Pengembangan Model SIG Penentuan Kawasan Rawan Longsor
PAGE 81
PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSORSEBAGAI
MASUKAN RENCANA TATA RUANGStudi Kasus: Kabupaten Tegal
Oleh: Joko Susilo
ABSTRACT. Indonesia has physical nature which it sensitive to
hazard like as earthquake, tsunami, and landslide. Most of them,
natural hazard which it always happen in Indonesia is landslide,
because about 45% of wide area in Indonesia is mountain area which
it has hill steep and dangerous to be landslide hazard. A model to
identified landslide area is very important as simplified from
fact. With this model, the landslide area can be identified which
it can be used as input in spatial planning in the next time.Tegal
Regency as one of region wich it has mountain area and also has
many people so the model of landslide will be applied in Tegal
Regency. GIS (Geographic Information System) as a tool will be help
to make easy in process and applicated.
Output from execute identification landslide model is a
landslide area map, which it has three categories; very dangerous
area, rather dangerous area, and safety area. A model is scoring
system which has mean 1 until 5 scor and weighted system from 7
(seven) variabel are slope, geology, rainfall,
hidrogeology,infilltration rate, sesar area, and land cover. After
the model applicated in Tegal Regency, it has output landslide area
map which it about 4% area in Tegal Regency or 3600 ha is very
dangerous category. In the next time, that map can used as input
spatial planning in Tegal Regency. Keywords: Landslide, model,
GISPENDAHULUAN
Keberadaan suatu wilayah tidak bisa terlepas dari adanya potensi
bencana alam, sehingga harus siap pula untuk menghadapi bencana
tersebut. Indonesia memiliki kondisi alam yang tergolong rawan
terhadap bencana-bencana seperti gempa, tsunami, dan longsor. Namun
bencana yang hampir terjadi pada setiap wilayah di Indonesia adalah
bencana longsor, karena sekitar 45% luas lahan di Indonesia adalah
lahan pegunungan berlereng yang peka terhadap longsor dan erosi.
Hal ini merupakan hambatan sekaligus tantangan bagi perencanaan
wilayah mengingat sebagaian besar wilayah kabupaten atau kota di
Indonesia memiliki kawasan pegunungan. Namun kelerengan bukanlah
penyebab utama longsor di Indonesia, secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya longsor dan erosi adalah faktor alam dan
faktor manusia. Faktor alam yang utama adalah kelerengan, curah
hujan, dan geologi. Sedangkan faktor manusia adalah semua tindakan
manusia yang dapat mempercepat terjadinya erosi dan longsor.
TABEL 1SEBARAN DAN LUAS LAHAN PERBUKITAN-PEGUNUNGAN DI
INDONESIAPulauLuas lahan (000 ha)
Perbukitan (500 m dpl) tipe APerbukitan- pegunungan (> 500
mdpl) tipe BPerbukitan- pegunungan (> 500 mdpl) tipe CTotal
Sumatera4.4328149.99215.238
Jawa, Madura3.5761.2501.6466.472
Kalimantan3.9928.05510.47122.518
Sulawesi2.5963.3377.99613.929
Maluku dan Nusa Tenggara4.0474.5002.43710.984
Papua3.14112.2873.60510.033
Total21.78430.24336.14788.174
Keterangan: Tipe A sangat terpencar; Tipe B bersambung tetapi
dipisah oleh batas yang agak jelas;
Tipe C bersambung tetapi dipisah oleh batas yang sangat
jelas.
Sumber: Statistik Sumberdaya Lahan Pertanian (Puslit Tanah dan
Agroklimat, 1997)
PERUMUSAN MASALAH
Sebagian besar peristiwa longsor terjadi di daerah pegunungan
yang memiliki kelerengan curam dan juga curah hujan yang tinggi.
