1 Laporan Akhir Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah dan perkenan-Nya-lah buku Laporan Akhir Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyuwangi atas kepercayaaan yang telah diberikan kepada kami serta kepada semua fihak yang telah mendukung terselesaikannya penyusunan laporan hasil penelitian ini. Kami juga memohon maaf apabila masih banyak terdapat kekurang-sempurnaan dan kekhilafan dalam penyusunan laporan ini Semoga buku ini dapat menjadi masukan dan inspirasi bagi perbaikan dan pengembangan penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Banyuwangi pada masa-masa yang akan datang. Banyuwangi, 2014 Tim Penyusun
88
Embed
KATA PENGANTAR - bappeda.banyuwangikab.go.id · Laporan Akhir 1 Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan ... (Standar Perencanaan Geometrik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah dan perkenan-Nya-lah buku Laporan Akhir Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyuwangi atas kepercayaaan yang telah diberikan kepada kami serta kepada semua fihak yang telah mendukung terselesaikannya penyusunan laporan hasil penelitian ini. Kami juga memohon maaf apabila masih banyak terdapat kekurang-sempurnaan dan kekhilafan dalam penyusunan laporan ini Semoga buku ini dapat menjadi masukan dan inspirasi bagi perbaikan dan pengembangan penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Banyuwangi pada masa-masa yang akan datang. Banyuwangi, 2014 Tim Penyusun
2 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan 1.1. Pendahuluan ............................................................................................. 1 1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................... 4 1.3. Sasaran .................................................................................................... 4 1.4. Referensi Hukum ...................................................................................... 4 Bab 2 Pendekatan Teoritis 2.1. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan ..................................................... 8 2.2. Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Pembangunan ................................ 28
Bab 3 Metodologi 3.1. Pendekatan ............................................................................................. 35 3.2. Metode Analisis ....................................................................................... 36 3.3. Kebutuhan Dan Sumber Data ................................................................. 37 Bab 4 Gambaran Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1. Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik .............................................. 40 4.2. Demografi ............................................................................................... 42 4.3. Sosial dan Budaya .................................................................................. 43 4.4. Sumber Daya Manusia ............................................................................ 44 4.5. Pengembangan Infrastruktur ................................................................... 45 4.6. Perekonomian Daerah ............................................................................ 46 4.7. Potensi Daerah ....................................................................................... 55 4.8. Analisis Perkembangan Sektoral ............................................................. 59 Bab 5 Analisa Kelayakan Lahan Pengganti 5.1. Pembangunan Jalan Lingkar Selatan ...................................................... 66 5.2. Kewajiban Lahan Pengganti .................................................................... 70 5.3. Kelayakan Lokasi .................................................................................... 75 5.4. Analisis Benefit Cost ............................................................................... 76 5.5. Aspek Hukum Pembebasan Tanah (Calon Lahan Pengganti) ................ 81 5.6. Dampak Sosial, Ekonomi dan Lingkungan .............................................. 82 Bab 6 Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 84 6.2. Rekomendasi .......................................................................................... 85 Daftar Pustaka
1 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Pertumbuhan dan perkembangan kota atau wilayah berimplikasi pada
meningkatnya kebutuhan penduduk, disamping itu jumlah penduduk yang
senantiasa bertambah juga memiliki kontribusi yang besar bagi
peningkatan kebutuhan penduduk. Dengan pertambahan kebutuhan
penduduk maka akan bertambah pula permintaan perjalanan berupa
peningkatan aktivitas pergerakan orang dan barang dalam suatu wilayah
atau kota, yang mana aktivitas pergerakan ini mutlak memerlukan sarana
dan prasarana transportasi yang memadai baik secara kualitas maupun
kuantitas. Pembangunan infrastruktur transportasi yang dapat berupa
prasarana dan sarana jalan raya, prasarana dan sarana jaringan kereta
api, angkutan sungai, laut dan udara, semuanya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dengan segala aktivitas pergerakan
orang dan barang yang menyertainya. Akan tetapi pada kenyataannya
laju mobilitas yang tinggi tidak selalu dapat diimbangi oleh laju
penyediaan jaringan prasarana dan sarana transportasi sehingga
berdampak pada menurunnya aksesibilitas dalam mencapai suatu titik
tujuan perjalanan, suatu tempat, lokasi kegiatan maupun pusat-pusat
pelayanan. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan yang
digunakan untuk mencapai suatu lahan atau lokasi kegiatan dengan
menggunakan sistem jaringan transportasi (Black, 1981). Tingkat
aksesibilitas dapat diukur dari jarak dan waktu. Jika suatu tempat memiliki
jarak yang berdekatan dikatakan memiliki aksesibilitas yang baik. Faktor
waktu berkarakter lebih dominan dibandingkan jarak, sebab jika waktu
tempuh yang diperlukan lebih pendek untuk menuju suatu tempat akan
dinyatakan memiliki aksesibilitas yang lebih baik meskipun memiliki jarak
yang relatif jauh, sebaliknya aksesibilitas dikatakan kurang baik jika waktu
tempuh yang diperlukan lebih lama walaupun jarak yang ditempuh lebih
dekat. Tinggi rendahnya aksesibilitas ditentukan oleh sistem jaringan
2 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
transportasi yang menghubungkan antar tempat atau lokasi. Salah satu
jenis jaringan transportasi yang paling mendasar adalah jaringan
transportasi darat yang dalam hal ini adalah prasarana jalan.
