Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) melaporkan jumlah kematian tahunan akibat kecelakaan lalu lintas tetap tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Menurut badan PBB itu, jumlah tersebut tidak akan turun, karena sedikit negara yang memiliki undang-undang keselamatan jalan yang menyeluruh yang bisa mencegah dan mengurangi korban jiwa maupun luka-luka. Tanpa tindakan untuk mengatasi masalah akibat perbuatan manusia ini, WHO memperkirakan, sekitar 1,9 juta orang akan meninggal di jalan setiap tahun menjelang tahun 2020. Kajian itu juga mendapati hanya 28 negara, hanya tujuh persen dari penduduk dunia, memiliki undang-undang yang mencakup kelima faktor risiko besar. Ini termasuk mengemudi dalam keadaan mabuk, ngebut, tidak mengenakan sabuk pengaman dan helm sepeda motor, serta tidak adanya sarana pengaman bagi anak-anak. Sekitar separuh dari semua kematian lalu lintas jalan melibatkan pejalan, pengendara sepeda, dan pengendara sepeda motor. Menurut Krug, angka kematian dan luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas di negara-negara maju umumnya semakin berkurang; tetapi di Afrika, Timur Tengah dan sebagian Asia dan Amerika Latin, situasinya semakin buruk. "Ini juga terkait fakta bahwa di negara-negara itu kita bisa menyaksikan pertumbuhan pesat ekonomi. Kita lihat jalan baru sedang dibangun, banyak mobil diimpor, pengemudi baru turun ke jalan dan ini tidak sesuai dengan langkah-langkah keamanan yang dibutuhkan untuk mendapat SIM, guna memastikan bahwa infrastruktur sesuai kualitas kendaraan. Di satu desa di Afrika di mana jalan tanah, tiba-tiba dibangun jalan baru beraspal, jumlah kendaraan empat atau lima kali lebih banyak daripada yang biasanya melintasi desa itu. Tidak dibuat fasilitas bagi pejalan di sisi jalan, tempat orang biasanya bermain di jalan itu," paparnya lagi. WHO mencatat, wilayah Afrika memiliki angka kematian tertinggi, sedangkan wilayah Eropa, terendah. Statistik menunjukkan, kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Afrika 24,1 tiap 100 ribu orang, dibandingkan 10,3 kematian per 100 ribu di Eropa.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) melaporkan jumlah kematian tahunan akibat kecelakaan lalu lintas tetap tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Menurut badan PBB itu, jumlah tersebut tidak akan turun, karena sedikit negara yang memiliki undang-undang keselamatan jalan yang menyeluruh yang bisa mencegah dan mengurangi korban jiwa maupun luka-luka.
Tanpa tindakan untuk mengatasi masalah akibat perbuatan manusia ini, WHO memperkirakan, sekitar 1,9 juta orang akan meninggal di jalan setiap tahun menjelang tahun 2020.
Kajian itu juga mendapati hanya 28 negara, hanya tujuh persen dari penduduk dunia, memiliki undang-undang yang mencakup kelima faktor risiko besar. Ini termasuk mengemudi dalam keadaan mabuk, ngebut, tidak mengenakan sabuk pengaman dan helm sepeda motor, serta tidak adanya sarana pengaman bagi anak-anak. Sekitar separuh dari semua kematian lalu lintas jalan melibatkan pejalan, pengendara sepeda, dan pengendara sepeda motor.
Menurut Krug, angka kematian dan luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas di negara-negara maju umumnya semakin berkurang; tetapi di Afrika, Timur Tengah dan sebagian Asia dan Amerika Latin, situasinya semakin buruk.
"Ini juga terkait fakta bahwa di negara-negara itu kita bisa menyaksikan pertumbuhan pesat ekonomi. Kita lihat jalan baru sedang dibangun, banyak mobil diimpor, pengemudi baru turun ke jalan dan ini tidak sesuai dengan langkah-langkah keamanan yang dibutuhkan untuk mendapat SIM, guna memastikan bahwa infrastruktur sesuai kualitas kendaraan. Di satu desa di Afrika di mana jalan tanah, tiba-tiba dibangun jalan baru beraspal, jumlah kendaraan empat atau lima kali lebih banyak daripada yang biasanya melintasi desa itu. Tidak dibuat fasilitas bagi pejalan di sisi jalan, tempat orang biasanya bermain di jalan itu," paparnya lagi.
WHO mencatat, wilayah Afrika memiliki angka kematian tertinggi, sedangkan wilayah Eropa, terendah. Statistik menunjukkan, kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Afrika 24,1 tiap 100 ribu orang, dibandingkan 10,3 kematian per 100 ribu di Eropa.
