1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan pembuatan kecap berdasar
beberapa parameter yang diujikan dengan menggunakan dua jenis bahan
yang berbeda ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Kecap
KelPerlakuanAromaWarnaRasa Kekentalan
D1Kedelai Hitam+0,5% Inokulum+++++++
D2Kedelai Putih+0,75% Inokulum----
D3Kedelai Hitam + 0,75% Inokulum++++++++
D4Kedelai Putih + 1% Inokulum+++++++
D5Kedelai Hitam+ 1% Inokulum++++++
Keterangan:
Aroma
Kekentalan
+: kurang kuat
+: kurang kental
++: kuat
++: kental
+++: sangat kuat
+++: sangat kental
Rasa
Warna
+: kurang manis
+: kurang hitam
++: manis
++: hitam
+++: sangat manis
+++: sangat hitam
Tabel 1. menunjukkan proses pembuatan kecap manis dengan 2 jenis
kedelai yang berbeda yaitu kedelai putih dan kedelai hitam.
Penambahan ragi yang digunakan juga berbeda. Penambahan ragi yang
digunakan adalah 0,5%, 0,75%, dan 1% dari total berat kering. Untuk
kelompok D2 memiliki semua hasil yang negatif karena pada tahap
fermentasi, terjadi kontaminasi sehingga proses pembuatan kecap
tahap selanjutnya tidak dapat berjalan dan kecap tidak bisa
dihasilkan. Kelompok D3 dan D5 memiliki aroma yang paling kuat dari
semua kecap yang dihasilkan sedangkan untuk kelompok D1 dan D4
memiliki aroma yang lebih lemah. Untuk warna kecap yang dihasilkan,
kelompok D4 memiliki warna kecap yang paling hitam dibandingkan
dengan kecap dari kelompok lain yang sudah dihasilkan. Untuk rasa
kecap hampir semua kelompok menyatakan bahwa kecap yang dihasilkan
manis namun pada kelompok D5 menghasilkan kecap yang kurang manis.
Kecap yang dihasilkan oleh kelompok D1 dan D3 lebih kental
dibandingkan dengan kecap yang dihasilkan oleh kelompok D4 dan
kelompok D5.2. PEMBAHASAN
Kecap adalah produk fermentasi yang diproduksi dengan metode
baik tradisional maupun modern yang biasanya dibuat dengan bahan
dasar kedelai putih maupun kedelai hitam. Selain menggunakan jenis
kedelai, pembuatan kecap dapat diproduksi dengan dengan menggunakan
jenis kacang-kacangan lainnya dan ada pembuatan kecap yang
menggunakan ikan sebagai bahan dasarnya. Ciri karakteristik dari
kecap manis adalah cairan dengan warna coklat atau hitam dengan
kekentalan atau viskositas yang tinggi. Jenis kacang yang biasanya
digunakan akan menghasilkan dan mengkontribusi warna coklat sampai
hitam yang ada pada produk jadi kecap (Rahman,1992). Kecap yang
biasanya dijual secara komersial dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu kecap asin dan kecap dan kecap manis berdasarkan pada rasa
dari kecap dan kekentalan dari kecap. Rasa dan aroma yang keluar
dari kecap disebabkan oleh munculnya asam glutamat pada akhir
proses fermentasi yang ada dalam kondisi yang bebas. Mikroorganism
terutama khamir dan bakteri yang terlibat dalam pembuatan kecap
umumnya berasal dari golongan kapang, bakteri, dan khamir di mana
jenis mikroba ini terdapat secara alami. Namun kapang dalam proses
pembuatan kecap biasanya ditambahkan ke dalam substrat berupa ragi
yang berguna untuk memicu proses fermentasi (Kasmidjo,1990).Kecap
dengan kualitas yang baik adalah suatu produk fermentasi dengan
ciri mudah diserap oleh sistem pencernaan manusia. Dikarenakan
kecap merupakan produk hasil fermentasi, komposisi kecap adalah
komponen dengan berat molekul yang relatif rendah yang akan mudah
untuk diserap oleh tubuh manusia. Kecap tergolong sebagai produk
asam lemah. Hal ini dibuktikan dengan pH dari kecap yang berkisar
antara 4,9-5,0 (Atlas,1984). Kecap juga memiliki tingkat kelarutan
yang tinggi yang mencapai 90% dan termasuk produk soluble in water.
Bahan baku utama dari kecap adalah kacang kedelai di mana kacang
kedelai adalah salah satu produk dengan kandungan protein yang
cukup tinggi. Protein utama yang ada pada kecap berupa peptida
sederhana dan berbagai asam amino (Kasmidjo,1990). Jenis asam amino
yang paling berkontribusi dalam pembuatan kecap manis adalah asam
amino glutamat yang terdapat dalam bentuk yang bebas (Muangthai et
al.,2007).
Pada jurnal yang ditulis oleh Su et al. (2005) menyebutkan bahwa
kecap adalah produk yang berbasis fermentasi yang sangat dikenal
oleh penduduk Asia, dengan bahan dasar yang berasal dari garam dan
hidrolisat protein yaitu gabungan dari asam amino dan peptida. Di
dalam jurnal yang ada disebutkan bahwa dalam proses pembuatan kecap
menggunakan gandum panggang dan kedelai yang dikukus untuk
dijadikan sebagai bahan awal. Pengukusan kedelai dilakukan untuk
menghilangkan lemak dari kacang-kacangan tersebut Pembuatan koji
kecap pada jurnal ini dibuat dengan melakukan penambahan 0,1%
Aspergillus oryzae atau Aspergillus sojae. Aktivitas proteolitik
kecap selama proses koji dalam pembuatan kecap dipengaruhi oleh
penambahan senyawa NaCl atau garam. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Su et al. (2005) menyebutkan bahwa penambahan larutan garam 5%
akan dapat mengurangi aktivitas proteolitik fermentasi kecap tahap
koji sebesar 62%. Suhu optimal yang harus disediakan pada saat
fermentasi kecap adalah 45C dan dalam suhu ini fermentasi kecap
tahap koji akan berlangsung selama 48 jam. Metode ini sering
disebut dengan rapid fermentation. Metode rapid fermentation akan
adpat membantu enzim protease dalam proses hidrolisis protein
kedelai secara alami dan efisien. Menurut jurnal tersebut untuk
melakukan fermentasi koji pada kecap dengan menggunakan teknik
rapid fermentation, berlangsung pada suhu 45C dengan menggunakan
larutan garam kurang dari 5%. Penggunaan suhu 45C akan dapat
mempersiapkan peptida biologis yang aktif serta hidrolisat
protein.Dari jurnal yang dibuat oleh Chancaroonpong et al (2012)
menyebutkan bahwa koji merupakan tahapan yang paling penting dalam
proses pembuatan kecap. Hasil dari jurnal tersebut menyebutkan
bahwa enzim yang diproduksi oleh S. oryzae akan sangat menentukan
hasil fisik dari kecap seperti rasa, aroma, warna, dan kekentalan
kecap. Semakin banyak kultur yang ditambahkan dalam proses
pembuatan kecap maka enzim yang dihasilkan akan semakin banyak
pula. Namun aktivitas dari S. oryzae akan mencapai puncak pada
fermentasi 2 hari. Selama fermentasi koji akan terjadi penurunan pH
dari adonan koji dari 6,32 menjadi 6,07. Perbedaan mencolok juga
terlihat pada perebusan kedelai yang digunakan untuk fermentasi
