Page 1
Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Sumber Daya
Alam
A. Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal
dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya
komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme,
tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam,
berbagai jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi,
kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi
industri telah membawa manusia pada era eksploitasi sumber
daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara
signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.
Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang
kebutuhan manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak
tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia, Brazil,
Kongo, Maroko, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki
kekayaan alam hayati atau non hayati yang sangat berlimpah.
Sebagai contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki
persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia
dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar
setengah dari yang ada di bumi. Akan tetapi, kekayaan sumber
daya alam ini seringkali tidak sejalan dengan
perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut. Indonesia,
salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam hayati dan
nonhayati terbesar di dunia.
Page 2
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya
dapat digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA
tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah
kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak
dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan, hewan, mikroorganisme,
sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh SDA
terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam,
penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus
berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang
jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada
proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-
menerus akan habis. Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai
bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan waktu dan proses
yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya
sangat terbatas, minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal
dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun
lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan.
Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaan tahun ini
kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi
berbagai jenis bahan tambang tersebut.
Page 3
1. Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan
Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan adalah upaya
sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam
secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di
masa sekarang dan di masa depan. Pengelolaan sumber daya alam
berkelanjutan didasarkan pada dua prinsip yaitu SDA terutama
SDA yang tidak dapat di perbaharui memiliki persediaan yang
terbatas dehingga harus dijaga ketersediaanya dan gunakan
secara bertanggung jawab. Kedua pertambahan penduduk setiap
tahun meningkat maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh
karena itu potensi sumber daya alam harus mendukung kebutuhan
sekarang dan kebutuhan masa depan. Contoh penerapan
pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan :
1. Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam
2. Menggunakan SDA secara efisien
3. Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
4. Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor aga
memiliki nilai jual yang tinggi dan mengurangi pengunana
barang tambang
5. Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip
yang menggunakan SDA dengan biaya yang murah dan
meminimalkan dapak negatif terhadap lingkungan.
Sumber daya alam dapat dilihat dari 3 kemungkinan pemulihannya
:
1. Sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable flow
resources)
2. Sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan (nonrenewable
atau stock resources)
Page 4
3. Sumber daya alam yang tidak akan habis atau punah
(continous atau inhausetable resources)
I. Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan adalah gerakan pertanian
menggunakan prinsip ekologi, studi hubungan antara organisme
dan lingkungannya. Pertanian berkelanjutan telah didefinisikan
sebagai sebuah sistem terintegrasi antara praktek produksi
tanaman dan hewan dalam sebuah lokasi dan dalam jangka panjang
memiliki fungsi sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan pangan dan serat manusia
Meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam
berdasarkan kebutuhanekonomi pertanian
Menggunakan sumber daya alam tidak terbarukan secara
sangat efisien
Menggunakan sumber daya yang tersedia di lahan pertanian
secara terintegrasi, dan memanfaatkan pengendalian dan
siklus biologis jika memungkinkan
Meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat secara
keseluruhan
Namun tahap menuju pertanian berkelanjutan seringkali
dipandang sebagai sebuah tahapan dan bukan sebagai akhir.
Beberapa menganggap bahwa pertanian berkelanjutan yang
sebenarnya adalah yang berkelanjutan secara ekonomi yang
dicapai dengan: penggunaan energi yang lebih sedikit, jejak
ekologi yang minimal, barang berkemasan yang lebih sedikit,
pembelian lokal yang meluas dengan rantai pasokan pangan
Page 5
singkat, bahan pangan terprosesyang lebih sedikit, kebun
komunitas dan kebun rumah yang lebih banyak, dan
sebagainya. Salah satu contoh pertanian berkelanjutan adalah :
a. Pranoto Mongso (Jawa)
Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh
para tani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur
dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian.
Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso ini
memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti
tanda-tanda alam dalam mongso yang bersangkutan, tidak
memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana
mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya. Melalui
perhitungan pranoto mongso maka alam dapat menjaga
keseimbangannya.
Dengan adanya pemanasan global sekarang ini yang juga
mempengaruhi pergeseran musim hujan, tentunya akan
mempengaruhi masa-masa tanam petani. Namun demikian pranoto
mongso ini tetap menjadi arahan petani dalam mempersiapkan
diri untuk mulai bercocok tanam. Berkaitan dengan tantangan
maka pemanasan global juga menjadi tantangan petani dalam
melaksanakan pranoto mongso sebagai suatu kearifan lokal di
Jawa.
b. Nyabuk Gunung.
Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan
membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Cara
ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro.
Page 6
Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam
bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda
dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam
dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga mempermudah
terjadinya longsor.
c. Tumpang sari
Sistem ‘tumpangsari’ adalah praktek penanaman beragam
biji-bijian sebagai bagian dari peladangan berpindah yang
banyak meniru kompleksitas dan keragaman sistem vegetasi
wilayah sub-tropis dan tropis. Model pertanian ini dilakukan
dengan cara menanam beberapa jenis tanaman yang berbeda dalam
suatu areal atau petak tanah secara bersamaan.Pada awalnya,
sistem pertanian ini dianggap ketinggalan zaman dan tidak
sesuai dengan ilmu pertanian modern karena tidak efisien
secara kuantitas dan kualitas hasil yang akan didapatkan.
Page 7
Akan tetapi terdapat tujuan yang baik dan penting adanya
kearifan lokal ini, yaitu untuk melindungi tanah dari sinar
matahari langsung, mengurangi pemanasan langsung pada
permukaan tanah, menjaga permukaan tanah dari proses erosi,
penggunaan volume tanah secara efisien dan mengurangi
kerentananan tanah dari hama dan serangga perusak. Hal ini
dapat terjadi karena perbedaan kecepatan tumbuh beragam
tanaman tersebut membuat tanah menjadi permanen, di samping
itu juga karena tanahnya selalu ditutupi oleh tanaman tersebut
secara terus menerus serta sistem akar tanaman tersebut yang
bervariasi.
d. Budi Daya Padi Organik
Budi daya padi organik salah satu contoh dari pertanian
berkelanjutan.
II. Pertambangan Berkelanjutan atau Sustainability Mining
Pertambangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
Page 8
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Pertambangan dalam arti yang lebih luas termasuk tambang
minyak, gas alam dan bahkan tambang air tanah.
Wilayah Indonesia dikenal memiliki potensi tambang yang
besar di dunia. Data pada akhir 2008 menunjukkan bahwa sumber
daya batubara mencapai 104.760 juta ton, emas sebesar 4.250
ton, tembaga sebesar 68.960 ribu ton, timah sebesar 650.135
ton dan nikel sebesar 1.878 juta ton (ESDM, 2009). Penerimaan
negara langsung dari subsektor pertambangan umum pada tahun
2009 sekitar Rp51 triliun, yang terdiri atas penerimaan Negara
bukan pajak lebih kurang Rp15 triliun, dan sisanya merupakan
penerimaan negara pajak. Investasi pertambangan tahun 2009
mencapai US$1,8 miliar atau naik sebesar 9,5% dari angka tahun
sebelumnya sebesar US$1,6 miliar (ESDM, 2009).
Sumberdaya mineral mempunyai implikasi yang sangat luas
dalam kehidupan masyarakat karena sumberdaya mineral merupakan
aset yang memberi harapan dalam peningkatan kesejahteraan
rakyat. Oleh karena itu eksploitasi sumberdaya mineral
merupakan kesempatan bagi masyarakat. Dengan demikian industri
pertambangan merupakan industri alternatif yang paling efektif
untuk meningkakan kesejahteraan masyarakat di daerah yang
penduduknya berada dalam kemiskinan struktural.