Tiada hari tanpa berita kecelakaan lalu lintas. Bagi masyarakat, peristiwa kecelakaan telah menjadi berita rutin dan semakin dianggap sebagai peristiwa biasa. Masyarakat nampaknya belum memandang kecelakaan sebagai sesuatu yang serius, lihat saja bagaimana bila wabah DBD, TBC atau malaria menyerang dengan sigap masyarakat melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasinya. Kondisi sebaliknya walaupun telah menimbulkan banyak korban jiwa, pencegahan dan penanganan kecelakaan sepertinya belum terlihat maksimal.
Rendahnya perhatian kita terhadap masalah kecelakaan lalu lintas, berimbas pada semakin meningkatnya kecelakaan baik secara kuantitas maupun kualitas. Korban kecelakaan lalu
lintas semakin beragam tidak memperdulikan lagi kelas sosial, kaya – miskin, tua – muda, anak pejabat – anak petani, di desa maupun kota semuanya memiliki resiko yang sama. Lebih memprihatinkan korban kecelakaan lalu lintas ternyata didominasi oleh usia produktif, menurut data Kepolisian RI seperti yang dikutip dalam harian tribunnews.com pada tahun 2011 usia 5 – 29 tahun menduduki peringkat pertama korban kecelakaan dengan jumlah kejadian kecelakaan sebanyak 108.696 kejadian yang mengakibatkan 31.195 orang meninggal dunia.
Angka tersebut meningkat cukup signifikan karena pada tahun sebelumnya (2010) jumlah kecelakaan hanya berjumlah 66.488 kejadian dengan 19.873 korban meninggal (sumber : bps.go.id). Angka ini semakin besar jika diakumulasi dalam waktu lima tahun. Jumlahnya mendekati jumlah korban tsunami di Aceh tahun 2004, yaitu sebanyak 230.000 jiwa melayang. Indonesia rupanya tidak perlu susah payah dan menunggu terjadinya tsunami untuk mengurangi jumlah penduduknya, tiap lima tahun ¼ juta penduduk akan berkurang dengan sendirinya.
Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa terjadinya benturan pada moda transportasi secara mendadak dan tidak terkendali. Moda transportasi bisa berupa kendaraan bermotor atau tidak bermotor. Kecelakaan lalu lintas bisa terjadi di darat, laut atau udara. Kecelakaan lalu lintas yang paling menonjol adalah didarat, sedang diantara kendaraan bermotor yang paling tinggi adalah kecelakaan sepeda motor.
Pengertian lain tentang kecelakaan lalu lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia atau binatang (Wikipedia). Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), kecelakaan lalu-lintas menelan korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun. Karena itu, WHO pada tahun 1993 mengambil tema kecelakaan sebagai tema Hari Kesehatan Dunia yang diperingati setiap tanggal 7 April berbunyi: “Sayangi Hidup, Hindari Kelalaian dan Kekerasan”.
Kecelakaan lalu lintas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Angka kejadian dan angka kematian yang semakin tinggi membuat perhatian semakin besar terhadap insidensi kecelakaan. Apalagi dampaknya terhadap kesehatan fisik dan psikologis pengendara dan korban kecelakaan membawa pengaruh pada kerugian ekonomi (cos of accicent). Misalnya, biaya perawatan rumah sakit (inpatient), perawatan diluar rumah sakit (outpatient), kecacatan (disability), kematian awal (premature death), dan kerusakan material lainnya seperti kendaraan, rambu-rambu dan sebagainya.
Kecelakaan lalu lintas di darat melibatkan moda transportasi seperti sepeda, sepeda motor, becak, mobil, kereta api, monorel, dan jenis transportasi darat lainnya. Sedangkan kecelakaan lalu lintas di laut dalam bentuk tabrakan kapal (ship crash), kapal tenggelam, pembajakan, penyelundupan, pelarian dan pengungsian. Sementara kecelakaan lalu lintas di udara seperti tabrakan pesawat, pesawat jatuh, pembajakan, dan penyanderaan.
Faktor Risiko
Perspektif kesehatan masyarakat suatu kecelakaan lalu lintas memandang dari faktor risiko terjadinya peristiwa kecelakaan. Dengan mengetahui faktor risiko kecelakaan, maka masyarakat dan pemerintah yang berwenang dalam urusan lalu lintas dapat mengidentifikasinya dan menghindarinya sebagai upaya pencegahan. Beberapa faktor risiko yang selama ini dapat diidentifikasi adalah faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalanan dan faktor lingkungan.
