Page 1
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 123 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
KEBEBASAN AKADEMIS DALAM TRADISI INTELEKTUAL MUSLIM
Oleh :
Maisaroh Ritonga 1)
1) Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Al Washliyah Labuhanbatu, Corresponding author.
Tel/Fax 081263626240
E-mail : [email protected]
Abstrak
Kebebasan sering disebut dengan kata hurriyya dari harrara: membebaskan atau
memerdekakan, merupakan situasi yang merdeka dimana seseorang dengan bijaksana
mengatur urusannya menurut keinginannya, Kebebasan juga dapat diartikan dengan
situasi dimana seseorang dapat menjalani kehidupannya dengan aman/terlindungi, bebas
dari kekejaman dan tekanan pemerintah dan raja/penguasa. Kebebasan akademis adalah
kebebasan sarjana untuk menggali kebenaran dan menerbitkannya dan membuat hasil –
hasil temuan atau pandangan – pandangan tersebut untuk dibahas secara kritis dalam
komuniti ilmiah yang relevan untuk ditolak, diperbaiki atau diketahui melalui proses –
proses yang berlaku menurut metode ilmiah atau logika yang masuk akal.
Kebebasan menurut pandangan Islam bersifat asasi karena memang
merupakan fitrah dan hak asasi setiap manusia. Islam juga mengajarkan sikap
kemerdekaan dan menghargai kebebasan, prinsip ini terlihat dari uraian nash (al-Qur’an
dan hadist) sebagai sumber pokok ajaran Islam. 1. Islam tidak pernah memaksa
seseorang untuk memeluk agamanya kecuali dengan kesadaran dan kerelaan yang
bersangkutan. 2. kebebasan akademis itu berpangkal pada penggunaan akal. Islam pada
prinsipnya sangat menghargai bahkan menganjurkan penggunaan akal secara maksimal
terutama dalam melakukan ijtihad terhadap sebuah produk hukum demi kemaslahatan. 3.
Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu.
Dalam sejarah peradaban islam klasik, doktrin-doktrin islam yang mendukung
kebebasan berfikir dan berkreasi tercermin dari beberapa peristiwa diantaranya : 1.
Sikap terbuka Rasul Saw dalam perang Khandaq, 2. Dinamika kebebasan akademis era
klasik terlihat pada kearifan para ilmuan dalam menyikapi perbedaan diantara mereka.
Setiap orang yang memiliki keahlian dengan bebas boleh mengemukakan dan
mempublikasikan pandangan-pandangannya, betapapun berbeda dari pandangan ahli
lain. Imam al-Ghazali misalnya, yang menghasilkan karya seperti Ihya Ulumuddin,
Maqasid al-Falasifah, Tahaful al-Falasifah dan lain-lain.begitu juga dengan Ibnu Sina
yang berkarya di bidang kesehatan. 3. Dalam mazhab-mazhab fiqih, kemerdekaan dalam
menginterpretasi teks-teks suci sesuai dengan hasil itjihad masing-masing lepas dari
otoritas yang dapat memaksanya merupakan bagian dari ekspresi kebebasan akademis di
kalangan ilmuan muslim masa lampau. 4. Disamping itu, perjalanan ilmiah (Rihlah
ilmiyah) yang dipraktekkan oleh sejumlah ilmuan klasik untuk melaksanakan sabda Nabi
dalam menuntut ilmu pengetahuan dan sekaligus mengembangkannya.
Keywords: kebebasan, akademis, muslim
Page 2
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 124 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
PENDAHULUAN
Kebebasan adalah hak asasi manusia yang paling fundamental. Kebebasan
yang dimaksud disini ialah kebebasan berpikir, berkehendak, dan berbuat. Dengan
kebebasan ini manusia memiliki dinamika, daya adaptasi terhadap lingkungan dan
kreativitas hidup, sehingga kehidupan manusia dan lingkungan hidupnya menjadi
bervariasi, beraneka ragam dan lebih bermakna.
