Nama : Dimas Wahab PangestuNim : 10512330Kelas : SI-6
Konflik Dan Negoisasi Pada Perusahaan PT Drydock World Graha Di
Batam
Visit Website :
http://naninukreasih.blogspot.com/2010/09/analisis-konflik-pada-perusahaan-pt.html
Pada tanggal 22 April 2010, ribuan karyawan sebuah perusahaan
galangan kapal, PT Drydocks World Graha yang berlokasi di Tanjung
Udang, Batam, turun untuk berdemonstrasi dan melakukan aksi
pembakaran terhadap fasilitas perusahaan. Media memberitakan paling
tidak 9 orang terluka dan puluhan mobil dibakar. Konflik bermula
dari umpatan seorang supervisor asal India yang mengatakan bahwa
orang Indonesia stupid kepada tenaga kerja Indonesia. Tetapi pemicu
dari kerusuhan ini tidak hanya itu saja, akumulasi dari rasa kesal
terhadap pembedaan dalam gaji dan fasilitas antara tenaga kerja
Indonesia dan tenaga kerja asing merupakan faktor terjadinya
konflik.Selain itu, dalam wawancara dengan beberapa karyawan PT.
Drydocks, diketahui bahwa perusahaan ini tidak menerapkan
undang-undang yang mengatur dengan jelas perekrutan tenaga kerja
oleh Investasi Asing di Indonesia. Selain itu sistem kerja yang
diantaranya meliputi sistem pengupahan yang dimuat pada Pasal 45
Huruf a UU Ketenagakerjaan No 13/2003 tidak diterapkan. Pasal ini
mengatur bahwa pemberi tenaga kerja asing (perusahaan) wajib
menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping untuk
alih teknologi dan alih keahlian. Sementara Pasal 45 Huruf b
menyebutkan, pemberi tenaga kerja asing wajib melaksanakan
pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai
dengan kualifikasi jabatan yang diduduki tenaga kerja asing
tersebut. Pada perusahaan Drydocks ini, tenaga kerja asing tidak
didampingi asisten lokal. Kalaupun didampingi, tenaga kerja asing
tidak melakukan alih teknologi apa pun. Sehingga, pengabaian
terhadap pasal dalam UU ketenagakerjaan ini juga menjadi salah satu
pemicu konflik di perusahaan ini.Konflik merupakan sesuatu yang
wajar terjadi karena dalam suatu organisasi masing-masing individu
memiliki perbedaan. Robins & Judge (2008) mendefinisikan
konflik sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak
memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara
negatif, atau akan mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang
menjadi perhatian dan kepentingan pihak pertama.Pertentangan sangat
mungkin terjadi karena setiap orang dalam suatu organisasi memiliki
pandangan yang berbeda atas tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Ketika mereka berinteraksi maka konflik menjadi potensial untuk
muncul. Konflik dalam organisai dapat menimbulkan konsekuensi
positif dan negatif. Konflik positif dapat mendorong inovasi
organisasi, kreativitas dan adaptasi. Sedangkan konflik yang sering
muncul ke permukaan adalah konflik yang bersifat disfungsional.
Konflik seperti inilah yang dapat menurunkan produktivitas,
menimbulkan ketidakpuasan, meningkatkan ketegangan dan stress dalam
organisasi.Konflik yang menjadi kerusuhan di PT. Drydocks World
Graha yang berlokasi di Batam terjadi pada tanggal 22 april 2010.
Pada kerusuhan ini, setidaknya 8.000 pekerja Indonesia melakukan
demonstrasi dan pengrusakan fasilitas. Selain kantor dan gudang
yang dibakar, puluhan mobil juga dibakar. Tak ada korban tewas,
tapi setidaknya sembilan orang terluka dengan lima warga asing dan
empat karyawan.
Kerusuhan ini dipicu karena seorang pengawas asal India di PT
Drydocks World Graha yang memaki pekerja asal Indonesia dengan
kata-kata stupid (bodoh). Kemudian, karyawan lainnya mengeroyok
pengawas ini, dan melakukan pengejaran kepada pekerja WNA lainnya.
Konflik ini merupakan akumulasi dari persepsi pekerja WNI terhadap
perbedaan perilaku perusahaan dengan pekerja WNA.Menurut Pasal 45
Huruf a UU Ketenagakerjaan No 13/2003, pemberi tenaga kerja asing
wajib menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping
untuk alih teknologi dan alih keahlian. Sementara Pasal 45 Huruf b
menyebutkan, pemberi tenaga kerja asing wajib melaksanakan
pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai
dengan kualifikasi jabatan yang diduduki tenaga kerja asing
tersebut. Terkait pasal itu, sejumlah buruh menyatakan, banyak
perusahaan galangan kapal di Batam yang tidak merealisasikan hal
itu. Umumnya, tenaga kerja asing tidak didampingi asisten lokal.
Kalaupun didampingi, tenaga kerja asing tidak melakukan alih
teknologi apa pun.
