Top Banner
1 FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Sianly Kusuma Dewi M. NIM : 12.70.0055 Kelompok F4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Acara
25

Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

Feb 05, 2016

Download

Documents

James Gomez

Kecap menjadi pelengkap makanan yang selalu ditemui, baik di desa maupun kota dari warung pinggir jalan hingga ke rumah makan mewah. Definisi orang awan mengenai kecap merupakan produk fermentasi dengan bahan baku kedelai hitam yang memiliki rasa manis.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

1

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT

FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Nama : Sianly Kusuma Dewi M.

NIM : 12.70.0055

Kelompok F4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Acara II

Page 2: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan sensori fermentasi kecap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Sensori Fermentasi Kecap

Kel Perlakuan Aroma Rasa Warna KekentalanF1 Kedelai hitam +

0,5% Inokulum+ ++ +++ ++

F2 Kedelai putih + 0,5% Inokulum

++ ++ ++ +++

F3 Kedelai hitam + 0,75% Inokulum

+++ +++ +++ +++

F4 Kedelai putih + 0,75% Inokulum

+++ +++ +++ ++

F5 Kedelai hitam + 1% Inokulum

+++ ++ +++ +++

Keterangan:Aroma Kekentalan+ : kurang kuat + : kurang kental++ : kuat ++ : kental+++ : sangat kuat +++ : sangat kental

Rasa Warna+ : kurang manis + : kurang hitam++ : manis ++ : hitam+++ : sangat manis +++ : sangat hitam

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa pada kelompok F1, F3, dan F5 menggunakan

bahan kedelai hitama sedangkan kelompok F2 dan F4 menggunakan kedelai putih. Lalu

diberikan perlakuan berbeda pada jumlah inokulum yang ditambahkan. Pada kelompok

F1 dan F2 ditambahkan inokulum sebanyak 0,5% dari berat kedelai, kelompok F3 d F4

ditambahkan inokulum 0,75%, serta kelompok F5 ditambahkan 1% inokulum. Dilihat

dari segi aroma, aroma kurang kuat dihasilkan pada kelompok F1 dan aroma sangat kuat

pada kelompok F3, F4, dan F5. Dari segi rasa, rasa sangat manis dihasilkan pada

kelompok F3 dan F4. Dari segi warna dihasilkan warna sangat hitam pada semua

kelompok, kecuali pada kelompok F2 yang hanya berwarna hitam. Dari kekentalan,

kelompok F2, F3, dan F5 dihasilkan kecap yang sangat kental, sedgkan F1 dan F4

hanya kental.

1

Page 3: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

2

2. PEMBAHASAN

Membicarakan produk fermentasi, masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan

istilah kecap. Kecap menjadi pelengkap makanan yang selalu ditemui, baik di desa

maupun kota dari warung pinggir jalan hingga ke rumah makan mewah. Definisi orang

awan mengenai kecap merupakan produk fermentasi dengan bahan baku kedelai hitam

yang memiliki rasa manis. Definisi tersebut tidaklah salah sebab menurut Purwoko et al.

(2007) mengatakan bahwa kecap adalah salah satu produk hasil dari fermentasi kedelai.

Sedangkan definisi dari Standar Nasional Indonesia, mengatakan bahwa kecap adalah

produk fermentasi dengan bentuk cair dari bahan nabati maupun hewani yang

mengandung protein tinggi dan kadar garam yang tinggi.

Secara umum, kecap dibagi menjadi 2 tipe, yaitu kecap tipe Jepang dan kecap tipe

China. Kecap tipe China biasa digunakan pada pembuatan kecap di China dan negara-

negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Perbedaan keduanya terletak pada bahan

baku yang digunakan, kadar garam, lamanya tahap moromi, dan pengaruh lingkungan

(Rolling, 1995). Diharapkan dengan praktikum ini, praktikan dapat memahami langkah

kerja pembuatan kecap secara sederhana.

Dalam praktikum, dilakukan pembuatan kecap manis menggunakan bahan dasar kedelai

yaitu kedelai hitam dan kedelai putih. Menurut SNI 01-3922-1995, kedelai hitam

mengandung protein sebesar 37-44% dan kedelai putih sebesar 40%. Menurut Ginting

(2009), mengatakan bahan baku kecap yang biasa digunakan adalah kedelai hitam

karena memberikan warna hitam alami pada produk kecap. Bahan baku yang digunakan

dalam praktikum ini sudah sesuai sebab menurut Kurniawan (2008), bahan baku untuk

membuat kecap harus mengandung protein tinggi. Protein yang tinggi ini akan

diuraikan menjadi asam amino sehingga mempengaruhi aroma dan cita rasa dari kecap.