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang berguna untuk
mendukung kelancaran lalu lintas atau pergerakan kendaraan yang
berupa arus menerus maupun belok (Standar Perencanaan Geometrik
Jalan Perkotaan, 1988). Jalan memiliki berbagai kelebihan seperti biaya
investasi yang relatif rendah, bersifat fleksibel memenuhi kebutuhan dan
perkembangan kota yang mana pembangunannya dapat dilakukan
secara bertahap, mempunyai karakteristik pelayanan door to door
serviceserta menjadi penghubung antar sistem perangkutan lain seperti
kereta api, angkutan sungai, laut, dan udara. Oleh karena itu tepat jika
prasarana jalan dianggap sebagai tulang punggung sistem jaringan
transportasi. Banyak sekali manfaat ekonomi, politik, sosial dan manfaat
teknis lain akan diperoleh dengan adanya jaringan jalan. Dalam lingkup
spasial, prasarana jalan diantaranya berperan besar dalam mendorong
perkembangan wilayah, meningkatkan pendapatan daerah, menjadi urat
nadi perekonomian sebagai jalur mobilitas manusia, distribusi barang dan
jasa, membuka isolasi daerah-daerah terpencil, mempercepat
pemerataan pembangunan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Disamping itu secara teknis jaringan jalan yang baik terutama berfungsi
dalam mengurangi kemacetan, meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan
efisiensi waktu dan biaya transportasi masyarakat dan sebagainya.
Semua itu menuntut akan suatu sistem jaringan jalan yang optimal dalam
pelayanan, karena itu kinerja jalan sebagai parameter pelayanan jalan
harus senantiasa dipertahankan pada level yang baik. Berbagai usaha
dilakukan pemerintah dalam rangka mempertahankan kinerja jalan agar
tetap dapat melayani kebutuhan transportasi penduduk yang kian hari
kian meningkat. Usaha tersebut bisa berbentuk perbaikan sistem jaringan
jalan maupun perbaikan pada manajemen lalu lintas dan sistem
perangkutan dan pergerakan (Ohta, 1998 dalam Riyanto, 2007).
3 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
Salah satu upaya mendorong pengembangan perekonomian dan pusat-
pusat pertumbuhan baru, Pemerintah Pusat menginisiasi pembangunan
Jalan Lingkar Selatan (JLS). Direncanakan JLS akan melintasi delapan
kabupaten, yakni Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang,
Lumajang, Jember, dan Banyuwangi. Provinsi Jawa Timur memiliki
potensi sumber daya mineral yang luar biasa di kawasan selatan, tetapi
tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena ketiadaan akses.
Misalnya, kandungan emas di Jember dan Banyuwangi, pasir besi di
Lumajang, dan marmer di Trenggalek. Dengan adanya JLS,
perekonomian di selatan Jatim akan tumbuh dan akan membuka
lapangan pekerjaan baru. Di tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Jatim
mencapai 7,27 persen dan diperkirakan dapat meningkat jika JLS
rampung dibangun. Ruas jalan yang telah selesai dibangun terdapat di
Pacitan, Malang, dan Tulungagung. Dengan demikian, pembangunan
ruas JLS yang nantinya rampung pada 2014 mencapai 251,58 km dan
telah menghabiskan anggaran Rp 2,3 triliun. Selain jalan, terdapat juga
jembatan sepanjang 1,6 km yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp
291 miliar. Bagi Kabupaten Banyuwangi pembangunan ini akan
meningkatkan akses dari Tenkinol, Malangsari, Kendenglembu dan
menyatu dengan jalur eksisting di Glenmore.
Bagian penting dalam pelaksanaan pembangunan jalan lingkar selatan
tersebutadalah tersedianya lahan yang telah dibebaskan. Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi telah membebaskan sejumlah lahan yang
menjadi jalur jalan lingkar selatan. Pembebasan lahan yang dimiliki oleh
perorangan dilakukan dengan ganti rugi tanah yang dibebaskan.
Sedangkan untuk tanah yang masuk kedalam kawasan hutan proses
ganti ruginya mengacu pada berbagai ketentuan yang lebih spesifik.
Tanah pengganti ini dalam prosesnya dibutuhkan telaahan berkait
kesesuaian secara teknis dan administratif. Oleh karena itu Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi melalui Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Banyuwangi melaksanakan kegiatan Feasibility Study
Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas
Selatan (JLS).
