Top Banner

of 18

Kecap Ikan_Yosua Christianto_13.70.0125_Kloter A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jan 09, 2016

Download

Documents

Laporan praktikum kecap ikan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

1

KECAP IKANLAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

1. VIPER

2. Materi Metode2.1. AlatAlat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples, panci, kain saring, dan pengaduk kayu.

2.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim papain komersial, garam, gula kelapa dan bawang putih.

2.3. Metode

3. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan praktikum kecap ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Pengamatan Kecap IkanKelPerlakuanWarnaRasaAromaPenampakanSalinitas %

A1Enzim papain 0,2 %+++++++++++++++-

A2Enzim papain 0,4 %++++++++++++++++-

A3Enzim papain 0,6 %++++++++++++++++-

A4Enzim papain 0,8 %++++++++++++++-

A5Enzim papain 1 %++++++++++++++++-

Keterangan:

Warna

Rasa

Aroma+ : tidak coklat gelap+ : sangat tidak asin

+ : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap++ : kurang asin

++ : kurang tajam+++ : agak coklat gelap+++ : agak asin

+++ : agak tajam++++ : coklat gelap

++++ : asin

++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat asin

+++++ : sangat tajamPenampakan

+ : sangat cair

++ : cair

+++ : agak kental

++++ : kental

+++++ : sangat kentalBerdasarkan dari tabel hasil pengamatan di atas, dapat diketahui perlakuan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu yang berupa konsentrasi enzim papain yang berbeda-beda (0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%) memberikan hasil yang berbeda. Pada hasil pengamatan warna kecap ikan dari semua kelompok berwarna coklat gelap. Sedangkan pada rasa, diperoleh rasa yang paling asin didapatkan pada kecap ikan kelompok A2 dan A3 dan yang lainnya berasa asin. Pada aroma, diperoleh aroma sangat tajam pada kelompok A5 dan kurang tajam pada kelompok A4 dan agak tajam pada kelompok A1, A2, A3. Sedangkan pada pengukuran kadar salinitas tidak didapatkan hasil.4. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini bahan baku yang digunakan adalah limbah ikan patin, di mana limbah ikan terdiri dari tulang ekor, sirip dan kepala. Bagian kepala, ekor, sirip serta isi perutnya umumnya hanya dibuang namun sebenarnya juga bisa diolah menjadi produk lain (Irawan, 1995). Daging ikan digunakan untuk praktikum pembuatan surimi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sonu (1986), yang mengatakan bahwa surimi adalah bentuk olahan daging ikan lumat yang terbuat dari daging yang telah dipisahkan dari bagian ikan yang lainnya (kulit, tulang, dan usus). Menurut Olubunmi et al. (2010) kecap ikan adalah air atau jus didalam daging ikan yang diekstrak selama proses penggaraman dalam waktu cukup lama dan proses fermentasi. Witono et al. (2014) menambahkan bahwa kecap ikan adalah produk fermentasi yang memiliki cairan berwarna coklat dan biasa digunakan di negara-negara di Asia. Produk-produk tersebut digunakan untuk berbagi jenis fast food, karena dapat meningkatkan flavor dan nilai nutrisi, Faktor faktor yang sangat mempengaruhi kualitas komposisi dan nutrisi dari kecap ikan adalah perbandingan garam terhadap ikan, suhu fermentasi, spesies ikan, dan bahan bahan tambahan (Ng et al., 2011).

Pengolahan ikan bertujuan untuk memperbaiki bau, cita rasa, penampakan, tekstur dan dapat memperpanjang umur simpan dari produk yang berasal dari ikan. Tidak hanya daging yang dapat dimanfaatkan namun bagian ikan yang tidak dapat dimakan seperti tulang, kepala, dan insang juga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan produk lain (Iskandar, 1995). Enzim yang biasa digunakan dalam pembuatan kecap asin adalah enzim protease seperti bromelin (dari buah nanas muda) dan papain (dari getah buah papaya). Enzim - enzim ini digunakan karena mampu menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti peptide, peptone, dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas. Selain itu, dapat mempersingkat waktu pembuatan kecap ikan. Namun, dibuatnya kecap ikan dengan bantuan enzim kurang begitu disukai oleh masyarakat dalam hal aroma dan cita rasa (Astawan & Astawan, 1988).

