KATA SERAPAN DARI BAHASA BELANDA PADA BIDANG KULINER DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS FONOLOGIS Penulis : Mia Kustiyanti NPM : 0906529230 Pembimbing : Munif Yusuf S.S, M.Hum. NIP : 19700509 2009121001 Fakultas : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi : Belanda Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
20
Embed
KATA SERAPAN DARI BAHASA BELANDA PADA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20369110-MK-Mia Kustiyanti.pdf · Buku yang digunakan adalah buku resep masakan “Citra Rasa Asyik, ... di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA SERAPAN DARI BAHASA BELANDA PADA BIDANG KULINER
DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS FONOLOGIS
Penulis : Mia Kustiyanti
NPM : 0906529230
Pembimbing : Munif Yusuf S.S, M.Hum.
NIP : 19700509 2009121001
Fakultas : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Program Studi : Belanda
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
KATA SERAPAN BAHASA BELANDA PADABIDANG KULINER DALAM BAHASA INDONESIA:
ANALISIS FONOLOGIS
Mia Kustiyanti, Munif Yusuf
1. Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia2. Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Sebuah kata serapan tercipta akibat beberapa faktor, di antaranya adalah kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi secara lisan maupun tulisan, sehingga ada kata yang berubah secara fonologis, ada pula yang tidak. Dalam makalah ini dilakukan analisis jenis perubahan fonologis apa saja yang terjadi pada kata serapan, seperti perubahan pada vokal panjang, penyederhanaan lafal, penghilangan bunyi, reduplikasi dan perubahan bunyi fonem pada suku kata. Seperti pada kata frikadel yang berubah pengucapannya menjadi [pərkəd�l]. Pada kata serapan yang tidak berubah secara fonologis, hal itu disebabkan fonem pada kata serapan tersebut sama dengan fonem pada kata dari bahasa sumbernya, contoh kata yang tidak berubah secara fonologis adalah poffertjes yang tetap dilafalkan [p�fərcəs].
.
DUTCH LOANWORDS IN THE CULINARY FIELDIN INDONESIAN: A PHONOLOGICAL ANALYSIS
Abstract
A loanword is created by several factors. One of them is language contact. Language contact occurs both in oralform and in writing form, so some words changed phonologically, some are not. This paper analyzes what types of phonological changes that occur in loanwords, such as changes in long vowels, pronunciation simplification, removal of (a) phoneme(s), reduplication and the change of phonemes in a syllable. As in word pronunciation frikadel changed into [pərkəd�l]. On a loanword that does not change phonologically, it is caused by the phonemes of the loanwords have the same phonemes in the words of the source language. The example is poffertjes that is still pronounced [p�fərcəs].
Sering kali kita tidak mengetahui bahwa makanan yang kita sukai atau yang kita kenali sejak
lama merupakan warisan makanan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Seperti bistik yang
berasal dari kata biefstuk, panekuk dari kata pannekoek dan perkedel dari kata frikadel
merupakan nama-nama makanan yang diserap dari bahasa Belanda. Oleh karena sering
terjadinya interaksi antara orang Indonesia dan orang Belanda pada zaman kolonial, maka
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
terjadilah penyerapan kata termasuk dalam penamaan makanan. Menurut Soekiman (2000)
yang dikutip oleh Fadly Rahman (2011), salah satu babak penting sejarah kuliner Indonesia
adalah masa kolonial dengan berbagai sentuhan kebudayaannya. Ketika bangsa asing datang
dan menetap di suatu wilayah, maka mereka akan turut serta membawa budayanya masuk
dan memberi pengaruh ke tempat menetapnya yang baru. Silang pengaruh budaya masa
kolonial yang ditandai ramainya persentuhan budaya seperti budaya kuliner yang dimulai
sejak abad ke-17. Hal itu merupakan keunikan tersendiri yang tentunya menarik untuk
dibahas.