Dengan kebebasan yang dimilikinya manusia mampu memilih mana yang
baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Kebebasan ibarat pisau bermata dua;
satu sisi akan mengangkat manusia ke martabat kemuliannya dan satu sisi akan
menjatuhkan ke derajat yang rendah bahkan lebih rendah dari pada binatang.
Catatan sejarah manusia mengungkapkan bahwa kebangkitan peradaban
suatu bangsa ternyata tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan yang ada di daerah tersebut. Adalah anugrah terbesar bagi suatu
kaum atau bangsa yang memberikan apresiasi positif terhadap upaya kebebasan
dalam melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Islam
sebenarnya telah memberikan dorongan dan motivasi itu dengan menyediakan
modal awal berupa dasar untuk memasuki wilayah tersebut.
Dalam tradisi intelektual muslim dari masa ke masa, kebebasan tersebut
sudah mereka retas jauh sebelum dunia Barat menggembar – gemborkan
kemerdekaan dalam berekspresi dan kebebasan dalam melakukan penelitian dan
pengembangan akademis. Akademis muslim menyuguhkan kekebasan dalam
melaksanakan prosese pembelajaran, penelitian dan mendiskusikan hasil
penelitian serta kemerdekaan dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Hal ini sesuai dengan tugas pokok seorang ilmuan yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan di lembaga pendidikan. Yakni menyebarkan, mengembangkan,
melestarikan dan mempraktekkan ilmu pengetahuan. Artinya ilmu pengetahuan
disebarkan lewat aktifitas belajar mengajar, dikembangkan melalui kajian dan
penelitian, dilestarikan melalui tulisan dan dipraktekkan lewat pengabdian. Hal ini
telah dilakukan oleh kaum intelek muslim sejak berabad – abad yang lampau.
Page 3
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 125 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
Makalah ini akan membahas sedikit tentang kebebasan akademis dilihat
dari sudut perspektif normative Islam, manifestasi ajarannya dalam sejarah
intelektualisme Islam maupun peranannya dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
Defenisi Kebebasan Akademik
Kebebasan dalam liteatur Arab sering disebut dengan kata hurriyya dari
harrara: membebaskan atau memerdekakan. Ibn „Ashur mendefenisikan hurriyya
adalah lawan dari perbudakan, dan merupakan situasi yang merdeka dimana
seseorang dengan bijaksana mengatur urusannya menurut keinginannya, di
samping itu ia juga dapat mengatur urusan atau pekerjaan pribadinya yang bebas
dari perlawanan dan permusuhan orang lain.
Kebebasan juga dapat diartikan dengan situasi dimana seseorang dapat
menjalani kehidupannya dengan aman/terlindungi, bebas dari kekejaman dan
tekanan pemerintah dan raja/penguasa.
Kebebasan mencakup beberapa aspek antara lain: kebebasan berpikir,
berbicara dan berpendapat, kebebasan dari kekurangan dan kemelaratan,
kebebasan dari perbudakan dan penjajahan. Menurut Ali Abdul Wahid Wafi
kebebasan dalam Islam meliputi kebebasan sipil, kebebasan beragama, kebebasan
berpikir dan mengemukakan pendapat dan kebebasan berpolitik.
Kebebasan sipil adalah status yang membuat seseorang bebas melakukan
berbagai transaksi, memikul beban, memiliki harta tak bergerak, dan mengelola
harta miliknya. Kebebasan beragama meliputi kebebasan menyakini suatu agama
dan larangan memaksa orang lain beragama, kebebasan diskusi agama, kebebasan
ijtihad dalam masalah-masalah furu‟(bukan pokok) bagi yang mampu. Kebebasan
berpikir dan mengemukakan pendapat dapat dipahami sebagai suatu kondisi
dimana setiap orang berhak berpikir secara mandiri tentang segala sesuatu yang
ada di sekelilingnya dan fenomena yang terlintas dalam benak pikirannya dan
berpegang pada hasil pemikirannya (gagasannya) serta mengemukakannya dengan
berbagai cara. Sedangkan kebebasan berpolitik ialah bahwa rakyatlah sumber
segala kekuasaan. Dalam hal ini ada dua yang paling dominan yang harus
diberikan kepadanya sebagai sumber segala kekuasaan, dua hak itu adalah hak
Page 4
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 126 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
memilih pemimpin dan hak mengawasi setiap tindakan pemimpinnya baik secara
langsung atau lewat perwakilannya.