Pertama tama dihancurkan 50 gram limbah ikan patin, seperti tulang ekor, sirip dan kepala, dan ekor. Penghancuran bertujuan untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan sel akan mempermudah keluarnya senyawa flavor. Senyawa yang mampu membentuk flavour biasanya terdistribusi pada bahan yang sebagian terikat dalam bentuk ikatan dengan lemak, protein serta air, sehingga membutuhkan perlakuan awal seperti penghancuran bahan. Selain itu, menyebabkan permukaan bahan menjadi makin luas yang membuat rasio luas permukaan terhadap volume bahan juga semakin tinggi, dari hal tersebut kemampuan untuk melepas komponen flavornya semakin besar (Saleh et al., 1996). Selanjutnya ditambah enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda. Pada Kelompok A1 ditambah enzim papain sebanyak 0,2 %, kelompok A2 ditambah dengan enzim papain sebanyak 0,4 %, kelompok A3 ditambah dengan enzim papain sebanyak 0,6 %, kelompok A4 ditambah dengan enzim papain sebanyak 0,8 %, dan kelompok A5 ditambah dengan enzim papain sebanyak 1 %. Kemudian diinkubasi selama 4 hari. Setelah itu hasil fermentasi disaring dan filtratnya direbus sampi mendidih selama 30 menit. Selama perebusan masukan bumbu bumbu seperti 50 gr bawang putih, 50 gr garam, 3 butir gula jawa. Setelah itu, dinginkan dan disaring kembali. Selanjutnya lakukan uji secara sensori yang meliputi warna, rasa, aroma.

Penambahan enzim papain bertujuan untuk menghidrolisis protein melalui aktivitas proteolitik dan mempercepat proses fermentasi. Dan dikatakan bahwa tingkat hidrolisis yang tinggi mungkin menghasilkan beberapa asam amino bebas, tapi angka ikatan peptide pada rantai peptide yang panjang akan berkurang (Lay, 1994). Mekasnisme dasar yang dilakukan oleh enzim menurut Lee (1992), adalah enzim akan merusak struktur jaringan otot rangka yang tersusun dari myofibril yang merupakan protein. Maka Astawan& Astawan (1988), menambahakan bahwa dengan rusaknya struktur jaringan otot rangka dari bahan baku utama tersebut akan ada beberapa komponen penyusun flavor seperti peptide, peptone dan asam amino yang akan lepas dan akhirnya berikatan satu sama lain membentuk flavor yang khas.Pada langkah inkubasi selama 4 hari, akan terjadi fermentasi dan bila fermentasi terlalu cepat, maka enzim tidak akan menghasilkan komponen yang dapat menimbulkan reaksi penting, karena terlalu sedikit. Namun jika terlalu lama waktu fermentasi dilakukan maka semakin reaksi dan semakin banyak yang dihasilkan enzim maka cita rasa yang terjadi menjadi kurang baik. Hal ini dikarenakan hasil pemecahan komponen gizi menjadi bagian yang lebih sederhana oleh enzim yang dihasilkan selama proses fermentasi (amylase, maltase, fosfatase, lipatase,lipase, proteinase, dan sebagainya) dapat mempengaruhi rasa dari kecap ikan yang diperoleh (Astawan & Astawan,1991). Astawan & Astawan, (1988), mengatakan bahwa kualitas kecap ikan sebenarnya ditentukan oleh jumlah penggunaan garam dan lamanya proses fermentasi. Air yang keluar dari dalam tubuh ikan setelah saat fermentasi tersebut mengandung banyak komponen gizi seperti protein dan mineral.

