, yang tidak hanya menunjukkan akibat hukumnya yang

“disepakati”, dan merupakan ciri dari sahnya perjanjian sebagaimana

yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Dari bunyi Pasal 1313

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, maka dapat dikatakan

bahwa suatu perjanjian dapat juga dinamakan persetujuan karena dua

15

Page 16: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

pihak saling setuju untuk melakukan sesuatu.22 Untuk adanya

keseimbangan hak di antara keduanya diperlukan asas-asas umum

berfungsi sebagai pedoman bagi para pihak untuk dilaksanakan.

Adapun asas-asas perjanjian yang dikenal dapat hukum perdata antara

lain adalah:

a. Asas Pacta Sun Servanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian

hukum merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.

Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak

ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para

pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak

boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat

oleh para pihak.  Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam

Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. 23

b. Asas Konsensualisme

Pengertian asas konsensualisme adalah pada dasarnya perjanjian

dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik

tercapainya kesepakatan. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah

apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah

diperlukan sesuatu formalitas. Asas konsensualisme terdapat dalam

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan

22 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, hlm.1 23 Stanley lesmana, 2012, Asas-asas Perjanjian, Available from:

http://hukumindonesia-laylay.blogspot.com/2012/02/asas-asas-perjanjian.html

16

Page 17: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

bahwa, “untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat; sepakat

mereka yang mengikat dirinya, kecakapan untuk membuat suatu

perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

c. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”24. Asas kebebasan berkontrak bermakna bahwa setiap

orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun, apapun isinya,

apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-undang, ketertiban

umum, dan kesusilaan. Asas ini memiliki ruang lingkup kebebasan

untuk:

a) Membuat atau tidak membuat perjanjian;

b) Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;

d) Menentukan objek perjanjian;

e) Menentukan bentuk perjanjian secara tertulis atau lisan25.

d. Asas Kepercayaan

Seseorang yang melakukan perjanjian dengan pihak lain berarti

menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu, bahwa satu

sama lain akan memegang janjinya atau dengan kata lain akan

memenuhi prestasi di belakang hari.

e. Asas Kekuatan Mengikat

24 Subekti dan Tjitrosudibio, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jakarta, Pradnya Paramita, Jakarta,hlm.342.

25Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,hlm.4344.

17

Page 18: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Perjanjian mempunyai kekuatan mengikat para pihak. Terikatnya

para pihak dalam perjanjian tidak semata terbatas pada apa yang

diperjanjikan, namun juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang

dikehendaki oleh kebiasaan, kepatutan dan moral. Hal ini, merupakan

implementasi asas Pacta Sun Servanda yang terdapat dalam Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata, menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang.

f. Asas Persamaan Hukum

Asas persamaan hukum berarti menempatkan para pihak dalam

perjanjian sama derajatnya dan tidak terdapat perbedaan derajat

apapun. Oleh karena terdapat persamaan, maka masing-masing pihak

diharuskan menghormati satu sama lainnya.

g. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan menghendaki kedua pihak memenuhi dan

melaksanakan perjanjian dengan baik

h. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai sebuah undang-undang harus mengandung

kepastian hukum. Kepastian hukum dalam perjanjian dapat disimak

dari kekuatan mengikatnya perjanjian yaitu sebagai undang-undang

bagi para pihak.

i. Asas Moral

Sutau perbuatan sukarela dari seseorang tidak akan menimbulkan

hak apapun bagi orang tersebut untuk menuntut prestasi dari pihak

lainnya. Namun demikian seseorang yang melakukannya dengan

18

Page 19: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

sekarela tersebut justru mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan

menyelesaikan perbuatan itu dengan baik.

j. Asas Kepatutan

Kepatutan yang dimaksud dalam perjanjian adalah bahwa

hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk perjanjian itu juga

harus memperhatikan rasa keadilan masyarakat.

Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-

pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta

dibuatnya.26 Akta Otentik adalah Akta Notariil yaitu dibuat oleh atau

dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan

Undang-undang. Ada dua jenis/golongan Akta Notariil, yaitu :

1. Akta Relaas/Berita Acara : akta yang dibuat oleh (door) Notaris,

2. Akta Partij/Akta Pihak : akta yang dibuat dihadapan (ten

overstan) Notaris.

Akta Notariil yang digunakan notaris dalam pembangunan hotel

adalah akta partij yaitu akta yang dibuat dihadapan (ten overstan)

Notaris atas permintaan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan

sendiri oleh para pihak di hadapan Notaris. Pernyataan atau

keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan ke dalam akta

Notariil. Dalam membuat akta-akta tersebut Notaris berwenang untuk

memberikan penyuluhan (Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN) ataupun

saran-saran hukum kepada para pihak tersebut.Ketika saran-saran

26 Niko, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, CDSBL, Yogyakarta, hlm.36.

19

Page 20: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

tersebut diterima dan disetujui oleh para pihak kemudian dituangkan

ke dalam akta, maka saran-saran tersebut harus dinilai sebagai

pernyataan atau keterangan para pihak sendiri. Akta-akta yang dibuat

oleh atau di hadapan Notaris tersebut harus menurut bentuk yang

sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan Bab VII Pasal 38 UUJN dan

tata cara (prosedur) yang sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan

Pasal 39-53 UUJN.

Mengenai bentuk akta dapat dikatakan bahwa akta notaris

terdiri dari 3 garis besar, yaitu kepala akta, badan akta dan penutup

akta.

1) Kepala akta adalah bagian yang paling awal dari akta notaris,

sebagaimana ditentukan dalam UUJN bahwa kepala akta terdiri dari

:

a) judul akta;

b) nomor akta;

c) jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan

d) nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

2) Badan Akta adalah menyangkut komparisi (identitas para pihak)

dan isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak

yang membuat akta. Badan akta memuat:

a) Nama lengkap, tempat tanggal lahir, kewarganegaraan,

pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap

dan/atau orang yang mereka wakili;

20

Page 21: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

b) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap/dasar

hukum bertindak;

c) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak

yang berkepentingan; dan

d) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan,

jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi

pengenal.

3) Penutup Akta memuat :

a) Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam

pasal 16 ayat (1) huruf l atau Pasal 16 ayat (7);

b) Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan

atau penerjemahan akta apabila ada;

c) Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d) Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam

pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang

dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian.

Dengan demikian Notaris dalam menjalankan jabatannya harus

selalu berpedoman pada UUJN, khususnya dalam pembuatan akta

Notaris. Akta Notaris adalah produk hukum yang dibuat oleh notaris

yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan kepastian hukum

bagi para pihak.

21

Page 22: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Produk hukum yang dibuat dalam pelaksanaan pembangunan

hotel untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi para

pihak yang membuatnya yaitu dengan Akta-akta Notariil berupa :

1. Akta Perjanjian (Perjanjian Belum Lunas)

2. Pembatalan Akta Perjanjian.

3. Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan

(HGB) Atas Tanah Hak Milik.

4. Akta Kuasa.

Akta Perjanjian (Belum Lunas) dibuat apabila pihak penerima

Hak belum lunas dalam melakukan pembayaran imbalan sesuai

dengan kesepakatan kedua belah pihak. Setelah pembayaran imbalan

lunas, maka Akta Perjanjian (Belum Lunas) tersebut dibatalkan dengan

Akta Pembatalan Perjanjian yang bertujuan untuk membatalkan

perjanjian terdahulu sehingga dapat dibuatkannya perjanjian yang

baru. Selanjutnya Akta Perjanjian Pendahuluan Hak Guna Bangunan

(HGB) Atas Tanah Hak Milik adalah Perjanjian dimana pihak pertama

sebagai pemberi Hak memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) Atas

Tanah Hak Miliknya untuk dibangun oleh pihak kedua sebagai

penerima Hak dan pihak kedua menerima pemberian Hak Guna

Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak Milik-nya dengan objek, imbalan,

ketentuan dan jangka waktu tertentu. Terakhir Akta Kuasa dibuat

dalam rangka memberikan kewenangan dari pemberi kuasa kepada

penerima kuasa untuk menandatangani Akta Pemberian Hak Guna

Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak Milik (Akta PPAT). Dalam hal ini

22

Page 23: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

penerima kuasa memiliki 2 kualitas hukum yaitu bertindak untuk diri

sendiri dan selaku kuasa dari pemberi kuasa sehingga nantinya pihak

pemberi kuasa tidak perlu hadir kembali pada saat penandatanganan

Akta Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak Milik (Akta

PPAT). Keempat akta-akta Notariil tersebut diatas dibuat dalam rangka

menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang

membuatnya.

1.4.3 Hak Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak Milik

Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya

yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut ketentuan

Pasal 35 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi sebagai

berikut :

1) Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,

dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan

serta keadaan banguan-bangunannya, jangka waktu tersebut

dalam ayat ( 1 ) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20

tahun.

3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Dapat diketahui bahwa yang dinamakan dengan Hak Guna

Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di

atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu selama

30 tahun. Jadi dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak

atas tanah dimana bangunan tersebut didirikan. Ini berarti seorang

23

Page 24: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

pemegang Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari pemegang Hak

Milik atas bidang tanah di mana bangunan tersebut didirikan. Atau

dalam konotasi yang lebih umum pemegang Hak Guna Bangunan

bukanlah pemegang Hak Milik dari tanah di mana bangunan tersebut

didirikan. Sehubungan Hak Guna Bangunan ini, Pasal 37 Undang-

Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa : Hak Guna Bangunan

terjadi :

a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara : karena

penetapan pemerintah;

b. mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk

autentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak

yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang

bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik terjadi dengan

pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang wajib didaftar pada Kantor

Pertanahan serta saat itu juga telah mengikat pihak ketiga dan

mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan;

Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik diberikan untuk

jangka waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) tahun dan atas persetujuan

antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik,

Hak Guna Bangunan tersebut dapat diperbaharui dengan Hak Guna

Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta

Tanah dan Hak Atas Tanah tersebut wajib didaftarkan di Kantor

Pertanahan.

24

Page 25: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Hal tersebut diatas diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 29 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menyebutkan :

Pasal 24 (1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan

pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

(3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 29(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk

jangka waktu paling lama tiga puluh tahun. (2) Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan

dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.

1.5 METODE PENELITIAN

1.5.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah

Menurut Soeryono Soekanto penelitian hukum merupakan suatu

kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan

pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau

beberapa gejala hukum tertentu.27. Menurut Abdulkadir Muhammad,

penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji

hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi,

perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi,

penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan

27Soeryono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm.43.

25

Page 26: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

mengikat suatu Undang – Undang, serta bahasa hukum yang

digunakan tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau

implementasinya28. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian

hukum normatif dan dalam penelitian ini terkait dengan adanya

kekaburan norma dalam Pasal 15 ayat (1) UUJNP serta Pasal 24 ayat

(4) PP 40 Tahun 1996 terkait dengan kedudukan notaris dan akta

notariil dalam pemberian Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik.

Dalam penelitian hukum Normatif dikembangkan beberapa jenis

pendekatan, yaitu pendekatan Perundang-undangan (statue

approach), komparatif (comparative approach), dan pendekatan

konseptual (conceptual approach).29 Pendekatan perundang-undangan

merupakan cara pendekatan dengan melihat peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

Penelitian untuk praktik hukum tidak dapat melepaskan diri dari

pendekatan perundang-undangan. Pendekatan konseptual dilakukan

manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada,

dikaranakan belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang

dihadapi.30 Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu

hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang

melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan

28Abdulkadir Muhhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 101.

29Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cetakan ke 1 hlm.93

30 Ibid.,hlm.137.

26

Page 27: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman

akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan

sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum

dalam memecahkan isu yang dihadapai.31 Pendekatan analisis

(Analytical Approach) adalah pendekatan yang didasarkan pada

seperangkat ungkapan-ungkapan dan asumsi-asumsi kebahasaan dan

sosiolinguistics. Pendekatan ini menganggap pembelajaran bahasa

sebagai suatu kegiatan rutin yang konvensional, dengan mengikuti

cara-cara yang telah biasa dilakukan berdasarkan pengalaman.32

Dalam penelitian ini, adapun pendekatan terhadap kedua pokok

permasalahan yang akan diteliti didasarkan pada pendekatan

perundang-undangan (Statute Approach) seperti Undang-undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Jo. Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang–Undang Jabatan

Notaris, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 HGU, HGB dan

Hak Pakai Atas Tanah selain itu sebagai pendukungnya juga digunakan

pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dan pendekatan analitis

(Analitical Approach). Pendekatan konseptual diterapkan untuk

memperjelas berbagai konsep terkait pembahasan permasalahan

melalui penelusuran konsep pada peraturan perundang-undangan

maupun pendapat-pendapat ahli hukum. Sementara itu, pendekatan 31Peter Mahmud Marzuki , 2010, Penelitian Hukum, Kencana Predana

Media Group, Cetakan ke 6, Jakarta,hlm.95 32 Firqotu Tsalitsah, 2012, Pendekatan Analisis & non Analisis, Available

from : http://bahroinb.blogspot.com/2012/03/pendekatan-analisis-non-analisis.html

27

Page 28: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

analitis diterapkan untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah

terkumpulkan disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji terkait

kedudukan notaris dalam membuat akta notariil dengan objek tanah

Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik untuk pembangunan hotel.

1.5.2 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan yang digunakan berupa sumber bahan hukum

yang berkaitan dengan rumusan permasalahan, adapun sumber bahan

hukum yang dipergunakan adalah :

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat secara umum (perundang – undangan) atau

mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak berkepentingan

(kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim).33

Dalam hal ini bahan hukum primer yang akan digunakan adalah:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tetang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria.

c) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris Jo. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014.

d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun

1996 tentang Hak Guna Bangunan.

e) Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi

Nomor KM94/HK103/MPPT-87 tentang Ketentuan Usaha

dan Penggolongan Hotel.

33 Op.cit., hlm. 82

28

Page 29: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

b. Bahan Hukum Sekunder adalah semua publikasi tentang hukum

yang merupakan dokumen tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri

atas : (a) buku-buku teks yang membicarakan suatu dan atau

beberapa permasalahan hukum yang terkait dengan skripsi,

termasuk tesis dan disertasi hukum, (b) kamus-kamus hukum, (c)

jurnal-jurnal hukum, (d) komentar-komentar atas keputusan

hakim. Pubilkasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan

mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang

berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar dan

sebagainya.34

c. Bahan Hukum Tersier, yakni petunjuk atau penjelasan mengenai

bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder, yang berasal

dari Kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya.35

1.5.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan – bahan hukum yang diperoleh guna penelitian, diperoleh

dengan cara pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan,

yang meliputi sumber bahan hukum primer seperti Peraturan

Perundang – Undangan yang terkait dengan permasalahan, sumber

bahan hukum sekunder berupa buku – buku literatur ilmu hukum dan

tulisan tulisan hukum lainnya yang terkait dengan permasalahan. Studi

pustaka dilakukan melalui tahap – tahap identifikasi pustaka,

34 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; 2003, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.33-37

35 H.Zainuddin Ali, 2011, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.106.

29

Page 30: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

identifikasi bahan hukum yang diperlukan, dan inventarisasi bahan

hukum yang diperlukan tersebut.36

1.5.4 Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan – bahan hukum yang diperoleh, baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder diolah dan dianalisis secara deskriptif

sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Sehingga tulisan ini

bersifat deskriptif analitis yang mengungkapkan peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi

objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksaannya di dalam

masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.37

36 Abdulkadir Muhhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.192

37 H.Zainuddin Ali,2011, Op.cit.,hlm.105-106

30

Page 31: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

BAB II

KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA NOTARIIL

2.1 Tugas Notaris di Dalam Membuat Akta Notariil dengan

Objek Tanah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik Untuk

Pembangunan Hotel.

Notaris berasal dari kata Latin yakni Notariaat, sedangkan

Notaris dari Notarius (Notarui) diartikan “orang yang menjalankan

pekerjaan menulis”38. Secara historis institusi notariat merupakan salah

satu cabang profesi hukum yang tertua di dunia.39. Notaris

memberikan pelayanan jasa hukum kepada masyarakat umum dalam

bidang hukum perdata, yang termasuk dalam bidang hukum publik.40

Adapun yang dimaksud Notary Public dalam Black’s Law Dictionary

adalah “A person authorized by a state to administer oaths, certify

documents, attest to the authenticity of signatures and perform official

acts in commercial matters”41. Dari pernyataan ini dapat disimak

bahwa notaris adalah seseorang yang ditunjuk oleh Negara untuk

mengambil sumpah, menerangkan isi sesuatu dokumen, mengesahkan

keaslian tanda tangan dan menjalankan pekerjaan resmi lainnya yang

ditentukan dibidang komersil. Hal itu menyebabkan bahwa sejak ada

hukum pembuktian maka lembaga notariat tidak hanya ditugaskan

38 R.Soegondo Notodisoerjo,1993,Hukum Notariat Indonesia, Suatu Penjelasan, Jakarta, Rajawali,hal.82

39 Ibid.40 Henny Tanuwidjaja, 2012, Pranata Hukum Jaminan Utang dan

Sejarah Lembaga Hukum Notariat, Refika Aditama,Bandung, hal.141 Henry Campbell Black, 1991, Black’s Law Dictionary,West Publishing

& Co, St.paul, Minnesota, hal.1085.

31

Page 32: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

untuk menulis, tetapi juga sebagai lembaga pembuktian yang

melahirkan suatu akta otentik. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal

1870 KUHPerdata dengan menetapkan bahwa yang dapat menjadi alat

bukti sempurna adalah akta otentik sehingga lahirlah lembaga

kenotariatan.

Arti kata tugas dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah

sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk

dilakukan.42 Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan

keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik. 43 Menurut Tan

Thong Kie, tugas notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum

antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga

merupakan suatu akta autentik. Ia adalah pembuat dokumen yang

kuat dalam suatu proses hukum.44 Adapun akta autentik itu menurut

Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan kepada

pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian sempurna. Di sinilah

letak arti penting bagi seorang notaris, bahwa notaris karena undang-

undang diberi wewenang membuat suatu alat pembuktian yang

sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta

autentik itu pada pokoknya dianggap benar sepanjang tidak ada

pembuktian sebaliknya.

42 W.J.S Poerwadarminta,1984,Kamus Umum bahasa Indonesia, Jakarta, hal.1094.

43 Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Cetakan Pertama, Refika Aditama, Bandung,hal.35

44 Tan Thong Kie, Op. Cit., hlm. 159

32

Page 33: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Frans Hendra Winata mengemukakan ada beberapa

pertimbangan yuridis yang harus diperhatikan Notaris, antara lain:45

a) Notaris adalah pejabat publik yang bertugas untuk

melaksanakan jabatan publik.

b) Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak boleh

mencemarkan nama baik dari korps pengemban profesi

hukum.

c) Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak boleh

mencemarkan nama baik dari lembaga notaris.

d) Notaris bekerja dengan menerapkan hukum di dalam produk

yang dihasilkan.

Notaris di Indonesia menjalankan sebagian tugas Negara dalam

bidang hukum keperdataan dengan kewenangan membuat akta-akta

otentik, oleh karena itu notaris diperkenankan menggunakan lambing

Negara dalam menjalankan tugasnya. Pelaksanaan tugas jabatan

Notaris merupakan pelaksanaan tugas jabatan yang Esoterik,46

diperlukan pendidikan khusus dan kemampuan yang memadai untuk

menjalankannya. Oleh karena itu Notaris dalam menjalankan tugasnya

harus mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam UUJN. Dalam

hal ini diperlukan kecermatan, ketelitian dan ketepatan tidak hanya

dalam teknik administrative membuat akta, tapi juga penerapan

berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta bersangkutan untuk

45 Frans Hendra Winata, 2005, Persepsi Masyarat Terhadap Profesi Hukum di Indonesia, Renvoi Periode Desember, Jakarta, hal.12

46 Esoterik suatu ciri bagi pendapat, pandangan atau pengetahuan yang haruus dipelajari atau dimengerti secara khusus dan dapat diketahui, diterima oleh siapa saja, Ensiklopedi nasional…,hal.197-198

33

Page 34: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

para penghadap, dan kemampuan menguasai keilmuan bidang Notaris

secara khusus dan hukum pada umumnya.47 Dalam menjalankan tugas

jabatan Notaris yang baik perlu berpedoman pada asas-asas

pemerintahan yang baik (AUPN) yaitu :

a) Asas persamaan;

b) Asas kepercayaan;

c) Asas kepastian hukum;

d) Asas kecermatan;

e) Asas pemberian alasan;

f) Larangan penyalahgunaan wewenang;

g) Larangan bertindak sewenang-wenang;

Untuk kepentingan pelaksanaan tugas jabatan Notaris,

ditambahkan dengan Asas Proporsionalitas dan Asas Profesionalitas.

Asas-asas tersebut dapat adopsi sebagai asas-asas yang harus

dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas jabatan Notaris sebagai

asas-asas pelaksanaan tugas jabatan Notaris yang baik, dengan

substansi dan pengertian untuk kepentingan Notaris, sebagai berikut :

a) Asas persamaan

Notaris dalam menjalankan tugas jabatanya, dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan satu

dengan yang lainnya berdasarkan keadaan social-ekonomi atau

alasan lainnya. Alasan-alasan seperti ini tidak dibenarkan

dilakukan oleh Notaris dalam melayani masyarakat, hanya

47 Marthalena Pohan,1985,Tanggung Gugat Advocat, Dokter dan Notaris, Surabaya, Bina Ilmu,.hal.45

34

Page 35: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa Notaris tidak

dapat memberikan jasa kepada yang menghadap Notaris.

Bahkan dalam keadaan tertentu, Notaris wajib memberikan jasa

hukum di bidang kenotariatan secara Cuma-Cuma kepada yang

tidak mampu (pasal 37 UUJN).

b) Asas kepercayaan

Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus

selaras dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan Notaris

sebagai orang yang dapat dipercaya. Notaris sebagai jabatan

kepercayaan tidak berarti apa-apa jika ternyata mereka yang

menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris adalah orang yang

tidak dapat dipercaya. Dalam hal ini, antara Jabatan Notaris dan

Pejabatnya (yang menjalankan tugas jabatan Notaris) harus

sejalan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat

dipisahkan, salah satunya dengan merahasiakan segala sesuatu

mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/ pernyataan

para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kevuali

undang-undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan

memberikan keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak

yang memintanya.

c) Asas kepastian hukum

Notaris dalam menjalankan tugas jabatanya wajib berpedoman

secara normative kepada aturan hukum yang berkaitan dengan

35

Page 36: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan

dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku

akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta

yang dibuat dihadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan

aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan,

akta Notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.

d) Asas Kecermatan

Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan

dan didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Meneliti

semua bukti yang diperlihatkan kepada Notaris dan

mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib

dilakukan sebagai dasar untuk dituangkan dalam akta. Asas

kecermatan ini merupakan penerapan pasal 16 ayat (1) huruf a,

antara lain dalam menjalankan tugas jabatan Notaris wajib

bertindak seksama.

e) Asas Pemberian Alasan

Setiap akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus

mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang

bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang harus

dijelaskan kepada para pihak/penghadap.

f) Larangan Penyalahgunaan wewenang

Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang

yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh Notaris di luar dari

wewenang yang tekah ditentukan. Jika Notaris membuat suatu

36

Page 37: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, maka

tindakan Notaris dapat disebut dengan tindakan

penyalahgunaan wewenang. Jika tindakan seperti itu merugikan

para pihak, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat

menuntut Notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi sebagai

suatu tindakan hukum yang merugikan para pihak. Para pihak

yang menderita kerugian dapat menuntut penggantian biaya,

ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

g) Larangan bertindak sewenang-wenang

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat menentukan

bahwa tindakan para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta

notaris atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti itu,

Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen

yang diperlihatkan kepada Notaris. Dalam hal ini notaris

mempunyai perananuntuk menentukan suatu tindakan dapat

dituangkan dalam bentuk akta atau tidak, dan keputusan yang

diambil harus didasarkan pada alasan hukum yang harus

dijelaskan kepada para pihak.

h) Asas Proporsionalitas

Dalam pasal 16 ayat (1) huruf a, Notaris dalam menjalankan

tugas jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para

pihak yang terkait dalam perbuatan hukum atau dalam

menjalankan tugas jabatan Notaris. Di samping itu, wajib

mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan

kewajiban para pihak yang menghadap Notaris.