4 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari Penyusunan Feasibility Study Pengadaan Calon
Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) adalah
untuk untuk mengetahui tingkat kebutuhan dan kelayakan lahan
pengganti jalan lingkar selatan, mengetahui perkiraan waktu yang tepat
serta strategi yang sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah dalam
pemenuhan laha pengganti di Kabupaten Banyuwangi ini
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari pekerjaan “Penyusunan Feasibility Study
Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas
Selatan (JLS)” adalah :
1. Mengidentifikasi kondisi eksisting Jalan Lingkar Selatan, fenomena
keberadaan dan tingkat perkembangan pelaksanaannya.
2. Menginventarisir dan menganalisis kebutuhan lahan pengganti yang
menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Banyuwangi
3. Menganalisis kelayakan calon-calon lahan pengganti yang memenuhi
persayaratan teknis, administratif dan pembiayaan sesuai ketentuan
yang berlaku.
4. Memberikan simpulan mengenai tingkat kebutuhan dan kelayakan
lahan pengganti Jalur Lingkar Selatan serta rekomendasi mengenai
kelanjutan dan strategi pelaksanaan penggantian lahan di Kabupaten
Banyuwangi.
1.4. Referensi Hukum
1. Undang – Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
daya Alam Hayati dan Ekosistem;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
5 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
5. Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
8. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;
9. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah;
10. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, tentang Jalan;
11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional;
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
13. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
14. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
15. Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1970 tentang Perencanaan
Hutan;
16. Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan;
17. Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah;
19. Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2006 tentang Jalan;
20. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
21. Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan;
6 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
23. Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional;
24. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang;
25. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
26. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
27. Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
28. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-
2014;
29. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993;
30. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
31. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1989 tentang
Pengelolaan Kawasan Budidaya;
32. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
33. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.62 Tahun 2000 tentang
Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
34. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
P.38/Menhut-II/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam
Pakai Kawasan Hutan
35. Peraturan Dalam Negeri No. 50 Tahun 2009 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
7 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
37. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 8 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi Tahun
2012-2032;
38. Keputusan Menteri Kimpraswil No. 27 Tahun 2002 tentang Penataan
Pedoman Bidang Penataan Ruang; dan
39. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya yang berlaku
8 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
BAB 2 PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Tanah merupakan modal dasar pembangunan. Hampir tak ada kegiatan
pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu
tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan
berhasil tidaknya suatu pembangunan. Kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan baik untuk kepentingan umum maupun swasta selalu
membutuhkan tanah sebagai wadah pembangunan. Saat ini,
pembangunan terus meningkat sedangkan persediaan tanah tidak
berubah. Keadaaan ini berpotensi menimbulkan konflik karena
kepentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan.
Perlu diketahui bahwa pengaturan terkait pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, Pemerintah telah menerbitkan
peraturan secara berturut-turut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan
Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah, Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 36 Tahun 2005 yang kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 65
Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum.
Peraturan perundang-undangan diatas selama ini dianggap belum
memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang kehilangan tanahnya. Bagi
pemerintah yang memerlukan tanah, peraturan perundang-undangan
yang telah diterbitkan tersebut dipandang masih menghambat atau
kurang untuk memenuhi kelancaran pelaksanaan pembangunan sesuai
rencana. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan
9 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
pada bulan Januari 2012, merupakan undang-undang yang ditunggu-
tunggu. Alasan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
karena pelaksanaan pengadaan tanah pada saat ini masih lambat dalam
mendukung pembangunan infrastruktur. Pelaksanaan pengadaan tanah
selama ini masih dilakukan secara ad hoc dan menimbulkan banyak
permasalahan serta belum menjamin kepastian waktu dalam
pembebasan tanahnya. Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur teknis pembebasan lahan,
maka pada tanggal 7 Agustus 2012 yang lalu, Presiden telah menerbitkan
Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Namun, dalam perjalanan waktu penetapan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 ini tidak lepas dari pro dan kontra dari beberapa elemen
masyarakat. Sudah terdapat upaya judicial review dari beberapa
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi
Rakyat Anti Perampasan Tanah Rakyat (Karam Tanah) yang
beranggotakan Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesian Human Right
Committee for Social Justice (IHCS), Yayasan Bina Desa Sadajiwa,
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Rakyat untuk Keadilan
Perikanan (KIARA), Walhi, Aliansi Petani Indonesia (API), Sawit Watch,
Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KruHA), Perserikatan Solidaritas
Perempuan, Yayasan Pusaka, Elsam, Indonesia for Global Justice, dan
Serikat Nelayan Indonesia (SNI), yang menilai Undang-Undang tersebut
tidak berpihak kepada masyarakat.
Karam Tanah menilai bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
memuat kewenangan pemerintah dengan dalih membangun fasilitas
umum, yang sesungguhnya tidak digunakan demi kepentingan umum,
tetapi lebih berorientasi pada kepentingan bisnis seperti membangun
jalan tol dan pelabuhan. Selain itu, terdapat beberapa kritik terkait
klausula yang dinilai kurang tepat serta beberapa ketentuan yang
memerlukan tambahan penjelasan dan beberapa materi yang belum
tercakup dalam peraturan ini.