Kemudian, setelah diinkubasi selama 4 hari maka toples dibuka dan hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring. Tujuannya adalah untuk memisahkan filtrate dari ampas limbah ikan. Filtrate yang diperoleh kemudian dimasak sampai mendidih dengan penambahan bumbu yang telah ditentukan. Fellows (1990), mengatakan bahwa pemasakkan bertujuan untuk mengentalkan suatu larutan, hal ini dapat terjadi karena akan adanya evaporasi selama proses pemasakan. Kemudian selama pemasakan bumbu yang ditambahkan adalah gula jawa 50 gr dan bawang putih yang telah dihaluskan sebanyak 50 gr dan garam sebanyak 50 gram. Fachruddin (1997), penggunaan gula jawa bertujuan untuk mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut pada produk, dan meningkatkan cita rasa, aroma dan warna produk yang dihasilkan serta sebagai pengawet. Selain itu, gula jawa dapat memberikan warna coklat karamel, serta meningkatkan viskositas kecap ikan yang dihasilkan. Selain itu, panas selama pemasakan juga menyebabkan terjadinya karamelisasi gula sehingga warna campuran menjadi coklat (Kasmidjo, 1990). Reaksi Maillard di mana komponen asam amino dalam ikan bereaksi dengan komponen gula reduksi dalam gula jawa sehingga menyebabkan munculnya warna coklat pada produk (Lees & Jackson, 1973).

Sedangkan garam berfungsi untuk memberi rasa asin, menguatkan rasa, dan memberi efek pengawetan karena garam dapat digunakan untuk menurunkan Aw (Water Activity), menurunkan kelarutan oksigen, serta mengganggu keseimbangan ionik sel mikroorganisme karena terjadi peningkatan proton di dalam sel (Desrosier & Desrosier, 1977). Sedangkan, bawang putih digunakan untuk pengawetan terhadap produk. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Fachruddin (1997) yang menambahkan bahwa garam dapur dan rempah-rempah (bawang putih) selain berfungsi sebagai bahan pemberi aroma dan cita rasa, juga dapat memberikan daya awet pada kecap ikan, seperti halnya garam, karena bawang putih mengandung zat allicin yang efektif membunuh bakteri, sehingga bersifat antimikrobia.

Kemudian, setelah pemasakan disaring kembali menggunakan kain saring dan didinginkan sebentar untuk uji sensori dan salinitas. Afrianto & Liviawaty (1989), menjelaskan bahwa kecap ikan mempunyai rasa yang berbeda dibandingkan dengan kecap kedelai, yaitu agak asin, berwarna kekuningan sampai coklat muda. Hal ini dikarenakan, kecap ikan yang dihasilkan tidak murni hasil fermentasi ikan saja, tetapi ditambah dengan berbagai bumbu untuk meningkatkan aroma dan cita rasa dari kecap ikan tersebut yang dihasilkan (Astawan & Astawan, 1991).

Berdasarka dari pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil warna kecap ikan dari semua kelompok berwarna coklat gelap. Sedangkan pada rasa, diperoleh rasa yang paling asin didapatkan pada kecap ikan kelompok A2 dan A3 dan yang lainnya berasa asin. Pada aroma, diperoleh aroma sangat tajam pada kelompok A5 dan kurangtajam pada kelompok A4 dan agak tajam pada kelompok A1, A2, A3. Sedangkan pada pengukuran kadar salinitas tidak didapatkan hasil. Hal ini sesuai dengan teori dari Ibrahim (2010), yang mengatakan bahwa warna dari kecap ikan adalah coklat. Menurut Kasmidjo (1990), yang mengatakan bahwa warna coklat pada kecap ikan disebabkan karena adanya reaksi pencoklatan antara gula jawa dengan beberapa komponen pembentuk citarasa lainnya. Menurut Astawan & Astawan (1991) mengatakan bahwa aktivitas enzim proteolitik pada bahan ikan menyebabkan cairan yang terbentuk berwarna coklat. Sehingga seharusnya semakin banyak enzim yang ditambahkan maka warna akhirnya akan semakin coklat gelap. Menurut Petrucci (1992) panas selama pemasakan juga menyebabkan terjadinya karamelisasi gula sehingga warna campuran menjadi coklat. Berdasarkan dari pernyataan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa warna yaang paling coklat seharusnya pada kelompok A5 dengan konsentrasi enzim papain paling tinggi sebesar 1%. Ketidak sesuaian ini dikarenakan pada saat pemasakkan suhu tidak stabil, kadang terlalu tinggi dan kadang terlalu rendah.