Pertama adalah faktor manusia adalah faktor paling dominan dalam kecelakaan lalu lintas, seperti pengemudi. Faktor pengemudi memberi kontribusi sekitar 75 persen hingga 80 persen terhadap kecelakaan lalu lintas yang biasanya diawali oleh pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran rambu lalu lintas terkait dengan beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan tentang lalu lintas karena ketiadaan surat izin mengemudi. Seorang pengemudi yang memiliki surat izin mengemudi pasti akan mengetahui rambu-rambu lalu lintas karena salah satu proses untuk mendapat surat izin mengemudi adalah tes tertulis tentang lalu lintas.
Selain faktor pengetahuan rambu lalu lintas juga terkait dengan ketrampilan mengemudi, situasi mengantuk saat mengemudi, gangguan kesehatan saat mengemudi, kelelahan saat mengemudi, juga biasanya mabuk saat mengemudi. Faktor lainnya terkait dengan usia pengemudi seperti dibawah 17 tahun atau diatas 50 tahun.
Kedua adalah faktor kendaraan memiliki andil terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti pecah ban, rem tidak berfungsi, peralatan kendaraan yang sudah aus karena lama pemakaian dan penyebab lainnya yang berhubungan dengan teknologi kendaraan. Kendaraan yang dirawat dengan
rutin serta pengujian kendaraan bermotor secara reguler dapat menghindari terjadinya kendaraan yang disebabkan oleh faktor kendaraan.
Beberapa jenis kendaraan dapat dibagi atas kendaraan tidak bermotor seperti becak, sepeda, gerobak, delman/bendi, dan semacamnya. Sedangkan kendaraan bermotor contohnya adalah sepeda motor, motor tiga roda, mobil, bus, truk, dan sejenisnya yang menggunakan bahan bakar.
Ketiga adalah faktor jalan. Jalan turut menjadi faktor terjadinya kecelakaan, baik dari segi geometrik jalan, ketiadaan pagar pengaman pada jalan berkelok dan jalan berbukit, ketiadaa rambu jalan, ketiadaan median jalan, jalan berlobang/rusak, maupun dari kondisi permukaan jalan secara umum. Selain daya tampung kendaraan diatas jalan perlu menjadi perhatian, utamanya jalan di perkotaan yang padat kendaraan bermotor.
Keempat adalah faktor lingkungan. Asap, kabut, hujan adalah beberapa diantaranya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Itulah yang disebut faktor lingkungan yang berkaitan dengan cuaca. Ketika hujan atau kabut atau asap, maka jarang pandang menjadi terbatas dan jalan menjadi licin. Pada kondisi ini, jarak pengereman diatur sejauh mungkin dan menghindari pengereman mendadak. Kabut dan asap lebih sering terjadi pada daerah pegunungan, sedangkan cuaca hujan dapat terjadi dimana saja.
Upaya Pencegahan
Setelah mengetahui faktor risiko kecelakaan lalu lintas, maka berbagai upaya pencegahan perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi penghindaran seminimal mungkin terhadap kecelakaan. Pencegahan dapat dilakukan pada tingkat individu maupun pada tingkat peraturan lalu lintas.
Pada tingkat individu, wajib helm (helmet) bagi pengendara sepeda motor harus terus ditegakkan. Menurut Prof Najib Bustan, MPH, cidera kepala (trauma capitis) adalah cidera yang paling berbahaya dan menjadi penyebab utama kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Pada pengemudi mobil, kewajiban penggunaan sabuk pengaman (seat belt) juga turut memberik kontribusi pada pencegahan kecelakaan seperti pada tulang (fraktur), pecah limpa (rupture lien) dan bentuk cidera tubuh lainnya.
Pada tingkat peraturan lalu lintas, diperlukan pengawasan kendaraan bermotor secara rutin melalui pengujian. Aturan tentang pengendalian batas kecepatan juga perlu dilakukan pada jalan tertentu, bukan hanya di jalan bebas hambatan (jalan tol). Selain itu, pemberian surat izin mengemudi perlu diperketat dengan menjalankan proses melalui prosedur standar agar ada proses pendidikan dan transder pengetahuan berlalu-lintas.
Faktor pendukung pencegahan kecelakaan adalah pembuatan pedestrian bagi pejalan kaki agar menghindari para pejalan kaki menggunakan jalur kendaraan ketika berjalan di pinggir jalan. Pada malam hari, jalan perlu diterangi lampu penerang untuk membantu pengemudi meniti jalan yang dilewatinya.
