KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TESIS Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Pendidikan Agama Islam OLEH: Annisa Nur Fajrindy 11.2.00.0.06.01.0127 PEMBIMBING Dr.Suparto,M.Ed,Ph.D KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
170
Embed
KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41489/1/ANNISA... · PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI Yang bertanda tangan dibawah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TESIS
Diajukan Sebagai Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Pendidikan
Agama Islam
OLEH:
Annisa Nur Fajrindy
11.2.00.0.06.01.0127
PEMBIMBING
Dr.Suparto,M.Ed,Ph.D
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Annisa Nur Fajrindy
NIM : 11.2.00.0.06.01.0127
Judul Tesis :Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa draf tesis telah diverifikasi oleh Prof.
Sukron Kamil, MA pada tanggal 21 Agustus 2014.
Draf Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi
meliputi:
1. Judul
2. Latar belakang masalah
3. Perumusan masalah
4. Kualitas analisis
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan
pertimbangan untuk menempuh ujian promosi.
Jakarta,22 Agustus 2014
Saya yang membuat pernyataan,
(Annisa Nur Fajrindy)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Segala nikmat yang Allah berikan telah memberikan kekuatan
kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. S{alawat dan salam
kepada Nabi Muh{ammad dan seluruh keluarganya, sahabat, dan
pengikut sunnahnya.
Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan pada program Magister Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini
menguraikan tentang kecerdasan emosional yang sangat
mempengaruhi prestasi belajar. Dalam menyelesaikan penulisan
tesis ini sangat banyak hambatan dan rintangan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa semua ini dapat dihadapi
berkat dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Komaruddin Hidayat selaku rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Prof. Azyumardi Azra selaku direktur
SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga kepada seluruh
jajaran pimpinan SPs, Prof. Suwito, M.A., Dr. Yusuf Rahman,
M.A., seluruh karyawan dan karyawati tata usaha, dan
perpustakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto,M.Ed,Ph.D selaku pembimbing dan promotor dalam
penulisan tesis ini. Masukan, saran, dan kritikan yang telah
diberikan sangat berguna sebagai bentuk pengembangan
pengetahuan bagi penulisan tesis ini juga seluruh dosen yang
telah memberikan gagasan-gagasan pemikiran demi
berkualitasnya penulisan tesis ini.
3. Kepada seluruh keluarga, orang tuaku yang tersayang ayahanda
Suwanto dan ibunda Tina, yang telah memberikan motivasi,
dukungan dan doa yang sangat berharga tanpa kenal lelah
hingga selesainya penulisan tesisi ini. Kepada mbakku Eka dan
Adikku Farhan Akbar yang telah menghibur dikala susah.
Kepada bulek Susilowati dan Bulek Srigiati atas masukan,
dukungan dan do’anya.
ii
4. Buat sahabat-sahabatku ayunda Herlina, kak Ita, Uni Sarah
Abdillah, Tya, Albab, Iffa, mbak Zahra, Dila, dan teman-teman
angkatan 2012 SPS UIN Syarif Hidayatullah yang telah
bersama-sama berjuang memberikan masukan-masukan pada
penulisan tesis ini semoga kita dipertemukan lagi di lain waktu.
Dan buat sahabat-sahabatku di LIPIA, Najah Umniyati, Qori,
Mega Ary, Failah, Andis, Mbak edty, Uswah, Vina, Mudrikah
dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu,
terimakasih atas dukungan dan motivasi yang sudah diberikan.
Semoga tesis ini dapat memberikan pengetahuan kepada
semua pihak. Penulis menyadari bahwa tesis ini mempunyai
banyak kekurangan untuk itu diharapkan tesis ini dapat
memberikan ide bagi peneliti lain untuk membuat perkembangan
penelitian lebih lanjut.
Jakarta, 10 Juli 2014/13 Ramad}a>n 1435 H
Annisa Nur fajrindy
iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Annisa Nur Fajrindy
NIM : 11.2.00.0.06.01.0127
TTL : Lubuk Linggau,09 Februari 1989
Menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Kecerdasan Emosional
Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ” adalah benar
merupakan karya orisinil saya, kecuali kutipan-kutipan yang telah
disebutkan sumbernya. Apabila di kemudian hari terbukti
ditemukannya unsur-unsur plagiasi, saya siap menerima sanksi
pencabutan gelar akademik yang diberlakukan oleh Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikan surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta,22 Agustus 2014
Annisa Nur Fajrindy
v
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Kecerdasan Emosional Dan Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam” yang ditulis oleh Annisa Nur Fajrindy,
NIM: 11.2.00.0.06.01.0127, telah melalui proses bimbingan dan
bisa diajukan untuk ujian promosi.
Ciputat, 25 Agustus 2014
Pembimbing,
Dr.Suparto.M.Ed,Ph.D
vii
PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI
Tesis yang berjudul “ KECERDASAN EMOSIONAL DAN
PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “, yang
ditulis oleh Annisa Nur Fajrindy NIM 11.2.00.0.06.01.0127telah
lulus dalam Ujian Pendahuluan di hadapan Dewan Penguji pada
tanggal 18 Agustus 2014, dan telah diperbaiki sesuai dengan saran
dan masukan dari Dewan penguji. Selanjutnya tesis ini dapat
diajukan dalam Ujian Promosi Magister.
Jakarta, 5 Agustus 2014
Dewan Penguji:
1. Prof. Dr. Suwito, MA ...............................
(Ketua Sidang/ Penguji) Tanggal .................
2. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA ................................
(Penguji I) Tanggal...................
3. Prof. Dr. Abdul Mujib,Msi ...............................
Tesis ini menganalisis teori yang dikemukakan oleh beberapa
akademisi yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh
secara signifikan terhadap prestasi belajar. Semakin tinggi tingkat
kecerdasan emosional maka semakin tinggi tingkat prestasi belajar.
Dasar pemikirannya adalah bahwa kecerdasan emosional merupakan
paradigma baru dalam proses belajar mengajar yang selama ini bertumpu
pada keyakinan bahwa kecerdasan intelektual merupakan faktor penentu
keberhasilan seseorang
Tesis ini mendukung beberapa teori diantaranya Parker (2004)
dan Ogundokun (2010) yang mengatakan bahwa berbagai dimensi
kecerdasan emosional merupakan prediktor keberhasilan akademis.
Kanhai (2014), Aremu (2006) dan Nwadinigwe (2012) mengatakan
bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dan
prestasi belajar, sehingga berkembangnya keterampilan kecerdasan
emosional siswa akan mengarah pada peningkatan prestasi akademiknya.
Selanjutnya, tesis ini menolak pendapat Asikhia (2010),
Adegbite (2005), Edun dan Akanji (2008) yang mengatakan bahwa
penurunan prestasi akademik disebabkan sikap guru dalam mengajar dan
otoritas sekolah. Lamson, Thorndike dan Hagen yang mengatakan
bahwa prestasi belajar yang didapat berbanding lurus dengan tingkat
kecerdasan intelektualnya sehingga tidak ada hubungan antara
kecerdasan emosional dan prestasi belajar.
Tesis ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional
memberi kontribusi pada prestasi belajar Pendidikan Agama Islam
sebesar 67,0%. Hal ini dikarenakan kecerdasan emosional berkaitan
dengan pengendalian emosi untuk lebih tenang dan berkosentrasi dalam
belajar, serta memotivasi untuk lebih tekun dalam belajar.
Sumber data dalam penelitian ini adalah data lapangan berupa
hasil data statistik mendalam mengenai pengaruh kecerdasan emosional
terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan Sekolah Alam
Indonesia (SAI) dengan jumlah responden 90 siswa. Sedangkan sumber
skunder penelitian ini adalah buku-buku, artikel dan jurnal yang
berkaitan dengan penelitian ini. Untuk melengkapi penelitian maka
peneliti juga melakukan wawancara dan observasi lapangan. Sedangkan
metode dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang kemudian
data dideskriptifkan.
x
xi
تجريد البحث حللت ىذه الرسالة النظرية اليت طرحها بعض العلماء و ىي أن الذكاء العاطفي لو
و ىو كلما ارتفع الذكاء العاطفي فارتفع التحصيل , على التحصيل الدراسيكبري تأثري و الفكرة الرئيسية ىي أن الذكاء العاطفي ىو النموذاج اجلديد يف عملية التعليم و .الدراسي
. التعلم اليت اعتمدت على االعتقاد أن الذكاء الفكري ىو أساس النجاح Parker 2005)و أوغوندوكون) وأيدت ىذه الرسالة أراء العلماء منهم فاركري
dan Ogundokun, 2010)الذان قاال أن ألذكاء العاطفي ىو مؤشرا للتحصيل الدراسي . Nwadinigwe )و نادينغوي(Aremu,2006) وأرميو(kanhai,2014)وكاهني
فإهنم قالوا وجود عالقة إجيابية بني مهارات الذكاء العاطفي و التحصيل الدراسي حىت 2012. أن تزايد مهارات الذكاء العاطفي سوف تؤدي إىل زيادة التحصيل الدراسي
, (Adegbite,2005)وأديغبييت, (Asikhia,2010وخبالف ذالك قال أسيخيا فإهنم قالوا بأن سبب اخنفاض التحصيل (Edun dan Akanji, 2008)وأكاجني, وإيدون
وكان المسون وتورنديكي . الدراسي ىو موقف املعلم يف التدريس والسلطات املدراسية قالوا بأن تناول التحصيل (Lamson, Thorndike dan Hagen)وىاغني
حىت ال يكون ىناك أي عالقة بني الذكاء . الدارسي يتناسب طرديا مع الذكاء الفكري. العاطفي و التحصيل الدراسي
طرحت ىذه الرسالة قيمة ثأثري الذكاء العاطفي على التحصيل الدراسي وىي وىو . ألن الذكاء العاطفي تتعلق بتنظيم املشاعر ليكون ىدوءا و تركيزا يف التعلم%. 67
. دوافع للتعلمواملصدر الرئيسي يف ىذه الرسالة ىو البيانات امليدانية من نتائج البيانات اإلحصائية عن تأثري الذكاء العاطفي على التحصيل الدراسي للتبية الدينية اإلسالمية يف املدرسة الطبيعية
و اجملالت , و املادات, و أما املصدر الثانوي ىو الكتب. طالبا90اإلندونيسية بعدد و . و لتكميل ىذه الرسالة أجرى الباحث املقابلة و مالحظة امليدانية. املتعلقة باملوضوع
. منهج ىذه الرسالة ىو املنهج الكمي و تشرح البيانات بطريقة الوصفي
xii
xiii
ABSTRACT
This thesis analyzes the theory which is stated by some
academics who say that emotional intellegence affect learning
achievement significantly. The higher levels of emotional intelligence,
the higher levels of learning achievement. Ther Rationale is emotional
intellegence is a new paradigm in teaching and learning process which
has been based on the belief that intelectual intelligence is determining
factor of individual seccess.