Dalam Ensiklopedi Pendidikan kebebasan akademis secara individual
didefenisikan sebagai tiadanya pengekangan, hukuman dan intimidasi berkenan
dengan usaha manusia secara khusus, berkaitan dengan pengkajian, penelitian,
penyajian lisan pandangan – pandangan mereka, penerbitan penemuan –
penemuan dan pendapat – pendapat mereka.
Parsaudi Suparlan sebagaimana dikutip oleh Hasan Asari mengemukakan
defenisi kebebasan Akademis sebagai berikut :
Kebebasan akademis adalah kebebasan sarjana untuk menggali
kebenaran dan menerbitkannya dan membuat hasil – hasil temuan atau pandangan
– pandangan tersebut untuk dibahas secara kritis dalam komuniti ilmiah yang
rlevan untuk ditolak, diperbaiki atau diketahui melalui proses – proses yang
berlaku menurut metode ilmiah atau logika yang masuk akal.
George Makdisi mengemukan bahwa kebebasan akademis itu
berhubungan dengan universitas, dimana para guru besar dan mahasiswa bergelut
dengan hal – hal yang berhubungan dengan percobaan – percobaan, penelitian dan
kemudian mempublikasikannya.
Kebebasan akademik digunakan hanya untuk orang – orang yang telah
diakui sebagai seorang akademik, hal ini meliputi dua hal yaitu guru besar
(professor) dan mahasiswa (student), yaitu menyangkut kebebasan professor
untuk mengajar dan kebebasan mahasiswa untuk belajar. Di zaman modern kedua
hubungan kebebasan ini telah digunakan di Jerman dengan istilah : Lehrfreiheit
dan Lernfreitheit.
Dalam sumber – sumber Islam Klasik kebebasan akademis di ungkapkan
dengan beberapa istilah antara lain:hurriyat al-ra’y (kebebasan berpendapat),
hurriyat al-qawl (kebebasan berbicara), hurriyat al-tafkir (kebebasan berpikir),
hurriyat al-bayan (Kebebasan menjelaskan), hurriyat al-ta’bir (Kebebasan
berekspresi),hurriyat al-ra’y waal-tafkir (kebebasan berpendapatdan
berekspresi),dan hurriyatal-ra’y wa al-tafkir (kebebasan berpendapat dan
Page 5
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 127 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
berpikir). Ra‟y didefinisikan sebagai sebuah pendapat tentang suatu
permasalahan/persoalan yang tidak diatur atau dijelaskan oleh al-Quran dan
Hadist.
Pandangan Normatif Islam Tentang Kebebasan Akademis
Kebebasan menurut pandangan Islam bersifat asasi karena memang
merupakan fitrah dan hak asasi setiap manusia. Islam juga mengajarkan sikap
kemerdekaan dan menghargai kebebasan, prinsip ini terlihat dari uraian nash (al-
Qur‟an dan hadist) sebagai sumber pokok ajaran Islam.
1. Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluk agamanya kecuali
dengan kesadaran dan kerelaan yang bersangkutan. Hal ini tergambar dalam
firman Allah SWT, yakni
Artinya:”Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam,sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena
itu,barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah,maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.Al Baqarah:256)
Dalam ayat lain juga dijelaskan:
Artinya: “Dan katakanlah: “Keberanian itu datangnya dari Tuhanmu, maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman,dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir ….”