Pendahuluan
Kecelakaan lalu lintas telah diabaikan dari agenda kesehatan global selama bertahun-tahun, meskipun diprediksi dari sebagian besar factor resiko dapat dicegah. Bukti dari berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan yang signifikan dalam mencegah kecelakaan lalu lintas dicapai melalui upaya bersama melibatkan beberapa sektor, yang tidak terbatas pada sektor kesehatan saja. Di dunia, sekitar 1,24 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas yang menjadi penyebab utama kematian di kalangan anak muda, berusia 15-29 tahun. [1]
Berdasarkan data POLRI, di Indonesia kecelakaan lalu lintas jalan tahun 2011 sebanyak 176.763 korban jiwa dengan rincian 31.185 meninggal dunia, 36.767 luka berat, 108.811 luka ringan serta menyebabkan kerugian sebanyak 86,09 milyar. [2]
Namun sejak tahun 1993 perhatian dunia terhadap kecelakaan lalu lintas cukup besar, terlihat pada Hari Kesehatan Dunia 7 April 1993. WHO memberi perhatian khusus yang begitu besar dengan mengambil kecelakaan sebagai tema sentral : “Sayangi Hidup, Hindari Kelalaian, dan Kekerasan”. [3]
Definisi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pengguna jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. [4]
Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. [5]
Ada 5 faktor yg berkaitan dengan peristiwa KLL (Kecelakaan Lalu Lintas), yaitu faktor-faktor pengemudi, penumpang, pemakai jalan, kendaraan, dan fasilitas jalanan. Ditemukan konstribusi masing-masing faktor : manusia/pengemudi 75%, 5% faktor kendaraan, 5% kondisi jalan, 1% kondisi lingkungan dan faktor lainnya:
1. Faktor Manusia: pejalan kaki, penumpang sampai pengemudi. Faktor manusia menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.
a. Faktor Pengemudi: Faktor pengemudi ditemukan memberikan kontribusi 75-80% terhadap KLL. Karakteristik pengemudi berkaitan dengan:
(a) Keterampilan pengemudi (b) Gangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih)b. SIM: tidak semua pengemudi punya SIM.c. Faktor Penumpang: misalnya jumlah muatan (baik penumpang atau barang) yang berlebih.d. Faktor Pemakai Jalan: pemakai jalan di Indonesia bukan saja terjadi dari kendaraan. Di sana
ada pejalan kaki, pengendara sepeda, tempat pedagang kaki lima, peminta-minta dan sebagai sarana parkiran.
a. Kendaraan tidak bermotor: Sepeda, becak, gerobak, delman.b. Kendaraan bermotor: Sepeda motor, roda tiga/bemo, oplet, sedan, bus, truk, gandengan.
Diantara jenis kendaraan, KLL paling sering pada kendaraan sepeda motor.
Sumber : http://ronymedia.wordpress.com/2011/06/07/kelok-sembilan-masuk-enam-jalan-raya-terunik-di-dunia/
3. Faktor Jalanan: Keadaan fisik jalanan, rambu-rambu jalanan a. Kelayakan jalan: dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas.b. Sarana jalanan
Panjang jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan yang tumpah diatasnya. Di kota-kota besar tampak kemacetan terjadi di mana-mana. Memancing terjadinya kecelakaan. Dan sebaliknya, jalan raya yang mulus memancing pengemudi untuk ‘balap’, juga memancing kecelakaan.
Keadaan fisik jalanan: pengerjaan jalanan atau jalan yang fisiknya kurang memadai, misalnya berlubang-lubang dapat menjadi pemacu terjadi kecelakaan.
4. Faktor Lingkungan: Cuaca dan geografik dapat diduga bahwa dengan adanya kabut, hujan, jalan licin.
Secara khusus faktor-faktor pengemudi yang pernah diteliti (oleh Boediharto dkk) adalah:1. Prilaku pengemudi ngebut, tidak disiplin/melanggar rambu.2. Kecakapan pengemudi: pengemudi baru/belum berpengalaman melalui jalanan/rute.3. Mengantuk pada waktu mengemudi.4. Mabuk pada waktu mengemudi.5. Umur pengemudi 20 tahun atau kurang.6. Umur pengemudi 55 tahun atau lebih. [6]
Pencegahan Kasus
1. Primordial Prevention (Pencegahan tingkat awal) berupa:
Pemantapan Status Kesehatan (Underlying Condition) misalnya: pelarangan orang sakit dalam mengendara.
2. Primary Prevention (Pencegahan tingkat pertama), berupa: Promosi kesehatan, misalnya: pendidikan dan penyebaran informasi mengenai lalu lintas.