10 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
2.1.1. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
Review terhadap beberapa negara menunjukkan tidak ada negara yang
tidak memiliki kewenangan untuk mengambil tanah untuk kepentingan
pembangunan. Kecepatan pertumbuhan ekonomi di the new emerging
market tidak terlepas dari proses pengambilan tanah untuk pembangunan
infrastruktur dan wilayah perkotaan. Negara-negara seperti Cina, Korea
Selatan, dan Singapura melakukan pembebasan tanah secara besar-
besaran untuk kepentingan transportasi, perkantoran, fasilitas energi dan
infrastruktur lainnya. Beberapa literatur juga menujukkan trend penurunan
pengambilan tanah oleh pemerintah (Azuela, 2007). Pengambilan tanah
oleh pemerintah bukan saja makin menurun tapi juga semakin sulit untuk
dilakukan. Menurut Azuela, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
makin sulitnya pengambilan tanah oleh pemerintah yaitu: (1) meluasnya
ketidakpuasan masyarakat terhadap praktik-praktik pengambilan tanah
oleh pemerintah, (2) meningkatnya independensi lembaga peradilan, (3)
menguatnya tekanan dari pemberitaan media massa, dan (4) dampak
implementasi perjanjian internasional.
Berdasarkan review atas implementasi pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dari beberapa Negara, terdapat beberapa
permasalahan yang dapat dijadikan pelajaran bagi proses pengaturan
pengadaan tanah bagi pembangunan untukkepentingan umum di
Indonesia. Dari analisa terhadap masalah pengadaan tanah untuk
pembangunan di berbagai negara, dapat disimpulkan:
Pertama, hampir di seluruh negara pengadaan tanah untuk
pembangunan menjadi semakin sulit dilakukan. Ketidakpuasan
masyarakat, makin independennya lembaga peradilan, tekanan pers, dan
perjanjian internasional menjadi faktor-faktor sulitnya pembebasan tanah.
Untuk Indonesia, diperkirakan trend ini juga akan terjadi. Kedua, tidak ada
praktik pengadaan tanah untuk pembangunan yang benar-benar
sempurna. Hampir di semua negara yang menjadi sampel mengalami
permasalahan. Hanya saja, tingkat kerumitan permasalahan dan
11 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
dampaknya pada penundaan proyek berbeda-beda. Untuk Indonesia,
saat ini adalah momentum untuk perbaikan terhadap kebijakan, prosedur,
dan praktik-praktik pengadaan tanah untuk pembangunan. Ketiga,
pelaksanaan pembebasan tanah dapat dipermudah dengan dua
pendekatan.
a. Pendekatan dengan meningkatkan keberpihakan dan penghormatan
terhadap pemilik hak atas tanah
Pendekatan ini dilakukan dengan mengedepankan sosialisasi,
negosiasi, dan pemberian kompensasi yang lebih komprehensif.
Pendekatan yang mengedepankan sosialisasi, negosiasi, dan
pemberian kompensasi yang lebih komprehensif memiliki
konsekuensi pada ketersediaan anggaran. Pemberian kompensasi
secara komprehensif membutuhkan dana yang besar. Dengan
demikian, penetapan kebijakan terhadap komponen apa saja yang
akan diperhitungkan dan bagaimana metode perhitungannya harus
memperhatikan kemampuan keuangan Negara.
b. Pendekatan dengan memperkuat kewenangan negara untuk
mengambil tanah pada harga yang ditetapkan walaupun tanpa
kerelaan pemilik tanah.
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan kewenangan yang
diberikan Undang-Undang. Pendekatan yang mengedepankan
kewenangan pencabutan hak membutuhkan ketegasan sikap dan
wibawa pemerintah dan aparatnya. Penggunaan kewenangan
pencabutan hanya efektif dilaksanakan oleh pemerintah dan
aparatnya yang dikenal memiliki integritas dan tidak memiliki vested
interest dalam setiap tindakannya. Rendahnya integritas dan
buruknya reputasi pemerintah dan aparatnya di mata masyarakat
akan menyebabkan resistensi dari masyarakat.
Mengacu pada hasil review pengadaan tanah oleh Pemerintah pada
beberapa negara serta untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
untuk kepentingan umum, diperlukan tanah yang pengadaannya
dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis,
dan adil. Untuk mengakomodir hal tersebut, maka pada tahun 2012,
Pemerintah bersama DPR telah menetapkan Undang-Undang Nomor 2
12 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Sebagai pelaksanaan amanat Pasal 53 dan Pasal
59 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 7 Agustus lalu telah menandatangani Perpres Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perpres ini mengatur tata cara
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan,
tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan
hasil.
Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012,
pengaturan tentang pengadaan tanah didasarkan pada Perpres Nomor
36 Tahun 2005 yang kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 65 Tahun
2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Sesuai Perpres tersebut, pengadaan tanah
dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah yang bersifat ad-hoc.