Sementara itu, pekerja kontrak dibayar per jam, yang nilainya
relatif kecil karena terpotong-potong. Subkontraktor menurunkan
lagi pekerjaan ke subkontraktor lain, yang bisa sampai sembilan
kali sub, sehingga membuat nilai upah pekerja semakin kecil karena
dipotong untuk subkontraktor.Tenaga kerja tetap mendapatkan
fasilitas pengamanan pekerjaan yang bagus, sedangkan karyawan
kontrak harus melengkapi keselamatan diri sendiri.(sumber dirangkum
dari beberapa media cetak, wawancara dengan karyawan PT. Drydocks
dan website).
Analisa Kasus Konflik dan Negoisasi
Kasus ini dapat dikategorikan sebagai intergroup conflict,
dimana ada konflik terjadi didalam organisasi antara Tenaga kerja
Indonesia dengan tenaga kerja asing, dan juga tenaga kerja
Indonesia dengan PT.Drydocks. Konflik yang terjadi merupakan
konflik horizontal antara sesama tenaga kerja dan juga konflik
vertikal, yaitu antara tenaga kerja Indonesia dengan
PT.Drydocks.
Pada awal proses terjadinya konflik, tahap pertama yang terjadi
adalah potensi pertentangan atau ketidakselarasan. Kondisi-kondisi
tersebut antara lain adalah perbedaan gaji antara tenaga kerja
Indonesia dan Asing yang jauh sekali, perbedaan fasilitas,
tunjangan-tunjangan dan pemotongan gaji oleh outsource. Menurut
Saya kondisi-kondisi seperti ini dapat jelaskan yaitu :1.
Komunikasi
Dalam kasus ini yang menjadi sumber konflik yang diekspos oleh
media adalah pernyataan dari Seorang Supervisor berkebangsaan India
pada perusahaan Drydocks yang berbau SARA yang menyatakan bahwa
orang indonesia stupid. Namun sumber konflik yang sebenarnya
terjadi bukan hanya menyangkut isu SARA, melainkan adanya
permasalahan dalam komunikasi. Permasalahan dalam komunikasi juga
dapat dilihat ketika mereka jarang bekerja sama dan berbaur satu
sama lainnya seperti yang dikemukakan oleh AB ( wawancara dengan
karyawan PT.Drydocks). Masing-masing dari mereka lebih senang
berkumpul dan berkomunikasi dengan komunitas asal negara mereka
sendiri-sendiri. Bahan komunikasi bisa menjadi sumber konflik.bahwa
kecenderungan merasa tidak nyaman atau canggung untuk berinteraksi
dengan orang atau individu yang berasal dari budaya yang berbeda
membuat mereka cenderung menggunakan stereotip untuk mengisi
kurangnya informasi yang didapat. Supervisor berkebangsaan India
ini menggunakan stereotip dalam menilai bawahannya yang merupakan
tenaga kerja Indonesia. Kalimat Indonesian Stupid ini
digeneralisasi oleh karyawan lainnya seperti yang dikemukakan dalam
salah satu wawancara kami dengan satu karyawan PT. Drydocks.
Karyawan ini mengemukakan bahwa ia merasa harga dirinya sebagai
bangsa Indonesia terinjak-injak yang juga disetujui oleh
rekan-rekan sekerjanya. Dapat dilihat bahwa sumber konflik yang ada
juga merupakan adanya perbedaan nilai dan keyakinan diantara
mereka. Menurut Tenaga kerja asing, berkata dengan kalimat makian
pada satu negara adalah hal yang biasa, tapi bagi orang Indonesia
bisa menjadi hal yang diperbesar dan digeneralisasi.
2. KepribadianPada hal ini sebaiknya dilakukan bukan dengan cara
kekerasan, namun harus menggunakan akal pikiran untuk mengatasi
konflik. Kalaupun mereka marah, setidaknya kemarahan mereka
ditunjukkan dengan cara yang lebih intelektual yaitu lewat jalur
hukum. Untuk menyeret bos india ke jalur hukum harus menggunakan
akal dan strategi seperti dengan menyiapkan voice recorder,
kemudian memancing supervisor berkebangsaan india tersebut untuk
mengeluarkan pernyataan yang menghina dan merekamnya sudah cukup
bisa dijadikan cukup bukti. Dengan demikian, keadilan pun akan
berpihak pada mereka dengan dikeluarkannya supervisor india
tersebut dari perusahaan tanpa harus merusak pabrik yang sudah
jelas merupakan sumber mata pencaharian mereka.
Karyawan perusahaan tersebut melakukan demonstrasi berupa mogok
kerja hanya pada hari dan jam-jam tertentu. Kerugian mogok kerja
yang dilakukan setiap hari tertentu dan hanya selama 2-3 jam
tersebut di hitung perusahaan mengalami kerugian milyaran rupiah.