Sumber : http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_20891.html
3. Secondary Prevention (Pencegahan tingkat Kedua) berupa: Diagnosis awal dan pengobatan tepat, misalnya: penjajakan kasus ( case finding ), dan
pemberian obat yang rational dan efektif pada pengendara yang mengalami kecelakaan. Pembatasan Kecacatan (Disability Limitation) misalnya: pemasangan pin pada tungkai yang
patah pada anggota tubuh pengendara yang mengalami kecelakaan.4. Tertiary Prevention (Pencegahan tingkat Ketiga) berupa :
Rehabilitasi, misalnya: rehabilitasi cacat tubuh dengan pemberian alat bantu/protese pada pengendara yang kecelakaan (cacat). [7]
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengertian Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas
Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas adalah salah satu jenis penyakit tidak
menular yang merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas seperti, patah tulang, pecah
limpa, dan Trauma kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di
seluruh dunia dimana kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utamanya sekitar 40 -
50 %. Mayoritas trauma kepala terjadi pada usia 15 – 45 tahun dengan kejadian tertinggi
pada pria.
Tipe kecelakaan lalu lintas menurut proses kejadiannya dapat digolongkan
sebagai berikut:
Kecelakaan kendaraan tunggal, yaitu peristiwa kecelakaan yang hanya terjadi pada
satu kendaraan.
Kecelakaan pejalan kaki, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada saat gerakan
membelok dan melibatkan lebih dari dua kendaraan.
Kecelakaan membelok lebih dari dua kendaraan, yaitu peristiwa kecelakaan yang
terjadi pada saat gerakan membelok dan melibatkan lebih dari dua kendaraan.
Kecelakaan membelok dua kendaraan, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada
saat gerakan membelok dan hanya melibatkan dua kendaraan.
Kecelakaan tanpa gerakan membelok, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada
saat berjalan lurus atau kecelakaan yang terjadi tanpa gerakan membelok.
2. Faktor penyeban kecelakaan lalu lintas dan strategi pengendalian kecelakaan Lalu
Lintas.
Ada beberapa faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan antara lain:
1. Faktor pengemudi dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menentukan KLL.
Faktor pengemudi ditemukan memberikan kontribusi 75 - 80 % terhadap KLL.
Beberapa bentuk faktor pangamudi antara lain Emosional, ngantuk, Mabok karena
mengkonsumsi Miras atau Narkoba. Pengemudi tidak disiplin, seperti tidak
menggunakan helm saat berkendara sepeda motor, tidak memakai seat belt saat
berkandara mobil. Tidak memelihara jalur dan jarak aman pada saat berkendara.
2. Faktor penumpang. Misalnya jumlah muatan ( baik penumpangnya maupun
barangnya ) yang berlebihan. Secara psikologis ada kemungkinan penumpang
mengganggu pengemudi.
3. Faktor pemakai jalan. Pemakai jalan di Indonesia bukan saja dari kendaraan. Di sana
ada pejalan kaki atau pengendara sepeda. Selain itu, jalan raya dapat menjadi
tempat numpang pedagang kaki lima, peminta-minta dan semacamnya. Hal ini
membuat semakin semrawutnya keadaan di jalanan. Jalan umum juga dipakai
sebagai sarana perparkiran. Tidak jarang terjadi, mobil terparkir mendapat tabrakan.
4. Faktor kendaraan. Ada berbagai jenis kendaraan yang ada di jalan raya berupa
kendaraan tidak bermotor seperti sepeda, becak, gerobak, bendi / delman. Dan jenis
Membuat kode atau standar pelaporan masyarakat terhadap kejadian kecelakaan yang
sederhana dan mudah diingat.
Membuat standar ambulans untuk pertolongan dan evakuasi korban kecelakaan lalu
lintas.
Memberikan pelatihan kepada petugas Puskesmas.