37

Page 38: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan

mempertimbangkan keingininan para pihak agar tindakannya

dituangkan dalam akta Notaris, sehingga kepentingan para

pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan ke

dalam bentuk akta Notaris.

i) Asas Profesionalitas

Dalam pasal 16 ayat (1) huruf d, notaris wajib memberikan

pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kevuali ada

alasan untuk menolaknya, asas ini mengutamakan keahlian

(keilmuan) Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

berdasarkan UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. Tindakan

profesioanl Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat di

hadapan atau oleh Notaris.

Oleh karena tugas jabatan notaris sebagaimana tersebut diatas,

setiap notaris diharapkan untuk senantiasa menjungjung tinggi

keluhuran dari martabat dan tugas jabatannya serta menjalankan

tugas dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh perundang-

undangan.

Mengenai tugas notaris terkait dengan membuat akta notariil

dengan objek tanah hak guna bangunan atas tanah hak milik untuk

pembangunan hotel, notaris dapat memberikan jaminan atau alat bukti

serta perlindungan hukum terhadap keadaan, peristiwa hukum,

perbuatan hukum yang akan dilakukan agar para pihak yang terlibat di

dalamnya mendapat kepastian hukum dengan maksud untuk

38

Page 39: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan dengan

melahirkan produk hukum yaitu alat bukti tertulis atau akta notariil

yang bersifat otentik.

2.2 Kewenangan Notaris di Dalam Membuat Akta Notariil

dengan Objek Tanah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

Untuk Pembangunan Hotel.

Setiap perbuatan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu

pada kewenangan yang sah, tanpa adanya kewenangan yang sah

seorang pejabat ataupun Badan Tata Usaha Negara tidak dapat

melaksanakan suatu perbuatan pemerintahan. Oleh karena itu

kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun

bagi setiap badan.48

Wewenang (atau sering pula ditulis dengan istilah kewenangan)

merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada

suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Dengan demikian

setiap wewenang ada batasannya sebagaimana yang tercantum dalam

peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Wewenang Notaris

terbatas sebagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur

jabatan pejabat yang bersangkutan. Dengan demikian jika seseorang

pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan diluar wewenang yang

telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar

wewenang.

48 Lutfi Effendi, 2004, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, hal.77

39

Page 40: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Wewenang yang diperoleh suatu jabatan mempunyai sumber

asalnya. Dalam hukum administrasi wewenang bisa diperoleh secara

Atribusi, Delegasi atau Mandat.49 Wewenang secara atribusi adalah

pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan

suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Wewenang

secara Delegasi merupakan pemindahan/pengalihan wewenang yang

ada berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan

hukum. Dan Mandat sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan

wewenang, tapi karena yang berkompeten berhalangan.50

Berdasarkan UUJN, maka notaris sebagai pejabat umum

memperoleh wewenang secara Atribusi. Karena wewenang tersebut

diciptakan dan diberikan oleh UUJN sendiri. Jadi wewenang yang

diperoleh notaris bukan berasal dari suatu lembaga.

Mengenai kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat

(1) sampai dengan (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi:

a) Kewenangan Umum Notaris;

b) Kewenangan Khusus Notaris;

c) Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian.

Kewenangan umum notaris menurut undang-undang ini diatur

dalam Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

“Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

49 Habib Adji, Hukum Notaris Indonesia, Op. Cit., hlm 7750 Ibid, hlm 77‐78

40

Page 41: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.

Sehubungan dengan kewenangan notaris dalam membuat akta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, maka dalam

Pasal 15 ayat (2) dijelaskan bahwa notaris berwenang pula:

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d) Melakukan pengesahan kecocokan foto copy dengan surat aslinya;e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, ataug) Membuat akta risalah lelang.

Dalam kaitannya dengan pemberian hak guna bangunan atas

tanah hak milik untuk pembangunan hotel menurut Pasal 24 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa:

Pasal 24 1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan

pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Ketentuan diatas menunjukkan bahwa Hak Guna Bangunan dapat

diberikan diatas tanah Hak Milik dan pemberian Hak Guna Bangunan

atas tanah Hak milik dibuat dengan Akta PPAT bukan dengan Akta

Notariil, dimana nantinya Akta PPAT tersebut akan didaftar pada

Kantor Pertanahan. Namun Pasal 15 ayat (1) memberikan kewenangan

41

Page 42: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

untuk membuat perjanjian dan Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJNP

memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat akta di

bidang pertanahan.

Ada tiga penafsiran dari ketentuan tersebut yaitu:

1. Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi

wewenang notaris atau telah menambah wewenang notaris.

2. Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris.

3. Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari

notaris, karena baik PPAT maupun notaris telah mempunyai

wewenang sendiri-sendiri.

Jika kita melihat hierarki peraturan yang mengatur mengenai

keberadaan dan wewenang antara Notaris dengan PPAT, Keberadaan

notaris ditegaskan dalam suatu Undang-undang yang di dalamnya

menyebutkan bahwa seorang notaris memiliki kewenangan untuk

membuat akta di bidang pertanahan. Sedangkan keberadaan PPAT

diatur dalam suatu PP No.37 Tahun 1998 yang secara hierarki

tingkatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan UU No.30 Tahun

2004 yang mengatur keberadaan dan wewenang notaris. Kewenangan

ini didukung dengan teori kewenangan atribusi yaitu Berdasarkan

UUJN, notaris sebagai pejabat umum memperoleh wewenang secara

Atribusi. Karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh

UUJN sendiri sehingga pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Milik dapat difasilitasi dengan Akta Notariil dalam bentuk Akta

Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Milik.

42

Page 43: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Jabatan notaris juga memiliki larangan didalam menjalankan

kewenangan jabatannya. Larangan notaris merupakan suatu tindakan

yang dilarang dilakukan oleh notaris, jika larangan ini dilanggar oleh

notaris, maka kepada notaris yang melanggar akan dikenakan sanksi

sebagaimana tersebut dalam Pasal 84 dan 85 UUJN. Pasal 17 UUJN

menyebutkan, notaris dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang sah;c. merangkap sebagai pegawai negeri;d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;e. merangkap jabatan sebagai advokat;f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha

milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta;g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar

wilayah jabatan notaris;h. menjadi notaris pengganti; ataui. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma

agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Mengenai sanksi dari larangan yang dilarang Notaris diatur dalam pasal:

Pasal 84Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang m;,nderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada Notaris.

Pasal 85Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat (1). huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32,

43

Page 44: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa:a) teguran lisan;b) teguran tertulis;c) pemberhentian sementara;d) pemberhentian dengan hormat; atau e) pemberhentian dengan tidak hormat.

Kewenangan Notaris di dalam membuat Akta Notariil dengan

Objek Tanah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik untuk

Pembangunan Hotel diatur dalam pasal 15 ayat (1) yang didukung

dengan teori kewenangan atribusi dimana notaris berwenang

membuat Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik sesuai dengan

undang-undang, khususnya perjanjian pendahuluan pemberian hak

guna bangunan atas tanah hak milik. Kewenangannya yang

berhubungan dengan pembuatan akta seperti perjanjian tersebut

berdasar kepada pemberian jaminan, perlindungan dan kepastian

hukum bagi para pihak yang membuatnya.

44

Page 45: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

BAB III

EKSISTENSI AKTA NOTARIIL

3.1 Jenis-jenis Akta Notariil Yang Dibuat dihadapan Notaris

Dengan Objek Tanah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak

Milik Untuk Pembangunan Hotel.

Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-

pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta

dibuatnya.51 Salah satu bentuk akta Otentik adalah Akta Notariil yaitu

dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan Undang-undang. Ada dua jenis/golongan Akta Notariil, yaitu

:

1. Akta Relaas/Berita Acara : akta yang dibuat oleh (door)

Notaris,

2. Akta Partij/Akta Pihak : akta yang dibuat dihadapan (ten

overstan) Notaris.

Akta Notariil yang digunakan notaris dalam pembangunan hotel

adalah akta partij yaitu akta yang dibuat dihadapan (ten overstan)

Notaris atas permintaan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan

sendiri oleh para pihak di hadapan Notaris. Pernyataan atau

keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan ke dalam akta

51 Niko, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, CDSBL, Yogyakarta, hlm.36.

45

Page 46: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Notariil. Dalam membuat akta-akta tersebut Notaris berwenang untuk

memberikan penyuluhan (Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN) ataupun

saran-saran hukum kepada para pihak tersebut. Ketika saran-saran

tersebut diterima dan disetujui oleh para pihak kemudian dituangkan

ke dalam akta, maka saran-saran tersebut harus dinilai sebagai

pernyataan atau keterangan para pihak sendiri. Akta-akta yang dibuat

oleh atau di hadapan Notaris tersebut harus menurut bentuk yang

sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan Bab VII Pasal 38 UUJN dan

tata cara (prosedur) yang sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan

Pasal 39-53 UUJN.

Mengenai bentuk akta dapat dikatakan bahwa akta notaris

terdiri dari 3 garis besar, yaitu kepala akta, badan akta dan penutup

akta.

1. Kepala akta adalah bagian yang paling awal dari akta notaris,

sebagaimana ditentukan dalam UUJN bahwa kepala akta terdiri

dari :

a. judul akta;

b. nomor akta;

c. jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan

d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

2. Badan Akta adalah menyangkut komparisi (identitas para pihak)

dan isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak

yang membuat akta. Badan akta memuat:

46

Page 47: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

a) Nama lengkap, tempat tanggal lahir, kewarganegaraan,

pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap

dan/atau orang yang mereka wakili;

b) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap/dasar

hukum bertindak;

c) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak

yang berkepentingan; dan

d) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan,

jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi

pengenal.

3. Penutup Akta memuat :

a) Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam

pasal 16 ayat (1) huruf l atau Pasal 16 ayat (7);

b) Uraian tentang penandatanganan dan tempat

penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada;

c) Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d) Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam

pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang

dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian.

Sesuai dengan ketentuan pembuatan akta diatas, dalam rangka

memberikan kepastian hukum pemberian hak guna bangunan atas

tanah hak milik untuk pembangunan hotel kepada masyarakat maka

Notaris membuat beberapa akta Notariil yaitu :

47

Page 48: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

a. Perjanjian

Akta Perjanjian (Belum Lunas) dibuat apabila pihak penerima

Hak belum lunas dalam melakukan pembayaran imbalan sesuai

dengan kesepakatan kedua belah pihak.

b. Pembatalan Akta Perjanjian

Setelah pembayaran imbalan lunas, maka Akta Perjanjian

(Belum Lunas) tersebut dibatalkan dengan Akta Pembatalan

Perjanjian yang bertujuan untuk membatalkan perjanjian

terdahulu sehingga dapat dibuatkannya perjanjian yang baru.

c. Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan atas

Tanah Hak Milik

Akta Perjanjian Pendahuluan Hak Guna Bangunan (HGB) Atas

Tanah Hak Milik adalah Perjanjian dimana pihak pertama

sebagai pemberi Hak memberikan Hak Guna Bangunan (HGB)

Atas Tanah Hak Miliknya untuk dibangun oleh pihak kedua

sebagai penerima Hak dan pihak kedua menerima pemberian

Hak Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak Milik-nya dengan

objek, imbalan, ketentuan dan jangka waktu tertentu.

d. Kuasa

Akta Kuasa dibuat dalam rangka memberikan kewenangan dari

pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk menandatangani

Akta Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak

Milik (Akta PPAT). Dalam hal ini penerima kuasa memiliki 2

kualitas hukum yaitu bertindak untuk diri sendiri dan selaku

kuasa dari pemberi kuasa sehingga nantinya pihak pemberi

48

Page 49: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

kuasa tidak perlu hadir kembali pada saat penandatanganan

Akta Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) Atas Tanah Hak

Milik (Akta PPAT).