Prosesnya sering terhambat oleh diskontinuitas anggaran. Selain itu,
masalah lain yang sering muncul adalah definisi pembangunan untuk
kepentingan umum yang masih banyak diperdebatkan. Dan yang lebih
penting lagi, pengadaan tanah juga bersinggungan dengan isu hukum
mendasar seperti hak azasi manusia, prinsip keadilan, prinsip
keseimbangan antara kepentingan negara dengan kepentingan
masyarakat baik secara individu maupun kelompok.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 merupakan sebuah langkah
perbaikan, karena peraturan perundang-undangan sebelumnya dianggap
belum memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang kehilangan tanahnya.
Dengan diterbitkannya undang-undang tersebut diharapkan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pengadaan tanah.
Beberapa permasalahan mendasar dalam proses pengadaan tanah
selama ini antara lain: pertama, belum tersedianya aturan dasar, prinsip,
prosedur dan mekanisme pengadaan tanah; kedua, belum ditetapkannya
kelembagaan pengadaan tanah; ketiga, tidak adanya peraturan khusus
pembiayaan pengadaan tanah; dan keempat, belum jelasnya kriteria
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
– Ketapang, dengan panjang 110 Km. Peningkatan ketersediaan
infrastruktur merupakan salah satu hal yang mendukung kelancaran
mobilitas barang dan jasa.
Pembangunan Jalan Lintas Selatan di Kabupaten Banyuwangi, meliputi :
1. Jalan Arteri Primer total panjang jalan 110 Km, melewati :
Jalan arteri primer yang ada (Jalan Nasional) = 76,30 Km ;
Kawasan hutan Perhutani KPH Banyuwangi Selatan = 10,89
Km
Kawasan perkebunan PTPN XII (Persero) di Unit Usaha
Strategik (UUS) Malangsari, UUS Kendenglembu, UUS Kalirejo
/ Pengundangan = 22,81 Km
2. Trase yang melewati kawasan hutan dan kawasan perkebunan
sebagian besar merupakan kegiatan pembukaan lahan.
3. Jalan Kolektor Primer total panjang 163,23 Km, berupa jalan
kabupaten yang terkoneksi dengan ruas jalan arteri primer dan
melewati beberapa kecamatan di wilayah selatan Kabupaten
Banyuwangi.
Pembangunan sarana jalan raya harus memberikan manfaat bagi
berbagai kepentingan sosio ekonomis masyarakat dilingkungannya.
Wipper (1994) menyatakan ada dua hal penting yang seharusnya menjadi
orientasi pembangunan sarana ini. Kedua hal itu adalah keselamatan dan
kualitas kehidupan kerja. Artinya pembangunan ini tidak hanya
memberikan kemudahan dan perlindungan fisik, tetapi seharusnya
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf
hidupnya. Terbukanya (kemudahan) akses dengan pihak lain (luar)
memberikan peluang kepada masyarakat untuk memperbaiki taraf
hidupnya. Poister dan Harris (2000) menegaskan bahwa progam mutu
terpadu harus merupakan komitmen yang harus dipertahankan dalam
rangka peningkatan kualias cara hidup. Pembangunan sarana jalan
merupakan sistem yang sangat kompleks dan terpadu. Talvitie (1999)
menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dalam
menggambarkan sistem transportasi. Dalam pandangannya sistem ini
69 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
tidak hanya merupakan input – proses – maupun output, namun juga
termasuk didalamnya adalah dampak (outcome) dan berbagai
konsekuensi lain (consequences).
Poister dan Harris (2000) menyatakan bahwa membangun sistem jalan
raya harus memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas layanan,
efektifitas dalam segala hal dan penghematan. Untuk itu, proses yang
terjadi dalam sistem ditujukan untuk mengelola organisasi, mendapatkan
informasi, mengembangkan alternatif, mengevaluasi program-program,
mengalokasi berbagai sumber daya untuk menghasilkan produk dan jasa,
serta output untuk para pengguna jalan (road users).
Sistem jalan raya merupakan sistem yang secara mandiri adaptif (self
adaptive), hal ini disebabkan tujuan dan sasaran yang ada sebenarnya
merupakan respon dari evaluasi terhadap output, proses, dampak
70 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
(outcome), berbagai konsekuensi dan umpan balik yang diberikan oleh
komunitas sistem.
Gambaran komprehensif Talvitie (1999) menegaskan bahwa keberhasilan
sistem tidak hanya berhenti pada output, tetapi juga perlu melihat dampak
atau imbas yang terjadi sehubungan dengan pemanfaatan fasilitas yang
diberikan pemerintah tersebut. Pembangunan sarana ini harus
berdampak pada naiknya aksesibilitas, semakin berkurangnya
kemaceten, peningkatan kualitas jalan raya dan berkurangnya waktu
perjalanan maupun berkurangannya polusi udara. Pembangunan ini juga
memberikan konsekuensi misal perununan kualitas kesehatan
(dikarenakan polusi tinggi), lapangan kerja yang lebih terbuka, semakin
sempitnya lahan dan sebagainya.