This thesis supports some theories such as Parker (2004) and
Ogundokun (2010) who state that the various dimensions of emotional
intelligence is a predictor of academic success. Kanhai (2014), Aremu
(2006), and Nwadinigwe (2012) state that there is a positive relationship
between emotional intelligence and learning achievement, so that the
development of student’s emotional intelligence skills will lead to
improve their academic achievement.
Furthermore, this thesis rejects the arguments of Asikhia (2010),
Adegbite (2005), Edun and Akanji (2008) who state that the decline in
academic achievement is caused by the attitude of the teacher in
teaching and school authorities. Lamson, Thorndike and Hagen who
state that learning achievement obtained is directly proportional to the
level of intellectual intelligence so that there is no relationship between
emotional intelligence and learning achievement.
This thesis shows that the level of emotional intelligence
contributes to the learning achievements of Islamic religious education
about 67.0%. It is caused by emotional intelligence which relates to
emotional control to be more calm and concentrate in learning, and to
motivate the students to be more diligent in learning.
Data sources in this research is a field data in the form of in-
depth statistical results about the influence of emotional intelligence on
PAI’s learning achievement in secondary school Sekolah Alam Indonesia
(SAI) with the numbered of respondents are 90 students. The secondary
sources of this research are books, articles and journals that associates
with this research. To complete research, the researcher also conduct
interviews and field observations. The method in this research is a
quantitative method with the descriptive data.
xiv
xv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi Arab – Latin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
h{ = ح
kh = خ
d = د
dh = ذ r = ر
z = ز
s = س
sh = ش
s{ = ص
d{ = ض
t{ = ط
z{ = ظ
ع = ‘
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ى
h = ه
w = و
y =
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fath{ah A A
Kasrah I I
D{ammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan
Huruf
Nama
Fath{ah dan ya Ai a dan i ...ى
Fath{ah dan …و
wau
Au a dan w
Contoh :
H{aul : حول H{usain : حسيي
xvi
C. Maddah
Tanda Nama Gabungan
Huruf
Nama
Fath{ah dan alif a> a dan garis di atas ىآ
Kasrah dan ya i> i dan garis di atas ىي
D{ammah dan ىو
wau
u> u dan garis diatas
D. Ta<‘ Marbu>t{ah (ة)
Transliterasi ta>’ marbu>t{ah ditulis dengan ‚h‛ baik
dirangkai dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah
(هدرسة) madrasah (هرأة)
Contoh:
al-Madinah al-Munawwarah : الودينة الونورة
E. Shaddah
Shaddah/tasydi>d di transliterasi ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf bersaddah itu.
Contoh:
nazzala : نزل rabbana : ربنا
F. Kata Sandang
Kata sandang ‚ال‛ dilambangkan bukan berdasar huruf
yang mengikutinya, baik huruf syamsiyah ataupun qamariah di
ikuti dengan huruf ال"" .
Contoh:
al-Qalam : القلن al-Shams :الشوس
G. Pengecualian Transliterasi
Adalah kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan
di dalam bahasa Indonesia, seperti هللا, asma>’ al-h{usna> dan ibn,
kecuali menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan
Tabel 1.2. Blueprint Skala Prestasi Belajar .................................. 20
Tabel 4.1. Nilai Sig Dimensi mengenal Emosi Diri, Manajemen
Emosi Diri, dan Motivasi ............................................. 85
Tabel 4.2. Nilai Sig Dimensi Motivasi .......................................... 87
Tabel 4.3. Nilai Sig Dimensi Mengenal Emosi Diri, Manajemen
Emosi, dan motivasi .................................................... 90
Tabel 4.4. Uji Regresi Linear Berganda ........................................ 91
Tabel 4.5. Kontribusi Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi
Belajar ....................................................................... 91
Tabel 4.6. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Mengenala Emosi
Diri . .......................................................................... 94 Tabel 4.7. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Manajemen Emosi ..... 95
Tabel 4.8. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Motivasi .................... 96
Tabel 4.9. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Empati ...................... 98
Tabel 4.10.Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Keterampilan Sosial ... 99
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Bagan 2.1. Hubungan Dimensi Kecerdasan Emosional Dan
Prestasi Belajar ........................................................... 33
Gambar 3.1. Model Pendidikan Berbasis Alam ............................... 53
Histogram 3.1. Skor Kecerdasan Emosional Siswa .......................... 59 Gambar 3.2. .Persentase Tingkat Mengenal Emosi Diri Siswa . ........ 60
Grafik 3.1. Dimensi Mengenal Emosi Diri Pada Siswa Sekolah ........ 63
Gambar 3.3 Persentase Tingkat Manajemen Emosi Siswa ............... 66
Grafik 3.2.Dimensi Manajemen Emosi Siswa ................................. 68
Gambar 3.4. Persentase tingkat Motivasi Siswa .............................. 70
Grafik 3.3. Dimensi Motivasi Siswa ............................................. 74
Gambar 3.5. Persentase Tingkat Empati Siswa ............................... 75
Grafik 3.4. Dimensi Empati Siswa ................................................ 77
Gambar 3.6. Persentase Tingkat Keterampilan Sosial ...................... 78
Grafik 3.5. Dimensi Keterampilan Sosial Siswa .............................. 79
Grafik 4.1. Skor Prestasi belajar .................................................... 83
Grafik 4.1. Prestasi Belajar Ranah Afektif ...................................... 84
Grafik 4.2. Prestasi Belajar Ranah Kognitif .................................... 86
Grafik 4.3.Prestasi Belajar Ranah Psikomotorik .............................. 88
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Prestasi belajar yang diraih siswa di Indonesia masih tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini disebabkan banyaknya
penyimpangan perilaku yang terjadi pada siswa. Salah satu bentuk
penyimpangan perilaku siswa adalah kondisi kenakalan remaja
yang merupakan faktor penurunan prestasi belajar. Bentuk
kenakalan remaja dapat berupa penggunaan narkoba, penggunaan
senjata tajam, minum-minuman keras, hamil di luar nikah,
fenomena cabe-cabean, tawuran, serta sex bebas.
Selain faktor kenakalan remaja, penurunan prestasi belajar
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, yaitu faktor dari
dalam diri siswa itu sendiri yang lazim disebut sebagai faktor
internal dengan aneka macam bentuk dan jenisnya. Faktor ini
banyak didominasi oleh kondisi psikologis beserta segenap potensi
siswa dalam bentuk kecerdasan, termasuk intelegensi atau
kecerdasan intelektual yang meliputi berbagai kemampuan, seperti
penalaran, kemampuan berpikir abstrak, dan kemampuan verbal.
Demikian juga faktor-faktor psikologis lainnya seperti konsep diri
dan motivasi berprestasi. Juga faktor kecerdasan emosional yang
meliputi ketabahan, keterampilan bergaul, empati, kesabaran,
kesungguhan, keuletan, ketangguhan, dsb. Kedua, yaitu faktor yang
bersumber dari luar individu siswa, atau sering dikenal sebagai
faktor eksternal. Faktor ini pun beraneka ragam, misalnya faktor
lingkungan, baik lingkungan keluarga, maupun lingkungan sekolah
dan masyarakat. Dalam lingkungan sekolah, guru dengan berbagai
kompetensinya.
Kegagalan akademik tidak hanya berdampak pada para
siswa dan orang tua, hal ini pun berdampak pada tingkat
masyarakat di mana terjadinya kelangkaan tenaga kerja di semua
bidang terutama di bidang ekonomi dan pemerintahan.1 Asikhia
setuju bahwa tingkat jatuhnya prestasi akademik disebabkan sikap
1Adedeji Tella,‛ Locus Of Control, Interest In Schooling, Self-Efficacy
And Academic Achievement‛, Cypriot Journal of Educational Sciences 4
(2009): 168-182.
2
guru dalam mengajar.2 Adegbite\ mengatakan bahwa sikap
beberapa guru yang sering tidak hadir untuk mengajar dan
terlambat hadir ke sekolahan yang merusak ego para siswa.3 Edun
dan Akanji menegaskan bahwa penurunan prestasi akademik di
antara siswa biasanya dikaitkan dengan otoritas sekolah dan sikap
guru dalam mengajar.4 Berdasarkan beberapa pendapat, faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar penelitian ini memfokuskan
pada faktor kecerdasan emosional hal ini karena kecerdasan
emosional sendiri bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak,
dan naluri moral yang mencakup pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan
memecahkan masalah pribadi, mengendalikan amarah serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Terutama dalam proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terjadi suatu perubahan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam berbagai bidang, dan
kemampuan itu diperoleh karena adanya usaha belajar. Anak-anak
yang menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, optimis,
memiliki semangat dan cita-cita, memiliki kemampuan beradaptasi
sekaligus mereka akan lebih baik prestasinya di sekolah yang
mampu memahami, sekaligus menguasai permasalahan-
permasalahan yang ada.
Menurut Kanhai kecerdasan emosional mempunyai
hubungan yang kuat dengan prestasi belajar. Kanhai menunjukkan
beberapa hasil penelitian oleh beberapa akademisi tentang adanya
pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap prestasi
belajar. Selanjutnya Kanhai mengatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah cara mengenali, memahami dan memilih
bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak. Hal ini membentuk
interaksi kita dengan orang lain dan pemahaman kita tentang diri
2Asikhia O. A, ‚Students and Teachers’ Perception of the Causes of
Poor Academic Performance in Ogun State Secondary Schools‛, European Journal of Social Sciences – Volume 13, Number 2 (2010):1-14.
3Adegbite, ‚Influence of Parental Attribution Of Success/Failure On
Academic Performance Of Secondary School Student In Ilorin Metropolis‛, The Counsellor, 21,(2005):238-246.
Abisamra, The Relationship Between Emotional Intelligent and
Academic Achievement in Eleventh Graders. Research in Education, FED
(2000):661. 19Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚Relationship
among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic
Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria(www.usca.edu/essays/vol182006/tella1.pdf) diakses pada 9 juni
2013. 20
Azizi Yahaya, ‚The Impact of Emotional Intelligence Element on
Academic Achievement‛, Faculty of Education, Universiti Technologi Malaysia, Vol 65, No. 4;(Apr 2012):4.