Keempat akta-akta Notariil tersebut diatas dibuat dalam rangka

menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang

membuatnya.

3.2 Eksistensi Akta Notariil dalam Pemberian Hak Guna

Bangunan Atas Tanah Hak Milik untuk Pembangunan

Hotel.

3.2.1 Syarat Akta Notaris Sebagai Akta Otentik

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris berkedudukan

sebagai akta otentik menurut bentukdan tata cara yang ditetapkan

dalam UUJN52, hal ini sejalan dengan pendapat Philipus M. Hadjon,

bahwa syarat akta otentik, yaitu53:

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (bentuknya

baku),

2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum.

Dikemukakan pula oleh Irawan Soerodjo, bahwa ada 3 (tiga)

unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik,

yaitu54:

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

52 Pasal 1 angka 7 UUJN.53 Philipus M, Hadjon, "Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik",

Surabaya Post, 31 Januari 2001, hlm. 3.54 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia,

Arkola, Surabaya, 2003, hlm. 148.

49

Page 50: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum,

3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang

berwenang untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat.

Pasal 1868 B.W. merupakan sumber untuk otensitas akta Notaris

juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris, dengan syarat-

syarat sebagai berikut:

a. akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan)

seorang Pejabat Umum.

b. akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-

undang,

c. Pejabat Umum oleh - atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.

Menurut CA. Kraan akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut55:

a. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan

bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di

dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang

berwenang.Tulisan tersebut turutditandatangani oleh atau hanya

ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.

b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari

pejabat yang berwenang.

c. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan

tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya

memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya

55 CA.K.raan,DeAuthentiekeAkte,GoudaQuint BV,Arnhem 1984, hlm. l43 dan 201 dalam Herlien Budiono opcit., hlm. 3-4.

50

Page 51: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/jabatan pejabat yang

membuatnya c.q. data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal

tersebut).

d. Seorang pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat

dan pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk - independence) serta

tidak memihak (onpartijdigheid- impartiality) dalam menjalankan

jabatannya.

e. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat

adalah hubungan hukum didalam bidang hukum privat.

Syarat-syarat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Akta yang dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan)

seorang Pejabat I/mum.56

Pasal 38 UUJN yang mengatur mengenai Sifat dan Bentuk Akta

tidak menen-tukan mengenai Sifat Akta57. Dalam Pasal 1 angka 7 UUJN

menentukan bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh

atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan

dalam UUJN, dan secara tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN

disebutkan bahwa Notaris wajib membuat Daftar Akta dan mencatat

semua akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris.

Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktek Notaris

disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian

Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas permintaan 56 Dalam Pasal 165 HIR (Pasal 285 Rbg, 1868 B.W.) dapat disimpulkan

bahwa akta otentik dapat dibagi menjadi (1) akta yang dibuat oleh pejabat (acte ambtelijk, procesverbaai akte) dan (2) akta yang dibuat oleh para pihak (partijakte)

57 Sebagai bahan perbandingan dalam WetophetNotarisamb (1999) Artikel 37.1. diatur dan ditegaskan bahwa Akta Notaris berbentuk Partij-akte dan Proces-verbaal akte.

51

Page 52: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan

dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan

(ten overstaan) Notaris, dalam praktik Notaris disebut Akta Pihak, yang

berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan

atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan

agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta

Notaris58.

Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak,

yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta Notaris,

yaitu harus ada keinginan atu kehendak (wilsvorming) dan permintaan

dari para pihak, jika keinginan dan permintaan para pihak tidak ada,

maka Notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud. Untuk

memenuhi keinginan dan permintaan para pihak Notaris dapat

memberikan saran dengan tetap berpijak pada aturan hukum. Ketika

saran Notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta

Notaris, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan

keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat

Notaris atau isi akta merupakan perbuatan para pihak bukan

perbuatan atau tindakan Notaris.

Pengertian seperti tersebut di atas merupakan salah satu

karakter yuridis dari akta Notaris, tidak berarti Notaris sebagai pelaku

dari akta tersebut, Notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan

pihak dalam akta tersebut. Dengan kedudukan Notaris seperti itu,

sehingga jika suatu akta Notaris dipermasalahkan, maka tetap 58 G.H.S. Lumban Tobing, op.cit., hlm. 51.

52

Page 53: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

kedudukan Notaris bukan sebagai pihak atau yang turut serta

melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana

atau sebagai Tergugat atau Turut Tergugat dalam perkara perdata.

Penempatan Notaris sebagai pihak yang turut serta atau membantu

para pihak dengan kualifikasi membuat atau menem-patkan

keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menempatkan Notaris

sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di

hadapan Notaris, maka hal tersebut telah mencederai akta Notaris dan

Notaris yang tidak dipahami oleh aparat hukum lainnya mengenai

kedudukan akta Notaris dan Notaris di Indonesia. Siapapun tidak dapat

memberikan penafsiran lain atas akta Notaris atau dengan kata lain

terikat dengan akta Notaris tersebut.

Dalam tataran hukum (kenotariatan) yang benar mengenai akta

Notaris dan Notaris, jika suatu akta Notaris dipermasalahkan oleh para

pihak, maka:

1. para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat akta

pembatalan atas akta tersebut, dan dengan demikian akta yang

dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para pihak, dan para pihak

menanggung segala akibat dari pembatalan tersebut59.

2. jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk

dibatalkan, salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya,

59 Pembatalan dengan cara seperti ini selaras dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1420 K/Sip/1978, tanggal 1 Mei 1979, bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta Notaris, tetapi hanya dapat menyatakan akta Notaris yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum. Berarti hanya para pihaklah yang dapat membatalkannya.

53

Page 54: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

dengan gugatan untuk mendegradasikan akta notaris menjadi akta

di bawah tangan. Setelah didegradasikan, maka hakim yang

memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas

akta Notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat

para pihak atau dibatalkan? Hal ini tergantung pembuktian dan

penilaian hakim.

Jika dalam posisi yang lain, yaitu salah satu pihak merasa

dirugikan dari akta yang dibuat Notaris, maka pihak yang merasa

dirugikan dapat mengajukan gugatan berupa tuntutan ganti rugi

kepada Notaris yang bersangkutan, dengan kewajiban penggugat,

yaitu dalam gugatan harus dapat dibuktikan bahwa kerugian tersebut

merupakan akibat langsung dari akta Notaris. Dalam kedua posisi

tersebut, penggugat harus dapat membuktikan apa saja yang

dilanggar oleh Notaris, dari aspek lahiriah, aspek formal dan aspek

materil atas akta Notaris.

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang

Ketika kepada para Notaris masih diberlakukan Peraturan

Jabatan Notaris (PJN), masih diragukan apakah akta yang dibuat sesuai

dengan undang-undang? Pengaturan pertama kali Notaris Indonesia

berdasarkan Instruktie voorde Notarissen

ResiderendeinNederlands/ndiedengan Stbl. No. 11, tanggal 7 Maret

182260, kemudian dengan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie

60 R. Soegondo Notodisoerjo, op.cit., hlm. 24-25.

54

Page 55: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

(Stb.1860: 3), dan Reglement ini berasal dari Wet op het Notarisambt

(1842), kemudian Reglement tersebut diterje-mahkan menjadi PJN61.

Meskipun Notaris di Indonesia diatur dalam bentuk/teg/emenf, hal

tersebut tidak dimasalahkan karena sejak lembaga Notaris lahir di

Indonesia, pengaturannya tidak lebih dari bentuk Reglement, dan

secara kelembagaan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954,

yang tidak mengatur mengenai bentuk akta. Setelah lahirnya UUJN

keberadaan akta Notaris mendapat pengukuhan karena bentuknya

ditentukan oleh undang-undang, dalam hal ini ditentukan dalam Pasal

38 UUJN62.

3. Pejabat umum oleh-atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.

Wewenang Notaris meliputi 4 (empat) hal, yaitu63:

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang

harus dibuat itu;

Wewenang Notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak

dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, atau Notaris juga

berwenang membuatnya di samping dapat dibuat oleh pihak atau

61 Tan Thong Kie, op.cit, hlm. 362.62 Notaris dan PPAT diberi kewenangan untuk membuat Surat Kuasa

Membebankan HakTanggungan (SKMHT) berdasarkan Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996. Dengan menggunakan parameter Pasal 38 UUJN tersebut, maka SKMHTtidak memenuhi syarat sebagai akta Notaris, sehingga Notaris dalam membuat kuasa membebankan hak tanggungan tidak dapat menggunakan falangko SKMHT yang selama ini ada, tapi Notaris wajib membuatnya dalam bentuk akta Notaris dengan memenuhi semua ketentuan yang tercantum dalam Pasal 38 UUJN. Jika Notaris dalam membuat kuasa membebankan hak tanggungan masih menggunakan blangko SKMHT, maka Notaris telah bertindak di luar kewenangannya, sehingga SKMHT tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik, tapi hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

63 G.H.S. Lumban Tobing, op.cit., hlm. 49.

55

Page 56: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang Notaris dalam

membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum,

sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas. Pasal 15

UUJN telah menentukan wewenang Notaris64. Wewenang ini

merupakan suatu batasan, bahwa Notaris tidak boleh melakukan

suatu tindakan di luar wewenang tersebut. Sebagai contoh apakah

Notaris dapat memberikan Legal Opinion secara tertulis atas

permintaan para pihak? Jika dilihat dari wewenang yang tersebut

dalam Pasal 15 UUJN, pembuatan Legal Opinion ini tidak termasuk

wewenang Notaris. Pemberian Legal Opinion merupakan pendapat

pribadi Notaris yang mempunyai kapasitas keilmuan bidang hukum

dan kenotarisan, bukan dalam kedudukannya menjalankan tugas

jabatan sebagai Notaris, sehingga jika dari Legal Opinion

menimbulkan permasalahan hukum, harus dilihat dan diselesaikan

tidak berdasarkan kepada tatacara yang dilakukan oleh Majelis

Pengawas atau Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis

Pengawas, tapi diserahkan kepada prosedur yang biasa, yaitu jika

64 Kewenangan Notaris yang lainnya yaitu:(2) Notaris berwenang pula:a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus;c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. membuat akta risalah lelang.(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2), Notaris mempunyai kewe-nangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

56

Page 57: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

menimbulkan kerugian dapat digugat secara perdata. Hal ini harus

dibedakan dengan kewajiban Notaris dapat memberikan

penyuluhan hukum yang berkaitan dengan akta yang akan dibuat

oleh atau di hadapan Notaris yang bersangkutan. Hal yang sama

dapat terjadi ketika Notaris membuat Surat Keterangan Waris

(SKW)65 yang bukan wewenang Notaris, sehingga ketika terjadi

permasalahan, misalnya ada ahli waris yang tidak dimasukkan 65 Dalam praktik Notaris di Indonesia telah biasa membuat Surat

Keterangan Waris (SKW) untuk mereka yang termasuk ke dalam etnis Cina. Praktek Notaris seperti ini tidak pernah ada pengaturannya dalam PJN, tapi hanya merupakan kebiasaan Notaris yang sebelumnya, kemudian diikuti secara langsung oleh Notaris yang datang kemudian, tanpa mencari maksud dan tujuannya, tanpa bertanya, kenapa pembuatan bukti ahli waris di Indonesia harus dibedakan berdasarkan etnis ? Hal semacam ini merupakan bentuk diskriminasi dalam pembuatan bukti ahli waris. Meskipun telah menjadi kebiasaan bagi para Notaris untuk membuat SKW, ternyata kebiasaan tersebut tidak dimasukkan dalam UUJN,karenatidakdimasuk-kan sebagai bagian dari UUJN, maka kebiasaan seperti itu sudah tidak dapat dilakukan lagi oleh para Notaris. Jika Notaris masih mempraktekkan seperti itu dalam pembuatan bukti waris membuktikan bahwa Notaris bukan agen pembaharuan hukum, tapi mempraktekkan atau bertindak diskriminasi untuk Warga Negara Indonesia berdasarkan etnis, dan juga pembuatan SKW tersebut termasuk suatu tindakan diluar wewenang atau tidak sesuai dengan wewenang Notaris berdasakan Pasal 15 UUJN. Diskriminasi dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris yang masih berdasarkan etnis (suku/golongan penduduk Indonesia) juga masih terdapat dalam: (a) Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jen-deral Agaria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster), tanggal 20 Desember 1969, nomor Dpt/12/637 12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan, dan (b) Pasal 111 ayat (1) hurufc Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan NasionalNo.3Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sebagai sebuah negara kesatuan, sudah saatnya diskriminasi dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris seperti tersebut di atas untuk diakhiri, dengan mencabut aturan hukum tersebut atau untuk tidak memberlakukan aturan hukum tersebut, karena bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi, yaitu bahwa status sebagai Warga Negara Indonesia sudah tidak lagi berdasarkan etnis (Pasal 2 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 12Tahun 2006).Notaris wajib menempatkan diri sebagai satu-satunya pejabat yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris dalam bentuk akta pihak untuk seluruh Warga Negara Indonesia tanpa berdasarkan etnis tertentu. Tindakan Notaris ini sesuai dengan wewenang Notaris dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, dan Pasal 2 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, yang menegaskan bahwa yang dimaksud dengan bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewaraganegaraan negara lain atas kehendak sendiri.

