KEDELAI (Budaya, Sosial, Ekonomi dan Politik) Kedelai merupakan salah satu komoditi pertanian yang mempunyai pengaruh cukup besar pada kondisi perekonomian di Indonesia. Luas area penanaman kedelai memang tidak begitu luas,yaitu kurang dari 5% dari seluruh luas area tanaman pangan di Indonesia. Namun komoditas ini mempunyai peranan yang sangat sentral dalam ketahanan pangan nasional mengingat biji kedelai ini digunakan sebagai bahan baku utama dalam produksi makanan, seperti tempe, tahu, maupun kecap yang memang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Kedelai merupakan sumber protein nabati utama di Indonesia, namun tidak pernah menjadi sumber pangan utama, seperti halnya padi. 1. Kearifan Lokal Berbagai bentuk pola bertanam dalm budidaya pertanian yang ada sekarang ini, sebenarnya merupakan hasil dari perjalanan yang panjang dari factor iklim, tanah, ekonomi, dan budaya. Faktor non fisik khususnya berhubungan dengan manusia. Manusia sebagai pelaku mempunyai ikatan dengan tradisi budaya, keadaan ekonomi, politik dan agama. Disamping itu juga manusia mampu mengubah keadaan dengan menggunakan pemikirannya, dalam bentuk penemuan teknologi, khususnya dibidang pertanian dan atau dalam bentuk kearifan local yang mana telah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEDELAI (Budaya, Sosial, Ekonomi dan Politik)
Kedelai merupakan salah satu komoditi pertanian yang mempunyai pengaruh
cukup besar pada kondisi perekonomian di Indonesia. Luas area penanaman kedelai
memang tidak begitu luas,yaitu kurang dari 5% dari seluruh luas area tanaman
pangan di Indonesia. Namun komoditas ini mempunyai peranan yang sangat sentral
dalam ketahanan pangan nasional mengingat biji kedelai ini digunakan sebagai bahan
baku utama dalam produksi makanan, seperti tempe, tahu, maupun kecap yang
memang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Kedelai merupakan
sumber protein nabati utama di Indonesia, namun tidak pernah menjadi sumber
pangan utama, seperti halnya padi.
1. Kearifan Lokal
Berbagai bentuk pola bertanam dalm budidaya pertanian yang ada sekarang
ini, sebenarnya merupakan hasil dari perjalanan yang panjang dari factor iklim, tanah,
ekonomi, dan budaya. Faktor non fisik khususnya berhubungan dengan manusia.
Manusia sebagai pelaku mempunyai ikatan dengan tradisi budaya, keadaan ekonomi,
politik dan agama. Disamping itu juga manusia mampu mengubah keadaan dengan
menggunakan pemikirannya, dalam bentuk penemuan teknologi, khususnya dibidang
pertanian dan atau dalam bentuk kearifan local yang mana telah diterapkan oleh
masyarakat secara turun temurun yang mampu memperbaiki dalam artian mengubah
keadaan/kondisi pertanam.
a. Kearifan lokal masyarakat (gunung kidul)
Masyarakat Gunung Kidul sebagian besar penduduknya adalah petani lahan
kering dan tadah hujan. Banyak macam tanaman yang dibudidayakan, salah satunya
adalah tanaman umbi-umbian atau palawija, seperti kedelai, jagung, ketela dll.
Mereka biasanya bercocok tanam setahun sekali dengan mengandalkan hujan dan
irigasi seadanya.
Bentuk kearifan lokal dari masyarakat setempat yakni dalam hal bercocok
tanam. Dulu masyarakat menggunkan hitungan kalender musim tani jawa yang
mereka sebut “Pranoto mongso”. Pranoto mongso menggunakan tanda-tanda dari
alam sebagai patokan dalam bertani. Misalnya, Jilung, istilah yang digunakan di
pranoto mongso saat ditandai tumbuhnya umbi celung, yang menandakan musim
tanam akan segera tiba. Rodung, mulai berseminya umbi gadung, menandakan para
petani harus segera menyiapkan benih. Lutak, yaitu saat berseminya umbi umbi katak
berarti tanaman harus segera disebar. Tanda-tanda dari alam seperti ini dipakai oleh
petani lokal untuk memperkirakan kapan mulai bercocok tanam dan kapan mulai
panen. Jika mereka tidak tepat waktu atau melenceng sedikit, dapat dipastikan hama
dan penyakit tanaman bakal menyerang.
Sebelum masa tanam, para penduduk desa berkumpul di balai pertemuan
untuk melakukan slametan, ruwatan atau kenduri yang intinya berdoa kepada tuhan
supaya diberi kelancaran untuk tanaman yang ditanam dan hasil panen yang banyak.