koji. Pada metode yang diterapkan pada praktikum menggunakan
perebusan biasa sampai tekstur kedelai empuk dan tidak ada patokan
waktu sedangkan pada jurnal terdapat patokan waktu untuk perebusan
selama 40 menit pada suhu 121C. Perendaman yang dilakukan pada
praktikum juga sudah sesuai dengan jurnal. Bumbu yang dipergunakan
dalam proses pembuatan kecap, akan menjadi faktor yang sebagian
besar menentukan flavor dari kecap yang dihasilkan. Gula jawa
adalah komponen yang paling besar dalam menentukan rasa dan aroma
dari kecap yang dihasilkan dan juga mempengaruhi viskositas adonan
kecap yang dihasilkan. Warna dari kecap yang coklat kehitaman juga
dihasilkan dari proses karamelisasi gula jawa yang ditambahkan
ketika proses pembuatan kecap.Warna yang dihasilkan pada kecap
tersebut dihasilkan dari proses reaksi asam amino dengan gula
reduksi. Penambahan gula jawa akan memberikan flavor yang spesifik
dari kecap. Rasa manis yang ada pada kecap sebagian besar juga
disebabkan karena penambahan gula jawa saat proses pembbuatan
kecap. Jenis gula yang terdapat dalam kecap adalah galaktosa,
maltosa, glukosa, dan gula alkohol (manitol, gliserol). Fermentasi
yang berlangsung dalam proses pembuatan kecap biasanya terdiri dari
2 macam fermentasi yaitu fermentasi koji dengan menggunakan mikroba
seperti kapang, khamir, dan bakteri serta fermentasi moromi dengan
menggunakan air garam. Fermentasi koji biasanya dilakukan dengan
menggunakan bahan yang disebar di nampan yang terbuat dari
stainless steel yang berlubang dengan suhu Setelah kedua tahapan
fermentasi tersebut selesai, maka tahap akhir yang dilakukan adalah
ekstrkaksi dan filtrasi serta penambahan bumbu untuk selanjutnya
diolah menjadi kecap yang siap untuk dikemas 25-35(C selama 45-48
jam (Kasmidjo, 1990).Penggunaan bahan baku dalam praktikum ini
adalah kedelai hitam dan kedelai putih tergantung pada penentuan
jenis kedelai pada masing-masing kelompok. Menurut Kasmidjo (1990)
penggunaan kedelai hitam dan kedelai putih dalam proses pembuatan
kecap harus berupa kedelai utuh atau kedelai yang sudah dihilangkan
lemaknya melalui proses perebusan. Namun apabila dibandingkan,
kandungan gliserol dari kecap yang dibuat dengan menggunakan
kedelai utuh tanpa perebusan akan menghasilkan nilai gliserol yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan gliserol pada kecap yang
dibuat dari kedelai yang sudah dihilangkan lemaknya dengan proses
perebusan (Santoso,1994). Proses perebusan pada kedelai hitam
kelompok D5 ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Proses Perebusan Kedelai Hitam
Menurut Kasmidjo (1990) mengatakan bahwa perbedaan kandungan
gliserol pada kecap lebih dari 0,5% akan memberikan dampak yang
signifikan pada rasa manis yang dikeluarkan oleh kecap selain
penambahan gula jawa. Keistimewaan dari kecap yang dibuat dengan
kedelai tanpa lemak adalah kandungan protein dari kecap yang lebih
tinggi dibandingkan pada kecap yang kandungan lemaknya tidak
dihilangkan terlebih dahulu. Kekurangan kecap yang berasal dari
kedelai utuh adalah waktu yang lebih lama yang dibutuhkan untuk
fermentasi dalam larutan garam (fermentasi moromi). Kandungan asam
lemak dalam kedelai baik kedelai utuh maupun kedelai yang sudah
dikukus, akan menghambat pertumbuhan dari yeast pada pembuatan
kecap (Kasmidjo,1990). Pada praktikum ini fermentasi berlangsung
selama 1 minggu.
Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan pada proses pembuatan
kecap terlihat bahwa kelompok D2 memiliki hasil yang minus semua
dari setiap parameter uji yang diujikan pada panelis. Hal ini
terjadi karena pada tahap koji kedelai yang difermentasi
menghasilkan bau yang busuk yang menandakan adanya kontaminasi dari
mikroorganisme lain yang bukan berasal dari ragi yang ditambahkan
pada kedelai untuk membentuk struktur tempe yang diinginkan sebelum
diolah menjadi kecap. Peristiwa kontaminasi yang terjadi saaat
pembuatan kecap dijelaskan oleh Rahman (1992) sebagai kelemahan
yang ada fermentasi kecap dalam tahapan koji. Fermentasi koji harus
dilakukan pada area yang luas. Dengan luasnya ruang yang dibutuhkan
dalam masa fermentasi koji. Dengan luasnya ruang yang dibutuhkan
untuk fermentasi koji maka akan sangat sulit untuk menghindari
adanya kontaminasi dari lingkungan luar dan mencegah masuknya
komponne yang akan merusak fermentasi kecap. Fermentasi koji harus
dikerjakan oleh tenaga kerja dalam jumlah yang banyak. Kondisi
fermentasi yang ideal akan sangat sulit untuk tercapai namun
pengoperasian dari fermentasi tahap koji lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan tahap moromi. Karena bahan dan kultur yang
digunakan relatif murah dan mudah untuk didapatkan maka, masalah
kontaminasi akan lebih mudah diatasi dibandingkan oleh produk lain
yang juga menggunakan fermentasi dalam proses pembuatannya.
Fermentasi menurut Kasmidjo (1990) dilakukan oleh bakteri dengan
menghasilkan asam organik seperti asam laktat, asam asetat, dan
asam fosfat. Asam-asam ini digunakan dalam proses pemberian warna,
rasa, dan umur simpan. Khamir pada pembuatan kecap akan
menghasilkan 4-etilguakol, 4-etilfenol dan 2-fenil etanolKedelai
yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kecap manis
memiliki nilai nutrisi yang cukup baik bagi tubuh. Menurut
Judoamidjojo et al. (1985) menyebutkan bahwa kandungan protein yang
terdapat dalam kacang kedelai adalah 34,9% dan karbohidrat yang
mencapai 34,8%. Asam amino yang terdapat dalam kacang kedelai
tergolong jumlah yang banyak dan sebagian besar didominasi oleh
asam glutamat. Namun beberapa jenis asam amino yang terdapat dalam
kacang kedelai adalah treonin, serin, leusin, valin, tirosin,
treonin, dan masih banyak lagi. Kandungan asam amino yang terdapat
pada kecap manis yang sudah siap dikemas adalah 0,01-0,08 gram/100
gram kecap.Pada praktikum yang sudah dilakukan, fermentasi
pembuatan kecap terjadi melalui dua tahapan fermentasi yaitu
fermentasi koji dengan bantuan kapang dan mikroba lain dan
fermentasi moromi dengan menggunakan air garam. Namun menurut
Kasmidjo (1990), terdapat 4 tahapan penting dalam pembuatan kecap
yaitu fermentasi koji, fermentasi moromi, penyaringan larutan
terfermentasi, dan pemasakan atau pematangan. Langkah yang
dilakukan pada praktikum sudah mencakup keempat tahapan
tersebut.