Konsekuensi-konsekuensi yang muncul bisa jadi kurang menguntungkan
(misal penurunan kualitas kesehatan dan turunnya nilai-nilai). Dampak
maupun konsekuensi negatif yang muncul sebagai akibat pembangunan
jalan raya sedapat mungkin diantisipasi atau bila terlanjur terjadi,
informasi yang diterima diharapkan dapat memberikan umpan balik
masukan penting bagi pemerintah guna perbaikan sistem dan mutu
layanan dimasa mendatang. Terkait dengan mutu layanan, Poister dan
Harris (2000) menyatakan bahwa hal ini merupakan proposisi jangka
panjangdan cenderung kontraproduktif. Oleh karena itu perlu untuk
senantiasa dipertimbangkan baik pada awal kegiatan maupun akhir.
Mereka juga merekomendasikan pentingnya investasi untuk melatih
karyawan. Diperlukan kesabaran dan ekspektasi yang realistis dalam
menunggu hasil yang diharapkan
5.2. Kewajiban Lahan Pengganti
Ditinjau dari kondisi geografis dan pembangunan trase jalan lintas selatan
melewati Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten eksisting yang
berada di masing-masing Kabupaten dan sebagian trase jalan lintas
selatan melewati kawasan hutan milik Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur. Berkenaan dengan pembangunan jalan lintas selatan kawasan
71 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dikenakan
ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi oleh Dinas/Instansi terkait baik
dari unsur Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten.
Di Kabupaten Banyuwangi panjang trase jalan lintas selatan sekitar 110
Km, sebagian besar melewati ruas jalan nasional, jalan provinsi dan
sebagian kecil melewati jalan kabupaten. Sebagian trase jalan lintas
selatan juga melewati perkebunan dan kawasan hutan. Penggunaan
kawasan hutan untuk pembangunan jalan lintas selatan sesuai peraturan
perundangan yang berlaku dilakukan melalui mekanisme pinjam pakai
kawasan hutan. Berkenaan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi sudah mendapat surat Menteri Kehutanan RI. tanggal 19
Agustus 2009 Nomor S.651/Menhut -VII/2009 perihal persetujuan Prinsip
Penggunaan Kawasan Hutan seluas ± 25,79 Ha Untuk Pembangunan
Jalan Lintas Selatan Jawa Timur a.n. Bupati Banyuwangi di Kabupaten
Banyuwangi Provinsi Jawa Timur, kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi (Bupati Banyuwangi)
yaitu :
a. Menyediakan dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan
kepada Kementrian Kehutanan seluas ± 25,79 ha yang “ clear and
clean “ sebagai kompensasi atas kawasan hutan yang digunakan;
b. Menanggung biaya tata batas pinjam pakai kawasan hutan.
c. Menanggung biaya inventarisasi tegakan;
d. Menangung biaya pengukuhan kawasan hutan yang berasal dari
lahan kompensasi;
e. Melaksanakan dan menanggung biaya reboisasi atas lahan
kompensasi;
f. Melaksanakan reklamasi dan reboisasi pada kawasan hutan yang
sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu selesainya jangka
waktu pinjam pakai kawasan hutan;
g. Menyelenggarakan perlindungan hutan;
h. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan baik pusat
maupun daerah sewaktu melakukan monitoring dan evaluasi di
lapangan.
72 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
i. Menanggung seluruh biaya sebagai akibat adanya pinjam pakai
kawasan hutan.
j. Mengingat pemenuhan kewajiban-kewajiban huruf f, g, h, i
dilaksanakan pada saat telah terbit izin pinjam pakai kawasan
hutan, maka pemohon wajib membuat pernyataan di depan
notaris;
k. Membayar ganti rugi nilai tegakan kepada Perum Perhutani;
l. Membayar PSDH dan DR kepada Pemerintah sesuai ketentuan
yang berlaku;
m. Membayar biaya inventasi pengelolaan hutan atau pemanfaatan
hutan kepada Perum Perhutani akibat penggunaan kawasan
hutan sesuai dengan luas areal hutan tanaman yang dipinjam
pakai dan jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan;
Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan tersebut diatas, bukan
merupakan izin pinjam pakai kawasan hutan sehingga kegiatan
pembangunan trase jalan lintas selatan di kawasan hutan tidak boleh
dilaksanakan sebelum beberapa kewajiban utama dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai dasar memperoleh Izin
Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Menteri kehutanan RI.
