KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON DI PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA Dosen Penanggung Jawab: Dr. Ir. Yunasfi, Msi NIP. 196711192000121001 Kelompok IV B LABORATORIUM EKOLOGI PERAIRAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN Keumala Hafni Munthe 130302004 Romanda Mora Tanjung 130302018 Dumaria RM Lumban Tobing
55
Embed
Keanekaragaman Benthos Dan Nekton Di Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON DI PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU
KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA
Dosen Penanggung Jawab:Dr. Ir. Yunasfi, Msi
NIP. 196711192000121001
Kelompok IV B
LABORATORIUM EKOLOGI PERAIRANPROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2014
Keumala Hafni Munthe 130302004Romanda Mora Tanjung 130302018Dumaria RM Lumban Tobing 130302024Antasari Malau 130302046Yohanita N W Sihite 130302064
19
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
pembuatan Laporan Praktikum Ekologi Perairan dengan judul
“Keanekaragaman Benthos dan Nekton di Pulau Sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.”
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Penanggung jawab
Laboratorium Ekologi Perairan Bapak Dr. Ir. Yunasfi M. Si., beserta seluruh
asisten Laboratorium karena telah membimbing dan memberi materi kepada
seluruh praktikan.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan penulis berharap makalah ini
dapat berguna bagi pembaca guna menambah wawasan dan menambah ilmu
pengetahuan.
Medan, Desember 2014
Penyusun
20
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL...................................................................................... iii
METODOLOGI Waktu dan Tempat............................................................................. 16
Deskripsi Area................................................................................... 16Alat dan Bahan.................................................................................. 17Prosedur Kerja................................................................................... 17
HASIL DAN PEMBAHASANHasil .................................................................................................. 18Pembahasan....................................................................................... 20
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan....................................................................................... 23Saran................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
21
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Benthos yang Ditemukan................................................. 18
Tabel 2. Hasil Analisis Perhitungan Benthos................................. 19
Table 3. Nekton yang Ditemukan................................................... 19
Table 4. Jenis Flora yang Ditemukan............................................. 19
Table 5. Parameter Yang Diukur ................................................... 20
22
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove berada dalam zona pasang surut daerah tropis dan
subtropis, membentuk ekosistem penting bagi ikan dan melindungi dari erosi
pantai (Tomlinson, 1986; Alongi, 2002; Basyuni et al., 2007). Posisinya yang
berada di sepanjang permukaan daratan-laut, mangrove sangat rentan terhadap
perubahan permukaan laut dan sedimen sungai. Mangrove merupakan salah satu
ekosistem yang paling produktif di bumi, dan jatuhnya serasah mangrove
merupakan sumber karbon organik yang paling penting pada siklus biogeokimia
dalam ekosistem mangrove dan indikator yang penting dalam produktivitas
mangrove. Oleh karena itu produktivitas yang tinggi, tingkat perputaran bahan
organik dan pertukaran ekosistem darat dan laut, mangrove merupakan bagian
yang penting dalam siklus daur ulang biogeokimia karbon dan elemen yang
terkait di sepanjang pesisir wilayah tropis (Prayunita dkk., 2012).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang-surut, pantai berlumpur. Ekosistem ini mempunyai sifat yang unik
dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta
mahluk hidup lainnya. Dalam rangka melestarikan fungsi biologis dan ekologis
ekosistem hutan mangrove, maka diperlukan suatu pendekatan yang rasional di
dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan.
Pelibatan masyarakat dalam pengeloaan hutan mangrove merupakan salah satu
langkah awal dalam mewujudkan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan
(Dimas dan Asbar, 2010).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove
terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indo-nesia
dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hu-
bungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai
yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Hutan mangrove merupa-kan suatu
ekosistem yang mempunyai peranan penting ditinjau dari sisi ekologis maupun
23
aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan
pohon bakau (mangrove) yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove mempunyai
fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara
keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Patang, 2012).
Salah satu kemampuan mencolok spesies mangrove adalah tumbuh dalam
berbagai tingkat salinitas mulai dari air tawar sampai ke tingkat di atas air laut.
Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa cekaman garam menginduksi
perubahan konsentrasi triterpenoid di mangrove jenis non-sekresi. Tambahan lagi,
senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai chemical defense bagi dirinya.
Setiap jenis tumbuhan mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-
beda terhadap kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, salinitas, temperatur,
curah hujan dan pasang surut. Hal ini menyebabkan terjadinya struktur dan
komposisi tumbuhan mangrove dengan batas-batas yang khas, mulai dari zona
yang dekat dengan daratan sampai dengan zona yang dekat dengan lautan.
Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan
hutan mangrove (Prayunita dkk., 2012).
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang jenis biota yang terdapat di ekositem mangrove Pulau
Sembilan.
2. Mengetahui biota dominan yang terdapat di ekosistem mangrove.
3. Mengetahui faktor yang memepengaruhi kehidupan biota di ekosistem
mangrove
4. Mengetahui rantai makanan di kawasan mangrove Pulau Sembilan.
Manfaat Praktikum
Laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat menambah
pengetahuan tentang ekosistem mangrove di pulau sembilan dapat menjadikan
laporan ini sebagai sumber informasi bagi mahasiswa maupun masyarakat yang
membaca.
24
TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Sembilan
Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten
Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km2 atau ± 9,67% dari total
luas wilayah kecamatan Pangkalan Susu (151,35 km2). Jumlah total penduduk di
Pulau Sembilan ini ± 2.047 dengan bermata pencarian antara lain sebagai pertani
sebanyak 413 KK, pengrajin 9 KK, pegawai negeri 19 KK, pedagang 29 KK,
supir angkutan 11 KK dan buruh 161 KK. Luas berdasarkan penggunaan lahan
antara lain sawah seluas 1,90 km2, tanah kering seluas 9,29 km2 dan lainnya
seluas 4,46 km2 . Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang termasuk dalam
hutan sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk dalam kawasan
hutan negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun, sebagian masyarakat
memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada areal kawasan
lindung seperti kanan kiri sungai dan tepi pantai (Capah,2003).
Di Pulau Sembilan tersebar pantai-pantai yang sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi obyek Ekowisata. Namun masyarakat masih tertumpu
pada pengembangan budidaya ikan kerambah dan mutiara serta pengolahan kulit
kerang. Di Pulau Sembilan ini juga dapat dijumpai ekosistem lahan kering yang
dimanfaatkan masyarakat untuk aktifitas pertanian tadah hujan maupun pengairan.
Kondisi air tanah masih cukup baik dimana tidak ditemukan adanya air sumur
yang asin atau terkena intrusi air laut (Alam dkk., 2011).
Pulau Sembilan sebagai perairan yang cukup luas saat ini mengalami
peningkatan berbagai aktifitas manusia yang ada disekitarnya berfungsi sebagai
sumber air minum, perikanan, pertanian dan kepariwisataan. Di perairan sekitar
pulau ini ternyata masih tersimpan kekayaaan alam berupa sumber daya ikan.
Sejauh ini masih sedikit sekali informasi tentang keanekaragaman ikan di
kawasan Pulau Sembilan Kabupaten Langkat, maka perlu dilakukan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui jenis dan keanekaragaman ikan serta pengaruh
faktor fisik kimia terhadap keanekaragaman ikan di Pulau sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Capah,2003).
25
Pulau Pulau Kecil
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa
lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan
pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan
sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun
(seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Pulau-pulau kecil
juga memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang
dimilikinya yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak,
pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan
kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat. Pengembangan
kawasan pulau-pulau kecil merupakan suatu proses yang akan membawa suatu
perubahan pada ekosistemnya (Alam dkk., 2011).