Di sisi lain industri pertambangan juga merupakan
industri yang menimbulkan berbagai perubahan drastis terhadap
lingkungan sehingga merupakan ancaman terhadap kelestarian
fungsi-fungsi lingkungan dan fungsi-fungsi kehidupan sosial
Page 9
budaya masyarakat. Potensi-potensi positif sektor pertambangan
sering tidak mampu mengkompensasikan potensi-potensi negatif
ini, sehingga industri pertambangan mempunyai potensi konflik
dengan kepentingan masyarakat (Agenda 21, 2001).
Kegiatan usaha pertambangan memiliki ciri-ciri, yaitu
non-renewable (tidak dapat diperbarui), mempunyai resiko
relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak
lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi
dibandingkan pengusahaan komoditi ekonomi lain pada umumnya.
Karena salah satu cirinya tidak dapat diperbaharui maka
pengusaha pertambangan selalu mencari proven reserves(cadangan
terbukti) baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi
dan bertambah dengan adanya penemuan (Poerwanto, 2007).
Hotteling dalam Stiglitz (2007) menawarkan kerangka utuk
menentukan waktu paling tepat mengeluarkan sumber alam dari
perut bumi. Teori ini sebagai basis dari ekstraksi sumberdaya
alam tidak pulih secara optimal. Prinsip model Hotteling
adalah bagaimana mengekstrak sumberdaya mineral secara optimal
dengan kendala stok dan waktu. Implementasi dari teori bagi
pihak perusahaan pertambangan adalah untuk mendapatkan
produksi sumberdaya mineral secara optimal harus mampu
menentukan berbagai faktor produksi yang tepat dengan kendala
waktu dan stok (deposit). Sedangkan bagi pihak pemilik
sumberdaya dalam hal ini, negara harus bersikap mengabaikan
terhadap sumberdaya mineral, apakah akan mengekstrak sekarang
atau pada masa yang akan datang. Jadi sebagai pengambil
kebijakan peran negara sangat menentukan terhadap eksploitasi
sumberdaya mineral yang tidak semata-mata berorientasi ekonomi
Page 10
(economic oriented) tetapi juga harus mempertimbangkan secara
integral baik itu dampak lingkungan, sosial, kesiapan
kelembagaan baik pemerintah maupun masyarakat lokal.
Mengingat sifat tidak terbarukan yang terkandung dalam
sumberdaya mineral, maka eksploitasi sumberdaya mineral harus
mampu menciptakan prakondisi dan kemampuan–kemampuan agar
masyarakat dapat melanjutkan pembangunan setelah sumberdaya
mineral habis di eksploitasi. Proses untuk menciptakan
prakondisi dan proses peningkatan kemampuan–kemampuan
masyarakat secara berkelanjutan inilah yang dimaksud sebagai
proses transformasi sosial. Dengan kata lain, penerapan azas
pembangunan manusia berkelanjutan dalam eksploitasi sumberdaya
mineral adalah untuk menciptakan proses transformasi sosial
secara berkelanjutan.
Ada berbagai macam resiko di bidang pertambangan yaitu
resiko geologi (eksplorasi) yang berhubungan dengan
ketidakpastian penemuan cadangan (produksi), resiko teknologi
yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya, resiko pasar
yang berhubungan dengan perubahan harga, dan resiko kebijakan
pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan harga
domestik. Resiko-resiko tersebut berhubungan dengan besaran-
besaran yang mempengaruhi keuntungan usaha yaitu produksi,
harga, biaya dan pajak. Usaha yang mempunyai risiko lebih
tinggi menuntut pengembalian keuntungan (rate of return) yang
lebih tinggi (Poerwanto, 2007).
Kegiatan pertambangan memiliki sejumlah dampak penting
bagi lingkungan. Rencana kegiatan penambangan dan pengolahan
hasil yang berkaitan langsung dengan dampak yang
Page 11
ditimbulkannya. Kegiatan tambang terdiri dari tahap pra-
konstruksi, operasi, produksi dan pasca tambang:
Sebagai negara penganut “paham” sumber daya alam untuk
kesejahteraan rakyat, Indonesia cenderung menggunakan prinsip
pembangunan berkelanjutan yaitu mengolah kekayaan sumberdaya
alam dan energi secara bijaksana agar kondisi lingkungan tetap
lestari dan bermutu tinggi. Lingkungan yang lestari,
pembangunan akan tetap berlangsung dari generasi ke generasi,
dan lingkungan yang lestari hanya dapat dilahirkan dari pola
pikir yang memiliki rasa bijak lingkungan yang besar (Naiola,
1996). Usaha pertambangan mineral tidak hanya sekedar
pemenuhan keuntungan (aspek ekonomi) dari pengelolaan sumber
daya mineral, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan sosial
dan lingkungan.
Kebutuhan Sosial
Dalam konteks industri pertambangan, misalnya dengan
memberikan kesempatan berusaha dan mengembangkan usaha bagi
masyarakat kecil melalui pemberian pinjaman modal (peningkatan
sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas yang mampu
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan lain-lain.
Keberpihakan terhadap kelompok masyarakat miskin, masyarakat
di perdesaan, wanita dan anak-anak, ataupun kelompok
masyarakat lain yang selama ini diabaikan, perlu dilakukan
sehingga tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
sekaligus pemerataan dan pengentasan kemiskinan dapat
terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat
adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam
mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Page 12
Kecenderungan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah
tidak memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang
tidak memiliki harga, seperti nilai-nilai intrinsik sumberdaya
alam maupun beban sosial masyarakat akibat pemanfaatan
sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini
selanjutnya menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri
(terutama eksternalitas negatif) yang sangat merugikan
masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat harus menanggung
beban/biaya sosial yang timbul dalam setiap pemanfaatan
sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”. Beban/biaya
sosial terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat saat ini
maupun masyarakat dimasa yang akan datang adalah penurunan
kualitas kehidupan dan lingkungan, yang tentu saja dalam
jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang
berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan
berkelanjutan tidak akan tercapai).
Penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan
(baik nilai ekstrinsik maupun intrinsiknya) sangat diperlukan
untuk menghindari, setidaknya mengurangi, eksternalitas.
Jikalau eksternalitas telah terjadi, maka upaya-upaya
internalisasi berbagai dampak keluar (eksternalitas) harus
dilakukan, misalnya dengan bentuk-bentuk kompensasi. Dengan
demikian, segala aktifitas yang ditujukan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi ataupun efisiensi kapital (tujuan ekonomi)
akan tetap memperhatikan pengelolaan yang berkelanjutan.
Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan,
kebijaksanaan lingkungan yang lebih menekankan pada konservasi
dan perlindungan sumberdaya, perlu memperhitungkan mereka yang
Page 13
masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk mendukung
kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan
memberikan dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan
mempengaruhi keberhasilan jangka panjang dalam upaya
konservasi sumberdaya dan lingkungan.
Selain itu, masalah hak kepemilikan merupakan faktor
penentu dalam pemanfaatan sumberdaya yang efisien, merata dan
berkelanjutan. Sumberdaya yang dimiliki oleh umum (tidak jelas
hak kepemilikannya) telah mengarah pada sumberdaya akses
terbuka (open access), dimana dalam keadaan ini, siapapun
dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada tanpa sedikitpun
mempunyai insentif untuk memelihara kelestariannya. Pengukuhan
hak-hak kepemilikan akan memperjelas posisi kepemilikan suatu
pihak sehingga pihak tersebut dapat mencapai kelestarian
(upaya konservasi) dan mempertahankan apa yang telah menjadi
miliknya dari intervensi maupun ancaman dari pihak luar.