Di dalam Q.S. Yunus ayat 99 juga dijelaskan yang artinya: “Dan jikalau
Tuhanmu menghendaki tentulah beriman orang yang di muka bumi seluruhnya.
Maka, apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang –
orang yang beriman semuanya?”.
Atas dasar inilah umat Islam tidak melakukan suatu tindakan pemaksaan,
seperti wilayah yang sudah ditaklukkan, penduduknya diperbolehkan tetap
memeluk agamanya dengan membayar pajak (jizyah) dan mentaati pemerintah,
dan sebagai imbalannya umat Islam akan melindungi mereka dari segala
Page 6
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 128 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
penganiayaan dan menghormati akidahnya, lambang- lambangnya, dan tempat-
tempat peribadatannya.
Umar bin Khattab dalam perundingannya dengan penduduk Baitul Maqdis
yang baru saja ditaklukkan mengatakan:” Ini adalah perlindungan yang diberikan
umar ,amirul mukminin, kepada penduduk Ilya (nama salah satu nabi bani Israel).
Umar memberikan pada mereka perlindungan bagi jiwanya, fungsinya,dan
salibnya. Orang-orang Islam tidak boleh memaksanya memeluk agama Islam dan
tidak boleh merugikan siapapun dari mereka.
Sikap Islam yang tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
menggambarkan bahwa sebenarnya kebebasan berideologi sangat ditolerir Islam.
Mengapa Islam tidak pernah memaksa seorangpun dengan kekuatan pedang atau
senjata agar menerimanya (Islam)?. Karena memaksa itu menjajah jiwa manusia
dan menghinakannya,karena Allah tidak menerima amal-amal kecuali amal itu
dilakukan dengan ikhlas karena Allah. Bahkan dakwah yang dianjurkan dalam
dunia Islam adalah dengan Hikmah dan Mauizhah.
2. Kebebasan akademis sebenarnya bersumber pada kebebasan berpikir dan
berpendapat.Artinya kebebasan akademis itu berpangkal pada penggunaan
akal. Islam pada prinsipnya sangat menghargai bahkan menganjurkan
penggunaan akal secara maksimal terutama dalam melakukan ijtihad terhadap
sebuah produk hokum demi kemaslahatan. Karena dengan akal juga manusia
berbeda dengan hewan. Malah dalam perspektif riqh syarat seseorang disebut
mukallaf adalah berakal. Jadi fungsi akal sangat menentukan dalam
perjalanan hidup manusia. Banyak ayat yang mengajak manusia untuk
berpikir,memahami, memperhatikan, mengingat, merenungkan, mengambil
mau’idhah pada setiap peristiwa dan sebagainya. Ayat – ayat yang
menganjurkan manusia untuk menggunakan akalnya antara lain: dalam Q.S
Al-Baqarah ayat 164, Kemudian pada ayat lain Allah SWT. Menjelaskan :
Artinya: “ Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
Page 7
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 129 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.”
(Q.S Shaad: 29)
Begitu juga ayat lain:
Artinya:“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama …” (Q.S At-Taubah: 122)
Allah swt. Juga berfirman dalam ayat lain:
Artinya: “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang
–orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri,maka apakah
kamu tidak memperhatikan?.”(Q.S Adz-Dzariyat: 20- 21).