Langkah pertama yang dilakukan pada proses pembuatan kecap
adalah fermentasi koji. Ferementasi koji pada praktikum yang sudah
dilakukan diawali dengan melakukan penimbangan pada kedelai hitam
maupun putih yang sudah disiapkan dan direndam selama semalam
sebanyak 250 gram. Tujuan dari perendaman yang dilakukan pada
kedelai adalah agar kedelai dapat mekar dan mengembang sehingga
kedelai dapat dicuci dan terlepas dari kulitnya agar kulit ari
tersebut dapat terlepas dan dibuang. Namun pada praktikum, tidak
terjadi adanya pengupasan kulit ari kedelai. Kedelai dan kulit
arinya langsung direbus dalam satu wadah. Dijelaskan oleh Tortora
et al. (1995) bahwa perendaman dalam proses pembuatan kecap dari
kedelai bertujuan agar terjadi proses hidrasi jadi ketika kedelai
yang sudah direndam akan direbus dan dimasak, proses perebusan
tidak membutuhkan waktu yang lama karena kedelai sudah lebih mudah
untuk menjadi lebih empuk. Proses perebusan dilakukan selama
kira-kira 15-30 menit. Proses perebusan dijelaskan oleh Tortora et
al. (1995), proses perebusan pada biji kedelai yang akan dibuat
menjadi kecap akan dapat melunakkan biji kedelai dan akan terjadi
pemecahan protein dari kedelai namun protein dari kedelai tidak
sampai rusak. Kedelai yang sudah direbus harus didinginkan dan
dikeringkan sampai benar-benar kering. Hal ini dimaksudkan agar
tidak mengganggu proses fermentasi dengan menggunakan kapang atau
khamir. Setelah semua kedelai dingin dan bersih, lalu kedelai
diletakkan di atas tampah yang sudah dilapisi dengan daun pisang
yang sudah dibersihkan juga terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan
agar tidak terjadi kontaminasi pada alat yang digunakan. Gambar
dari kedelai yang sudah dikeringkan dapat terlihat pada Gambar
2.
Gambar 2. Kedelai Hitam yang Sudah Selesai Didinginkan
Menurut Fardiaz (1992), dalam proses pembuatan makanan dengan
menggunakan sistem fermentasi, bukan hanya proses yang dilakukan
secara aseptis, namun kebersihan dari alat yang digunakan dalam
proses tersebut juga harus diperhatikan dengan baik dan benar.
Kedelai yang sudah benar-benar dingin lalu dimasukkan ke dalam
besek yang sudah dilapisi dengan daun pisang yang bersih.
Penambahan inokulum dan jenis kedelai yang ada pada praktikum
dilakukan pada takaran yang berbeda. Penggunaan besek pada
praktikum ini dimaksudkan agar tetap ada sedikit aerasi yang masuk
ke dalam sistem fermentasi sehingga proses tersebut dapat dikontrol
dengan baik (Tortora et al.,1995).Pada kelompok D1 menggunakan
menggunakan kacang kedelai hitam dan penambahan inokulum yang
digunakan adalah 0,5% dari berat kedelai yang digunakan. Untuk
kelompok D2 menggunakan kacang kedelai putih dengan penambahan
yeast sebesar 0,75% dari berat kedelai. Kelompok D3 menggunakan
kacang kedelai hitam dengan penambahan yeast 0,75% dari berat
kacang kedelai yang digunakan. Kelompok D4 menggunakan kacang
kedelai putih dengan penambahan yeast 1% dari berat kedelai yang
digunakan sedangkan kelompok D5 menggunakan kacang kedelai hitam
dengan penambahan yeast sama dengan kelompok D4. Penambahan yeast
yang dilakukan oleh praktikan selama praktikum tidak sesuai dengan
teori yang disampaikan oleh Hidauyat (2006) bahwa penambahan yeast
yang paling baik dalam proses fermentasi koji kecap adalah sebanyak
0,2% dari berat bahan kering sampai 0,5% dari berat bahan kering.
Ditambahkan oleh Kasmidjo (1990) bahwa penambahan yeast akan
mempercepat proses pembentukan kecap dengan bahan kedelai namun
penambahan yeast harus sesuai dengan aturan karena penambahan yeast
yang terlalu banyak atau sedikit akan berdamapak besar pada aroma,
rasa, dan warna dari kecap yang dihasilkan. Yeast yang ditambahkan
pada kedelai yang sudah direbus harus merata pada seluruh bagian
kedelai dan setelah itu, kedelai ditutup dengan rapat selama 3 hari
pada suhu ruang. Dijelaskan oleh Santoso (1994) bahwa perlakuan
penambahan ragi tempe atau inokulum tempe komersial merupakan bahan
dengan kandungan mikroorganisme dengan jenis jamur tempe (kapang)
dan digunakan untuk mengubah komposisi kimia dari media tumbuh
menjadi komponen kimia yang lebih kecil. Jenis mikroorganisme yang
biasanya digunakan dalam proses pembuatan tempe adalah Aspergillus
flavus, Aspergillus niger, dan A. oryzae, serta Rhizopus sp.
Menurut Shuler (1989), tujuan dari proses inkubasi atau pemeraman
yang dilakukan selama 3 hari berdasarkan pada proses selama
praktikum adalah agar mikroba yang terdapat pada ragi komersial
dapat membiasakan diri dan beradaptasi dengan substrat yang ada.
Setelah mikroorganisme beradaptasi, mikroorganisme akan dapat
mengeluarkan enzim pemecah sehingga enzim ini dapat bekerja secara
maksimal dalam substrat asalkan substrat yang digunakan sesuai
dengan enzim yang dihasilkan. Dijelaskan oleh Fardiaz (1992), bahwa
pada saat inokulasi dilakukan pada substrat, maka fase lag akan
secara cepat terjadi dan akan terjadi adaptasi sel dengan
lingkungan. Ketika terjadi pemindahan mikroorganisme ke suatu
tempat yang baru, akan terjadi pengelompokkan kembali molekul yang
ada pada mikroorganisme tersebut. Lama proses dan fase ini sangat
bervariasi cepat lambatnya reaksi tersebut akan sangat bergantung
pada kecepatan penyesuaian diri mikroorganisme ini dengan
lingkungan atau substratnya. Jika substrat dan jumlah
mikroorganisme yang digunakan sesuai maka penyesuaian diri inokulum
dengan substrat berhasil. Penggunaan waktu inkubasi pada praktikum
pembuatan kecap menggunakan suhu ruang. Ditambahkan oleh Rahayu et
al. (1993) bahwa untuk membuat fermentasi kapang berjalan dengan
baik maka suhu dari lingkungan (substrat) harus disesuaikan dengan
baik. Suhu yang baik bagi fermentasi kapang adalah 35-40C. Dalam
fermentasi koji yang dibantu oleh mikroorganisme seperti khamir dan
kapang, karbohidrat dan protein yang ada di dalam substrat akan
dipecah dengan enzim protease dan enzim peptidase (gluminase).