Kebutuhan Lingkungan
Pengelolaan limbah pertambangan mineral yang telah
dilakukan oleh perusahaan pertambangan masih belum mampu
mengatasi terjadinya degradasi kualitas lingkungan bio-fisik
dan masalah social kemasyarakatan, meskipun beberapa kegiatan
pertambangan telah berorientasi pada industri bersih yang
berwawasan lingkungan. Perubahan lingkungan di sekitar
pertambangan dapat terjadi setiap saat, sehingga manajemen
pengelolaan limbah yang efektif menjadi indikator
keberlanjutan usaha pertambangan mineral.
Sistem pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan diharapkan
dapat mencegah dampak pencemaran terhadap daya dukung
Page 14
lingkungan, perubahan perilaku sosial kemasyarakatan serta
pertumbuhan sektor ekonomi informal yang tidak terkendali.
Untuk itu seyogyanya pengelolaan lingkungan pertambangan
mineral dituangkan dalam suatu kebijakan yang sistematis dan
terarah secara berkelanjutan
III. Industri Berkelanjutan
Era industrialiasi yang saat ini terjadi, membawa
perubahan baru bagi pembangunan ekonomi di berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Saat ini, sektor industri merupakan
sektor prioritas yang diharapkan mampu menjadi katalis bagi
pertumbuhan ekonomi, Di Indonesia, kontribusi sektor industri
terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) diperkirakan mencapai
24,3%, lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor
industri juga berperan strategis dalam meningkatkan daya saing
ekonomi, karena sektor ini berperan penting dalam upaya
perluasan lapangan kerja, pemasukan ekonomi, sampai pada
pengurangan tingkat kemiskinan nasional.
Derasnya upaya untuk terus mengembangkan industri
nasional, di sisi lain ternyata membawa dampak negatif
terutama pada sektor lingkungan. Dampak negatif ini karena
sektor industri seringkali menyebabkan pencemaran udara, air,
Page 15
suara, dan sampah bagi lingkungan sekitarnya. Dengan kerusakan
lingkungan ini, efek selanjutnya adalah menurunnya kualitas
kehidupan masyarakat karena degradasi di sektor lingkungan
menyebabkan banyak aktivitas menjadi tidak bisa dilakukan.
Apabila kita bercermin ke belakang, beberapa kerusakan
lingkungan terjadi disebabkan oleh buruknya penanganan
terhadap lingkungan yang berasal dari sektor industri Beberapa
kejadian ini diantaranya adalah kasus pencemaran Teluk Buyat
di Sulawesi akibat dari pembuangan limbah tailing, pembuangan
limbah pabrik di Sungai Cikijing selama puluhan tahun, maupun
pencemaran akibat penambangan emas di sepanjang sungai di
Kalimantan.
Dari fakta tersebut, dapat dilihat bahwa pembangunan
industri dan upaya pelestarian lingkungan masih sering dilihat
seperti dua sisi koin yang bertentangan. Padahal apabila mau
disadari, aspek industri dan lingkungan hidup bisa berjalan
secara sinergis maupun sinkronis untuk mencapai suatu tujuan.
Peningkatan kualitas lingkungan, akan sangat membantu sektor
industri dalam membangun daya saingnya, begitu juga
sebaliknya. Sehingga, untuk bisa terus berkelanjutan, industri
harus memasukkan aspek lingkungan hidup ke dalam hitungan atau
analisa pembangunan dan pengembangan industri tersebut. Dari
pemahaman ini, selanjutnya dikembangkan suatu konsep yang
diterapkan dalam pembangunan industri, yaitu konsep Eco-
Industry atau industri ramah lingkungan yang bisa diartikan
bahwa suatu kegiatan industri harus memperhatikan aspek
lingkungan dalam pengoperasiannya, mulai dari rantai awal
produksinya sampai pada ketika produk tersebut dipasarkan.
Page 16
Di Indonesia adanya industri ramah lingkungan menjadi
suatu keharusan karena sektor industri masih sering membawa
dampak negatif bagi sektor lingkungan. Sampai saat ini dapat
dilihat bahwa 30% limbah cair yang dibuang ke sungai berasal
dari industri, kemudian emisi yang dihasilkan oleh sektor
industry sebesar 27% dari total emisi nasional. Begitu juga
apabila kita melihat tingginya konsumsi energi yang dilakukan
oleh pihak industri, yaitu sebesar 49,4% dari total konsumsi
energi nasional. Tingginya tingkat konsumsi energi ini akan
membawa dampak yang merugikan baik bagi pelaku industry karena
harus membayar biaya yang mahal untuk energi, maupun bagi
negara yaitu dengan menipisnya cadangan energi. Hal inilah
yang perlu mendapat perhatian serius bagi bangsa ini, yaitu
bagaimana caranya agar sektor industri tersebut melakukan
konservasi energi. Apalagi di tengah ancaman krisis energi
yang terus membayangi, semakin membuat industri di Indonesia
harus bisa mencari cara untuk mengoptimalisasi energi yang
ada.
Dengan penerapan konsep Eco-Industry ini diharapkan juga
bisa membuat industri semakin kompetitif karena industri akan
bisa meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber dayanya,
yang akan berpengaruh pada struktur biaya di industri
tersebut. Hal ini nantinya akan mempengaruhi harga produk
industri tersebut menjadi lebih kompetitif, dan daya saing
dapat ditingkatkan.
Penerapan Eco-Industry di Indonesia dapat dilakukan
secara jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk penerapan
jangka pendek, dilakukan melalui penerapan standar lingkungan
Page 17
khusus yang mengatur industri di Indonesia mulai dari
regulasi sampai pada pengklasifikasian mengenai industri ramah
lingkungan beserta komponen-komponen untuk menilainya. Hal ini
dilakukan agar penilaian untuk industri ramah lingkungan
benar-benar terstandar. Selain itu, dari klasifikasi yang
dilakukan kemudian dibuat sistem insentif bagi pelaku industri
yang ramah lingkungan dan disinsentif bagi industri yang
merusak lingkungan. Insentif yang dilakukan misalkan melalui
insentif pemotongan pajak kepada industri yang taat lingkungan
berdasarkan klasifikasi yang sebelumnya dibuat. Hal ini agar
pihak industry bisa lebih terdorong untuk menerapkan prinsip
Eco-Industry. Secara jangka panjang, penerapan prinsip Eco-
Industry dilakukan melalui pengembangan Eco-Industrial Park,
yang merupakan kawasan industri ramah lingkungan. Pengembangan
kawasan ini berdasarkan klasterisasi industri yang ada di
Indonesia agar kawasan tersebut bisa menjadi kawasan yang
kompetitif dengan peningkatan performa ekonomi, maupun dapat
berintegrasi dengan komunitas dan lingkungan sekitarnya.
Berikut kegiatan kearifan lokal di bidang indutri:
a. Adanya pembatasan penggunaan hutan di Kalimantan dan
Jawa
b. Adanya pelarangan untuk kegiatan industri pada daerah
tertentu
c. Adanya pengembangan industri hasil seni suatu daerah
d. Adanya pelarangan menggunakan bahan-bahan kimia dalam
mengolah industri
e. Pemanfaatan hasil alam dalam pengolahan industry
Page 18
IV. Pariwisata berkelanjutan
Pariwisata apapun jenis dan namanya, hendaknya dapat
dibangun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Menurut United Nation (2002)
prinsip-prinsip tersebut adalah:
Prinsip pertama adalah pembangunan pariwisata harus dapat
dibangun dengan melibatkan masyarakat lokal , visi
pembangunan pariwisata mestinya dirancang berdasarkan ide
masyarakat lokal dan untuk kesejahteraan masyarakat lokal
. Pengelolaan kepariwisataan yang telah dibangun mestinya
juga melibatkan masyarakat lokal sehingga masyarakat
lokal akan merasa memiliki rasa memiliki untuk perduli
terhadap keberlanjutan pariwisata. Masyarakat lokal
harusnya menjadi pelaku bukan menjadi penonton.