Prosesi slametan dipimpin oleh pemuka agama setempat dengan mengumpulkan
berkatan (nasi dengan lauk dan buah-buahan) kemudian dibacakan doa yang nantinya
berkat tersebut dimakan bersama atau dibawa pulang untuk dimakan bersama
keluarganya.
2. Budaya Meron
Dalam budidaya lahan kering ini yaitu perhitungan musim yang di tentukan
setepat mungkin agar dalam berbudidaya petani tidak hanya menanam satu jenis
komuditas saja tetapi beberapa macam komuditas. Seperti tumpang sari ketela pohon
dengan kacang tanah dimana keahlian petani lahan kering dalam membaca musim
sangat diperlukan agar hasil panenan bisa maksimal. Salah satu cara mereka
membaca musim adalah dengan melihat tanda-tanda alam, seperti kondisi tanaman
randu sebagai pedoman penentuan musim tanam. Sebagai contoh apabila daun pohon
randu mulai berguguran menandakan awalnya musim kemarau. Contoh lain apabila
pohon duet mulai berbunga menandakan awalnya musim labuhan (pengolahan lahan)
atau sebentar lagi musim penghujan.Sedangkan petani lahan basah lebih banyak
membudidayakan tanaman padi dan beraneka ragam sayur-sayuran atau tanaman
palawija seebagai contohnya di daerah pesawahan di Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa
Timur dimana pada umumnya petani sawah menanam padi pada musim penghujan
dan pada musim kemarau membudidayakan palawija antara lain : jagung, kacang
tanah, kedelai dan kedelai. Pola tumpang sari ini sudah dikenal dan diupayakan petani
sejak dahulu, tidak diketahui siapa yang memulai menerapkan model ini. Tanaman
kacang yang menjadi tanaman tumpangsari di lahan bawang merah tersebut selain
untuk menambah hasil harapannya dapat berfungsi sebagai penguat bedengan. Ditilik
dari sisi teknis budidaya tanaman pinggir ini juga sangat bermanfaat untuk menjaga
kesuburan tanah. Petani berkeyakinan waktu untuk berbudidaya yang paling tepat yaitu
ketika musim angin kumbang. Kalau dihitung bulan masehi tepatnya sekitar bulan juni
sampai september. Angin kumbang merupakan angin yang berasal dari gunung kumbang,
angin ini bergerak cepat pada bulan-bulan tersebut yang melintasi wilayah tersebut, hal ini
sangat membantu mengurangi hama penyakit tanaman.
Biasanya saat menanam dan memanen para petani saling membantu petani
yang menyelenggarakan upacara wiwitan. Ini merupakan aski solidaritas yang kaya
dengan falsafah Jawa “mikul duwur mendem jeru.” Untuk lebih memeriahkan
upacara ini warga terkadang juga menggelar kesenian gejog lesung dengan tembang-
tembang Jawa yang berisi tentang kemakmuran para petani.
Di samping sebagai wujud syukur tradisi wiwitan ini digelar sebagai bentuk untuk
melestarikan ritual budaya yang hampir punah dikalangan petani Jawa. Apalagi di
tengah zaman yang kini sekat-sekat sosial kian menonjol. Tradisi wiwitan layak terus
dikembangkan oleh petani di desa-desa agar hubungan sosial warga tidak semakin
pudar tetapi terus merekat sepanjang zaman.
Budaya wiwitan banyak dikenal orang, tetapi masih banyak tradisi yang
belum diketahui orang. Salah satu contonya didaerah Sukolilo Pati jawa tengah pada
Bulan Mulud ( Bulan Jawa) masyarakat petani disini mengadakan upacara Meron.
Upacara ini dilakukan oleh petani satu wilayah desa, mereka membawa sebagian
hasil panen sawah atau ladang diatas sebuat tandu. Kalau diamati secara seksama
semua yang ada ditandu itu semua hasil tanaman yang ada di wilayah itu. Semua
yang dibawa tidak ada bahan dari luar desa dan ternyata waktu ditanyakan ini
memang tersengajakan. Selain sebagai media bersyukur, sekaligus untuk
memperkenalkan seluruh elemen masyarakat di Desa Sukolilo untuk mencintai
tanaman yang ada di wilayah ini. Hasil panen yang berada diatas ancak lalu diarak
menuju balai desa untuk didoakan oleh kaum Desa, setelah didoakan di perebutkan
oleh seluruh warga. Tradisi meron merupakan tradisi sedekah dari petani. Tujuan
meron adalah sebagai ucapan syukur kepada tuhan yang telah memberikan hasil
panen.
