KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN “ANALISIS KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA” Disusun Oleh : 1. Agung Sony Baskoro 135080407111014 2. Ersal Syahreza 135080407113002 3. Bayu April Handogo 135080407113003 PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN i
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN
“ANALISIS KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA”
Disusun Oleh :
1. Agung Sony Baskoro 135080407111014
2. Ersal Syahreza 135080407113002
3. Bayu April Handogo 135080407113003
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Taufik serta Hidayah-NYa sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
sebagai pengganti ujian tengah semester, dalam bentuk maupun isinya yang sederhana.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Dr.Ir. Ismadi, Ms selaku Dosen Pengampu matakuliah Kebijakan
Pembangunan Perikanan
2. Orang tua kami yang selalu mendukung dan memberikan doa untuk
kami.
3. Teman kami yang memberikan bantuan dan motivasi dalam penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sebagai buku panduan ataupun
pengetahuan tentang kebijakan industrialisasi perikan Indonesia Makalah ini masih
banyak kekurangan karena ilmu dan pengetahuan yang kami miliki dan peroleh sangatlah
terbatas. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan.
Malang, 30 Oktober 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................14
3.1 Pencapaian Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2014...............................14
3.2 Laju Pertumbuhan PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan PDB Perikanan Atas Harga Konstan Tahun 2009–2014................................................16
3.3 Pertumbuhan PDB Tahun 2010-2014.............................................................17
3.4 Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 – 2014 17
3.5 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001 – 2014......18
3.6 Nilai Ekspor Produk Perikanan......................................................................19
3.7 Analisis Pengaruh Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia..........................................................................19
BAB IV PENUTUP...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
iii
iv
i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kelautan selama tiga dasa warsa terakhir selalu diposisikan
sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) dalam pembangunan ekonomi
nasional. Dengan posisi semacam ini bidang kelautan yang didefinisikan sebagai
sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,
perhubungan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan, bukan menjadi arus
utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi Nasional. Kondisi
ini menjadi ironis mengingat hampir 75 % wilayah Indonesia merupakan lautan
dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada posisi geopolitis
yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia- sebuah kawasan paling
dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik. Sehingga secara
ekonomi-politis sangat logis jika bidang kelautan dijadikan tumpuan dalam
pembangunan ekonomi nasional (Kusumastanto).
Dengan demikian secara ekonomi dalam konteks makro pada tataran
kebijakan pembangunan nasional, sudah selayaknya bidang kelautan menjadi arus
utama dalam kebijakan ekonomi nasional. Sedangkan, secara politik semangat
menjadikan sektor kelautan sebagai basis ekonomi nasional harus didukung oleh
visi dan konsensus bersama semua pengambil kebijakan di negeri ini baik pada
tataran eksekutif (termasuk militer dan polisi), legislatif, yudikatif serta didukung
oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Dengan demikian untuk
Pembangunan Kelautan diperlukan national ocean development policy (NODEP)
dengan didukung oleh tiga pilar pembangunan kelautan yaitu kebijakan kelautan
nasional (National Ocean Policy-NOP), kebijakan ekonomi kelautan nasional
(national ocean economic policy - NOEP) dan pemerintahan kelautan nasional
(national ocean governance - NOG) yang komprehensif memandang laut sebagai
pemersatu wilayah, kesatuan politik dan ekonomi (Kusumastanto).
Pilar Pembangunan Kelautan tersebut merupakan kebijakan-kebijakan
dalam rangka mendayagunakan dan memfungsikan laut secara bijaksanaan yang
1
didukung oleh pemanfaatan daratan untuk kepentingan publik dalam rangka
memaksimalkan kesejahteraan masyarakat (maximize social well-being).
Kebijakan pembangunan Kelautan Nasional (NODEP) sebagai kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh policy makers dalam mendayagunakan sumberdaya
kelautan secara bijaksana yang didukung pilar-pilar ekonomi sumberdaya daratan
yang tangguh untuk kepentingan publik dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (social well being). NODEP merupakan payung bagi
pembangunan Indonesia yang terintegrasi antara pembangunan lautan dan daratan
secara bijaksana dengan sasaran utama adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kecil yang harus mendapat perhatian
utama (Kusumastanto).