Suwito (1985:39-40) mengatakan bahwa apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara
bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa bahasa tesebut dalam keadaan
saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling mempengaruhi antara bahasa
satu dengan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan
maupun tulisan. Kontak bahasa merupakan titik awal munculnya sebuah kata serapan. Latar
belakang sejarah menjadi salah satu penyebab terciptanya sebuah interaksi/kontak sosial.
Oleh sebab itu, banyak sekali ditemukan kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Belanda
di dalam bahasa Indonesia, termasuk di bidang kuliner.
Bahasa Indonesia dan Belanda memiliki sistem fonologi yang berbeda. Ada fonem yang
berterima di antara dua bahasa tersebut, ada juga yang tidak. Kata tegel [teγəl] misalnya,
dalam bahasa Indonesia tidak dilafalkan dengan /γ/ karena bahasa Indonesia tidak
mempunyai /γ/. Oleh karena itu, huruf <g> dilafalkan [g] dalam bahasa Indonesia, maka tegel
dilafalkan [t�gəl]. Perubahan tersebut berkaitan dengan perbedaan lafal ejaan (spelling
pronunciation). Selain itu, penguasaan bahasa asing juga ikut berpengaruh terhadap
kemampuan seseorang melafalkan kata dari bahasa asing.
Masalah Penelitian
Sistem fonologi bahasa Indonesia berbeda dengan sistem fonologi bahasa Belanda. Oleh
sebab itu, kata-kata serapan yang masuk ke bahasa Indonesia mengalami perubahan bunyi.
Pokok dari penelitian ini adalah kata-kata serapan dari bahasa Belanda di bidang kuliner yang
diambil dari buku resep masakan “Citra Rasa Asyik, Dapur Masakan Belanda” dan
“Rijsttafel Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942”. Masalah penelitian
terkait dengan bidang fonologi dan kuliner dirumuskan sebagai berikut:
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
apakah kata serapan yang ditemukan dalam bidang kuliner mengalami perubahan
bunyi dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia?
bagaimanakah proses perubahan fonologis kata-kata serapan tersebut?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan bunyi apa saja yang dialami
oleh kata-kata serapan di bidang kuliner yang akan dianalisis. Analisis dilakukan untuk
mengetahui bagaimana proses perubahan bunyi kata-kata serapan tersebut berubah dari
bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Selain itu, agar dapat juga diketahui mengapa terdapat
kata-kata yang tidak berubah secara fonologis.
Metode Penelitian
Kata-kata serapan di bidang kuliner dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber tertulis,
yaitu buku-buku resep masakan dan kue. Buku yang digunakan adalah buku resep masakan
“Citra Rasa Asyik, Dapur Masakan Belanda” dan “Rijsttafel Budaya Kuliner di Indonesia
Masa Kolonial 1870-1942”. Kedua buku tersebut diambil sebagai sumber karena di dalamnya
membahas bermacam-macam kuliner khas Belanda yang sudah familiar dengan masyarakat
Indonesia. Penamaan makanan dalam buku-buku tersebut sudah mengalami penyerapan ke
bahasa Indonesia, sehingga menarik untuk dianalisis secara fonologis.
Setelah terkumpul, kata-kata tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis perubahannya.
Kemudian untuk mengetahui apakah kata serapan tersebut merupakan kata-kata serapan yaitu
menggunakan kemampuan dasar kedua bahasa yang dimiliki oleh penulis. Dengan begitu
akan dapat diperkirakan mana saja kata yang diduga kata serapan. Terakhir, kata-kata yang
diduga kata serapan tersebut kemudian dilihat apakah kata tersebut tercakup dalam buku
Loan Words in Indonesia and Malay.1
Dalam menganalisis kata-kata serapan dari bahasa Belanda, digunakan dua landasan yaitu
kontak bahasa dan fonologi. Kedua landasan tersebut dianggap sebagai dua hal yang paling
penting dalam menganalisis kata-kata serapan. Kontak bahasa merupakan titik awal mula
munculnya sebuah kata serapan. Kontak bahasa menjelaskan mengenai akibat yang 1 Buku Loan Words in Indonesia and Malay karya Russell Jones (ed) (2007) berisi daftar kata-kata serapan dalam bahasa Indonesia dan Melayu yang berasal dari berbagai bahasa.