21 Model hubungan antara kesadaran diri, managemen emosional,
hubungan dengan orang lain, empati, serta motivasi diri yang mempengaruhi
prestasi belajar. (Azizi Yahya, Universitas teknoligi Malaysia, fakultas
pendidikan).
Managemen
Emosional
Mengenal emosi
diri Motivasi Diri
Hubungan Dengan
orang lain
Empati
Prestasi Belajar
33
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua suku kata yakni prestasi dan
belajar. Kata prestasi merujuk pada ‚hasil yang telah dicapai‛.22
Istilah lain dari kata prestasi adalah ‚a thing that somebody has done successfully, especially using their own effort and skill‛.
23
Sementara belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada
tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Mulyono Abdurrahman mengemukakan bahwa belajar
merupakan suatu proses dari seseorang individu yang berupaya
mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut prestasi belajar.24
Menurut Mulyono Abdurrahman prestasi belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar.25
Dari pengertian tersebut, prestasi belajar selalu terkait
dengan hasil yang dicapai karena suatu usaha, ilmu pengetahuan
(aspek kognitif), sikap dan cita-cita (aspek afektif), serta
keterampilan dan kebiasaan (aspek psikomotorik) yang telah
dicapai seseorang setelah berusaha dan berlatih mengikuti proses
belajar mengajar selama periode tertentu.
2. Pengertian Kecerdasan Emosional
kecerdasan emosional menurut Gardner dalam bukunya yang
berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa bukan hanya satu
jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses
dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar
dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika,
spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan
22Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi
Buchmann and Hanum, ‚Education and stratification in Developing
Countries: A Review of Theories and Research‛, Annual Review of Sociology. 27,(2001): 77-102.
43Abdul Mujib dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 160.
41
menunjukkan bahwa faktor sekolah lebih penting bagi prestasi
akademik mahasiswa dari pada faktor keluarga. Namun menurut
Huda bahwa keluarga bermasalah mempengaruhi rendahnya
prestasi belajar siswa.44
Argumen tentang kasus negara-negara
berkembang masih berlangsung dan masih belum ada kesimpulan
akhir. Selain kedua jenis faktor tersebut, sebagai faktor yang
berpengaruh dengan dampak pada prestasi akademik siswa,
beberapa peneliti telah memperkenalkan pentingnya perbedaan
individu dalam hal-hal kemampuan alami dan bakat studi. Salju
menunjukkan dari sudut pandang psikologi pendidikan, perbedaan
pribadi sering berhubungan langsung dengan perbedaan prestasi
akademik mahasiswa. Mengacu pada penelitian sebelumnya
tersebut dan dalam rangka untuk memiliki pemahaman yang
komprehensif tentang faktor-faktor pada prestasi akademik
siswa.45
Goethe menemukan bahwa siswa yang lemah lebih baik
bila dikelompokkan dengan siswa lemah lainnya. Seperti tersirat
dalam analisis Zajonc tentang siswa yang menunjukkan kinerja
siswa yang membaik apabila mereka digolongkan dengan siswa
dari jenis mereka sendiri.46
Sacerdote menemukan bahwa nilai
siswa akan lebih tinggi ketika siswa memiliki teman-teman kamar
yang mempunyai akademis yang kuat .47
Hasil Zimmerman yang sedikit bertentangan dengan
penelitian, ia mengatakan bahwa rekan-rekan yang lemah dapat
mempengaruhi nilai dari siswa yang berprestasi. tapi sekali lagi itu
membuktikan bahwa kinerja siswa tergantung pada jumlah faktor
yang berbeda. Alexander menjelaskan bahwa beberapa praktek-
praktek yang diadopsi oleh administrasi kampus di perguruan
44Huda> Husaini> Bi>bi>, al-Marja’ Fi al-Irsyad al-Tarbawi> (Bairu>t: Da>ru
Akadimiya>, 2000), 316. 45
Masashi Sakigawa, Factors Contributing to Students’ Academic Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam, (Japan:
Higashis-Hiroshima, 1-1 Kagamiyama),739-8524. 46
George R. Goethals ,‚Peer Effects, Gender, and Intellectual
Performance Among Students at a Highly Selective College: A Social
Comparison of Abilities Analysis‛ Discussion Paper:(2001):6. 47
Sacerdote, Bruce, ‚Peer Effects With Random Assignment: Results
For Dartmouth Roommates The Quarterly‛,‛ Journal of Economics, Volume
116, No 2, (2001): 681-704.
42
tinggi seperti perguruan tinggi perumahan atau kelompok belajar
terorganisir juga membantu untuk meningkatkan kinerja.48
Beberapa peneliti bahkan mencoba untuk menjelaskan hubungan
antara prestasi siswa dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, hal ini
terbukti secara positif bahwa ekonomi yang rendah mempengaruhi
prestasi akademik siswa.
Lingkungan dan karakteristik pribadi peserta didik
memainkan peran penting dalam keberhasilan akademik mereka.
Para staf sekolah, anggota keluarga dan masyarakat memberikan
bantuan dan dukungan kepada siswa untuk kualitas kinerja
akademis mereka. Bantuan sosial ini memiliki peran penting bagi
pencapaian tujuan kinerja siswa di sekolah.49
Selain struktur
sosial, keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak mereka
meningkatkan tingkat keberhasilan akademis anak mereka.50
Sukmadinata mengatakan bahwa faktor yang ada dalam
diri siswa yang dapat mempengaruhi usaha dan keberhasilan
belajarnya cukup banyak. Selain aspek jasmaniah yang mencakup
kondisi tubuh dan pancaindra siswa, aspek rohaniah atau psikis
yang mencakup kemampuan-kemampuan intelektual, sosial,
psikomotorik, afektif, dan kognitif dari diri siswa yang merupakan
hasil belajar sebelumnya dan motivasi yang merupakan ranah
afektif siswapun berpengaruh terhadap prestasi belajar
berpengaruh pada kondisi belajar yang akan mengantarkannya
pada keberhasilan belajar.51
Tidak seperti Syah yang terkesan
membatasi faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar hanya pada empat elemen yakni intelegensi, sikap, bakat,
48Alexander & Murphy, The Research Base for APA’s Learner-
Centered Psychological Principles. In Lambert, N.M. & McCombs, B.L. (Eds.), How Students Learn: Reforming Schools Through Learner-Centered Education. (Washington, DC: American Psychological Association,1999), 22-60.
49Goddard, ‚Relational Networks, Social Trust, and Norms: A Social
Capital Perspective on Students' Chances of Academic Success‛, Educational Evaluations & Policy Analysis, 25,(2003): 59-74.
50Furstenberg & Hughes, ‚ Social Capital and Successful Development
Among at-Risk Youth‛, Journal of Marriage and the Family, 57,(1995):580-592. 51Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),162-164.
43
minat, dan motivasi.52
Tohirin justru menyatakan bahwa banyak
faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa
gunawan-spd/natual-educative-adventure-ppt-2.pdf diakses pada 12 juni 2013.
56
mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima dengan
terintegrasi.5
Kurikulum Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia pada
umumnya lebih mengedepankan pembentukan karakter dan akhlaq
siswa, sekaligus menaungi pengembangan kognitif dengan
menggunakan contextual learning yang fun. Kurikulum Sekolah
Alam Indonesia didasarkan pada tiga output proses pendidikan,
yaitu:
1. Integritas akhlak
2. Integritas logika berpikir; dan
3. Kepemimpinan
Berdasarkan pada tiga target output proses pendidikan
tersebut, maka kurikulum Sekolah Alam Indonesia terdiri dari tiga
aspek:
a. Kurikulum akhlak, yaitu melalui penanaman nilai-nilai dan
keteladanan guru, orang tua serta seluruh komponen sekolah.
b. Kurikulun kognitif, yaitu melalui active learning, diskusi serta
menjadikan alam sebagai laboratorium bagi siswa untuk belajar
langsung dari alam.
c. Kurikulum kepemimpinan, yaitu melalui dynamic group dan
Outbound Training. Dengan perbandingan guru: murid (1:10)
dengan jumlah maksimal siswa perkelas 20 siswa ditambah
guru bidang studi yang ada dari UPT Ulumuddin
(Tahsin/tahfidz, fiqh, Qur’an dan hadits), UPT Bahasa (inggris
dan arab) UPT outbound, menjadikan pembelajaran di SL SAI
menjadi lebih efektif untuk pembentukan karakter, seperti:
1. Al-Qur’an (tahsin, tahfidz, ulumul qur’an dan tafsir)
2. Pengembangan diri (outbound)
3. Outing/ekspedisi
5 http://www.sekolahalamindonesia.org/diakses pada 12 juni 2013.
57
Gambar 3.1
Model Pembelajaran Pendidikan Berbasis Alam6
Di Sekolah Alam Indonesia, anak-anak dibebaskan
bereksplorasi, bereksperimen, dan berekspresi tanpa dibatasi sekat-
sekat dinding dan berbagai aturan yang mengekang rasa ingin tau
mereka, yang membatasi interaksi mereka dengan kehidupan yang
sebenarnya, yang membuat mereka berjarak dan tidak akrab
dengan lingkungan mereka. Anak dibebaskan menjadi diri mereka
sendiri dan mengembangkan potensi dirinya untuk tumbuh
menjadi manusia yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan
ilmu pengetahuan dan siap menjadi pemimpin sesuai hakikat
penciptaan manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi.
Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka
belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya
belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya.