Berdasarkan hal tersebut dari kelompok kami ingin menyusun makalah
dengan judul Analisis Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kebijakan industrialisasi Perikanan dengan
pertumbuhan ekonomi indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh kebijakan industrialisasi perikanan dengan
pertumbuhan ekonomi indonesia.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-
peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja
dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya
masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Winarno,Budi,2002)
Pembangunan nasional Indonesia adalah paradigma Pembangunan yang
terbangun atas pengalaman Pancasila yaitu pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila
sebagai dasar, tujuan, dan pedomannya. Dari amanat tersebut disadari bahwa
pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu
penjelmaan pula dari proses perubahan politik, sosial, dan budaya yang meliputi
bangsa, didalam kebulatannya. Pembangunan Nasional merupakan cerminan
kehendak terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat
dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi.
2.2 Kebijakan Industrialisasi Perikanan
Dalam rangka mewujudkan visi baru untuk menjadi produsen perikanan
terbesar pada tahun 2015, sejak akhir tahun 2009 Kementerian Kelautan dan
Perikanan telah berkomitmen untuk meningkatkan produksi ikan sebesar 353%.
3
Untuk itu pengkajian dan perumusan strategi yang tepat merupakan langkah yang
bijak agar terjadi sinergi antar berbagai pihak terkait sehingga peningkatan
produksi dapat tercapai secara efektif dan efisien tanpa harus mengeksploitasi
sumberdaya secara berlebihan (Ahmad Poernomo, 2011).
Tidak dapat dipungkiri bahwa perikanan tangkap baik di laut maupun
perairan umum merupakan salah satu jalan yang paling mudah dan relatif murah
untuk meningkatkan produksi perikanan, karena pada dasarnya perikanan tangkap
bersifat perburuan, dan hanya memerlukan biaya modal untuk menangkap ikan.
Akan tetapi ada permasalahan besar yang dihadapi yaitu adanya dugaan telah
banyak berkurangnya stok sumberdaya ikan, tidak saja di Indonesia, tetapi di
seluruh dunia sehingga potensi yang masih terbuka sepenuhnya hanyalah spesies
laut dalam, yang tentu saja ini memerlukan teknologi dan biaya yang sangat
tinggi. Selebihnya, diperlukan kehati-hatian dalam hal jenis dan lokasi untuk
melakukan eksploitasi sumberdaya ikan (Ahmad Poernomo, 2011).
Peluang berikutnya tentu berada pada perikanan budidaya, mengingat
Indonesia masih memiliki potensi lahan budidaya yang cukup besar, yang saat ini
belum digarap secara optimal. Namun ada juga permasalahan yang dihadapi
sektor ini antara lain mahalnya biaya untuk pembelian pakan ikan dan
ketersediaan bahan baku pakan, terutama tepung ikan. Pada perikanan budidaya,
biaya pakan adalah yang terbesar, yaitu mencapai 80% pada budidaya lele dan
70% pada budidaya ikan mas (Nugroho, 2010) dalam (Ahmad Poernomo, 2011),
bahkan mencapai lebih dari 89% untuk budidaya patin di Jambi (Koeshendrajana,
2010) dalam (Ahmad Poernomo, 2011). Permasalahan lain yang tidak kalah
pentingnya adalah masih kurangnya penguasaan teknologi pembenihan, teknologi
budidaya, dan penanggulangan penyakit, serta pengelolaan lingkungan budidaya.