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
ditimbulkan dari adanya kontak dari kedua penutur yang berbeda dalam kurun waktu yang
panjang, sehingga tercipta kata-kata serapan. Kemudian setelah dijelaskan mengenai awal
munculnya kata serapan tersebut, maka kata serapan tersebut secara fonologis untuk melihat
perbandingan sistem bunyi pada bahasa Indonesia dan bahasa Belanda, sehingga dapat
diketahui apa yang menyebabkan perubahan bunyi tersebut terjadi.
Kontak Bahasa
Kontak bahasa merupakan titik awal terciptanya kata-kata serapan. Kontak bahasa terjadi
akibat kedua penutur bahasa yang berbeda sering berinteraksi satu sama lain dalam kurun
waktu yang cukup lama. Kontak bahasa yang terjadi di Indonesia karena dipengaruhi oleh
situasi sejarah zaman kolonial. Orang kebanyakan hanya mengandalkan kemampuan
mendengarnya untuk menyerap kata-kata tersebut. Seperti pada istilah jongos yang asal
katanya adalah jongens.
Menurut Appel dan Muysken (1987) yang dikutip oleh Monica Nila Sari (2009), situasi
kontak bahasa adalah situasi yang melibatkan atau memungkinkan terjadinya kontak bahasa
terjadi di dunia. Situasi yang paling dominan atau paling mendekati terjadinya kontak bahasa
di Indonesia adalah kontak bahasa hasil dari ekspansi kolonial. Situasi bahasa inilah yang
dialami di Indonesia karena Indonesia pernah dikuasai Belanda.
Proses penyerapan kata terjadi melalui dua proses, yaitu lisan dan tulisan. Pada waktu itu,
yang terjadi adalah penyerapan kata secara lisan, sehingga apa yang ditangkap oleh
pendengar tidak beraturan perubahannya dan cenderung bersifat mana suka. Menurut Hudson
(1980) yang dikutip oleh Monica Nila Sari (2009) ada empat hal yang terjadi sebagai akibat
dari adanya kontak bahasa, yaitu: alih kode, bahasa pijin, bahasa kreol dan penyerapan kata.
Kontak bahasa yang terjadi kermudian akan menghasilkan kata serapan. Menurut Robins
(1992) biasanya kata serapan disesuaikan dengan kelas bunyi fonetis dan pola fonologis
bahasa sasaran, dan konsonan dan vokal asli diganti dengan vokal yang bunyinya mirip
dengan bahasa sasaran.
Peran Fonologi
Pembahasan fonologi meliputi kajian fonem dan distribusinya pada sebuah bahasa. Sistem
fonologi bahasa Belanda memiliki banyak perbedaan dengan sistem fonologi bahasa
Indonesia. Perbedaan sistem tersebut menyebabkan kata-kata serapan mengalami
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
penyesuaian lafal dan ejaan dalam bahasa Indonesia. Dalam sistem fonologi Belanda, dikenal
terdapat vokal panjang (lange vocaal) seperti pada kata baan [ban], gugus konsonan dengan
dua konsonan misalnya /st/ dan /rk/ di akhir kata seperti pada kast [kαst] dan werk [w�rk].
Dalam kajian fonologi, di dalamnya terdapat sub-sub kajian lainnya seperti, gugus konsonan,
fonotaktik, ragam bahasa tinggi dan rendah, reduplikasi, penghilangan bunyi di akhir kata
atau apocope.