Prinsip kedua adalah menciptakan keseimbangan antara
kebutuhan wisatawan dan masyarakat. Kepentingan
pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah tujuan yang
didasarkan atas kerelaan untuk membentuk kualitas
destinasi yang diharapkan oleh wisatawan. Keseimbangan
tersebut akan dapat terwujud jika semua pihak dapat
bekerjasama dalam satu tujuan sebagai sebuah komunitas
yang solid. Komunitas yang dimaksud adalah masyarakat
lokal , pemerintah lokal , industri pariwisata, dan
organisasi kemasyarakat yang tumbuh dan berkembang pada
masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan.
Prinsip ketiga adalah pembangunan harus melibatkan para
pemangku kepentingan, dan melibatkan lebih banyak pihak
akan mendapatkan input yang lebih baik. Pelibatan para
Page 19
pemangku kepentingan harus dapat menampung pendapat
organisasi kemasyarakatan lokal , melibatkan kelompok
masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan, melibatkan
asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam masyarakat
yang berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.
Prinsip keempat adalah, memberikan kemudahan kepada para
pengusaha lokal dalam sekala kecil, dan menengah. Program
pendidikan yang berhubungan dengan kepariwisataan harus
mengutamakan penduduk lokal dan industri yang berkembang
pada wilayah tersebut harus mampu menampung para pekerja
lokal sebanyak mungkin.
Prinsip kelima adalah, pariwisata harus dikondisi untuk
tujuan membangkitkan bisnis lainnya dalam masyarakat
artinya pariwisata harus memberikan dampak pengganda pada
sector lainnya, baik usaha baru maupun usaha yang telah
berkembang saat ini.
Prinsip keenam adalah adanya kerjasama antara masyarakat
lokal sebagai pencipta atraksi wisata dengan para
operator penjual paket wisata, sehingga perlu dibangun
hubungan kerjasama yang saling menguntungkan.
Page 20
LOMBOK
Prinsip ketujuh adalah, pembangunan pariwisata harus
mampu menjamin keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi
masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi yang
akan datang. Adanya anggapan bahwa pembangunan
pariwisata berpotensi merusak lingkungan jika dihubungkan
dengan peningkatan jumlah wisatawan dan degradasi daerah
tujuan pariwisata adalah sesuatu yang logis (Hunter dan
Green, 1995). Wujud hubungan ini adalah konsep tentang
daya dukung yang menunjukkan suatu pendekatan manajemen
yang memungkinkan pertumbuhan dalam batas yang dapat
diterima (Johnson dan Thomas, 1996).
Prinsip kedelapan adalah pariwisata harus bertumbuh dalam
prinsip optimalisasi bukan pada exploitasi. Strategi
manajemen kapasitas akan menjadi pilihan yang terbaik,
walaupun saat ini masih mengalami kontroversi yang cukup
tajam. Konsep ini merupakan kebutuhan yang semestinya
diakui untuk membatasi dan menjadi kendali atas dimensi-
dimensi pembangunan pariwisata yang dapat mengancam
berkelanjutan penggunaan sumber daya yang terbatas, pada
saat yang bersamaan, konsep tersebut berhadapan dengan
keinginan untuk memaksimalkan peluang sebagai tujuan
pertumbuhan dan mewujudkan manfaat potensial yang terkait
dengan pengunjung yang semakin meningkat.
Prinsip kesembilan adalah harus ada monitoring dan
evaluasi secara periodic untuk memastikan pembangunan
pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan
berkelanjutan. Mestinya pembagunan pariwisata dapat
Page 21
diletakkan pada prinsip pengelolaan dengan manajemen
kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas obyek wisata
tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas social, dan
kapasitas sumberdaya yang lainnya sehingga dengan
penerapan manajemen kapasitas dapat memperpanjang daur
hidup pariwisata itu sendiri sehingga konsepsi konservasi
dan preservasi serta komodifikasi untuk kepentingan
ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan pembangunan
pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan.
Prinsip kesepuluh adalah harus adalah keterbukaan
terhadap penggunaan sumber daya seperti penggunaan air
bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumberdaya
lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan
Prinsip kesebelas adalah melakukan program peningkatan
sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan,
dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata sehingga
dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk bekerja
sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan sesuai
dengan bidangnya masing-masing sehingga program
sertifikasi akan menjadi pilihan yang tepat.
Prinsip keduabelas adalah terwujudnya tiga kualitas yakni
pariwisata harus mampu mewujudkan kualitas hidup ”quality
of life” masyarakat lokal, pada sisi yang lainnya
pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha
”quality of opportunity” kepada para penyedia jasa dalam
industri pariwisata dan sisi berikutnya dan menjadi yang
terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman
wisatawan ”quality of experience”.
Page 22
2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berdasarkan Prisip
Ekoefisiensi
Prinsip eko-efisiensi adalah bahwa bahan dan energi yang
tidak termanfaatkan dalam suatu sistem proses produksi akan
terbuang menjadi limbah (padat, cair, dan gas) dan menyebabkan
peningkatkannya social cost untuk proses lanjutannya, dengan
meningkatkan efisiensi semakin banyak bahan dan energi yang
termanfaatkan dalam proses produksi sehingga semakin sedikit
yang terbuang. Ditinjau dari aspek ekonomi, peningkatan
efisiensi akan mengurangi bahan baku sebagai faktor produksi
dan energi yang dibutuhkan, sehingga biaya produksi turun dan
berpotensi untuk meningkatkan profit. Sedangkan dari aspek
lingkungan hidup berarti makin sedikit bahan baku dan energi
yang terbuang percuma, sehingga semakin sedikit limbah yang
dihasilkan maka dampak terhadap lingkungan hidup dapat
ditekan. Hal itu dapat diterapkan dalam pemanfaatan Hutan,
Lahan Pertanian, Tambang, Air, Industri, dan Pemenuhan Sumber
Energi.
a. Sumber Daya Pertanian
Pola tanam merupakan pengaturan lahan pertanian. Pola
tanam adalah pengaturan peggunaan lahan pertanian dalam jangka
waktu tertentu. Pola tanam dibedakan sebagai berikut :
1. Monokultur
Page 23
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara
budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman
pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak
paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri
pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur
menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan
perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin
pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena keseragaman
tanaman yang ditanam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman
kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman
(OPT, seperti hama dan penyakit tanaman).
2. Multikultur
Pertanaman campuran atau polikultur adalah usaha pertanian
yang membudidayakan berbagai jenis tanaman pertanian pada
lahan yang sama. Sistem ini meniru keanekaragaman ekosistem
alami dan menghindari pertanaman tunggal atau monokultur.
Tumpang sari dan wanatani termasuk ke dalam praktek pertanaman
campuran. Polikultur merupakan salah satu prinsip permakultur.
Polikultur membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, namun
memiliki keuntungan lebih dibandingkan monokultur:
Page 24
Keanekaragaman tanaman pertanian menghindari penularan
penyakit tanaman secara luas seperti yang umum terjadi di
pertanian monokultur. Sebuah studi di China melaporkan bahwa
penanaman beberapa varietas padi dalam satu lahan meningkatkan
hasil dikarenakan turunnya persebaran penyakit, sehingga
pestisida tidak dibutuhkan.Keanekaragaman yang lebih tinggi
menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah dan polinator
yang menguntungkan.
b. Sumber Daya Pertambangan
Pertambangan konvesional memiliki dampak negatif yang
tinggi akibat penggunaan metode pertambangan lama. Jika
melihat data yang menunjukkan besarnya kerusakan lingkungan
yang disebabkan eksplorasi mineral dan minyak bumi, metode
pertambangan baru yang lebih ramah terhadap lingkungan perlu
dikembangkan. Oleh sebab itu, prinsip ekoefisiensi dapat
diterapkan pada sektor pertambangan.