Di samping itu, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya masih harus
menghadapi masalah sosial berupa pencurian dan perampokan ikan. Alternatif
lain untuk meningkatkan produksi ikan, dapat juga dilakukan dengan mereduksi
susut hasil setelah ikan ditangkap. Bila dilakukan dengan baik, reduksi susut hasil
dapat berfungsi ganda, pertama mengurangi jumlah (volume) produksi ikan yang
ditangkap dan kedua meningkatkan nilai (value) dengan cara mempertahankan
4
mutu kesegaran ikan. Peningkatan jumlah tangkapan tanpa mempertimbangkan
susut hasil fisik maupun susut nilai ekonomis (karena kerusakan mutu ikan)
adalah suatu pemborosan yang sia-sia. Peningkatan nilai ekonomis bahkan dapat
diupayakan dengan melakukan pengolahan ikan, karena nilai tambah yang
diperoleh melalui pengolahan primer, sekunder, atau tersier dapat mencapai 250%
(Sutjiamidjaja & Sutjiamidjaja, 1999) dalam (Ahmad Poernomo, 2011).
Peningkatan produksi juga dapat diperoleh bila penangkapan ilegal, tidak
terdaftar, dan melanggar peraturan (IUU fishing) dapat diatasi.
Bila semua peluang tersebut di atas dapat dimanfaatkan, maka baik
perikanan tangkap, budidaya, maupun pengolahan akan beroperasi pada skala
besar. Berbicara pada tataran produksi skala besar, mau tidak mau pertimbangan
masalah bisnis harus dipikirkan, karena sangat terkait dengan globalisasi
perdagangan yang tentu saja tidak dapat dihindari. Untuk itu industrialisasi
perikanan perlu digalakkan karena industrialisasi adalah bentuk yang tepat untuk
mengelola perikanan secara bisnis (Ahmad Poernomo, 2011).
Di Indonesia, pengaturan terkait pengembangan industri telah dilakukan
oleh Pemerintah, antara lain melalui PP 17 tahun 1986 tentang kewenangan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri, serta PP 13 tahun 1995
tentang kewajibkan IUI/TDI untuk industri, yang diserahkan kepada Departemen
Perindustrian dan Perdagangan (saat itu). Selanjutnya, Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan nomor 589 tahun 1999 telah mengatur jenis-jenis
industri yang masuk dalam kewenangan pembinaan oleh Menteri Perindustrian
dan Perdagangan. Dalam (Ahmad Poernomo, 2011) Untuk komoditi perikanan,
industri yang termasuk dalam Keputusan Menteri tersebut adalah:
1. Industri pengalengan ikan dan biota perairan lain
2. Industri pengasapan ikan dan biota perairan lain
3. Industri pembekuan ikan dan biota perairan lain (dikecualikan
pembekuan ikan di laut)
4. Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lain.
2.3 Masalah-masalah Kelautan dan Perikanan Indonesia
5
Permasalahan yang terjadi pada sumberdaya alam termasuk di dalamnya adalah sumberdaya ikan (SDI) jika dilihat dari segi ekonomi terbagi menjadi dua hal, yaitu:
1. Tidak tersedianya sistem hak kepemilikan atas sumberdaya perairan
2. Tidak tersedianya informasi detail mengenai sumberdaya ikan
Solusi yang dapat diberikan untuk kedua masalah tersebut adalah:
1. Sistem kuota yang dapat diperjualbelikan
Sistem ini dianggap mampu mengatasi ketidaktersedianya kepemilikan
atas sumberdaya ikan. Dengan diperjualbelikannya kuota tangkap
memiliki fungsi kepemilikan dan tanggung jawab atas keberlangsungan
SDI sejumlah kuota tersebut.
2. Pajak
Pajak dikenakan jika kepemilikan sumberdaya dipegang oleh Negara. Jika
ada orang/kelompok yang ingin memanfaatkan sumberdaya tersebut maka
dikenakan sejumlah uang sebagai kompensasi pengelolaan kelestarian
sumberdaya tersebut.
3. Subsidi
Subsidi oleh Pemerintah/Negara diberikan jika sumberdaya perikanan
mengalami penipisan stok. Maka peran dari pemerintahlah untuk
mengusahakan agar kegiatan ekonomi perikanan dapat terus berjalan.