Keberadaan daerah rawan longsor selalu menjadi ancaman bagi
kehidupan di sekitarnya, terutama masyarakat yang tinggal di daerah
pegunungan. Ironisnya, tidak sedikit pula masyarakat yang memilih
untuk tinggal di daerah pegunungan karena potensi alam yang
dimilikinya.
Identifikasi kawasan rawan longsor sangat diperlukan sebagai
langkah awal untuk perencanaan tata ruang di masa mendatang.
Keberadaan kawasan rawan longsor harus menjadi pertimbangan dalam
proses penyusunan rencana tata ruang. Identifikasi kawasan rawan
longsor dengan menggunakan SIG akan lebih mudah dan cepat dalam
prosesnya. Selain itu juga lebih mudah untuk dilakukan suatu
perubahan apabila terdapat pembaruan data, sehingga dapat
dihasilkan informasi yang lebih akurat.
TUJUANPenelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model SIG
penentuan kawasan rawan longsor yang akan dipergunakan untuk
mengidentifikasi kawasan rawan longsor sebagai masukan dalam
rencana tata ruang dengan studi kasus Kabupaten Tegal.SASARAN 1.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan bencana longsor
2. Membangun model SIG
3. Mengaplikasikan model SIG untuk identifikasi kawasan
longsor.
4. Memetakan tingkat kerawanan longsor pada wilayah studi
5. Memetakan kesesuaian lahan pada kawasan rawan longsor
6. Memberikan masukan untuk rencana tata ruang.
LANDASAN TEORITIS
Pemodelan penentuan kerawanan longsor dibuat dengan membagi
masing-masing faktor ke dalam lima kriteria dengan nilai atau skor
minimal 1 dan skor maksimal 5. Sedangkan untuk pembobotan faktor
kelerengan, geologi dan curah hujan masing-masing 20%, sedangkan
faktor lainnya seperti kedalaman air tanah, laju infiltrasi, zona
patahan dan penutup lahan yaitu 10%. Pembobotan tersebut didasarkan
pada besarnya pengaruh terhadap terjadinya longsor di beberapa
wilayah.1. Kelerengan / Kemiringan
Menurut Deptan, makin curam lereng makin besar pula volume dan
kecepatan aliran permukaan yang berpotensi menyebabkan erosi.
Selain kecuraman, panjang lereng juga menentukan besarnya longsor
dan erosi. Makin panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar.
Adapun skoring dari faktor kelerengan dapat dilihat pada tabel
berikut;
TABEL 2
SKORING FAKTOR KELERENGAN
Kelerengan (20%)KeteranganSkor
< 2% datar1
2 - 15% berombak2
15 - 25% bergelombang3
25 45% berbukit4
>45%Bergunung, curam5
Sumber: Kepmentan no.837 Th 19802. Geologi
Ilmu geologi mencakup studi tentang tanah (soils) dan batuan
(rocks). Tanah dapat terdiri atas bongkah, kerakal, kerikil, pasir
(sand), lanau (silt), lempung (clay). Sedangkan jenis-jenis batuan
(rocks) dapat meliputi breksi, konglomerat, sandstone (batupasir),
siltstone (batulanau), dan claystone (batulempung) yang terbentuk
dari unsur-unsur tanah (soils). Jenis-jenis batuan lainnya
yaitu:
Aluvium Aluvium Pantai: lempung, mengandung material organik,
mudah digali, pemeabilitas rendah, jenuh air.
Aluvium Sungai: lempung, pasir, kerikil, kerakal, dengan
komposisi andesitik - basaltik, lepas-lepas, mudah digali,
permabilitas tinggi.
Aluvium Lembah: lempung tufan, pasir, lepas-lepas, mudah
digali/permeabilitas sedang-tinggi, muka air tanah dangkal. Endapan
Pematang PantaiPasir halus dengan komposisi andesitik, mengandung
fragmen cangkang, lepas-lepas, mudah digali, air tanah dangkal,
terdapat air tanah segar.