1. Sistem Fonologi Bahasa Belanda
Untuk mengetahui apa saja fonem bahasa Belanda dan bagaimana distribusinya, berikut ini
merupakan tabel lengkap distribusi fonem dalam bahasa Belanda yang telah dimodifikasi
Perkedel sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat Indonesia. Makanan yang
terbuat dari kentang ini memiliki nama asli frikadel [frikαdεl] dari bahasa Belanda
berubah ke bahasa Indonesia menjadi perkedel [pərkədεl]. Dalam kata ini terdapat
perubahan pada bunyi fonem /f/ menjadi /p/ pada awal kata. Hal tersebut dapat terjadi
karena bahasa Indonesia ragam rendah tidak mengenal fonem /f/. Hal tersebut
menyebabkan fonem /f/ berubah menjadi fonem /p/. Pada suku kata awal, [fri]
berubah menjadi [pər] yang disebabkan adanya penyederhanaan ejaan. Perubahan
pada suku kata awal tersebut juga dapat ditelaah dengan melihat sistem fonotaktiknya.
Deret konsonan /fr/ tidak ada dalam deret konsonan bahasa Indonesia, sehingga
berubah menjadi [pər] untuk menyederhanakan pelafalan maka disisipkan /ə/. Selain
itu, jika dilihat deret vokal pada suku kata awal, bahasa Indonesia ragam rendah tidak
mengenal gugus konsonan konsonan KK pada suku kata berpola KKV [fri] sehingga
berubah menjadi KVK /pər/.
2. Smoor menjadi semur
Masakan ini sudah ada sejak zaman kolonial dan dihidangkan sebagai menu utama
dalam perjamuan bangsa Belanda. Smoor [smor] berubah menjadi semur [səmur].
Sama seperti pada kasus sebelumnya, perubahan bunyi di awal kata terjadi karena
adanya penyederhanaan pelafalan. Dalam bahasa Indonesia, tidak dikenal gugus
konsonan dalam satu suku kata. Sistem fonologi bahasa Indonesia ragam rendah atau
informal tidak mengenal gugus konsonan KKV sehingga disederhanakan menjadi
KVK. Oleh karena itu, [smor] yang merupakan satu suku kata berubah menjadi dua
suku kata, se-mur [səmur], sehingga dalam sistem bunyi bahasa Indonesia muncul
fonem /ə/. Selanjutnya, sistem bunyi bahasa Indonesia tidak mengenal vokal panjang
sehingga bunyi fonem /o/ yang merupakan vokal panjang, berubah menjadi /u/.
Perubahan dari bunyi /o/ menjadi /u/ dalam hal ini bersifat manasuka karena tidak ada
aturan yang baku mengenai arah perubahannya. Sama seperti pada kata Rabu yang
memiliki varian /o/ menjadi Rebo.
3. Biefstuk menjadi bistik
Biefstuk [bifstœk] mengalami perubahan menjadi bistik [bistik]. Fonem /f/ pada bief
melebur atau hilang pada bunyi fonem bahasa Indonesia. Hal tersebut juga dapat
disebabkan fonem /f/ dan /s/ sama-sama bunyi yang dihasilkan karena adanya geseran
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
atau frikatif. Selain itu, jika dilihat pada daftar deret konsonan dalam bahasa
Indonesia, /fs/ tidak termasuk di dalamnya. Maka salah satu dari konsonan tersebut
melesap dan hanya /s/ yang dilafalkan. Selanjutnya, bunyi pada fonem /œ/ terjadi
kecenderungan berubah menjadi /i/ sebab kedua fonem tersebut bercirikan [+sonoran,
+bersuara, -belakang] . Hal itu juga terjadi karena adanya harmonisasi vokal di dalam
bahasa Indonesia. Dalam kata serapan banyak ditemui harmonisasi vokal seperti
kamer menjadi kamar dan voorloper menjadi pelopor. Jika mengacu pada dua contoh
tersebut, maka jelas harmonisasi vokal juga terjadi pada kata biefstuk menjadi bistik.
4. Kool menjadi kol
Analisis perubahan pada kata kool ini sederhana, sama seperti yang sudah dibahas
sebelumnya bahwa fonem bahasa Indonesia tidak mengenal vokal panjang sehingga
Kool [kol] berubah menjadi [k�l] dalam bahasa Indonesia. Sama seperti pada kata
smoor yang berubah menjadi semur, kool tidak berubah menjadi kul, disebabkan
adanya eufoni atau kombinasi bunyi yang dianggap enak didengar. Hal tersebut juga
disebabkan oleh kata serapan berubah secara tidak beraturan, karena bahasa asing
diserap secara mana suka sesuai dengan apa yang didengar.