4. Pembayaran untuk layanan ekologis
Sumberdaya tidak hanya berfungsi sebagai konsumsi manusia, ada
kalanya memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk keberlanjutan
sumberdaya tersebut di masa yang akan datang. Terkadang fungsi ekologis
ini tidak Dalam rangka pengelolaan sumberdaya dibutuhkan dana yang tid
Berdasarkan hubungan antara sistem ekonomi dan lingkungan, masalah
lingkungan muncul ketika alokasi sumberdaya tidak efisien. Konsep
sistem hak kepemilikan atas sumberdaya merupakan jalan paling efektif
untuk memahami „mengapa asset dapat dinilai lebih rendah dari yang
seharusnya oleh pasar dan kebijakan pemerintah‟
2.4 Prinsip-prinsip Industrialisasi Perikanan
6
a. Modernisasi dan Pengembangan Produk Bernilai Tambah
Kemajuan sektor perikanan dapat dipercepat dengan modernisasi
sistem produksi yang mampu meningkatkan produk bernilai tambah
berkualitas tinggi. Secara teoritis modernisasi yang terjadi melalui
kapitalisasi (peningkatan arus modal dan teknologi), akan berpengaruh
terhadap perubahan struktur sosial masyarakat. Peningkatan kebutuhan
spesialisasi pekerjaan atau tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan baru dengan
posisi baru dalam struktur sosial masyarakat akan memainkan peranan-
peranan sosial tertentu sesuai dengan tuntutan statusnya. Struktur-strukrur
yang baru ini membawa sejumlah implikasi (Mandala Harefa). Biersted
(1970) dalam mandala harefa mengemukakan tiga pokok pemikiran
berkaitan dengan hal tersebut, yaitu (1) pembagian kerja merupakan wujud
adanya bentuk pelapisan atau stratifikasi sosial dalam masyarakat; (2)
pembagian kerja menghasilkan ragam posisi atau status dan peranan yang
berbeda; dan (3) pembagian kerja sebagai fungsi dari besar kecilnya ukuran
masyarakat, semakin besar ukuran masyarakat, pembagian kerja pun
semakin nyata. Berdasarkan proposisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
stratifikasi sosial masyarakat dapat berubah setelah adanya modernisasi.
Pada tingkatan analisis mikro, kehadiran modernisasi perikanan
melalui berbagai bentuk inovasi teknologi menciptakan konfigurasi cara
produksi (mode of production) dalam formasi sosial (social formation)
dalam masyarakat, berupa hadirnya dua atau lebih cara produksi secara
bersamaan dan salah satu cara produksi mendominasi cara lainnya
(Budiman, 1995) dalam (Mandala Harefa). Konsep pokok cara produksi
atau cara berproduksi (mode of production) terdiri dari kekuatan produksi
berupa gabungan dari alat produksi (means of production) dan hubungan-
hubungan produksi (relation of production). Salah satu kasus yang diteliti
oleh Khan (1975) dalam (Mandala Harefa), tentang kehadiran lebih dari
dua mode of production pada satu masyarakat yang sama tentang pengrajin
logam menyimpulkan bahwa cara produksi dikalangan peasantakan
berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkup sosial yang lebih besar,
7
bervariasi mengikuti a particular set of historical conditions; maka
bervariasi mengikuti interaksi dengan cara produksi lain yang peredarannya
lebih dominan. Sementara Taylor (1979) (Mandala Harefa), menegaskan
bahwa formasi sosial yang terbentuk akan mengalami suatu artikulasi cara
produksi dalam arti terjadinya koeksistensi ciri kapitalisme dan
prakapitalisme yang dipengaruhi oleh suatu konteks budaya berdasarkan
karakteristik daerah atau wilayah.
b. Integrasi Sistem Produksi Hulu dan Hilir Berorientasi Pasar dan
Kemitraan Usaha
Agar kuat, berkualitas dan kompetitif industrialisasi perikanan akan
diikuti dengan penguatan struktur industri, yaitu peningkatan jumlah dan
kualitas industri perikanan dan pembinaan hubungan antar entitas sesama
industri, industri hilir dan hulu, industri besar, menengah dan kecil, serta
hubungan antara industri dengan konsumen pada semua tahapan value
chain.