Kegiatan yang ada di sekolah alam seperti Outbound, Kebun dan
Ternak, Market Day, Outing, Muhadhoroh dan Audiensi, Ramadhan Camp dan I’tikaf, OTFA (Out Tracking Fun Adventure), dan renang merupakan aktivitas yang banyak
menggunakan kemampuan motorik para siswa. Secara langsung
dan tidak langsung, kegiatan belajar yang bersifat eksplorasi dan
kegiatan penunjang lainnya merupakan bentuk aktivitas yang
baik untuk perkembangan motorik.7
6 Gambar diperoleh data dan dokumentasi Profil Sekolah Alam
merencanakan, memonitor dan memodifikasi pengetahuan, usaha
dalam belajar, serta pemahaman terhadap pembelajaran,
pengingatan, dan pemahaman dari materi yang telah didapat dari
belajar.25
Ketika para peserta didik mengetahui cara mengelola
emosi mereka untuk lebih giat dalam belajar maka muncullah teori
yang bernama self regulated learning. Istilah self regulated learning berkembang dari teori kognisi social. Menurut Bandura
teori kognisi sosial, manusia merupakan hasil struktur kausal yang
interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan
lingkungan (environment). Ketiga aspek ini merupakan
aspek‐aspek determinan dalam Self regulated learning. Ketiga
aspek determinan ini saling berhubungan sebab akibat, di mana
seseorang berusaha untuk meregulasi diri sendiri (self regulated),
hasilnya berupa kinerja atau perilaku, dan perilaku ini berdampak
pada perubahan lingkungan, dan demikian seterusnya.26
Pengaturan belajar individu merupakan aspek penting
untuk memperoleh prestasi yang baik dalam studi.27
Pengaturan
belajar individu lebih pada penerapan prinsip atau idealisme
seorang peserta didik dalam belajar. Pengaturan belajar individu
ini akan sangat berperan bagi keberhasilan studi,28
karena dengan
pengaturan yang telah dipersiapkan dan direncanakan terlebih
dahulu, biasanya akan memberikan kita arahan yang dapat
mengarahkan menuju kesuksesan, dalam hal ini tentu prestasi
belajar yang optimal Zimmerman & Martinez‐Pons
mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan di mana
partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan
perilaku dalam proses belajar.29Self regulated learning juga
25Paul R Pintrich & Groot, ‚Motivational and Self-Regulated Learning
Components of Classroom Academic Performance‛, Journal of Educational Psycology, vol 82, No. 1,(1990):33-40.
26Albert Bandura, ‚Social cognitive theory: An Agentic Perspective‛,
Asian Journal of Social Psychology, Vol 2, (1999):21–41. 27L.Corno & Rohrkemper, ‚The Intrinsic Motivation to Learn in
Classrooms‛, Reseach on Motivation, vol 2, (1985):53-90. 28L. Corno & Rohrkemper, The Intrinsic Motivation to Learn in
Classrooms, Reseach on Motivation, vol 2,(1985):53-90 29Zimmerman & Martinez, “Pons Students Differences in Self
Regulated Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness to Self Efficacy and
Strategy Use‛, Journal of Educational Psychology, 82 (1), (2001):51‐59.
70
didefinisikan sebagai bentuk belajar individual dengan bergantung
pada motivasi belajar mereka, secara otonomi mengembangkan
pengukuran (kognisi,metakognisi, dan perilaku), dan memonitor
kemajuan belajarnya.30
Siswa yang belajar dengan regulasi diri
bukan hanya tahu tentang apa yang dibutuhkan oleh setiap tugas,
tetapi mereka juga dapat menerapkan strategi yang dibutuhkan.
Siswa dapat membaca secara sekilas ataupun secara seksama.
Siswa dapat menggunakan berbagai strategi ingatan atau
mengorganisasikan materinya. Ketika siswa menjadi lebih
knowledge able (memiliki/menunjukkan banyak pengetahuan,
kesadaran, atau inteligensi) di suatu bidang, mereka menerapkan
strategi secara otomatis. Alhasil, mereka telah menguasai sebuah
repertoar strategi dan taktik pembelajaran yang besar dan
fleksibel.31
Mengelola diri Bagaimana seseorang dapat dan harus
mengelola dirinya sehingga menjadi diri yang sehat, efektif,
produktif serta muttaqin.
Dimensi manajemen emosi siswa mencakup: 1)
pengendalian emosi, 2) mudah menerima dan terbuka, 3) sifat
dipercaya. Menurut analisa data penelitian, didapatkan data terkait
aspek menajemen emosi diri siswa Sekolah Lanjutan SAI dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.3
Persentase Tingkat Manajemen Emosi Siswa Sekolah
Lanjutan
30Baumert et all, Self Regulated Learning as Cross Cultural
Concept.(2002)dari http://www.mpibberlin.mpg. diakses pada 13 mei 2014. 31Woolfolk, Educational Psychology. Active Learning Edition Tenth
Edition. Boston: Allyn & Bacon,(2008) dari http://www.uky.edu/~ diakses pada
13 Mei 2014.
71
Tingkat manajemen emosi siswa berada pada kategori
tinggi dengan nilai persentase 38%. Hal ini ditandai oleh siswa
dengan pengaturan emosi yang baik dalam belajar. Berdasarkan
pengisian kuesioner dan observasi didapatkan bahwa manajemen
emosi ditandai dengan kemampuan pengendalian emosi ketika
marah, mendapat ejekan dan mempunyai tanggung jawab yang
besar serta dapat di percaya.32
Hal ini disebabkan pengaruh kedisplinan yang terdapat di
sekolah alam, dengan menanamkan kedisiplinan seperti
mengharuskan semua siswa shalat berjama’ah, membuang sampah
pada tempatnya, kemudian guru memberikan hukuman bagi yang
melanggar sehingga menjadikan siswa memiliki manajemen yang
baik. Asumsi di atas sesuai dengan perkataan Charles C. Manz
yang memandang bahwa kedisiplinan adalah bagian dari
manajemen. Disiplin adalah cabang pengetahuan atau
pembelajaran, pelatihan yang mengembangkan kontrol diri,
karakter, keteraturan, kepatuhan terhadap otoritas dan kontrol.33
Joyce Moskowitz juga menggambarkan disiplin sebagai latihan
yang membenarkan, membentuk dan menyempurnakan.34
Dalam Islam manajemen emosi biasanya dikaitkan dengan
menahan marah yang mana, kemarahan dapat diterapi dengan
berwudhu, karena marah itu ibarat bara api yang bergejolak dan
hanya dapat padam jika disiram dengan air. Manajemen emosi bisa
berfungsi lebih efektif dan optimal jika dibarengi dengan zikrullah
32 Data diperoleh dari hasil kuesioner pada siswa Sekolah Lanjutan . 33 Charles C Manz, Manajemen Emosi (Yogyakarta:Think, 2007), 28. 34 Joyce Moskowitz, Hooked and Feeling (Davie,FL: Clear Vision
manusia seperti pengetahuan, pemahaman, keadilan, kebenaran,
keindahan, dan ketertiban. Penting untuk dicatat bahwa kebutuhan
menurut Maslow disusun secara hierarki karena mereka
memberikan dasar untuk satu sama lain. Jika, kebutuhan fisik
tidak terpenuhi, kebutuhan yang lain tidak relevan. Dengan kata
lain, jika seseorang lapar, ia tidak menginginkan penerimaan atau
pengetahuan.38
Kelas 8 dan 9 lebih mampu mengelola emosinya di
bandingkan kelas, hal ini karena siswa kelas 8 dan 9 lebih bisa
menghargai dan mengenali diri mereka dalam memenuhi
kebutuhan diri meraka.
3. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu,
sehingga tanpa sebuah motivasi bisa dipastikan seseorang tidak
akan melakukan sesuatu. Dimensi motivasi kecerdasan emosional
pada pembelajaran disebut motivasi belajar. Motivasi belajar
merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi
mencapai tujuan.39
Motivasi dapat menentukan baik tidaknya
mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan
semakin besar kesuksesan yang diraih.
Untuk memahami tingkat motivasi siswa Sekolah Lanjutan
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.4
Persentase Tingkat Motivasi Siswa Sekolah Lanjutan
38
Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community
Mentoring for Adolescent Development: 198 http://www.mentoring.org/
diakses pada 2 Juli 2014. 39 Winkel, WS, Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT. Grasindo,2005), 92.
75
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa motivasi siswa
Sekolah Lanjutan dalam kategori baik sehingga mampu
mewujudkan hasil belajar yang baik. Hasil wawancara dan
observasi didapatkan bahwa motivasi belajar siswa berhubungan
dengan beberapa faktor diantaranya faktor instrinsik dari dalam
dirinya, metode pengajaran, dan pengaruh orang tua
berpendidikan.
Hal ini senada dengan pendapat Maslow dengan teori
kebutuhannya. Menurut Maslow dalam teori kebutuhannya, dia
mengatakan bahwa kebutuhan orang sangat tergantung pada apa
yang mereka siapkan yang membutuhkan adanya motivasi.
Berkaitan dengan kebutuhan yang dijelaskan oleh Maslow dalam
manusia di ciptakan dan diberkahi dengan beberapa instink dan
insentifitas berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan
hidup manusia, memang benar bahwa instink dan insentif
mempengaruhi kehidupan dan perilaku manusia, tetapi
kepentingan mereka berasal dari kekuatan yang memotivasi
mereka dan mempengaruhinya.40
Kebutuhan internal yang memberi energi dan mengarahkan
perilaku kita, kemudian insentif eksternal merupakan faktor
pendorong untuk perilaku tertentu. Dalam Alqur’an motivasi yang
berkaitan dengan kebutuhan intern dan kebutuhan external
didasari dengan konsep ganjaran dan hukuman. Manusia akan di
beri ganjaran ketika ia melakukan apa yng di perintahkan oleh
Allah dan akan diberi hukuman ketika melanggar
Apabila dalam diri sudah ada sebuah dorongan yang kuat
untuk melakukan sesuatu maka faktor apapun dari luar dapat
40http://iepistemology.net diakses pada 12 Juni 2014.
tinggi41%
sedang45%
rendah14%
76
dihadapi. Hal ini juga berarti locus of kontrol individu tersebut
lebih dominan dari internal diri. Motivasi belajar siswa untuk
berprestasi menurut McClelland dalam The Encyclopedia
Dictionary Of Psychology yang disusun oleh Hare dan Lamb
seperti yang dikutip Jaali mengungkapkan bahwa motivasi
berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan
pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar
keahlian.41
Motivasi berprestasi merupakan dorongan yang
mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan
tujuan agar mendapat tingkat standar tertentu. Menurut
McClelland, motivasi berprestasi merupakan ‚a predisposition to compete against internalized standar of excellence‛. Kebutuhan
akan sukses inilah yang memotivasi seseorang untuk meraih
kesuksesan atau prestasi. 42
Henry Murray sejak tahun 1938 sudah
mencetuskan konsep Murray’s Taxonomy of 20 Needs, salah satu
dari 20 taksonomi kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk
berprestasi (needs for achievement), dia menjelaskan bahwa
kebutuhan untuk berprestasi adalah sebagai kebutuhan untuk
mengatasi kesulitan, untuk menguasai, untuk mengungguli, untuk
menyaingi dan melampaui yang lainnya, untuk menanggulangi
rintangan dan kebutuhan untuk mencapai standar yang tinggi.43
Manusia membutuhkan adanya organisasi yang bisa
mengelola hirarki kepentingan, yaitu psikologi, keselamatan,
kepemilikan dan aktualisasi diri. Dalam Islam teori ini tidak lahir
secara induktif sebagaimana terjadi di Barat, sedangkan Islam
secara langsung mengajarkan adanya teori-teori ini melalui
isyarat-isyarat syariyah, baik dari Alqur’an maupun sunnah yang
kemudian dapat di i'tibari dan pada gilirnnya dapat dirumuskan
sebagai qawaid al-ah{kam. Teori-teori motivasi dalam Islam tidak
lepas dari kerangka maqas{id syari’ah sebagai suatu konsep
landasan dan tujuan pencapaiannya. Belajar dan pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh sebuah motivasi. Melalui motivasi yang
baik maka siswa akan mudah melakukan aktifitas belajar yang
akan meningkatkan hasil belajar yang baik.