Enzim proteinase yang berasal dari kapang akan dapat memecah
protein yang ada pada kedelai dan akan menjadi asam amino dengan
bentuk yang lebih sederhana. Enzim amilase yang berasal dari
kapang, akan membantu pada proses pemecahan gula kompleks
(karbohidrat) dari kedelai menjadi bentuk yang lebih sederhana
yaitu disakarida dan monosakarida. Proses fermentasi setelah
pemecahan molekul-molekul nutrisi akan berlangsung dengan lebih
cepat dan mudah karena komponen kompleks pada substrat sudah
dipecah menjadi kompoonen yang lebih kompleks (Atlas,1984). Setelah
waktu inkubasi yang berjalan selama 3 hari sudah dilalui, kedelai
yang menjadi substrat sudah ditumbuhi oleh hifa dar jamur dan hifa
tersebut berwarna putih seperti kapas dan akan menutupi seluruh
permukaan kedelai. Dijelaskan oleh Buckle et al. (1987) fase dalam
pembuatan kecap di mana seluruh permukaan kedelai ditumbuhi oleh
kapang berwarna putih disebut dengan koji. Koji merupakan kultur
murni yang tumbuh sendiri dalam proses pembuaan kecap atau kultur
yang didapatkan pada waktu pembuatan kecap Setelah fermentasi koji
dilakukan, maka akan dilanjutkan dengan proses fermentasi moromi.
Sebelum fase moromi dilakukan. Fase koji harus dipotong-potong
menjadi bentuk yang lebih kecil dan dikeringkan selama beberapa jam
di dalam cabinet dryer. Pengeringan yang dilakukan pada kedelai
yang sudah ditumbuhi jamur dijelaskan oleh Peppler&Perlman
(1979) bahwa pengeringan akan dapat menurunkan kadar air dari
kedelai yang sudah difermentasi selama waktu koji sehingga
pertumbuhan dari kapang yang masih melekat pada kedelai dapat
terhambat dan pada akhirnya akan mati karena kekurangan air untuk
menunjang kehidupan dari mikroorganisme tersebut. Gambar dari
kedelai hitam yang sudah melalui fase koji ditunjukkan oleh Gambar
3.
Gambar 3. Kedelai Hitam yang Sudah Melalui Fase Koji
Kedelai kering akan dimasukkan ke dalam wadah dan ditambah
dengan larutan garam 20% untuk selanjutnya masuk ke dalam fase
moromi. Proses perendaman akan berlangsung selama 1 minggu. Namun
perlakuan yang dilakukan adalah pengadukan pada siang hari selama
30 menit. Proses pembuatan koji yang akan direndam dengan larutan
garam ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Tempe yang Sudah dipotong-potong menjadi Koji
Penambahan larutan garam dengan konsentrasi 20% menurut
Astawan&Astawan (1991) dalam larutan garam 20% fermentasi dari
kecap akan berlangsung tapi tidak semua kegiatan fermentasi akan
berlangsung dengan baik. Garam pada dasarnya akan berfungsi sebagai
pengawet dan menyeleksi kegiatan fermentasi yang dilakukan oleh
mikroorganisme tertentu. Ketika tidak ditambah dengan larutan garam
maka akan terjadi fermentasi bakteri anaerob yang tidak diinginkan
Selain itu, dengan menggunakan perendaman dengan larutan gaaram
akan terjadi pengekstrakan senyawa sederhana hasil dari proses
hidrolisa fermentasi oleh kapang yang ditambahkan dalam proses
fermentasi. Perendaman dengan larutan garam akan menumbuhkan
bakteri halofilik secara spontan. Adanya pertumbuhan dari bakteri
halofilik selama fermentasi tahap moromi akan memberikan flavor
yang khas pada kecap yang dibuat. Garam juga akan secara otomatis
memberikan rasa yang asin. Pencampuran koji dengan larutan garam
ditunjukkan oleh Gambar 5.
Gambar 5. Kedelai Hitam Koji dalam Larutan Air Garam
Pertumbuhan dari bakteri yang berbahaya akan dapat dikurangi
dengan penggunaan larutan garam, namun untuk pertumbuhan dari
khamir dan kapang yang memberikan cita rasa khusus maish dapat
melakukan metabolisme dengan baik. Tortora et al. (1995)
menambahkan bahwa pengadukan yang berlangsung selama proses
perendaman dilakukan dengan tujuan agar larutangaram dapat menjadi
homogen dan dapat tercampur dengan permukaan substrat dan untuk
memberikan udara sehingga pertumbuhan dari khamir dan bakteri dalam
proses pembuatan kecap dapat lebih dirangsang. Pertumbuhan dari
kapang dan khamir selama proses fermentasi sangat penting untuk
dijaga untuk menghasilkan cita rasa kecap yang baik dan
berkualitas.
Proses fermentasi kecap dengan melakukan perendaman di dalam
larutan garam sebaiknya dilakukan selama 2-4 minggu. Aroma dan rasa
yang khas dari kecap baru akan keluar setelah kecap direndam dalam
larutan air garam selama waktu tersebut.Selain itu, dengan waktu
fermentasi selama 2-4 minggu, kecap akan memiliki warna yang
spesifik akibat reaksi browning yang terjadi pada karbohidrat (gula
kompleks) dengan protein sederhana (asam amino). Pengadukan yang
dilakukan setiap 30 menit selama 1 minggu memiliki tujuan antara
lain agar dapat memberikan aerasi yang cukup kedelai yang berada di
dalam air garam karena dalam jumlah yang sangat sedikit, udara
dapat membantu dalam menumbuhkan bakteri anaerob, dan juga agar
larutan tetpa menjadi homogen (Tortora et al.,1995). Fermentasi
dengan larutan garam adalah jenis fermentasi dengan tambahan asam
laktat dan fermentasi alkohol. Bakteri yang biasanya berperan dalam
proses fermentasi dengan larutan garam berasal dari genus
Lactobacillus dan Pediococcus. Kedua jenis bakteri ini akan dapat
mengubah gula sederhana yang terdapat pada substrat menjadi asam
laktat. pH dari substrat akan menjadi lebih asam akibat fermentasi
bakteri asam laktat, dan ketika pH yang diinginkan sudah sesuai
maka pertumbuhan dari khamir dapat berjalan. Fermentasi alkohol
akan berjalan dengan bantuan khamir dengan jenis Sacharomyces
rouxii, Hansenulla, dan Zygosacharomyces. Dijelaskan oleh Atlas
(1984) bahwa proses inkubasi dengan menggunakan enzim protease dan
larutan garam dan juga amilase akan membuat mikroorganisme menjadi
aktif dan bertambah banyak. Keberadaan dari mikroorganisme yang
berasal dari fermentasi garam akan berasal dari lingkungan
fermentasi atau berlangsung secara alami. Bakteri yang ada pada
fermentasi garam berasal dari bakteri asam laktat (Lactobacillus
delbruecki) akan dapat menghasilkan asam laktat dan akan mencegah
adanya kerusakan secara mikrobiologis. Jenis khamir yang berasal
ada pada fermentasi dengan larutan garam adalah Zygosaccharomyces
soyae akan dapat mengubah gula sederhana pada substrat menjadi
alkohol.