5. Taart menjadi tar
Dalam kata taart [tart] selain perubahan vokal panjang menjadi vokal pendek. Sama
seperti pada nomor enam kasusnya adalah bahasa Indonesia tidak mengenal vokal
panjang. Selain itu, Tar [tαr] juga mengalami penghilangan bunyi atau apocope pada
fonem /t/ di akhir kata. Penghilangan bunyi tersebut disebabkan bahasa Indonesia
tidak mengenal adanya letupan di akhir kata. Pelesapan pada bunyi /t/ di akhir kata ini
juga berkaitan dengan penyederhanaan pelafalan. Bahasa Indonesia cenderung
memiliki pelafalan yang sederhana, seperti pada kata test yang memiliki gugus
konsonan KK pada suku kata berpola KVKK berubah menjadi tes yang berpola KVK.
6. Selderij menjadi seledri
Daun selderij ini pertama kali diperkenalkan oleh Belanda dan digunakan sebagai
campuran masakan. Perubahan bunyi yang pertama pada selderij [seldər�i] menjadi
seledri [səl�dri] terdapat pada fonem /e/ berubah menjadi /ə/. Kemudian, jika dilihat
kembali pada daftar deret konsonan bahasa Indonesia, /ld/ tidak termasuk di antaranya.
Namun, terdapat temuan bahwa deret konsonan /ld/ dapat diterima dalam bahasa
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
Indonesia. Contoh katanya adalah saldo. Penyerapan tidak hanya menyerap kata tetapi
juga menambah jumlah konsonan apa dalam berdamping dengan konsonan apa dalam
dua suku kata. Sebagai penyederhanaan lafal, terdapat penyisipan fonem /�/ di antara
/ld/, sedangkan fonem /�/ di antara /dr/ mengalami penghilangan atau pelesapan.
Yang terakhir, karena sistem fonem bahasa Indonesia tidak mengenal fonem /�i/,
maka fonem tersebut berubah menjadi /i/. Selain itu, orang Indonesia juga mengalami
kesulitan dalam melafalkan bunyi /�i/ dan pengucapannya akan mengikuti ejaan
hurufnya. Maka, fonem /�i/ berubah menjadi fonem lain yang mirip, yaitu /i./.
Contohnya sama seperti pada kata bakkerij yang pada akhir kata tersebut berubah dari
/�i/ menjadi /i/.
7. Zwaartzuur menjadi suar-suir
Zwaartzuur merupakan makanan khas Belanda yang diolah dari bahan daging ayam.
Masakan yang nama asalnya dari bahasa Belanda zwaartzuur [zwartsyr] mengalami
perubahan pengucapan menjadi suar-suir [suwarsuwir]. Konsonan /z/ tidak ada pada
bahasa Indonesia, sehingga perubahan terjadi dan digantikan fonem yang memiliki
perbedaan ciri paling sedikit. Fonem /z/ bercirikan <+suara, -sonoran, +kontinuan>,
sedangkan fonem /s/ bercirikan <-suara, -sonoran, +kontinuan>. Hal tersebut
menyebabkan artikulasi kedua fonem tersebut memiliki kemiripan bunyi. Walaupun
memiliki kemiripan bunyi, ragam rendah bahasa Indonesia hanya mengenal fonem /s/
yang meggantikan fonem /z/. Kemudian vokal panjang /a/ berubah menjadi vokal
pendek /a/ dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal sistem fonem vokal panjang.
Terdapat satu lagi vokal panjang yang berubah, yaitu /y/ pada [zuur] berubah menjadi
[suwir]. Fonem /y/ berubah menjadi bunyi /ui/. Hal tersebut terjadi karena hasil bunyi
keduanya dihasilkan dengan cara artikulasi yang sama. Kata suar-suir ini sendiri
mengandung reduplikasi yaitu proses pengulangan kata atau unsur kata. Dalam
bahasa Indonesia, banyak terdapat reduplikasi seperti bolak-balik.