Sedangkan pada sensori rasa asin, rasa yang paling asin didapatkan pada kecap ikan kelompok A2 dan A3 dan yang lainnya berasa asin. Astawan & Astawan (1988), menjelaskan proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa pada produk akhir. Beliau menambahkan jika jumlah enzim papain banyak, maka kemampuan enzim tersebut untuk memecah protein yang ada pada tubuh ikan juga akan lebih besar. Dengan proses fermentasi yang sempurna, maka senyawa-senyawa hasil pemecahan protein yang dapat pembentuk cita rasa seperti amilase, maltase, fosfatase, lipase, proteinase, dan sebagainya akan semakin banyak. Keberadaan senyawa-senyawa itulah yang menghasilkan kecap ikan dengan rasa yang kuat. Sehingga, seharusnya pada kecap ikan dengan penambahan enzim papain konsentrasi 1% atau pada kelompok A5 adalah kecap ikan yang mendapatkan rasa paling asin. Namun, yang terjadi adalah pada kecap ikan dengan penambahan enzim papain 0,4 dan 0,6 % atau pada kelompok A2 dan A3 yang mendapatkan rasa paling asin. Menurut Afrianto & Liviawaty (1989), hal ini dikarenakan rasa kecap yang terbentuk dapat dipengaruhi oleh proses penguraian protein sehingga terbentuk senyawa peptida tertentu yang dapat menimbulkan rasa pahit dan bau kurang sedap. Astawan & Astawan (1991) juga menambahkan bahwa rasa kecap ikan juga dipengaruhi penambahan bumbu atau rempah-rempah lainnya yang berfungsi untuk meningkatkan aroma dan cita rasa pada produk akhir yang dihasilkan.Selanjutnya aroma, aroma sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, aroma dari kecap ikan sendiri dapat penambahan berbagai bumbu (Astawan & Astawan, 1991), Aroma dan flavor dalam kecap ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung yaitu kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia (Amstrong, 1995), Semakin kuatnya sifat proteolitik enzim maka aroma amis dari ikan akan semakin kuat (Afrianto & Liviawaty, 1989). Berdasarkan pernyataan pernyataan diatas, sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan kelompok A5 mendapatkan aroma yang paling menyengat.

Sedangkan dari segi penampakan, hampir semua kelompok kental, kecuali pada kelopok A5. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Fellows (1990) yang mengatakan bahwa pemasakkan bertujuan untuk mengentalkan suatu larutan, hal ini dapat terjadi karena akan adanya evaporasi selama proses pemasakan. Hal ini dapat terjadi karena suhu yang tidak stabil dan suhu pada saat pemasakkan kelompok A5 lebih rendah dari kelompok lainnya sehingga air yang teruapkan lebih sedikit daripada yang lain.Menurut Zarei et al (2012) kecap ikan dapat terkontaminasi oleh enterobacteriacea dan bakteri asam laktat yang dapat meningkatkan kadar histamine pada kecap ikan hingga berbahaya. Menurut Zaman et al (2010) histamin dianggap sebagai amina yang paling aktif dan berhubungan terhadap hamper semua insiden keracunan amina pada makanan.