Aroma dan cita rasa tersebut yang disukai oleh konsumen pada produk kecap. Selain

penguraian protein, menurut Purwoko et al., (2007) dalam proses pembuatan kecap juga

terjadi penguraian lemak dan karbohidrat yang diubah menjadi asam lemak dan

monosakarida.

Page 4: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

3

Dalam praktikum dilakukan pembuatan kecap menggunakan 2 macam kedelai, yaitu:

kedelai hitam dan kedelai putih. Salah satu senyawa dalam kedali adalah isoflavon.

Isoflavon dalam kedelai memiliki 4 bentuk yaitu asetil-glikosida, glikosida, aglukon, d

malonil-glikosida.Pada umumnya, dalam pembuatan kecap skala industri, bahan baku

yang digunakan adalah kedelai hitam. Langkah awal yang dilakukan adalah merendam

kedelai sebanyak 250 gram. Perendaman dilakukan selama 12 jam lalu dilakukan

perebusan. Rahayu et al., (1993) perendaman selama 12 jam memiliki tujuan untuk

menghidrasi air sehingga kedelai bertekstur lebih lunak sehingga waktu untuk merebus

kedelai dapat dipersingkat. Menurut Tortora et al, (2005) proses perebusan kedelai

selain bertujuan untuk melunakkan tekstur biji kedelai sehingga protein yang

terkandung mudah mengalami degradasi, juga untuk merusak protein inhibitor yang

terdapat di kedelai, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, menghilangkan bau langu, serta

yang terpenting untuk membunuh bakteri patogen yang terdapat pada kedelai.

Kedelai yang telah matang selanjutnya disaring untuk memisahkan dengan air rebusan.

Kemudian kedelai diangin-anginkan hingga air pada biji kedelai mengering. Kedelai

yang diangin-anginkan membuat suhu kedelai menjadi netral antara 35-40OC. Suhu

tersebut merupakan suhu yang optimal untuk pertumbuhan jamur. Apabila jamur (ragi)

ditambahkan ketika suhu panas, jamur tersebut tidak dapat tumbuh dan mati. Jamur

yang mati akan menimbulkan bau busuk (Santoso, 1994). Kondisi yang lembab sangat

mendukung pertumbuhan jamur membentuk enzim amilase dan proteinase dari kedelai

(Atlas, 1984).

Jamur digunakan dalam fermentasi koji. Dalam praktikum, jamur yang digunakan

berasal dari ragi tempe komersial. Ragi yang ditambahkan setiap kelompok berbeda-

beda jumlahnya. Pada kelompok F1 dan F2 digunakan ragi tempe sebanyak 0,75% dari

berat kedelai awal. Pada kelompok F3 dan F4 digunakan ragi sebanyak 0,75% dari berat

kedelai awal. Dan kelompok F5 digunakan ragi sebanyak 1% dari berat kedelai awal.

Ragi yang digunakan dalam bentuk serbuk halus. Hal tersebut bertujuan agar ragi tempe

dapat tercampur rata pada kedelai saat dilakukan pencampuran inokulum. Ragi yang

tida tercampur rata akan menghasilkan tempe atau koji yang tidak sempurna. Hal

Page 5: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

4

tersebut akan memperngaruhi pemecahan senyawa yang terdapat dalam kedelai

(Santoso, 1994).

Gambar 1. Tahap penambahan ragi.

Kedelai yang sudah ditaburi ragi dengan rata, lalu dimasukkan ke dalam besek yang

sudah dibersihkan menggunakan alkohol. Tujuan pembersihan menggunakan alkohol

adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi yang bersumber pada

besek sehingga hanya jamur yang diinginkan saja yang tumbuh selama fermentasi koji.

Besek dilapisi oleh daun pisang yang sudah bersih dan besek ditutup. Penutupan ini

berguna untuk menjaga suhu dan kelembaban sehingga jamur membentuk miselium.

Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 3 hari pada suhu ruang (Santoso, 1994).