3. Dukungan hadist nabi terhadap penggunaan akal sebagai manifestasi
kreativitas manusia,terlihat pada kasus Mu‟az bin Jabal ketika diutus menjadi
qadhi di negeri Yaman. Ketika ia ditanya Rasul tentang sumber dalam
mengambil keputusan, beliau menjawab al-Qur‟an, Sunnah dan
pendapat/alasannya sendiri. Dialog Nabi Mu‟az tersebut kerap dikutip sebagai
dasar pembenaran atau perlunya melaksanakan ijtihad. Dialog tersebut
sebagai berikut:
Jika diminta untuk menentukan hukum sesuatu,apa yang akan engkau
lakukan,” Tanya Rasulullah saw Mu‟az menjawab,‟Aku akan memutuskannya
berdasarkan al-Qur‟an.‟ Rasul bertanya,‟ Bagaimana jika ketentuannya tidak
engkau temukan dalam al-Qur‟an?‟ Mu‟az menjawab „Aku akan memutuskannya
berdasarkan Sunnah Rasul.‟ Rasul saw. Bertanya:‟ Lalu, bagaimana jika
ketentuannya tidak engkau temukan dalam Sunnah Rasul?‟ Mu‟az menjawab
„Aku akan berijtihad menggunakan akal pikiranku.‟Rasul saw. Menepuk dada
Mu‟az semabri berkata:‟Segala puji bagi Allah yang telah membimbing utusan
Rasulnya ke arah yang disukai-Nya dan disukai Rasulnya.
4. Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu, karena itu posisi mereka
ditempatkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang yang dianggap ahli
dan mampu menyelesaikan berbagai problematika hidup. Jadi, perbedaan
ilmuan dengan yang bukan ilmuan ditegaskan Allah swt. Dalam Firman-Nya
antara lain:
Page 8
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 130 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
Artinya :”……Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran.” (Q.S Az-Zumar: 9)
Disisi lain, ilmuan adalah pewaris rasulullah dalam pelaksanaan proses
transformasi ilmu pengetahuan dan juga dlam mengawal umat. Oleh karenanya itu
harus dihormati.
Sabdanya :
ة ۔ورثم ۔ه۔ان۔فء ا۔۔م۔ل۔۔ع۔لا او۔رم۔كا
ءا۔ي۔۔ب۔ألنا
Artinya : “ Hormatilah orang-orang yang berilmu (ulama), sesungguhnya
mereka adalah pewaris para nabi (HR.Al-Khatib dari jabir).
Berkey bahkan telah menempatkan ilmuan/ulama sebagai pemimpin
penguasa, seperti ungkapnya “Nothing is more powerfull than knoeledge. Kings
are the rules of the people, but scholars (al-ulama) are the rules of kings” (tidak
ada yang lebih berkuasa dari pada ilmu pengetahuan. Para raja adalah orang yang
memimpin rakyat, tetapi ulama / ilmuan adalah yang memimpin para raja itu).
Manifestasi Ajarannya Dalam Sejarah Intelektualisme Islam
Legitimsi al-qur‟an dan sunnah terhadap kebebasan akademis di dunia
muslim telah menghantarkan umat ini kepuncak peradaban yang tak tertandingi di
masanya. Ini dapat dibuktikan bahwa pada zaman klasik, berbagai cabang ilmu
pengetahuan berkembang di dunia islam, baik dalam bidang tafsir, hadist, hukum,
filsafat, fisika, sejarah dan lain-lain. Islam adalah agama yang komperehensif
dalam mengatur setiap aspek kehidupan manusia. Ibadah dalam islam tidak hanya
terbatas pada ritual formal saja, tetapi juga melibatkan seluruh dimensi kehidupan
manusia.
Dalam sejarah peradaban islam klasik, doktrin-doktrin islam yang
mendukung kebebasan berfikir dan berkreasi tercermin dari beberapa peristiwa
diantaranya :
Page 9
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 131 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
Sikap terbuka Rasul Saw, Rasulullah Muhammad saw diluar otoritas
religiusnya sebagai utusan Tuhan, sama sekali bukanlah seorang yang
otoriter. Kepribadian beliau lebih banyak mencerminkan sikap keterbukaan.
Interaksi Rasulullah saw. Dengan orang – orang di sekitarnya selalu dilandasi
oleh sikap menghargai dan Memberi ruang luas untuk berpendapat dan
berbeda pendapat. Beliau juga tercatat sebagai pemimpin yang bersedia
mengikuti pendapat yang terbaik yang dikemukakan oleh para sahabatnya.
Sejarah perang Khandaq dapat diambil sebagai contoh kasus : di sini
pendapat Salman al-farisi tentang strategi perang dianggap sebagai yang
terbaik, disetujui, dan kemudian diterapkan oleh Rasulullah saw. Dan para
sahabatnya.
