Top Banner
KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 1 Daftar Isi : DAFTAR GAMBAR : ...................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 3 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 3 BAB II ISI .......................................................................................................................... 4 2.1 Kayu Laminasi ......................................................................................................... 4 2.2 Dinding Sekat........................................................................................................... 4 2.3 Sifat Mekanis ........................................................................................................... 5 2.4 Sifat Fisis ................................................................................................................. 8 2.5 Sound Absorption .................................................................................................. 10 2.6 Perekat Poly Vinil Acetat (PVAc) .......................................................................... 11 2.7 Gambaran Umum Bahan Baku Pembentuk Kayu Laminasi .................................. 12
16

KAYU LAMINASI

Apr 01, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 1

Daftar Isi :

DAFTAR GAMBAR : ...................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 3

BAB II ISI .......................................................................................................................... 4

2.1 Kayu Laminasi ......................................................................................................... 4

2.2 Dinding Sekat........................................................................................................... 4

2.3 Sifat Mekanis ........................................................................................................... 5

2.4 Sifat Fisis ................................................................................................................. 8

2.5 Sound Absorption .................................................................................................. 10

2.6 Perekat Poly Vinil Acetat (PVAc) .......................................................................... 11

2.7 Gambaran Umum Bahan Baku Pembentuk Kayu Laminasi .................................. 12

Page 2: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 2

DAFTAR GAMBAR :

Gambar 1. Skema Pengujian Lentur Dengan Metode One Point loading ........................... 6

Gambar 2. Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) sepanjang bentang balok

dengan beban tunggal di tengah batang. ............................................................................. 7

Gambar 3. Skema pengujian lentur dengan metode two point loading. ............................. 7

Gambar 4. Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada balok dengan beban

ganda (two points load). ...................................................................................................... 8

Page 3: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan pengaturan susunan lamina-laminanya, kayu laminasi

dikelompokkan menjadi dua yaitu kayu laminasi simetris dan kayu laminasi

asimetris. Kayu laminasi simetris telah banyak diproduksi, namun produksi kayu

laminasi asimetris masih sedikit. Kayu laminasi simetris yaitu kayu laminasi yang

bagian face dan back-nya dibuat dari material yang sama dengan ukuran tebal

yang sama pula sedemikian sehingga garis netral berada tepat di tengah-tengah

core. Sedangkan kayu laminasi disebut asimetris apabila garis netralnya tidak

berada di tengah-tengah core.

Komponen dinding sekat meliputi dinding sekat itu sendiri, pintu dan

kusen. Dinding sekat pada umumnya memerlukan suatu konstruksi yang mampu

meredam suara dan cukup mampu menahan beban sedang. Kayu laminasi

asimetris dapat menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan khusus seperti itu dengan

menambahkan bahan yang memiliki sifat peredam, refleksi dan refraksi yang baik

seperti styrofoam sebagai lapisan pembentuk kayu laminasinya. Kayu laminasi

asimetris dapat disusun dengan mengkombinasikan bahan-bahan yang berbeda

sifatnya sehingga dapat dihasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan. Kayu

akasia berfungsi sebagai komponen yang menahan beban karena keunggulannya

dalam kekuatan dan kekakuannya. Sebagai peredam suara dan panas dipilih

styrofoam, MDF, dan kayu balsa, sedangkan plywood dipilih sebagai pelapis

bagian muka. Akhirnya diharapkan kayu laminasi dapat dimanfaatkan untuk

komponen dinding sekat yang efektif dan efisien.

Page 4: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 4

BAB II ISI

2.1 Kayu Laminasi

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa kayu laminasi adalah salah

satu komponen kayu komposit yang berfungsi untuk mengontrol atau mengatur

sifat produk melalui desain dan telah dipraktekkan selama beberapa tahun.

Layered Composite System, khususnya kayu laminasi dibuat untuk meningkatkan

penggunaannya di dalam struktur perencanaan. Serrano (2003) menyatakan bahwa

keuntungan penggunaan kayu laminasi adalah memberikan pilihan bentuk

geometri lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi

dengan tingkat tegangan yang diinginkan, meningkatkan akurasi dimensi, dan

stabilitas bentuk. Disamping kelebihan tersebut, kayu laminasi juga memiliki

beberapa kekurangan. Apabila kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan,

maka proses tambahan dalam pembuatan kayu laminasi akan meningkatkan biaya

produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan kayu laminasi memerlukan

peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya,

dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua tahap dalam proses

pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk akhir yang berkualitas

tinggi (Moody et al. 1999).