Ditambahkan oleh Kasmidjo (1990) bahwa dalam fermentasi koji, bahan harus

dicampur dengan rata dengan inokulum kemudian ditempatkan pada tempat bambu

yang berlubang agar mendapatkan udara dari lingkungan luar. Pada tahap fermentasi

koji ini terjadi pada kondisi aerob. Suhu dan kadar air menjadi hal penting dalam

mencegah tumbuhnya mikroorganisme kontaminan. Menurut Astawan & Astawan

(1991), lamanya inkubasi fermentasi koji berlangsung 3-5 hari pada suhu 25-45oC.

Fermentasi koji yang terlau lama maka enzim pembentuk komponen yang penting

hanya berjumlah sedikit. Akan tetapi, jika waktu fermentasi terlalu singkat maka enzim

pembentuk cita rasa kecap belum terbentuk dengan baik (Wu et al., 2009). Di tahap

fermentasi koji, menggunakan 2 macam kapang , yaitu: Aspergillus sp. dan Rhizopus sp.

Apabila menggunakan Aspergillus sp. biasa disebut dengan koji, sedangkan bila

menggunakan Rhizopus sp. biasa dikatakan sebagai tempe. Dengan adanya Rhizopus sp,

siflavon malonil-glikosida dan asetil-glikosida yang terdapat pada kedelai akan diubah

Page 6: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

5

menjadi isoflavon aglukon. Isoflavon glikosida diubah menjadi aglukon selama

fermentasi moromi oleh adanya aktivitas enzim glukosidase yang terdapat di sekitar biji

kedelai yang dihasilkan oleh Aspergillus dan Rhizopus. Pada suhu 60oC selama 6 jam,

isoflavon aglukon paling optimal dalam aktivitas oksidatif menangkal radikal bebas

dengan gugus fenolat (Purwoko et al., 2007).

Ragi yang digunakan dalam praktikum adalah ragi komersial. Ragi tersebut

mengandung lebih dari satu biakan. Sebenarnya, menurut teori dari Sarwono (2010),

ragi dengan biakan tunggal lebih dapat menjaga kestabilan dari produk yang dihasilkan.

Namun, pada biakan majemuk (lebih dari satu) menghasilkan berbagai komponen

sebagai produk sampingan dari mikroorganisme didalamnya sehingga diperoleh produk

dengan cita rasa yang lebih enak.

Aspergillus oryzae adalah kapang yang paling berperan menghidrolisa kedelai menjadi

senyawa yang lebih sederhana dengan menghasilkan enzim glutaminase, amilase, dan

galaktosidase (Rahayu et al., 2005). Kedelai dengan adanya enzim proteolitik akan

mengubah kandungan proteinnya menjadi asam amino dan peptida. Enzim protease

memiliki peran dalam menghidrolisa pati menjadi gula sederhana. Menurut Wu et al.,

(2009), hasil dari hidrolisa tersebut yang selanjutnya dipakai oleh bakteri dan yeast

dalam tahap moromi. Pemecahan amilosa menghasilkan maltosa dan glukosa. Disini,

amilopektin akan diuraikan menjadi glukosa, maltosa, dan dekstrin. Aktivitas enzim

amilase ini berlanjut hingga pada tahap fermentasi moromi sehingga kadar pati akan

berkurang. Pada aktivitas enzim protease dalam fermentasi koji juga berlanjut hingga

fermentasi moromi. Hal tersebut mengakibatkan kadar protein terlarut akan meningkat

yang berguna sebagai konsumsi Aspergilus oryzae sehingga terjadi penurunan jumlah

protein. Akibat adya perombakan trigliserida oleh enzim lipase, kadar lemak saat

fermentasi koji akan menurun. Perombakan lemak menghasilkan asam lemak dan

gliserol. Akan tetapi dalam fermentasi moromi terjadi peningkatan kadar lemak dengan

adanya aktivitas Saccharomyces rouxii (Rahayu et al., 2005).

Pada praktikum yang dilakukan, koji atau tempe yang dihasilkan memiliki miselium

berwarna putih bersih. Tekstur koji yang dihasilkan padat dan kompak. Hal tersebut

Page 7: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

6

menunjukkan koji tidak mengalami kontaminasi karena seluruh prosesnya sudah sesuai

dan memenuhi kebersihan. Pada koji yang terbentuk terkadang terdapat warna hitam.