Dinamika kebebasan akademis era klasik terlihat pada kearifan para ilmuan
dalam menyikapi perbedaan diantara mereka. Setiap orang yang memiliki
keahlian dengan bebas boleh mengemukakan dan mempublikasikan
pandangan-pandangannya, betapapun berbeda dari pandangan ahli lain. dari
kelapangan hati menerima setiap perbedaan dalam dunia intelektual muslim,
maka zaman tersebut melahirkan tokoh-tokoh ilmuan yang sangat terkenal
dibidang ilmunya masing-masing, bahkan karya monumentalnya masih
menjadi rujukan ilmiah di zaman sekarang. Imam al-Ghazali misalnya,
merupakan tokoh ulama yang menghasilkan karya seperti Ihya Ulumuddin,
Maqasid al-Falasifah, Tahaful al-Falasifah dan lain-lain.begitu juga dengan
Ibnu Sina yang berkarya di bidang kesehatan masih menjadi referensi ilmiah
bagi dunia kesehatan abad modern.
Dalam mazhab-mazhab fiqih, kemerdekaan dalam menginterpretasi teks-teks
suci sesuai dengan hasil itjihad masing-masing lepas dari otoritas yang dapat
memaksanya merupakan bagian dari ekspresi kebebasan akademis di
kalangan ilmuan muslim masa lampau. makdisi seperti yang dikutip oleh
Hasan Asari menulis :
…….Seorang Faqih bebas merumuskan pandangannya, lepas dari semua
kekuatan luar. Tidak ada kekuasaan atau otoritas yang dapat memaksanya
Page 10
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 132 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
secara sah untuk menganut pendapat yang sudah ditentukan terlebih
dahulu.Seorang Faqih tidak sja bebas dan independen untuk melaksanakan
penelitiannya dengan sebuah janji ganjaran pahala akhirat.
Nukilan di atas memperlihatkan, betapa secara tegas seorang ilmuan tidak
bergantung dan terikat dengan seseorang atau sesuatu dalam menghadirkan
sebuah Karya. Ijtihad yang mereka lakukan merupakan kejernihan dari
sebuah fikiran yang bebas dari interverensi.
Disamping itu, perjalanan ilmiah (Rihlah ilmiyah) yang dipraktekkan oleh
sejumlah ilmuan klasik untuk melaksanakan sabda Nabi dalam menuntut ilmu
pengetahuan dan sekaligus mengembangkan, kebebasan yang tergambar
bahwa mereka sangat menikmati sebuah dunia ilmu intelektual yang sangat
luas dan terbentang secara bebas. Seperti al-Ghazali yang lahir di Desa Thus,
Negeri Khurasan, mengabdikan ilmunya di Negeri Baghdad di Madrasah
Nizamiyah, dan beliau dengan bebas pergi ke berbagai daerah untuk belajar
seperti : Damaskus,Jerussalem, Iskandariyah, Madinah dan Makkah. Ibn
Khaldun pergi ke Fez, Biskarah, Bijayah, Damaskus, Hijaz dan lain-lain.
Begitu juga dengan imam Safi‟I yang pergi ke Negeri Mesir, dan masih
banyak lagi tokoh ilmuan yang mengembangkan ilmunya ke berbagai daerah.
Peranan Kebebasan Akademis Dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Manusia dalam pandangan islam adalah Khalifah Allah di muka bumi.
Sebagai duta Tuhan, dia memiliki karakteristik yang multidimensi, yakni
Pertama, diberi hak untuk mengatur alam ini sesuai kapasitasnya. Dalam
mengemban tugas ini, manusia dibekali wahtu dan kemampuan mempersepsi.