41 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2011),103. 42 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2011), 285. 43 Henry D Murray, Exploration in Personality (New York: John Wiley
&Sons 1938),164.
77
Dalam beberapa literature pendidikan Islam terutama yang
berbahasa Arab, motivasi disepadankan dengan kata niat.
Pemikiran pendidikan Islam klasik mempunyai khazanah yang
cukup luas membahas persoalan motivasi belajar ini. Pembahasan
tentang niat tersebut setidaknya menunjukkan bahwa niat
mempunyai posisi yang penting dalam proses belajar dan tujuan
belajar. Seorang pelajar haruslah mempunyai niat dalam proses
belajarnya. Niat belajar menentukan suatu orientasi dan tuntunan
ke mana proses belajar itu diarahkan atau secara sederhana niat
menentukan arah tujuan yang ingin dicapai.
Niat pelajar dalam proses belajarnya merefleksikan
motivasi dan tujuan yang hendak dicapai olehnya Mengenai niat
ini, al-Zarnuji 44
mendasarkan pandangan tentang posisi dan
eksistensi niat belajar pada hadits Nabi Muhammad Saw,. Hadits
tersebut adalah, ‛Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada
niat‛. Dari Amir al-Mu‘minin Abu Hafsh Umar Ibn al-Khaththab
Ibn Nufail Ibn Abdal-Uzza Ibn Riyah Ibn Abd Allah Ibn Qurth Ibn
Razah Ibn ‘Adiy Ibn Ka’ab Ibn Lu’ay Ibn Ghalib al-Qurasyiy al-
Adawy r.a, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw., bersabda:
Setiap amal tergantung niat. Setiap amal tergantung pada apa
yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul Nya, maka hijrahnya tertuju pada Allah dan Rasul Nya. Dan
barang siapa yang melakukan hijrah demi kepentingan dunia yang
akan diperolehnya atau karena perempuan yang akan dinikahinya,
maka hijrahnya sebatas pada apa yang menjadi tujuannya‛. (HR.
Bukhari dan Muslim)45
Niat mempunyai arti maksud.46
Setiap maksud adalah niat.
Ketika seseorang mempunyai maksud untuk melakukan sesuatu,
pastilah seseorang itu berniat atau menyengaja untuk melakukan
sesuatu. Tidak dapat dipungkiri, kata niat banyak didominasi oleh
pemikiran fiqh. Fuqaha menjelaskan niat cenderung bersifat teknis
44Rudi Ahmad Suryad, ‚Motivasi Belajar Perspektif Pendidikan Islam
Klasik, (Studi atas pemikiran al-Jarnuzi)‛, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 10 No. 1, (2012):58.
45Lihat al-Nawawi,Riyadh al-S{alihi>n,terj. Ahmad Sunarto (Jakarta:
Pustaka Amani, 1999), 2. 46Lihat Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir
(Yogyakarta:Krapyak,1992), 1058.
78
yang hanya tertuju pada kegiatan ibadah tertentu yang kadang-
kadang sisi esoterisnya terabaikan. Niat lebih terorientasi pada
praktik ibadah tertentu. Dan kalaulah praktik ibadah itu tidak
disertai dengan niat maka tidak sah hukumnya, sesuai dengan
pemaknaan hadis tentang niat tersebut, maka fuqaha cenderung
mengartikan niat sebagai qasd al-syai‘i muqtaran bi fi’lihi (menyengaja melakukan sesuatu bersamaan dengan pekerjaannya).
Oleh karena itu, pengertian yang diajukan oleh fuqaha
cenderung teknis-eksoteris. Dalam uraian yang lebih panjang niat
adalah membangkitkan hati untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan maksud tertentu baik untuk mendatangkan manfaat
ataupun mencegah mad{arat.47
Definisi ini tidak netral lagi, definisi seperti ini
mengandung nilai aksiologis-etis, yaitu niat itu harus
mendatangkan manfaat dan mencegah mudharat. Pengertian ini
didorong oleh kerangka landasan syar’iyyah yang menyatakan
suatu pekerjaan itu haruslah mendatangkan kemanfaatan sesuai
dengan prinsip jalb al-mas{a>lih wa dar’ al-Mafa<sid, dari hadis di
atas mengisyaratkan bahwa belajar seseorang harus mempunyai
niat dan berorientasi pada tujuan pencapaian ridha Allah. Seorang
pelajar harus mempunyai niat untuk mencapai ridha Allah, bukan
semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dunia. Untuk
mencapai ridha Allah, seorang pelajar haruslah ikhlas dan sadar
bahwa ia diciptakan oleh Allah dalam keadaan fithrah dan diberi
potensi akal oleh Allah.
Sementara tingkat kecerdasan emosional dimensi
motivasi kelas 7,8, dan 9 berdasarkan hasil penghitungan dari
seluruh skor nilai dapat dilihat dari garfik berikut:
Adapun terkait pengaruh motivasi terhadap prestasi belajar
PAI siswa Sekolah Lanjutan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Motivasi
Dimensi P value (sig.) R Square
Motivasi 0.00 0.070
Berdasarkan tabel di atas melalui penghitungan melalui
SPSS diperoleh analisis uji regresi p-value (sig.) untuk dimensi
motivasi sebesar 0.00 dimana p-value<α (0.00<0.05) maka Ha
diterima sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi pada
kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap
prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan. Berdasarkan
penghitungan melalui SPSS didapat nilai kontribusi kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar sebesar 7.0%.
Signifikasi pengaruh motivasi terhadap kinerja di atas
tidak lepas dari tingginya motivasi belajar siswa Sekolah Lanjutan
yang diuraikan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
yang mempunyai motivasi tinggi akan memiliki prestasi belajar
yang baik.
Dimensi motivasi mempengaruhi prestasi belajar melalui
motivasi belajar yang memotivasi siswa untuk lebih tekun,
semangat, dan rajin dalam belajar yang pada akhirnya
menghasilkan hasil yang memuaskan. Hal ini Goleman
memberikan karakteristik kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan
menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
beban agar tidak stress tidak melumpukan kemampuan berpikir,
berempati dan berdo’a.26
Motivasi belajar siswa Sekolah Lanjutan dipengaruhi oleh
niat ikhlas mereka dalam belajar serta tentunya tak lepas dari
karakteristik guru dalam mengajar yang selalu memberi arahan
dan motivasi untuk selalu meningkatkan prestasi. Siswa
26 Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),45.
102
menganggap bahwa belajar bukanlah sebuah beban melainkan
merupakan cara bermain yang berbeda.
4. Pengaruh Empati Terhadap Prestasi Belajar
Kemampuan empati siswa merupakan kemampuan
Individu memikirkan dirinya berada dalam posisi orang lain,
membayangkan menjadi orang lain namun tetap mengingat bahwa
ia tetap dirinya sendiri bersama pikiran, perasaan dan persepsinya.
kemampuan empati merupakan kemampuan untuk memahami
pikiran, perasaan dan pengalaman orang lain dengan menempatkan
diri pada posisi orang lain tanpa kehilangan identitas diri, sikap
pribadi, dan kendali reaksi emosi terhadap pengalaman emosi
orang lain. Pemahaman yang melibatkan komponen kognisi dan
afeksi tersebut membuat individu mampu menghargai posisi dan
perasaan orang lain, sebagai dasar membina hubungan
interpersonal yang baik dan menyenangkan.27
Kemampuan empati
siswa yang semakin tinggi mempengaruhi keyakinan diri siswa,
yang tentunya mempengaruhi cara belajar siswa sehingga
menghasilkan prestasi yang baik. Namun penelitian ini bila dilihat
dari tabel berikut:
tabel 4.9
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Empati
Dimensi P value (sig.) R Square
Empati 0.520 0.061
Hasil analisis uji regresi dimensi empati dengan bantuan
komputer berdasarkan penghitungan SPSS di peroleh p-value
(sig.) untuk dimensi empati sebesar 0.515 dimana p-value >α
(0.515>0.05) maka Ho diterima sehingga dikatakan bahwa dimensi
empati pada kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan.
Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapat nilai
kontribusi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar sebesar
6.1%.
27 Imam Setyawan, ‚Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri
Mahasiswa Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA‛, Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi ISBN : 978-979-21-
2845-1, 296-300.
103
Analisis di atas bukan berarti tingkat empati siswa Sekolah
Lanjutan rendah, namun seperti diuraikan sebelumnya bahwa
kemampuan empati siswa berada pada kategori tinggi dengan
persentase 48% dengan jumlah 43 siswa.
Beberapa peneliti menyingkap pengaruh sifat empati ini
terhadap keberhasilan seseorang. Di antaranya adalah penelitian
Rosenthal dari Universitas Harvard sejak dua abad lalu.