2. Ketersediaan Kedelai
Diperkirakan 60% rakyat Indonesia setiap harinya mengonsumsi tahu dan
tempe. Seperti yang kita tahu bahwa bahan baku utama dari produk tersebut adalah
kedelai. Maka terlihat besarnya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap
kedelai. Kebutuhan kedelai terus meningkat setiap tahunnya baik sebagai bahan
pangan utama, pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri skala besar
(pabrikan) hingga skala kecil (rumah tangga).
Kebutuhan kedelai rata – rata setiap tahunnya ± 2.300.000 ton. Produksi
dalam negeri pada tahun 2011 menurut BPS[1] baru dapat memenuhi sampai ±851,28
ribu ton sedangkan pada tahun 2010 produksi sebesar ±907.031. Bedasarkan
ARAM[2] I diperkirakan produksi kedelai pada tahun 2012 sebesar ±779,74 ribu ton.
Terlihat pada data dari BPS bahwa dari tahun ke tahun selain kebutuhan yang
meningkat namun tidak diiringi dengan produksi yang meningkat. Produksi kedelai
dari tahun ke tahun justru menurun. Menurunnya produksi kedelai ini diperkirakan
karena penurunan luas panen seluas 55,56 ribu hektar yakni 8,93%.
Kekurangan dari kebutuhan dipenuhi dengan impor. Besarnya impor
mengakibatkan kita kehilangan devisa negara yang cukup besar dan rentan dengan
Ketahanan Pangan. produksi yang rendah disebabkan oleh beberapa hal yaitu
rendahnya proktivitas. Petani rata-rata hanya mencapai 13,78 ku/ha[3] (ARAM III
Tahun 2011, BPS), sedangkan potensi produksi beberapa varietas unggul dapat
mencapai 20,00– 35,00 ku/ha. Hal tersebut disebabkan karena belum diterapkan
teknologi spesifik lokasi. Selain itu harga kedelai di tingkat petani yang fluktuatif dan
cenderung rendah menjadi penyebab utama kurangnya minat petani menanam
kedelai.
Banyak kendala dalam produktivitas kedelai beberapa diantaranya
dikarenakan kompetisi lagan dengan komoditas lain, penerapan teknologi yang
berjalan lambat, penggunaan benih bermutu yang rendah, lemahnya akses petani
terhadap pemodalan usahanya. Terdapat pula kendala diluar sektor pertanian yakni
berkurangnya ketersediaan lahan karena alih fungsi lahan, laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan kebijakan impor yang tidak dibatasi dalam Bea Masuk [4]
0%. Produksi kedelai dari tahun ke tahun terus fluktuatif. Dalam 5 tahun terakhir
terjadi peningkatan yang sangat kecil yaitu luas panen sebesar 2,72 %, produktivitas
1,22 % dan produksi 4,06 %. Produksi tertinggi kedelai terjadi pada tahun 2008 dan
2009, hal ini dikarenakan kondisi harga kedelai cukup menarik sehingga petani
memiliki keinginan untuk menanam kedelai. Keragaan luas panen, produktivitas dan
produksi kedelai tahun 2003 -2012 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber, yaitu: (1) produksi
dalam negeri; (2) impor; dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Apabila suatu negara
tidak adapt memenuhi ketersediaan pangannya dari produksi dalam negeri dan
pengelolaan cadangan pangan, maka untuk memenuhi kebutuhannya negara tersebut
harus mengimpor dari negara lain.
Impor adalah suatu perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam wilayah pabean misalnya ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku. Kegiatan mendatangkan barang maupun jasa dari
luar negeri dapat dipandang sebagai suatu fungsi permintaan. Oleh karena itu
Indonesia yang juga melakukan impor baik terhadap barang-barang maupun jasa-jasa
yang dihasilkan oleh negara lain, pada dasarnya juga telah melakukan suatu
permintaan terhadap barang dan jasa tersebut.
Alasan atau motif yang paling nyata dalam mendorong suatu negara
melakukan perdagangan internasional adalah karena setiap negara tidak
menghasilkan semua barang yang dibutuhkan. (Sukirno, 2000). Suatu negara yang
melakukan perdagangan ini dapat melakukan realokasi sumber daya yang dimilikinya
secara lebih efisien, sehingga negara tersebut dapat memproduksi suatu barang pada
tingkat harga yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya, yang pada
gilirannya hal ini dapat meningkatkan jumlah barang yang akan diproduksi dan
dikonsumsi, sehingga kesejahteraan rakyat akan meningkat.