Kedua, dia menempati posisi terhormat di anatar Makhluk Tuhan yang
lain,anugrah ini diperoleh lewat kedudukan, kualitas dan kekuatan yang diberikan
Tuhan kepadanya, Ketiga, dia memiliki peran khusus yang harus dimainkan di
planet ini, yaitu mengembangkan dunia sesuai dasar dan hukum-hukum yang
ditetapkan oleh tuhan.
Berdasarkan karakteristik manusia (individu) diatas,maka tersedianya
kebebasan merupakan kebutuhan asasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Page 11
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 133 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
tersebut, diantaranya adalah kebebasan akademis, mengemukakan pendapat atau
pikirannya, belajar-mengajar, mengadakan penelitian, mempublikasikan dan
memperdebatkan hasil penelitiannya serta berkarya.
Konsep dan praktik kebebasan akademik, sebagaimana dibuktikan
makdisi, memiliki akar-akarnya dalam islam. Bagi para ilmuan, ia bermula dari
tradisi Ijazah al-Tadris atau ijazah bi al-tadris, pemberian izin ataupun otoritas
untuk mengajar, sedangkan untuk mahasiswa ia bermakna kewajiban, hak dan
kebebasan untuk belajar.
Makdisi mengamati secara akurat bahwa : Islam klasik telah menghasilkan
sebuah budaya intelektual yang mempengaruhi Barat Kristen dalam tradisi
keilmuan Universitas yaitu metode keilmuan, bersamaan ide kebebasan akademik,
kebebasan ini hanya mewujud dalam budaya intelektual ketika para pengajar yang
terlibat dianggap memiliki otoritas ataupun hak yang sama untuk mengajar.
Kebebasan akademik dalam Islam klasik, pada level ahli hukum dan orang awam
memiliki batasan-batasan yang sama dengan konsep modern dalam kebebasan
bagi professor dan mahasiswa di universitas.
Sejarah menunjukkan betapa kayanya peradaban islam dengan berbagai
cabang ilmu pengetahuan, mulai dari yang secara sempit dapat digolongkan
kepada disiplin-disiplin keagamaan, maupun yang berada di luarnya. Kita
misalnya bias mengambil contoh perkembangan ilmu kalam, fiqh, tasawuf,
kedokteran, seni, astronomi, filsafat, dan lain-lain dalam islam. Kesemuanya ini
jelas merupakan bagian dari kebebasan akademis yang pernah dipraktekkan dalam
dunia Islam.
Keseluruhan pemikiran yang berkembang ilmiah era klasik merupakan
hasil olah fikir dan budidaya umat islam yang dilakukan dalam kerangka
pengalaman ajaran-ajaran kedua sumber utama yakni Al-Qur‟an dan Hadist, hal
ini tak bias dipungkiri bahwa semangat intelektualisme yang dinamis dan kreatif
dalam menghasilkan kualitas keilmuan merupakan partisipasi aktif dari kebebasan
berfikir dan kebebasan berkarya yang ada pada saat itu.
Page 12
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 134 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
Peran kebebasan akademis juga dapat dilihat dari aspek kehendak politik
penguasa, seperti yang dipraktekkan pada masa pemerintah al-makmun, dimana
dia memberi ruang gerka yang seluas-luasnya kepada masuknya berbagai macam
ilmu pengetahuan, bahkan khalifah tersebut menjadikan kota Baghdad sebagai
kota Pemerintahan sekaligus pusat ilmu pengetahuan, sehingga orang-orang yang
ahli dalam ilmu masing-masing diundang ke Baghdad, bahkan ke istana untuk
berdiskusi.
KESIMPULAN
Kebebasan adalah hak asasi dan diidamkan setiap orang, islam adalah
agama yang memberikan kebebasan kepada umatnya, islam menyeruhkan agar
prinsip kebebasan dalam batas dan cara tertentu, diterapkan dalam berbagai
persoalan kehidupan yang meliputi semua aspek yang membawa kemulian
seseorang. Diantara kebebasan tersebut adalah kebebasan akademis.