b. Penanganan di UGD/sarana pelayanan kesehatan yang kurang memadai
c. Pengaturan kompetensi petugas rumah sakit, meliputi pelatihan penanganan trauma
(ATLS, ACLS)
d. Pemenuhan kebutuhan peralatan medis
Memperbaiki sistim perencanaan dan manajemen organisasi dengan menetapkan:
i. Jenis layanan kesehatan yang dapat diberikan
ii. Kebutuhan tenaga dan sarana untuk menjamin kualitas layanan kesehatan yang diberikan
dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan geografi)
iii. Mengembangkan mekanisme administratif untuk meningkatkan/memberdayakan
organisasi. (Yusherman, 2008)
2.6 Pelaksanaan Kegiatan Mengurangi Faktor Resiko
Langkah-langkah kegiatan untuk mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas adalah :
(Yusherman, 2008)
A. Faktor Manusia
Teori perubahan perilaku menyatakan bahwa perubahan dapat terjadi apabila terjadi
motivasi untuk berubah. Salah satu cara untuk menimbulkan motivasi pada seseorang ialah
dengan melibatkannya ke dalam suatu aktivitas. Aktivitas demikian disebut sebagai keadaan
anteseden. Keadaan ini dapat memberi stimulasi, sehingga terjadi partisipasi. Partisipasi
selanjutnya menimbulkan interaksi antar anggota masyarakat sehingga timbul pertanyaan-
pertanyaan pada dirinya sehingga timbul kesadaran tentang keadaan dirinya tersebut, atau
terjadi realisasi. Kesadaran atau realisasi inilah yang kemudian menimbulkan keinginan
ataupun dorongan untuk berubah, yakni merubah keadaannya yang jelek menjadi baik;
keadaan inilah yang menunjukkan motif pada diri seseorang telah terbentuk. Atas dasar
perubahan inilah akan terjadi perubahan perilaku. Dengan demikian usaha kesehatan
lingkungan pun perlu didukung oleh usaha pendidikan kesehatan. (Bank Dunia, 1989; Juli
Soemirat Slamet, 2006; WHO, 1985)
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor resiko kecelakaan lalu lintas
dari faktor manusia, yaitu :
1. Melakukan advokasi baik perorangan maupun kelompok.
2. Melakukan pelatihan baik terhadap lintas sektoral program dan lintas sektor maupun
terhadap masyarakat
3. Studi banding.
4. Melakukan kegiatan reward dan punishment, dengan cara melakukan identifikasi lokasi
rawan kecelakaan dan waktu pelaksanaan, kemudian melaksanakan operasi patuh lalu
lintas. Pemberian sanksi bagi pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas,
sebaliknya memberikan pengahargaan bagi pengendara yang mematuhi peraturan lalu
lintas, secara acak.
5. Kegiatan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
6. Kegiatan pemeriksaan kesehatan. (Yusherman, 2008)
B. Faktor Kendaraan
1. Kegiatan pemeriksaan rutin kondisi kendaraan sebelum pemakaian, seperti melakukan
pemeriksaan ban, rem, lampu, bahan bakar, mesin dan radiator.
2. pemakaian kendaraan sesuai dengan peruntukannya, seperti melakukan pembatasan
kapasitas angkut dan melakukan kesesuaian angkutan.
3. Kesesuaian antara kendaraan dan pengemudi, seperti melakukan pemeriksaan
kesehatan, melakukan peningkatan sistem pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM),
dan melakukan/menerapkan sertifikasi pengemudi angkutan umum.
4. Pemeliharaan kendaraan secara rutin, seperti melakukan pemeliharaan secara berkala.
5. Uji kelayakan dan keamanan kendaraan, dengan cara melakukan pemeriksaan
kelengkapan fasilitas keselamatan dan kelayakan secara berkala. (Yusherman, 2008)
C. Faktor risiko lingkungan
1. Mendesain jalan dan jembatan sesuai dengan peruntukannya.
2. Pemeriksaan dan pemeliharaan jalan dan jembatan yang aman untuk berkendara.
3. Pemasangan dan pengaturan penempatan rambu-rambu lalu lintas dan marka jala sesuai
dengan standar keselamatan.
4. Menginformasikan kondisi cuaca dan ajalanan yang tiba-tiba berubah secara ekstrim
oleh petugas pemakai jalan, dengan cara menginventariassi karakteristik alam (cuaca,
daerah patahan, suhu, dan lain-lain), melakukan penyesuaian disain dengan
meninggikan faktor keamanan, dan melakukan pemantauan secara berkala.
(Yusherman, 2008)
2.7 Monitoring Dan Evaluasi
A. Monitoring Dan Evaluasi (MONEV)
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan secara terintegrasi lintas
program dan lintas sektor terkait sesuai dengan kebutuhan. Sasaran dalam pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi adalah petugas lintas program dan lintas sektor terkait di
tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. (Yusherman, 2008)
Kegiatan monitoring dan evaluasi pengendalian faktor risiko gangguan akibat
kecelakaan dan cedera adalah mencakup jenis kegiatan, indikator yang akan di-monev, cara
dan tenaga serta frekuensi monev. (Yusherman, 2008)
B. Jenis Kegiatan Yang Perlu Dimonitor
Jenis kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka monitoring dan evaluasi
pengendalian faktor risiko gangguan akibat kecelakaan dan cedera yaitu sebelum, saat dan
sesudah kejadian kecelakaan meliputi upaya-upaya kesehatan yang dilakukan agar
masyarakat terhindar dari kecelakaan lalu lintas meliputi apa yang telah dilakukan oleh
petugas lintas program dan lintas sektor terkait (Dephub, Kepolisian, Asuransi, Pemda) pada
saat terjadi kecelakaan lalu lintas. Dan kegiatan pasca kecelakaan lalu lintas meliputi
tindakan-tindakan apa yang telah dilakukan oleh petugas program dan lintas sektor terkait
setelah kejadian kecelakaan lalu lintas. (Yusherman, 2008)
C. Indikator Monitoring Dan Evaluasi
Indikator dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, dibagi dalam 3 tahap, yaitu:
(Yusherman, 2008)
1. Indikator input, yang dinilai antara lain :
a. Ketersediaan buku pedoman/juknis
b. Ketersediaan tenaga yang berkompeten
b. Keberadaan organisasi yang menangani
c. Sarana dan prasarana penunjang
d. Sumber dana
e. Adanya jejaring kemitraan lintas program dan lintas sektoral.