Endapan Vulkanik MudaLempung tufan, pasir tufan, konglomerat,
endapan lahar, pelapukan dalam, muka air tanah dalam.
TABEL 3
SKORING FAKTOR GEOLOGI
Klasifikasi GeologisPeriode PembentukanDeskripsiUnsur
GeologiSkor
Qs
(Batuan Sedimen)PleistosenEndapan Danau dan Sungai Tua :
pasir, lanau dan lempung Aluvium muda
(berasal dari campuran endapan muara dan endapan sungai)
Aluvium, endapan kipas aluvial
(Aluvium muda berasal dari endapan gunung)1
Qv
(Batuan Gunung Api)HolosenBatuan Gunung Api Muda :
lava. bom, lapili, dan abu Tefra berbutir halus
Aluvium muda
(berasal dari endapan gunung berapi)2
QTv
(Batuan Gunung
Api)Pleistosen-
PliosenTuf, tuf lapili, breksi dan lava bersifat andesit banyak
mengandung pecahan batu apungTefra berbutir halus, tefra berbutir
kasar3
Tmv
(Batuan Gunung
Api)Miosen TengahBreksi,aglomerat, tuf dan lava,
bersifat andesit basalt, mengandung sisipan batupasir, batulanau
serpih dan batugamping.Andesit,basalt, tefra berbutir halus, tefra
berbutir kasar4
Andesit, Basalt5
Sumber : Putra, 2006 dan modifikasi penyusun
3. Curah Hujan
Hujan adalah peristiwa di mana titik air yang semula berupa
uap-uap air yang berkumpul di udara yang jatuh ke permukaan bumi
berupa cair atau pun padat. Curah hujan adalah salah satu unsur
iklim yang besar perannya terhadap kejadian longsor dan erosi. Air
hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan menjenuhi tanah
menentukan terjadinya longsor, sedangkan pada kejadian erosi, air
limpasan permukaan adalah unsur utama penyebab terjadinya erosi.
Menurut Fornier (1972), diantara faktor energi yang paling
berpotensial sebagai faktor utama terkait dengan terjadinya erosi
tanah longsor adalah energi kinetik air hujan dan limpasan
permukaan. Adapun skoring dari faktor curah hujan dapat dilihat
pada tabel berikut;
TABEL 4
SKORING FAKTOR CURAH HUJAN
Curah hujan (20%)Skor
5000mm/th5
Sumber: Fornier, 1972 dan modifikasi penyusun4. Kandungan Air
Tanah
Menurut Tolman (1937) dalam Wiwoho (1999:26), ditinjau dari
kedudukannya terhadap permukaan, air tanah dapat disebut:
(i) air tanah dangkal (air bawah tanah tak tertekan), umumnya
berasosiasi dengan akifer tak tertekan, yakni yang tersimpan dalam
akuifer dekat permukaan hingga kedalaman 15 - 40 m.
(ii) air tanah dalam (air bawah tanah tertekan), umumnya
berasosiasi dengan akifer tertekan, yakni tersimpan dalam akuifer
pada kedalaman lebih dari 40 m.
Adapun skoring dari faktor kedalaman air tanah dapat dilihat
pada tabel berikut;
TABEL 4
SKORING FAKTOR KEDALAMAN AIR TANAH
Kedalaman Air Tanah (10%)Keterangan Skor
Air tanah dalam (>40m)akifer tertekan
(air tanah produktif sedang- langka)1
Air tanah dangkal (5000 m dari garis patahanZona bebas/aman
gempa1
Sumber: Kelarestaghi, 2003 dan modifikasi penyusun
7. Penutup Lahan (Land Cover)
Penutupan lahan menurut Sven Theml (2006) dapat dibedakan
menjadi permukiman dan tempat kegiatan, persawahan, perkebunan,
tegalan/ladang, semak belukar, tanah kosong/gundul, bukit pasir,
hutan, dan daerah perairan.