Kebebasan akademis adalah kebebasan sarjana untuk menggali kebenaran
dan menerbitkannya dan membuat hasil-hasil teman atau pandangan-pandangan
tersebut untuk dibahas secara kritis dalam komuniti ilmiah yang rlevan untuk
ditolak, diperbaiki atau diakui dan dimantapkan. Kebebasan adalah juga
kebebasan dari seorang sarjana dalam bidang keahliannya di dalam memberi
pelajaran dan mendidik mahasiswa-mahasiswanya mengenai bagaimana
kebenaran dalam ilmu pengetahuan itu dapat diperoleh atau diketahui melalui
proses-proses yang berlaku menurut metode ilmiah atau logika yang masuk akal.
Islam sangan mendukung adanya dan diterapkannya kebebasan akademis,
hal ini terlihat dari beberapa ayat al-qur‟an yang menyeru umat islam berpikir,
menggunakan akalnya, mempelajari dan merenungkan alam semesta dan lain-lain.
Di samping itu, beberapa hadist nabi juga menyeru dan menjelaskan hal itu.
Dalam sejarah peradaban islam klasik banyak ditemukan beberapa
peristiwa yang mengindikasikan terekspresinya kebebasan akademis di kalangan
umat islam, dan sejarah membuktikan dengan terlaksannya kebebasan akademis
tersebut mengantarkan islam ke peradaban yang tertinggi pada saat itu, seperti
pada masa keemasan yang terjadi pada Dinasti Abbasiyah, semoga kita dapat
Page 13
Jurnal Pendidikan Riama
ISSN 2089-287X (Media Cetak)
Vol. 3 No. 04. 2018
Page | 135 JURNAL PENDIDIKAN RIAMA
LPPM - STKIP Riama Medan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan “STKIP” Riama Medan
bercermin dan mengambil hikmah dan I‟tibar melalui peristiwa atau sejarah yang
ada.
REFERENSI
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humasnisme Teosentris,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Al-Twaijri, Ahmed Othman. Kebebasan Akademis Menurut Konsep Islam dan
Barat terj. F. Rozi Dalimunthe dan Nur. A. Fadhil Lubis, Medan: Lembaga
Ilmiah IAIN-SU. 1988.
Asari, Hasan, Menguak Sejarah Mencari “Ibrah. Bandung: Sitapustaka Media.
2006.
Asari, Hasan. Modernisasi Islam. Bandung: Citapustaka Media, 2002
Berkey, Jonathan. The Transmission of Knowledge in Medieval Cairo, a Social
History of Islamic Education. New Jersey : Priceton University Press. 1992.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedi Islam Jilid 2. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoev, 2003.
Daud, Wan Mohd Wan. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib
al-Atta. Bandung : Mizan. 1998.
Kamali, Mohammad Hashim. Freedom, Equality and Justice in islam. Malaysia:
Ilmiah Publishers. 1999.
Kamali, Mohammad Hashim. Freesom, of Expression in Islam. Malaysia: Ilmiah
Publishers. 1998.
Makbuloh, Deden. “Kehidupan Murid dan Mahasiswa Pasa Masa al-Ma‟mun
(198-218 H/813-833 M)”, dalam Suwito dan Fauzan (ed). Sejarah Social
Pendidikan Islam. Jakarta : Prenada Media. 2005.
Makdisi, George. “Freedom in Islamic Jurisprudence; Ijtihad, Taqli, and
Academic Freedom” dalam Religion, Law, and Learning in Classical Islam.
Hampshire: Variorum. 1990.
Makdisi, George. “Magisterium and Academic Freedom in Classical Islam and
Mediavel Christianity”, dalam Nicholas Heer (ed.) Islamic law
Jurisprudence, Seattle: University of Washington Press. 1990.
Ulwan, Abdullah Nashih. Kebebasan Berpendapat. terj.Ahmad Adnan. Jakarta:
Studia Press. 1997.
Wafi, Ali Abdul Wahid. Kebebasan Dalam Islam. Semarang: Dina Utama. tt.