2. Indikator Proses, yang dinilai antara lain :
a. Adanya program/kegiatan gangguan akibat kecelakaan lalu lintas
b. Adanya tenaga yang mengelola kegiatan Gangguan AKibat Kecelakaan dan Cedera
(GAKCE)
c. Berjalannya kegiatan organisasi
d. Berfungsinya sarana dan prasarana penunjang kegiatan GAKCE
e. Sumber dana digunakan sesuai dengan fungsinya
f. Berjalannya jejaring kemitraan lintas program dan lintas sektor. (Yusherman, 2008)
3. Indikator Output, yang dinilai antara lain :
a. Laporan kegiatan program
b. Tersedianya data kecelakaan
c. Terbentuknya organisasi (Yusherman, 2008)
Kegiatan pembuatan seluruh laporan monitoing dan evaluasi tersebut dilaporkan
secara berjenjang dan berkala sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. (Yusherman,
2008)
BAB III
KESIMPULAN
Angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih cukup tinggi. Oleh sebab itu, kecelakaan lalu
lintas masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian karena
kecelakaan lalu lintas adalah masalah yang luas dan kompleks dengan faktor penyebab
utamanya adalah manusia, angka kematian yang ditimbulkan cukup tinggi, dan kejadiannya
dapat terjadi di semua tempat.
Sampai saat ini, kecelakaan masih menjadi permasalahan pemerintah di bidang
transportasi. Untuk mengatasinya perlu terlebih dahulu diketahui faktor-faktor penyebab
kecelakaan lalu lintas. Ada 3 faktor yang dianggap menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas
yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan. Pemerintah juga menempatkan tingginya jumlah
kecelakaan sebagai permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan.
Oleh sebab itu, salah satu arah kebijakan pembangunan lalu lintas dan angkutan jalan
adalah peningkatan keselamatan lalu lintas jalan dengan cara mengurangi dan memperbaiki 3
(tiga) faktor resiko utama terjadinya kecelakaan yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan.
Kebijakan polri
Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 106 ayat 5 ditegaskan bahwa pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan: a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; b. Surat Izin Mengemudi; c. bukti lulus uji berkala; dan/atau tanda bukti lain yang sah.
Menurut UU NO.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Pasal
1 No.24 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan
yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian
harta benda.
Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi kapan saja. Namun terdapat saat-saat
dimana jumlah dapat meningkat seperti pada saat menjelang Idul fitri dimana terjadi
arus mudik besar-besaran. Sekitar 70 persen kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di
jalan raya di Indonesia disebabkan oleh para pengendara sepeda motor, menurut
pakar transportasi,
Berdasarkan UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 229 No.1-5 membagi kecelakaan
lalu lintas sendiri menjadi 3, yaitu:
a. Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
kendaraan dan/atau barang.
b. Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan
dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
c. Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat.
Dibawa Kemana Kebijakan Keselamatan Jalan?19 Januari 2011
tags: deklarasi keselamatan jalan, kecelakaan lalu lintas jalan, kesepakatan pemerintah soal kecelakaan
MASALAH keselamatan lalu lintas jalan bukan soal remeh. Sekitar 300 ribu jiwa melayang sia-sia di jalan raya sejak 1992 hingga 2010. Tak kurang dari setengah juta menderita luka ringan dan luka berat.
Belum lagi produktifitas dan potensi yang hilang. Potensi hilangnya generasi berkualitas. Generasi yang bisa membuat hidup masyarakat Indonesia bisa lebih baik. Semua sirna lantaran kecelakaan lalu lintas jalan.