c. Berbasis Wilayah dan Sistem Manajemen Kawasan
Kebijakan industrialisasi perikanan dilaksanakan berbasis wilayah
dan sistem manajemen kawasan, yaitu berdasarkan pada distribusi
sumberdaya alam di wilayah-wilayah potensial dan dengan sistem
manajemen sentra-sentra produksi potensial dan sesuai dengan prospek
pertumbuhannya di masa depan.
d. Berkelanjutan
Industrialisasi perikanan akan dilaksanakan sesuai dengan konsep
pembangunan berkelanjutan, yaitu keseimbangan antara pemanfaatan
sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan berjangka panjang
e. Transformasi Sosial
Industrialisasi Kelautan dan Perikanan diharapkan dapat mendorong
perubahan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri yang modern,
8
melalui perubahan cara berfikir perilaku masyarakat sesuai karakteristik
masyarakat industri.
2.5 Hambatan Kebijakan Industrialisasi Perikanan
a. Bahan Baku
Secara kuantitas, jumlah penduduk Indonesia merupakan yang
terbesar kelima di dunia, yaitu ± 220 juta jiwa dan, ± 60% diantaranya hidup
dan bermukim di sekitar wilayah pesisir. Sebagian besar diantaranya
menggantungkan kehidupannya kepada keberadaan sumber daya alam
pesisir dan lautan. Sehingga tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar
kegiatan dan aktivitas sehari-harinya selalu berkaitan dengan keberadaan
sumberdaya di sekitarnya.
Konsekuensi dari semua hal itu adalah sumber daya pesisir dan laut
semakin banyak dieksploitasi, mulai dengan menggunakan teknologi yang
paling sederhana sampai teknologi moderen. Fenomena ini memberikan
indikasi bahwa semakin tinggi tingkat penggunaan teknologi eksploitasi,
maka semakin besar tekanan terhadap keberadaan sumberdaya
tersebut. Bahkan tidaklah mengherankan bilamana tingkat teknologi yang
digunakan sangat ekstraktif dan cenderung destruktif, maka hal ini akan
menjadi ancaman yang sangat signifikan bagi keberlangsungnan sumber
daya pesisir dan laut Indonesia.
Sebagai negara maritim dengan wilayah laut yang luas ini telah
menyebabkan banyak kegiatan ekonomi penduduk, secara langsung dan
tidak langsung berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut, khususnya
mereka yang bermukim di wilayah pantai.
Oleh karena rendahnya kemampuan untuk mengontrol produksi
maupun harga produksi, masyarakat nelayan memiliki tingkat sosial
ekonomi rendah. Usahanya yang berskala kecil, sederhana, dan tradisional
lebih banyak mengarah pada aspek sosial budaya dibandingkan dengan
aspek ekonominya. Kecuali itu, mereka hanya monoton terikat pada
9
pekerjaan menangkap ikan di laut. Demikian pula, pola-pola pekerjaan
sebagai nelayan membatasi aktivitas ke sektor pekerjaan lain yang pada
gilirannya mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumah tangganya.
b. Infrastruktur
Armada penangkapan didominasi oleh nelayan kecil dan kapal tanpa
motor/motor <5 GT (89,45% dari total armada tangkap Indonesia,
Pelabuhan Sebaran pelabuhan tidak merata pada daerah fishing ground (ii)
Pengelolaan pelabuhan perikanan belum berjalan baik : sistem informasi
dan manajemen operasional pelabuhan perikanan masih belum optimal dan
belum profesional, kualitas pendataan, peningkatan kualitas SDM dan
kelembagaan pengelolaan pelabuhan; (iii) pelabuhan yang idle tidak
termanfaatan dengan baik; (iv) Konektivitas antarpelabuhan belum berjalan
dengan baik. Masih terbatasnya lahan yang dipakai untuk kegiatan
budidaya, dibandingkan potensi terdata (6,28% dari total potensi lahan).
Keterbatasan pengembangan budidaya laut (marikultur dan budidaya air