2.2 Dinding Sekat

Dinding berfungsi untuk memberi perlindungan terhadap cuaca maupun

sebagai pembagi bangunan pada ruang atau bilik. Bahan yang digunakan untuk

membuat dinding biasanya adalah bata, kayu solid, maupun kayu komposit.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membentuk dinding yaitu kestabilan,

kekuatan, ketahanan terhadap cuaca, ketahanan terhadap bahaya kebakaran, serta

kemampuannya dalam pengaliran dan penyerapan bunyi. Dinding diperlukan

untuk menyerap bunyi, oleh karena itu pemilihan bahan sangat berperan penting.

Bahan penyerap bunyi dapat diaplikasikan pada dinding untuk menyerap

gelombang bunyi. Kayu banyak digunakan untuk membuat rangka dinding,

pelapisan dinding dan dinding sekat (Anonim 2008).

Page 5: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 5

2.3 Sifat Mekanis

Brown et al. (1952) menyatakan bahwa sifat mekanis kayu merupakan

sifat ketahanan kayu terhadap gaya-gaya luar yang diberikan serta reaksi yang

ditimbulkan oleh kayu terhadap adanya gaya-gaya tersebut. Sifat mekanis

berhubungan erat dengan tegangan dan perubahan bentuk atau deformasi yang

terjadi akibat beban dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi sifat mekanis.

Sifat mekanis yang diamati dalam penelitian ini adalah modulus elastisitas (MOE)

dan kekuatan lentur/Modulus of Rupture (MOR) (Haygreen et al. 2003)

2.3.1 Modulus Elastisitas (Modulus of Elasticity, MOE)

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang

mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika

beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai MOE hanya valid jika yang

diambil adalah nilai batas proporsionalnya saja. MOE tinggi menunjukkan

kekakuan bahan yang tinggi untuk dapat menahan tekanan besar yang

dikenakan padanya tanpa deformasi yang besar. Nilai modulus elastisitas

kayu bervariasi antara 25000-170000 kg/cm2. Nilai modulus elastisitas

berbeda pada ketiga arah pertumbuhannya. Pada arah transversal,

modulus elastisitasnya hanya berkisar 3000-6000 kg/cm2, sedangkan

perbedaan untuk arah radial dan tangensial tidak nyata.

2.3.2 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture, MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk

menahan beban lentur maksimum sampai benda tersebut mengalami

kerusakan yang permanen (Brown et al. 1952). Tsoumis (1991) menyatakan

bahwa bila beban terjadi di atas batas proporsi, maka deformasinya akan

permanen. Nilai dari MOR bervariasi. Besarnya hasil pengujian kekuatan

lentur ini dinyatakan dalam modulus of rupture (MOR) atau modulus

patah. Nilai MOR bervariasi antara 550-1600 kg/cm2

yang menunjukkan

bahwa kekuatan lentur mirip dengan kekuatan tegangan aksial. Oleh sebab

Page 6: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 6

Gambar 1. Skema Pengujian Lentur Dengan Metode One Point loading

itu MOR bisa digunakan sebagai indeks kekuatan tegangan aksial, ketika

nilai dari besaran akhir tidak tersedia.

2.3.3 Pengujian Lentur

Ada beberapa metode pengujian lentur yang dapat dilakukan yaitu

metode one point loading dan two point loading.

2.3.3.1 Metode One Point Loading

Momen lentur dan gaya geser pada balok dengan beban

tunggal di tengah bentang (metode one point loading) dapat dilihat

pada Gambar 1, sedangkan diagram untuk momen lentur dan gaya

gesernya dapat dilihat pada Gambar 2.

.

Pada metode one point loading , seluruh bagian mengalami

momen lentur dan gaya geser secara bersama-sama seperti terlihat

pada Gambar 2, sehingga defleksi yang terjadi merupakan akibat

resultan keduanya (Mardikanto et al.2011). Nilai Modulus

Elastisitas sebenarnya (true MOE) tidak dapat diperoleh dengan

metode ini, namun metode ini paling banyak digunakan untuk

mengujispesimen berukuran kecil (contoh uji bebas cacat).