Adapun skoring dari faktor penutupan lahan dapat dilihat pada
tabel berikut;
TABEL7SKORING FAKTOR PENUTUPAN LAHAN
Penutupan Lahan (10%)Skor
Hutan1
Permukiman, Sawah, Perkebunan2
Tegalan/ladang3
Semak belukar4
Bukit pasir, Tanah kosong5
Sumber: Theml ,2006 dan modifikasi penyusunMETODOLOGI
PENELITIANMetode Pengumpulan Data
Survai primer
Observasi visual, meliputi pemetaan, dan foto terhadap kawasan
studi.
Survai Sekunder
Survai sekunder meliputi pengumpulan datadata berupa literatur
melalui instansiinstansi yang terkait dengan identifikasi kawasan
longsor, yaitu BAPEDA, BPN, BMG dan Dinas Lingkungan Hidup dan
Sumberdaya Air.
Metode Analisis
Metode yang digunakan adalah kuantitatif yang meliputi:
1. Analisis ScoringAnalisis scoring dilakukan dengan pemberian
skor berdasarkan karakteristik kriteria yang ada pada tiap
variabel.2. Simulasi Model (Model Builder)
Simulasi model dalam penelitian ini merupakan sebuah model
analisis berwujud sebuah aplikasi yang dibuat melalui software SIG
(Sistem Informasi Geografis) yaitu ArcView, Spatial Analist 2.0
khususnya ektension model builder. Kelebihan dari model builder
adalah lebih mudah dipahami, dieksekusi, disimpan, dan dimodifikasi
oleh pengguna.
3. Deskriptif Output Model Untuk Masukan Rencana Tata Ruang
Analisis selanjutnya berupa deskripsi dari output arithmetic
overlay (evaluasi kesesuaian lahan), dengan tujuan untuk memberikan
masukan dalam rencana tata ruang secara umum pada wilayah studi,
khususnya di daerah yang teridentifikasi rawan longsor. ANALISIS
PENYUSUNAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI
MASUKAN RENCANA TATA RUANG
Analisis Skoring Karakteristik Fisik Alam Terkait Longsor
Analisis Kelerengan / Kemiringan
Pada wilayah bagian selatan Kabupaten Tegal memiliki kelerengan
yang curam. Sekitar 8% dari seluruh wilayah Kabupaten Tegal adalah
kawasan dengan kelerengan lebih dari 45% yaitu sebagian wilayah
Kecamatan Bumijawa dan Kecamatan Bojong. Kawasan tersebut juga
berada pada ketinggian lebih dari 750 mdpl. Keadaan demikian
menjadi salah satu pendorong terjadinya peristiwa longsor. Kawasan
dengan kelerengan lebih dari 45% diberikan skor paling tinggi
karena sifatnya yang rentan terhadap longsor. Hampir seluruh
peristiwa longsor terjadi pada kawasan yang berlereng curam,
seperti pada daerah pegunungan atau daerah sempadan sungai.
Sedangkan skor terendah diberikan pada kawasan yang memiliki
topografi datar atau kelerengan kurang dari 2% seperti pada
sebagian Kecamatan Kramat, Kecamatan Suradadi, dan Kecamatan
Warurejo. Skor tertinggi yang diberikan adalah 5 (lima) sedangkan
skor terendah adalah 1 (satu).
Analisis Geologi
Keberadaan geologi di wilayah Kabupaten Tegal pada bagian utara
seperti Kecamatan Kramat, Kecamatan Suradadi, dan Kecamatan
Warurejo serta bagian barat seperti Kecamatan Margasari dan
Kecamatan Pagerbarang terdiri atas aluvium, dimana pada jenis ini
bersifat stabil atau tidak rentan terhadap longsor. Aluvium terdiri
atas lempung, lanau, pasir dan kerikil. Lapisan ini mudah menyerap
air dan berada pada kawasan pantai yang dimana morfologinya datar
sehingga skor untuk lapisan geologi ini merupakan terendah yaitu 1
(satu) karena sifatnya yang paling stabil terhadap longsor.