Menurutnya orang yang mampu merasakan perasaan orang lain
cenderung akan lebih sukses. Rosenthal mengatakan Empati
didefinisikan sebagai ‚kemampuan seseorang untuk merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain.‛ 28
5. Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap Prestasi Belajar
Pentingnya keterampilan sosial dalam memprediksi hasil
dari interaksi manusia sebagian besar telah diperdebatkan dalam
literatur psikologi sosial 20 tahun. Keterampilan sosial tidak sama
dengan perilaku. Sebaliknya, mereka adalah komponen perilaku
yang membantu individu memahami dan beradaptasi di berbagai
pengaturan sosial. Banyak kurikulum keterampilan sosial
memberikan rencana pelajaran dan bimbingan bagi aktivitas baik
individu maupun kelompok. Kebanyakan melibatkan pemodelan
keterampilan sosial yang sukses melalui kegiatan, permainan, dan
role-play, dengan guru dan teman sebaya memberikan umpan balik
yang diperlukan yang memungkinkan siswa untuk berlatih dalam
interaksi29
Dengan cara ini, siswa berlatih dan internalisasi
keterampilan sosial di dalam kelas, seperti yang ada pada Sekolah
Lanjutan yang banyak melibatkan keterampilan sosial dalam
belajar, guru tidak hanya mengajarkan teori tetapi di tuntut untuk
28Makmun Mubayidh, Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak,
Referensi penting bagi Para Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), 19. 29 Kathlyn M. Steedly, Ph.D., Amanda Schwartz, Ph.D., Michael
Levin, M.A., & Stephen D. Luke, Ed.D. Social Skills and Academic
Achievement, evidence for education, volume III issu II, 2008,
http://nichcy.org/wp-content/uploads/docs/eesocialskills.pdf diakses pada 26
juni 2014.
104
mempraktekan teori bersama murid. Hal ini sejalan dengan
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Keterampilan Sosial
Dimensi P value (sig.) R Square
Keterampilan sosial 0.067 0.080
Dari tabel di atas menunjukkan p-value (sig.) untuk
dimensi keterampilan sosial sebesar 0.067 dimana p-value >α
(0.067>0.05) maka Ha ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa
keterampilan sosial pada kecerdasan emosional tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah
Lanjutan. Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapat nilai
kontribusi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar sebesar
8.0%.
Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, teman
sekolah guru, merupakan kemampuan keterampilan sosial siswa
yang saat ini dianggap dapat memepengaruhi kesuksesan pribadi
tetapi juga mempengaruhi orang lain perilaku yang saat ini
dianggap tidak hanya bagian dari kesuksesan pribadi individu.30
Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh
interaksi erat dengan guru dan teman sekolah. Ruang kelas adalah
salah satu bentuk lingkungan mengharuskan belajar formal. Selain
itu secara umum siswa berinteraksi dengan orang lain dalam
kehidupannya sehari-hari yang memiliki andil besar pada
kemampuan seorang anak untuk berhasil dalam belajar, yang mana
Ruang kelas menjadi lebih baik sebagai tempat pelatihan bagi
pengembangan keterampilan sosial dan arena di mana ketrampilan
itu dimanfaatkan.
Berdasarkan pemaparan kontribusi pengaruh dimensi-
dimensi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar dapat
disimpulkan bahwa yang berpengaruh secara signifikan adalah
dimensi mengenal emsoi diri, manajemen emosi, dan motivasi hal
30 Loredana Ivan, and Alina Duduciuc, ‚Social skills, Nonverbal
Sensitivity and Academic Success. The Key Role of Centrality in Student
Networks for Higher Grades Achievement‛, Review of research and social intervention, , vol. 33, (2011):151 – 166.
105
ini dikarenakan nilai p value (sig.)<0.05). kecerdasan emosional
merupakan faktor yang tidak langsung dalam mempengaruhi
prestasi belajar, karena kecerdasan emosional bertumpu pada
hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral yang mencakup
pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan
menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah pribadi,
mengendalikan amarah serta kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri. Terutama dalam proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran terjadi suatu perubahan kemampuan yang dimiliki
oleh siswa dalam berbagai bidang, dan kemampuan itu diperoleh
karena adanya usaha belajar. Anak-anak yang menguasai emosinya
menjadi lebih percaya diri, optimis, memiliki semangat dan cita-
cita, memiliki kemampuan beradaptasi sekaligus mereka akan
lebih baik prestasinya di sekolah yang mampu memahami,
sekaligus menguasai permasalahan-permasalahan
Asumsi di atas diperkuat dengan penelitian Aremu yang
mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan prediktor
keberhasilan akademis. Aremu mengutip perkataan Salovey dan
Mayer yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional mampu
memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain untuk
membedakan perasaan tersebut, dan kecerdasan emosional
memandu berpikir dan melakukan sesuatu. 31
Selanjutnya Nwadinigwe menambahkan bahwa
Keterampilan kecerdasan emosional memungkinkan
seseorang untuk mengurangi stres dalam hidup, membangun
hubungan yang sehat, berkomunikasi secara efektif, dan
mengembangkan kesehatan emosional. Membangun keterampilan
kecerdasan emosional merupakan hal yang penting untuk
mewejudkan prestasi belajar yang baik.32
31 Oyesojl A.Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚ Relationship
among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic
Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu/essays/vol182006/tella.pdf diakses pada 9 juni
2013. 32
Nwadinigwe and Azuka-Obieke, U. ‚The Impact of Emotional
Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in
Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.
106
E. Optimalisasi Kecerdasan Emosional Dalam Peningkatan
Prestasi Belajar
Siswa dalam peningkatan prestasi belajar tentunya tidak
terlepas dari proses yang mempengaruhinya, membicarakan siswa
dalam proses pendidikan adalah membicarakan empat hal yaitu:
hakikat siswa, kebutuhan psikologis siswa, dimensi siswa yang di
kembangkan, dan perkembangan jiwa agama siswa.33
Menurut Richard Clark sebagaimana yang dikutip oleh
Sudjana menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa di sekolah
70% di pengaruhi oleh siswa dan 30% oleh lingkungannya. Di
samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor
lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian sikap dan
kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, dan faktor fisik serta
psikis.34
Dengan tidak menafikan faktor-faktor yang lain, faktor-
faktor tersebut merupakan dimensi kecerdasan emosional yang
meliputi kecerdasan sosial dan emosional.
Segel memberi penjelasan bahwa wilayah kecerdasan
emosional meliputi hubungan pribadi dan antar pribadi dan
kecerdasan emosional bertanggung jawab atas harga diri,
kesadaran diri, kepekaan sosial dan kemampuan adaptasi sosial.35
Sementara Agustian mencoba memaparkan unsur atau komponen
dasar yang harus diajarkan dalam memupuk kecerdasan emosional,
komponen tersebut adalah integritas, kejujuran, komitmen,
keadilan, prinsip, kepercayaan dan penguasaan diri.36
Kecerdasan emosional tidaklah berkembang secara alamiah
artinya tidak dengan perkembangan usia biologis manusia.
Sebaliknya kecerdasan emosional sangat bergantung pada proses
pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan. Di sinilah letak
33 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam
Mulia, 2005), 63. 34 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: CV
Sinar Baru, 1988),39. 35 Jaena Segel, Melejitkan Kepekaan Emosional, Cara baru Praktis
Untuk Mendayagunakan Potensi Insting Dan Kekuatan Emosi Anda, Alih
bahasa Ary Nilandari (Bandung:Kaifa,2002)26-27. 36 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spritual (Jakarta: Arga,2001)13.
107
peran lembaga pendidikan dalam memupuk kecerdasan emosional.
Dengan memupuk kecerdasan emosional diharapkan siswa akan
memiliki sikap integritas, kejujuran, komitmen, visi kreatifitas,
(tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan).70
Para pakar pendidikan telah mengemukakan bahwa
pendidikan Islam di samping berupaya membina kecerdasan
intelektual, keterampilan dan raganya, juga membina jiwa dan hati
nuraninya.71
Berarti secara umum pendidikan Islam membina
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ). Di
samping kedua kecerdasan tersebut, pendidikan Islam juga
membina kecerdasan spritiual (SQ). Bahkan dalam konsep
pendidikan Islam, kecerdasan spiritual adalah landasan IQ dan EQ.
Kecerdasan intelektual tidak mengukur kreativitas, kapasitas
emosi, nuansa spiritual, dan hubungan sosial, sedangkan
kecerdasan Qalbiyah (kognitif Qalbiyah) apabila telah
70 Ary Ginajar Agustian, ESQ The ESQ Way 165, Cet. XX (Jakarta:
Arga, 2005), 280. 71 Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I.
(Yogjakarta: Graha Ilmu,2007), 139.
118
mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian
yang tenang.72
Pendidikan Agama Islam , secara umum belum mampu
berkontribusi positif terhadap peningkatan moralitas dan
spritualitas khususnya di kalangan peserta didik. Sebenarnya
kesalahannya tidak semata-mata terletak pada materi Pendidikan
Agama Islam , tetapi terletak pada cara dan implementasinya di
lapangan. Peserta didik selalu diarahkan pada penguasaan teks-
teks yang terdapat dalam buku pengajaran, mereka selalu
dihadapkan pada pertanyaan dan hapalan kulit luarnya saja (ranah
kognitif), sedangkan substansinya berupa penanaman nilai-nilai
agama hilang begitu saja seiring dengan bertumpuknya
pengetahuan kognitif mata pelajaran yang ada di sekolah.73
Pendidikan Agama Islam yang diajarkan selama ini pada
lembaga-lembaga pendidikan umum mulai dari tingkat SD sampai
perguruan tinggi lebih bersifat transfer of knowledge, lebih
menekankan kepada pencapaian penguasaan ilmu-ilmu agama.
Fragmentasi materi dan terisolasinya atau kurang terkaitnya
dengan konteks yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari yang
menyebabkan peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama
sebagai nilai yang hidup dalam keseharian. Konsekuensinya
Pendidikan Agama Islam yang diajarkan menjadi kurang
bermakna, kebanyakan peserta didik meningkat pengetahuannya
tentang agama, akan tetapi penghayatan dan pengamalan terhadap
nilai-nilai agama tidak teraktualisasi dalam kehidupan sehari-
hari.74
72 Lihat, M. Yaniyullah Delta Auliyah, Melejitikan Kecerdasan Hati
dan Otak Menurut Petunjuk Al-Quran dan Neurologi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), 14-15. 73 Tujuan PAI selama ini masih terhenti pada ranah kognitif, belum
menyentuh ranah afektif dan kepribadian. Lihat Sutrisno, Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Fadilatama, 2011), 85.