Kita semua faham bahwa pemerintah dan seluruh elemennya sudah berbuat. Bahkan, pada 2004, lahir Kesepakatan Bersama lima instansi pemerintah untuk menangani masalah kecelakaan lalu lintas jalan. Hingga 2004, jumlah korban kecelakaan tersebut sudah mencapai sekitar 394.767 orang, ironisnya sekitar 34% adalah korban tewas atau sebanyak 135.159 jiwa. Data-data tersebut mungkin membuat pemerintah merinding sehingga lahir Kesepakatan Bersama.
Substansi Kesepakatan yang ditandatangani pada 7 April 2004 itu, berupa program kerja sama lintas sektoral untuk meningkatkan keselamatan jalan.
Program itu terdiri atas, pertama, pendidikan masyarakat tentang tata tertib berlalu lintas sejak usia dini.
Kedua, ketersediaan informasi masyarakat tentang lalu lintas jalan.
Ketiga, peraturan perundangan tentang tentang lalu lintas dan penegakan hukum.
Keempat, persyaratan prasarana jalan.
Kelima, persyaratan fasilitas dan perlengkapan jalan.
Keenam, persyaratan kegawatdaruratan jalan.
Ketujuh, pendanaan keselamatan jalan.
Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Achmad Sujudi, Menteri Perhubungan Agum Gumelar, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Soenarto, Menteri Pendidikan Nasional A Malik Fadjar, dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Da’i Bachtiar. Serta disaksikan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat M Jusuf Kalla.
Usai kesepakatan tersebut aksi yang dilakukan cenderung kurang gereget. Kecelakaan di jalan terus terjadi bahkan cenderung meningkat. Sepanjang lima tahun setelah kesepakatan tersebut jumlah kecelakaan tercatat sebanyak 271.579 kasus dengan jumlah korban meninggal 82.491 jiwa atau 19,91% dari total korban kecelakaan yang sebanyak 414.317 orang. Itu data dari Kepolisian Republik Indonesia (RI). Belum lagi korban-korban yang tidak sempat tercatat.
Sumber: Polri
Lima tahun kemudian, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, menggelar workshop selama dua hari di Cipayung, Bogor yang melahirkan kesepakatan baru untuk program keselamatan jalan. Kesepakatan yang bakal diusulkan kepada Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pekerjaan Umum, Kepolisian, maupun kepada stakeholder terkait tersebut mencakup, pertama, untuk kegiatan operasional mengacu kepada Undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No 20 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional, SKB 5 Menteri tahun 2004 tentang Keselamatan di Jalan.
Kedua, upaya peningkatan kepedulian, sikap dan perilaku anak didik/masyarakat dilakukan melalui program Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang berbasis evidence.
Ketiga, upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi dilakukan dengan perencanaan terintegrasi dan terkordinasi lintas program/sektor/LSM terkait. Keempat, salah satu kegitan dalam Pekan
Aman di Jalan melalui pengendalian faktor risiko kecelakaan berbasis anak didik/masyarakat. Kelima, diperlukan komitmen dan tindak lanjut dari program/sektor/LSM terkait sesuai tupoksi dan sumber daya masing-masing.
Keenam, penegakan hukum yang tegas dan konsisten tentang pelanggaran disiplin lalu lintas di jalan.
Ketujuh, rumusan diskusi kelompok ini merupakan bagian integral dari kesepakatan.
Kesepakatan demi kesepakatan lahir begitu saja. Masyarakat butuh aksi yang konkret. Sebuah langkah nyata guna mereduksi kecelakaan lalu lintas jalan yang terus menelan korban. Terlebih, dari total kasus kecelakaan mayoritas atau berkisar 60-70% melibatkan sepeda motor. Kendaraan roda dua yang kini menjadi alternatif masyarakat untuk bermobilitas. Maklum, sistem transportasi massal umum masih belum memadai. Masyarakat menganggap, moda transportasi belum aman, nyaman, dan terjangkau secara akses dan finansial.
Meruyaknya kendaraan pribadi, baik motor dan mobil, seyogyanya bukan cerminan keberhasilan pembangunan ekonomi semata. Dia harus diiringi dengan tingkat berkendara yang bersahabat dan santun di jalan. Perilaku pengendara yang mau peduli dengan sesama pengguna jalan. Sebuah perilaku yang sudi berbagi ruas jalan dan taat aturan lalu lintas jalan. Bukankah lalu lintas jalan bisa menjadi cerminan kehidupan suatu bangsa?
Apakah kita bangsa yang rela antre demi kenyamanan bersama? Semua bisa terlihat dari potret di jalan raya. Jangan-jangan, kita lebih suka mencari jalan pintas dengan mengorbankan orang lain? Akh…dimana nurani kita? (edo rusyanto)