Setelah tahapan moromi selesai dilakukan, yaitu tahapan
perendaman dengan menggunakan air garam langkah yang harus
dilakukan adalah metode pengepresan atau pengekstrakan hasil jadi
dari fermentasi sehingga diperoleh cairan yang lebih murni yang
lebih bebas dari pengotor. Penyaringan akan dilakukan untuk
menghilangkan kedelai yang ada pada air garam. Penyaringan kecap
yang dilakukan pada praktikum yang sudah dilakukan sesuai dengan
teori yang disampaikan oleh Santoso (1994) bahwa proses yang
dilakukan setelah proses penggaraman pada proses pembuatan kecap
manis adalah proses pengepresan atau ekstraksi. Hasil dari
penyaringan berupa cairan bening yang ditampung,nantinya akan
menjadi kecap yang siap dikemas. Tahapan proses selanjutnya yang
digunakan dalam proses pembuatan kecap adalah perebusan filtrat
yang ditambah dengan bumbu yang sudah ditetapkan. Langkah pertama
dari proses pemasakan kecap yang dilakukan pada saat praktikum
adalah dengan melakukan pemerasan dari hasil fermentasi kedelai
dengan menggunakan kain saring. Setelah melakukan proses
penyaringan dengan menggunakan kain saring, maka dilakukan dengan
merebus filtrat hasil penyaringan. Hasil dari fermentasi moromi
yang sudah melalui tahapan penyaringan akan diambil sebanyak 250 ml
dan akan ditambah dengan 750 ml air. Langkah ini tidak cocok dengan
proses pembuatan kecap sesuai Santoso (1994) yang menyatakan bahwa
sebelum merebus filtrat maka harus memasukkan air terlebih dahulu
sebelum merebus filtrat. Proses perebusan ini harus dilakukan
sampai mendidih. Setelah air dan filtrat fermentasi direbus sampai
mendidih, maka gula merah dan bumbu yang sudah ditentukan harus
dimasukkan. Bumbu yang ditambahkan pada proses pembuatan kecap
sesuai dengan proses pada praktikum adalah 20 gram kayu manis, 3
gram ketumbar, laos 1 jentik, pekak 1biji, dan gula jawa 1 kg.
Perbedaan perlakuan yang ada di masing-masing kelompok adalah
penambahan cengkeh 1 gram untuk kelompok 1 dan kelompok 2, sereh 1
buah untuk kelompok 3 dan kelompok 4, dan biji buah pala untuk
kelompok 5. Pada proses pereebusan kecap, campuran yang sedang
direbus harus diaduk terus menerus agar tidak terjadi kegosongan
akibat proses karamelisasi pada gula jawa yang ditambahkan. Proses
perebusan kecap ditunjukkan oleh Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6. Proses Perebusan Kecap
Gambar 7. Adonan Hampir Jadi
Proses perebusan dan penambahan bumbu-bumbu yang dipakai pada
proses pembuatan kecap dilakukan sampai larutan kecap menjadi
kental. Proses kekentalan kecap tidak diukur dengan menggunakan
viskotester sampai pada kekentalan sekian, namun hanya dikira-kira
sampai air yang ada pada larutan kecap berkurang, dan kecap menjadi
lebih kental. Reaksi yang terdapat dalam proses perebusan kecap
adalah reaksi Maillard. Reaksi ini disebabkan oleh reaksi yang
terbentuk antara air rebusan fermentasi kedelai dengan reaksi
karamelisasi dari gula jawa yang ditambahkan setelah air rebusan
kedelai mendidih. Dijelaskan oleh Amalia (2008) bahwa dengan adanya
reaksi maillard dalam proses pembentukan makanan, akan dapat
memproduksi pigmen jenis melanoidin yang menyebabkan perubahan
warna dari campuran kecap menjadi coklat kehitaman. Proses
perebusan yang terjadi pada adonan kecap memiliki tujuan agar dapat
membasmi semua mikroba patogen yang membahayakan kesehatan bagi
tubuh manusia yang mungkin berada di dalam kecap. Ditambahkan oleh
jurnal yang dibuat oleh Wu et al. (2010) bahwa waktu yang biasanya
digunakan untuk proses fermentasi moromi pada proses pembuatan
kecap akan berlangsung kurang lebih 3-4 bulan. Peningkatan suhu
pada fermentasi koji akan menghasilkan kecap yang lebih hitam dan
lebih beralkohol dibandingkan dengan kecap yang diinkubasi pada
suhu ruang. Jadi pada proses fermentasi moromi pengadukan dengan
dijemur oleh di bawah sinar matahari bertujuan untuk menciptakan
lingkungan dengan suhu yang lebih tinggi sehingga dapat diperoleh
kecap dengan kualitas yang lebih baik berdasar pada teori yang
disampaikan oleh Wu et al. (2010). Sepanjang fase moromi akan
terjadi penurunan pH dari 7 menjadi 4,88 akibat asam yang
dihasilkan pada tahapan tersebut. Dan juga pada jurnal ini dibahas
pada brine fermentation, akan terjadi perubahan warna yang paling
gelap pada suhu fermentasi yang paling tinggi namun menghasilkan
etanol yang paling sedikit. Konsentrasi dari ragi yang digunakan
oleh setiap kelompok pada praktikum yang sudah dilakukan
berbeda-beda. Kelompok D1 menggunakan ragi 0,75% dari berat kering
kedelai yang digunakan, kelompok D2 dan D3 menggunakan ragi 1% dari
berat kering kedelai yang digunakan dan kelompok D4 dan D5
menggunakan ragi 1,25% dari berat kering kedelai yang digunakan.
Dijelaskan oleh Masashi (2006) penggunaan kadar ragi yang
berbeda-beda dalam proses pembuatan kecap akan dapat memberikan
efek yang nyata dan mempengaruhi komponen substrat yang digunakan
untuk fermentasi kecap. Komponen yang paling dipengaruhi atas
perubahan atau ketidaksamaan ragi adalah kandungan dari etanol dan
asam laktatnya. Proses pembentukan etanol dalam proses pembentukan
kecap akan berlangsung dengan waktu yang lebih cepat apabila
ditambahkan dengan jumlah ragi yang lebih banyak. Atau dapat
disimpulkan bahwa dengan ragi yang ditambahkan pada kedelai lebih
banyak, waktu yang dibutuhkan untuk proses fermentasi akan jauh
lebih cepat. Namun penambahan ragi tidak boleh terlalu sedikit
ataupun terlalu banyak karena akan berpengaruh pada rasa, aroma,
dan warna dari kecap yang dihasilkan. Dengan semakin banyaknya ragi
yang ditambahkan pada substrat (kedelai) akan menyebabkan hifa yang
terbentuk pada kedelai akan semakin banyak. Namun apabila diamati
dengan menggunakan mata telanjang maka banyak sedikitnya hifa yang
ada pada proses fermentasi tidak bisa dihitung secara pasti dan
berlangsung sangat fluktuatif. Proses pemeraman yang dilakukan pada
tahapan fermentasi moromi pada praktikum yang sudah dibuat
dilakukan selama semiggu. Pada proses yang dilakukan pada saat
pratikum, proses perendaman berlangsung selama 7 hari. Hal ini
tidak sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Astawan&Astawan
(1991) yang menyebutkan bahwa fermentasi yang baik pada proses
pembuatan kecap adalah minimal 2-4 minggu, namun untuk memperoleh
kecap dengan kualitas yang baik maka waktu fermentasi yang baik
adalah 30-40 hari. Dengan waktu yang lebih lama maka aroma yang
keluar dari kecap akan semakin baik dan sedap. Perubahan warna yang
ada larutan kecap yang sudah jadi berasal dari reaksi browning yang
terjadi antara gula pereduksi pada gula jawa yang ditambahkan
dengan gugus asam amino yang berasal dari protein kacang kedelai.