Page 25
Pertambangan yang menggunakan prinsip ekoefisiensi
menggunakan perencanaan terpadu untuk mengurangi dampak
negatif pada lingkungan.Selain itu, proses rehabilitasi suatu
lahan postmining harus dapat segera mengembalikan daya dukung
ekologi pada makhluk hidup. Keselarasan lingkungan dengan
proses pertambangan akan menjaga kesimbangan ekosistem alam
sekitar.
c. Sumber Daya Industri
Industri merupakan sektor ekonomi yang sangat penting bagi
pembangunan dan perkembangan ekonomi masyarakat sekitarnya.
Namun , dampak pencemaran industri sangat buruk bagi
lingkungan. Polusi udara dan air menjadi hal yang menakutkan
baik bagi makhluk hidup maupun masyarakat sekitar. Prinsip
ekoefisiensi dapat manjadi solusi bagi perkembangan industri
tanpa harus mengorbankan kelestarian alam
Industri yang ditata dengan dukungan berbagai ahli dapat
mengurangi dampak pencemaran lingkungan secara signifikan.
Tata letak dan insentif ekonomi yang menarik investor dapat
menumbuhkan pusat- pusat industri yang maju dan terkendali.
Pusat industri tersebut dibangun pada lahan yang jauh dari
Page 26
populasi penduduk dan memiliki sistem pembuangan yang modern.
d. Sumber Daya Pariwisata
Pariwisata dapat dikembangkan beriringan dengan pelestarian
lingkungan. Pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat
diwujudkan dengan mengolah dan mengembangkan potensi alam
seperti danau, gunung, laut, lembah, dan hutan.
o Agrowisata
Agrowisata adalah aktivitas wisata yang melibatkan
penggunaan lahan pertanian atau fasilitas terkait (misal silo
dan kandang) yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Agrowisata memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung,
wisata petik buah, memberi makan hewan ternak, hingga restoran
di atas laut. Agrowisata merupakan salah satu potensi dalam
pengembangan industri wisata di seluruh dunia.
Di Indonesia, daya tarik wisata sebagian besar masih berupa
wisata bahari dan wisata budaya, sedangkan wisata berbasis
perkebunan masih belum berkembang pesat karena kepemilikannya
masih belum banyak. Contoh agrowisata di Indonesia terdapat di
Cinangneng, Tenjolaya, Bogor berupa pembudidayaan sayur dan
Page 27
buah, wisata kebun salak di Sleman, Yogyakarta, dan wisata
perkebunan teh di Puncak, Bogor.
o Ekowisata
Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan
pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan
aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya
ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan
pendidikan.
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif
pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini
bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli
lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan
pelaku bisnis pariwisata itu sendiri
Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya
lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat
setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam
lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat.ada mulanya
ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek
wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses
kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun
Page 28
memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi.
Ekowisata dapat dilakukan pada tempat tempat berikut :
a. Cagar Alam
Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena
keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami. Contoh kawasan yang
dijadikan cagar alam di Indonesia adalah Cagar Alam Pananjung
Pangandaran di Jawa Barat, Cagar Alam Nusakambangan Barat dan
Cagar Alam Nusakambangan Timur di Jawa Tengah.
b. Marga Satwa
Suaka margasatwa (Suaka: perlindungan; Marga: turunan;
satwa: hewan) adalah Hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai
suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi
ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan
kebanggaan nasional.
Page 29
Pelestarian dapat dilakukan secara sengaja atau alami untuk
menjaga kelangsungan hidup tumbuhan tersebut. Adanya taman
nasional dan cagar alam menjadi media dan sarana bagi
pelestarian serta perlindungan jenis flora dan fauna khas di
Indonesia. Melalui adanya upaya konservasi diharapkan
keberadaan flora dan fauna tersebut tetap terjaga dari ambang
kepunahan sehingga kelestarian keanekaragaman hayati flora dan
fauna Indonesia tetap terjaga pada masa yang akan datang.
c. Taman Nasional
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional
Page 30
didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Saat ini terdapat 50 Taman Nasional di Indonesia, yang
pengelolaannya di bawah Kementerian Kehutanan Republik
Indonesia. Enam diantaranya, nal Gunung Leuser di Sumatera
Utara dan Aceh, Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi dan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, juga di
termaksud Situs Warisan Dunia UNESCO yang tergabung sebagai
Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera.
d. Taman Hutan Raya
Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk
tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan
alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi
kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahuan
dan pendidikan. Juga sebagai fasilitas yang menunjang
budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Adapun kriteria
Page 31
yang ditetapkan sebagai penunjukkan kawasan Taman hutan raya,
adalah sebagai berikut :
Merupakan kawasan yang memiliki suatu ciri khas
tersendiri, baik asli maupun buatan. Yang mana bisa
terdapat pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh
ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.
Memiliki keindahan alam dan atau mempunyai gejala alam,
misalnyanya ada terdapat sumber air panas bumi.
Mempunyai luas yang memungkinkan untuk pembangunan
koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan
ataupun bukan asli.
Kawasan Taman hutan raya dikelola oleh pemerintah, dalam
hal ini di Indonesia dikelola oleh Kementerian Kehutanan
R.I dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman
hayati dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan
taman hutan raya dikelola berdasarkan satu rencana
pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek
ekologi, teknis, ekonomis dan sosial.
e. Taman Wisata Alam
Taman Wisata Alam adalah Hutan Wisata yang memiliki kekayaan
alam, baik keindahan nabati, keindahan hewani, maupun
keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Taman
Wisata Alam Linggarjati adalah salah satu objek wisata alam di
Kabupaten Kuningan. Linggarjati adalah salah satu tempat titik
awal pendakian ke Gunung Ciremai. Kawasan hutan Linggarjati
seluas 11,51 Ha. Ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA)
Page 32
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
53/Kpts/Um/2/1975 tanggal 17-2-1975.
Kawasan ini merupakan bagian yang terpisah dari kawasan
hutan lindung Gunung Ciremai yang ditetapkan sejak tahun 1924
oleh pemerintah Belanda. Taman Wisata Alam Linggarjati
terletak di Desa Linggarjati Kecamatan Cilimus Kabupaten
Kuningan,secara astronomis terletak di antara 6 derajat 47°’ –
6 derajat 58° LS dan 108 derajat 30° – 108 derajat 30° BT. Di
samping panorama alam yang indah Taman Wisata Alam Linggarjati
memiliki hawa yang sejuk dan segar. Tidak jauh dari lokasi TWA
ini juga terdapat bangunan yang bernilai sejarah, yaitu gedung
tempat berlangsungnya perjanjian Linggarjati antara Pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang mempunyai daya tarik
tersendiri.
Page 33
B.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam
Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Pengertian dan Tujuan Amdal
Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari
kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak
terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan
minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dan ketersediaan atau
sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan
kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi
pemenuhan berbagai kebutuhannya.
Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang disebabkan
oleh exploitasi sumberdaya pada proses pembangunan
berkelanjutan, maka pembangunan dilaksanakan berdasarkan pada
sistem analisis mengenai dampak lingkungan yang disingkat
AMDAL.
AMDAL menurut PP No.27 Tahun 1999 adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Page 34
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu
proses studi formal yang dipergunakan untuk memperkirakan
dampak terhadap lingkungan oleh adanya atau oleh rencana
kegiatan proyek yang bertujuan memastikan adanya masalah
dampak lingkungan yang perlu dianalisis pada tahap awal
perencanaan dan perancangan proyek sebagai bahan pertimbangan
bagi pembuat keputusan. Peraturan tentang kewajiban membuat
AMDAL diatur dalam peraturan berikut:
1. UU No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994
tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 98 Tahun 1996
tentang Pedoman Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Berikut ini 4 hal yang tercakup dalam studi AMDAL.