74 Dalam praktiknya, Pendidikan Agama Islam tidak berbeda dari
pendidikan modern yang terperangkap kapitalisasi material, sehingga peran
profetiknya sulit direalisasikan. Lihat Abdul Munir Mulkhan, Kecerdasan Makrifat, dalam rangka pidato pengukuhan guru besar yang disampaikan dalam
rapat senat terbuka UIN Sunan Kalijaga pada tanggal 31 Maret 2004, dalam
Asmuri, Konstekrualisasi Pendidikan Agama Islam ,Shifting Paradigma dan
119
Menurut Siti Malika Towaf, kelemahan Pendidikan Agama
Islam yang berlangsung saat ini, antara lain; 1) pendekatan masih
cenderung normatif, di mana pendidikan agama menyajikan
norma-norma yang seringkali tanpa ilustrasi sosial budaya,
sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama
sebagai nilai yang hidup dalam keseharian, 2) kurikulum yang
dirancang hanya menawarkan minimum kompetensi, tetapi pihak
guru PAI seringkali terpaku dengannya, sehingga kreativitas untuk
memperkaya materi kurang tumbuh, begitu juga dalam hal
penerapan metode pembelajaran yang cenderung bersifat
monoton.75
Adanya indikasi kegagalan Pendidikan Agama Islam yang
selama ini diterapkan. Hal ini terjadi karena kecenderungan dalam
penerapannya yang masih berpegang pada paradigma tradisional
yang bersifat teosentris, normatif, dan tekstual. Paradigma yang
berpandangan bahwa segala sesuatunya berdasarkan apa yang
telah diwahyukan oleh Tuhan, sebagaimana yang tertulis di dalam
kitab yang dipahami secara literalis-tekstualis tanpa membuka
ruang yang bersifat dialogis terkait dengan kondisi zaman yang
dinamis dan terus berkembang. Paradigma tradisional yang
bersifat teosentris tersebut sudah saatnya harus mengalami
perubahan, yaitu kepada paradigma teo-antroposentris.76
Paradigma teo-antroposentris berusaha untuk
mengkoneksikan Pendidikan Agama Islam dengan realitas yang
senantiasa dinamis dan berkembang. Paradigma yang tidak hanya
didasarkan atas pertimbangan wahyu yang terdapat dalam kitab
suci yang dipahami secara literalistekstualis, tetapi juga dengan
pertimbangan sosial budaya yang ada di tengah masyarakat.
Perubahan paradigma dari teosentris ke teo-antroposentris
Implementasinya, artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, (2010):222.
75 Siti Malika Towaf, ‚Pendekatan Kontekstual bagi Pendidikan
Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,‛ dalam Fuaduddindan Cik Hasan
Basri (ed.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), 20. 76 Asmuri, ‚Kontekstualisai Pendidikan Agama Islam ,Shifting
Paradigma dan Implementasinya‛, Artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau, Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, 2010, 227
120
merupakan salah satu bentuk dari pemikiran kritis terhadap
paradigma tradisional yang selama ini dipegang. Paradigma ini
lahir dari pemikiran kritis para intelektual muslim kontemporer,
seperti Fazlur Rahman, menurutnya krisis metodologi sebagai
penyebab kemunduran pemikiran Islam, karena alternatif
metodologi dipandangnya sebagai titik pusat penyelesaian krisis
intelektualisme Islam. Rahman berpendapat penyelenggaran
pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang
sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala
warisan yang bersifat klasik.77
Untuk konteks Indonesia seperti Harun Nasution dengan
gagasannya ‚menghidupkan kembali teologi-rasional‛.78
Beliau
menekankan pemahaman Islam secara komprehensif dengan
meninjaunya dari berbagai aspek. Harun menjelaskan bahwa Islam
itu begitu luwes dan fleksibel serta mampu menjawab tantangan
zaman.
Paradigma teo-antroposentris berperan menyatukan ilmu
alam dengan landasan etik moral Islam yang akan memberi
manfaat bagi seluruh alam ini. Akh Minhaji menyebutnya dengan
pendekatan ‚historis-praktis‛,79
atau disebut dengan konsep
pendidikan Hadhari dengan konsep pendidikan yang berorientsi
rahmatan lil ‘alamin.
77 Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 2000),263. 78 Menurutnya keterbelakangan dan keterpurukan umat Islam antara
lain karena belenggu teologi tradisional yang mereka anut yang sangat kental
dengan nuansa Jabariyah dan fatalism. Lihat, Thariq Modanggu, Perjumpaan Teologi dan Pendidikan (Jakarta: Qalam Nusantara, 2010), 27.
79 Minhaji,Sejarah Sosial dalam Studi Islam (Yogyakarta: Sunan
Kalijaga Press, 2010), 29.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwasannya kecerdasan
emosional berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar.
Mengenai hal ini telah banyak perbedaan pendapat para ilmuwan,
sebagaian ada yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar
dipengaruhi oleh faktor guru dalam mengajar dan otoritas sekolah
seperi pendapat Adegbite, Asikhia, sedangkan Lamson dan
Thondike mengatakan bahwa prestasi belajar yang diraih
berbanding lurus dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki.
Sebagian ada yang menyimpulkan seperti Chernis, Nelson dan
Low bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi belajar .
Beberapa temuan dalam penelitian ini setelah melakukan
penelitian didapatkan bahwa kecerdasan emosional mempunyai
peran terhadap prestasi belajar. Status ranah prestasi belajar yang
ditunjukkan pada siswa Sekolah Lanjutan berada pada kategori
tinggi dan sedang, begitu juga status dimensi kecerdasan
emosional kebanyakan berada pada kategori tinggi dan sedang.
Dengan menggunakan analisis regresi berganda, ditemukan
bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar. Adapun signifikansinya dari analisis
regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 17 dengan
dasar pengambilan keputusan taraf uji kesalahan 5% (α=0.05)
adalah jika p-value < 0.05 maka Ha dterima. Dari penelitian
diperoleh p-value (sig.) sebesar 0.000 dengan demikian p-value < α
(0.000<0.05). Dengan demikian bahwa prestasi belajar yang
didapat berbanding lurus dengan kecerdasan emosional siswa. Hal
ini senada dengan penelitian Parker, Aremu dan Kanhai yang
mengatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara
signifikan terhadap prestasi belajar.
Dengan menggunakan multi regresi tabel model summary
diketahui bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap
prestasi belajar sebesar 69.5%. Adapun 30.5% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini
dikarenakan kecerdasan emosional berhubungan langsung dengan
124
pengelolaan hati untuk lebih tenang dan berkonsentrasi dalam
belajar, serta memotivasi untuk lebih tekun.
Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap prestasi
belajar ditandai dengan adanya beberapa hal: pertama, dalam
berhubungan dengan banyak orang kecerdasan emosional sangat
berperan, terutama karena siswa akan lebih berempati,
komunikatif, lebih tinggi rasa humornya, dan lebih peka akan
kebutuhan orang lain. Kedua, siswa lebih bisa menyeimbangkan
rasio dan emosi, tidak terlalu sensitif atau emosional, dan tidak
terlalu dingin atau rasional. Ketiga, siswa lebih bisa menanggung
stres yang kecil karena biasa dengan leluasa mengungkapkan
perasaan, bukan memendamnya. Keempat, siswa lebih bisa
termotivasi dalam belajar ketika yang lain menyerah. Kelima,
siswa lebih bisa menahan hawa nafsu dan akan lebih fokus dan
tekun dalam belajar.
Konsep pendidikan dalam pengembangan kecerdasan
emosional terletak pada pendidikan agama Islam, karena pada
dasarnya salah satu tujuan pendidikan agama Islam sendiri adalah
memotivasi siswa untuk mencintai ilmu, dan mendidik akhlak
siswa.
B. Saran
Siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar tidak
hanya terlibat dengan kecerdasan intelektualnya saja tapi juga
melibatkan peran aspek kecerdasan emosional. Dalam penelitian
ini ditemukan adanya pengaruh secara signifikan kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar. Temuan ini kiranya dapat
menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi pemerhati kajian
pendidikan agama Islam. Mengakhiri kajian ini peneliti
merekomendasikan beberapa hal diantaranya:
Pertama, pendidikan yang mengedepankan metode
pengembangan kecerdasan emosional mempunyai peran penting
dalam peningkatan prestasi belajar. Oleh karena itu, hendaknya
pendidikan bisa secara optimal mengedepankan pengembangan
aspek kecerdasan emosional sehingga dapat membantu
peningkatan prestasi belajar siswa.
125
Kedua, pengembangan kecerdasan emosional dalam
pendidikan bisa melalui pengembangan motivasi belajar siswa dan
bisa juga melalui materi yang disampaikan kepada siswa.
Ketiga, kepada para peneliti yang tertarik pada kajian
prestasi belajar di Sekolah Alam Indonesia ataupun di sekolah lain
hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar
guna mengkaji lebih lanjut faktor-faktor lain berpengaruh terhadap
prestasi belajar.
115
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Abduh, Muhammad. al-Mada>ris al-Tajhiza>t wa al-Mada>ris al-‘Aliyat, dalam ‘Imarah (ed). Al-A’mal al-Kamil al-Imam Muhammad Abduh, juz III, (Beirut: Al-Muassasah al-
‘Arabiyah Li al-Dira>sah wa al-Nas}r,1972). Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).
Agustian, Ary Ginajar. ESQ The ESQ Way 165, Cet. XX
(Jakarta: Arga, 2005).
________ Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual (Jakarta: Arga,2001).
Alexander & Murphy. The Research Base for APA’s Learner-Centered Psychological Principles. In Lambert, N.M. & McCombs, B.L. (Eds.), How Students Learn: Reforming Schools Through Learner-Centered Education. (Washington, DC: American Psychological
Association,1999).
al-Ghaazali Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n Jilid III (Beirut: Da>r al-Fikr,
Aulia, M. Yaniyullah Delta. Melejitkan Hati dan Otak Menurut Pentunjuk Alqur’an dan Neurologi, Edisi I (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005).
116
Azwar, Saifuddin. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, Edisi II (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005).
Bi>bi>, Huda> Husaini> al-Marja’ Fi al-Irsyad al-Tarbawi> (Bairu>t:
Da>ru Akadimiya>, 2000).
D, Schultz. Psychoanalytic approach: Sigmund Freud in Theories of Personality (California: Brooks/Cole Publishing
Company; 1986).
Dalyono. Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).
Departemen P& K, Undang undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang SISPENAS, (Jakarta: Kloang Klede Jaya, 1989).
Djamarah, Syaiful Bahri Psikologi Belajar (Jakarta: Rneke Cipta,
2011).
Eisenberg & Mussen,The Root of Prosocial in Children ( New
York : Cambridge University Press,1989).
________ Sadovsky, & Spinrad, Associations of Emotion-Related Regulation, language skills, emotion knowledge, and academic outcomes, (New Directions in Child and
Adolescent Development:2005).