Page 7: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 7

2.3.3.2 Metode Two Point Loading

Momen lentur dan gaya geser pada balok dengan beban

ganda (two point loading ) dapat dilihat pada Gambar

Diagram momen lentur dan gaya geser pada metode two

point loading dapat dilihat pada Gambar 4. Pada metode ini, tidak

semua bagian balok lentur mengalami gaya geser. Bagian di antara

dua beban tidak mengalami gaya geser, sehingga defleksi pada

bagian itu murni disebabkan oleh momen lentur. Oleh karena itu,

modulus elastisitas yang sebenarnya dapat ditentukan dengan

mengukur defleksi di antara dua beban.

Gambar 2. Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) sepanjang bentang balok dengan beban tunggal di tengah batang.

Gambar 3. Skema pengujian lentur dengan metode two point loading.

Page 8: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 8

Gambar 4. Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada balok dengan beban

ganda (two points load).

2.4 Sifat Fisis

2.4.1 Kadar Air

Kadar air mempengaruhi kekuatan kayu. Jika terjadi penurunan

kadar air (kayu tersebut mengering) maka kekuatan kayu akan meningkat.

Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat kekuatan kayu tampak jelas

apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri

atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama

menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon kadar air segarnya

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen et

al. 2003).

2.4.2 Kerapatan

Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume,

biasanya dinyatakan dalam kg/m3, g/cm

3, dan lb/ft

3. Faktor-faktor yang

mempengaruhi variasi kerapatan kayu dalam spesiesnya antara lain : lokasi

dalam satu pohon, lokasi dalam satu spesies, kondisi lingkungan setempat

(tanah, air, kemiringan), serta faktor genetik (Haygreen et al. 2003). Tsoumis

(1991) menyatakan bahwa kerapatan mempengaruhi sifat-sifat

Page 9: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 9

higroskopisitas, penyusutan dan pengembangan, sifat mekanis, panas, sifat

akustik, kelistrikan, dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan dan pengeringan).

2.4.3 Berat Jenis

Menurut Haygreen et al. (2003), berat jenis kayu adalah

suatu sifat fisika kayu yang paling penting. Berat jenis kayu merupakan

istilah yang dipakai untuk menunjukkan perbandingan antara kerapatan

kayu dengan kerapatan air. Kebanyakan sifat mekanis kayu sangat

berhubungan dengan berat jenis dan kerapatan. Kerapatan dan berat

jenis digunakan untuk menerangkan massa atau berat per satuan

volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan

semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

satuan volume. Sedangkan berat jenis adalah perbandingan

kerapatan bahan dengan kerapatan air (1 g/cm3). Faktor-faktor yang

mempengaruhi variasi berat jenis kayu diantaranya adalah kondisi

lingkungan setempat, iklim, letak geografi, gangguan selama

pertumbuhan, serta jenis spesies. Faktor lingkungan setempat yang

dapat mempengaruhi berat jenis diantaranya adalah kelembaban,

cahaya matahari, nutrisi, angin, dan suhu. Tobing (1995) yang diacu

dalam Sugiarti (2010) menyatakan bahwa berat jenis selain digunakan

sebagai penduga kekuatan kayu, juga digunakan sebagai indikator

untuk menduga mudah tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang

memiliki BJ tinggi pada umumnya sukar dikeringkan dan mengalami

cacat yang lebih besar dibandingkan kayu yang memiliki berat jenis

(BJ) rendah.

Page 10: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 10

2.5 Sound Absorption

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kemampuan kayu untuk menyerap suara

biasa diukur dengan Coefficient of sound absorption. Besarnya energi suara yang

dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan

atau material tersebut. Pada umumnya bahan berpori (porous material) akan

menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya.

Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk ke dalam material

tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk

energi lainnya, yang pada umumnya adalah energi kalor.