Adapun Lokasi Calon Lahan Kompensasi yang diajukan oleh Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi di Wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah
sebagai berikut:
73 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
Lokasi I
No Kriteria Keterangan
1 Status Tanah Yasan dengan kepemilikan terdiri dari ± 40 0rang, belum bersertifikat
2 Lokasi a. Menurut administrasi pemerintahan : Dusun : Krajan Dua Desa : Bangsring Kecamatan : Wongsorejo Kabupaten : Banyuwangi Berbatasan dengan kawasan hutan : Petak : 64, Pal B.320 s/d B.345 RPH : Selogiri BKPH : Ketapang KPH : Banyuwangi Utara
3 Luas ± 22,29 ha (lebih kurang dua puluh dua koma dua puluh sembilan hektar)
4 DAS Sampean
5 Kondisi lapangan a. Lapangan : landai b. Jenis tanah : Latosol c. Ketinggian : 88 mdpl d. Kemiringan : 0 s/d 10 % e. Solum : agak dalam f. Jenis tanaman : semusim, sengon, dan mangga
74 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
Lokasi II
No Kriteria Keterangan
1 Status Tanah Yasan dengan kepemilikan ± 5 orang, belum bersertifikat
2 Lokasi Menurut administrasi pemerintahan : Dusun : Pal Tujuh Karangrejo Utara Desa : Wongsorejo Kecamatan : Wongsorejo Kabupaten : Banyuwangi Berbatasan dengan kawasan hutan : Petak : 24d (Pal B.108/1 s/d B.111/B. 108/10) dan (Pal B. 112/1 s/d B.112/6) RPH : Alasbuluh BKPH : Watudodol KPH : Banyuwangi Utara
3 Luas ± 5 ha
4 DAS Sampean
5 Kondisi lapangan a. Lapangan : lereng landai b. Jenis tanah : latosol c. Ketinggian : 250 m dpl d. Kemiringan : 5 s/d 35 % e. Solum : agak dalam f. Jenis tanaman: semusim
75 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
5.3. Kelayakan Lokasi
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah mendapatkan persetujuan
prinsip dari Menteri kehutanan No. S.651/Menhut-VII/2009 tanggal 19
Agustus 2009, Perihal Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan
Seluas ± 25,79 Ha Untuk Pembangunan Jalan Lintas Selatan Jawa Timur
a.n. Bupati Banyuwangi di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur,
dengan proses pinjam pakai dengan kompensasi ratio 1 : 1.
Calon lahan kompensasi yang telah diajukan oleh Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi dan telah dinilai kelayakan teknisnya seluas ± 27 ha, masuk
wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Banyuwangi dan masuk
wilayah kerja Perum Perhutani KPH Banyuwangi Utara .
Kondisi di lapangan terhadap lahan kompensasi adalah sebagai berikut :
1. Merupakan tanah yasan dengan solum agak dalam s/d dalam.
2. Lokasi dalam satu DAS dengan lokasi kawasan hutan yang
dimohon pinjam pakai, yaitu wilayah DAS Sampean.
3. Terdapat jenis tanaman sengon, jabon, kopi, kelapa, mangga,
srikaya, dan tanaman semusim dengan keadaan tumbuh baik.
4. Pada lokasi II/ Dusun Pal Tujuh Karangrejo Utara, Desa
Wongsorejo, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi
pada keluasan ± 5,00 ha terdapat kawasan berupa curah yang
akan difungsikan sebagai kawasan perlindungan setempat (KPS)
seluas ± 1,50 ha.
Berdasarkan Pasal 32 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.38/Menhut-II/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan Calon lahan kompensasi sebagaimana dimaksud,
diharuskan memenuhi persyaratan:
1. letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan, kecuali lahan
kompensasi tersebut dapat dikelola dan dijadikan satu unit
pengelolaan hutan;
76 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
2. terletak dalam daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi yang
sama;
3. dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional;
4. tidak dalam sengketa dan bebas dari segala jenis pembebanan dan
hak tanggungan; dan
5. mendapat rekomendasi dari gubernur atau bupati/walikota.
Berdasarkan syarat tersebut calon lahan kompensasi telah memenuhi
setidaknya 3 persyaratan yaitu letaknya berbatasan langsung dengan
hutan, terletak pada daerah aliran sungai yang sama dan dapat
dihutankan kembali secara konvensional. Sesuai dengan persetujuan
prinsip dari Menteri Kehutanan No. S.651/Menhut-VII/2009 tanggal 19
Agustus 2009, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dibebani kewajiban
menyediakan lahan kompensasi minimal seluas ± 25,79 ha untuk
memenuhi ratio 1 : 1 dan luasan total lahan kompensasi telah memenuhi
luas lahan kompensasi minimal
5.4. Analisis Benefit Cost
Untuk memenuhi kewajiban penyediaan lahan kompensasi Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi telah mengeluarkan anggaran yang bersumber
dari APBD Kabupaten Banyuwangi dengan rincian sebagai berikut:
No. KEWAJIBAN SUDAH BELUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
1 Membayar biaya inventarisasi tegakan dan PPN 10% dari seluruh pemenuhan kewajiban
√ Total yang harus dibayar Rp. 77.283.000,00,- Sudah dibayar Rp. 77.283.000,- Kurang Rp. 0,- Total PPN 10% Rp. 37.082.576,00 Sudah dibayar Rp. 37.082.576,00 Kurang Rp. 0,- Jumlah Invetarisasi tegakan dan PPN 10% = Rp. 114.365.576,00 Keterangan : Sumber APBD Kabupaten Tahun 2011
77 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
No. KEWAJIBAN SUDAH BELUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
2 Dana untuk pembebasan lahan kompensasi
√ Sudah dialokasi dana pembebasan lahan APBD Kabupaten Banyuwangi tahun sebesar ±Rp. 1.000.000.000,- untuk realisasi menunggu persetujuan Menteri Kehutanan RI atas usulan calon lahan kompensasi
3 Surat Kementerian Kehutanan atas Usulan Calon Lahan Kompensasi
√ Surat Kementerian Kehutanan tanggal 26 Juli 2011 nomor S.479/Menhut-VII/PKH/2011 atas usulan calon lahan kompensasi untuk pembangunan JLS yang pada prinsipnya telah memenuhi persyaratan, kecuali peta yang dilampirkan belum terdapat koordinat. Pemerintah Kabupaten melalui surat tanggal 6 Januari 2012 mengirimkan surat untuk pemenuhan data peta yang dengan dilengkapi koordinat.