Hal tersebut disebabkan oleh waktu inkubasi yang terlalu lama, suhu yang terlalu tinggi,

dan kurangnya kebersihan bahan baku maupun alat yang digunakan (Sumague et al.,

2008).

Gambar 2. Koji/tempe

Koji atau tempe lalu dipotong-potong kecil dan dikeringkan menggunakan dehumidifier.

Pengeringan ini dilakukan selama 4 jam. Dehumidifier merupakan alat yang membantu

untuk mengeringkan koji dalam waktu yang lebih cepat. Secara tradisonal, pengeringan

dapat menggunakan sinar matahari selama 12 jam tergantung dari intensitas panas yang

ada. Koji yang dikeringkan memiliki karakteristik dan warna yang berbeda. Hal itu

karena adanya perbedaan jumlah ragi yang ditambahkan sehingga miselium yag

terbentuk pada permukaan kedelai berbeda-beda. Semakin banyak ragi yang

ditambahkan, miselium yang terbentuk semakin banyak. Akan tetapi, jika ragi yang

ditambahkan terlalu banyak, miselium yang terbentuk menjadi berkurang karena subtrat

yaitu kedelai dalam jumlah yang kurang untuk tumbuhnya jamur (Santoso, 1994). Hasil

pada praktikum sudah sesuai dengan teori yang ada, semakin banyak ragi yang

ditambahkan, semakin banyak miselium yang tumbuh.

Page 8: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

7

Gambar 3. Koji setelah dikeringkan dengan dehumidifier.

Sekarang masuklah ke tahap fermentasi moromi atau fermentasi larutan garam. Kedelai

yag telah kering dimasukkan ke dalam wadah plastik tertutup lalu ditambahkan larutan

garam dengan konsentrasi 20%. Fermentasi moromi ini berlangsung selama 1 minggu.

Selama 1 minggu itu pula, setiap harinya dilakukan penjemuran 1 jam dan pengadukan.

Penjemuran memiliki tujuan untuk mencegah tumbuhnya jamur kontaminasi. Langkah

dalam praktikum telah sesuai dengan teori Purwoko et al. (2007) bahwa tahap moromi

dilakukan dengan penambahan larutan garam sebesar 20% hingga 30%.

Proses fermentasi moromi sebaiknya dilakukan pada suhu 25-45oC (Wu et al., 2009).

Dalam praktikum, tahap fermentasi moromi dilakukan pada suhu ruang sehingga telah

sesuai dengan teori yang ada. Suhu yag terlalu tinggi dalam tahap ini dapat

menyebabkan larutan garam menjadi gelap. Hasil fermentasi moromi setiap kelompok

memiliki sedikit perbedaan. Salah satu penyebabnya adalah suhu inkubasi yang

berbeda-beda. Pada tahap ini juga dilakukan pengadukan. Pengadukan memiliki tujuan

agar yeast dapat tumbuh dengan baik karena adanya penambahan oksigen (aerasi).

Dengan adanya aerasi maka pembentukan flavor akan berjalan lebih cepat. Jika tid

dilakukan aerasi, maka pembentukan flavor lebih lambat bahkan menghasilkan flavor

yang tidak enak.

Page 9: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

8

Gambar 4. Hasil tahap fermentasi moromi.

Terdapat 3 macam mikroorganisme yang berperan dalam tahap moromi, yaitu kapang

Candida sp, yeast Zygosacharomyces rouxii, dan bakteri asam laktat Pediococcus

halophilus. Candida sp. berperan dalam pembentukan aroma kecap dengan membentuk

senyawa fenolik 4-etilguakol. Zygosacharomyces rouxii akan mengubah gula menjadi

etanol dalam kondisi aerobik dn anaerobik. Konsentrasi etanol yag semakin tinggi akan

berbanding lurus dengan jumlah sel yeast (Wu et al., 2009).

Dalam proses pembuatan kecap, penambahan larutan garam juga berfungsi untuk

mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Yang dipertahankan

dalam pembuatan kecap ini adalah bakteri asam laktat halofilik yang berperan

membentuk cita rasa dan aroma yang spesifik pada kecap. Selain itu, larutan garam

sangat berperan dalam menghilangkan rasa pahit akibat dari pemecahan protein dari

enzim protease, menciptakan suasana anaerobik pada media fermentasi moromi, dan

sebagai pengawet serta pemberi rasa asin pada produk kecap (Kurniawan, 2008).