Pihak perusahaan kewalahan, karena karyawan tidak melakukan
tindakan anarkis, sehingga pihak perusahaan tidak bisa melakukan
apa-apa selain bernegosiasi tawar-menawar dalam menyelesaikan
masalah untuk mencari kesepakatan bersama antara kedua belah pihak
(antara perusahaan dan karyawan).Kemudian Maksud (Intentions),
adalah tahap dimana mereka memutuskan untuk bertindak tertentu.
Dapat dilihat disini setelah sekian lama bahwa TKI tidak bekerja
sama, akomodatif dan kompromis pada TKA lagi. Pada awalnya, TKI
melakukan tindakan avoding(menghindar) konflik dan mengakomodasi
kepentingan TKA. Tapi kemudian,tindakan ini menjadi persaingan
dengan cara menjatuhkan kepentingan salah satu diantaranya. Dalam
hal persaingan untuk mendapatkan tujuannya yaitu perlakuan adil
dalam berbagai aspek oleh PT.Drydocks.3. Struktur Konflik antara
TKA dan TKI ini bersifat struktural karena mencakup
variabel-variabel seperti kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang
diberikan dalam organisasi, kejelasan yurisdikasi, keserasian
antara anggota dengan tujuan, sistem imbalan dan gaya
kepimpinanan.Dapat dilihat wawancara dengan beberapa karyawan
PT.Drydock bahwa sebagian besar dari mereka adalah karyawan kontrak
yang berasal dari outsourcing. Mereka baru akan diangkat menjadi
karyawan tetap setelah tiga tahun bekerja, tetapi tidak selalu
begitu. Kadang beberapa orang karyawan terus diperpanjang
kontraknya sehingga tidak jelas yurisdikasinya. Pada level
pekerjaan yang sama, sistem imbalan yang tidak seimbang menyebabkan
sumber konflik yang besar. Menurut Robbins (2008), ketika perolehan
suatu kelompok dipandang merugikan kelompok lain, maka akan terjadi
potensi pertikaian yang tinggi. Selain itu, diketahui bahwa tidak
ada perwakilan Orang Indonesia dalam staf tinggi PT.Drydocks yang
berlokasi di Graha ataupun di dua tempat lainnya di Batam.
Sehingga, gaya kepimpinan yang digunakan oleh PT.Drydocks yang
cenderung kepada suatu kelompok juga memperbesar potensi
konflik.
Cara Penyelesaian nya :
Mungkin saja saat ini jika mempertemukan kedua belah pihak untuk
menyeleseaikan masalah ini karena bertujuan untuk membantu
menyelesaikan masalah ini. Pertama harus pihak tenaga kerja asing
harus meminta maaf kepada tenaga kerja Indonesia di PT. Drydocks
agar konflik cepat selesai dan juga perbedaan kultur diantara
karyawan harus di selaraskan disetarakan agar tidak berkumpul dan
berbaur dengan karyawan sesama Negara nya. Kedua komunikasi
terhadap karyawan harus seimbang dengan berjalannya dengan baik
karena konflik ini terjadi karena komnikasi multicultural jadi
antara karyawan asing dan karyawan local harus sering melakukan
interaksi kecakapan dan pemahaman agar mempunyai hubungan yang
harmonis bagi sesama pekerja di PT. Drydocks.Solusi : Untuk
meminimalisir konflik yang semakin membesar, PT.Drydocks harus
memperhatikan perbedaan kultur diantara karyawannya dan kemudian
memutuskan cara pendekatan seperti apa yang sesuai untuk
menciptakan kondisi yang baik untuk kepentingan perusahaan. Tenaga
Kerja Indonesia harus memiliki posisi negosiasi yang kuat untuk
tetap memenangkan keinginannya. Untuk itu diperlukan strategi
negosiasi yang kuat dan siap agar bisa memecahkan konflik yang ada.
Pemerintah harus memperkuat pengawasannya terhadap perusahaan yang
memperkejakan tenaga kerja asing. Dan memastikan apakah perusahaan
ini telah melaksanakan UU tenaga kerja dengan baik. Tenaga Kerja
Asing juga harus memahami budaya dimana ia bekerja dan berusaha
untuk membuka komunikasi yang baik dan adaptasi dengan lingkungan
sekitarnya .Kesimpulan : Konflik sering terjadi pada kondisi kerja
multikultural dikarenakan adanya pembedaan dan masalah komunikasi
diantara karyawan asing maupun local. Konfllik meningkat ketika
terjadi perbedaan nilai dan keyakinan, dan variabel pribadi yang
memungkinkan untuk cepat terespon dengan pemicu konflik. Managemen
konflik sangat diperlukan unuk meminimalisir konsekuensi ketidak
fungsional dari konflik. Dalam hal ini, kepentingan dari berbagai
pihak harus dipertimbangkan sehingga tercipta kondisi yang
fungsional. Untuk mencapai kondisi yang mendukung , diperlukan
adanya resolusi konflik yang dapat membantu mengembalikan fungsi
organisasi yaitu dengan cara mengurangi perbedaan, memperbaiki
komunikasi dan pemahaman dan mengklarifikasi peran dan
prosedur.