Gininginintasari, Rahayu. ‚kesadaran diri‛ Jurnal Psikologi Pendidikan 2, no.1 (2009):47-55.
Goble, Frank G. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987).
Goleman, Daniel, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),45.
Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya
(Jakarta : PT. Gramedia, 2001).
Gottman , Jhon & James. Guidance And Conseling In The Elementary And Middle Schools: A Practical Approach
(Lowa: Brown Comunication Inc 1995).
H}ama>m, Fa>diyah Ka>mil wa ‘Ali> ah}mad Sayyid Mus}tafa, ‘Ilmu al-naf si al-Tarbawi> Fi> D}aui al-Isla>m (Riya>d}: Da>ru al-Zahra,
2006).
ha’irah, Kha>lid Muh}ammad Abu wa Tsa>ir Ah{mad ghabir, Nah}wa Mafa>hi>mu Tarbawiyah Mu’a>s}irah Fi> al-Alfiyah al-Tha>lithah (‘Ama>n:Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2008).
Halim, Ali Abdul. Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-
Kattanie, (Jakarta: Gema insani Press, 2000).
117
Lamson, E.E. ‚High School Achievement of 56 Gifted Children‚,
Journal of Genetic Psyichology, 47/1935, h. 233-238, dikutip
dalam Lester D.Croww & Alice Crow, Educational Psyichology, terj. Z.Kasijan, Psikologi Pendidikan
(Surabaya: Bina Ilmu, 1984).
Lu>sa>, Mustafa Isma’i>l. Tadri>su al-Tarbiyah al- Islamiyah
Tarbawi> wa Dauru al-Fa>’il Fi H}illi Masya>kili al-T}alabah, (Urdu>n: Da>ru ‘A>lami al-Thaqa>fah, 2006).
Rahman, Fazlur. Islam (Bandung: Pustaka, 2000).
________ Fazlur. Tema-Tema Besar Dalam Al-Qur’an, alih bahasa
Anas Muhyidin (bandung:Pustaka. 1983). Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam
Mulia, 2005).
Safari, Triantoro & Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi positif dalam Hidup Anda (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2009),14-15.
Sahputra, Naam. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar (Medan: Fakultas Kedokteran, 2009).
Sakigawa, Masashi. Factors Contributing to Students’ Academic Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam, (Japan: Higashis-Hiroshima, 1-1
Winkel. Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT. Grasindo,2005).
Referensi Jurnal dan Artikel
A, Asikhia O. ‚Students and Teachers’ Perception of the Causes of
Poor Academic Performance in Ogun State Secondary
Schools‛. European Journal of Social Sciences – Volume
13, Number 2 (2010):1-14.
A, Syadli Z. ‚Kecerdasan Emosional Siswa dan Implikasinya
Terhadap Kreativitas Guru Agama‛. dalam Islam dan Hegemoni Sosial, ed. Khaeroni (Jakarta: PT.Mediacita,
2001).
Abisamra. ‚The Relationship Between Emotional Intelligence and
Academic Achievement in Eleventh Graders‛, Research in Education, FED.(2000).
Adegbite. ‚Influence of Parental Attribution Of Success/Failure
On Academic Performance Of Secondary School Student
In Ilorin Metropolis‛, The Counsellor, 21,(2005):238-246.
Aremu, Oyesojl A. Adeyinka Tella, and Adedeji Tella,
Relationship among Emotional Intelligence, ‚Parental
Involvement and Academic Achievement of Secondary
School Students in Ibadan, Nigeria‛. University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses pada 9 juni 2013.
Asmuri, ‚Kontekstualisai Pendidikan Agama Islam ,Shifting Paradigma dan Implementasinya‛, Artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau, Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, (2010).
Ashfort & Humphrey. Emotion in The Work Place A Reappraisal.
Human Relation, 48/(2), (1995): 613-619.
Bandura, Albert ‚Social cognitive theory: An Agentic
Perspective‛, Asian Journal of Social Psychology, Vol 2,
(1999):21–41.
Barnard, W. M. ‚Parent Involvement in Elementary School and
Educational Attainment‛. Children and Youth Services Review, 26, (2004):39- 62.
Beaumont, Yvonne -Walters, Kola Soyibo. ‚An Analysis of High
School Students' Performance on Five Integrated Science
121
Process Skills‛ Research in Science & Technical Education, Volume 19, Number 2 / November 1,
(2001):133 – 145.
Buchmann and Hanum, ‚Education and stratification in
Developing Countries: A Review of Theories and
Research‛, Annual Review of Sociology. 27,(2001): 77-
102.
Caldas, & Bankston. ‚The Effect of School Population
Socioeconomic Status on Individual Student Academic
Achievement‛. Journal of Educational Research, 90,
(1997):269-277.
Corno, L. & Rohrkemper, ‚The Intrinsic Motivation to Learn in
Classrooms‛, Reseach on Motivation, vol 2, (1985):53-90.
Crosnoe, Johnson & Elder, ‚School Size and The Interpersonal
Side of Education: An Examination of Race/Ethnicity and
Organizational Context‛, Social Science Quarterly, 85(5),(2004), 1259-1274.
Duke. ‚For the rich it’s richer: Print Environments and
Experiences Offered to First-Grade Students in Very Low-
and Very High-SES School Districts‛. American Educational Research Journal, 37(2),(2000): 456–457.
Edun, T. & Akanji, ‚Perceived Selfefficacy, Academic Self-
Regulation And Emotional Intelligence As Predictors Of
Academic Performance In junior Secondary Schools‛.
International Journal of Educational Research. 4,1,(2008):
61-72.
Escalas, J.E and Stern. ‚Sympathy and Emphaty : Emotional
Responses to Advertising Dramas‛, Journal of Consumer Research.Vol 29, (2003):567.
Fantuzzo, & Tighe. ‚A Family Involvement Questionnaire‛,
Journal of Educational Psychology, 92(2), (2000): 367-376.
Farooq, M.S, A.H. Chaudhry, M. Shafiq, G. Berhanu. ‚Factors
Affecting Student’s Quality Of Academic Performance: A
Case Of Scondary School Level,‛ Journal of Quality and Technology Management, Volume VII, Issue II,
December, (2011):1‐14.
122
Fatonah, Siti. ‚Aplikasi Aspek Kognitif Teori Bloom Dalam
Pembuatan Soal Kimia‛, Jurnal Kaunia Vol.1, No.2,
(2005): 154.
Furstenberg & Hughes. ‚ Social Capital and Successful
Development Among at-Risk Youth‛, Journal of Marriage and the Family, 57,(1995):580-592.
Goddard, ‚Relational Networks, Social Trust, and Norms: A
Social Capital Perspective on Students' Chances of
Trusty. ‚Effects of Eighth-Grade Parental Involvement on Late
Adolescents' Educational Expectations‛, Journal of
125
Research and Development in Education, 32(4),(1999):
224-233.
Ulutas & Omeroglu, ‚The effect of Emotional Intelligence
Education Program on Emotional Intelligence of Children‛.
Social Behavior and Personality. 35(10),(2007), 1365-
1372.
Yahaya, Azizi. ‚The Impact of Emotional Intelligence Element on
Academic Achievement‛, Faculty of Education, Universiti Technologi Malaysia, Vol 65, No. 4;(Apr 2012):4.
Zimmerman & Martinez. “Pons Students Differences in Self
Regulated Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness
to Self Efficacy and Strategy Use‛, Journal of Educational Psychology, 82 (1), (2001):51‐59.
Internet
Adams, Even Basic Needs of Young Are Not Met.(1996)Retrieved from http://tc.education. pitt.edu.
Diakses pada 3 september 2013.
Baumert et all, Self Regulated Learning as Cross Cultural Concept.(2002)dari http://www.mpibberlin.mpg. diakses
pada 13 mei 2014.
Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community
Mentoring for Adolescent Development 192
http://www.mentoring.org/ diakses pada 2 Juli 2014.
Cotton & Wikelund, Parent Involvement in Education.(2005)
Available at:http:/www.nwrel.org/ diakses pada 16 Juli
2013.
Garzon. Social and Cultural Foundations of American Education.
Wikibooks, 2006, Retrieved from http://en.wikibooks.org.
di akses pada 9 Juli 2013.
Hajaroh, Mami ‚Kecerdasan Emosi dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam‛,
http://staff.uny.ac.id/ diakses pada 26 Juni 2014. Izzaty, Rita Eka. Pembelajaran dan Pembiasaan Aspek
(Keterampilan) Sosial Peserta Didik di Institusi
Prasekolah, http://staff.uny.ac.id/pdf diakses pada 27 Juni
2014.
126
Kurniati, Euis. Program Bimbingan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. http://file.upi.edu/Direktori diakses pada 20 Agustus 2014.
Lee, Insook. ‚Effects of Emotional Intelligence on Attitudinal
Learning in e-Learning Environment‛, artikel icome.bnu.edu. di akses pada 27 Juni 2014.
Low, Gary R. and Darwin B. Nelson.‛ Emotional Intellegence The
Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛
Texas Association of Secondary School Principals
(TASSP) for publication in the TEXAS STUDY magazine
for secondary education, Spring 2005 edition.
(http://www.tamuk.edu) diakses pada 24 Juni 2014.
Marzano, What works in Schools: Translating Research Into
Action?http://pdonline.ascd.org/ di akses pada 9 september 2013.
Nugraheni, Kartika. ‚Pengaruh Kesadaran Belajar, Lingkungan
Keluarga, Sarana Sekolah dan Kedisiplinan Siswa
Terhadap Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi‛,
eprints.uny.ac.id/10044/1/Jurnal.pdf diakses pada 30 Juni 2014.
Poerwanti, ‚Memahami Pertumbuhan Kecerdasan Intelektual dan
Kecerdasan Emosional Anak untuk Kepentingan
Pendidikan‛. 2005 www.malang.ac.id/jurnal/- fip/sd/-8k. Diakses 28 Juni 2014.
Preeti, Bhadouria ‚Role of Emotional Intelligence for Academic
Achievement for Students,‛ Journal of Educational Sciences Vol. 1(2), 8-12, May (2013). (http://www.isca.in)
diakses pada 24 Agustus 2013.
Roberts. The Effect of Extracurri#cular Activity Participation in The Relationship Between Parent Involvement and Academic Performance in A Sample of Third Grade Children. (2007), Retrieved from
https://www.lib.utexas.edu. Diakses pada 9 september
2013
Roy, Babli. ‚Emotional Intellegence And Academic Achievement
Motivation Among Adolescents: A Relationship Study‛,