1. Penyajian informasi lingkungan (PIL) dan analisis dampak
lingkungan (Amdal) untuk studi bagi kegiatan yang
direncanakan
2. Penyajian evaluasi lingkungan (PEL) dan studi evaluasi
lingkungan (SEL) bagi studi untuk kegiatan yang telah
berjalan
3. Rencana kelola lingkungan (RKL), studi yang merencanakan
pengelolaan dampak kegiatan kepada lingkungannya.
4. Rencana pemantauan lingkungan (RPL), studi pemantauan
pengelolaan lingkungan.
Page 35
5. Kerangka Acuan (KA), kerangka acuan yang memberikan dasar
arahan pelaksanaan SEL atau AMDAL dengan merinci hal-hal
yang perlu dilaksanakan dan bersifat khusus untuk
kegiatan yang telah berjalan atau sedang direncanakan.
Dalam pelaksanaannya yang menjadi tujuan AMDAL yaitu :
1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.
2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan
lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
3. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan
pemantau lingkungan hidup.
4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang
ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
5. Memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif
6. Digunakan untuk mengambil keputusan tentang
penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan.
Komponen-Komponen AMDAL
AMDAL terdiri atas lima komponen, yaitu sebagai berikut.
a. Studi Pra-Proyek
Studi pra-proyek dilakukan guna mengukur dan
memperkirakan perubahan keadaan lingkungan. Pengukuran
ini dilakukan bedasarkan pada data baik data fisik,
kimia, biologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya.
b. Laporan Penilaian
Laporan penilaian adalah laporan yang disusun dari hasil
studi pra-proyek yang berupa kemungkinan yang akan
terjadi jika proyek tersebut berjalan.
c. Pembuatan Keputusan
Page 36
Proses pembuatan keputusan berdasarkan pada laporan
penilaian serta hasil prediksi pengaruh proyek terhadap
lingkungan kelak. Namun kenyataan dalam pengambilan
keputusan ini sangat dipengaruhi oleh nuansa politik.
d. Persetujuan Proyek
Persetujuan proyek mengandung rekomendasi dari hasil
analisis interaksi antara proyek dengan lingkungan,
contohnya adalah proyek dapat disetujui dengan
rekomendasi akan dilakukannya usaha-usaha untuk
memperkecil pengaruh negatif terhadap lingkungan.
e. Pemantauan Proyek
Pemantauan proyek dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahun,
untuk memantau sudahkah proyek tersebut berjalan sesuai
dengan yang direkomendasikan dan disetujui proyek.
Pihak - pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
a. Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai
dokumen AMDAL.
b. Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggung jawab
atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan
dilaksanakan, dan
c. Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang
terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses
AMDAL.
Pendekatan Studi Amdal
Ada 4 macam pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan AMDAL kegiatan tunggal
Diperuntukkan bagi satu jenis usaha di bawah satu
instansi yang membidangi usaha tersebut. Contohnya
Page 37
pembangunan jalan tol, PLTU, lapangan golf, masjid agung,
rumah sakit, sekolah, dll.
2. Pendekatan AMDAL kegiatan terpadu atau multisektor
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang memilki sistem
terpadu dan melibatkan lebih dari satu instansi yang
membidangi usaha tersebut. Contohnya pembangunan hutan
tanaman industri, industri pulp, permukiman terpadu,
dll.
3. Pendekatan AMDAL kegiatan dalam kawasan
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang berkokasi di dalam
suatu kawasan zona pengembangan wilayah pada satu
hamparan ekosistem. Contohnya pembangunan kawasan
industri, kawasan pariwisata, dll.
4. Pendekatan AMDAL kegiatan regional
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang saling terkait dan
merupakan kewenangan lebih dari satu instansi, wilayah
administratif, dan hamparan ekosistem. Contohnya
pembukaan dan pengelolaan gambut sejuta hektar, reklamasi
pantai utara Jawa melibatkan provinsi Jakarta dan Banten.
Langkah-langkah Prosedur Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL)
1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Penapisan bertujuan untuk memilih rencana pembangunan
mana yang harus dilengkapi dengan analisis mengenai
dampak lingkungan. Langkah ini sangat penting untuk
pemrakarsa untuk dapatmengetahui sedini mungkin apakah
proyeknya akan terkena AMDAL. Hal ini berkenaan dengan
rencana anggaran dan waktu. Di Indonesia penapisan
Page 38
dilakukan dengan daftar positif seperti ditentukan dalam
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Kepmen-11/MENLH/4/1994.
2. Pelingkupan
Pelingkupan (scoping) ialah penentuan ruang lingkup studi
ANDAL, yaitu bagian AMDAL yang terdiri atas identifikasi,
prakiraan dan evaluasi dampak. Pelingkupan ANDAL
nampaknya adalah suatu hal yang lumrah yang tidak perlu
dibicarakan. Untuk dapat melakukan pelingkupan haruslah
dilakukan identifikasi dampak. Pada tahap pertama
diusahakan untuk mengidentifikasi dampak selengkapnya.
Dari semua dampak yang teridentifikasi ini kemudian
ditentukan dampak mana yang penting. Dampak penting
inilah yang dimasukkan ke dalam ruang lingkup studi
ANDAL, sedangkan dampak yang tidak penting dikeluarkan.
3. Kerangka Acuan
Kerangka acuan ialah uraian tugas yang harus dilakukan
dalam studi ANDAL. Kerangka acuan dijabarkan dari
pelingkupan sehingga KA memuat tugas-tugas yang releven
dengan dampak penting. Dengan KA yang demikian itu studi
ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting. Karena KA
didasarkan pada pelingkupan dan pelingkupan mengharuskan
adanya identifikasi dampak penting maka pemrakarsa
haruslah mempunyai kemampuan untuk melakukan identifikasi
dampak penting itu, baik sendiri ataupun dengan bantuan
konsultan
4. ANDAL
Page 39
Di dalam studi ANDAL hanya diprakirakan dan dievaluasi
dampak penting yang teridentifikasi dalam pelingkupan dan
tertera dalam KA sehingga penelitian ANDAL terfokus pada
dampak penting saja. Dampak yang tidak penting diabaikan.
Dengan penelitian yang terfokus perhitungan untuk
memprakirakan besarnya dan pentingnya dampak juga menjadi
terbatas. Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan
menggunakan metode yang sesuai dalam bidang yang
bersangkutan. Metode itu mungkin telah ada, tetapi
mungkin juga harus dikembangkan atau dimodifikasi dari
metode yang ada. Dalam hal ini diperlukan pakar yang
menguasai bidang yang diliput dalam AMDAL tertentu.
5. Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan
Lingkungan
Dalam pengelolaan lingkungan pemantauan merupakan
komponen yang esensial. diperlukan sebagai sarana untuk
memeriksa apakah persyaratan lingkungan dipatuhi dalam
pelaksanaan proyek. Informasi yang didapatkan dari
pemantauan juga berguna sebagai peringatan dini, baik
dalam arti positif maupun negatif, tentang perubahan
lingkungan yang mendekati atau melampaui nilai ambang
batas serta tindakan apa yang perlu diambil. Juga untuk
mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalam ANDAL,
sesuai dengan dampak yang terjadi. Karena itu pemantauan
sering juga disebut post-audit dan berguna sebagai masukan
untuk memperbaiki ANDAL di kemudian hari dan untuk
perbaikan kebijaksanaan lingkungan.