57

Page 58: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

karena pihak yang menghadap Notaris menyembunyikan salah

satu ahli warisnya. Secara materil para ahli waris wajib

bertanggungjawab,tapi bagi Notaris tidak mungkin untuk mencabut

atau menganulir SKW tersebut, dan dengan alasan apapun Notaris

tidak dapat melakukannya, karena jika dilakukan ada kemungkinan

mereka yang telah ditetapkan sebagai ahli waris akan meng-gugat

Notaris yang bersangkutan ke pengadilan. Meskipun dalam hal ini

SKW yang dibuat oleh Notaris didasarkan dari bukti-bukti dan

keterangan atau pernyataan para pihak yang menghadap Notaris.

Suatu hal yang tidak logis, jika Notaris menganulir atau

membatalkan SKW yang dibuatnya sendiri, karena dalam

pembuatan SKW Notaris harus menarik kesimpulan dan kemudian

menetapkan siapa ahli waris dari siapa, dan hal ini merupakan

pendapat pribadi Notaris sendiri. SKW seperti ini meskipun dibuat

di hadapan Notaris, tidak termasuk kedalam sifat dan bentuk akta

otentik, karena tidak memenuhi sifat dan bentuk akta, dan syarat

akta, dari segi fungsi hanya mempunyai pembuktian dengan

kualitas sebagai surat di bawah tangan, yang penilaian

pembuktiannya diserahkan kepada hakim, jika hal tersebut

diperiksa atau menjadi objek gugatan di pengadilan negeri66. Hal

tersebut akan berbeda jika bukti untuk para ahli waris dibuat

dalam bentuk, sifat dan syarat sebagai akta otentik dalam akta

pihak. Jika setelah akta untuk bukti para ahli waris dibuat

66 Dalam Pasal Wet op het Notarisamb (1999) dalam Arikel 47.1. ditegaskan bahwa Notaris Belanda berwenang untuk membuat Surat Keterangan Waris (Verklaring van Erfrechtj di bawah tangan, dan surat semacam ini mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana akta otentik.

58

Page 59: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

berdasarkan bukti dan keterangan serta pernyataan para pihak,

ternyata ada salah satu ahli waris yang tidak disebutkan di dalam

akta, maka hal tersebut dapat dibatalkan oleh para pihak sendiri,

dengan segala akibat hukum yang telah terjadi menjadi

tanggungjawab para pihaksendiri. Jika para pihak tidak mau

membatalkannya, maka mereka yang namanya tidak dimasukkan

sebagai ahli waris tersebut dapat mengajukan gugatan ke

pengadilan negeri, untuk didegradasikan dan dibatalkan oleh

hakim pengadilan negeri, dan kemudian hakim menetapkan sendiri

siapa ahli waris dari siapa.

Tindakan Notaris di luar wewenang yang sudah ditentukan

tersebut, dapat dikategorikan sebagai perbuatan di luar wewenang

Notaris. Jika menimbulkan permasalahan bagi para pihak yang

menimbulkan kerugian secara materil maupun immateril dapat

diajukan gugatan ke pengadilan negeri. Untuk permasalahan

seperti ini, maka Majelis Pengawas atau Majelis Pemeriksa yang

dibentuk oleh Majelis Pengawas tidak perlu turut serta untuk

menindaknya sesuai wewenang Majelis Pengawas Notaris. Majelis

Pengawas Notaris dapat turut serta untuk menyelesaikanya, jika

tindakan Notaris sesuai dengan wewenang Notaris.

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang)

untuk kepentingan siapa akta itu dibuat.

Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang)

untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Meskipun Notaris dapat

membuat akta untuk setiap orang, tapi agar menjaga netralitas

59

Page 60: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Notaris dalam pembuatan akta, ada batasan bahwa menurut Pasal

52 UUJN Notaris tidak diperkenankan untuk membuat akta untuk

diri, sendiri, isteri/suami atau orang lain yang mempunyai

hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan

maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah

dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke

samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk

diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan

perantaraan kuasa.

Mengenai orang dan untuk siapa akta dibuat, harus ada

keterkaitan yang jelas, misalnya jika akan dibuat akta pengikatan

jual beli yang diikuti dengan akta kuasa untuk menjual, bahwa

pihak yang akan menjual mempunyai wewenang untuk menjualnya

kepada siapapun. Untuk mengetahui ada keterkaitan semacam itu,

sudah tentu tentu Notaris akan melihat (asli surat) dan meminta

fotocopy atas indentitas dan bukti kepemilikannya, Salah satu

tanda bukti yang sering diminta oleh Notaris dalam pembuatan

akta Notaris, yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan sertifikat

tanah sebagai bukti kepemilikannya. Ada kemungkinan antara

orang yang namanya tersebut dalam KTP dan sertifikat bukan

orang yang sama, artinya pemilik sertifikat bukan orang yang

sesuai dengan KTP, hal ini bisa terjadi (di Indonesia), karena

banyak kesamaan nama dan mudahnya membuat KTP, serta dalam

sertifikat hanya tertulis nama pemegang hak, tanpa ada

penyebutan identitas lain. Dalam kejadian seperti ini bagi Notaris

60

Page 61: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

tidak menimbulkan permasalahan apapun, tapi dari segi yang lain

Notaris oleh pihak yang berwajib (kepolisian/penyidik) dianggap

memberikan kemudahan untuk terjadinya suatu tindak pidana.

Berkaitan dengan identitas diri penghadapdan bukti

kepemilikannya yang dibawa dan aslinya diperlihatkan ternyata

palsu, maka hal ini bukan tanggungjawab Notaris,

tanggungjawabnya diserahkan kepada para pihak yang

menghadap.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana

akta itu di buat.

Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana

akta itu di buat. Pasal 18 ayat (1) UUJN menentukan bahwa Notaris

harus berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Setiap Notaris

sesuai dengan keinginannya mempunyai tempat kedudukan dan

berkantor di daerah kabupaten atau kota (Pasal 19 ayat [1 ] UUJN).

Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah

propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat [2] UUJN).

Pengertian pasal-pasal tersebut bahwa Notaris dalam menjalankan

tugas jabatannya tidak hanya harus berada di tempat

kedudukannya, karena Notaris mempunyai wilayah jabatan seluruh

propinsi, misalnya Notaris yang berkedudukan di Kota Surabaya,

maka dapat membuat akta di kabupaten atau kota lain dalam

wilayah Propinsi Jawa Timur. Hal ini dapat dijalankan dengan

ketentuan:

61

Page 62: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

a. Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya (membuat akta)

di luar tempat kedudukannya, maka Notaris tersebut harus

berada di tempat akta akan dibuat. Contoh Notaris yang

berkedudukan di Surabaya, akan membuat akta di Mojokerto,

maka Notaris yang bersangkutan harus membuat dan

menyelesaikan akta tersebut di Mojokerto.

b. Pada akhir akta harus disebutkan tempat (kota atau

kabupaten) pembuatan dan penyelesaian akta.

c. Menjalankan tugas jabatan di luar tempat kedudukan Notaris

dalam wilayah jabatan satu propinsi tidak merupakan suatu

keteraturan atau tidak terus-menerus (Pasal 19 ayat [2] UUJN).

Ketentuan tersebut dalam praktik memberikan peluang kepada

Notaris untuk merambah dan melintasi batas tempat kedudukan

dalam pembuatan akta, meskipun bukan suatu hal yang dilarang

untuk dilakukan, karena yang dilarang menjalankan tugas

jabatannya di luar wilayah jabatannya atau di luar propinsi (Pasal

17 huruf a UUJN), tapi untuk saling menghormati sesama Notaris di

kabupaten atau kota lain lebih baik hal seperti itu

untuktidakdilakukan, berikan penjelasan kepada para pihak untuk

membuat akta yang diinginkannya untuk datang menghadap

Notaris di kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam keadaan

tertentu dapat saja dilakukan, jika di kabupaten atau kota tersebut

tidak ada Notaris.

62

Page 63: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

1. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan

akta itu. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu

pembuatan akta itu. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

harus dalam keadaan aktif,artinya tidak dalam keadaan cuti atau

diberhentikan sementara waktu. Notaris yang sedang cuti, sakit

atau sementara berhalangan berhalangan untuk menjalankan

tugas jabatannya. Agar tidak terjadi kekosongan, maka Notaris

yang bersangkutan dapat menunjuk Notaris Pengganti (Pasal 1

angka 3 UUJN)67. Seorang Notaris dapat mengangkat seorang

Notaris Pengganti, dengan ketentuan tidak kehilangan

kewenangannya dalam menjalankan tugas jabatatannya, dengan

demikian dapat menyerahkan kewenangannya kepada Notaris

Pengganti, sehingga yang dapat mengangkat Notaris Pengganti,

yaitu Notaris yang cuti, sakit atau berhalangan sementara, yang

setelah cuti habis protokolnya dapat diserahkan kembali kepada

Notaris yang digantikannya, sedangkan tugas jabatan Notaris

dapat dilakukan oleh Pejabat Sementara Notaris68 hanya dapat

67 Cuti dengan alasan tertentu, misalnya untuk berlibur atau diangkat untuk jabatan lain yang tidak bisa dirangkap dengan Jabatan Notaris selain jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),sedangkan sakit sepanjang Notaris secara jasmani dan rohani masih dapat melakukan tindakan hukum secara sadar.

68 Dalam Pasal 62 UUJN dalam pengangkatan Pejabat Sementara Notaris di samping alasan-alasan tersebut di atas, ada alasan yang tidak tepat untuk dimasukkan sebagai alasan untuk mengangkat Pejabat Sementara Notaris, yaitu diangkat menjadi pejabat negara atau jabatan-jabatan lain yang tidak dapat dirangkap dengan jabatan Notaris. Alasan seperti ini harus dimasukkan sebagai alasan untuk mengangkat Notaris Pengganti karena berhaiangan sementara. Ketika seorang Notaris diangkat untuk memegang suatu jabatan yang tidak dirangkap dengan jabatan Notaris, sudah diketahui sebelumnya mengenai jabatan barunya, sehingga perlu dipersiapkan sebelumnya.

63

Page 64: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

dilakukan untuk Notaris yang kehilangan kewenangannya dengan

alasan:

a. meninggal dunia;

b. telah berakhir masa jabatannya;

c. minta sendiri;

d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk

melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus

menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

e. pindah wilayah jabatan;

f. diberhentikan sementara, atau g. diberhentikan dengan tidak

hormat;

Untuk Notaris Pengganti Khusus berwenang untuk membuat akta

tertentu saja yang disebutkan dalam surat pengangkatannya,

dengan alasan Notaris yang berada di kabupaten atau kota yang

bersangkutan hanya terdapat seorang Notaris, dan dengan alasan

sebagaimana tersebut dalam UUJN tidak boleh membuat akta yang

dimaksud. Ketidakbolehan tersebut dapat didasar-kan kepada

ketentuan Pasal 52 UUJN, terutama mengenai orang dan akta yang

akan dibuat.