Ditambahkan oleh Rahayu et al., (2005) bahwa laruatan garam dalam fermentasi

moromi untuk menarik senyawa nitrogen yang terlarut pada koji ke larutan garam

sehingga menimbulkan rasa enak pada produk kecap. Dalam fermentasi moromi

dibutuhkan waktu 14-18 hari sehingga terbentuk cita rasa dan flavor yang diharapkan

(Purwoko et al., 2005). Pada praktikum, fermentasi moromi hanya dilakukan selama 8

hari saja. Dalam tahap ini akan didapatkan hasil berupa moromi yang selanjutnya

dilakukan penyaringan menggunakan kain saring. Tujuannya agar didapatkan filtrat

moromi tanpa ampas sebanyak 250 ml (Rahayu et al., 2005).

Page 10: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

9

Gambar 5. Penyaringan hasil fermentasi moromi.

Moromi sebanyak 250 ml tersebut lalu ditambahkan air matang 750 ml dan penambahan

rempah-rempah yaitu: 20 gram kayu manis, 3 gram ketumbar, 1 jari laos, 1 biji pekak,

dan gula jawa sebanyak 1 kg. Selanjutnya dilakukan pembedaan penambahan rempah-

rempah untuk tiap kelompoknya. Pada kelompok F1 dan F2 ditambahkan 1 gram

cengkeh. Pada kelompok F3 dan F4 ditambahkan 1 buah daun serai. Pada kelompok F5

ditambahkan 1 buah pala. Rempah-rempah yang ditambahkan bertujuan memberikan

aroma khas pada produk kecap. Langkah selanjutnya dilakukan pemasakan dengan

memasak air, filtrat moromi, dan gula jawa hingga tercampur rata lalu dimasukkan

rempah-rempah tersebut. Menurut Santoso (1994), pemasakan dilakukan dengan

pengadukan sampai kecap agak mengental. Tahap pemasakan kecap yang dilakukan

dalam praktikum sudah sesuai dengan teori dari Rahayu et al., (2005) bahwa tahap

pemaskan kecap terdiri dari penambahan air, penambahan moromi, pencampuran lalu

direbus hingga mendidih dan ditambahkan bumbu-bumbu. Tahap setelah pemasakan

adalah penyaringan menggunakan saringan untuk menghilangkan ampas dari rempah-

rempah dan kotoran dari gula jawa. Terakhir kecap yang telah jadi dimasukkan dalam

botol kaca dan diuji secara sensori yang meliputi aroma, rasa, warna, dan kekentalan.

Gambar 6. Rempah-bumbu dalam pembuatan kecap.

Page 11: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

10

Gambar 7. Tahapan pemasakan kecap dengan ditambahkan bumbu-bumbu.

Menurut Wu et al.,(2009), kecap yang memiliki kualitas baik harus mengandung total

nitrogen antara 1 hingga 1,65% dengan 45% terdiri dari asam amino dan 45% peptida

sederhana, NaCl sebesar 17% hingga 19%, dan etanol sebesar 2,5%. Menurut Purwoko

et al.,(2007), produk kecap yang baik mengandung protein minimal 6%. Kecap manis

dengan tahap fermentasi moromi dan bumbu mengandung kadar protein yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan kecap manis tanpa fermentasi moromi saja.

Di proses fermentasi moromi atau perendaman dengan larutan garam, dibentuklah cita

rasa da flavor dari kecap. Salah satu yang menjadi faktor dalam pembentukan rasa

kecap adalah enzim yang dihasilkan oleh kapang. Enzim tersebut akan memecah subtrat

menjadi senyawa terlarut yang akhirnya menentukan rasa kecap. Gula jawa dan rempah-

rempah yang ditambahkan dalam pemasakan kecap turut mempengaruhi rasa dari

kecap. Gula jawa dan rempah-rempah berbeda, akan menghasilkan rasa kecap yang

berbeda pula. Faktor lain yang mempengaruhi rasa adalah adnya pertumbuhan bakteri

asam laktat. Bakteri asam laktat menyebabkan pH menjadi turun. Dengan turunnya pH

Page 12: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

11

akan menstimulasi tumbuhnya yeast. Yeast inilah yang kemudian berperan dalam

pembentukan rasa produk kecap (Rahayu et al., 2005).