8. Koelkast menjadi kulkas
Kulkas merupakan alat pendingin untuk menyimpan makanan. Penyebutan nama alat
ini menyerap dari bahasa Belanda, yaitu koelkast. Koel berarti dingin, sedangkan kast
berarti lemari. Koelkast [kulkαst] berubah menjadi kulkas [kulkas] hanya mengalami
penghilangan bunyi pada akhir kata (apocope) yaitu hilangnya fonem /t/. Sama seperti
kasus pada kata taart menjadi tar, penghilangan bunyi terjadi di akhir kata disebabkan
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
sistem bunyi bahasa Indonesia tidak mengenal letupan di akhir kata atau dua
konsonan di akhir kata. Bahasa Indonesia yang pengejaanya sederhana, cenderung
tidak memiliki kata dengan dua konsonan di akhir kata. Seperti pada kata [pr�sid�nt]
yang diserap menjadi [pr�sid�n].
9. Ananastaart menjadi nastar
Jenis kue kering ini sudah sangat familiar dengan orang Indonesia. Kue ini dinamakan
Ananastaart karena di dalamnya terdapat selai nanas. Dalam bahasa Belanda, Ananas
berarti buah nanas dan taart berarti kue. Ananastaart [αnαnαstart] berubah menjadi
nastar [nastar]. Fonem /α/ di awal kata mengalami pelesapan. Pelesapan tersebut
dapat dikaitkan dengan penyerapan sebuah kata dari bahasa asing secara lisan.
Selanjutnya pada bagian –taart sendiri telah dibahas sebelumnya dan dapat dilihat
pada pembahasan nomor lima.
Pada bagian ini akan dijelaskan kata-kata serapan yang mengalami perubahan ejaan saja
tanpa adanya perubahan pelafalan. Perubahan fonologis pada kata-kata serapan di bawah ini
tidak terjadi karena distribusi fonem dalam bahasa Belandanya sama dengan fonem bahasa
Indonesia.
1. Poffertjes
Poffertjes merupakan makanan tradisional Belanda. Makanan ini dibawa ke Hindia
Belanda pada zaman kolonial. Banyak yang mengatakan bahwa kue cubit merupakan
adaptasi dari poffertjes. Secara fonologis, poffertjes tidak mengalami perubahan bunyi
ke dalam bahasa Indonesia. Satu hal yang mengalami perubahan adalah pada
pengejaannya. Dalam bahasa Indonesia, poffertjes [p�fərtjəs] berubah menjadi
[pofərcəs]. Jika dibandigkan dengan perubahan yang terjadi pada frikadel berubah
menjadi perkedel, maka perbedaannya terletak pada persoalan ragam tinggi dan
ragam rendah bahasa Indonesia. Sebenarnya, Indonesia mengenal huruf <tj> sebelum
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) diresmikan. Sekarang fonem [tj] digantikan oleh
[c] yang dikenali oleh sistem bunyi bahasa Indonesia. Kemudian, bila dikaitkan
dengan bahasa Indonesia yang mengenal ragam tinggi dan rendah, pengucapan
poffertjes yang tidak berubah menjadi poperces disebabkan bahasa Indonesia ragam
tinggi menerima fonem /f/ sehingga pengucapannya tidak berubah.
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
2. Pannenkoek
Pannenkoek merupakan kue dadar asal Belanda yang sudah familiar dengan orang
Indonesia. Sebelum tahun 1995, penamaan kue ini adalah pannekoek, namun
kemudian setelah tahun 1995 ejaan pannekoek diubah menjadi pannenkoek.
Pannenkoek [pαnəkuk] dapat dikatakan tidak mengalami perubahan bunyi. Sistem
bunyi dari kata tersebut berterima dengan sistem bunyi bahasa Indonesia, sehingga
dalam bahasa Indonesia sama-sama diucapkan pannenkoek [pαnəkuk]. Sama seperti
poffertjes yang pengucapannya tidak berubah, hal tersebut memiliki alasan tersendiri
yaitu untuk membangkitkan kenangan masa lalu terhadap pengaruh kolonial Belanda.