Dengan demikian kedudukan akta Notaris sebagai akta otentik

atau otensitas akta Notaris, karena:

1. akta dibuat oleh (door; atau di hadapan (ten overstaan) seorang

Pejabat Publik,69

69 Untuk memahami kedudukan Notaris dari Pejabat Umum ke Pejabat Publik dapat dibaca dalam buku: Habib Adjie, Sanksi Perdata dan

64

Page 65: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

2. akta dibuat dalam bentuk dan tata cara (prosedur) dan syarat yang

ditentukan oleh undang-undang,

3. Pejabat Publik oleh - atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.

Karakter yuridis akta Notaris, yaitu:

1. Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan

oleh undang-undang (UUJN).

2. Akta Notaris dibuat karena ada permintaan para pihak, dan bukan

keinginan Notaris;

3. Meskipun dalam akta Notaris tercantum nama Notaris, tapi dalam

hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama

para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam akta.

4. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapa pun

terikat dengan akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain

yang tercantum dalam akta tersebut.

5. Pembatalan daya ikat akta Notaris hanya dapat dilakukan atas

kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam akta. Jika

ada yang tidak setuju, maka pihak yang tidak setuju harus

mengajukan permohonan ke pengadilan umum agar akta yang

bersangkutan tidak mengikat lagi dengan alasan-alasan tertentu

yang dapat dibuktikan.

Aspek lahiriah dari akta Notaris dalam yurisprudensi Mahkamah

Agung bahwa akta Notaris sebagai alat bukti berkaitan dengan tugas

AdministratifTerhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Adhitama, Bandung, 2007.

65

Page 66: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

pelaksanaan tugas jabatan Notaris70, yang menegaskan bahwa dalam

amar putusannya membatalkan Akta Notaris, hal ini tidak dapat

dibenarkan, karena Pejabat Notaris fungsinya hanya mencatatkan

(menuliskan) apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para

pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi

Notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang

dikemukakan oleh penghadap Notaris tersebut71.

Berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung tersebut dapat

disimpulkan bahwa:

1. Akta Notaris tidak dapat dibatalkan.

2. Fungsi Notaris hanya mencatatkan (menuliskan) apa-apa yang

dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap

Notaris tersebut.

3. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materil

apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap tersebut.

Dengan demikian bertentangan dengan inti dari akta Notaris,

jika akta Notaris yang dibuat atas kehendak para pihak dibatalkan oleh

putusan pengadilan, tanpa ada gugatan dari para pihak yang tersebut

dalam akta untuk membatalkan akta Notaris. Pembatalan akta Notaris

hanya dapat dilakukan oleh para pihak sendiri.

70 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973.

71 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, M. All Boediarto, op.cit., hlm. 148.

66

Page 67: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Akta Notaris berisi keterangan, pernyataan para pihak dan

dibuat atas kehendak atau permintaan para pihak, dan Notaris

membuatnya dalam bentuk yang sudah ditentukan menurut undang-

undang, dan juga Notaris bukan pihak dalam akta tersebut,

pencantuman nama Notaris dalam akta karena perintah undang-

undang. Membatalkan akta Notaris berarti secara lahiriah tidak

mengakui akta tersebut, dengan demikian akta tersebut bukan akta

Notaris. Penilaian akta Notaris secara lahiriah bukan suatu akta

Notaris, maka harus dibuktikan dari awal sampai dengan akhir akta

Notaris ada yang tidak dipenuhi syarat mengenai bentuk akta Notaris.

Jika dapat dibuktikan bahwa akta Notaris tersebut tidak memenuhi

syarat sebagai sebuah akta Notaris, maka tersebut akan mempunyai

nilai pembuktian sebagaimana akta di bawah tangan, yang penilaian

pembuktiannya tergantung kepada penga-kuan para pihak dan hakim.

Perkara pidana dan perdata akta Notaris senantiasa

dipermasalahkan dari aspek forma/terutama mengenai:

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap.

b. Pihak (siapa) yang menghadap Notaris.

c. Tanda tangan yang menghadap.

d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta.

e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta.

f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta

dikeluarkan.

67

Page 68: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Perkara pidana yang berkaitan dengan aspek formal akta

Notaris, pihak penyidik, penuntut umum dan hakim akan memasukkan

Notaris telah melakukan tindakan hukum:

1. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat

palsu/yang dipalsukan (Pasal 263 ayat [1], [2] KUHP).

2. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP).

3. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik

(Pasal 266 KUHP).

4. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan

(Pasal 55 jo Pasal 263 ayat [1] dan [2] atau 264 atau 266 KUHP).

5. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan

menggunakan surat palsu/yang diplasukan (Pasal 56 ayat [1] dan

[2] jo Pasal 263 ayat [1] dan (2) atau 264 atau 266 KUHP.

Notaris wajib menjamin kepastian hari, tanggal, bulan, tahun

dan pukul menghadap yang tercantum atau disebutkan pada bagian

awal akta Notaris, sebagai bukti bahwa para pihak menghadap dan

menandatangani akta pada hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul yang

tersebut dalam akta dan semua prosedur pembuatan telah dilakukan

sesuai aturan hukum yang berlaku dalam hal ini UUJN. Jika pihak yang

tersebut dalam akta merasa menghadap Notaris dan menandatangani

akta di hadapan Notaris pada saat yang diyakininya benar, tapi

ternyata dalam salinan dan minuta akta tidak sesuai dengan

kenyataan yang diyakininya, maka pihak yang bersangkutan

melakukan tindakan pengingkaran terhadap kepastian hari, tanggal,

bulan, tahun dan pukul menghadap yang tercantum dalam akta.

68

Page 69: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Dalam kaitan ini diperlukan pembuktian dari pihak yang melakukan

pengingkaran tersebut dan Notaris yang bersangkutan. Jika semacam

itu dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, maka Notaris

dikualifikasikan melakukan tindak pidana Pasal 263,264,266 jo 55 atau

56 KUHP.

Menurut beberapa putusan pengadilan72, bahwa pembuatan

akta pihak, Notaris hanya sekedar mengkonstatir saja apa yang

diinginkan atau dikehendaki oleh penghadap yang bersangkutan,

dengan cara mencatat, kemudian menyu-sunnya agar sesuai dengan

peraturan hukum yang berlaku, dan kalau sudah selesai dengan

kehendak penghadap, maka penghadap diminta untuk membubuhkan

tanda tangannya serta menulis nama terangnya, hal ini merupakan

prosedur pembuatan akta Notaris akta pihak73.

Jika kemudian ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris

tersebut bukan orang yang sebenarnya atau orang yang mengaku asli,

tapi orang yang sebenarnya tidak pernah menghadap Notaris,

sehingga menimbulkan kerugian orang yang sebenarnya.

Pertanggungjawaban pidana dalam kejadian seperti tersebut di atas,

72 Putusan Pengadilan Negeri Surabaya, nomor 260/1981/Pidana, tanggal, 1 Januari 1984, Pengadilan Tinggi Surabaya, nomor 127/Pid/1984/PT. Sby, tanggal 5 Juli 1984 dan Mahkamah Agung nomor 9427 Pid/1984, tanggal 28 September 1985, serta Pengadilan Tinggi Surabaya, nomor 270/Pid/1984/PT. Sby, tanggal 14 April 1986.

73 Sisi lain dari putusan badan peradilan tersebut merupakan contoh bentuk penyimpangan atau kurangnya kemampuan para Notaris, baik karena kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, meskipun dalam hal ini kelalaian tersebut apabila dilihat dari sudut pandang, masih harus dibuktikan kebenarannya, Liliana Tedjosaputro, "Tinjauan Malpraktek Di Kalangan Notaris Dan Pejabat PembuatAkta Tanat\Dari Sudut Hukum Pidana", Tesis, Fakultas Pascasarjana KPK- Ul, Universitas Diponegoro, Semarang, 1990, hlm. 89-90.

69

Page 70: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

tidak dapat dibebankan kepada Notaris, karena unsur kesalahannya

tidak ada, dan Notaris telah melaksanakan tugas jabatan sesuai aturan

hukum yang berlaku, sesuai asas tiada hukum tanpa kesalahan, dan

tiada kesalahan yang dilakukan oleh Notaris yang bersangkutan, maka

Notaris tersebut harus dilepas dari tuntutan.

Dalam pembuatan akta pihak ataupun akta relaas harus sesuai

dengan tata cara yang sudah ditentukan. Akta pihak Notaris hanya

mencatat, dan membuatkan akta atas kehendak, keterangan atau

pernyataan para pihak yang kemudian ditanda-tangani oleh para pihak

tersebut, dan dalam akta relaas, berisi pernyataan atau keterangan

Notaris sendiri atas apa yang dilihat atau didengarnya, dengan tetap

berlandaskan bahwa pembuatan akta relaaspun haru ada permintaan

dari para pihak.

Pemeriksaan terhadap Notaris selaku tersangka atau terdakwa

harus didasar-kan kepada tata cara pembuatan akta Notaris, yaitu:

1. melakukan pengenalan terhadap penghadap, berdasarkan

identitasnya yang diperlihatkan kepada Notaris;

2. menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan

atau kehendak para pihak tersebut (tanya-jawab);

3. memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau

kehendak para pihak tersebut;

4. memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi

keinginan atau kehendak para pihak tersebut;

70

Page 71: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

5. memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta Notaris,

seperti pembacaan, penandatatanganan, memberikan salinan, dan

pemberkasan untuk minuta;

6. melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan

tugas jabatan Notaris.

Dalam memeriksa Notaris yang berkaitan dengan akta yang

dibuat atau dibuat oleh Notaris yang bersangkutan, parameternya

harus kepada prosedur pembuatan akta Notaris, dalam hal ini UUJN.

Jika semua prosedur sudah dilakukan, maka akta yang bersangkutan

tetap mengikat mereka yang membuatnya di hadapan Notaris.

Mempidanakan Notaris dengan alasan-alasan pada aspek formal

akta, tidak akan membatalkan akta Notaris yang dijadikan objek

perkara pidana tersebut, dengan demikian akta yang bersangkutan

tetap mengikat para pihak74. Dalam perkara perdata pelanggaran

terhadap aspek formal dinilai sebagai suatu tindakan melanggar

hukum dan hal ini dilakukan dengan mengajukan gugatan terhadap

Notaris yang bersangkutan. Pengingkaran terhadap aspek formal ini

harus dilakukan oleh penghadap sendiri, bukan oleh Notaris atau pihak

lainnya.

74 Hal ini dapat disejajarkan dengan orang yang membuat dan mempergunakan surat palsu untuk melakukan perkawinan. Jika terbukti yang bersangkutan membuat atau mempergunakan surat palsu untuk dasar perkawinan, dan oleh pengadilan dihukum, padahal perkawinan sudah terjadi, maka penjatuhan pidana kepada yang bersangkutan tidak merubah status perkawinan mereka, dan mereka tetap suami-isteri sepanjang tidak dilakukan pembatalan oleh yang berkepentingan. Misalnya oleh orang tua salah satu pihak.

71

Page 72: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Aspek materil dari akta Notaris, segala hal yang tertuang harus

dinilai benar sebagai pernyataan atau keterangan Notaris dalam akta

relaas, dan harus dinilai sebagai pernyataan atau keterangan para

pihak dalam akta partij (pihak), hal apa saja yang harus ada secara

materil dalam akta harus mempunyai batasan tertentu, Menentukan

batasan seperti itu tergantung dari apa yang dilihat, didengar oleh

Notaris atau yang dinyatakan, diterangkan oleh para pihak di hadapan

Notaris.