4 Usulan Calon lahan kompensasi
√ Kabupaten Banyuwangi melalui surat Bupati Banyuwangi tanggal 26 Mei 2011 nomor 050/1729/429.202/2011 mengirimkan surat Usulan Calon Lahan Kompensasi atas Penggunaan Kawasan Hutan untuk pembangunan jalan lintas selatan di Kabupaten Banyuwangi kepada Menteri Kehutanan, berdasarkan Penilaian teknis terhadap calon lahan kompensasi atas penggunaan hutan pada tanggal 23 Desember 2010 seluas ± 25,79 Ha di
78 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
No. KEWAJIBAN SUDAH BELUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
Kecamatan Wongsorejo.
5 Menyerahkan lahan kompensasi
√ Pengadaan Lahan Kompensasi sudah dialokasikan pada APBD Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010 sebesar Rp. 1,5 M, akan tetapi belum direalisasikan menunggu hasil kegiatan penilaian kelayakan teknis calon lahan kompensasi yang dilaksanakan BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2010 (Mengacu pada mekanisme Permenhut RI. No. P.43/Menhut-II/2008 ttg Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan)
6 Menanggung biaya tata batas
√ Total yang harus dibayar Rp. 152.527.300,- Sudah dibayar Rp. 152.527.300,- Kurang Rp. 0,- Keterangan : Sumber dana APBD Kabupaten Tahun 2010
7 Menanggung biaya pengukuhan lahan kompensasi
√ Menunggu setelah pelaksanaan lahan kompensasi
8 Menanggung Reboisasi lahan kompensasi
√ Menunggu setelah pelaksanaan lahan kompensasi
9 Menanggung reklamasi dan reboisasi lahan yang tidak digunakan (membuat pernyataan didepan notaris)
√ Kegiatan belum dilaksanakan, tetapi Surat Pernyataan Bupati Banyuwangi dikuatkan dg Notaris tertanggal 4 November 2009, sudah dilaksanakan dan dikirimkan ke Menteri Kehutanan RI.
10 Menyelenggarakan perlindungan hutan (membuat pernyataan dengan diketahui notaris)
√ Kegiatan belum dilaksanakan, tetapi Surat Pernyataan Bupati Banyuwangi dikuatkan dg Notaris tertanggal 4
79 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
No. KEWAJIBAN SUDAH BELUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
November 2009, sudah dilaksanakan dan dikirimkan ke Menteri Kehutanan RI.
11 Memberi kemudahan aparat kehutanan melakukan monev (membuat pernyataan dengan diketahui notaris)
√ Kegiatan belum dilaksanakan, tetapi Surat Pernyataan Bupati Banyuwangi dikuatkan dg Notaris tertanggal 4 November 2009, sudah dilaksanakan dan dikirimkan ke Menteri Kehutanan RI.
12 Menanggung seluruh biaya akibat adanya pinjam pakai (membuat pernyataan dengan diketahui notaris)
√ Kegiatan belum dilaksanakan, tetapi Surat Pernyataan Bupati Banyuwangi dikuatkan dg Notaris tertanggal 4 November 2009, sudah dilaksanakan dan dikirimkan ke Menteri Kehutanan RI.
13 Membayar ganti rugi tegakan
√ Total yang harus dibayar Rp. 55.031.500,- Sudah dibayar Rp. 55.031.500,- Kurang Rp. 0,- Keterangan : Sumber dana APBD Kabupaten Tahun 2010
13 Membayar PSDA √
14 Membayar biaya investasi
√ Total yang harus dibayar Rp. 3.334.000,- x 25,79 Ha = Rp. 85.983.860,- Sudah dibayar Rp. 85.983.860,- (sumber dana APBD Kab. Banyuwangi Tahun 2010) Kurang Rp. 0,-
80 Laporan Akhir
Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS)
Adapun estimasi total biaya inventasi untuk lahan kompensasi adalah
sebagai berikut:
No. Cost Total
1 Pembayaran biaya inventarisasi tegakan dan PPN 10% dari seluruh pemenuhan kewajiban 114.365.576
2 Dana untuk pembebasan lahan kompensasi (estimasi harga per m2 Rp. 20.000,-) 5.400.000.000