Energi akustik yang mencapai kayu akan memasuki massa kayu, kemudian

sebagian akan diserap, dipantulkan dan dibiaskan. Keuntungan kayu dibanding

dengan bahan-bahan yang lain yaitu strukturnya yang menyerap namun mempunyai

koefisien rendah yaitu kurang dari 10 %. Faktor-faktor yang mempengaruhi sound

absorption adalah kerapatan kayu, modulus elastisitas, kadar air, temperatur,

intensitas dan frekuensi dari suara, serta kondisi pada permukaan kayu. Kayu

dengan kerapatan dan modulus elastisitas yang rendah, serta kadar air dan

temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara (Tsoumis1991).

Material penyerap secara alami pada umumnya bersifat restitif, berserat

(fibrous), berpori (porous), atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif.

Ketika gelombang bunyi menumbuk material penyerap, maka energi bunyi

sebagian akan diserap dan diubah menjadi panas. Besarnya penyerapan bunyi

pada material penyerap dinyatakan dengan koefisien serapan (α). Koefisien

serapan dinyatakan dalam bilangan antara 0 dan 1. Nilai koefisien serapan 0

menandakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien serapan 1

menandakan serapan yang sempurna (Mediastika 2009).

Rusmawati (2007) menyatakan bahwa α adalah salah satu parameter penting

dalam penentuan sejauh mana suatu bahan dapat menyerap atau mereduksi

bunyi. Koefisien absorbsi suara antara satu bahan dengan bahan yang lain berbeda.

Page 11: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 11

Salah satu metode untuk mengukur penyerapan suara adalah metode standing wave.

Metode tersebut banyak digunakan karena metode tersebut sederhana dan

menunjukkan hasil yang akurat. Metode ini memerlukan pengoperasian suatu

frekuensi suara (dari mikrofon yang bergerak) di dalam tabung impedansi untuk

memperkirakan tekanan akustik dan mengetahui dimana terjadinya tekanan akustik

minimum dan maksimum (Kang et al. 2006).

2.6 Perekat Poly Vinil Acetat (PVAc)

PVAc merupakan perekat sintetis yang bersifat thermoplastic (mengeras

dalam keadaan dingin, melunak bila dipanaskan, dan kembali mengeras bila

didinginkan). Masa tunggu perekat PVAc yaitu 10-15 menit. Perekat ini kurang

tahan terhadap cuaca dan kelembaban tertentu, serta digunakan untuk pemakaian

interior. Perekat PVAc tidak memerlukan kempa panas dan dalam

penggunaannya secara luas dapat menghasilkan keteguhan rekat yang baik dengan

biaya yang rendah (Pizzi 1994).

Menurut Kollman et al. (1975), perekat PVAc memiliki kelebihan

dan kelemahan sebagai berikut :

Kelebihan :

a. Merupakan perekat yang dapat dimodifikasi untuk

mendapatkan bermacam kecepatan pengeringan lem yang sama di

setiap penggunaan.

b. Mudah dalam penggunaan, bersih, memiliki waktu penyimpanan

tidak terbatas, dan tahan terhadap mikroorganisme.

c. Dapat menghasilkan kekuatan pengeleman pada kayu dan hasil

produk kayu lainnya.

Page 12: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 12

Kelemahan :

a. Sensitif terhadap air sehingga kurang baik untuk pemakaian eksterior.

b. Mengakibatkan peregangan pada sambungan bila terkena

temperatur tinggi.

c. Tidak baik diaplikasikan pada permukaan yang tidak memiliki pori

2.7 Gambaran Umum Bahan Baku Pembentuk Kayu Laminasi

2.7.1 Plywood atau Kayu Lapis

Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun

bersilangan tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan perekat, minimal

tiga lapis (SNI 1992). Pemasangan venir dengan arah saling tegak lurus

dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan mekanis yang lebih tinggi,

penyusutan lebih kecil sehingga menjadikan produk tersebut memiliki

stabilitas dimensi yang tinggi. SNI (1992) menyatakan bahwa kayu lapis

Indonesia terdiri atas kayu lapis penggunaan umum, kayu lapis struktural, dan

kayu lapis bermuka film. Kayu lapis penggunaan umum adalah kayu lapis

yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan tanpa diproses lebih lanjut.