Dijelaskan oleh Kasmidjo (1990) bahwa aroma khas yang keluar dari
kecap komersial sangat bergantung dari komposisi penambahan bumbu
yang ditambahkan pada kecap. Penambahan gula jawan selain
memberikan rasa manis yang berasal dari sifat alami gula dan juga
menentukan warna dari kecap juga akan mempengaruhi aroma khas dari
kecap. Warna yang ada pada kecap dengan penambahan gula jawa akan
menjadi coklat karamel dan akan mengalami peningkatan viskositas.
Penambahan gula jawa pada kecap manis harus ditambahkan dalam
jumlah yang besar agar dapat memberikan pengaruh yang siginifikan
pada larutan kecap agar menjadi lebih kental. Dalam pembentukan
kecap penambahan gula tidak hanya berasal dari gula jawa, jenis
gula lain yang ditambahkan pada pembentukan kecap adalah galaktosa,
maltosa, dan glukosa serta gula alkohol. Pengaturan kondisi
lingkungan fermentasi kecap harus menjadi perhatian. Beberapa
kondisi yang harus diperhatikan adalah aerasi, kadar air, dan suhu.
Ketiga komponen ini harus dijaga agar keberadaan organisme
kontaminan seperti Mucor sp dapat dicegah. Dari hasil pengamatan
yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis kedelai
yang berbeda dan penambahan inokulum yang berbeda akan memberikan
hasil yang berbeda berdasar pada pengamatan sensori. Hal ini
terlihat dari kandungan protein yang berbeda pada kedelai putih dan
kedelai hitam. Kedelai putih memiliki kandungan protein yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kedelai hitam dengan perbandingan 35,1
gram /100 gram bahan untuk kedelai putih berbanding dengan 33,3
gram/100 untuk kedelai hitam (Somaatmaja,1985). Hal ini pasti akan
mempengaruhi karakteristik kecap secara keseluruhan. Pengujian yang
dilakukan pada kecap yang dihasilkan dari proses fermentasi
meliputi 4 tahap pengujian yaitu rasa, kekentalan, warna, dan
aroma. Dari tabel hasil pengamatan yang menunjukkan parameter aroma
menunjukkan data bahwa kelompok D1 dengan penambahan yeast sebanyak
0,75% dari berat kering kedelai yang digunakan menunjukkan hasil
bahwa aroma kecap kurang kuat, warna kecap yang kurang hitam,
kekentalan yang sangat kental dan warna yang hitam. Kelompok D2
dengan penambahan yeast sebanyak 1% dari berat kering yeast
menunjukkan hasil bahwa kecap yang dihasilkan kelompok D2 tidak
menghasilkan kecap sama sekali karena terjadi kontaminasi yang
terjadi pada tahapan fermetasi koji pada proses pembuatan kecap.
Kelompok D3 menghasilkan kecap dengan penambahan yeast 1% memiliki
spesifikasi produk akhir seperti aroma yang yang kuat, warna yang
kurang hitam, rasa yang manis dan kekentalan yang sangat kental.
Kelompok D4 dengan penambahan yeast sebanyak 1,25% dari berat
kering kedelai menunjukkan bahwa aroma yang dihasilkan kurang kuat,
warna yang hitam, kekentalan yang cukup kental, dan rasa yang
manis. Kelompok D5 dengan penggunaan yeast yang sama dengan
kelompok D4 menunjukkan hasil pengamatan yang berbeda. Kecap yang
dihasilkan oleh kelompok D5 menunjukkan hasil pengamatan aroma yang
kuat, warna yang yang kurang hitam, rasa yang kurang manis, dan
kekentalan yang cukup kental. Hasil dari kelima kelompok yang
berbeda-beda menunjukkan bahwa dengan menggunakan waktu yang sama
selama fermentasi akan menghasilkan kecap yang berbeda-beda. Dari
parameter aroma hasil yang berbeda-beda disebabkan oleh penggunaan
jenis kacang kedelai yang berbeda-beda dan juga penambahan bumbu
yang berbeda-beda untuk setiap kelompoknya. Bumbu yang berbeda akan
menentukan aroma yang dihasilkan oleh kecap. Penambahan gula jawa
akan juga menentukan aroma yang dihasilkan oleh kecap namun pada
setiap kelompok penambahan gula jawa dilakukan dengan takaran yang
sama sehingga tidak bisa dijadikan parameter untuk perbedaan aroma
yang ada pada setiap kelompok. Menurut Kasmidjo (1990) bahwa waarna
kecap akan menjadi coklat karamel akibat reaksi maillard antara
gula kompleks dari gula jawa dan asam amino yang ada pada sari
kedelai yang terfermentasi. Panas yang digunakan dan lama waktu
pemasakan kecap juga menjadi salah satu parameter yang menentukan
aroma dari kecap yang dihasilkan. Penambahan bumbu-bumbu pada
proses pembuatan kecap selama praktikum sudah sesuai dengan teori
yang disampaikan oleh Prabandari (1995), untuk memperoleh aroma dan
rasa yang khas, dalam proses pembuatan kecap harus diberi
penambahan bumbu-bumbu seperti ketumbar, bunga pekak, ketumbar, dan
laos. Namun selain faktor-faktor di atas terdapat faktor lain yang
menentukan perbedaan aroma yaitu hasil saringan kedelai. Hal ini
dijelaskan oleh Apriyantono (2004) bahwa dengan penambahan inokulum
yang ditambahkan pada kecap akan membentuk senyawa volatil aroma
dan akan semakin banyak inokulum yang ditambahkan maka senyawa
volatil akan diproduksi semakin banyak dan aroma yang dihasilkan
akan semakin kuat. Aroma yang dihasilkan oleh setiap kelompok tidak
sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Apriyantono (2004) karena
seharusnya kelompok D4 dan D5 memiliki aroma yang paling kuat
dibandingkan dengan kelompok yang lain. Ketidaksesuaian ini
didasarkan pada kurangnya waktu fermentasi pada tahapan moromi yang
hanya berlangsung selama 1 minggu sehingga yang dapat diamati
secara sensori bukan aroma kecap yang dihasilkan namun aroma
penambahan bumbu yang digunakan. Uji warna yang dilakukan pada
kecap yang dibuat oleh kloter D menunjukkan hasil yang
bermacam-macam. Tidak ada hasil yang menunjukkan hubungan antara
jenis kedelai yang digunakan dan banyaknya ragi yang ditambahkan
dengan perbandingan intensitas warna yang dihasilkan. Pemasakan
kecap yang tidak memiliki patokan waktu yang sama antar kelompok
menyebabkan hal ini terjadi karena padahal pemasakan akan
berhubungan dengan reaksi browning yang terjadi pada kecap sehingga
warna dari kecap akan menjadi coklat kehitaman. Menurut Buckle et
al. (1987) bahwa semakin lama waktu pemanasan yang ada pada gula
dan protein akan membentuk reaksi maillard yang akan meningkatkan
intensitas warna dari makanan menjadi semakin coklat kehitaman.