Penambahan gula jawa dalam praktikum sebanyak 1 kg. Tujuan dari penambahan gula

jawa adalah untuk memberikan rasa manis, pemberi warna coklat karamel, berperan

dalam viskositas dari produk kecap (Kasmidjo, 1990). Dengan pemasakan, pada gula

jawa terbentuk warna coklat karamel yang berasal dari reaksi Maillard antara asam

amino pada kedelai dan gula pereduksi. Warna coklat pada kecap memiliki hubungan

dengan rasa yang dihasilkan. Gula yang semakin banyak akan memberikan efek sensori

rasa yang lebih manis, warna lebih coklat dan pekat, serta viskositas kecap meningkat

(Rahayu et al., 2005). Faktor-faktor yang memberikan pengaruh dalam pembentukan

aroma dan flavor saat terjadinya reaksi Maillard antara lain jenis asam amino, gula, pH,

suhu, kadar air, Aktivitas air, wkatu, oksigen, medium reaksi, fosfat, dan sulfur dioksida

(Wong et al., 2008).

Dari hasil pengamatan, aroma kecap yang diperoleh dari kelompok F1 hingga F5

semakin kuat. Hal ini sudah sesuai dengan teori dari Astawan & Astawan (1991) yang

menyatakan bahwa bau atau aroma yang spesifik pada produk kecap ditentukan oleh

jenis rempah yang ditambahkan dan dipengaruhi oleh pemecahan senyawa kompleks

menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang dihasilkan kapang dalam

fermentsi koji. Semakin banyak jumlah inokulum yang ditambahkan maka aromanya

semakin kuat. Penjelasan dari Rahayu et al., (2005) bahwa dengan semakin lamanya

proses fermentsi maka aroma kecap yang dihasilkan semakin enak dan kuat. Akan tetapi

menurut Tortora et al., (1995), aroma pada kecap dapat muncul akibat dari reaksi kimia

yang terjadi selama pemanasan sehingga menghasilkan komponen nitrogen yang

membentuk senyawa garam dengan asam glutamate menjadikan flavor yang disukai

dalam produk kecap.

Rasa kecap yang dihasilkan pada kelompok F1, F2, dan F5 yaitu kuat. Sedangkan pada

kelompok F3 dan F4 rasanya sangat kuat. Teori dari Kasmidjo (1990) yang mengatakan

bahwa gula jawa ditambahkan dalam pemasakan kecap mempunyai tujuan untuk

memberikan rasa manis. Ragi yang ditambahkan untuk fermentasi koji turut

Page 13: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

12

memberikan pengaruh terhadap banyaknya asam amino yang dihasilkan. Asam amino

memiliki peran dalam pembentukan rasa umami produk kecap (Amalia, 2008).

Hasil pengamatan sensori didapatkan, pada kelompok F2 dihasilkan kecap dengan

warna hitam, sedangkan kelompok lainnya menghasilkan warna sangat hitam. Warna

kecap yang paling disukai konsumen adalah warna gelap hingga kehitaman. Menurut

Kasmidjo (1990), penambahan gula jawa mempengaruhi warna dari produk kecap

karena adanya reaksi diantar asam amino kedelai dan gula pereduksi. Dengan teori

tersebut, maka hasil pengamatan sudah sesuai. Warna kecap juga mulai terbentuk saat

fermentasi moromi sebagai akibat dari browning. Sedangkan penggunaan jenis kedelai

hitam dan kedelai putih juga tidak memberikan pengaruh pada warna kecap. Sebab

warna kedelai hanya pada kulit saja sedangkan bijinya berwarna putih (Astawan &

Astawan, 1991). Sedangkan menurut Ginting (2009), kedelai hitam memberikan warna

hitam yang alami pada kecap, akan tetapi dengan penambahan gula, warna kedelai tidak

terlihat pada produk sehingga tidak memberikan banyak pengaruh.

Kecap pada kelompok F1 dan F4 memiliki viskositas yang kental dan kelompok F2, F3,

dan F5 memiliki viskositas yang sangat kental. Penambahan gula jawa saat pemasakan

kecap memberikan pengaruh pada kekentalan produk kecap. Proses pemasakan yang

semakin lama maka semakin banyak air yang teruapkan. Pemasakan yang terlalu lama

membuat viskositas kecap lebih tinggi. Viskositas kecap yang baik adalah memiliki

kekentalan yang cukup. Jika terlalu kental maka produk kecap menjadi sulit untuk

dituang (Kasmidjo, 1990). Jumlah ragi yang ditambahkan berpengaruh pada kekentalan

dari produk kecap. Menurut Ginting (2009), bahaan baku antara kedelai hitam maupun

putih yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap warna, rasa, aroma, maupun

kekentalan secara signifikan.