Kayu lapis tersebut dikelompokkan ke dalam kelas mutu (A, B, C, dan D),

menurut penampilan, kandungan cacat dari venir muka atau belakang

(venir luar), dan menurut ukurannya. Toleransi ukuran, kesikuan, dan kadar

air merupakan prasyarat dalam pengujian kayu lapis. Tipe kayu lapis

struktural dapat dibedakan berdasarkan kekuatan ikatan perekat, yaitu :

1. Tipe Eksterior I adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya

tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif lama.

2. Tipe Eksterior II adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya

hanya tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif singkat.

Page 13: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 13

3. Tipe Interior I adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya

hanya tahan terhadap kelembaban udara tinggi.

4. Tipe Interior II adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya

hanya tahan terhadap kelembaban udara rendah.

2.7.2 Styrofoam

Styrofoam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi

suspense pada tekanan dan suhu tertentu. Pada umumnya styrofoam

digunakan sebagai insulator dalam bahan konstruksi bangunan. Proses

selanjutnya yaitu pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa

blowing agent. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat

khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran berkerapatan rendah

yang memiliki bobot ringan serta terdapat ruang antar butiran yang berisi

udara (Badan POM RI 2008). Menurut Bpanel (2009), styrofoam

memiliki sifat insulasi panas dan insulasi akustik yang baik serta mudah

dalam pengaplikasiannya.

Penelitian Martiandi (2010) menyatakan bahwa penambahan

styrofoam pada papan partikel tidak memberikan pengaruh yang signifikan

untuk meningkatkan nilai absorbsi suara bila dibandingkan dengan papan

partikel tanpa styrofoam. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut mengingat bahwa

karakteristik styrofoam yang porous memiliki potensi untuk meredam suara.

Penelitian Martiandi (2010) menghasilkan papan komposit campuran kayu

afrika dan styrofoam yang menyerap suara dengan baik pada frekuensi 1250

Hz-1600 Hz, dimana nilai α mencapai 0,80 dan nilainya terus meningkat

sesuai dengan pertambahan frekuensi. Melihat kecenderungan peningkatan

nilai koefisien absorbsi pada penelitian Martiandi, perlu dilakukan uji

absorbsi pada frekuensi yang lebih tinggi lagi untuk mengetahui nilai

koefisien absorbsinya.

Page 14: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 14

2.7.3 Kayu Balsa (Ochroma sp.)

Kayu Balsa merupakan kayu berdiameter besar yang termasuk

dalam kategori kayu cepat tumbuh (fast growing species) dan tingginya

bisa mencapai 20-30 m. Pohon balsa merupakan tumbuhan asli dari Brasil,

Bolivia Utara sampai Meksiko Selatan. Kayunya evergreen dan daunnya

rontok bila musim panas yang terlalu lama. Kayu Balsa merupakan hardwood

berdasarkan bentuk daunnya, walaupun kayunya lunak. Kayu balsa sangat

lunak dan terang, serta memiliki permukaan kasar. Kerapatan kering tanur

dari kayu balsa berkisar antara 0,04 – 0,34 g/cm3. Kayu balsa juga sering

digunakan sebagai core material pada kayu komposit, contoh : turbin angin,

meja tennis yang dibuat dari balsa dengan dilapisi plywood pada bagian atas

dan bawahnya. Kayu balsa juga digunakan sebagai laminasi pada fiberglass

untuk meningkatkan kualitas balsa pada surfboard, deck dan bagian atas dari

boats (Anonim 2009).

Menurut Miller (1999), kayu ini cocok untuk berbagai penggunaan

karena karakteristiknya lunak dan warnanya yang terang. Kayu balsa

dikenali berdasarkan berat kayunya yang sangat ringan dan warna kayu yang

pucat (biasanya putih, kekuning-kuningan, dan terkadang berona

kemerah-mudaan, serta menimbulkan kesan raba beludru). Karena

beratnya yang ringan dan kayunya memiliki pori, balsa sangat efisien

sebagai bahan insulasi terhadap panas dan dingin. Kayu balsa juga

mempunyai sifat rambatan yang lambat terhadap suara dan getaran.

Penggunaan kayu balsa pada umumnya adalah sebagai alat-alat penolong,

alat pelampung, rakit, bahan penyekat, bantalan, sound modifiers, serta alat

peraga.