Undang-undang 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil telah memberikan batasan yang jelas dan tegas mengenai
berbagai definisi ruang lingkup pengelolaan WPPK, berbagaimacam sumber daya
pesisir definisi pencemaran. Namun beberapa pengertian mengenai batasan pantai
dan pesisir, jenis ekosistem pembentuk pesisir sampai dengan definisi perusakan
dapat ditemui didalam beberapa undang-undang lainya sesuai dengan amanat
Pasal 78 UUPWPPPK yang membenarkan berlakunya Undang-undang lain
selama tidak bertentangan dengan UUPWPPPK dan bila didalam undang-undang
tidak ditemui barulah pendapat ahli digunakan dalam memberikan batasan
pengertian (Capah, 2003).
Ekosistem mangrove
Ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang berada di antara
pesisir dan lautan yang ditumbuhi oleh vegetasi yang khas, dan terdapat di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.
Berdasarkan fungsinya ekosistem mangrove berperan sebagai daerah asuhan
(nursery grounds), tempat mencari makanan (feeding grounds), tempat pemijahan
(spawning grounds) serta pemasok larva berbagai jenis udang, ikan, dan biota laut
lainnya. Selain itu, ekosistem mangrove juga memiliki peran penting lain berupa
peredam gelombang, perangkap sedimen, dan intrusi air laut (Haryani, 2013).
26
Meskipun Negara Indonesia memiliki hutan mangrove terluas, akan tetapi
laju deforestrasi hutan mangrove terjadi pula yg merupakan permasalahan
rusaknya hutan mangrove. Menurut data akibat deforestasi hutan mangrove
menyebabkan hutan mangrove dalam kondisi rusak berat mencapai luas 42%,
kondisi rusak mencapai luas 29%, kondisi baik mencapai luas < 23% dan
kondisinya sangat baik hanya seluas 6%. Saat ini keberadaan hutan mangrove
semakin terdesak oleh kebutuhan manusia, sehingga hutan mangrove sering
dibabat habis bahkan sampai punah. Jika hal ini terus menerus dilakukan maka
akan mengakibatkan terjadinya abrasi, hilangnya satwa atau biota laut yang
habitatnya sangat memerlukan dukungan dari hutan mangrove (Haryani, 2013).
Pemanfaatan ekosistem mangrove dapat dikategorikan menjadi
pemanfaatan ekosistem secara keseluruhan (nilai ekologi) dan pemanfaatan
produk-produk yang dihasilkan ekosistem tersebut (nilai sosial ekonomi dan
budaya). Secara tradisional, masyarakat setempat menggunakan mangrove untuk
memenuhi berbagai keperluan secara lestari, tetapi meningkatnya jumlah
penduduk dapat menyebabkan terjadinya tekanan yang tidak terbaharukan pada
sumber daya ini. Referensi tertua mengenai pemanfaatan tumbuhan mangrove
berasal dari tahun 1230 di Arab, yakni penggunaan bibit (seedling) Rhizophora
sebagai sumber pangan, getah untuk mengobati sakit mulut, batang tua untuk
kayu bakar, tanin dan pewarna, serta menghasilkan minuman yang memiliki efek
afrodisiak bagi lelaki dan pengasihan bagi perempuan (Dwi dan Kusumo, 2006).
Mangrove merupakan salah satu ekosistem penting pesisir dan laut selain
terumbu karang dan padang lamun. Mangrove memiliki beberapa manfaat seperti
manfaat ekologi dan ekonomi. Manfaat ekologi mangrove diantaranya adalah
sebagai pelindung alami pantai dari abrasi, mempercepat sedimentasi,
mengendalikan intrusi air laut, dan melindungi daerah di belakang mangrove dari
gelombang tinggi dan angin kencang, tempat memijah, mencari makan, dan
berlindung bagi ikan, udang, kepiting dan biota laut lainnya. Sedangkan manfaat
ekonomi mangrove yaitu sebagai bahan makanan, minuman, obat-obatan,
pewarna alami, dan sebagai obyek ekowisata (Welly dan Wira, 2011)
Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove
di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Sebaran
27
mangrove di Indonesia terutama berada di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan
dan Papua. Luas penyebaran mangrove Indonesia terus mengalami penurunan dari
4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun
1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan
penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove
yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar per tahun akibat kegiatan konversi
lahan menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya (Dwi dkk., 2004).
Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka dan khas di dunia,
karena luasnya hanya 2% permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan
ekosistem mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi,
sosial-ekonomi, dan sosia-budaya yang sangat penting. Fungsi ekologi hutan
mangrove meliputi tempat sekuestrasi karbon, remediasi bahan pencemar,
menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai,
menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran
berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung dan fauna lain, serta pembentuk
daratan. Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan, kayu
2. Biota dominan yang ditemukan di Pulau Sembilan yaitu Telescopium
telescopium, dan yang memiliki kelimpahan sedikit adalah Abovdnia rotifer.
3. Indeks keanekaragaman biota pada ekositem mangrove di Pulau Sembilan
adalah 0,456. Nilai 0,456 dalam indeks Shanon-Wiener dikategorikan
kedalam keanekaragaman yang rendah.
4. Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan
lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan
lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal
balik.
5. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah memberikan
batasan yang jelas dan tegas mengenai berbagai definisi ruang lingkup
pengelolaan WPPK, berbagai macam sumber daya pesisir definisi
pencemaran.
Saran
Saran untuk praktikum ini agar praktikan terlebih dahulu mengetahui jenis
jenis benthos maupun nekton yang sering terdapat di daerah lumpur mangrove,
agar pada saat pengidentifikasian di lapangan praktikan mampu langsung
mendeskripsikan biota yang di temukan.
DAFTAR PUSTAKA
Alam. S. A. Jamaluddin. J. dan Syahruni. I. 2011. Analisis Pemanfaatan Ruang Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau. Kabupaten Selayar. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Selayar. Selayar.
Aulia , 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Way Sulan Kecil Kabupaten Lampung Selatan. Program Studi Biologi Pascasarjana Universitas Andalas Padang.
Capah. T. 2003. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kelompok Informal Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Dwi. A. S. dan Kusumo. W. 2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove di Jawa Tengah dan Penggunaan Lahan di Sekitarnya; Kerusakan dan Upaya Restorasinya. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Biodiversitas, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Dwi. A. S. Indrowuryatno. Wiryanto. Kusumo. W. dan Ari Susilowati. 2004. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah Keanekaragaman Jenis. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Program Studi Ilmu Lingkungan, Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Dhimas. W dan Asbar. L. 2010. Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove Di Kawasan Konservasi Desa Mamburungan Kota Tarakan Kalimantan
Timur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo, Tarakan.
Haryani, N, Suryo. 2013. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Citra Landsat. Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Lapan.
Infah. K. 2011. Analisa Hukum Terhadap Perlindungan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lestari, 2009. Pendugaan Konsentrasi Total Suspended Solid (Tss) Dan Transparansi Perairan Teluk Jakarta Dengan Citra Satelit Landsat. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Patang. 2012. Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove (Kasus Di Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai). Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Pramudji. 2001. Ekosistem Hutan Mangrove Dan Peranannya Sebagai Habitat Berbagai Fauna Aquatik. Volume XXVI, Nomor 4 :13 – 23 ISSN 0216-1877.
Prayunita, Mohammad. B, dan Lollie. A. 2012. Respon Pertumbuhan dan Biomassa Semai Rhizopora apiculata BI Terhadap Salinitas dan Kandungan Lipidanya pada Tingkat Pohon. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Staff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Staff Pengajar Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Saputra, 2009. Karakteristik Kualitas Air Muara Sungai Cisadane Bagian Tawar Dan Payau Di Kabupaten Tangerang, Banten. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Sembiring, 2009. Keanekaragaman Dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang . Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara.
Suryawan, 2007. Studi Kondisi Vegetasi Dan Kondisi Fisik Kawasan Pesisir Serta Upaya Konservasi Di Nanggroe Aceh Darussalam . Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Trofisa, 2011. Kajian beban pencemaran dan daya tampung Pencemaran sungai ciliwung di segmen kota bogor. Departemen Konservasi sumberdaya hutan dan ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Welly. M. dan Wira. S. 2010. Identifikasi flora dan fauna mangrove Nusa lembongan dan nusa ceningan. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I.