Sedangkan lapisan dengan skor tertinggi yaitu 5 (lima) adalah
lapisan hasil gunung api kwarter muda yang terdapat pada wilayah
selatan Kabupaten Tegal yaitu Kecamatan bojong dan Bumijawa.
Lapisan ini terdiri atas breksi, lava, tufa, aliran lava andesit
batu pasir, dan bongkahan batuan gunung api. Formasi pada lapisan
ini merupakan formasi labil, karena terdiri atas batupasir dan
tanah berbutir halus. Sifatnya mudah menyerap air sehingga mudah
jenuh air yang menyebabkan lapisan ini mudah labil dan terjadi
longsor. Selain itu lapisan jenis ini juga terdapat pada daerah
dengan kelerengan curam yang lebih dari 45%, sehingga semakin
membuat labil terhadap longsor.
Analisis Curah Hujan
Suatu wilayah dengan curah hujan yang relatif besar namun
terjadi dalam waktu yang singkat tidak berpengaruh besar dalam
terjadinya peristiwa longsor. Sebaliknya juga, suatu wilayah dengan
waktu hujan yang lama, namun curah hujan yang terjadi kecil tidak
berpengaruh besar terhadap terjadinya peristiwa longsor. Curah
hujan yang dapat mendorong terjadinya peristiwa longsor adalah
curah hujan yang besar yang terjadi dalam waktu yang relatif lama.
Sehingga data yang diperlukan untuk menentukan kerawanan longsor
adalah curah hujan tahunan yang merupakan rata-rata hujan yang
terjadi dalam waktu satu tahun.
Untuk wilayah Kabupaten Tegal, curah hujan yang tertinggi berada
pada wilayah selatan yaitu Kecamatan Bojong dan Kecamatan Bumijawa
dimana merupakan daerah kaki Gunung Slamet. Curah hujan tahunan
pada daerah ini mencapai lebih dari 5000 mm. Hampir setiap hari
terjadi hujan pada kawasan tersebut dan waktunya juga relatif lama.
Sehingga pada kawasan ini diberikan skor tertinggi yaitu 5 (lima).
Curah hujan semakin rendah menuju wilayah bagian utara Kabupaten
Tegal. Curah hujan terendah adalah pada wilayah pantai Kabupaten
Tegal seperti Kecamatan Kramat, Kecamatan Suradadi, dan Kecamatan
Warurejo yaitu kurang dari 2000mm/th. Oleh sebab itu pada kawasan
tersebut skor yang diberikan adalah terendah.
Analisis Kandungan Air Tanah
Sebagian besar wilayah Kabupaten Tegal bagian utara memiliki
kandungan air tanah yang dangkal. Air tanah dangkal tersebut
terdiri atas jenis akuifer dengan tingkat produktifias sampai
dengan tinggi. Tingkat produktivitas yang tinggi tersebut dapat
dilihat dari debit sumur antara 5-10 liter/detik. Tingkat
produktivitas yang tinggi tersebut dapat berpengaruh pada
kestabilan tanah terhadap longsor. Pada umumnya tanah yang memiliki
kandungan air tanah dengan kedalaman < 40m (dangkal), cenderung
jenuh air. Sehingga pada saat terjadi hujan, maka tingkat kejenuhan
akan mencapai puncaknya sehingga tanah mudah labil dan mudah pula
untuk terjadi longsor terutama pada daerah yang berkelerengan
curam. Sehingga pada kawasan yang memiliki kandungan air tanah
dangkal diberikan skor paling tinggi yaitu 5 (lima). Sedangkan
kawasan air tanah dalam berada pada wilayah bagian timur sampai
dengan selatan. Pada kawasan ini memiliki jenis akuifer dengan
tingkat produktivitas rendah. Tingkat produktivitas yang rendah
berarti debit sumur yang ada juga rendah yaitu