Page 15: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 15

2.7.4 Medium Density Fiberboard (MDF)

Menurut Haygreen et al. (2003) MDF merupakan salah satu produk

dari papan serat. Papan serat adalah panel yang dibuat dengan cara

mengkonversi kayu bulat atau serpih kayu menjadi serat melalui proses pulp

mekanis kemudian membentuknya menjadi lembaran papan dengan kempa

panas baik dengan wet process maupun dry process. Maloney (1996)

menyatakan bahwa papan serat berkerapatan sedang (MDF) adalah produk

panel kayu yang terbuat dari serat berlignoselulosa dikombinasikan dengan

perekat buatan atau perekat lainnya yang mempunyai kerapatan 0,50 sampai

0,80 g/cm3.

Haygreen et al. (2003) menyatakan bahwa MDF dapat dibuat dari

banyak material seperti residu kayu (sisa serutan dari mesin planner, serbuk

gergaji kayu, potongan pinggir dari plywood, dan lain sebagainya), namun

harus tetap menambahkan minimal 25 % pulp chip untuk menghasilkan

kualitas furnish yang diinginkan. Limbah pertanian dan semua sumber serat

dapat dicampurkan asalkan interaksi antara bahan mentah dan resin dapat

dikontrol (Maloney 1996 dalam Haygreen et al. 2003). MDF memiliki sifat

fisis yang seragam, permukaan halus dan padat (sehingga memungkinkan

untuk dicetak, dicat, dan diberi bahan pelapis), memiliki sifat penyekrupan

yang baik serta memiliki kestabilan dimensi yang relatif tinggi di bawah

perubahan kondisi kelembaban lingkungan (Tsoumis 1991).

MDF digunakan sebagai furniture, kitchen cabinets, dan wall

paneling (dimana dibutuhkan permukaan yang halus, dapat dicetak, dan

dilukis namun kekuatan kayu tidak terlalu diperhitungkan). Bagian tepi

dari particleboards terlalu keropos sehingga memerlukan penanganan

lanjutan sedangkan bagian tepi dari MDF halus sehingga MDF lebih banyak

digunakan dalam pembuatan furniture. MDF memiliki kerapatan yang

lebih seragam, dapat diprofil, dapat diproses menggunakan mesin sama

seperti pada kayu solid, serta tidak memerlukan veneer tambahan

Page 16: KAYU LAMINASI

KAYU LAMINASI ASIMETRIS SEBAGAI KOMPONEN DINDING SEKAT 16

untuk menutupi permukaannya. Permukaan MDF yang halus

menyebabkan permukaannya mudah di-finishing (Haygreen et al.2003).

2.7.5 Kayu Akasia (Acacia mangium Willd)

Kayu akasia (Acacia mangium Willd) adalah tumbuhan asli yang

banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku.

Tanaman ini pada mulanya dikembangkan secara eksitu di Malaysia Barat

dan selanjutnya di Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Kayu akasia

menunjukkan pertumbuhan yang baik, sehingga Filipina telah

mengembangkan pula sebagai hutan tanaman (Malik et al. 2005). Sejak

dicanangkan pembangunan hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia pada

tahun 1984, kayu akasia telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk

ditanam di aeral HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-

jenis kayu HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan

baku industri pulp dan kertas. Dengan adanya perubahan-perubahan

kondisional baik menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan

kebutuhan kayu untuk penggunaan lain, tidak tertutup kemungkinan terjadi

perluasan tujuan penggunaan kayu akasia (Malik et al.2005).

Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa kayu akasia masuk

ke dalam famili Leguminosae. Kayu teras alami berwarna coklat pucat

sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu,

sedangkan kayu gubal berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak

kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada

bidang radial. Memiliki tekstur halus sampai agak kasar dan merata

dengan arah serat biasanya lurus dan kadang- kadang berpadu. Kayu

akasia memiliki BJ rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dengan kelas awet III dan kelas

kuat II-III. Malik et al. (2005) menyatakan bahwa berdasarkan sifat

mekanisnya, kayu akasia dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan.

Produk yang telah dibuat dari kayu ini adalah kusen jendela, rangka daun

jendela, dan penyekat ruangan (lumber sharing).