Page 14: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

3. KESIMPULAN

Syarat bahan baku pembuatan kecap harus mengandung protein tinggi.

Prinsip pembuatan kecap secara fermentasi, yaitu: penguraian protein, lemak, dan

karbohidrat menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida.

Perendaman kedelai memiliki tujuan untuk menghidrasi air ke dalam biji kedelai.

Pemasakan kedelai memiliki tujuan untuk merusak protein inhibitor, melunakan biji

kedelai, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, membunuh bakteri yang berada di

permukaan kedelai, dan menghilangkan bau langu.

Pendinginan kedelai hingga mendekati suhu 35-40oC bertujuan supaya jamur dapat

tumbuh optimum.

Fermentasi koji melibatkan kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp.

Semakin banyak ragi yang ditambahkan pada kedelai maka jumlah miselium yang

terbentuk di permukaan kedelai semakin banyak pula.

Penjemuran tujuannya untuk mencegah pertumbuhan jamur kontaminan.

Pengadukan berfungsi agar yeast tetap tumbuh baik.

Mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi moromi yaitu Pediococcus

halophilus, Zygosacharomyces rouxii, dan Candida sp.

Penambahan larutan garam berfungsi untuk mencegah pertumbuhan

mikroorganisme kontaminan, menghilangkan pahit, sebagai pengawet, memberi rasa

asin, menciptakan suasana anaerobik pada media fermentasi, dan menarik senyawa

nitrogen terlarut yang ada dalam koji ke dalam larutan garam.

Penambahan gula jawa bertujuan memberikan rasa manis, warna coklat karamel,

dan viskositas atau kekentalan pada kecap.

Warna kecap dihasilkan akibat adanya reaksi antara gula pereduksi dengan asam-

asam amino dari kedelai.

Aroma dapat muncul karena reaksi kimiawi terjadi pada saat pemanasan yang

menghasilkan komponen nitrogen yang dapat membentuk senyawa garam dengan

asam glutamat.

Page 15: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

14

Semarang, 29 Juni 2015 Asisten Dosen,

- Abigail Sharon

- Frisca Melia

Sianly Kusuma Dewi M.

12.70.0055

Page 16: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

4. DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. [Skripsi].

Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Ginting, E., S.S. Antarlina, S. Widowati. 2009. Varietas Unggul Kedelai untuk Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal Litbang Pertanian 28 (3).

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe:mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Kurniawan, Ronny. (2008). Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi Terhadap Kwalitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Teknik Kimia 2(2):127-135.

Purwoko, Tjahjadi; Noor S.H. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas 8(2):223-227.

Rahayu, Anny; Suranto; dan Tjahjadi P. (2005). Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucanena leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae. Bioteknologi 2(1):14-20.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Rolling, W. FM. (1995). Traditional Indonesian Soy Sauce (Kecap) Production: Microbiology of the Brine Fermentation. Academich Proefschrift/PhD thesis. Vrije Universiteit Amsterdam. Belanda.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Sarwono, Bambang. 2010. Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Standar Nasional. SNI 01-3922-1995. Jakarta.

Page 17: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

16

Sumague, M. J. V.; Reynaldo C. Mabesa; Erlinda I. Dizon; Ernesto V. Carpio; and Ninfa P. Roxas. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137 (2): 105-114.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wong, Kam Huey; Suraini A.A; Suhaila M. (2008). Sensory Aroma from Maillard Reaction of Individual and Combinations of Amino Acids with Glucose in Acidic Conditions. International Journal of Food Science and Technology 43:1512-1519.

Wu, Ta Yeong; Mun Seng Kan; Lee Fong Siow; dan Lithnes Kalaivani Palniandy. (2009). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce With Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology 9(5):702-706.

Page 18: Kecap_Sianly Kusuma Dewi M._12.70.0055_F4

5. LAMPIRAN

5.1. Abstrak Jurnal

5.2. Hasil Viper

5.3. Laporan Sementara