Dalam kaitan ini putusan Mahkamah Agung75, menegaskan

bahwa suatu akta otentik (atau akta di bawah tangan) hanya berisi

satu perbuatan hukum. Bila ada akta mengandung dua perbuatan

hukum (misalnya pengakuan hutang dan pemberian kuasa untuk

menjual), maka akta ini telah melanggar adagium tersebut, dan akta

seperti ini tidak memiliki kekuatan eskekusi (executorial title) ex Pasal

244 HIR, bukan tidak sah76. Dalam praktik Notaris banyak dilakukan

beberapa tindakan hukum dibuat dalam satu akta saja, berdasarkan

putusan Mahkamah Agung tersebut batasan akta secara materil, yaitu

satu akta Notaris harus memuat satu perbuatan hukum saja.

Kehendak penghadap yang tertuang dalam akta secara materil

merupakan kehendak atau keinginan para pihak sendiri, bukan

kehendak Notaris, dan tugas Notaris hanya memberi saran saja,

kalaupun kemudian saran tersebut diikuti dan dituangkan dalam akta,

maka hal tersebut tetap merupakan keinginan atau kehendak 75 Putusan Mahkamah Agung nomor 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998.76 M. All Boediarto, op.cit., hlm. 166.

72

Page 73: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

penghadap sendiri. Jika penghadap mendalilkan bahwa akta Notaris

yang berisi keterangan atau perkataannya di hadapan Notaris, tidak

dikehendaki oleh penghadap, kemudian penghadap mengajukan

gugatan dengan gugatan untuk membatalkan akta tersebut77. Maka

hal tersebut harus dapat dibuktikan bahwa akta dibuat dalam keadaan

terpaksa, kekhilafan atau penipuan, jika tidak dapat dibuktikan maka

gugatan seperti itu harus ditolak, karena dalam hal ini semua prosedur

untuk pembuatan akta telah dilakukan oleh Notaris. Jika secara materil

isi akta tidak sesuai dengan keinginan penghadap, maka atas hal

tersebut dapat diajukan gugatan ke pengadilan, dengan kewajiban

untuk membuktikan dalil gugatannya.

Secara materil akta isi akta merupakan keinginan para pihak,

tapi dalam keadaan atau dengan alasan tertentu, akta tersebut batal

demi hukum, yaitu jika materi akta tersebut bertentangan dengan

aturan hukum78. Dengan demikian secara materil akta Notaris tidak

mempunyai kekuatan eksekusi dan batal demi hukum dengan putusan

pengadilan, jika dalam akta Notaris:

1. memuat lebih dari 1 (satu) perbuatan atau tindakkan hukum;

2. materi akta bertentangan dengan hukum yang mengatur

perbuatan atau tindakan hukum tersebut.

77 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, nomor 102/Pdt/G/1986, tanggal 13 November 1986, Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota nomor 16/Pdt/1987, tanggal 21 Pebruari 1987 dan Mahkamah Agung nomor 2827/K/Pdt./l 987, tanggal 24 Pebruari 1987,

78 Putusan Pengadilan Negeri Surabaya nomor 80/Pdt.G/l987/PN. Sby, tanggal 30 April 1987, Pengadilan Tinggi Jawa Timur nomor 58/Pdt/1988/PT. Sby, tanggal 28 Pebruari 1988 dan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1462 K/Pdt/1989, tanggal 29 November 1993.

73

Page 74: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

3.2.2. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti

Dalam Hukum (Acara) Perdata. alat bukti yang sah atau yang

diakui oleh hukum, terdiri dari:79

a. bukti tulisan;

b. bukti dengan saksi-saksi;

c. persangkaan-persangkaan;

d. pengakuan;

e. sumpah.

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan

otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan80. Tulisan-

tulisan otentik berupa akta otentik, yang dibuat dalam bentuk yang

sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-

pejabat (pegawai umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana

akta tersebut dibuat81. Akta otentik tidak saja dapat dibuat oleh

Notaris, tapi juga oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)82. Pejabat

Lelang dan Pegawai Kantor Catatan Sipil.Tulisan di bawah tangan atau

disebutjuga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak

ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di

79 Pasal 138, 165, 167 HIR, 164,285 - 305 Rbg.S. 1867 nomor 29, Pasal 1867- 1894 B.W.Menurut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan Putusan tanggal 10 April 1957, nomor 213 K/Sip/1955, bahwa penglihatan hakim dalam persidangan atas alat bukti tersebut, adalah merupakan pengetahuan hakim sendiri yang merupakan usaha pembuktian. M. Ali Boediarto, loc cit., hlm. 157.

80 Pasal 1867 B.W.81 Pasal 1868 B.W.

82 Akta PPAT dikategorikan sebagai akta otentik, meskipun sampai saat ini belum ada perintah undang-undang yang mengatur mengenai Akta PPAT. Menurut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan tanggal 22 Maret 1972, nomor 937 K/Sip/1970, bahwa akta jua! beli tanah yang dilaksanakan di hadapan PPAT dianggap sebagai bukti surat yang mempunyai kekuatan bukti sempurna, M. Ali Boediarto, loc.cit, hlm. 146.

74

Page 75: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

hadapan Pejabat Umum yang berwenang83. Baik akta otentik maupun

akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan

sebagai alat bukti84.

Dalam kenyataan ada tulisan yang dibuat tidak dengan tujuan

sebagai alat bukti, tapi dapat dipergunakan sebagai alat bukti, jika hal

seperti ini terjadi agar mempunyai nilai pembuktian harus dikaitkan

atau didukung dengan alat bukti yang lainnya. Perbedaan yang penting

antara kedua jenis akta tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta

83 Pasal 1874B.W.84 Karena akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya

material yang dipakai untuk menerakan tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya:

a. Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan.Hal ini berkaitan dengan (diantaranya) kewajiban bagi Notaris untuk membuat minuta akta dan menyimpan minuta akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notariswet di Nederland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu untuk pembuatan akta yang digunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat material untuk daya tahan penyimpanan arsip.

b. Ketahanan terhadap pemalsuan.Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan di atas kertas dapat diketahui dengan kasat mata atau dengan menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hukum di antara mereka telah dilakukan dengan akta yang menggunakan jenis kertas tertentu.

c. Originalitas.Untuk mniuta akta hanya ada satu akta aslinya, kecuali untuk akta yang dibuat in original! Dibuat dalam beberapa rangkap yang semuanya asli.

d. Publisitas.Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat akta asli atau minta salinan daripadanya.

e. Dapat segera atau mudah dilihat (waarneembaarheid).Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya.

f. Mudah dipindahkan.Kertas dan sejenisnya dapat dengan mudah dipindahkan.

(R.E. van Esch, Elektronische Rechtshandelingen, dalam De Notaries en et Elektronisch Rechtsverkeer, Koninkelike Vermande, Lelystad/KNB, s'Gravemhage, 1996, hlm. 46-48 dalam Herlien Budiono, Akte Notaris Melalui Media Elektronik, Ugrading - Refreshing Course Ikatan Notaris Indonesia, Bandung, 22 - 25 Januari 2003, hlm. 5-6).

75

Page 76: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta

Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa

adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis

dalam akta tersebut. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan

pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada

penyangkalan dari salah satu pihak85, jika para pihak mengakuinya,

maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik86, jika ada salah

satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada

pihak yang menyangkal akta tersebut, dan penilaian penyangkalan

atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim87. Baik alat bukti akta di

bawah tangan maupun akta otentik keduanya harus memenuhi

rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320

BW,dan secara materil mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal

1338 BW) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepatioleh para pihak

(pactasuntservanda).

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris bentuknya sudah

ditentukan dalam Pasal 38 UUJN. Sebagai bahan perbandingan

85 Sebagai contoh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 775 K/Sip/1971, tanggal 6 Oktober 1971, menegaskan bahwa surat (surat jual beli) yang diajukan dalam persidangan, kemudian disangkal oleh pihak lawan, dan tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, maka surat (jual beli tanah) tersebut dinilai sebagai alat bukti yang lemah dan belum sempurna. M. Ali Boediarto, op.cit., hlm. 145.

86 Pasal 1875 B.W.87 Peradilan Perdata di Indonesia menganut sistem hukum pembuktian

berdasar pada asasnegatifwettelijk bewijsleer. Hal ini terlihat dalam Pasal 249 jo 298 H.I.R. dan tidak memakai sistem vrij bewijsleer yang menitikberatkan pada keyakinan hakim belaka. Hal ini dilarang oleh undang-undang (Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 583 K/Sip/1970, tanggal 10 Pebruari 1971), M. Ali Boediarto, op.cit., hlm. 136.

76

Page 77: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

kerangka atau susunan akta yang tersebut dalam Pasal 38 UUJN

berbeda dengan yang dipakai dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN).

Dalam PJN kerangka akta atau anatomi akta terdiri dari88:

1. Kepala (hoofd) akta; yang memuat keterangan-keterangan dari

Notaris mengenai dirinya dan orang-orang yang datang

menghadap kepadanya atau atas per-mintaan siapa dibuat berita

acara;

2. Badan akta; yang memuat keterangan-keterangan yang diberikan

oleh pihak-pihak dalam akta atau keterangan-keterangan dari

Notaris mengenai hal-hal yang disaksikannya atas permintaan

yang bersangkutan.

3. Penutup akta; yang memuat keterangan dari Notaris mengenai

waktu dan tempat akta dibuat; selanjutnya keterangan mengenai

saksi-saksi, di hadapan siapa akta dibuat dan akhirnya tentang

pembacaan dan penandatanganan dari akta itu.

Perbedaan antara Pasal 38 dengan PJN mengenai kerangka akta

terutama dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a dan b mengenai Awal atau

Kepala akta dan Badan akta. Dalam PJN Kepala akta hanya memuat

keterangan-keterangan atau yang menyebutkan tempat kedudukan

Notaris dan nama-nama para pihak yang datang atau menghadap

Notaris, dan dalam Pasal 38 ayat (2) UUJN Kepala akta memuat judul

88 G.H.S. Lumban Tobing, op.cit., hlm. 214.

77

Page 78: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

akta89, nomor akta, jam90, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan nama

lengkap dan tempat kedudukan Notaris. Satu perbedaan yang perlu

untuk diperhatikan, yaitu mengenai identitas para pihak atau para

penghadap. Dalam PJN identitas para pihak atau para penghadap

merupakan bagian dari Kepala akta, sedangkan menurut Pasal 38 ayat

(2) UUJN, identitas para pihak atau para penghadap bukan bagian dari

Kepala akta, tapi merupakan bagian dari Badan akta (Pasal 38 ayat [3]

huruf a), dan dalam PJN bahwa Badan akta memuat isi akta yang

sesuai dengan keinginan atau permintaan para pihak atau para

penghadap.

Adanya perubahan mengenai pencantuman identitas para pihak

atau para penghadap yang semula dalam PJN yang merupakan bagian

dari Kepala atau, kemudian dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b UUJN

identitas para pihak atau para penghadap diubah menjadi bagian dari

Badan akta menimbulkan kerancuan dalam menentukan isi akta,

sehingga muncul penafsiran bahwa identitas para pihak dalam akta

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan isi akta.

Pencantuman identitas para pihak merupakan bagian dari formalitas

akta Notaris, bukan bagian dari materi atau isi akta. Dalam hal ini Pasal

89 Di dalam PJN tidak diatur mengenai akta Notaris harus mencantumkan judul. Jika di dalam akta tercantum judulnya, maka termasuk dalam Kepala atau Awal akta, G.H.S. Lumban Tobing, op.cit, hlm. 215. Dalam praktik Notaris judul sudah merupakan keharusan, karena judul mencerminkan isi akta.

90 Arti dari Jam adalah alat pengukur waktu (seperti arloji, lonceng dinding) atau waktu yang lamanys (dari sehari- semalam); Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 397. Dengan demikian bahwa Jarr dapat berarti suatu alat untuk mengukur waktu dan juga berarti lamanya waktu tertentu (duration). Jika ingin menunjukkan waktu atau saat (moment) menghadap Notaris lebih tepat dicantumkan Puku, yang berarti saat yang menyatakan; Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibid., hlm. 796.

78

Page 79: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

38 ayat (2) dan (3) telah mencampur-adukkan antara Komparisi dan Isi

akta91.

Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat

mereka membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1320 BW yang mengatur tentang

syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif yaitu syarat yang

berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian,

yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan

suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang

berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek

yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari

suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang92.

Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat

subjektif dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak

terpenuhi, maka perjanjian dapatdibatalkan (vernietigbaar) sepanjang

91 Dalam PJN kerangka akta terdiri dari:1. judul dari akta;2. keterangan-keterangan dari notaris mengenai para penghadap atau

atas permintaan siapa dibuat berita acara atau lazim dinamakan Komparisi.

3. keterangan pendahuluan dari para penghadap (jika ada) atau lazim dinamakan Premisse.

4. isi akta itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan;

5. penutup dari akta, yang biasanya didahului oleh perkataan-perkataan Maka akta ini dan seterusnya atau Akta ini dibuat dan seterusnya. (G.H.S. Lumban Tobing, ibid., hlm. 214).

92 Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 BW). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 BW).

79

Page 80: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkpentingan93.

Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan

oleh para pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau

pengampu. Agar ancaman seperti itu tidak terjadi, maka dapat

dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa

perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Jika

syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum

(nietig), tanpa perlu ada permintan dari para pihak, dengan demikian

perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun.

Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian

yang dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan

untuk perbuatan hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah

ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban

umum94, karena perjanjian sudah dianggap tidak ada, maka sudah

tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau

93 Pembatalan karena ada permintaan dari pihak yang berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut pembatalan yang relative atau tidak mutak. Pembatalan relatif ini dibagi 2 (dua), yaitu:

a. pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal (nietig verklaard) suatu perjanjian. Contohnya jika tidak dipenuhi syarat subjektif (Pasal 1446 BW).

b. Pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu perjanjian dengan mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 BW. (Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bale Bandung "Sumur Bandung" Bandung, 1989, hlm. 121).

94 Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahwa azas kebebasan berkontrak merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat mana saja yang telah menerima budaya industri dan perdagangan, dengan kata lain apabila suatu masyarakat telah memasuki atau paling tidak telah bersentuhan dengan budaya Industri dan perdagangan, eksistensi azas kebebasan berkontrak hendaklah diterima di masyarakat tersebut, Peter Mahmud Marzuki, "Batas-batas Kebebasan Berkontrak", Yuridika, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Volume 18, Nomor 3, Mei 2003, hlm. 203.

80

Page 81: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

menggugat dengan cara dan bentuk apapun95. Misalnya jika suatu

perjanjian wajib dibuat dengan akta (Notaris atau Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT), tapi ternyata tidak dilakukan, maka perbuatan

hukum atau perjanjian tersebut batal demi hukum.

Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta

Notaris. Syarat subjektif dicantumkan dalam Awal akta, dan syarat

objektif dicantumkan dalam Badan akta sebagai isi akta. Isi akta

merupakan perwujudan dari Pasal 1338 BW mengenai kebebasan

berkontrak96 dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum

kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya97. Dengan 95 Jika perjanjian sudah tidak memenuhi syarat objektif, ternyata masih

ada yang mengajukangugatan atau tuntutan atas hal tersebut, maka hakim diwajibkan karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan, R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, hlm. 22.

96 Pasal 1337 B.W.97 Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahwa seseorang pada umumnya

mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian. Di dalam azas ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. Peter Mahmud Marzuki, Saras Kebebasan ..., loc.cit., hlm. 219. Meskipun demikian kebebasan berkontrak ada batas-batasnya, yaitu : (1) harus dilindungi dari korban undue influence, (2) perjanjian yang bertentangan dengan ketertiban umum (openbareorde), (3) yang bertentangan dengan kebijakan publik (publicpolicy), Peter Mahmud Marzuki, ibid.Menurut Moch. Isnaeni, bahwa azas kebebasan berkontrak menjadi kuda hitam yang sangat diandalkan, padahal kontrakyang sehat, tentunya tidak melulu berlandas pada satu azas saja. Azas-azas lain mestinya juga harus diberi peran yang seimbang, misalnya saja azas itikad baik. Azas ini sebenarnya sangat strategis perannya untuk kelahiran sebuah kontrak yang sehat, mengingat langkah awal para pihak untuk saling mengikatkan diri, lebih bermula dari niat,dan sudah tentu yang berlabel baik. Moch. Isnaeni, "Hukum Kontrak",Makalah WorkshopTeknik Perancangan & Review Kontrak-kontrak Bisnis.Law Firm Prihandono & Partners - BinaUF Conference, Surabaya, 20 -21 Oktober 2003, hlm. 9. Selanjutnya oleh Moch. Isnaeni dikemukan pula, bahwa azas itikad baik, azas kebebasan berkontrak dan konsensualisme, saling berjalin satu dengan yang lain tanpa dapat dielakkan kalau menginginkan lahirnya suatu kontrak yang sehat (fair) demi terbingkainya aktifitas bisnis dalam hidup keseharian. Moch. Isnaeni, "Jalinan Prinsip-prinsip Hukum Kontrak dalam Bisnis", Makalah Seminar Hukum

81

Page 82: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

demikian jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang

menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif,maka atas

permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan98. Prof dalam

isi akta tidak memenuhi syarat objektif, maka akta tersebut batal demi

hukum99. Oleh karena Pasal 38 ayat (3) huruf a UUJN telah menentukan

bahwa syarat subjektif dan syarat objektif bagian dari Badan Akta,

maka timbul kerancuan, antara akta yang dapat dibatalkan dengan

akta yang batal demi hukum, sehingga jika diajukan untuk

membatalkan akta Notaris karena tidak memenuhi syarat subjektif,

maka dianggap membatalkan seluruh Badan Akta, termasuk

membatalkan syarat objektif. Syarat subjektif ditempatkan sebagai

bagian dari Awal akta, dengan alasan meskipun syarat subjektif tidak

dipenuhi sepanjang tidak ada pengajuan pembatalan dengan cara

gugatan dari orang-orang tertentu, maka Isi akta yang berisi syarat

objektif tetap mengikat para pihak, hal ini berbeda jika syarat objektif

tidak dipenuhi, maka akta dianggap tidak pernah ada100.

Kontrak, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 13 Oktober 2004, hlm. 7.

98 Akta Notaris yang dapat dibatalkan berarti akta tersebut termasuk ex nunc, yang berarti perbuatan dan akibat dari akta tersebut dianggap ada sampai saat dilakukan pembatalan.

99 Akta Notaris yang batal demi hukum berarti akta tersebut termasuk ex tune, yang berarti perbuatan dan akibat dari akta tersebut dianggap tidak pernah ada (inexistence).

100 Meskipun pada dasarnya akibat dari perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif dianggap perjanjian tidak pernah ada, hal ini bisa berjalan jika objek perjanjian, berupa benda/barang (secara natura) masih ada pada mereka yang bersangkutan, sehingga keadaan bisa dikembalikan seperti semula dan diterima oleh para pihak dan para pihak tidak mempermasalahkannya, tapi jika ternyata benda atau barang tersebut telah mengalami perubahan atau telah beralih kepada pihak lain, hal semacam itu sangat sulit untuk dilakukan atau untuk dikembalikan seperti semua. Jika terjadi seperti ini, maka atas permohonan para pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, dan hakim dapat memutuskan dan menentukan keadaan seperti itu.

82

Page 83: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan

oleh undang-undang hal ini merupakan salah satu karakter akta

Notaris. Meskipun ada ketidak-tepatan dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a

UUJN yang telah menempatkan syarat subjektif dan syarat objektif

sebagai bagian dari Badan akta, maka kerangka akta Notaris harus

menempatkan kembali syarat subjektif dan syarat objektif akta Notaris

yang sesuai dengan makna dari suatu perjanjian dapat dibatalkan dan

batal demi hukum, oleh karena itu kerangka akta Notaris harus terdiri

dari:

1. Kepala atau Awal akta, yang memuat:

a. judul akta;

b. nomor akta;

c. pukul, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan

d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris, dan wilayah

jabatan Notaris101;

e. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,

pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap

dan/atau orang yang mereka wakili;

f. keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap102;

101 Notaris berkedudukan di daerah Kabupaten atau Kota (Pasal 18 ayat [1] UUJN), dan mempunyai wilayah jabatan propinsi dari tempat kedudukanya (Pasal 18 ayat [2] UUJN).

102 Tindakkan menghadap dapat berupa:1. untuk diri sendiri;2. selaku kuasa;

83

Page 84: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

g. nama lengkap,tempat tanggal lahir,serta pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

2. Badan akta; memuat kehendak dan keinginan dari para pihak yang

berkepentingan yang diterangkan atau dinyatakan di hadapan

Notaris atau keterangan-keterangan dari Notaris mengenai hal-hal

yang disaksikannya atas permintaan yang bersangkutan103.

3. Penutup atau akhir akta, yang memuat:

a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 16 ayat (1) huruf I atau Pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatangan dan tempat penandatanganan

atau penerjemahan akta bila ada;

c. nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, pekerjaan,

jabatan, kedudukan, da'n tempat tinggal dari tiap-tiap saksi

akta, dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam

pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang

dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.

3. selaku orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua untuk anaknya yang belum dewasa;

4. selaku wali;5. selaku pengampu;6. curator (kepailitan);7. dalam jabatannya.

103 Isi Badan akta ini harus sesuai dengan adagium bahwa satu akta otentik hanya berisi satu perbuatan hukum saja. Akta Notaris yang didalamnya memuat lebih dari satu perbuatan hukum, seperti (1) pengakuan hutang, dan (2) kuasa untuk menjual tanah, maka akta Notaris yang demikian tidak memiliki executorial title ex Pasal 244 HIR dan tidak sah (putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998), M. All Boediarto, op.cit., hlm. 152.

84

Page 85: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata

cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi,

dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka

akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai

akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai

pembuktiannya diserahkan kepada hakim.

Terkait dengan pemberian hak guna bangunan atas tanah hak

milik untuk pembangunan hotel, eksistensi akta notaris sebagai alat

bukti yang sempurna digunakan ketika nantinya terjadi suatu masalah

atau sengketa sehingga akta notaris dapat membantu dan

memberikan perlindungan dalam penyelesaian sengketa kepada kedua

belah pihak yang bersengketa.

85

Page 86: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan pada uraian pembahasan hasil penelitian, maka

didapat simpulan terhadap kedua permasalahan pada skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Kedudukan Notaris dalam membuat akta notariil dengan objek

tanah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik untuk

pembangunan hotel adalah memiliki tugas serta wewenang untuk

melahirkan produk hukum yang dapat menjamin perlindungan

dan kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan tindakan

hukum pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untuk

pembangunan hotel.

2. Eksistensi Akta Notariil dalam pemberian Hak Guna Bangunan

Atas Tanah Hak Milik untuk pembangunan hotel adalah sebagai

suatu produk hukum yang memiliki kekuatan hukum alat bukti

yang sempurna sehingga dapat memberikan perlindungan hukum

nantinya guna mencegah terjadinya kesewang-wenangan serta

menyelesaikan permasalahan ketika terjadi suatu sengketa.

4.2 Saran

Berdasarkan pada uraian pembahasan dan simpulan yang

disampaikan, maka beberapa saran yang dapat diajukan untuk

mendapatkan kajian lebih lanjut adalah :

86

Page 87: kedudukan Notaris dalam membuat akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik untu pembangunan hotel

1. Kepada notaris yang memiliki kedudukan penting dalam tatanan

Negara hukum yang memberikan legalitas berupa produk hukum

yang memiliki kekuataan hukum yang sempurna, agar

membuatkan akta notariil terlebih dahulu sebelum membuat akta

PPAT ketika akan didaftar ke Badan Pertanahan Nasional dalam

rangka mempersempit terjadinya sengketa yang akan timbul

nantinya.

2. Kepada masyarakat pada umumnya serta para pihak yang

melakukan pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik

untuk pembangunan hotel agar membuat akta notariil terlebih

dahulu sehingga masyarakat pada umumnya serta para pihak

yang melakukan tindakan hukum tersebut mendapatkan

kepastian dan perlindungan hukum ketika terjadi suatu sengketa.

87