Dijelaskan oleh Kasmidjo (1990) bahwa kecap akan menjadi berwarna
coklat karena penambahan gula jawa yang akan bereaksi dengan asam
amino pada kedelai yang terfermentasi dan juga diakibatkan oleh
bumbu yang ditambahkan pada saat pemasakan. Dijelaskan lagi
Astawan&Astawan (1991) bahwa ketika pembuatan kecap memasuki
tahapan brine fermentation akan terjadi perubahan warna pada
larutan kecap sehingga akan menyebabkan perubahan warna pada kecap
yaitu reaksi pencoklatan akibat reaksi yang terjadi antara gula
reduksi dengan asam amino.
Pada kelompok D1 dan D3 serta D5 warna yang dihasilkan adalah
kurang coklat sedangkan pada kelompok D4 memiliki warna yang coklat
dan kelompok D2 tidak mungkin menghasilkan kecap karena terjadi
kontaminasi pada saat fermentasi koji. Hal ini bukan merupakan hal
yang benar karena menurut Amalia (2008) bahwa kecap yang dihasilkan
dari fermentasi kedelai dan dengan penambahan gula jawa akan
menghasilkan kecap yang berwarna coklat kehitaman. Dari kelompok
D1, D3, dan kelompok D5 menggunakan gula jawa yang sama dengan
kelompok D4 namun warna yang dihasilkan berbeda hal yang
menyebabkan hal ini terjadi adalah pengaruh dari waktu pemanasan
yang berbeda dari setiap kelompok dan waktu fermentasi dari kecap
yang sebenarnya tidak memenuhi syarat minimal dari pembentukan
kecap yang baik yaitu berkisar antara 30-40 hari. Hasil pengukuran
sensori pada parameter rasa menunjukkan rasa yang beragam pula.
Rasa memang parameter yang sangat bersifat subyektif dan dibutuhkan
panelis yang sangat ahli untuk menentukan kevalidan hasil sensori
dengan parameter rasa. Jika kekentalan dapat diteliti dengan
sensori dan viskotester, warna diteliti dengan chromameter dan
sensori, maka rasa hanya satu satunya parameter yang hanya dapat
diteliti dengan menggunakan sensori dan merupakan parameter paling
penting untuk produk pangan skala industri yang memiliki tujuan
akhir adalah kesukaan dari konsumen. Rasa manis yang timbul dari
kecap adalah akibat dari penambahan gula jawa yang ditambahkan pada
proses pembuatan kecap. Namun penambahan rempah tertentu akan bukan
menguatkan rasa manis dari kecap namun akan menutupi rasa manis
dari kecap dan akan lebih menonjolkan rasa tertentu dari rempah
tersebut. Amalia (2008) menambahkan bahwa rasa yang ada pada produk
jadi kecap disebabkan oleh asam amino yang ada pada kecap akibat
dari proses fermentasi yang terjadi pada fase koji pada pembuatan
kecap. Semakin banyak presentase inokulum yang digunakan dalam
pmebuatan kecap maka akan menghasilkan asam amino yang semakin
banyak pula sehingga rasa yang ada pada kecap akan semakin kuat
pula. Namun pada hasil praktikum yang sudah berlangsung tidak
menunjukkan adanya peningkatan rasa seiring dengan penambahan
inokulum yang ditambahkan dan tidak ada hubungan pula antara jenis
kedelai yang digunakan dengan rasa yang dihasilkan. Sehingga hasil
pengamatan tidak sesuai dengan hal yang disampaikan oleh Amalia
(2008), faktor-faktor yang dapat melatarbelakangi hal ini terjadi
adalah waktu fermentasi dari kecap yang kurang, dan sensori yang
dilakukan oleh panelis yang tidak terlatih sehingga akan
menghasilkan hasil yang kurang valid.Dari jurnal yang dikarang oleh
Yanfang&Wenyi (2009) mengatakan bahwa cara produksi kecap
adalah hal yang paling penting dalam penentuan kualitas yang
dimiliki oleh kecap. Faktor produksi yang dimaksud adalah proses
produksi, cara fermentasi, kultur yang digunakan dan yang paling
penting adalah bahan baku yang digunakan. Faktor produksi yang lain
yang menentukan kualitas dari kecap adalah proses pemanasan yang
dilakukan pada setiap tahapan proses yaitu perebusan kedelai untuk
membentuk koji dan moromi, proses pemasakan kecap dan proses
pasteurisasi yang terkadang ada beberapa industri kecap. Penentu
dari aroma yang dihasilkan pada kecap menurut jurnal tersebut ada
82 jenis senyawa termasuk alkohol, ester, keton, aldehid, dan
beberapa senyawa lain yang sudah diidentifikasi pada jurnal
tersebut.Analisa yang dilakukan pada asam amino bebas dan senyawa
volatil akan menjadi analisa dasar yang menentukan aroma dari kecap
yang dihasilkan. Asam amino akan memberikan rasa yang
bermacam-macam seperti pahit, asin,umami, dan manis sesuai dengan
jenis asam amino yang dihasilkan. Kekentalan dari kecap yang
dihaslkan adalah parameter terakhir yang harus diukur dengan
menggunakan analisa sensori. Dari hasil pengamatan yang sudah
dilakukan menunjukkan bahwa kecap yang dihasilkan oleh semua
kelompok memiliki kekentalan yang cukup kental bahkan sangat
kental. Kekentalan yang ada pada kecap disebabkan oleh faktor utama
yaitu penambahan gula jawa pada proses perebusan kecap. Dijelaskan
oleh Kasmidjo (1990) bahwa warna dari kecap akan menjadi coklat
kehitaman akibat penambahan gula jawa pada proses pembuatannya dan
akan menambah kekentalan dari kecap yang dihasilkan. Kekentalan
yang berbeda dari setiap kelompok disebabkan oleh waktu pemanasan
yang berbeda-beda antara satu kelompok dengan yang lainnya namun
perbedaan dari jumlah ragi yang digunakan tidak menghasilkan
perubahan yang nyata pada kekentalan kecap. Gula akan memiliki
sifat akan mengeras pada pendiaman suhu ruang dan menjadi kental
ketika dipanaskan.Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh
Purwoko&Noor (2007) menyebutkan bahwa kandungan protein pada
kacang kedelai cukup tinggi dibandingkan dengan kacang-kacangan
yang lainnya. Penggunaan kacang kedelai kuning dan kacang kedelai
hitam pada praktikum juga ditunjang oleh jurnal ini. Menurut jurnal
dari Purwoko dan Noor (2007) menyebutkan bahwa tahapan pembentukan
kecap ada 3 yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi
fermentasi dan hidrolisis asam. Menurut jurnal ini pula waktu
fermentasi koji yang baik adalah 3-5 hari dan waktu untuk
perendaman dalam garam adalah 14-28 hari. Moromi akan ditambah
dengan rempah-rempah dan direbus menjadi kecap. Kandungan protein
yang baik dari kecap adalah 6%. Pada tahap koji mikroba yang bisa
digunakan adalah Ryzopus oligosporus dan R. Oryzae. Perbedaan
nampak dari proses perendaman yang dilakukan. Praktikan merendam