5. KESIMPULAN Kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan (secara fermentasi/ garam, enzimatic dan kimiawi) yang berwarna coklat jernih dan cair. Pembuatan kecap ikan dapat dilakukan dengan fermentasi dengan menggunakan garam dan dengan cara enzimatis. Enzim yang sering digunakan adalah enzim protease seperti bromelin (dari buah nanas muda) dan papain (dari getah buah papaya) Hal yang mempengaruhi aktivitas enzim : konsentrasi substrat atau konsentrasi enzim, Suhu, pH, dan kondisi lingkungan yang lain (Aktivator dan inhibitor) Tujuan penghalusan tubuh ikan ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan sel akan memudahkannya keluar senyawa flavor dan memper luas permukaan bahan sehingga rasio permukaan terhadap volume bahan semakin tinggi. Tujuan dari penambahan enzim adalah untuk menghidrolisis protein melalui aktivitas proteolitik dan mempercepat proses fermentasi. Kualitas kecap ikan sebenarnya ditentukan oleh jumlah penggunaan garam dan lamanya proses fermentasi. Pemasakkan bertujuan untuk mengentalkan suatu larutan Gula jawa yang ditambahkan dapat memberikan warna coklat karamel, serta meningkatkan viskositas kecap ikan yang dihasilkan Garam berfungsi untuk memberi rasa asin, menguatkan rasa, memberi efek pengawetan, menurunkan kelarutan oksigen, dan mengganggu keseimbangan ionik sel mikroorganisme. Penggunaan bawang putih dapat digunakan untuk pengawetan terhadap produk Semakin tingi konsentrasi enzim yang ditambahkan maka warna semakin coklat, rasa semakin asin, aroma semakin kuat dan memiliki kadar salinitas paling tinggi.Semarang, 23 September 2015Praktikan,

Asisten Dosen

Yosua Christianto

Michelle Darmawan

13.70.0125

6. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.Amstrong, S.B. (1995). Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Astawan & Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Cv Akademika Pressindo. JakartaAstawan, M.W. & M.Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.Fellows, P. (1990). Food Processing Technology : Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.Ibrahim, Sayed Mekawi. (2010). Utilization of Gambusia (Affinis affinis) For Fish Sauce Production. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172 (2010).Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.Iskandar, H.M. (1995). Teori Pengolahan Makanan. Grasindo Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.Lee, J. M. (1992). Biochemical Engineering. Prentice Hall, Inc. New York.Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.Ng et al., 2011. Proteolytic action in Valamugil seheliand Ilisha melastomafor fish sauce production. Asian Journal of Food and Agro-Industry. ISSN 1906-3040Olubunmi et al. 2010. Preliminary Production Of Sauce From Clupeids. New York Science Journal.Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68. Sonu S . C. (1986). Surimi. NOAA Technical Memorandum NMFS. Terminal Island, California.Witono et al. 2014. Characteristics and Sensory Analysis of Ketchup and Sauce Products from "Bibisan" Fish Hydrolyzate. Science and Edication Publishing.Zaman et al. 2010. Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 28, 2010, No. 5: 440449.Zarei et al. 2012. Chemical and microbial properties of mahyaveh, a traditional Iranianfish sauce. Food Journal. Elsevier.

7. LAMPIRAN7.1. Abstrak jurnal

7.2. Diagram alir

7.3. Laporan sementara

Acara I

Disusun oleh:

Nama: Yosua C

NIM: 13.70.0125

Kelompok: A1

Tulang dan kepala ikan dihancurkan

Sebanyak 50 gram bahan dimasukkan ke dalam toples berisi 250 ml air

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok A1), konsentrasi 0,4% (kelompok A2), konsentrasi 0,6% (kelompok A3), konsentrasi 0,8% (kelompok A4); konsentrasi 1% (kelompok A5)

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Hasil fermentasi disaring

Filtrat direbus sampai mendididh selama 30 menit

Setelah filtrat mendidih, ditambahkan 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 1 butir gula kelapa. Filtrat tetap diaduk diatas kompor selama 30 menit.

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

1