6. Pelaporan
Page 40
Pada akhirnya setelah semua pekerjaan itu selesai
ditulislah hasil penelitian dalam laporan. Pada umumnya
laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu ringkasan
eksekutif, laporan utama, dan lampiran. Pembagian dalam
tiga bagian mempunyai maksud untuk dapat mencapai dua
sasaran kelompok pembaca. Sasaran pertama adalah para
pengambil keputusan pada pihak pemrakarsa (direktur dan
direktur utama) maupun pemerintah (direktur, direktur
jenderal, dan menteri) yang berkepentingan dengan proyek
tersebut.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup
(KA-ANDAL
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang
menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu
direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
MANFAAT AMDAL
Manfaat AMDAL secara umum adalah menjamin suatu
usaha atau kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan.
Layak secara lingkungan berarti kegiatan tersebut sesuai
dengan peruntukkannya sehingga dampak yang ditimbulkan dapat
ditekan.
a. Manfaat AMDAL khususnya bagi pemerintah
Page 41
1) Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2) Menghindari konflik dengan masyarakat.
3) Menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
4) Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
b. Manfaat AMDAL bagi pemrakarsa,
1) Menjamin keberlangsungan usaha.
2) Menjadi referensi dalam peminjaman kredit.
3) Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar.
4) Sebagai bukti ketaatan hukum.
c. Manfaat AMDAL bagi masyarakat
1) Mengetahui sejak dini dampak dari suatu kegiatan.
2) Melaksanakan kontrol.
3) Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
C. Sertifikat Ekolabel dalam Pengendalian Lingkungan
Pengertian EKOLABEL
Ekolabel merupakan salah satu sarana penyampaian
informasi yang akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan
kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk
(barangatau jasa), komponen atau kemasannya.
Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk
mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di
pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungansecara
berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau
pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk,
atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi,
Page 42
pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang
disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi
kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait
dengan produk tersebut. Ekolabel dapat dibuat oleh produsen,
importir, distributor, pengusaha ‘retail’atau pihak manapun
yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut.
Tujuan dan Manfaat Ekolabel
Ekolabel dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar
memilih produk-produk yang memberikan dampak lingkungan yang
lebih kecil dibandingkan produk lain yang sejenis. Penerapan
ekolabel oleh para pelaku usaha dapat mendorong inovasi
industri yang berwawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel
dapat memberikan citra yang positif bagi ‘brand’ produk maupun
perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar,
yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing
di pasar.
Bagi konsumen, manfaat dari penerapan ekolabel adalah
konsumen dapat memperoleh informasi mengenai dampak lingkungan
dari produk yang akandibeli/digunakannya. Karena kepentingan
tersebut, konsumenjuga memiliki kesempatan untuk berperan
serta dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam
pemilihan kategori produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan
ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan kepedulian dan
kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan
produk tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja,
namun juga oleh faktor pertimbangan lingkungan.
Page 43
Ukuran keberhasilan ekolabeldapat dilihat dari adanya
perbaikan kualitas lingkungan yang dapat dikaitkan langsung
dengan produksi maupun produk yang telah mendapat ekolabel.
Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha
dalam menerapkan ekolabel juga menjadi indikator penting
keberhasilan ekolabel
Prinsip –Prinsip Ekolabel
Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang
dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses
produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah
penggunaan,memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil
dibandingkan produk lain yangsejenis. Ekolabel akan memberikan
informasi kepada konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada
dalam suatu produk tertentu yang membedakannya dengan
produklain yang sejenis.
Lembaga Ekolabel Indonesia ( LEI )
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah organisasi non-
profit yang mengembangkan sistem sertifikasi hutan untuk
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Untuk menjaga
Page 44
betul kredibilitas hasil sertifikasi maka proses sertifikasi
LEI dibagi menjadi 5 tahapan, yang memisahkan antara proses
pengambilan data dengan proses pengambilan keputusan. Di
setiap proses yang krusial selalu melibatkan stakeholder di
dalamnya.
Tahap 1: Mengirimkan aplikasi sertifikasi
Pengiriman aplikasi sertifikasi kepada Lembaga
Sertifikasi yang sudah diakreditasi oleh LEI.
Tahap 2: Pra-penilaian lapangan.
Penilaian atas dokumen pengusahaan hutan, pelingkupan
lapangan, dan rekomendasi dari panel pakar untuk
meneruskan atau menghentikan proses sertifikasi.
Rekomendasi untuk meneruskan dapat berupa rekomendasi
untuk menempuh proses sertifikasi bertahap atau langsung
ke tahap penilaian lapangan.
Tahap 3: Penilaian Lapangan dan Masukan Publik.
Lembaga Sertifikasi melakukan penilaian lapangan dan
memfasilitasi masukan publik sebagai bahan pertimbangan
pengambilan keputusan bagi panel pakar.
Tahap 4: Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan
Sertifikasi
Panel Pakar mengevaluasi kinerja unit pengelola hutan
berdasarkan dokumen yang dikumpulkan, laporan penilaian
lapangan, dan masukan dari publik. Panel Pakar merumuskan
rekomendasi atas evaluasi kinerja unit pengelola hutan.
Tahap 5: Keputusan Sertifikasi
Lembaga Sertifikasi menetapkan keputusan sertifikasi
untuk diumumkan kepada publik. Lembaga Sertifikasi juga
Page 45
menetapkan periode penilikan atas unit pengelola hutan
yang bersangkutan.
Jika ada keberatan ataupun claim atas keputusan
sertifikasi, keberatan dapat diajukan kepada Lembaga
Sertifikasi. Penilaian unit manajemen dalam sistem sertifikasi
LEI -berupa kegiatan audit., pemeriksaan lapangan, konsultasi
publik, dan seluruh proses sertifikasi- dilakukan oleh Lembaga
Sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI.
Artinya Lembaga Sertifikasi tersebut telah memiliki kompetensi
yang tepat untuk melakukan sertifikasi pengelolaan hutan
lestari menggunakan sistem sertifikasi LEI. Lembaga
Sertifikasi LEI yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI
adalah:
1. PT. TUV Rheinland Indonesia
Menara Karya, 10th floor
JL HR Rasuna Said Blok X-5 Kav 1-2
Jakarta 12950, INDONESIA
Telp. 021-57944579
Contact Person: Muhammad Bashcarul Asana
E-mail : [email protected]
Website: www.tuv.com/id
2. PT. Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO)
Contact Person : Haris Wicaksono
Graha Sucofindo 4 th Floor
Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780
Tel. 021-7983666, Fax 021-7983888
E-mail : [email protected] ; [email protected]
Website : www.sucofindo.co.id
Page 46
3. PT. Mutuagung Lestari
Contat Person : Taufik Margani
Jl. Raya Bogor No. 19 Km 35,5, Cimanggis Jakarta 16953
Indonesia
Tel. (021) 8740202, Fax. (021) 87740745-46
E-mail : [email protected]
Website : www.mutucertification.com
4. PT. SGS Indonesia
Cilandak Commercial Estate # 108C
Jl. Raya Cilandak KKO, Jakarta 12560
Tel. (021) 7818111
Website: www.sgs.com
Lingkup peran Lembaga Sertifikasi LEI adalah :
a. Menerima aplikasi sertifikasi dari unit manajemen.
b. Memfasilitasi proses sertifikasi di lapangan sampai
pengambilan keputusan sertifikasi, mulai dari aplikasi,
penilaian di lapangan serta penilikan (surveillance).
c. Memfasilitasi penanganan keberatan atas keputusan
sertifikasi.
d. Menyediakan informasi yang relevan dan aksesnya bagi
publik berkaitan dengan sertifikasi yang dilakukan oleh
Lembaga Sertifikasi.
e. Mempromosikan sistem sertifikasi LEI.
f. Menjelaskan sistem sertifikasi LEI kepada unit manajemen
yang disertifikasi.