kedelai dalam air selama 1 malam dan pada air dingin sedangkan pada
jurnal ini perendaman kedelai dilakukan selama 6 jam dan pada suhu
60C. Sebenarnya perendaman dapat dilakukan dengan air biasa tanpa
ada suhu tertentu karena setelah perendaman ada tahapan perebusan
kacang kedelai untuk mengempukkan. Namun perendaman bertujuan agar
proses perebusan dapat berjalan dengan lebih cepat. Hasil tempe
pada fermentasi koji sebenarnya mengandung isoflavon aglukon
tertinggi dibandingkan dengan produk pangan lain yang dibuat dari
kacang kedelai. Dengan menggunakan R.oligosporus kandungan protein
dalam kecap akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang
menggunakan R.Oryzae. Jadi penggunaan jenis mikroba juga
berpengaruh terhadap hasil akhir dari kecap.3. KESIMPULAN Proses
pembuatan kecap dapat dilakukan dengan memanfaatkan kedelai (baik
hitam maupun putih) atau dapat diganti dengan jenis legumes lain
dengan kandungan protein tinggi bahkan dapat dilakukan dengan
menggunakan daging ikan. Proses pembentukan kecap dapat dibagi
menjadi 4 tahap yaitu persiapan kedelai, fermentasi koji,
fermentasi moromi, dan perebusan hasil fermentasi untuk menjadi
kecap Dalam fermentasi kecap terjadi pemecahan unsur-unsur nutrisi
pada kedelai seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi gula
sederhana, asam amino, dan asam lemak. Kapang dalam fermentasi koji
adalah Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, dan Aspergillus niger
Perendaman pada biji kedelai dilakukan agar terjadi hidrasi pada
biji kedelai Perebusan pada kacang kedelai dilakukan untuk
menginaktivasi enzim
Suhu fermentasi koji yang paling baik adalah 25-45C
Perendaman dengan air garam dilakukan untuk mengekstrak senyawa
volatil pada kecap dan dilakukan pada air garam 20% dan untuk
menghambat aktivitas dari mikroba yang tidak diinginkan. Penambahan
banyaknya ragi akan berbanding lurus dengan waktu dari proses
fermenasi berlangsung
Pengadukan pada saat penjemuran, dilakukan supaya adonan dari
kecap dapat menjadi lebih homogen dan dapat merangasang pertumbuhan
kapang dan khamir.
Penambahan bumbu pada proses pembuatan kecap berguna untuk dapat
memberikan flavor yang khas pada kecap yang dihasilkan Flavor dari
kecap ditentukan dari senyawa volatil yang dihasilkan selama proses
fermentasi dan asam amino yang dipecah oleh mikroorganisme
Warna dari kecap dipengaruhi oleh banyak gula jawa yang
ditambahkan, waktu pemasakan, dan suhu pemasakan
Hasil akhir dari kecap yang diproduksi ditentukan oleh jenis
kedelai, kualitas dari inokulum, waktu fermentasi, dan kondisi
lingkungan sekitar fermentasi Kayu manis, dan berbagai rempah yang
ditentukan berguna dalam pemberian flavor dan aroma dari kecap.
Penambahan inokulum yang terlalu banyak atau terlalu sedikit
akan mempengaruhi hasil akhir kecap secara keseluruhan
Kekentalan kecap tidak disebabkan oleh penambahan ragi yang
digunakan Mikroba juga menentukan hasil jadi produk akhir dari
kecap
Semarang, 23 Juni 2015
Praktikan,
Asisten Dosen
Abigail Sharon Effendy
Frisca MeliaJonathan Huberto Harjono
4. DAFTAR PUSTAKA
Amalia, T. (2008). Pengaruh Kkarakteristik Gula Merah dan Proses
Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. [Skripsi] Diakses
tanggal 23 Juni 2015.Apriyantono, A dan G.D. Yulianawati. (2004).
Perubahan Komponen Volatil selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknol
dan Industri Pangan 15: 100-112.Atlas, R. M. (1984). Microbiology
Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.Buckle,
K. A. et al. (1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia.
Jakarta.Chancharoonpong, C.; P.C. Hsieh; dan S.C. Sheu. (2012).
Enzyme Production and Growth of Aspergillus oryzar S. on Soybean
Koji Fermentation. International Journal of Bioscience Biochemistry
and Bioinformatics 2(4): 228-231Fardiaz, S. ( 1992 ). Mikrobiologi
Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Judoamidjojo. M., A.A.
Darwis, dan E.G. Said, (1985). Teknologi Fermentasi.
Rajawali-Press, Jakarta.Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe :
mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM.
Yogyakarta.Muangthai, P.; P. Upajak; dan W. Patumpai. (2007). Study
of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy sauce Production
from Peagion Pea and Soy bean. KMITL Sci. Tech. J. Vol. 7 No.
S2Prabandari, E. (1995). Cara Membuat Kecap . Balai Pustaka.
Semarang.Peppler, H.J. and Perlman, D. (1979). Microbial
Technology. Fermentation Technology. Academic Press. San
Fransisco.Purwoko, Tjahjadi & Noor Soesanti Handajani. (2007).
Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil
Fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas 8 (2):
223-227.Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N.
Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food &
Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.Rahman, A.
(1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Santoso, H.B.
(1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.Su, Nan Wei;
Mei-Ling Wang; Kam-Fu Kwok; and Min-Hsiung Lee. (2005). Effects of
Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of
Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji. J. Agric. Food Chem.
2005, 53, 1521-1525.Shuler, L. M. (1989). Bioprocess Engineering
Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation.
London.Somaatmadja. (1985). Peningkatan produksi kedelai melalui
perakitan varietas, hal 243-259. Dalam: S. Somaatmadja, M.
Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Eds.).
Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.Tortora, G.J., R.
Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin /
Cummings Publishing Company, Inc. USA.Wu, Ta Yeong, Mun Seng Kan,
Lee Fong Siow and Lithnes Kalaivani Palniandy. (2010). Effect of
temperature on moromi fermentation of soysauce with intermittent
aeration. African Journal of Biotechnology 9(5): 702-706.Yanfang,
Zhang & Tao Wenyi. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis
in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of
Biotechnology 8(4): 673-681.5. LAMPIRAN5.1. Laporan Sementara
5.2. Jurnal261