Tabel. Ketergantungan Impor Kedelai di Indonesia Tahun 1989-2012
Tahun Luas (ha) Panen
(ton)
Hasil
Produksi
(ton)
Impor (ton) Ketergantungan
Terhadap
Impor (%)
1989-
1993
1.406.224 1,13 1.586.454 520.000 24,69
1993-
1997
1.349.303 1,16 1.564.488 692.000 30,67
1998-
2002
858.639 1,22 1.041.084 1.106.000 51,51
2003-
2007
550.628 1,29 708.716 1.198.374 62,84
2008-
2012
632.703 1,36 857.656 1.592.893 65,00
Jika diamati angka ketergantungan impor dan jumlah produksi kedelai dalam
negeri, kita akan melihat peningkatan dan penurunan. Di saat angka ketergantungan
impor terus meningkat di setiap periodenya, angka jumlah produksi di dalam negeri
justru terus menurun. Hal ini mungkin dipengaruhi beberapa faktor, seperti harga
kedelai impor yang cenderung lebih murah dibandingkan dengan harga kedelai lokal,
sehingga masyarakat lebih memilih mengkonsumsi kedelai impor daripada kedelai
impor. Kemudian di sisi lain, semakin banyaknya perumahan dan kebutuhan akan
tanah yang digunakan untuk membangun bangunan menajdi penyebab semakin
sedikitnya lahan yang bisa digunakan untuk menanam kedelai. Lebih longgarnya
kebijakan impor di Indonesia juga merupakan salah satu faktor yang turut
memperngaruhi penurunan jumlah produksi di dalam negeri.
Adanya impor kedelai yang setiap tahun meningkat ternyata berpengaruh
langsung terhadap produksi kedelai lokal. Hal tersebut terbukti dari adanya Tabel 2
yang menunjukkan angka ketergantungan impor dan jumlah produksi kedelai lokal
(dalam negeri). Jika impor tidak segera diatasi, maka bukan tidak mungkin kedelai
impor terus membanjiri pasar dalam negeri dan produksi kedelai lokal akan semakin
menurun. Memang sudah seharusnya pemerintah mengambil kebijakan yang
membatasi impor di dalam negeri, sehingga produk luar tidak semakin membanjiri
pasar dalam negeri. Jika pasar dalam negeri terus dibanjir oleh produk impor, maka
bukan tidak mungkin kedelai lokal akan punah dan tergantikan oleh kedelai impor
yang lebih murah, akibatnya bisa dibayangkan, jumlah pengangguran akan semakin
meningkat.
3. Upaya pemerintah
Produktivitas kedelai akan dapat tercipta jika didukung dengan penyediaan
sarana produksi, kebijakan harga dan pemasaran kedelai, serta penyediaan anggaran
dan pembiayaan. Adapun rencana kedelai untuk tahun 2014. Dalam upaya
peningkatan produksi kedelai untuk swasembada maka dilakukan penetapan sasaran
luas tanam, luas panen, produktivitas kedelai.
Hal yang paling utama adalah mengidentifikasi permasalahan dalam
ketahanan pangan. Dalam mewujudkan ketahanan pangan perlu dilakukan upaya
untuk memperhatikan SDM[5], kelembagaan dan budaya lokal, sehingga
permasalahan dapat diidentifikasi dan penyelenggaraan ketahanan pangan dapat
dilakukan dengan efektif dan efisien, yaitu memberikan informasi dan pelatihan
penyelenggaraan ketahanan pangan, membantu kelancaran penyelenggaraan
ketahanan pangan, meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyelenggaraan
ketahanan pangan, dan meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam mewujudkan
ketahanan pangan.
Beberapa strategi yang dilakukan untuk peningkatan produksi adalah
meningkatkan produktivitas, perluasan areal dan optimasi lahan, pengamanan
produksi, dan perbaikan manajemen. Dalam meningkatkan produktivitas dilakukan
dengan cara penerapan teknologi tepat guan spesifik, pengembangan teknologi, dan
penurunan kehilangan hasil. Selanjutnya dalam perluasan lahan dan optimasi lahan
dilaksanakan melalui pencetakan lahan baru, optimasi lahan melauli peningkatan
indeks pertanaman. Pada pengamanan produksi dilakuakn untuk mengamankan
produksi dari serangan hama dan penyakit, serta iklim seperti banjir dan kekeringan.
Perbaikan manajemen dilakukan dengan salah satu diantaranya penataan kebijakan
subsidi pertanian.
Selain upaya pemerintah penting untuk mencegah pemanfaatan kekuasaan
untuk kepentingan kelompok dalam masalah pangan. Ketersediaan pangan sangat
penting bagi upaya mewujudkan ketahanan pangan masyarakat. Atas dasar itu, petani