Lembaga Verifikasi Ekolabel (Swadeklarasi)
Page 47
Bertepatan dengan pembukaan Pekan Linkungan Indonesia
(PLI) 2010 pada tanggal 3 juni 2010, Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) meluncurkan logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia.
Dalam sambutannya Menteri Negara Lingkungan Hidup menyatakan
bahwa: "perluncuran logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia
sejalan dengan berkembangnya tuntutan “green consumerism” yang
mendorong peningkatan iklim usaha yang ramah lingkungan,
kondusif serta mengutamakan prinsip produksi bersih atau eko-
efisiensi. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup."
Selain mengembangkan pelabelan lingkungan multi kriteria
(ekolabel tipe I), saat ini KLH sedang mengembangkan pelabelan
lingkungan untuk klaim lingkungan swadeklarasi (ekolabel tipe
II) dengan menggunakan logo yang ditetapkan oleh KLH. Label
atau logo ekolabel swadeklarasi yang ditetapkan oleh KLH
merupakan alternatif klaim lingkungan swadeklarasi yang akan
digunakan pada produknya.
Logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia telah dipatenkan di
Dirjen HAKI dan menjadi hak milik KLH, sehingga jika ingin
menggunakan logo tersebut harus mendapatkan izin dari KLH.
Page 48
Proses pengajuan izin penggunaan logo tesebut dilakukan oleh
pemohon (produsen, importir, distributor, pengecer (retail)
perwakilannya, pemilik merek dagang atau pihak lain yang
memenuhi legalitas usaha sesuai ketentuan hukum dan peraturan
yang berlaku di Indonesia) setelah dilakukan verifikasi
terhadap klaim yang diajukan oleh pihak ketiga yang
independen.
Selain itu sehubungan dengan meningkatnya kesadaran
produsen dan konsumen dalam memproduksi dan mengkonsumsi
produk yang mempertimbangkan aspek lingkungan, maka timbul
inisiatif berbagai pihak untuk menerapkan ekolabel tipe 2 :
klaim lingkungan swadeklarasi pada produk yang dihasilkan dan
dikonsumsi. Untuk mengakomodir inisiatif tersebut dalam rangka
memberikan acuan agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam
pelaksanaannya, KLH menyusun Pedoman Klaim Lingkungan
Swadeklarasi dengan tujuan untuk menyediakan pedoman sebagai
acuan dalam melakukan klaim aspek lingkungan swadeklarasi.
(THAU).
Tipe – Tipe Ekolabel
Dalam prakteknya, secara garis besar ekolabel terdiri dari
tigatipe berikut:
Ekolabel tipe 1 : voluntary, multiple criteria based
practitioner programs
Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat
ini adalah ekolabel tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak
ketiga yang independen. Kriteria pemberian ekolabel pada
umumnya bersifat multi-kriteria, berdasarkan pertimbangan
pada dampak lingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup
Page 49
produk. Setelah melalui proses evaluasi oleh badan
pelaksana ekolabel tipe 1, maka pemohon diberi lisensi
untuk mencantumkan logo ekolabel tertentu pada produk
atau kemasan produknya. Keikutsertaan para pelaku usaha
dalam penerapan ekolabel tipe 1 bersifatsukarela. Secara
umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa tahap sebagai
berikut:
o Pemilihan kategori produk dan jasa
o Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel
o Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasuk
pengujian, verifikasi dan
evaluasi serta pemberian lisensipenggunaan logo
ekolabel
Ekolabel tipe 2 : self declaration environmental claims
Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim
lingkungan yang dibuat sendiri oleh produsen/pelaku usaha
yang bersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa simbol,
label atau pernyataan yang dicantumkan pada produk atau
kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin
teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet, dll.
Contoh pernyataan atau klaim tersebut adalah
‘recyclable’, ‘recycled material’, ‘biodegradable’, ‘CFC-
free’, dll. Keabsahan ekolabel tipe 2 sangat dipengaruhi
oleh:
o Metodologi evaluasi yang jelas, transparan, ilmiah,
danterdokumentasi
o Verifikasi yang memadai
Ekolabel tipe 3 : quantified product information label
Page 50
Ekolabel tipe 3 berbasis pada multi-kriteria seperti pada
ekolabel tipe 1, namun informasi rinci mengenai nilai
pencapaian pada masing-masing item kriteria disajikan
secara kuantitatif dalam label. Evaluasi pencapaian pada
masing-masing item kriteria tersebut didasarkan pada
suatu studi kajian daur hidup produk. Dengan penyajian
informasi tersebut, konsumen diharapkan dapat
membandingkan kinerja lingkungan oleh berbagai produk
berdasarkan informasi pada label dan selanjutnya memilih
produk berdasarkan item kriteria yang dirasakan penting
oleh masing-masing konsumen.
Komite Akreditasi Nasional (KAN)
KAN menawarkan pelayanan akreditasi untuk lembaga
sertifikasi ekolabel didasarkan pada Pedoman KAN 801-2004:
Persyaratan Umum untuk Lembaga sertifikasi ekolabel
(selanjutnya disebut LS Ekolabel (LSE)). Skema sertifikasi
ekolabel adalah alat yang efektif untuk menjaga keamanan
fungsi lingkungan hidup, kepentingan sosial dan meningkatkan
efisiensi serta daya saing. Oleh karena itu, sinergi dalam
pengelolaan dampak yang telah sesuai dengan siklus produk
dapat dicapai. Di samping itu sertifikasi ini juga diharapkan
untuk mendorong permintaan atas produk-produk ramah
lingkungan.
Sertifikasi ekolabel dikembangkan dengan mengacu ISO
14024, ketentuan hukum yang berlaku UU No 2 tahun 1997 tentang
Page 51
pengelolaan lingkungan hidup, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen, baku mutu lingkungan, konvensi
intemasional dan standar terkait serta dokumen terkait
lainnya. Logo dan skema ekolabel telah diluncurkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan KAN bersamaan dengan hari
lingkungan internasional tanggal 5 Juni 2004 di Jakarta.
Potensi Ekolabel dan Hambatan dalam dunia perdagangan
Banyak pihak menyadari bahwa ekolabel berpotensi menjadi
‘non-tariff trade barriers’ apabila tidak ada pedoman yang
disepakati secara internasional. Berbagai organisasi
internasional telah membahas isu ini, termasuk UNEP, WTO,
UNCTAD, OECD, UNIDO, dan ISO. Di Indonesia dalam beberapa
tahun terakhir ini telah muncul berbagai permasalahan dalam
perdagangan internasional yang dikaitkan dengan ekolabel.
Sebagai contoh: embargo kopi Lampung di Eropa karena isu
penanaman kopidi kawasan hutan lindung, pelarangan impor ikan
tuna dari Indonesia oleh Amerika Serikat karena isu konservasi
penyu, persyaratan ‘oekotex 100’ oleh para pembeli di Eropa
untuk produk tekstil, dll.
Sebagai salah satu upaya untuk menghindari penggunaan
ekolabel sebagai hambatan dalam perdagangan secara tidak
bertanggung jawab, ISO mengembangkan satu seri standar
internasional untuk ekolabel, yang menjadi bagian dari standar
ISO seri 14000 untuk Manajemen Lingkungan. Pada saat ini,
standar ISO untuk ekolabel meliputi:
o ISO 14020: Prinsip Umum Ekolabel
Page 52
o ISO 14021: Ekolabel Tipe 2
o ISO 14024: Ekolabel Tipe 1
o ISO/TR 15025: Ekolabel Tipe 3