3. Bier
Bier, minuman beralkohol yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Belanda, juga
tidak mengalami perubahan bunyi atau pengucapannya. Bier juga diucapkan bir [bir]
dalam bahasa Indonesia. Walaupun dalam melafalkan sebuah kata orang Indonesia
cenderung melafalkan atau mengeja sesuai dengan hurufnya, namun pada kata bier ini
pelafalannya sama dengan pelafalan pada bahasa Belanda.
4. Kaasstengel
Kue ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Kaasstengel merupakan jenis kue
kering berbahan dasar keju yang berbentuk seperti batangan emas. Hal itu terlihat dari
penamaan kue ini. Kaas memiliki arti keju dalam bahasa Belanda, sedangkan stengel
berarti batang. Kaasstengel [kast�ngəl] tidak mengalami perubahan fonologis. Hanya
vokal panjang /a/ yang berubah menjadi pendek, namun pengucapannya dalam bahasa
Indonesia sama persis seperti pengucapan bahasa Belanda.
SIMPULAN
Pada penelitian ini ada tiga belas kata serapan dari bahasa Belanda dalam bidang kuliner
dianalisis perubahan fonologisnya. Penamaan makanan yang masih menggunakan istilah
dalam bahasa Belanda tidak sepenuhnya sama dengan kata asalnya. Seiring dengan
berjalannya waktu, kata-kata tersebut mengalami perubahan pengucapan. Kata-kata serapan
tersebut dianalisis dari segi perubahan bunyinya atau fonologis.
Perubahan fonologis terjadi karena ada sistem fonem bahasa Belanda yang tidak dikenali
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
dalam bahasa Indonesia. Setelah dilakukan analisis pada kata-kata serapan yang telah dipilih,
berikut ini merupakan kasus perubahan bunyi yang ditemukan pada kata-kata tersebut:
1. Perubahan pada vokal panjang menjadi vokal pendek.
2. Penyederhanaan pelafalan dengan penyisipan vokal dan penyederhanaan gugus
konsonan.
3. Penghilangan bunyi pada awal, tengah dan akhir kata.
4. Perubahan bunyi fonem pada suku kata, perubahan fonem yang memiliki hambatan
artikulasi sejenis.
5. Reduplikasi pada zwaartzuur menjadi suar-suir dan kata suar-suir tidak ditemukan
dalam Jones.
6. /ld/ tidak ada pada daftar deret konsonan Anton M. Moeliono, tetapi sebagai temuan
baru deret konsonan /ld/ dapat ditambahkan pada daftar deret konsonan.
.DAFTAR REFERENSI
Books:
Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, Hasan Alwi, dan Soenjono Dardjowidjojo. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Appel, R and Muysken. 1987. Language Contact and Bilingualisme, Institute for General Linguistics. Amsterdam: University of Amsterdam.
Dapur Kirana. 2013. Cita Rasa Asyik, Dapur Masakan Belanda. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djoko Soekiman. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVII – Medio Abad XX). Yogyakarta: Bentang.
Fadly Rahman. 2011. Rijsttafel Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Neijt, Anneke. 1991. Universele Fonologie: Een Inleiding in de Klankleer. Dordrecht: Foris Publication.
Robins, R.H. 1992. Linguistik Umum: Sebuah Pengantar. Jakarta: Kanisius.
Russell, Jones (ed). 2007. Loan Words in Indonesian and Malay. Leiden: KLTV.
Kata serapan ...., Mia Kustiyanti, FIB UI, 2014
Suwito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Cipta.
Theses:
Monica Nila Sari. 2009. Perubahan Fonologis dan Sistematis Istilah Hukum BahasaIndonesia yang Berasal dari Bahasa Belanda. Depok: Skripsi FIBUI.
Munif Yusuf. 2007. Pemadanan Istilah Hukum Perdata Belanda ke dalam Bahasa Indonesia. Depok: Tesis FIBUI.